Anda di halaman 1dari 82

RANGKUMAN MATERI

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL

Disusun Oleh :

KELOMPOK A–3 DOKTER MUDA FK UWKS RSUD IBNU SINA GRESIK

1. Bagus Bimantara Mahaputera 17710211


2. Biendha Ulfatullaily 17710231
3. Diny Wulansari 17710174
4. Devyta Anggi Safitri 17710179
5. I made dedi supriadi 17710212
6. Ida ayu kriesna widyastuti 17710190

DOSEN PENGAJAR

dr. H. Soeroto Hadisoemarto, Sp.F (K), S.H

dr. Nilly Sulistyorini, Sp.F

KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IBNU SINA


Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 1
KABUPATEN GRESIK

PERIODE 29 APRIL 2019 s.d 25 MEI 2019

RANGKUMAN MATERI

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL

Disusun Oleh :

KELOMPOK A–3 DOKTER MUDA FK UWKS RSUD IBNU SINA GRESIK

7. Bagus Bimantara Mahaputera 17710211


8. Biendha Ulfatullaily 17710231
9. Diny Wulansari 17710174
10. Devyta Anggi Safitri 17710179
11. I made dedi supriadi 17710212
12. Ida ayu kriesna widyastuti 17710190

DOSEN PENGAJAR

dr. H. Soeroto Hadisoemarto, Sp.F (K), S.H

dr. Nilly Sulistyorini, Sp.F

KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 2
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IBNU SINA

KABUPATEN GRESIK

PERIODE 29 APRIL 2019 s.d 25 MEI 2019

HALAMAN PENGESAHAN

Anggota :

1. Bagus Bimantara Mahaputera 17710211


2. Biendha Ulfatullaily 17710231
3. Diny Wulansari 17710174
4. Devyta Anggi Safitri 17710179
5. I made dedi supriadi 17710212
6. Ida ayu kriesna widyastuti 17710190

Fakultas : Kedokteran Umum.

Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya.

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter.

Stase : Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal

Pembimbing :

1. dr. H. Soeroto Hadisoemarto, Sp.F (K), S.H


2. dr. Nilly Sulistyorini, Sp.F

Kepaniteraan Klinik Forensik & Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik

Disetujui oleh:

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 3
dr. H. Soeroto Hadisoemarto, Sp.F (K), S.H

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kehendakNya

penulis dapat menyelesaikan REFERAT yang dibuat sebagai salah satu tugas dalam

Kepaniteraan Klinik Forensik & Medikolegal, mengingat pengetahuan dan

pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun laporan kasus ini

sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan

bahasa maupun sistematika penulisannya.

Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada dr. H. Soeroto Hadisoemarto, Sp.F (K), S.H dan dr. Nilly Sulistyorini, Sp.F

selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Forensik & Medikolegal di RSUD Ibnu Sina

Gresik. Semoga REFERAT ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Gresik, 17 Mei 2019

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 4
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

I. DASAR HUKUM PEMERIKSAAN ILMU

KEDOKTERAN FORENSIK .............................................................. 01

II. BANTUAN DOKTER KEPADA PENEGAK HUKUM ................... 15

III. TANATOLOGI ..................................................................................... 32

IV. TRAUMATOLOGI .............................................................................. 43

V. ASFIKSIA .............................................................................................. 64

VI. VISUM et REPERTUM ....................................................................... 68

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 5
I.

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN ILMU

KEDOKTERAN FORENSIK

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR
Ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu kedokteran forensic (forensic
science) atau lazim disingkat IKK bukanlah bidang ilmu baru yang dipelajari
oleh disiplin ilmu kedokteran maupun disiplin ilmu hukum. Ilmu kedokteran
merupakan induk dari IKK yang diaplikasikan untuk kepentingan penegakan
hukum. Di Indonesia IKK merupakan salah satu mata kuliah wajib yang
ditempuh oleh mahasiswa fakultas kedokteran, dan mata kuliah pilihan yang
diambil oleh mahasiswa fakultas hukum. Kewajiban mahasiswa fakultas
kedokteran menempuh IKK, sebagai konsekuensi logis bagi setiap dokter
yang diwajibkan untuk membuat keterangan kedokteran forensik dalam
perkara hukum.
Pasal 133 ayat (1) KUHAP, menentukan bahwa dokter ahli kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya untuk kepentingan penyidikan dan peradilan
wajib memberikan keterangan ahli dalam melakukan pemeriksaan terhadap
korban tindak pidana yang berada dalam keadaan terluka, keracunan atau
mati. Urgensi kewajiban menempuh IKK berkait erat dengan peranan dokter
sebagai saksi ahli dalam melakukan pemeriksaan terhadap manusia sebagai
korban tindak pidana, baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Formulasi Pasal 133 ayat (1) KUHAP, ditentukan sama dan tidak
mengalami perubahan di dalam Rancangan KUHAP 2013 Pasal 37 ayat (1),
yang selengkapnya menentukan: “dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani korban luka, keracunan, atau mati yang diduga akibat
peristiwa tindak pidana, penyidik berwenang mengajukan permintaan
keterangan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan/atau ahli
lainnya”.
Dalam perkembangannya ilmu kedokteran berhubungan dengan ilmu
hukum telah melahirkan ilmu yang relatif baru jika dibandingkan dengan
IKK, yaitu Hukum Kesehatan dan HukumKedokteran. IKK, Hukum
Kesehatan dan Hukum Kedokteran merupakan ilmu yang objeknya sama,
yaitu bertemu pada satu titik sentuh di bidang kesehatan dan kedokteran yang
berhubungan dengan hukum. Namun demikian, IKK merupakan ilmu
kedokteran yang penerapannya dalam rangka untuk penegakan hukum
(medicine for law); sedangkan pada Hukum Kesehatan/Hukum Kedokteran

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 7
merupakan hukum yang mengatur tentang aspek pelayanan kesehatan (law for
medicine). Perbedaan antara ketiga ilmu tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Hukum Kesehatan, adalah seperangkat kaidah yang mengatur
seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan pemeliharaan di
bidang kesehatan. UU No. 36 Th 2009 tentang Kesehatan Bab 1
tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1, menentukan kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.” Apabila merujuk pada ketentuan UU
No. 36 Th 2009, maka aspek kesehatan yang berhubungan dengan
hukum kesehatan memiliki implikasi yang luas, yang tidak hanya
terbatas pada kesehatan fisik, mental maupun spiritual, namun
terkait juga dengan aspek kesehatan sosial. Oleh karena itu, ruang
lingkup konsentrasi hukum kesehatan meliputi seluruh aspek yang
berkaitan dengan kesehatan manusia, yaitu kesehatan badaniah,
kesehatan rohaniah dan kesehatan sosial secara keseluruhan;
2. Hukum Kedokteran, adalah bagian dari hukum kesehatan yang
menyangkut pelayanan kesehatan secara individu (kesehatan
individu). Apabila mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran Pasal 1 angka 1, bahwa praktik kedokteran
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan, oleh
karena itu, konsentrasi studi hukum kedokteran terkait erat
dengan praktik profesi kedokteran, baik dokter maupun dokter
gigi, antara lain, meliputi hak dan kewajiban pasien serta dokter,
ijin tindakan medis, malpraktek medis, dsb.

Dalam rangka menemukan kebenaran yang hakiki dalam pemeriksaan


perkara pidana pada saat diketemukannya alat bukti berupa tubuh manusia
atau bagian dari tubuh manusia, maka diperlukan adanya penjelasan lebih
lanjut tentang keberadaan dari suatu alat bukti, benarkah bagian tubuh yang
terpotong merupakan bagian tubuh manusia, atau benarkah sesosok mayat
yang tergantung mati karena bunuh diri? Benarkah kematian mendadak
disebabkan karena penyakit jantung? Untuk memastikan keadaan sebenarnya
dari tubuh manusia yang berakibat pada terjadinya suatu peristiwa itulah yang
memerlukan bantuan pemeriksaan kedokteran forensik.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang
dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro
yustisia. Landasan hukum sebagai rujukan dalam pembuatan visum et
repertum adalah: Stbl. Tahun 1937 No. 350.

Menurut para ahli istilah Visum et Repertum antara lain


a. Haroen Atmodirono dan Njowito Hamdani,1 definisi visum et repertum
seperti diatur dalam Stbl. Tahun 1937 No. 350 adalah laporan tertulis
untuk justisi yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah, tentang
segala hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa
menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya
b. Menurut Abdul Mun’im Idries,2 visum et repertum adalah laporan
tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan
Arti kata forensik berarti milik pengadilan/hukum.3 Ilmu-ilmu forensik
meliputi semua ilmu pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah
kejahatan. Ilmu-ilmu forensik memegang peranan penting dalam penyelesaian
kasus kejahatan. Dilihat dari sisi peranannya dalam penyelesaian kasus-kasus
kejahatan, ilmu forensic menangani kejahatan sebagai masalah manusia,
antara lain meliputi: psikiatri/neurologi forensik dan psikologi forensik;
sedangkan berhubungan dengan pengungkapan misteri kejahatan odontology
forensik, kimia forensik, anthropologi forensik, identifikasi forensik, dan
sebagainya.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 9
Dasar Hukum
Dasar Hukum Proses Identifikasi Forensik Dasar hukum dan undang-
undang bidang kesehatan yang mengatur proses identifikasi adalah:

1 Berkaitan dengan kewajiiban dokter dalam membantu peradilan diatur


dalam KUHP pasal 133

1.1 Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan


menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

1.2 Permintaan keterangaran ahli sebagaimana yang dimaksud dalam


ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksa.

1.3 Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau


dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan
penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Visum et repertum tidak hanya diperlukan dalam pemeriksaan perkara


pidana, tetapi pada pemeriksaan perkara perdata untukkasus-kasus tertentu.
Perkara perdata yang memerlukan pembuatanvisum et repertum, antara lain
adalah untuk perkara permohonan pengesahan perubahan/penyesuaian status
kelamin, klaim atas asuransi, pembuktian status anak, dan sebagainya.
Penyebab pasti kematian seseorang dapat berhubungan baik dengan
peristiwa di dalam hukum pidana, maupun hukum perdata.Masalah kematian
yang berhubungan dengan hukum perdata, misalnya pada klaim asuransi atau
penentuan ahli waris berhubungan dengan hak atas pembagian harta warisan.
Kecurigaan tentangpenyebab kematian seseorang ditentukan oleh penyidik
kepolisianmelalui pemeriksaan kedokteran forensik, meskipun peristiwanya
berhubungan dengan hukum perdata; namun demikian, penyebab kematian
seseorang juga merupakan kejahatan terhadap nyawa yang berhubungan
dengan hukum pidana.
2. Dalam proses penegakan hukumya ialah pasal 186 dan 187 KUHP

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 10
Pasal 186 berbunyi
“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan”
Pasal 187 huruf c berbunyi
“Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya”
Dari kedua pasal tersebut menerangkan bahwa alat bukti yang sah
menurut KUHP.

3. Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang


No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat
masalah mendasar yaitu kedudukan visum et repertum masuk dalam alat
bukti keterangan ahli atau alat bukti surat yang kedua alat bukti ini sah
menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP. Berikut analisis yuridis
peraturan perundang-undangan pidana di indonesia :

a. Pasal 179 KUHAP

1 Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran


kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.

2 Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi


saksi yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa
mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan
yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

b. Pasal 180 KUHAP

1 Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang


timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh
yang berkepentingan.

