Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan

Pada Ny. ”M” Dengan Akut Myeloid Leukimia


(AML) Di Ruang 25
RSU Dr. Saiful Anwar
Malang

Oleh :
Bayu Indra Sugiharto
186410014

Program Studi Profesi Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika
Jombang
2019
Laporan Pendahuluan
A. Pengertian
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di
gantinya elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih muda)
leukemik (Robbins, 2007).
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan
transformaasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari sel mieloid
(sifat kemiripan dengan sumsum tulang belakang) (Kurniandra, 2007).
Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL) adalah suatu poliferasi ganas dari
limfoblast (Handayani dan Haribowo, 2008).

B. Etiologi
Sedangkan menurut Shu yang di kutip dari Permono (2012) melaporkan bahwa
ibu hamil yang mengonsumsi alkohol menigkatkan resiko terjadinya Leukimia pada
bayi terutama AML.
Faktor lain prnyebab AML adalah:
1. Benzene : suatu senyawa kimia yang di gunakan pada industri penyamakan kulit
di Negara sedang berkembang.
2. Radiasi ionik : di ketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus
leukemia, termasuk AML, pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom
di Hirosima dan Nagasaki.
3. Trisomi kromosom : pada pasien yang terkena sindrom down mempuyai resiko 10
hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia.
4. Pengobatan dengan kemoterapi (Kurnianda,2007).

C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala AML digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1. Gejala kegagalan sumsung tulang, yaitu:
a. Anemia minimbulkan gejala pucat dan lemah.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga
mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis.
c. Trombositopenia menimbulkan perdarahan kulit, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi dan epistaksis.
2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
d. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan seperti:
1) Nyeri tulang dan nyeri sternum
2) Splenomegali atau hepatomegali yang biasanya ringan
3) Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit.
4) Sindrom meningeal : sakit kepala, mual, muntah, mata kabur.
Gejala lain yang dapat dijumpai:
Leukostatis terjadi jika leukosit terjadi melebihi 50.000/Ul (Bakta, 2013).

D. Patofisiologi
Pathogenesis utama AML adalah adanya blockade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
dengan akibat terjadinya akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast dalam
sumsum tulang akan menyebabkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang di tandai
dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia dan trombositopenia). Adanay anemia
akan menyebabkan pasien mudah leleah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas,
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda pendarahan, sedang adanya
leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu sel-sel blast
yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfilterasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan system syaraf
pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya (Kurnianda, 2007).
Perbedaan ALL dengan AML menurut Bakta (2013) yaitu:
NO ALL AML
1 Morfologi Limfoblast: Mieloblast:
· Kromatin: bergumpal · Lebih halus
· Nukleoli: lebih samar,
· Lebih
lebih sedikit prominent
· Sel pengiring: limfosit · Lebih banyak
(>2)
2 Sitokimia · Netrofil
a. Mieloperok sidase -
b. Sudan black -
c. Esterase non spesifik - +
+
3 +
Ensim -
Serum lysozime
+ (monositik
E. Pathway (Kurnianda, 2007).
F. KLASIFIKASI AML
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB)
AML terbagi menjadi 8 tipe :
1. Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengan diferensiasi minimal.
2. M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan
Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan
tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
3. M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10%. Jumlah sel leukemik antara 30–90%.
Tapi lebih dari 50% dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan
promielosit.
4. M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,
stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun
ukuran, kadang-kadang berlobul. Sitoplasma mengandung granula besar, dan
beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu Adanya
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-
granula abnormal ini .
5. M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik
lebih dari 30% dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan
dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik,
dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih
dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di
sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4
dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon
terhadap kemoterapi-induksi standar.
6. M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang
terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
7. M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6
disebut Myelodisplastic Syndrome (MDS) jika sel leukemik kurang dari 30% dari
sel yang bukan eritroit. M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap
kemoterapi-induksi standar.
8. M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. (Yoshida, 1998;
Wetzler dan Bloomfield, 1998).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti berikut:
1. Darah tepi
a. Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul
cepat.
b. Leukosit menigkat, tetepi dapat juga normal atau menurun. Sekitar 25%
menunjukkan leukosit normal atau menurun, sekitar 50% menunjukkan
leukosit meningkat 10.000-100.000/mm, dan 25% meningkat di atas
100.000/mm
c. Darah tepi: menunjukkan adanya sel muda (meiloblast, promirlosit,
limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebihi 5% dari
sel berinti pada darah tepi. Sering di jumpai pseudo pelger-huet anomaly, yaitu
netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang di sertai dengan hipo atau
agranular.
2. Sumsum tulang (Trasplantasi sumsum tulang)
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
dengan adanya leukemic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke
sel yang matang. Jumlah Blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang
(dalam hitung 500 sel pada asupan sumsum tulang).
a. Merupakan terapi yang memberi harapan penyembuhan,
b. Efek samping dapat berupa: penemonia intersisial,
c. Hasil baik jika usia penderita < 40 tahun,
d. Sekarang lebih sering di berikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari
darah tepi.
3. Pemeriksaaan sitogenetik (Pemeriksaan kromosom)
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat di hubungkan dengan
prognosis, seperti terlihat pada klasifikasi WHO (Bakta,2013).

G. Penatalaksanaan
Terapi pengobatan pasien AML menurut Mehta dan Hoffbrand (2008) yaitu:
1. Fase pertama terapi (remisi-induksi) adalah pengobatan dengan kemoterapi
kombinasi intensif dosis tinggi untuk mengurangi atau meneradikasi sel leukemik
dari sumsum tulang dan mengembalikan hemopoiesis normal.
2. Kemoterapi paska induksi: hal ini dapat intensif (kemoterapi “intensifikasi” atau
“konsulidasi”) atau kurang intensif (kemoterapi rumatan). Setiap perjalanan
pengobatan intensif biasanya memerlukan waktu 4-6 minggu di rumah sakit.
3. Treanspalntasi sumsum tulang
a. Merupakan kemoterapi postremisi yang memberi harapan penyembuhan.
b. Efeksamping dapat berupa: pneumonia interstitial.
c. Hasil baik jika umur penderita <40 tahun
d. Sekarang lebih sering di berikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari
darah tepi.
Terapi untuk leukemia akut (Bakta, 2013), dapat di golongkan menjadi dua, yaitu:
1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi.
2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.
Tiga metode terapi konsulidasi adalah kemoterapi sendiri,transplantasi sumsum
tulang autologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik saat
ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik, namun
transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik masih merupakan yang
terbaik untuk kesembuhan (Permono, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta: EGC.
Handayani,W., & Haribowo, A.S. (2008). .Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Kurnianda, Johan. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. (2012). Handbook for Health Student:
Nursing, Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Permono, Bambang. (2012). Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak (4th ed.). Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2007). Buku Kuliah 1: ilmu kesehatan anak (11th
ed.). Jakarta: Infomedika.
Suriadi & Yuliani, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan pada Aanak. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Wilkinson, Judith M., & Ahern, N.R. (2012). Buku Saku: Diagnosa Keperawatan (9th
ed) (Esty Wahyuningsih & Dwi Wdiarti, Penerjemah.). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai