Anda di halaman 1dari 10

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT NO.

PASIS : 06
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO KELOMPOK : II
NO UJIAN : 037

OPERASI MILITER SELAIN PERANG PEMBEBASAN DAN


PENYELAMATAN ABK KM. SINAR KUDUS DARI
PEMBAJAKAN DI PERAIRAN SOMALIA
PADA TAHUN 2011

OLEH

EKO PUJI KUSUMAWANTO


MAYOR LAUT (P) NRP 14889/P

ESAI
PASIS DIKREG SESKOAL ANGKATAN KE – 57
TP. 2019
1

1. PENDAHULUAN
Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
secara aktif dalam rangka memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa
indonesia dan tugas-tugas lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
untuk menghadapi ancaman yang sangat komplek, dilaksanakan secara aktif dalam
memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa indonesia.1 OMSP dapat
berbentuk operasi mandiri atau operasi terpadu dalam rangka membantu pemerintah, tugas
perdamian dunia atau sesuai keputusan/kebijakan pemerintah.2 OMSP adalah operasi
militer yang dilaksanakan bukan dalam rangka perang dengan negara lain, tetapi untuk
tugas-tugas lain seperti melawan pemberontakan bersenjata, gerakan separatis, tugas
mengatasi kejahatan lintas negara, tugas bantuan kemanusian dan tugas perdamaian.3
Tentara Nasioanal Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) sebagai komponen utama
dalam melaksanakan penegakan wilayah dan hukum di laut melaksanakan perananan
diplomasi, polisionil dan pertahanan. Tugas TNI AL yang tidak kalah pentingnya dalam
melaksanakan OMSP di bidang keamanan laut dilaksanakan dalam operasi pengamanan
jalur-jalur pelayaran nasional maupun internasional, pengamanan kapal berbendera
Indonesia yang berlayar di luar perairan Yurisdiksi Nasional Indonesia dari tindakan
pembajakan dan perompakan.Dihadapkan dengan tugas dan dinamika ancaman yang
bersifat faktual dan potensial, maka TNI memposisikan diri untuk berperan sebagai alat
negara di bidang pertahanan dan mengemban fungsi sebagai penangkal terhadap segala
bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata lainnya untuk melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia.
TNI AL sebagai salah satu bagian dari komponen utama kekuatan nasional
Indonesia tidak dapat lepas dari dinamika lingkungan strategis yang terus berkembang dan
kompleks. Bentuk ancaman dan tantangan yang digolongkan dalam bentuk non tradisional
dapat diketahui misalnya keamanan pelayaran, keamanan terhadap pengelolaan sumber
daya energi yang tersebar di seluruh perairan nasional Indonesia.4 Dalam perkembangan
terakhir yaitu dibajaknya kapal bulk carrier berbendera Indonesia yaitu MV Sinar Kudus
pada 16 Maret 2011 pada posisi 320 mil laut sebelah timur laut Pulau Sokotra di Samudera
India telah dibajak oleh para pembajak Somalia. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ancaman
dan tantangan yang dihadapi oleh TNI Angkatan Laut tidak saja yang berada di dalam
wilayah yurisdiksi Indonesia tetapi juga di luar yurisdiksi nasional.5 Dari contoh studi kasus

1 Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. (2011). Bujukin operasi militer selain perang, hal 83.
2 Ibid, hal 73.
3 Ibid, hal 7.
4 Mabesal. (2006). Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya, Mabesal, Jakarta, hlm. 8.
5 Willy F. Sumakul, Operasi Keamanan Laut dan ASEAN Maritim Forum, http://www.fkpmaritim.org, diakses

pada tgl 19 Juni 2019 pukul 20.15 WIB.


2

pembajakan yang sedang melakukan perjalanan lintas negara dan membutuhkan


perlindungan keamanan dalam melaksanakan tugas mereka. Pemerintah bertanggung
jawab untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia baik yang berada di dalam
wilayan kedaulatan teritorial maupun di luar yurisdiksi nasional.