2 Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau


penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan
penelitian ulang.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 11
3 Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan
penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)

4 Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

c. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b

1) Alat bukti yang sah ialah :

1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

d. Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan.
e. Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 12
Ciri khas yang terdapat dalam visum et repertum adalah adanya kata pro
justitia di sudut sebelah kiri atas, yang merupakan persyaratan yuridis sebagai
pengganti meterai. Selengkapnya isi visum et repertum meliputi:
a. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa yang membuat
visum et repertum, identitas peminta visum et repertum, saat dan
tempat dilakukannya pemeriksaan dan identitas barang bukti yang
berupa tubuh manusia;
b. Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan yang memuat segala
sesuatu yang dilihat dan diketemukan oleh dokter pada saat melakukan
pemeriksaan;
c. Kesimpulan, memuat intisari dari hasil pemeriksaan yang disertai
pendapat dokter sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.
Dalam kesimpulan diuraikan pula hubungan kausal antara kondisi
tubuh yang diperiksa dengan segala akibatnya;
d. Penutup, memuat pernyataan bahwa visum et repertum dibuat atas
sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya dan
sebenar-benarnya.
Peristiwa pidana yang memerlukan visum et repertum berhubungan
dengan alat bukti berupa tubuh manusia, baik dalam keadaan hidup maupun
mati. Peristiwa pidana yang memerlukan visum et repertum, adalah sebagai
berikut:
1. Berhubungan dengan ketentuan Pasal 44 KUHP, yaitu pelaku tindak
pidana yang diduga menderita gangguan jiwa atau jiwanya cacat dalam
tumbuh kembangnya;
2. Penentuan umur korban/pelaku tindak pidana:
a. berkaitan dengan korban tindak pidana terhadap anak, khususnya di
bidang kesusilaan misalnya, sebagaimana ditentukan dalam KUHP
Pasal 287, 288, 290 sampai dengan 295, 300 dan 301. Ketentuan
KUHP yang berhubungan dengan anak sebagai korban tindak pidana di
bidang kesusilaan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan berlakunya UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak 2014);
b. berkaitan dengan pelaku tindak pidana anak yang ditentukan dalam UU
No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
3. Kejahatan kesusilaan diatur dalam KUHP Pasal 284 sampai dengan 290,
dan Pasal 292 sampai dengan 294;

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 13
4. Kejahatan terhadap nyawa, yaitu KUHP Pasal 338 sampai dengan 348;
5. Penganiayaan, berkaitan dengan KUHP Pasal 351 sampai dengan 355;
6. Perbuatan alpa yang mengakibatkan kematian atau terlukanya orang lain,
yaitu KUHP Pasal 359 dan 360; termasuk kecelakaan lalu lintas
sebagaimana ditentukan di dalam UU No. 22 Th 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.

Tugas Bantuan Dokter di Bidang Kedokteran Forensik


Tugas bantuan dokter pada bidang kedokteran forensic diatur dalam
KUHAP Pasal 133 ayat (1), yang menyatakan: dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
Ketentuan Pasal 133 ayat (1) KUHAP tidak menentukan pemeriksaan
oleh dokter terhadap korban tindak pidana kesusilaan sedangkan korban
tindak pidana kesusilaan khususnya perkosaan memerlukan pemeriksaan
dokter. Dalam praktiknya tugas dokter dalam pemeriksaan kedokteran
forensik selengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan korban hidup;
b. Pemeriksaan korban mati;
c. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP);
d. Penggalian mayat;
e. Penentuan umur korban dalam kasus tindak pidana kesusilaan atau
penentuan umur pelaku untuk tindak pidana yang berhubungan dengan
pelaku anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak;
f. Pemeriksaan kejiwaan pelaku tindak pidana, berhubungan dengan
penentuan kemampuan bertanggungjawab dalam kasus tindak pidana oleh
pelaku yang diduga terganggu jiwanya;
g. Pemeriksaan barang bukti lain berupa tubuh manusia atau bagian dari tubuh
manusia.
Peran Dokter dalam Pembuatan Visum et Repertum
Dokter berperan penting dalam menemukan kebenaran materiil
sebagaimana dituju di dalam pemeriksaan perkara pidana. KUHAP Pasal 133,
134, 135 dan 179 menentukan peranan dokter dalam pemeriksaan perkara
pidana yaitu sebagai berikut:

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 14
Pasal 133:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya;
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat;
(2) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dilak dan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat;
Pasal 134
(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban;
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya
pembedahan tersebut;
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (3)
undang - undang ini.
Pasal 135
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.
Pasal 179:
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan;
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 15
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
Pasal 133 ayat (1) KUHAP mengatur tentang pemeriksaan dokter perlu
dilakukan, yaitu menyangkut korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa pidana. Namun demikian, korban tindak pidana
kesusilaan yang memerlukan pemeriksaan dokter dalam rangka pembuatan
visum et repertum tidak dikategorikan di dalamnya; sedangkan visum et
repertum diperlukan pula untuk kasus tindak pidana di bidang kesusilaan.
Tidak disebutkannya korban tindak pidana kesusilaan sebagai objek dalam
pemeriksaan kedokteran forensik juga dinyatakan di dalam RUU KUHAP
Pasal 37 ayat (1).
RUU KUHAP sebagai ius constituendum, hukum yang dicita-citakan
berlakunya di masa yang akan datang pada Pasal 37 ayat (1) menyebutkan:
“dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani korban luka,
keracunan atau mati yang diduga akibat peristiwa tindak pidana, penyidik
berwenang mengajukan permintaan keterangan kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan/atau ahli lainnya”.
Rekam medis menurut Permenkes No.749a/Men.Kes/Per/ XII/1989 tentang
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada
pasien pada sarana pelayanan kesehatan
Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis (Medical Record),
menyatakan bahwa Rekam Medis dapat dipakai sebagai:
a. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. Bahan pembuktian dalam perkara hukum;
c. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan;
d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan;
e. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Merujuk pada Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tentang Rekam Medis (Medical Record), bahwa rekam medis
sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum seperti ditetapkan pada huruf
b, baik berhubungan dengan perkara pidana maupun perdata. Khusus dalam
perkara pidana, pembuktian tentang terjadinya tindak pidana, dapat diberikan
pada proses pemeriksaan fase pra-ajudikasi, yaitu penyidikan sampai dengan
fase ajudikasi, yaitu pemeriksaan di persidangan.
Macam – Macam Visum Et Repertum berdasarkan Alat Bukti

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 16
1. Korban Hidup
a. Visum et repertum yang diberikan sekaligus, yaitu pembuatan visum et
repertum yang dilakukan apabila orang yang dimintakan visum et
repertum tidak memerlukan perawatan lebih lanjut atas kondisi luka-luka
yang disebabkan dari tindak pidana. Pada umumnya visum et repertum
sekaligus diberikan untuk korban penganiayaan ringan yang tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit;
b.Visum et repertum sementara, diperlukan apabila orang yang dimintakan
visum et repertum memerlukan perawatan lebih lanjut berhubungan
dengan luka-luka yang disebabkan dari tindak pidana. Visum et repertum
sementara diberikan sementara waktu, untuk menjelaskan keadaan orang
yang dimintakan visum et repertum pada saat pertama kali diperiksa oleh
dokter, sehingga masih memerlukan visum et repertum lanjutan dalam
rangka menjelaskan kondisi orang yang dimintakan visum et repertum
pada saat terakhir kali meninggalkan rumah sakit;
c. Visum et repertum lanjutan, diberikan apabila orang yang dimintakan
Visum et Repertum hendak meninggalkan rumah sakit dikarenakan telah
sembuh, pulang paksa, pindah rumah sakit atau mati.
2. Korban sudah Meninggal
a. Visum et repertum atas mayat, tujuan pembuatannya untuk orang yang
mati atau diduga kematiannya dikarenakan peristiwa pidana.
Pemeriksaan atas mayat haruslah dilakukan dengan cara bedah mayat
atau otopsi forensik, yang dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti
kematian seseorang. Pemeriksaan atas mayat dengan cara melakukan
pemeriksaan di luar tubuh, tidak dapat secara tepat menyimpulkan
penyebab pasti kematian seseorang. Hanya bedah mayat forensik yang
dapat menentukan penyebab pasti kematian seseorang;
b.Visum et repertum penggalian mayat, dilakukan dengan cara menggali
mayat yang telah terkubur atau dikuburkan, yang kematiannya diduga
karena peristiwa pidana. Penggunaan istilah visum et repertum
penggalian mayat lebih tepat daripada visum et repertum penggalian
kuburan, karena orang yang mati terkubur dikarenakan peristiwa pidana
belum tentu posisinya dikuburkan /terkubur di kuburan. Visum et
repertum penggalian mayat dilakukan, baik atas mayat yang telah
maupun yang belum pernah diberikan visum et repertum. Atas mayat
yang telah diberikan visum et repertum dimungkinkan untuk dibuatkan
visum et repertum ulang apabila hasil visum et repertum sebelumnya

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 17
diragukan kebenarannya, misalnya dalam kasus pembunuhan aktifis
buruh perempuan Marsinah pada masa pemerintahan orde baru yang
penggalian mayatnya dilakukan lebih dari satu kali;
3. Visum et Repertum tentang Umur, tujuan pembuatannya untuk mengetahui
kepastian umur seseorang, baik sebagai korban maupun pelaku tindak
pidana. Kepentingan dalam menentukan kepastian umur seseorang
berkaitan dengan korban tindak pidana biasanya berhubungan dengan delik
kesusilaan atau tindak pidana lain yang korbannya anakanak sebagaimana
ditentukan di dalam UU Perlindungan Anak 2014 maupun KUHP;
sedangkan penentuan kepastian umur seseorang berhubungan dengan
pelaku tindak pidana berhubungan dengan hak seseorang untuk
disidangkan dalam pemeriksaan perkara anak sebagaimana ditentukan di
dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
4. Visum et Repertum Psikiatrik, diperlukan berhubungan dengan pelaku
tindak pidana yang diduga jiwanya cacat dalam tumbuh kembangnya atau
terganggu karena penyakit. Visum et Repertum Psikiatrik biasanya juga
diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang dalam melakukan tindak
pidana di luar batas-batas kewajaran manusia normal, misalnya,
pembunuhan dengan cara memutilasi korban, atau tindak pidana yang
dipandang sadis yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh pelaku dalam
kondisi jiwa yang normal;
5. Visum et Repertum untuk korban persetubuhan illegal atau tindak pidana
di bidang kesusilaan, merupakan visum et repertum yang diberikan untuk
tindak pidana di bidang kesusilaan, baik yang. Pemeriksaan terhadap
korban tindak pidana di bidang kesusilaan, khusus pada tindak pidana yang
mengandung unsur persetubuhan pembuktiannya secara medis lebih mudah
daripada tindak pidana kesusilaan yang tidak mensyaratkan adanya unsur
persetubuhan (misalnya, pelecehan seksual, percabulan, dan sebagainya).

Di samping jenis visum et repertum sebagaimana tersebut, di dalam proses


pemeriksaan perkara pidana dikenal pula:
- Berita Acara Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (BAPTKP) yang
diberikan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan TKP
berhubungan dengan tindak pidana yang terjadi;
- Berita Acara Pemeriksaan Barang Bukti yaitu pemeriksaan penunjang
kedokteran forensik yang berkaitan dengan barang bukti berhubungan
dengan suatu tindak pidana. Pemeriksaanatas barang bukti, baik berupa

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 18
bagian dari tubuh manusia (misalnya, darah, rambut, sperma, muntahan
korban, tulang belulang, dan sebagainya), maupun pemeriksaan atas
barang bukti lain (misalnya, racun, serbuk mesiu, selongsong peluru, dan
sebagainya).

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu kedokteran merupakan induk dari IKK yang diaplikasikan untuk
kepentingan penegakan hukum. Ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu
kedokteran forensic (forensic science) atau lazim disingkat IKK. Dokter ahli
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya untuk kepentingan penyidikan dan
peradilan wajib memberikan keterangan ahli dalam melakukan pemeriksaan
terhadap korban tindak pidana yang berada dalam keadaan terluka, keracunan
atau mati. Dalam rangka menemukan kebenaran yang hakiki dalam
pemeriksaan perkara pidana pada saat diketemukannya alat bukti berupa tubuh
manusia atau bagian dari tubuh manusia, maka diperlukan adanya penjelasan
lebih lanjut tentang keberadaan dari suatu alat bukti.
Dalam proses penyidikan dalam kedokteran di kenal Visum et Repertum,
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat
oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro
yustisia.
Proses Visum et Repertum mempunyai tujuan untuk mendapatkan alat
bukti dalam proses penyidikan suatu tindak pidana maupun perdata. Dalam hal
ini, VeR sangat penting dalam proses penentuan suatu kejadian pembunuhan
dan lain sebagainya untuk menemukan suatu kebenaran. Semua ketentuan VeR
tersebut tertuang dalam KUHP maupun undang – undang kesehatan dan juga
peraturan pemerintah.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 20
II.

BANTUAN DOKTER KEPADA

PENEGAK HUKUM

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 21
A. KONSULTASI BANTUAN DOKTER KEPADA PENEGAK HOKUM
DALAM PENYIDIKAN HINGGA SIDING PENGADILAN.
Definisi keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
Dalam perkara pidana, keterangan ahli diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan bahwa
alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana salah satunya adalah keterangan ahli.
Lebih lanjut Pasal 186 KUHAP yang mengatakan bahwa keterangan ahli ialah
apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Mengenai peran ahli dalam memberikan keterangannya dalam pemeriksaan di
persidangan terdapat dalam sejumlah peraturan dalam KUHAP, antara lain:

Pasal 132 ayat (1) KUHAP


Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau
dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan
penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari
orang ahli;
Pasal 133 ayat (1) KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
Pasal 179 ayat (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan

B. BANTUAN TEKNIS KEDOKTERAN FORENSIK


1 Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
untuk kepentingan hukum dan peradilan. Bersumber dari materi ajar Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang disusun
oleh Handoko Tjondroputranto dan Rukiah Handoko (hal. 5-6), kegunaan
Ilmu Kedokteran Forensik dibagi sebagai berikut:
a. Menurut obyek pemeriksaan
- Manusia hidup

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 22
- Mayat
- Bagian-bagian tubuh manusia
b. Menurut bentuk jasa
- Melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapat tentang hasil
pemeriksaannya (sebab luka; sebab kematian; benar tidaknya ada
darah, air mani, dan sebagainya)
- Mengemukakan pendapat saja
- Memberi penasihat tentang penyelidikan/penuntutan
c. Menurut tempat kerja
- rumah sakit atau laboratorium
- tempat kejadian perkara (TKP)
- ruang kantor atau sidang
d. Menurut waktu pemeriksaan
- sewaktu perkara di tangan penyidik
- sewaktu perkara di tangan jaksa
- di sidang pengadilan
Kemampuan Kedokteran Kepolisian dalam kegiatan Kedokteran Forensik
meliputi:
a. Olah TKP Aspek Medik;
b. Patologi Forensik;
c. Odontologi Forensik;
d. DNA Forensik;
e. Antropologi Forensik;
f. Forensik Klinik;
g. Psikiatri Forensik;
h. Kedokteran Lalu Lintas;
i. Database Odontogram;
j. Database DNA;
k. PPT;
l. Toksikologi Forensik;
m. Farmasi Forensik;
n. Kesehatan Tahanan;
o. Hukum Kesehatan; dan
p. Medikolegal
2. Patologi Forensik adalah cabang ilmu kedokteran forensik yang menerapkan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran pada pemeriksaan jenazah dan
segala hal yang berhubungan dengan kematian guna kepentingan peradilan.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 23
3. Odontologi Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang
menerapkan ilmu dan teknologi kedokteran gigi untuk kepentingan hukum
dan peradilan.

4. Pemeriksaan Bidang Fisika Forensik adalah pemeriksaan teknis


kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti
yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang fisika sebagai
metode/instrumen utamanya.

5. Pemeriksaan Bidang Kimia Biologi Forensik adalah pemeriksaan teknis


kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti
yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kimia dan biologi
sebagai metode/instrumen utamanya.[

6. Dioxyribo Nucleic Acid Forensic (DNA Forensik) adalah salah satu cabang
ilmu biologi yang mempelajari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
Biomolekuler di bidang DNA untuk kepentingan identifikasi.

7. Antropologi Forensik adalah penerapan ilmu pengetahuan antropologi


ragawi dan ilmu osteologi manusia untuk kepentingan hukum dan peradilan.

8. Toksikologi Forensik adalah penerapan ilmu pengetahuan tentang racun


untuk kepentingan hukum dan peradilan.

9. Psikiatri Forensik adalah penerapan ilmu kedokteran jiwa untuk


kepentingan hukum dan peradilan.

10. Farmasi Forensik adalah cabang dari ilmu farmasi yang mempelajari dan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian untuk kepentingan
hukum dan peradilan.

11. Pemeriksaan Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik adalah


pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris
kriminalistik barang bukti yang menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang dokumen dan uang palsu sebagai metode/instrumen
utamanya.

12. Pemeriksaan Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik adalah pemeriksaan


teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang
bukti yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang balistik dan
metalurgi sebagai metode/instrumen utamanya.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 24
13. Psikologi forensik adalah pemahaman ilmiah bagi penegak hukum untuk
memahami tingkat validasi keterangan yang didapatkan dari korban, saksi,
maupun pelaku. Sebab, penegakan hukum tak bisa asal tebak hanya
berdasarkan dugaan semata. Selengkapnya tentang psikologi
forensik:Menelaah Kegunaan Psikologi Forensik dalam Penegakan
Hukum.

C. DASAR HUKUM FORENSIK


Mengenai forensik, diatur dalam KUHP adalah sehubungan dengan ahli (dalam
hal ini termasuk ahli forensik). Dalam KUHP disebutkan bahwa ahli yang
menolak memberi bantuan kepada polisi bisa terancam hukuman pidana
sebagaimana diatur dalamPasal 224 dan Pasal 522 KUHP:

Pasal 224 KUHP:

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-
undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang
yang harus dipenuhinya, diancam:

1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Pasal 522 KUHP:

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru
bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.

D. PENENTUAN TKP

Manfaat Pemeriksaan TKP

 Menentukan saat kematian.

 Menentukan pada saat itu sebab akibat tentang luka

 Mengumpulkan barang bukti

 Menentukan cara kematian

Prosedur permintaan pemeriksaan TKP

 Utk menyingkat waktu, secara lisan atau telpon.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 25
 Disusul dengan tertulis.

 Dokter dijemput dan diantar kembali oleh penyidik.

 Untuk pemeriksaan ini, terutama di kota besar sedapat-dapatnya dokter


didampingi oleh penyidik serendah-rendahnya berpangkat “Letnan Dua”
(Inspektur Dua).

Dokter bila menerima permintaan harus mencatat :

 Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan

 Cara permintaan bantuan tersebut ( telpon atau lisan)

 Nama penyidik yang minta bantuan

 Jam saat dokter tiba di TKP

 Alamat TKP dan macam tempatnya (misal : sawah, gudang, rumah dsb.)

 Hasil pemeriksaan

Yang dikerjakan dokter di TKP

 Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi dengan penyidik.

 Menentukan korban masih hidup atau sudah mati.

 Bila hidup, diselamatkan dulu.

 Bila meninggal dibiarkan asal tdk mengganggu lalulintas.

 Jangan memindahkan jenasah sebelum seluruh pemeriksaan TKP selesai.

 TKP diamankan oleh penyidik agar dokter dapat memeriksa dengan tenang.

 Yang tdk berkepentingan dikeluarkan dari TKP.

 Dicatat identitas orang tersebut.

 Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya dan mencatat :

- Lebam mayat

- Kaku mayat .

- Suhu tubuh korban.

- Luka-luka

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 26
- membuat Sketsa atau foto

Mencari dan Mengumpulkan Barang Bukti (Trace Evident)

 Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada team


Labfor.
 Dokter membantu mencari barang bukti, misal racun, anak peluru dll.
 Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik.
 Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut.
 Selesai pemeriksaan, TKP ditutup misal selama 3 X 24 jam.
 Korban dibawa ke RS dengan disertai permohonan visum et repertum.

Kesimpulan

Pemeriksaan TKP harus diakhiri dengan kesimpulan yang berisi :

1. Perkiraan saat kematian :

- Tergantung pengalaman dokter.

- Diperlukan data almarhum :

 Lebam mayat (livor mortis)


 Kaku mayat ( rigor mortis)
 Penurunan suhu tubuh (algor mortis).
 Pembusukan
 Umur larva Ialat pada jenasah
- Sebab akibat luka

Dari pemeriksan luka dapat diketahui benda apa yang menyebabkannya,


misal benda tajam, tumpul atau senjata api dll.

- Cara kematian (Manner of death)

- Penyidik minta bantuan dokter untuk menentukan mati wajar atau


tidak wajar.

- Sehingga penyidik dapat melakukan tindakan selanjutnya.

- Penyidik dapat menghemat tenaga dan waktu.

Kesimpulan tentang cara kematian ada kemungkinan berbunyi sebagai berikut :

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 27
• Pada pemeriksaan sepintas lalu dari luar saja pada korban tidak ditemukan tanda-
tanda kekerasan.

• Keadaan TKPnya rapi; dalam almari ditemukan obat-obatan dan rongent foto
yang menandakan korban sakit paru-paru.

• Cara kematian korban diduga adalah wajar.

BUNUH DIRI

1. Jika dokter kebetulan melihat sendiriperistiwanya, maka dokter dalam hal ini
bertindak sebagai saksi, bukan sebagai ahli. Dokter dapat berkesimpulan
“Jelas suatu kejadian bunuh diri”

2. Jika dokter menemukan keadaan TKP rapi dan luka-luka pada tubuh korban
adalah luka-luka klasik bunuh diri, ia dapat berkesimpulan “Peristiwa tersebut
biasanya merupakan peristiwa bunuh diri”

3. Jika menemukan keadaan TKP rapi dan luka-luka pada korban adalah luka-
luka tidak klasik bunuh diri, ia dapat berkesimpulan “Peristiwa ini lebih
mendekati bunuh diri dari pembunuhan”

PEMBUNUHAN

Jika dokter menemukan keadaan TKP porak-poranda dan luka-luka pada korban
tidak sesuai dengan luka-luka klasik bunuh diri, ia dapat berkesimpulan
“Peristiwa tersebut merupakan pembunuhan”

KECELAKAAN

Jika dokter menemukan keadaan TKP rapi dan di atas meja terdapat alat seterika
yang dibongkar, sedangkan dalam tangan korban terdapat kawat listrik yang
bocor yang berhubungan dengan arus listrik, ia dapat berkesimpulan “Peristiwa
tersebut menurut dugaan adalah suatu kecelakaan”

LAIN-LAIN :

- Cara Kematian tidak jelas dilihat dari pemeriksaan TKP dan pemeriksaan luar
pada korban belum dapat diambil kesimpulan tentang cara kematian.

- Untuk menentukan sebab pasti kematian, maka mutlak harus dilakukan


otopsi.

- Jangan sekali-kali menganggap remeh pemeriksan TKP.

- Pemeriksaan TKP harus dilakukan sendiri oleh dokter, tdk boleh diwakilkan.
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 28
- Dokter yang melakukan pemeriksaan TKP yang harus menandatangani Visum
et Repertum TKP.

E. DETERMINASI USIA DI BIDANG FORENSIK ODONTOLOGI


Estimasi usia adalah faktor primer yang diperlukan untuk menyusun
identitas seseorang. Pada kasus korban tidak teridentifikasi, estimasi usia menjadi
penting jika tidak ada informasi antemortem dan profil personal harus segera
dibuat. Dalam forensic odontology, estimasi usia tidak hanya digunakan dalam
proses identifikasi korban meninggal tapi juga untuk kepentingan kasus kriminal
dan kecelakaan.
Gigi adalah bagian terkuat dari tubuh manusia yang resisten terhadap
pengaruh eksternal seperti temperature ekstrem, ledakan, dan kondisi ekstrem
lainnya sehingga dapat berguna pada periode postmortem. Selain itu gigi adlah
indicator yang baik untuk menilai usia. Karena dua faktor inilah, gigi manusia
digunakan dalam estimasi udia di bidang forensik.
Estimasi usia pada orang yang masih hidup menggunakan Teknik non
ivansif yaitu dengan menilai timing dan urutan pertumbuhan dan perkembangan
gigi geligi dan jaringan sekitar. Estimasi usia pada orang yang masih hidup
direkomendasikan menggunakan dental status dan radiograf panoramic,
pemeriksaan fisik dan foto xray tangan.

Usia Kronologis (Adams, 2014)

Usia kronologis ditentukan dari tanggal lahir. Usia kronologis


didokumentasikan dalam akte kelahiran, rekam medik rumah sakit, database
pemetintah, dsb. Usia kronologis dapat diestimasi melalui usia fisiologis yang
merupakan usia saat suatu system atau organ telah mencapai tahap perkembangan
tertentu. Ada banyak system dan organ yang dapat digunakan untuk mengestimasi
usia kronologis mulai dari yang paling jelas dan paling tidak kompleks yaitu
tinggi badan, berat badan, ciri sekunder seksual, hingga yang paling kompleks
yaitu melalui perkembangan tulang dan gigi.

