SKENARIO 5
BAB Hitam
STEP 1
1. Piroxicam adalah obat antiinflamasi non-steroid yang di gunakan untuk mengatasi
peradangan pada sendi.
2. Allopurinol adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah.
STEP 2
1. Mengapa pasien mengalami BAB berwarna hitam?
2. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan?
3. Apa hubungan riwayat konsumsi obat dengan keluhan pasien?
4. Mengapa pada pemeriksaan fisik di dapatkan konjungtiva anemis, nyeri tekan
epigastrium dan hipotensi pada pasien tersebut?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut?
STEP 3
1. Pasien mengalami BAB hitam karena :
Karena terdapatnya perdarahan pada upper GI trac, yang mana bisa terjadinya
kelainan pada lambung, esofagus dan sebagian atas duodenum
NSID menyebabkan HCL dalam lambung terganggu, sehingga dapat
menyebabkan mukosa teriritasi dan terjadinya perdarahan pada mukosa
2
2. Patogenesis terjadinya nyeri ulu hati, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan:
Nyeri ulu hati :
NSID sawar mukosa lambung terganggu iritasi
merangsang nosiseptor yang ada di lambung nyeri epigantrium
Mual, muntah, penurunan nafsu makan
Obat-obatan pengaktifan CTZ impuls ke med. Oblongata
Otot abdomen atau diafragma kontraksi refluks
mual, muntah, penurunan nafsu makan
3. Hubungan konsumsi obat dengan keluhan pasien
NSID menghambat sintesis prostaglandin dan menginhibisi
Cixlooksigenasi (COX) mukosa lambung teriritasi
4. Pathogenesis konjungtiva anemis, nyeri tekan epigastrium dan hipotensi
Produksi asam lambung meningkat iritasi pada mukosa tubuh berkompensasi:
conjungtiva anemis, Hemoglobin menurn
5. Penatalaksanaan
Cek A, B, C
Resusitasi cairan
Pasang NGT, ukur perdarahan
Bilas lambung
Endoskopi
H2 Bloker / PPI
STEP 4
Patogenesis
BAB hitam:
NSID
Darah di oksidasi
Menghambat prostaglandin
COX 1
Bekerja pada lambung, trombosit sel endotelial pembuluh darah dan
mempertahankan mukosa lambung
COX 2
Untuk rangsang inflamasi
Maka kalau COX 1 terinhibisi maka protektor mukosa lambung tidak ada
Perdarahan
4
MIND MAP
Faktor resiko
Etiologi Patofisiologi
Perdarahan GI Trac
Komplikasi
Penatalaksanaan
Penegakan
diagnosis
STEP 5
1. Kegawat daruratan abdomen
A. Upper GI Bleeding
1) Peptic ulcer disease
2) Erosive gastritis
3) Erosive esophagitis
4) Esofagheal farises / gastritic
5) Malory weisst tears
6) Aortoenteric fistula
7) Hemobilia
8) Dieulafoye’s lession
B. Lower GI Bleeding
1) Diverticular
2) Colitis
3) Fistula ani
5
4) IBD
5) Ca colon
6) Angiodysplasia
7) Anorectal fissura
8) Hemorroid
STEP 6 (Belajar Mandiri)
STEP 7
A. Upper GI Bleeding
1. Peptic ulcer disease
1. Tukak Peptik
- Definisi
Tukak peptik (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi asam lambung,
pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor defensif/ faktor pelindung
mukosa (produksi prostagladin, gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa).
Tukak peptik merupakan keadaan kontinuitas mukosa lambung terputus dan
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah
epitel disebut erosi. Walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak
karena stres).4
- Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada dua pendapat yang ekstrim, apakah
penyakit ini adalah suatu kelainan setempat atau merupakan bagian dari suatu kelainan
sistemik dimana tukak hanya merupakan tanda/ gejala. Tukak peptik terjadi karena
pengeluaran asam-pepsin oleh H. Pylory, NSAID atau faktor- faktor lain yang
menyebabkan ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung. Lokasi tukak
menghubungkan dengan jumlah faktor- faktor etiologi. Tukak dapat terjadi di perut
bagian manapun seperti bagian distal, antrum dan duodenum.4
- Patogenesis
Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indomestasin,
fenilbutazon dan kotikostreroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan
6
yang dapat memecah ureum menjadi amonia yang bersifat basa, sehingga tercipta
lingkungan memungkinkan kuman ini bertahan hidup.4
Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi Helicobacter pylori, gastritis dengan asam
lambung. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan
sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada
antrum akan menstimulasi sekresi gastrin, yang selanjutnya akan merangsang sel
pariental untuk meningkatkan sekresi asam lambung.4
Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri
biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung
kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak.
Remisi dan eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas
yang persisten. Pola nyeri- makan- hilang ini dapat saja tidak khas pada tukak lambung.
Bahkan pada beberapa penderita tukak lambung makanan dapat memperberat nyeri.