2. Pembahasan
a. Pada tanggal 16 Maret 2011, kapal kargo Motor Vessel (MV) Sinar Kudus
diserang oleh perompak Somalia ketika melintasi kawasan perairan Somalia,
tepatnya 320 mil timur laut pulau Socotra di lembah sungai Somalia. MV Sinar Kudus
yang mengangkut produk nikel senilai Rp. 1.5 miliar dolar US, pada saat itu
melakukan perjalanan dari Singapura menuju terusan Suez di Mesir. Rapat
pembebasan anak buah kapal (ABK) MV Sinar Kudus dilakukan setelah adanya
informasi pembajakan. Rapat dimulai pada tanggal 18 Maret 2011 dan kemudian
berlanjut kepada pertemuan berikutnya. Menurut keterangan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), setidaknya ada lima kali rapat terbatas.6 SBY selaku
presiden RI memerintahkan untuk melakasanakan operasi pmembebasan para
awak kapal dan kapal MV Sinar Kudus. Didalam artikel “Somali Piracy: RI Says
Enough by Maj. Gen. M. Alfan Baharudin” (2011), tiga pilihan strategi pembebasan:
1) Mempersilahkan PT. Samudera Indonesia sebagai pemilik kapal MV Sinar Kudus
melakukan negosiasi untuk membebaskan MV Sinar Kudus, 2) Memberikan kuasa
kepada pasukan militer untuk melaksanakan operasi militer dan 3) Kombinasi antara
keduanya disaat negosiasi PT. Samudera Indonesia berjalan, pasukan militer
Indonesia melakukan serangan militer untuk melumpuhkan para perompak.7 Proses
negosiasi besaran uang tebusan dilakukan oleh PT. Samudera Indonesia. Wakil
Presiden Direktur PT. Samudera Indonesia, David Batubara tidak bersedia
menyampaikan kepada media mengenai besaran uang yang diserahkan kepada
perompak karena hal tersebut dapat membahayakan nyawa awak kapal
berkewargaan Indonesia yang saat ini masih ditahan di kapal yang dibajak (Suara
Merdeka, 2012).8
Pada dasarnya tujuan utama dari operasi ini adalah membebaskan sandera
dan MV. Sinar Kudus dari tangan perampok Somalia. Tujuan operasi ini merupakan
terjemahan dari Direktif Presiden RI pada hari Jum’at tanggal 18 Maret 2011 di
Wisma Negara yang diberikan kepada Menkopolhukam Marsekal TNI (Purn) Djoko

6
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Yugo Diandhika Idiosinkretik Susilo Bambang Yudhoyono Terhadap
Kebijakan Penanganan MV Sinar Kudus.doc diakses pada tgl 19 Juni 2019 pukul 20.30 WIB.
7 Ibid.
8 Ibid.
3

Suyanto dan Panglima TNI Laksamanan TNI Agus Suhartono yang berisi “Segera
mengambil langkah guna melindungi segenap warga Negara Indonesia yang sedang
di sandera oleh pembajak Somalia sekaligus membebaskan MV Sinar Kudus melalui
berbagai opsi yang harus dikembangkan”. Direktif Presiden RI tersebut selanjutnya
dibahas di kantor Kemenkopolhukam yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri, Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kepala BIN Jenderal Polisi (Purn) Sutanto dan
Panglima TNI. Pada pertemuan ini didiskusikan beberapa opsi yang akan ditempuh
yaitu:
1) Pembebasan melalui operasi militer.
2) Pembebasan melalui pembayaran tebusan sesuai tuntutan perompak
(negosiasi).
3) Negosiasi terus dijalankan dan operasi militer disiapkan.
Dari rapat terbatas tersebut disepakati untuk melaksanakan opsi ketiga dengan
harapan negosiasi dapat menemukan kesepakatan dan sebagai upaya mengulur
waktu untuk memberi peluang dilakukannya operasi militer pada waktu dan posisi
yang tepat. Bentuk Operasi Duta Samudera I/2011 (Satgas Merah Putih) adalah
operasi mandiri yaitu Operasi yang hanya dilaksanakan oleh pihak TNI secara sendiri
tanpa melibatkan kekuatan di luar institusi TNI.9
Sifat Operasi Duta Samudera I/2011 (Satgas Merah Putih) adalah berupa
operasi tempur yang dilaksanakan oleh TNI untuk mengatasi dan menghentikan aksi
kekerasan bersenjata para pembajak/perompak Somalia dan menghindari jatuhnya
korban sandera ABK MV. Sinar Kudus. Adapun tugas khusus yang menjadi prioritas
utama yaitu merebut dan menyelamatkan awak dan kapal MV. Sinar kudus dari
Pembajak Somalia, menyelamatkan awak MV.Sinar Kudus yang di Sandera
pembajak dan meninggalkan MV. Sinar Kudus, bilamana situasi dan ancaman tidak
memungkinkan untuk menyelamatkan awak dan kapalnya sekaligus dan Mengambil
tindakan tindakan taktis yang diperlukan di lapangan untuk keberhasilan operasi
ini.
Bagi pemerintah Indonesia, operasi pembebasan ini merupakan operasi jarak
jauh pertama kali yang dilakukan. Setelah MV Sinar Kudus ditahan selama 1 minggu,
rencana awal adalah memberangkatkan dua jenis Kapal Perusak yaitu KRI Yos
Sudarso 353 dan KRI A.H. Perdanakusuma 355 menuju Kolombo dan bergabung
dengan pasukan elit TNI yang sudah tiba terlebih dahulu dan berangkat menuju
lokasi penyanderaan MV Sinar Kudus di pesisir Somalia. Rencana tersebut akhirnya