Usia Dental (Adams, 2014)

Gigi geligi manusia berkembang pada hampir sepertiga periode hidup


manusia dan mudah dideteksi serta mudah diprediksi tahapannya. Selain itu gigi
geligi cenderung stabil dan minimally affected by environmental factors seperti
status sosioekonomi, nutrisi, diet, dan bahkan faktor endokrin. Perbedaan etnis

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 29
tidak berpengaruh dalam perkembangan gigi. Karena faktor faktor inilah,
perkembangan gigi geligi adalah indicator usia terbaik.

Metode Estimasi Usia pada Masa Postformation

Masalah dalam adult forensic age assessment, baik dilakukan dengan


metode dental ataupun antropholgic, adalah investigator berusaha untuk menilai
usia kronologi berdasarkan temuan umur fisiologis. Dalam kata lain, determine
how old an individual is based upon how old they appear. Penuaan/aging
adalah proses yang sangat bersifat individual dan dipengaruhi oleh bagaiman cara
hidup seseorang. Alkohol, penggunaan obat-obatan, nutrisi, intensive physical
labor¸penyakit,treatment, dan kecelakaan adalah faktor-faktor dalam proses
penuaan. Oleh sebab itu, semua metode adult age assessment memilliki
limitasinya masing-masing.

Studi bersejarah dan yang biasanya dikutip mengenai estimasi usia pada
orang dewasa dipublikasikan oleh Gustafson pada tahun 1950. Studi ini menilai
usia dewasa dengan mengevaluasi 6 perubahan paska pembentukan yang dapat
diobservasi pada gigi manusia: atrisi, periodontitis, dentin sekunder, aposisi
sementum, resorpsi akar, dan translusensi akar. teknik ini memerlukan keenam
kriteria tersebut untuk dievaluasi dan kemudian diberikan skor antara 0-3
tergantung pada derajat progressive change. Keenam skor tersebut dijumlahkan
dan dimasukkan ke dalam rumus yang hasilnya akan memberikan estimasi 95%
populasi. Pendekatan ini kemudian dinilai terlalu sederhana dan banyak
mengandung masalah.

F. BANTUAN KEJIWAAN DALAM KEDOKTERAN FORENSIK

Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan
efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum.
Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang mempengaruhi berbagai aspek
dalam bidang hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan pada stereotip,
ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak adil.Karena adanya
keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya
sebagai saksi ahli dan konsultan ruang siding.

Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes


di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam
pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 30
dimengerti. Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan
informasi psikologis ke dalam kerangka legal.

G. PENGGALIAN JENAZAH

Penggalian jenazah dalam kedokteran forensic memiliki dasar hokum yang


melindungi, yaitu

KUHAP Pasal 135

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian


mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang-undang ini

KUHAP Pasal 133 ayat 2

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara


tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

KUHAP Pasal 134 ayat 1

Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.

KUHAP Pasal 7 ayat 1 h

Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan


pemeriksaan perkara.

KUHAP Pasal 180

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian


ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 31
(4) Penggalian jenazah disini ialah penggalian jenazah kembali terhadap jenazah
yang telah dikubur, untuk dilakukan pemeriksaan guna membantu
menegakkan peradilan.

(5) Tidak menyenangkan.

(6) Tetapi harus dilakukan bila diminta penyidik.

(7) Dilakukan oleh dokter umum atau Spesialis Forensik

Tujuan utama penggalian jenazah : membantu mengumpulkan jejas-jejas yang


ada pada jenazah atau kelainan-kelainan yang ada pada jenazah atau pakaiannya.
Dengan mengumpulkan jejas-jejas atau kelainan-kelainan yang ada kita dapat
menduga apa cara kematian dan sebab kematian jenazah tersebut. Penggalian
jenazah dapat di kuburan umum atau di tempat lain yaitu di ladang belakang
rumah atau tempat yang jarang dikunjungi orang.

1. Bila lama mayat sudah membusuk / tinggal tulang.


Semakin membusuk akan semakin sulit menentukan sebab dan cara kematian.
Contoh pada kasus mati wajar karena infark atau pneumonia dan lain-
lain.Tetapi apabila jejas mengenai tulang misal patah tulang tengkorak akibat
persentuhan dengan benda tumpul, tajam atau peluru masih terlihat. Patah
tulang Hyoid akibat cekikan atau jerat dapat ditemukan.

2. Bila mayat tidak terlalu membusuk, jejas-jejas masih dapat ditemukan.


Anak peluru, patahan pisau dapat ditemukan.
3. Bila mayat baru dikubur (beberapa hari) segera dilakukan penggalian.
Semakin ditunda mayat semakin busuk.

4. Bila sudah sebulan atau lebih, penggalian dapat ditunda dan disesuaikan cuaca
dan keadaan.
Setelah penggalian dilakukan otopsi di RS terdekat atau di tempat penggalian.

1. Penggalian jenazah dapat terjadi karena : Terdakwa telah mengaku dia telah
membunuh seseorang dan telah menguburnya di suatu tempat.

2. Jenazah setelah dikubur beberapa hari baru kemudian ada kecurigaan bahwa
jenazah meninggal secara tidak wajar.

3. Atas perintah hakim untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap jenazah


yang telah dilakukan pemeriksaan dokter untuk membuat visum et repertum.

Prosedur Penggalian Jenazah

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 32
1. Permintaan secara tertulis oleh penyidik, disertai permintaan untuk otopsi.

2. Penyidik harus memberikan keterangan tentang modus dan identitas korban.

3. Sehingga dokter dapat mempersiapkan diri.

4. Misal korban pencekikan maka pemeriksaan leher akan lebih berhati-hati.

5. Korban keracunan, maka dipersiapkan alkohol 95% untuk pengawet.

6. Yang diperhatikan tentang identitas korban ialah :

7. Jenis kelamin, laki-laki atau perempuan

8. Tinggi badan.

9. Umur korban.

10. Pakaian, perhiasan yang menempel pada tubuh korban.

11. Sidik jari. (dari Satlantas saat mengambil SIM).

12. Tanda-tanda yang ada pada tubuh korban :

- Warna dan bentuk rambut serta panjangnya.

- Bentuk dan susunan gigi. Memakai gigi palsu / tidak.

- Ada tatou di kulit atau tidak. (bentuk dan lokasinya)

- Adanya cacat pada tubuh korban misalnya : Adanya luka perut, pada kulit,
penyakit-penyakit lainnya.

Perlengkapan yang diperlukan

1. Kendaraan

2. Perlengkapan untuk melakukan penggalian misalnya : cangkul,


ganco, linggis, secrop.

3. Perlengkapan untuk melakukan otopsi. (dokter)

Pisau dapur, scalpel, gunting, pinset, gergaji, jarum (jarum karung goni),
benang, timbangan berat, gelas pengukur, alat penggaris,ember, stoples berisi
alcohol 95% ini bila ada indikasi mati oleh keracunan dan stoples berisi
formalin 10%.

1 dan 2 disediakan penyidik. Perlu membawa 1 atau 2 pembantu dokter yang


terlatih.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 33
Hal-hal yang harus diperhatikan

• Penyidik harus mengamankan tempat penggalian dari kerumunan masa.

• Untuk menentukan lokasi, bila dikuburan umum, adalah keluarga atau juru
kunci kuburan. Bila letaknya tersembunyi maka tersangka yang menunjukan.

• Kadang tersangka sulit menunjukkan letaknya secara pasti, karena lupa.

• Maka penggalian dapat mengalami kegagalan.

• Cara Melakukan Penggalian JenazahTanah digali dengan pacul, linggis atau


ganco.

• Penggalian awalnya dilakukan orang kampung.

• Setelah sampai peti atau tanah yang berwarna keputihan, atau tercium bau
busuk, maka diambil alih pembantu dokter.

• Jenazah dalam peti diambil dengan petinya atau peti dibuka jenazah diambil
tanpa peti.

• Bila tinggal kerangka, diambil semua tulangnya.

• Kuburan jangan terburu ditutup lagi.

• Bila ada dugaan keracunan maka diambil tanah di atas, bawah dan samping
dan +/- 5 m dari mayat.

Manfaat Hasil Pemeriksaan Jenazah Yang Telah Digali

• Sebab kematian sulit, bila sudah membusuk atau tinggal tulang.

• Kita dapat menentukan sebab kematian, bila bagian-bagian tubuh atau organ-
organ tubuh normal tetapi ada salah satu organ tubuh yang ada kelainan yang
mematikan.

• Bila organ-organ tubuh sudah membusuk kita sudah tidak dapat menentukan
lagi apakah organ-organ tersebut normal atau tidak.

• Jejas kekerasan kadang masih dapat ditemukan di tubuh, sehingga masih


dapat menentukan apakah korban tersebut mendapat pukulan atau tusukan
atau tertembak dan lain-lain.

• Membantu menduga cara kematiannya atau untuk membuktikan pengakuan


terdakwa apakah sesuai.

Cara Mengambil Kesimpulan Hasil Pemeriksaan


Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 34
1. Pada penggalian ditemukan jenazah dalam keadaan membusuk.

- Pada otopsi ditemukan patah tulang kepala yang hampir separuh kepala.

- Patah tulang tersebut mempunyai tanda-tanda akibat persentuhan dengan


benda tajam.

Kesimpulannya ialah :

Ditemukan patah tulang kepala akibat persentuhan dengan benda tajam.


Kekerasan oleh benda tajam pada kepala korban tersebut dapat
menimbulkan kematian.

2. Pada penggalian ditemukan jenazah tinggal dalam keadaan kerangka

- Pada pemeriksaan ditemukan patah tulang kepala akibat persentuhan dengan


benda tumpul.

- Selain tersebut ditemukan pula patah tulang dari tulang ruas tulang leher
akibat persentuhan dengan benda tajam.

- Kesimpulan : korban telah mendapat kekerasan pada kepalanya oleh benda


tumpul, kekerasan pada lehernya oleh benda tajam. Kekerasan tersebut,
kedua-duanya (masing-masing) dapat menimbulkan kematian.

3. Pada penggalian jenazah ditemukan jenazah dalam keadaan membusuk

- Pada pemeriksaan jenazah tidak ditemukan jejas akibat kekerasan dari Iuar.

- Hasil pemeriksaan laboratorium toksikologi negatif.

Kesimpulan : Tidak dapat ditentukan sebab kematian korban. Tidak ditemukan


tanda kekerasan yang dapat menimbulkan kematian.

4. Pada penggallan jenazah, ditemukan jenazah dalam keadaan membusuk

- Merupakan pemeriksaan ulang.


- Telah diotopsi dokter lain.
- Pemeriksaan pertama tdk sempurna.
- Hasil otopsi ulang : Organ-organ seluruhnya sudah menggumpal menjadi
kecil-kecil ini berarti jenazah sudah sangat membusuk.
- Terdapat beberapa luka iris pada leher depan. Salah satunya memotong
trachea. Kulit pada tubuh yang lain tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 35
Kesimpulan : Pada leher korban ditemukan luka-luka akibat persentuhan dengan
benda tajam. Cara kematian korban tersebut biasanya ialah bunuh diri. Tetapi
pembunuhanpun dapat pula terjadi. Sedang kecelakaan tak mungkin terjadi.

H. PEMERIKSAAN BARANG BUKTI

Guna Pemeriksaan tambahan adalah untuk melengkapi Visum et Repertum


baik korban hidup atau jenasah. Tidak semua institusi memiliki instalasi sehingga
perlu rujukan ke laboratorium dengan peralatan yang lebih lengkap. Dalam
melakukan pencarian bukti yang melibatkan ahli dalam proses
penyidikan bantuan yang dapat diberikan yakni bisa secara langsung untuk menda
tangi tempat kejadian perkara guna pencarian bukti adanya tindak pidana ataupun
mengirimkan hasil dari pengolahan tempat kejadian perkara kepada ahli untuk
diteliti dan diperiksa secara ilmiah adapun hasil dari pemeriksaan tersebut
ditungakan kedalam Visum Et Repertum.

“Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam pembuktian


didalam persidangan, yang mana artinya Visum Et Repertum adalah yang dilihat
dan ditemukan pada korban, dalam pengertian bebas adalah keterangan tertulis
dari seorangdokter atas sumpah jabatannya dengan permintaan tertulis dari pihak
yang berwenang,mengenai apa yang dilihat dan/ atau ditemukan pada barang
bukti baik orang hidup ataumati untuk kepentingan peradilan.”

Forensik

Biologi forensik yakni yang termasuk sebagai ahli identifikasi dalam hal
membantu penyidik yang pada tempat kejadian perkara dalam hal untuk
menangani seperti :

a. Bekas jejak
Bekas jejak misalnya Jejak kaki maupun jejak dari kendaraan mengandung ciri
umum maupun ciri khusus sehingga dapat dijadikan bahan identifikasi.
b.Susunan gigi
Susunan gigi dipergunakan sebagai salah satu identifikasi karena gigi
merupakan salah satu bagian dari tubuh yang memiliki kekuatan maksimal
selain tengkorak kepala.
c. Sidik jari.
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja diambil
atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena
pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak tangan atau kaki.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 36
I. PENENTUAN KORBAN MENINGGAL

Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkan atas pemeriksaan


klinis, dan bila perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratoris. Apabila hendak
dilakukan transplantasi jaringan, maka penentuan bahwa seseorang telah
meninggal harus dilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti.

Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk menentukan
dengan tepat saat kematian seseorang, jadi selalu masih ada “range” hanya saja
makin sempit “range” ini makin baik. Perlu diingat bahwa saat kematian seorang
korban terletak diantara saat korban terakhir dilihat dalam keadaan masih hidup
dan saat korban ditemukan keadaan mati.

Tanda-tanda yg dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian :

1. Penurunan suhu mayat.

2. Lebam mayat

3. Kaku mayat

4. Proses pembusukan

5. Hal-hal lain yang ditemukan baik pada pemeriksaan di TKP maupun pada
waktu melakukan otopsi.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 37
III.

TANATOLOGI

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 38
A. DEFINISI

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda – tanda kematian dan


perubahan yang terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang
mempengaruhinya.

- Kapan seseorang dikatakan meninggal ?


Ketika fungsi sistem pernafasan dan sistem peradaran darah berhenti secara
lengkap dan permanen.

B. MANFAAT

1. Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.

2. Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.

3. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang


terjadi pada waktu korban masih hidup.

C. JENIS-JENIS KEMATIAN

Jenis kematian ada 3 yaitu :


1. Mati klinis / somatic death
2. Mati seluler / molekuler death
3. Mati suri / apaparent death
a. Somatic Death
1) Fungsi pernapasan dan peredaran darah berhenti anoxia yg lengkap
dan menyeluruh dalam jaringan.
2) Akibatnya proses aerobik dalam sel-sel berhenti, sedangkan proses
anaerobic masih berlangsung.
3) Beberapa jaringan yg masih dapat hidup terus selama beberapa waktu
al. :
- Sel-sel syaraf  masih hidup selama 5 menit.
- Jaringan otot  3 jam setelah orang meninggal masih dpt
dirangsang  mekanik / elektrik.
- Mata  dlm 4 jam  ditetesi Atropin  midriasis
4) Tanda-tanda kematian yang dapat diperiksa dalam stadium somatic
death :
- Hilangnya pergerakan dan sensibilitas.
- Berhentinya pernapasan.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 39
- Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah
5) Hilangnya sensibilitas  EEG (electro Enchephalograpy).
6) Berhentinya pernapasan :
- Auscultatoir : dengan stetoskop didaerah larynx dan didengarkan
terus menerus selama 5 sampai 10 menit.
- Test dari WINSLOW : Gelas berisi air diletakkan didaerah
epigastrium  bila permukaan air bergerak, berarti korban masih
hidup.
- Mirror test letakkan sebuah cermin didepan lubang hidung dan
mulut, bila cermin menjadi buram, berarti korban masih bernafas.
7) Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah
diperiksa dengan cara :
- Auscultatoir  stetoskop pada precardial  dengar terus-menerus
selama 5 sampai 10 menit.
- Test MAGNUS : Jari tangan diikat dengan seutas tali  aliran
darah venous (-), tetapi aliran darah arterial (+),  bendungan
distal dari ikatan  syanotic & pada daerah ikatan tampak pucat.
Sebaliknya bila tidak terjadi perubahan warna, berarti peredaran
darah sudah tidak ada.
- Test ICARD  dengan menyuntikkan larutan icard  secara
subcutan. Bila circulasi masih ada, maka daerah sekitar suntikan
berwarna kuning kehijauan.
- Arteri Radialis diincisi. Bila circulasi masih ada, maka darah akan
keluar secara pulsatif
b. Celluler Death / Molekul Death
1) Menurunnya suhu mayat (ARGOR MORTIS )
2) Timbulnya lebam mayat (LIVOR MORTIS )
3) Terjadinya kaku mayat (RIGOR MORTIS )
4) Perubahan pada kulit
5) Perubahan pada mata
6) Proses pembusukan dan kadang-kadang ada proses mummifikasi dan
adipocere
c. Mati Suri / Apparent Death
1) Terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf
minimum untuk kehidupan  klinis sama dengan orang mati. Terkena
aliran listrik atau petir.
- Kedinginan

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 40
- Tenggelam
- Mengalami anestesi yang dalam
- Mengalami acute heart failure
- Mengalami neonatal anoxia
- Menderita catalepsy

D. TANDA KEMATIAN
1. Penurunan suhu jenazah (Argor Mortis)
Kecepatan penurunan suhu jenasah dipengaruhi faktor-faktor :
- Suhu Udara
- Pakaian
- Aliran udara dan kelembaban.
- Keadaan tubuh korban
- Aktifitas.
- Sebab kematian
2. Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Lividity )
a. Orang meninggal  peredaran darahnya stop  timbul stagnasi.
b. Gaya gravitasi  darah mencari tempat yang terendah  mengendap 
terlihat bintik-bintik berwarna merah kebiruan (LEBAM MAYAT)
c. Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20
menit setelah orang meninggal.
d. Lebam mayat  mirip dengan luka memar (harus dibedakan)
Beda Lebam mayat & luka memar

Lebam Mayat Luka Memar

Lokasi Bagian tubuh terendah Dembarang tempat

Bila ditekan Biasanya hilang Tidak hilang

Pembengkakan Ada Tidak ada

Biladiiris Darah intravaskuler Darah ekstravaskuler

Tanda inta viatal Tidak ada Ada

e. Jenasah dgn posisi terlentang  lebam mayat ditemukan pada bagian :


- Kuduk
- Punggung
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 41
- Pantat
- bagian flexor tungkai
f. Jenazah dgn posisi telungkup  lebam mayat ditemukan pada bagian :
- Dahi, Pipi & Dagu
- Dada
- Perut
- bagian extensor tungkai
g. Kadang-kadang stagnasi darah demikian hebat, sehingga pembuluh darah
dalam rongga hidung pecah  perdarahan dari hidung.
h. Pada korban yang menggantung  lebam mayat terdapat pada bagian :
- Ujung extremitas atas
- Ujung extremitas bawah
- Genitalia externa (scrotum)
i. 4 jam setelah meninggal  hemolysa  pigmen darah keluar dan masuk
ke dalam jaringan sekitarnya  lebam mayat akan menetap.
j. Lebam mayat dapat juga ditemukan pada Organ-2 tubuh, misalnya:
- Bagian belakang otak
- Bagian belakang paru
- Bagian belakang hati
- Bagaian belakang lambung
k. Keadaan ini perlu dibedakan dengan keadaan patologis seperti Pneumonia
atau lambung yang mengalami keracunan.
l. Lebam mayat  warna merah kebiruan.
m. Korban yg meninggal krn keracunan CO/HCN  lebam mayatnya
berwarna cherry red.
n. Pada korban yang meninggal karena keracunan Nitro Benzena atau
Potassium Chlorat  maka lebam mayatnya berwarna chocolate brown
o. Pada korban yang meninggal akibat asphyxia  lebam mayatnya
mendekati kebiruan.
p. Dan jenasah yang disimpan dalam kamar pendingin  lebam mayatnya
berwarna merah terang atau pink

3. Kaku mayat ( Rigort Mortis )


a. Orang meninggal, terjadilah perubahan dari ATP  ADP.
b. Selama dalam tubuh ada glycogen, masih dapat terjadi resintesa ADP 
ATP, sehingga otot-otot masih dalam keadaan lemas.
c. Bila persediaan glycogen habis, maka resintesa ADP  ATP tidak ada,
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 42
d. Akibatnya semua ATP dirobah menjadi ADP, maka terjadilah kaku.
Perubahan pada otot-otot orang meninggal
1) Primary flaccidity.
Dalam fase ini otot-otot lemas, dan masih dapat dirangsang secara
mekanik, maupun elektrik. Terjadi dalam stadium somatic death.
Berlangsung selama 2 sampai 3 jam.
2) Rigor mortis.
Dalam fase ini otot-otot tidak dapat berkontraksi meskipun dirangsang
secara mekanik maupun elektrik. Terjadi dalam stadium cellular death
3) Secondary Flaccidity (fase lemas)
Fase rigor mortis ini dibagi dalam 3 bagian :
a) Kaku mayat belum lengkap.
Mula-mula kaku mayat terlihat pada Mm. Orbicularis occuli,
kemudian otot-otot rahang bawah, otot-otot leher, extremitas atas,
thoraxs, abdomen dan extremitas bawah. Fase ini berlangsung 3
jam.
b) Kaku mayat lengkap.
Kaku mayat lengkap ini dipertahankan selama 12 jam.
c) Kaku mayat mulai menghilang.
Urut-urutan hilangnya kaku mayat sama seperti pada waktu
timbulnya, terkecuali otot rahang bawah yang paling akhir menjadi
lemas. Fase ini berlangsung selama 6 jam.
e. Fakto-faktor yang mempengaruhi terjadi rigor mortis :
- Suhu sekitarnya
- Keadaan otot saat meninggal
- Umur dan gizi
f. Keadaan yang mirip dengan rigor mortis
1) Heat stiffening
Terjadi karena koagulasi protein otot akibat suhu yang tinggi. Otot yang
telah menjadi kaku akibat heat stiffening ini tidak dapat mengalami
rigor mortis. Sebaliknya heat stiffening dapat terjadi pada otot yang
sudah mengalami rigor mortis.
Heat stiffening terdapat pada :
- korban yang mati terbakar
- korban yang tersiram cairan panas
- jenasah yang dibakar
2) Freezing (cold stiffening)

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 43
Yaitu kaku sendi yang disebabkan oleh karena cairan synovial
membeku. Bila sendi tersebut digerakkan, akan terdengar suara
crepitasi.
Untuk membedakannya dengan rigor mortis, jenasah diletakkan dalam
ruangan dengan suhu yang lebih tinggi, maka otot-otot akan menjadi
lemas akibat mencairnya kembali bekuan cairan synovial.
3) Cadaveric spasm (INSTANTENOUS RIGOR )
Yaitu kontraksi otot dalam stadium somatic death pada saat otot-otot
lain dalam fase primary flaccidity, dan berlangsung terus sampai timbul
secondary flaccidity.
Biasanya ditemukan pada :
- Korban yg bunuh diri dengan senjata api.
- Korban yang bunuh diri dengan pisau
- Korban yang meninggal sewaktu mendaki gunung tinggi.
- Korban pembunuhan yang menggenggam robekan pakaian si
pembunuh.
g. Perubahan pada kulit
1) Hilangnya elastisitas kulit
2) Adanya lebam mayat yang berwarna merah kebiruan
3) Terdapatnya kelainan yang dikenal sebagai CUTIS ANSERINA
sebagai akibat kontraksi Mm. Erector Pillae.
h. Perubahan pada mata
1) Refelex cornea dan reflex cahaya hilang
2) Cornea menjadi keruh.
3) Bulbus Oculi melunak dan mengkerut akibat turunnya tekanan intra
oculer.
4) Pupil dapat berbentuk bulat, lonjong atau ireguler sebagai akibat
menjadi lemasnya otot-otot iris.
5) Perubahan pada pembuluh darah retina  Tanda ini timbul beberapa
menit setelah orang meninggal
4. Pembusukan ( Decomposoton / Putrefaction)
Proses pembusukan disebabkan oleh pengaruh enzim proteolitik dan
micro organisme.Umumnya proses pembusukan dimulai 18 sampai 24 jam
setelah seseorang meninggal.
Adapun tanda-tanda pembusukan tersebut :
a. Warna kehijauan pada dinding perut daerah caecum, yang disebabkan
reaksi haemoglobin dengan H2S menjadi Sulf-met-hemoglobin