Biasanya penderita tukak lambung akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan
penderita tukak duodenum biasanya memiliki berat badan yang tetap.4
Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi. Timbulnya
muntah terutama pada tukak yang masih aktif, sering dijumpai pada penderita tukak
lambung daripada tukak duodenum, terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa
mual disertai di pilorus atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut
kembung, perut merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai
akibat instabilitas neromuskuler dari kolon.4
Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin dalam mulutnya
merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa ada rasa. Keluhan ini
diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak kemungkinan juga terjadi
regurgitasi pada cairan lambung dengan rasa yang pahit . Secara umum pasien tukak
gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan
8
keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,
sendawa atau terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang.4
- Diagnosis
Kriteria terpenting pada diagnosis tukak duodenum adalah nyeri khas yang hilang
oleh makanan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti pada penderita tukak lambung,
sebab gejala tidak enak pada epigastrum lebih sering timbul. Biasanya tidak mungkin
untuk membedakan antara tukak lambung dan duodenum hanya dari anamnesis saja.4
Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium
radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak dalam
lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk
melakukan pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika
diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zo lliger-Ellison.4
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil
pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi,
tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman Helicobacter pylori. Secara
klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual
dan muntah.4
- Penatalaksanaan Tukak Peptik
Tujuan pengobatan tukak peptik adalah menghilangkan keluhan/ gejala penderita,
menyembuhkan tukak, mencegah relaps/ kekambuhan dan mencegah komplikasi. Secara
garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman H. Pylori serta pengobatan/
pencegahan gastropati NSAID. Pada saat ini, penekanan pengobatan ditujukan pada
peran luas infeksi Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum. Eradikasi
Helicobacter pylori infeksi dapat dilakukan pengobatan antibiotik yang sesuai. Penderita
ulkus harus menghentikan pengobatan dengan NSAID atau apabila hal ini tidak dapat
dilakukan pemberian agonis prostaglandin yang berkerja lama, misalnya misoprostol.4
Dalam memberikan terapi terhadap tukak peptik akut pada umumnya serupa
dengan penderita tukak peptik kronik. Bila ditemukan penderita dengan keluhan berat,
maka sebaiknya dirawat di rumah sakit, serta perlu istirahat untuk beberapa minggu.4
9
rabeprazol 20 mg 1x sehari).
2. Erosive Gastritis
Definisi
Gastritis erosif mencakup peradangan akibat cedera superfisial di
mukosa, erosi mukosa, atau tukak dangkal akibat berbagai gangguan
atau iritan. Kasus dari gastritis erosif jarang terjadi dan pencetus
pastinya tidak diketahui. (1)(2)
Faktor Resiko
Faktor resiko dari luar biasanya menyebab perparahan dari gastritis
erosif, seperti mengonsumsi alkohol, terutama etanol, obat-obatan
13
3. Erosive Esofagitis
Definisi
15
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/ lambung dan itis yang berarti inflamasi atau
peradangan. Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana
terjadi erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai
sistem pembuluh darah lambung atau duodenum; dapat terjadi secara akut
atau kronis.4
Faktor Risiko
a. Lanjut usia
Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena
dinding mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada
usia tua lebih mudah untuk terinfeksi helicobacter pyllori atau
penyakit autoimun daripada usia muda.4
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya
satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Respon
dewasa tua terhadap nyeri berbeda beda, sebagian dewasa tua
cenderung mengabaikan nyeri dalam waktu yang lama sebelum
melaporkan atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari
mereka menganggap nyeri sebagai bagian dari proes penuaan yang
normal, sebagian orang dewasa lain tidak mencari bantuan perawatan
kesehatan karena merasa takut nyeri tersebut manandakan penyakit
yang serius.4
b. Jenis Kelamin
Penyakit gastritis lebih banyak terjadi pada perempuan dibanding
laki-laki. Hal ini didukung oleh data distribusi penyakit sistem cerna
pasien rawat inap menurut golongan sakit di Indonesia tahun 2006,
gastritis berada pada urutan ke-5 dengan jumlah penderita laki laki
13.529 orang dan perempuan 19.506 orang, sedangkan data distribusi
penyakit sistem cerna pasien rawat jalan menurut golongan sebab sakit
di Indonesia tahun 2006 adalah berada pada posisi ke- 5 dengan
jumlah penderita laki-laki57.045 orang dan perempuan 70.873 orang.4
16
c. Stres fisik
Stres fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis, ulkus serta pendarahan pada
lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk
pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada
produksi mukus dan fungsi sel epitel lambung.
d. Stres Psikologis
Efek stress pada saluran pencernaan antara lain menurunkan saliva
sehingga mulut menjadi kering; menyebabkan kontraksi yang tidak
terkontrol pada otot esophagus sehingga menyebabkan sulit untuk
menelan; peningkatan asam lambung, konstriksi pembuluh darah di
saluran pencernaan dan penurunan produksi mukus yang melindungi
dinding saluran pencernaan sehingga menyebabkan iritasi dan luka
pada dinding lambung dan perubahan motilitas usus yang dapat
meningkat sehingga menyebabkan diare atau menurun sehingga
menyebabkan konstipasi. Konstipasi biasanya terjadi pada individu
yang mengalami depresi sedangkan diare biasanya terjadi pada
individu yang berada pada kondisi panik. Hasil penelitian tersbut
menunjukan bahwa stres memiliki pengaruh yang negatif terhadap
saluran pencernaan antara lain dapat menyebabkan individu
mengalami luka (ulcer) pada saluran pencernaan termasuk pada
lambung yang disebut dengan penyakit gastritis.4
Etiologi
Adapun beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis
erosif adalah sebagai berikut:
a. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti aspirin,
ibuprofen,naproxen dan piroxicam dapat menyebabkan peradangan
pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas
melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut
hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan
kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
17
1. Darah rutin
Digunakan untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia
agar segera mendapatkan terapi lanjut.5
2. Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung
yang dapat dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan
cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika
di rontgen.5
3. Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung
yang mungkin tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih
dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika
ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30
menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini
selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, kurang lebih satu atau dua jam.5
Terapi
Tujuan terapi adalah:
1. Menghilangkan keluhan/symptom
2. Menyembuhkan/memperbaiki kerusakan lambung
3. Mencegah kekambuhan
4. Mencegah Komplikasi.3
Medikamentosa:
a. Penyebab OAINS
1. Jika mungkin menghentikan pemakaian OAINS, walaupun
biasanya tidak memungkinkan pada penyakit seperti RA
ataupun OA.
2. Penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada
bahan lain seperti Nitrit Oxide
3. Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini
tidak 100% mencegah efek samping pada gastroduodenal
b. Penyebab non-OAINS
1. Antasida : untuk menetralisir asam cukup diberikan 120-240
mEq/hari dalam dosis terbagi
2. H2 Receptor Antagonist (H2RA)
Obat ini berperan menghambat pengaruh histamine sebagai
mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamine-2 pada
sel parietal. Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan
adalah:
Ranitidin 2 x 150 mg/hari
Famotidin 2 x 20 mg/hari
3. PPI
Dapat diberikan sekali sehari atau dua kali sehari. Adapun
sediaan yang tersedia adalah: Omeprazole 20 mg, rabeprazol 10
mg, pantoprazol 40mg, lanzoprazol 30mg.
4. Obat lain seperti sucralfat 2 x 2 gr/hari atau 4 x 1 gr sehari
berfungsi untuk menghindari iritasi.pengaruh asam-pepsin dan
garam empedu.3
c. Mengatasi perdarahan
21
4. Dieulafoy’s Lession
- Definisi
Dieulafoy’s Lession merupakan kondisi medis yang ditandai
dengan munculnya arteriol besar pada dinding saluran cerna bagian
submukosa yang menonjol dan dapat menimbulkan perdarahan. Kelainan
ini dinamakan sesuai dengan ahli bedah kebangsaan Perancis bernama
Paul Georges Dieulafoy, yang menjelaskan kondisi ini pada studinya
“Exulceratio simplex” pada tahun 1898. Studi tersebut menyebutkan
bahwa kelainan ini mungkin disebabkan oleh stadium awal tukak
lambung.4
Dieulafoy’s Lession juga disebut “arteri kaliber persisten” atau
“aneurisme” pembuluh darah gaster. Namun, tidak seperti aneurisme lain,
kelainan ini lebih disebabkan oleh malformasi perkembangan daripada
perubahan degeneratif. Lebih dari 100 tahun sejak Dieulafoy
mempublikasikan penelitiannya, terdapat lebih dari 280 kasus yang telah
dipublikasikan di seluruh dunia.4
Etiologi
22
Tatalaksana
Tidak ada konsensus khusus untuk tata laksana Dieulafoy’s
Lession. Pilihan tata laksana bergantung dari bentuk lesi, lokasi lesi, dan
25
ahli yang ada. Metode endoskopi adalah pilihan pengobatan pada lesi yang
mudah untuk dicapai. Tingkat keberhasilannya pun dilaporkan mencapai
lebih dari 90%.4
Prosedur hemostasis per endoskopi dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu: 1) termalelektrokoagulasi dan koagulasi argon
plasma; 2) injeksi regional-injeksi epinefrin lokal dan skleroterapi serta;
dan 3) mekanik-menggunakan teknik ikatan dan klip hemostasis. Setiap
teknik memiliki keuntungan dan kerugian yang berhubungan dengan
mekanisme hemostasis dan teknik prosedur. Selain itu, setiap teknik juga
memiliki tingkat kesuksesan yang bervariasi. Namun demikian, beberapa
literatur menyebutkan bahwa metode endoskopi mekanik lebih efektif dan
memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi untuk menghentikan perdarahan
jika dibandingkan injeksi dan metode termal. Selain itu, juga diketahui
bahwa terapi endoskopi yang dikombinasikan memiliki risiko perdarahan
ulang yang lebih rendah dibandingkan dengan tata laksana endoskopi
tunggal.4
Selain itu, teknik ultrasonografi endoskopi (EUS) untuk menilai
pembuluh darah yang mengalami kelainan juga diketahui dapat dilakukan.
EUS dapat membantu mendeteksi pembuluh darah yang abnormal pada
submukosa. EUS juga dapat mengonfirmasi ablasi dari Dieulafoy’s
Lession setelah terapi injeksi atau ligasi dengan memastikan aliran darah
telah berhenti.4
Angiografi dan Embolisasi Angiografi dapat digunakan untuk
mengembolisasi Dieulafoy’s Lession yang berdarah aktif. Hal ini penting
untuk menatalaksana lesi apabila metode endoskopik gagal dilaksanakan.
Namun, embolisasi memiliki risiko iskemia ke area yang disuplai oleh
arteri yang berhubungan. Jika lesi yang berdarah disuplai oleh pembuluh
darah multipel kolateral, embolisasi ekstensif mungkin diperlukan. Namun
demikian, prosedur ini terkadang menjadi pilihan yang tidak tepat karena
risiko iskemia yang lebih luas. Tata laksana perdarahan aktif Dieulafoy’s
Lession dengan embolisasi menjadi pilihan jika ditemukan kondisi berikut:
1) kegagalan terapi endoskopik; 2) perdarahan saluran cerna bawah atau
26
lesi yang sulit untuk dicapai dengan terapi endoskopi, dan 3) kandidat
yang buruk untuk tata laksana pembedahan.4
Pembedahan
Pembedahan reseksi dahulu menjadi tata laksana lini pertama dari
Dieulafoy’s Lession yang umumnya dilakukan dengan gastrotomi dan
reseksi luas atau gastrektomi. Namun demikian, teknik tersebut saat ini
telah digantikan oleh perkembangan yang pesat dari teknik endoskopik.
Pembedahan reseksi saat ini berperan pada 5% kasus yang refrakter
terhadap tata laksana metode endoskopik atau angiografi. Prosedur
pembedahan yang dilakukan berupa reseksi dari lokasi lesi yang
mengalami perdarahan. Reseksi masih menjadi pilihan pada beberapa
keadaan, terutama pada keadaan lesi terpajan feses yang keras, maupun
risiko perdarahan ulang tinggi.4
Pembedahan Minimal Invasif Saat ini pembedahan dengan teknik
laparoskopik telah banyak dilakukan. Pembedahan laparoskopik menjadi
pilihan yang lebih baik sebab tindakannya minimal invasif. Namun,
keberhasilan reseksi laparoskopik bergantung lokalisasi yang akurat dari
perdarahan.4
Terdapat beberapa laporan kasus yang menjelaskan bahwa reseksi
laparoskopik perdarahan Dieulafoy’s Lession pada jejunum dan lambung
yang sukses mengikuti lokasi yang dibuat pre operatif dan intra operatif.
Reseksi laparoskopik transgaster dari Dieulafoy’s Lession, termasuk
gastrotomi anterior dan reseksi lesi tanpa memerlukan endoskopi telah
banyak dilakukan. Namun, dalam prosedur ini juga masuk gastrostomi
yang tidak diperlukan.4
Prognosis
Perkembangan pesat di bidang endoskopi telah meningkatkan
keberhasilan deteksi LD dan secara signifikan mengurangi mortalitas dari
80% menjadi 8,6%. Perkembangan pada prognosis juga dapat dijelaskan
dengan meningkatnya penggunaan endoskopi daripada intervensi bedah
untuk mengontrol perdarahan yang dilaporkan efektif pada lebih dari 90%
pasien. Luis, dkk.7 melaporkan bahwa keluaran dari perdarahan saluran
27
Pemeriksaan Penunjang :
1. Esophagogastroduodenoscopy (EGD),
untuk melihat penyebab luka atau perdarahan yang terjadi.
2. Hitung jumlah darah lengkap (CBC),
untuk menentukan apakah pasien memiliki kadar hematokrit
rendah.
3. Pengukuran jumlah trombosit, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial teraktivasi, serta kadar urea nitrogen,
kreatinin, dan elektrolit.1
Penatalaksanaan :
Pengobatan Sindrom Mallory-Weiss
Sebagian besar kasus sindrom Mallory-Weiss akan sembuh dengan
sendirinya. Namun, jika perdarahan yang terjadi tergolong parah dan
telah berlangsung lama, maka perlu dilakukan tindakan lanjutan.
Tindakan tersebut meliputi:
1). Konsumsi obat-obatan
Karena robekan pada saluran cerna bagian atas disebabkan
oleh muntah yang berlangsung secara terus menerus, maka
beberapa obat-obatan seperti famotidine atau lansoprazole
dapat digunakan untuk mengurangi produksi asam di dalam
lambung, sehingga meredakan muntah. Namun, risiko dan
manfaatnya masih diperdebatkan.1
2). Terapi endoskopi.
29
AEF Sekunder
AEF Sekunder disebabkan oleh fistula yang berada
pada/adanya material prostetik aorta. Lebih sering daripada yang primer.
Terjadi disebabkan oleh perkembagan pseudo aneurisma di garis jahitan
proximal aorta atau efek dari trauma antara abdomen garis jahitan/sutura.
Diklasifikasikan berdasarkan dari anatomi dan karakteristik
patofisiologinya. Terdapat tiga tipe, yaitu:
1. Direct Fistula: Fistula yang secara langsung berada di garis sutura.
2. Indirek Fistula: Fistula yang menyebabkan atau dengan tanda
aneurisma palsu.
3. Paraprostetik: Erosi pada dinding intestinal yang disebabkan oleh
material prosthetis.
Distribusi anatomi pada kejadian AEF sekunder yaitu sekitar ¾
dari duodenum (80% kasus, berada di retroperitoneal dan tersentuh
31
7. Hemobilia
- Etiologi
34
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang di dapatkan tidak usus akan tetapi adanya
nyeri tekan bila dilakukan palpasi superficial pada seluruh lapang
perut.
Pemeriksaan penunjang
Dilakukannya pemeriksaan angiografi untuk ditemukannya lokasi
pendarahan pada traktus gastrointestinal.2
8. Erosif Esofagitis
Definisi
Esofagitis adalah peradangan pada lapisan kerongkongan. Esofagus atau
kerongkongan merupakan organ berbentuk pipa yang menyalurkan makanan
dari mulut ke lambung.2
Etiologi
Esofagitis korosif paling sering ditimbulkan oleh tertelannya zat
pembersih rumah tangga, biasanya oleh anak-anak. Zat yang paling
merusak adalah natrium hidroksida, atau lye, yang menyebabkan lisisnya
jaringan serta seringkali menembus dinding esofagus. Cairan pembersih
saluran dapat merusak esofagus atau menimbulkan lesi gastrik yang
serupa. Zat tertentu tidak hanya membakar terhadap esofagus tetapi
35
Gejala klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan terbakar di
saluran cerna bagian atas, mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot,
kegagalan sirkulasi, dan pernafasan.