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 44
b. Wajah dan bibir membengkak
c. Scrotum dan vulva membengkak
d. Abdomen membengkak  akibat adanya gas pembusukan dalam usus,
sehingga mengakibatkan keluarnya faeces dari anus dan keluarnya isi
lambung dari mulut dan lubang hidung.
e. Vena-vena superfisialis pada kulit berwarna kehijauan dan disebut
MARBLING.
f. Pembentukan gas-gas pembusukan di bawah lapisan epidermis sehingga
timbul BULLAE.
g. Akibat tekanan gas-gas pembusukan, maka gas dalam paru akan terdesak
sehingga menyebabkan darah keluar dari mulut dan hidung.
h. Bola mata menonjol keluar akibat gas pembusukan dalam orbita.
i. Kuku dan rambut dapat terlepas, serta dinding perut dapat pecah.
j. Adapun tanda-tanda pembusukan
Alat-alat dalam tubuh juga mengalami proses pembusukan
1) Golongan yang cepat membusuk :
- jaringan otak
- lambung dan usus
- uterus yang hamil atau post partum
2) Golongan yang lambat membusuk :
- Jantung
- Paru
- Ginjal
- Diafragma
3) Golongan yang paling lambat membusuk :
- prostat
- uterus yang tidak hamil
11) Faktor-faktor yang mempengaruhu pembusukan :
1) Sterilitas
2) Suhu sekitar
3) Kelembaban
4) Medium  Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1
5) Faktor dari dalam
6) Umur
7) Keadaan tubuh pada waktu meninggal
8) Sebab kematian
9) Jenis kelamin
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 45
5. Mumifikasi
Mummifikasi adalah proses pengeringan dan pengisutan alat-alat tubuh
akibat penguapan.

a. Syarat untuk dapat terjadi mummifikasi :


- Suhu udara harus tinggi
- Udara harus kering
- arus ada aliran udara yang terus menerus
b. Proses mummifikasi lengkap dalam waktu 1 sampai 3 bulan, dan jenasah
yang mengalami mummifikasi ini dapat bertahan lama sekali
c. Gejala-gejala yang tampak :
- Tubuh kurus,kering dan mengkerut
- Warna coklat muda - coklat kehitaman.
- Kulit melekat erat pada jaringan dibawahnya
- Susunan anatomi alat-2 tubuh masih baik
Kepentingannya bagi kedokteran forensic :
a. Untuk identifikasi korban, sebab bentuk wajahnya hampir tidak
berubah
b. Tanda-2 kekerasan masih tetap ada.

6. Adipocere atau Saponifikasi


Terjadinya  proses hydrogenisasi dari asam lemak tak jenuh  asam
lemak jenuh, dan asam lemak jenuh ini bereaksi dengan alkali membentuk
sabun.
a. Syarat untuk terjadinya adipocere :
- Tempat harus basah, artinya harus mengandung air
- Tempat harus mengandung alkali
b. Tanda-2 yang tampak :
- Tubuh berwarna putih sampai putih kekuningan
- Bila diraba terasa seperti sabun
- Pada pemanasan akan meleleh
- Berbau tengik

Kepentingannya untuk kedokteran forensic :


a. Untuk kepentingan identifikasi
b. Adanya tanda-tanda kekerasan masih dapat ditemukan
E. PENENTUAN SAT KEMATIAN
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 46
Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk menentukan
dengan tepat saat kematian seseorang, jadi selalu masih ada “range” hanya saja
makin sempit “range” ini makin baik.
Perlu diingat bahwa saat kematian seorang korban terletak diantara saat
korban terakhir dilihat dalam keadaan masih hidup dan saat korban ditemukan
keadaan mati.
1. Tanda-tanda yg dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian :
- Penurunan suhu mayat.
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Proses pembusukan
- Hal-hal lain yang ditemukan baik pada pemeriksaan di TKP maupun pada
waktu melakukan otopsi.
2. Yang dapat di temukan di TKP
a) Pemeriksaan TKP dalam ruangan :
1) Tanggal pada surat pos atau surat kabar
2) Keadaan sisa makanan yang ditemukan
3) Derajat coagulasi susu dalam botol
4) Keadaan parasit pada tubuh korban
- Kutu pada mayat dapat hidup 3 – 6 hari
- Bila semua kutu sudah mati, berarti korban sudah mati lebih dari 6
hari dari saat kematian
-
b) Pemeriksaan TKP di ruang terbuka :
Tanaman/rumput dibawah jenasah bila tampak pucat ( warna chlorophil
atau hijau daun menghilang)  lebih dari 8 hari.
3. Yang dapat ditemukan pada waktu Otopsi
a) Larva lalat
1) Siklus :
- Telur  (8 – 14 jam)
- Larva  (9 – 12 hari)
- Kepompong  ( >12 hari)
- Lalat dewasa.
2) Syarat pemeriksaan :
- Tidak boleh ada kepompong
- Dicari larva lalat yang paling besar

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 47
3) Bila umur larva sudah ditentukan maka dapat ditentukan berapa lama
korban telah meninggal.
Misalnya : Didapatkan larva yang berumur 3 hari. Saat kematian korban
adalah : (3 hari + 1 hari) = 4 hari yang lalu
b) Proses pencernaan makanan dalam lambung
1) Bila ditemukan :
- Lambung tak berisi makanan
- Rectum penuh dengan feces
- Kandung seni penuh
c) Diperkirakan korban meninggal waktu masih pagi sebelum bangun
1) Bila lambung ditemukan berisi makanan kasar berarti korban
meninggal dalam waktu 2 – 4 jam setelah makan terakhir.
2) Bila ditemukan lambung tak terisi makanan, duodenum dan ujung atas
usus halus berisi makanan yang telah tercerna, berarti korban
meninggal dalam waktu > 2 - 4 jam setelah makan terakhir.
3) Rambut dan jenggot
- Harus diketahui saat terakhir korban mencukur
rambut/jenggotnya.
- Rambut pada orang hidup mempunyai kecepatan tumbuh 0,5
mm/hari dan setelah meninggal tidak tumbuh lagi.
- Pemeriksaan ini hrs dilakukan dlm 24 jam pertama  bila > 24
jam kulit mengkerut dan rambut dapat lebih muncul diatas kulit
sehingga seolah-2 rambut masih tumbuh.
- Rambut lepas setelah 14 hari
4) Keadaan kuku :
kuku akan terlepas setelah 21 hari

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 48
IV.

TRAUMATOLOGI

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 49
A. DEFINISI

Traumatologi (dari bahasa Yunani Trauma "yang berarti luka" atau luka)
adalah studi tentang luka dan luka yang disebabkan oleh kecelakaan atau
kekerasan kepada seseorang, dan terapi bedah dan perbaikan kerusakan.
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma
atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas
jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Didalam
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,
pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari
permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka,
dan kualifikasi luka

B. HUBUNGAN ANTARA CEDERA DENGAN PIDANA


1. Luka ringan
Pasal 352 KUHP: MAKS 3 BULAN
2. Luka sedang
a. PS 351 (2) KUHP: MAKS 2 TAHUN 8 BULAN
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
b. PS 353 (1) KUHP: MAKS 4 TAHUN
Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
3. Luka berat
a. PS 351 (3) KUHP: MAKS 5 TAHUN
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
b. PS 353 (2) KUHP: MAKS 7 TAHUN
Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
c. PS 354 (1) KUHP: MAKS 8 TAHUN
Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
d. PS 355 (1) KUHP: MAKS 12 TAHUN

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 50
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
C. DESKRIPSI LUKA

1. Jumlah luka.

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu


dari tubuh.

Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada


regio yang luas seperti di dada, perut, penggung. Koordinat tubuh dibagi
dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu
kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal
mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati
ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis
khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan
rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya
berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat
kanan dan kiri.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk
panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :


- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 51
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
- Lecet (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
D. JENIS – JENIS TRAUMATOLOGI KEKERASAN

Trauma Mekanik
Ada 4 penyebab mekanik terjadinya trauma (kecederaan), yaitu :
1. LUKA BENDA TUMPUL (blunt force injury)
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:

 Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.


 Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih
lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu.

Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu :
1. Luka lecet (abrasion) :
tekan, geser & regang adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial
jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit
(dermis) atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika
abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat
terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan
dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang
pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda
yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari
benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan
mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara
mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai
beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari
abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Luka lecet : merupakan diskontuinuitas / putusnya jaringan kulit bersifat
dangkal ( mengenai jaringan epidermis). Dapat menunjukkan arah kekerasan
dan bentuk benda.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 52
Patofisiologi : Perdarahan sedikit oleh karena pembuluh darah besar tidak
kena, bila seluruh epidermis kena akan merupakan Port De Entre ( tempat
masuknya kuman) . Dasar luka tampak adanya serum dan Lymphosit.
Kepentingan Dalam Forensik :
1. Merupakan indikasi adanya kekerasan.
2. Dapat memperkirakan benda penyebab, jejas kuku, gantung, bekas
gigitan.
3. Dapat menentukan arah kekerasan – luka Luka geser.
4. Penting membedakan Luka robek/regang dengan luka tajam di daerah
kepala, keduanya hampir sama hanya pada Luka robek  tepi luka tidak
rata, akar rambut tidak terpotong, dan terdapat jembatan jaringan.

2. Luka robek, retak, koyak (laceration)

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 53
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat
menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu,
ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan
sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh
benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga
merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan
kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya
terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda
tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan


jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.
Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan
laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat
menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi
laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang
terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab


kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang
terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang
berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang
sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow
tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,


perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke
sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan
bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan
parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar
dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan


tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera, segera,

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 54
beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati
dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya
perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil


tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai
jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit
atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam
jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka
akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah
laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut.
Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan
lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik.
Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu
pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi
dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
hebat.

Luka robek : mekanisme terjadinya sama pada kulit lecet, hanya daya tekan
dan gesek lebih kuat serta benda lebih besar sehingga jaringan yang terputus
adalah kulit dan otot. Banyak terjadi pada luka lalu lintas.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 55
2. KONTUSI / RUPTUR / MEMAR
a. Kontusio Superfisial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang
besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada
jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit
berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan
yang ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang
terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari
warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan
pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin
lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat
luka memar menjadi gelap.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya
penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan
masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan
kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang
akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga
dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar
dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan
dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan
saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas
gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada
jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel –
sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka
dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak
pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan
kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk
mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan
dilegalkan.
b. Kontusio pada organ dan jaringan dalam

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 56
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika
terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan
perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ
lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol
pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan
sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran
impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti
jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat
menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang
menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

Kepentingan forensik.

Dapat memperkirakan bentuk benda penyebab oleh karena sering


membentuk cetak negatif (Mirror Striking Obyect) dari alat yang digunakan.
Lokasi dapat menentukan arah kekerasan / tanda – tanda perlawanan :

a. Memar pada punggung tangan menandakan perlawanan.


b. Memar pada leher menandakan pencekikan.
c. Memar pada pantat menandakan penganiayaan

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 57
3. FRAKTUR

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah


hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi
menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi


beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih
lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat
menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang
tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana
dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk


mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik
lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur


dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang
tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang
mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu
penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat
dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian
telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan
berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 58
daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode
diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah
sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan


sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ
tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan
darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan
dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang
besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok
sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu
sebanding dengan fraktur yang dialaminya.

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain.
Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya
fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru
berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang
juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak
merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur
depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang
dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang
secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut,
sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

2. LUKA BENDA TAJAM

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda


yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi
dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga keeping kaca,
gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.

Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat


alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat
benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan
oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 59
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap
harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada
umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.

Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tajam, yaitu :


a. Luka iris / luka sayat (incissed wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh
karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan
kemudian digeserkan sepanjang kulit.
b. Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau
tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong
pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir,
tanduk kerbau. Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat
menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau
bermata satu atau bermata dua.
Ukuran luka :
 Ukuran dalam luka lebih panjang dibandingkan dengan ukuran
lebar luka
 Interpretasi hubungan antara bentuk luka dan pisau harus berhati –
hati
 Banyak terjadi oleh karena pembunuhaan.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 60
HUBUNGAN BENTUK LUKA DAN BENTUK PISAU

HUBUNGAN PANJANG PISAU DENGAN DALAM LUKA

c. Luka bacok (chop wound)


Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau
agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup
besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 61
3. LUKA TEMBAK

Tembakan terjadi, dilepaskan 3 substansi berbeda dari laras senjata.


Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak terbakar, dan gas. Gas tersebut
dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang memberikan tekanan pada
anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses tersebut akan
menghasilkan jelaga. Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi pensil
untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu
akan terbakar; sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar
lainnya diledakkan keluar dari lubang senjta sebagai bubuk, yang masing-
masing memiliki kecepatan inisial sama dengan anak peluru atau misil lain.
Massa materi yang terlontar dari laras pada saat penembakan dapat menjadi
patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga terkandung
jelaga, sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur
dengan satuan inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang
lebih besar, dapat terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya,
kemampuan bubuk mesiu untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 62
m). Makin berat anak peluru tentu saja membuatnya terlontar lebih jauh
menuju target yang ditentukan atau tidak ditentukan.

1) Jarak Tembakan

Efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan
dalam keilmuan forensik untuk memperkirakan jarak target dari
tembakan dilepaskan. Perkiraan tersebut memiliki kepentingan sebagai
berikut: untuk membuktikan atau menyangkal tuntutan; untuk
menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu
menilai ciri alami luka akibat kecelakaan. Meski kisaran jarak tembak
tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat
diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh.
Perlu dicatat bahwa ciri-ciri yang terdapat pada tabel tersebut
disebabkan oleh senapan dan pistol, termasuk juga revolver dan pistol
otomatis.

2) Luka tembak temple


Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu
saat tembakan terjadi menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang
mendorong anak peluru keluar dari selongsongnya, dan selanjutnya
menimbulkan suara yang keras. Gas tersebut sangat panas dan
kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada malam hari
atau ruangan yang gelap.

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi


antara gas dan anak peluru:

- Sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu;


- Jumlah gas yang diproduksi oleh bubuk mesiu yang terbakar memilik
hubungan dengan kecepatan melontar senjata. Secara jelas dapat dikatakan
dengan meningkatkan kecepatan melontar berarti juga meningkatkan
kecepatan anak peluru. Meningkatnya jumlah gas yang diproduksi
merupakan suatu prinsip untuk meningkatkan dorongan terhadap anak
peluru
- Efektivitas pelindung antara kulit dan anak peluru;

Makin efisien pelindung tersebut makin banyak gas yang gagal ditiupkan di
sekitar moncong senjata sehingga makin banyak gas yang dapat ditemukan di
jaringan tubuh

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 63
1. Ada tidaknya tulang dibawah jaringan yang terkena tembakan.
2. Keberadaan lapisan tulang dalam jarak yang dekat di bawah kulit yang
dapat dibuktikan menjadi pembatas terhadap penetrasi yang masif dan
ekspansi gas menuju jaringan yang lebih dalam.

3) Luka Tembak Jarak Dekat


Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa
inch adalah adanya kelim jelaga disekitar tempat masuk anak peluru.
Luasnya kelim jelaga tergantung kepada jumlah gas yang dihasilkan,
luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit yang dipakai untuk
menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk mesiu
bebas dapat ditemukan didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang
saluran luka. ”kelim tato” yang biasa tampak pada luka jarak sedang,
tidak tampak pada luka jarak pendek kemungkina karena efek penapisan
oleh jelaga.
Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan
membakar kulit secara langsung. Area disekitarnya yang ikut terbakar
dapat terlihat. Terbakarnya rambut pada area tersebut dapat saja terjadi,
namun jarang diperhatikan karena sifat rambut terbakar yang rapuh
sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak ditemukan
kembali saat dilakukan pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan
pada luka yang disebabkan senjata apapun.

TEMBAKAN JARAK SANGAT DEKAT DAN DEKAT

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 64
4) Luka Tembak Jarak Sedang

Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh


bubuk mesiu yang tidak terbakar yang terbang kearah kulit korban.
Disekitar zona tato terdapat zona kecil berwarna magenta. Adanya
tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah kecil dan menghasilkan perdarahan kecil.

Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai tipe bubuk mesiu


yang digunakan. Serpihan mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang
beraneka ragam, tergantung bagaimana masing-masing mesiu
membentur kulit dengan bentuk pipih pada tepinya. Gumpalan mesiu,
berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato bentuk bintik-bintik
atau titik-titik. Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan
sehingga daerah berkelim tato pada gumpalan lebih halus.

Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak


tersebut, makin besar area, namun semakin halus. Metode pengukuran
luas yang umum dipakai adalah dengan mengukur 2 koordinat, potongan
longitudinal dan transversal. Untuk kemudian dibuat luka percobaan,
dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama, kondisi
lingkungan yang sama dengan hasil luka terlihat yang sama persis
dengan korban, dapat di ukur jarak tembak.

Jarak tempuh bubuk mesiu beraneka ragam. Bubuk mesiu yang


terbungkus dapat dibawa hingga 8-12 kaki. Namun kelim tato tidak akan
ditemukan lagi bila jarak tembak melebihi 4-5 kaki.

5) Luka tembak jarak jauh

Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga
jarak jauh. Hanya anak peluru yang dapat terlontar memebihi beberapa
kaki. Sehingga luka yang ada disebabkan oleh anak peluru saja.
Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka
berbentuk sirkular atau mendekati sirkular. Tepi luka compang-camping.
Jika anak peluru berjalan dengan gaya non-perpendikular maka tepi
compang-camping tersebut akan melebar pada salah satu sisi.
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan arah anak peluru.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 65
Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar
terhadap pengusutan perkara. Hal ini karena luka jenis ini
menyingkirkan kemungkinan penembakan terhadap diri sendiri, baik
sengaja tau tidak. Terdapat beberapa pengecualian, yaitu

- Senjata telah di set sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan


sendiri oleh korban dari jarak jauh;
- Kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak tempel
yang mirip luka tembak jarak jauh;
- Kesulitan interpretasi karena adanya pakaian yang menghalangi
jelaga atau bubuk mesiu mencapai kulit;
- Jelaga atau bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi bila
tidak ada pengetahuan pemeriksa dan dapat berakibat serius terhadap
penyelidikan.

TEMBAKAN JARAK JAUH

6) Luka Tembak Keluar

Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan


menghasilkan luka tembak keluar. Biasanya karakteristik luka berbeda
dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak sirkular melainkan
bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 66
berjarak (gaping). Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi.
Latar belakang variasi bentuknya adalah sebagai berikut:

 Anak peluru terpental dari dalam tubuh sehingga keluar dari


tempatnya masuk
 Anak peluru mengalami perubahan bentuk selama melewati tubuh
sehingga memberi bentuk iregular saat keluar.
 Anak peluru hancur di dalam tubuh, sehingga keluar tidak dalam 1
kesatuan melainkan dalam potongan-potongan kecil. Jika memiliki
jaket, maka jaket dapat terpisah komplit atau sebagian.
 Anak peluru yang mengenai tulang atau tulang rawan, dapat
membuat fragmen tulang tersebut ikut terlontar keluar bersama
anak peluru.
 Anak peluru yang melewati kulit yang tidak ditopang oleh struktur
anatomi apapun akan membuat kulit tersebut koyak, hal ini sedikit
berhubungan dengan bentuk anak peluru yang menyebabkannya.

Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan anak peluru


mengoyak kulit pada saat keluar. Dalam beberapa keadaan dimana
kulit memiliki penahan, maka bentuk luka tembak sirkular atau
mendekati mendekati sirkular yang disekelilingnya dibatasi oleh
abrasi. Teka - teki ilmiah forensik klasik membedakan luka tembak
masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak masuk dan luka tembak
keluar sulit dibedakan apabila pada luka tembak luar terdapat penahan
kulit, pada luka tembak masuk terdapat pakaian yang menghalangi
residu lain, senjata yang digunakan kaliber kecil (kaliber 22), dan
tulang tidak langsung berada di bawah kulit.

Luka tembak luar bentuk shored umumnya ditemukan pada


pemakaian pakaian, pada posisi bagian tubuh tertentu seperti pakaian
yang sangat ketat, bagian ikat pinggang dari celana panjang, celana
pendek, atau celana dalam, bra, kerah baju, dan dasi. Luka jenis sama
juga terjadi karena bagian tangan menahan tempat keluar anak peluru
kemudian posisi pasien tiduran, duduk, atau menempel pada objek
yang keras.

Tidak semua anak peluru dapat keluar dari tubuh. Terdapat


banyak tulang dan jaringan padat yang dapat menghalangi lewatnya
peluru. Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang, terutama tulang-
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 67
tulang yang tipis seperti skapula dan ileum atau bagian tipis dari
tenglorak. Kebanyakan anak peluru masuk ke dalam tubuh dan
menghabiskan energi kinetiknya di kulit. Kulit adalah penghalang
kedua yang paling menghalangi lewatnya anak peluru.

Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat


menyebabkan luka dan kematian tetapi luka tembak masuk akan
sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping hidung,
mulut, ketiak, vagina, dan rektum.

7) Perubahan Luka pada Luka Tembak

Ada beberapa kondisi yang bisa merubah gambaran luka tembak


dengan cepat. Perubahan itu dapat disebabkan antara lain oleh:

 luka terbuka yang sudah mengering


 proses pembusukan tubuh
 penyembuhan dari luka itu sendiri
 intervensi tenaga medis
 intervensi bedah
 intervensi oleh personel atau orang yang tidak profesional
 pencucian atau pembersihan luka setelah korban mati

Hal-hal yang penting dalam deskripsi luka tembak :

 Lokasi
 jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri
garis pertengahan tubuh
 lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
Deskripsi luka luar
a. Ukuran dan bentuk
b. Lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. Luka bakar
d. Lipatan kulit, utuh atau tidak
e. Tekanan ujung senjata
Residu tembakan yang terlihat
a. Grains powder
b. Deposit bubuk hitam, termasuk korona
c. Tattoo
d. Metal stippling
Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal
DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 68
Perubahan
a. Oleh tenaga medis
b. Oleh bagian pemakaman

Track

a. Penetrasi organ
b. Arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder : perdarahan, daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
 Penyembuhan luka tembakan :

Berdasarkan titik penyembuhan, tipe misil, tanda identifikasi, susunan

• Luka keluar : lokasi, karakteristi


• Penyembuhan fragmen luka tembak
• Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Deskripsi medikolegal harus lebih detail dan harus mencakup


juga perubahan yang terjadi oleh orang lain maupun karena reaksi
penyembuhan.