Fase Laten
Berlansung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien berkurang,
suhu badan menurun. Pasien merasa ia telah sembuh, sudah dapat menelan
dengan baik akan tetapi prosesnya sebetulnya masih berjalan terus dengan
pembentukan jaringan parut (sikatriks).
Fase Kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk
jaringan parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Tempat tersering terbakar adalah
tingkat krikofaringeus dan kardia. Terbakarnya pada bagian bawah esofagus
disertai refluks.2
- Diagnosis
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan
zat korosif atau zat organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama
pasien rasa terbakar pada daerah kerongkongan, rasa nyeri yang hebat
didalam mulut dan regio substernal, serta bisa juga mengeluhkan susah
menelan dan hipersaliva. Sedangkan demam dan perdarahan dapat terjadi
serta sering diiringi dengan muntah.4
2. Pemeriksaan Fisik
Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis
yang cermat serta diperlukan bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian.
Masuknya zat korosif melalui mulut dapat diketahui dengan bau mulut
ataupun muntahan. Adanya luka bakar keputihan pada mukosa mulut atau
keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kaustik atau
korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat. Perbedaaan pada
dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam kuat
38
esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut
dan fase kronis. Pada fase akut dilakukan perawatan umum dan
terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi.4
o Perawatan umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan
umum pasien, menjaga keseimbangan elektrolit, serta menjaga
jalan nafas. Jika terdapat gangguan keseimbangan elektrolit
diberikan infuse aminofusin 600 2 botol, glukosa 10% 2 botol,
NaCl 0,9 % + KCl 5 meq/liter 1 botol.4
Perlindungan selaput lendir esofagus bila muntah dapat diberikan
susu atau putih telur. Jika zat korosif yang tertelan diketahui
jenisnya dan terjadi sebelum 6 jam, dapat dilakukan netralisasi
(bila zat korosif basa kuat diberi susu atau air, dan bila asam kuat
diberi antasida). 4
o Terapi medik
Protokol pengobatan secara medis pada fase awal kasus ini
masih terbatas pada penggunaan steroid, antibiotik serta
penggunaan zat penetral (antidotum) dari agen penyebab.
Antibiotika diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam
jika diberikan dengan steroid. Antibiotik dapat dilanjutkan selama
4-8 minggu dengan harapan telah terjadinya reepitalisasi, sesuai
dengan derajat luka esofagus jika diberikan tanpa steroid.
Antibiotik tidak akan mencegah pembentukan striktur, tetapi akan
membantu mengoptimalkan proses penyembuhan. Biasanya
diberikan penisilin dosis tinggi 1-1,2 juta unit/hari.4
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah pembentukan
striktur. Pemberian steroid pada grade 2 dan grade 3 telah terbukti
akan mengurangi kemungkinan terbentuknya striktur esofagus.
Kortikosteroid harus diberikan sejak hari pertama dengan dosis
200-300 mg sampai hari ketiga. Setelah itu dosis diturunkan
40
Feses keras
↑ Tekanan
intrakolon
dan
Gerakan
motiliats
Terbentuk
divertikulu
Berulang
Inflamasi
DIVERTICULITI
S
Gambar 1.5 : Patofisiologi Divertulitis.4
42
Penegakan Diagnosis
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
b) Nyeri perut kiri bawah
c) fever
d) chills
e) nausea
f) vomiting
g) BAB berdarah
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan diabdomen bagian bawah, terutama bawah kanan
Pemeriksaan Penunjang
perforasi.
1. Radiologi Abdomen
Gambaran yang sering ditemukan: dilatasi usus halus atau usus
besar, obstruksi usus, densitas jaringan lunak.
2. CT Scan Kolonoskopi
Merupakan gold standard divertikulitis akut dan dapat
menentukan stadium suatu penyakit. Akan terlihat jaringan
lemak yang mengalami inflamasi dan divertikulum yang
Inflamasi, perubahan dinding usus.
Penatalaksanaan
C. Patofisiologi
Ø Anal Fissure
Celah anal atau ulkus terjadi ketika epitel anus atas sfingter internal menjadi
gundul atau abraded. Menjengkelkan diare bangku dan pengetatan anus sfingter
kanal dengan peningkatan ketegangan yang frekunsi anal penyebab retakan.
Faktor lain yang mungkin didapati kepada perkembangan mereka termasuk
trauma persalinan, kebiasaan menggunakan obat pencahar, luka oleh benda asing,
dan anal seks. Peradangan kronis dan infeksi dari jaringan sekitarnya menyertai
fisura anal.4
Diagnosis fisura anal dibuat pada pemeriksaan digital lembut lubang anus dan
anoscopy menggunakan anoscope kecil. Perawatan biasanya konservatif, yang
melibatkan perubahan dietary untuk meningkatkan asupan serat dan tinja massal,
dirunut dari asupan cairan dan laksatif pembentuk bulk. Sebuah agen topikal
seperti krim hidrokortison dapat diresepkan. Intervensi bedah dengan
sphincterotomy internal, sebuah sayatan ke sfingter internal untuk meningkatkan
terdiame, dianggap ketika retakan tidak sembuh-sembuh dengan intervensi
medis.4
Ø Fistula
Sebuah Fistula adalah sebuah terowongan atau saluran tubelike dengan
bukaan di kedua ujungnya. Fistula anorektal memiliki satu bukaan pada anus
dengan yang lain perianal biasanya ditemukan pada kulit. Sebagian besar terjadi
secara spontan atau sebagai akibat dari drainase abses anorektal penyakit Crohn
adalah faktor predisposisi untuk pembangunan Fistula juga. Manifestasi utama
dari sebuah fistula anorektal adalah intermiten atau konstan drainase atau kotoran,
yang mungkin bernanah.4
Hal ini dapat disertai gatal lokal kelembutan, dan rasa sakit yang berhubungan
dengan buang air besar. Anoscopic digital dan pemeriksaan dengan lembut probin
dari saluran fistula digunakan untuk menetapkan diagnosis.4
Meskipun menyembuhkan beberapa fistula mungkin secara spontan,
pengobatan pilihan adalah fistulolomy. Kematian utama pembukaan fistula akan
dihapus, dan saluran dibuka untuk memungkinkan ini untuk menyembuhkan oleh
46
niat sekunder, dari dalam ke luar jika sfingter yang terlibat, dua-tahap operasi
dapat dilakukan untuk memelihara otot dan mencegah inkontinensia tinja.
Klasifikasi fistula:
a. Intersphinteric fistula
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan
bermuara berdekatan dengan lubang anus.
b. Transphinteric fistula
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna, kemudian
melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau dua inchi
di luar lubang anus, membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang eksternal
berada di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe)
c. Suprasphinteric fistula
Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan interna yang
membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan
muskulus levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus.
d. Ekstrasphinteric fistula
Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah, melewati
muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula ini biasa disebabkan
oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s Disease.4
E. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis dapat dilakukan dengan inspeksi,palpasi, dan / atau pemeriksaan
proctoscopic oleh Dokter Spesialis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan di daerah anus, dimanaditemukan satu atau lebih pembukaan fistula
atau teraba adanya fistula di bawah permukaan.Sebuah alat penguji bisa
dimasukan untuk menentukan kedalaman danarahnya. Ujung dalamnya bisa
ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskopyang dimasukkan ke dalam
rektum.Pemeriksaan dengan sigmoidoskop akan membantu menentukan
penyebabnya(apakah kanker, penyakit Crohn atau kelainan lainnya).4
47
F. Pemeriksaan Penunjang
Ø Radiologi Penyidikan
Ini tidak dilakukan untuk evaluasi fistula rutin. Mereka dapat membantuketika
pembukaan utama adalah sulit untuk mengidentifikasi atau dalam kasus
fistula berulang atau berganda untuk mengidentifikasi saluran sekunder atau
bukaan primer. FistulographyIni melibatkan penyuntikan kontras melalui
pembukaan eksternal, yang diikutidengan gambar x-ray untuk garis besar saja
pada saluran fistula.4
Ø MRI
Temuan menunjukkan konkordansi 80-90% dengan temuan operasi ketika
mengamati kursus saluran primer dan sekunder ekstensi. CT scan lebih membantu
dalam pengaturan penyakit radang perirectaldaripada di pengaturan fistula kecil
karena lebih baik untuk menggambarkan kantongcairan yang memerlukan
drainase daripada fistula kecil. Barium seriHal ini berguna untuk pasien dengan
fistula beberapa atau penyakit berulanguntuk membantu menyingkirkan penyakit
inflamasi usus.4
G. Penatalaksanaan
Ø Fisura
kebanyakan fisura ini akan sembuh bila diatasi dengan tindakan
konservatif,yang mencakup memberikan pelunak feses dan agen
bulk,meningkatkan masukan cairan,rendam duduk,dan
supositoriaemolien.kombinasi supositoria anestetik dengan kortikosteroid
membantu menghilangkan ketidaknyamanan.dilatasi anal dibawah ansietasia
mungkin diperlukan.4
Apabila fistula tidak berespons terhadap tindakan konservatif,pembedahan di
indikasikan.beberapa tipe prosedur dapat dilakukan :pada beberapa kasus,sfingter
anal dilebarkan dan fisura di eksisi;sedang yang lainnya sebagian dari sfingter
eksternal dipisahkan.tindakan ini menghasilkan paralisis sfingter eksternal,dengan
akibat hilangnya spasme,sehingga memungkinkan ulkus untuk sembuh.4
48
Ø Fistula
Pembedahan selalu di anjurkan karena beberapa fistula sembuh secara
spontan.fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur bedah yang
dianjurkan.usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang di
programkan.4
Selama pembedahan,saluran sinus didentifikasi dengan menginjeksi saluran
dengan larutan biru metilen.fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka,dan
insisi lubang rektalnya mengarah keluar.luka diberi tampon dengan kasa.4
3. Hemorrhoid
Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui
secara jelas. Hemorrhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai
penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga
submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus
vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di bawah
kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan yang mendasarinya
untuk membentuk depresi inter hemorrhoidalis. Hemorrhoid sangat umum dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik pada system porta,
seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi, atau dengan sirosis
hepatis. Pada sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena
sistemik dan portal pada daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa
terjadi pada hipertensi portal.4
Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg)
dalam vena portal hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat
terjadinya pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus. Hemorrhoides atau
wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah. Gangguan tersebut
dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia atau varises
daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam susunan
pembuluh vena. Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan
uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan
49
portal pada cirrhosis hati, herediter atau penyakit jantung kongestif, juga
pembesaran prostat pada pria tua, atau tumor pada rectum.4
- Faktor Risiko:
1. Keturunan
2. Anatomi
3. Pekerjaan
4. Umur
5. Endokrin
6. Mekanis
7. Fisiologis
8. Radang.4
Ternyata faktor risiko hemorrhoid banyak, sehingga sukar bagi kita untuk
menentukan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Menurut asalnya
hemorrhoid dibagi dalam:
1. Hemorrhoid Interna
2. Hemorrhoid Eksterna dan dapat dibagi lagi menurut keadaan patologis
dan klinisnya, misalnya meradang, trombosis atau terjepit.