Konsep-konsep yang salah dalam investigasi tembakan senjata

1. Luka tembak masuk selalu lebih kecil daripada luka tembak keluar
2. Ketika luka tembak masuk lebih tinggi dibanding luka tembak
keluar, arah serangan dari bawah ke atas
3. Peluru selalu berjalan dalam garis lurus di dalam tubuh, mulai dari
tempat masuk sampai keluar dari tubuh, atau bila tertinggal di
dalam tubuh
4. Ketika peluru diketahui dari luka terbuka senjata api, berefek sangat
panas sehingga membakar kulit
5. Peluru tembakan dari senjata yang beralur(spiral), mengalami
perputaran dengan kecepatan yang sangat tinggi, menuntun
jalannya pada dan melalui target. Gerakan berputar atau mengebor
menghasilkan lingkaran abrasi pada luka tembak masuk

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 69
6. Peluru yang dihasilkan senjata atau revolver dengan setengah jaket
atau peluru berlubang membuat ‘hamburger’ pada organ daerah
dada dan abdomen
7. Beberapa individu meninggal karena komplikasi akibat perlakuan
saat membersihkan luka
8. Individu yang dominan tangan kanan membunuh diri dengan
memegang senjata dengan tangan kanan dengan luka terbuka pada
kontak dengan atau dekat dengan pelipis kanan
9. Adalah mungkin untuk memperkirakan berapa lama korban hidup
setelah cedera fatal dari pemeriksaan luka
10 .Otopsi pada korban luka tembak merupakan prosedur yang
sederhana. Yang penting adalah menemukan luka masuk dan luka
keluar, lokasi peluru, dan jaringan serta organ yang terluka.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 70
V.
ASFIKSIA

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 71
A. Definisi

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya


kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbondioksida (CO2) secara
bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran
antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbondioksida dalam
darah kapiler paru- paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan
karbon dioksida disebut hiperkapnia. Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia
ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok, dimana masing-masing
kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri atau
mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan
akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah:
1. Hipoksik-hipoksia
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
2. Anemik-hipoksia
Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang
cukup untuk metabolisme dalam jaringan.
3. Stagnan-hipoksia
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.
4. Histotoksik-hipoksia
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena
suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan
B. Etiologi
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :
1. Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru,
pneumonia, COPD.
2. Trauma mekanik, yang menimbulkan asfiksia mekanik, misalnya trauma
yang mengakibatkan emboli, pneumothoraks bilateral, sumbatan atau
halangan pada saluran nafas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2
macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan
oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya
vena jugularis akibat luka.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya
barbiturate, narkotika.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 72
C. Gejala
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia yaitu :
1. Fase dispneu / sianosis
Fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini
terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar
karbondioksida. Tingginya kadar karbondioksida akan merangsang
medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernafasan, nadi dan
tekanan dara. Pernafasan terlihat cepat, berat dan sukar. Nadi teraba cepat,
tekanan darah terukur meningkat.
2. Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang
klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang,
pupil dilatasi, denyut jantung lambat dan tekanan darah turun.
3. Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita
amati berupa adanya depresi pusat pernafasan (nafas lemah), kesadaran
menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.
4. Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernafasan
lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu nafas terhenti
kemudian mati.

D. Gambaran Postmortem pada Asfiksia


Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang
hampir sama. Pada pemeriksaan luar :
1. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2
daripada Hb02.
2. Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot
merupakan bintik-bintik perdarahan (ptekiae) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.
3. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena
terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 73
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.
4. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini
disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernafasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam


1. Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat dan ejakulasi pada
mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
2. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
3. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
4. Busa halus di saluran pernafasan
5. Edema paru
6. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti frakur
laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka

E. Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan
terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang
bersifat mekanik), misalnya :
1. Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas :
a.Pembekapan (smothering)
b.Penyumbaan (gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernafasan
a.Penjeratan (strangulation)
b.Pencekikan (manual strangulation)
c.Gantung (Hanging)
3. External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar.
4. Drawning (Tenggelam) yaitu saluran nafas terisi air
5. Inhalation of suffocating gases

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 74
V.

VISUM et REPERTUM

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 75
A.PENDAHULUAN

1 Dalam tugas dan profesi dokter --> seorang ahli, sering melakukan
pemeriksaan / perawatan korban suatu tindak pidana, baik korban hidup /
mati.
2 Juga terhadap BB lain dari tubuh manusia.
3 Untuk melakukan tugas tersebut, maka pihak penyidik akan menyertainya
dengan SPVR.
Hasil pemeriksaan dokter --> dilaporkan secara tertulis kepada pihak peminta
visum (penyidik) --> Visum et Repertum
4 Visum et repertum --> sebagai ganti BB Oleh karena BB tersebut
berhubungan dgn tubuh manusia (luka, mayat atau bgn tubuh) segera akan
berubah -->sembuh atau busuk
5 KUHAP -->tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et
repertum --> alat
bukti yang sah.
6 Mengingat pentingnya visum et repertum, maka seorang dokter perlu
mempelajarinya dengan baik.

B.BANTUAN DOKTER PADA PENYIDIK


1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP).
2. Pemeriksaan korban hidup
3. Pemeriksaan korban mati
4. Penggalian mayat
5. Menentukan umur seorang korban / terdakwa.
6. Pemeriksaan jiwa seorang terdakwa
7. Pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence).
Pemeriksaan dokter tersebut sesuai dengan jenis tindak pidananya, yg diatur
dalam KUHP
Buku kesatu ( Aturan umum ) :
1. Bab III pasal 44 – 45, tentang hal yang menghapus, mengurangi atau
memberatkan pidana
Buku kedua ( kejahatan ) :
2. Bab XIV pasal 284 –290 / 292 – 295, tentang kejahatan kesusilaan
3. Bab XIX pasal 338 – 348, tentang kejahatan terhadap nyawa.
4. Bab XX pasal 351 – 355, tentang penganiayaan.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 76
5. Bab XXI pasal 359 – 360, tentang meyebabkan mati atau luka karena
kealpaan.
Yang berhak meminta visum et repertum adalah :
1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat visum et repertum. (KUHAP Pasal 133 ayat 1) :
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.
Ketentuan tersebut diatas tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya o/k untuk
korban :
1. Luka --> diperiksa oleh dokter spesialis bedah.
2. Kejahatan kesusilaan --> dokter Obsgyn.
3. Keracunan --> dokter Internis.
4. Kekerasan pada mata --> dokter spesialis mata.
5. Sedangkan korban mati --> dokter Forensik.

Defenisi Visum et Repertum :


Adalah laporan tertulis untuk Justisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah, tentang
segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada benda yang
diperiksa berdasarkan pengetahuan sebaik-baiknya. ( Visum = dilihat, Repertum =
ditemukan ).

Kata “visum et repertum” dapat kita jumpai didalam Staatsblad tahun 1937 no.350 :
“De visa et reperta van geneeskundigen, opgemaakt hetzy op de beroepseed,
afgelegd bij de beeisdiging der medische studie in Nederland of Indonesia,
hetzij op een bijzondere eed, als bedoeld in art.2, hebben in strafzaken
bewijskracht, voorzover zij ene verklaring inhouden omtrent hetgeen door de
geneeskundigen aan het voorwerp van onderzoek is waargenomen”.

Prosedur permintaan VetR korban hidup :


1. Permintaan harus secara tertulis, tdk dibenarkan secara lisan / telepon / via
pos.
2. Korban adalah BB, maka permintaan VetR harus diserahkan sendiri oleh
polisi
bersama-sama korban/tersangka.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 77
3. Tidak dibenarkan permintaan V et R ttg sesuatu peristiwa yang telah
lampau,
mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).
Prosedur permintaan VetR korban mati (mayat) :
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui telepon,
lisa atau pos.
2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn Ilmu Kedokteran
Forensik.
3. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas mayat ( KUHAP psl 133
ayat 3).

BENTUK SPVR
1. Sudut kanan atas --> alamat tujuan SPVR (Rumah sakit atau dokter), dan tgl
SPVR. Rumah sakit (Direktur) :
- Kepala bagian / SMF Bedah
- Kepala bagian / SMF Obsgyn
- Kepala bagian / SMF Penyakit dalam
- Kepala bagian I.K.Forensik.
2. Sudut kiri atas --> alamat peminta VetR, nomor surat, hal dan lampiran.
3. Bagian tengah :
- Disebutkan SPVR korban hidup / mati
- Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat, agama dan
pekerjaan).
- Peristiwanya (modus operandi) antara lain
- Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
- Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).
- Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).
- Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul dsb.).
3. Bagian tengah
- Permintaan pengobatan/perawatan.
- Permintaan untuk melaporkan kepada penyidik bila korban sembuh,
pindah dokter/rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan
diri atau meninggal
- Kolom untuk keterangan lain kalau perlu.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 78
4. Kanan bawah
Identitas penyidik (peminta VetR), tentang nama, pangkat, kesatuan, NRP
dan alamat. Kemudian tanda tangan penyidik dan stempel dinas.
5. Kiri bawah :
Identitas penerima SPVR (petugas RS) al, nama, tanda tangan, tanggal dan
jam SPVR diterima.

BAGIAN-BAGIAN V et R
1. PRO JUSTISIA.
Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et
repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
- Identitas pemohon visum et repertum.
- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.
- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X
Surabaya).
- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
- Identitas korban.
- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana
korban dirawat, waktu korban meninggal.
- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban
pada dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
3. PEMBERITAAN
- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis
kel,TB/BB), serta keadaan umum.
- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
- Hasil pemeriksaan tambahan.
- Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awm.
- Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka, (luka bacok, luka tembak
dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 79
4. KESIMPULAN.
- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa,
mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-
baiknya.
- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera
(pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
- Sifatnya subjektif.
5. PENUTUP.
- Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan
mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan”.
- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

Macam-macam visum et repertum.


1. Visum et Repertum korban hidup :
- Visum et repertum.
- Visum et Repertum sementara.
- Visum et Repertum lanjutan.
2. Visum et Repertum mayat. (Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap).
3. Visum et Repertum pemeriksaan TKP.
4. Visum et Repertum penggalian mayat.
5. Visum et Repertum mengenai umur.
6. Visum et Repertum Psikiatrik.
7. Visum et Repertum mengenai BB.

Pencabutan SPVR.

- Penyidik dibenarkan mencabut SPVR (Instr. Kapolri


No.Pol:INS/E/20/IX/75):
“Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum
bedah mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri cq. Pemeriksa untuk
secara persuasive memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk
kepentingan penyidik, kalau perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP”.
- Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat
dibenarkan.
- Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan untuk kota besar
hanya oleh Dantabes.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 80
VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIK
Menurut Permenkes No.1993/Kdj/U/70, tentang perawatan penderita penyakit jiwa
pasal 15 ayat 2 membedakan kesaksian ahli jiwa menjadi 2 macam yaitu :
1. Keterangan dokter
2. Visum et Repertum Psikiatrik

Keterangan dokter
Adalah keterangan yang diberikan oleh dokter atas permintaan jaksa, polisi
atau pamong praja dalam pemeriksaan pendahuluan suatu perkara pengadilan.

Keterangan dokter
- Yang berhak membuat keterangan ini atas dokter (tidak harus Psikiater).
- Pada prinsipnya setiap dokter yang terdaftar pada DepKes dan telah
mendapat ijin bekerja dari MenKes, berhak membuatnya.
Syarat pembuatan keterangan dokter (psikiatrik).
- Harus selesai dalam waktu 3 x 24 jam.
- Bila ada kekuatiran pdrta/terdakwa akan lari, dapat ditempuh pemeriksaan
secara jalan dalam waktu yang sama 3 x 24 jam.
- Bila ternyata penderitan/terdakwa benar sakit jiwa, maka kepala tempat
perawatan harus membuat laporan kepada hakim PN (keterangan bahwa
pdrta/terdakwa menderita sakit jiwa dan perlu perawatan dan pengobatan
segera).
Adalah suatu persaksian tertulis dalam perkara pidana / perkara perdata,
yang dibuat atas permintaan hakim Ketua Pengadilan dan mengingat
sumpah dokter.
Tentunya persakitan tersebut adalah tentang keadaan kesehatan jiwa
penderita/terdakwa yang berperkara atau yang telah melanggar hukum.
- Yang berhak meminta visum et repertum psikiatrik ialah Hakim Ketua PN.
- Yang berhak membuat visum et repertum psikiatrik ialah ahli kedokteran
jiwa suatu tempat perawatan penderita penyakit jiwa yang ditunujuk
pengawas/Kepala DinKes Propinsi.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 81
KLIFIKASI LUKA

- Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang/korban hidup, yaitu


pada visum et repertum lanjutan harus dilengkapi dengan kualifikasi luka.
- Kualifikasi luka akan memudahkan hakim untuk menjatuhakn pidana.

Kualifikasi luka (KUHP) terdiri dari :

1. Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian (Psl.352)
2. Luka yg tergolong luka yg menimbulkan penyakit atau halangan utk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian (Psl.351 [1]).
3. Luka yang tergolong luka berat (Psl.[2]).
4. Kehilangan salah satu panca indera.
5. Mendapat cacat berat.
6. Menderita sakit lumpuh.
7. Terganggu daya pikirnya selama 4minggu lebih.
8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

LUKA BERAT (Psl.90 KUHP)


1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan
atau pekerjaan pencaharian.

Rangkuman Materi Forensik & Medikolegal


DM A3 FK UWKS – RSUD IBNU SINA GRESIK (PERIODE 2018-2019) Page 82

Anda mungkin juga menyukai