Hemorrhoid Interna Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar,
apabila membesar terdapat peningkatan yang berhubungan dalam massa
jaringan yang mendukungnya, dan terjadi pembengkakan vena. Pembengkakan
vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut dengan hemorrhoid interna
Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi
proksimal terhadap otot sphincter anus.4
Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan
submukosa pada rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat
pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral.
Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut.
Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh
lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan vena hemorrhoidalis
interna. Pada penderita dalam posisi litotomi terdapat paling banyak pada jam
dan yang oleh Miles disebut: three primary haemorrhoidalis areas.
50
yang biasa terjadi dan dapat dijumpai timbul pada pleksus analis eksternus di
bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam pleksus hemorrhoidalis utama
dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya. Trombosis analis
eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering terlihat pada pasien yang
tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui, mungkin
karena tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan
berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena. Pasien
memperlihatkan pembengkakan akuta pada pinggir anus yang sangat nyeri.4
Klasifikasi Derajat Hemoroid
Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).
Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali.
Gejala dan Tanda Hemorrhoid Dalam praktiknya, sebagian besar pasien
tanpa gejala. Pasien diketahui menderita hemoroid secara kebetulan pada
waktu pemeriksaan untuk gangguan saluran cerna bagian bawah yang lain
waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar). Pasien sering mengeluh
menderita hemorrhoid atau wasir tanpa ada hubungan dengan gejala rectum
atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungan dengan
hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna yang
mengalami trombosis. Gejala yang paling sering ditemukan adalah perdarahan
lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur, sekret atau
keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar, dan rasa
tidak nyaman di daerah pantat.4
Terapi dan Pencegahan Hemorrhoid Terapi Hemorrhoid Hemorrhoid
merupakan sesuatu yang fisiologis, maka terapi yang dilakukan hanya untuk
menghilangkan keluhan, bukan untuk menghilangkan pleksus hemorrhoidalis.
Pada hemorrhoid derajat I dan II terapi yang diberikan berupa terapi lokal dan
himbauan tentang perubahan pola makan. Dianjurkan untuk banyak
mengonsumsi sayur-sayuran dan buah yang banyak mengandung air. Hal ini
untuk memperlancar buang air besar sehingga tidak perlu mengejan secara
berlebihan. Pemberian obat melalui anus (suppositoria) dan salep anus
52
diketahui tidak mempunyai efek yang berarti kecuali sebagai efek anestetik dan
astringen. Selain itu dilakukan juga skleroterapi, yaitu penyuntikan larutan
kimia yang marengsang dengan menimbulkan peradangan steril yang pada
akhirnya menimbulkan jaringan parut. Untuk pasien derajat III dan IV, terapi
yang dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan hemoroidektomi. Terapi ini bisa
juga dilakukan untuk pasien yang sering mengalami perdarahan berulang,
sehingga dapat sebabkan anemia, ataupun untuk pasien yang sudah mengalami
keluhan-keluhan tersebut bertahun-tahun. Dalam hal ini dilakukan pemotongan
pada jaringan yang benar-benar berlebihan agar tidak mengganggu fungsi
normal anus. Ada berbagai macam tindakan operasi. Ada yang mengikat
pangkal hemoroid dengan gelang karet agar hemoroidnya nekrosis dan terlepas
sendiri. Ada yang menyuntikkan sklerosing agen agar timbul jaringan parut.
Bisa juga dengan fotokoagulasi inframerah, elektrokoagulasi dengan arus
listrik, atau pengangkatan langsung hemoroid dengan memotongnya dengan
pisau bedah. Hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna di diagnosa dengan
membuat inspeksi, pemeriksaan digital, melihat langsung melalui anoskop atau
proktoskop. Karena lesi demikian sangat umum, harus tidak dianggap sebagai
penyebab perdarahan rectal atau anemia hipokromik kronik sampai
pemeriksaan seksama telah dibuat terhadap saluran makanan yang lebih
proksimal. Kehilangan darah akut dapat terjadi pada hemorrhoid interna.
Anemia kronik atau darah samar dalam feses dengan adanya hemorrhoid besar
namun tidak jelas berdarah, memerlukan pencarian untuk polip, kanker atau
ulkus.4
4. Inflamatory Bowel Disease
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi kronik yang
melibatkan saluran cerna, bersifat remisi dan relaps/kambuhan, dengan penyebab
past nya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari
3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif (KU, Ulcerative Colitis), Penyakit Crohn (PC,
Crohn’s Disease), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka
dimasukkan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara praktis
membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui
penyebabnya seperti infeksi, iskemia, dan radiasi.1
53
A. Etio-patogenesis
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun
penjelasannya yang memadai mengenai pola distribusinya. Teori adanya
peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya antineutrophil cytoplasmic
autoantibodies, peran nitric oxide, dan riwayat infeksi (terutama Mycobacterium
paratuberculosis) banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal
apa yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara
interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas
usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD. Secara umum
diprakirakan bahwa proses pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin,
produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan
dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi
kaskade proses inflamasi pada dinding usus. Merokok akan meningkatkan resiko
terjadinya PC tapi bersifat protektif terhadap timbulnya KU. 1
B. Gambaran Klinik
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan
manifestasi klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra
intestinal seperti artkrinis, uveitis, pyoderma gangrenosum, eritema nodosum dan
54
fistulasi, abses dan striktur. Berbeada dengan KU, PC dapat terjadi pada
semua bagian saluran cerna. Lebih kurang 35% terjadi di ileo-caecal, 28%
di usus halus, 32% hanya melibatkan kolon, 1-4 % berada di
gastroduodenal dan lebih kurang 18% berlokasi di perianal.1
Pada PC selain gejala umum diatas adanya fistula merupakan hal
yang karakteristik (termasuk perianal). Nyeri perut relative lebih
mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi, yang transmural sehingga
dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya
bacterial overgrowt. Secara Endokospik penilaian aktivitas penyakit KU
relative mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan
luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada PC hal tersebut lebih sulit,
terlebih bila ada keterlibatan usus halus (tidak terjangkau oleh teknik
pemeriksaan kolonoskopi), sehingga dipakai kriteria yang spesifik
(Crohn’s Disease Activity Index) yang didasari oleh adanya penilaian
demam, data laboratorium, manifestasi ekstraintestinal, frekuensi diare ,
nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya masa
intraabdomen dan rasa sehat pasien.1
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Teknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan
pemeriksaan diagnostic pada IBD yang saling melengkapi dengan
endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur,
fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus dan polip, ataupun
perubahan distensibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan
hilangnya haustrae.
Pemeriksaan rodiologik merupakan kontraindikasi pada KU berat
karena dapat mencetuskan medakolon toksik. Foto polos abdomen secara
sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yanitu tampak lumen
usus yang melebar tanpa material feses didalamnya.1
Histopatologi
Gambaran khas untuk KU adalah adanya abses kripti, distorsi
kripti, infiltrsi sel mononukleus dan polimorfonuklear di lamina propria.
Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat pada 20-40%
kasus) merupakan hal yang karakteristik disamping adanya infiltrasi sel
makrofag dan limfosit di lamina propria serta ulserasi yang dalam.1
Tatalaksana
Antibiotik
Metronidazole (1 – 1,5 g/hari) atau Ciprofloxacin (2x 500 mg/hari)
cukup banyak diteliti dan cukup banyak bermanfaat pada PC dalam
menurunkan derajat aktifitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan
pada KU jarang digunakan antibiotik sebagai terapi terhadap agen
proinflamasinya.1
Obat Golongan Kortikosteroid
Sampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat
pilihan untuk PC (untuk semua derjat) dan KU derajat sedang dan berat.
Pada umumnya pilihan jatuh pada prednisone, metilprednisolon (bentuk
preparat peroral) atau steroid enema. Pada keadaan berat , diberikan
kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid
yang tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik (dan efek
sampingnya) yang rendah, saat ini telah dikembangkan obat golongan
58
Terapi Bedah
Peran terapi bedah, pengobatan konservatif atau medikamentosa
gagal atau terjadinya komplikasi (pendarahan, obstruksi ataupun
megakolon toksik). Pada KU, operasi dilakukan bila terjadi perjalanan
59
penyakit yang berat dan tidak dapat diatasi dengan medikamentosis atau
terdapat efek samping obat yang terlalu berat, terjadinya perforasi,
peritonitis, sepsis, pendarahan masif, serta timbulnya tanda displasia berat
atau kanker. Sedangkan pada PC, operasi banyak ditujukan pada
komplikasi abses, fistula, perforasi dan obstruksi.1
Algoritma Terapi
Kolitis Ulseratif
Penyakit Crohn
- Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi;
Perforasi usus yang terlibat
Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis
Megakolon toksik (terutam pada KU)
Pendarahan
Degenerasi maligna
PC sering menimbulkan komplikasi akibat adanya lesi penetrasi dan stenosis
yang menimbulkan perforasi, abses, fistulasi dan obsruksi gastrointestinal.
Keterlibatan usus halus juga dapat berdampak pada malabsorpsi yang
menimbulkan anemia. Predileksi PC pada ileo-caecal juga dapat mengganggu
proses re-absoprsi empedu. Kanker kolorektal merupakan risiko jangka panjang
pada KU.1
61
Daftar Pustaka
1. McPhee, Ganong. Patofisiologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta:EGC;
2017
2. Isselbacher, et al. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 13, Vol. 4. Jakarta: EGC; 2018
3. Tanto C, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 6 Vol. 2. Jakarta:
Media Asclepius; 2016
4. Setiati S. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid
II. Jakarta : Interna Publishing. 2016
5. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, 2010.