9Emir Saufat. (2012). Sagas Merah Putih Memburu Perampok Somalia, Markas Komando Korps Marinir,
hal 5.
4

diubah dengan menambah kekuatan KRI Banjarmasin karena alasan keamanan


para awak kapal. Secara keseluruhan selain 3 kapal tersebut juga terdapat
helikopter, tank dan Sea Rider. Termasuk didalamnya adalah Denjaka Marinir,
Kopassus dan elemen khusus Angkatan Udara. Untuk menghadapi kekuatan
perompak Somalia yang sempat mencapai 50 orang diatas kapal MV Sinar Kudus,
pemerintah Indonesia mengerahkan 999 personel dalam operasi militer dengan
sandi Duta Samudera I/2011. Menurut Laksamana Pertama TNI A. Taufiqurrahman,
Komandan Gugus Tempur Laut Armada RI Kawasan Barat (Dan Guspurlabar),
komando penuh berada di tangan SBY, sedangkan untuk komando operasional
berada pada kendali Panglima TNI dan komando taktis berada di bawah kendali Dan
Guspurlabar (Republika Online, 2011).10

Gambar 2.1 Peta Operasi MV. Sinar Kudus


(Diambil https://www.kompasiana.com)
Dalam kurun waktu 46 hari, akhirnya MV. Sinar Kudus dapat dibebaskan.
Pencapaian hasil operasi pembebasan MV. Sinar Kudus merupakan keberhasilan
Satgas TNI dalam melaksanakan tugasnya yang mana keberhasilan tersebut
membutuhkan kerahasiaan, ketelitian dan kecermatan yang didukung oleh
profesionalisme yang dimiliki Prajurit TNI.11 Oleh karenanya diperoleh hasil akhir
yang sangat memuaskan dimana di pihak TNI dan ABK tidak jatuh korban dan di
pihak perompak Somalia terdapat empat orang berhasil dilumpuhkan serta MV.
Sinar Kudus dapat dibebaskan dengan pengawalan KRI. Operasi ini merupakan
suatu bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang menunjukan dengan jelas
sebagai “Tugas Perbantuan” berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

10Ibid.
11https://media.neliti.com/media/publications/35686-ID-operasi-militer-selain-perang-tni-al-menanggulangi-
pembajakan-dan-perompakan-di.pdf diakses pada tgl 19 Juni 2019 pukul 23.45 WIB.
5

b. Berdasarkan Hukum Internasional yaitu UNCLOS 1982 Pasal 100, bahwa


negara Indonesia dapat bekerjasama dengan negara lain untuk menindak
pembajakan serta mengatur kekebalan kapal perang di laut lepas yaitu memiliki
kekebalan penuh terhadap Yurisdiksi negara manapun selain Negara bendera.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa kapal perang dapat berlayar ke laut lepas
berdasarkan UNCLOS 1982 tetapi dalam Undang-Undang Pertahanan Negara, hal
ini belum di atur secara detail.12 Pasal 14 ayat (2) menyebutkan bahwa Dalam hal
pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia untuk menghadapi ancaman
bersenjata, kewenangan Presiden, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pasal ini di sebutkan
bahwa pengerahan pasukan TNI menghadapi ancaman bersenjata adalah
kewenangan Presiden sebagai Panglima tertinggi, namun pada pasal ini belum
dijelaskan tentang tempat terjadinya ancaman bersenjata dan bagaimana
mekanismenya hubungan antara Panglima TNI, Presiden dan DPR dalam
pengerahan pasukan untuk mendapat dukungan politik dari DPR. Ketika ada
ancaman bersenjata di luar perairan Yurisdiksi Nasional, misalnya kasus
pembebasan MV. Sinar Kudus di Somalia, ketika Presiden memerintahkan Panglima
TNI untuk melaksanakan Operasi pembebasan, tentunya pergerakan TNI dalam
melaksanakan tugas perlu dipayungi peraturan Perundang-undangan. Bahwa
pengerahan pasukan, di dalam Undang-undang Pertahanan belum disebutkan
bagaimana mekanisme Panglima TNI mendapat perintah dari Presiden, bagaimana
mekanisme dukungan anggaran dan bagaimana Presiden mendapat persetujuan
dan atau tidak mendapat persetujuan dari DPR kemudian disampaikan lagi kepada
Panglima TNI.13
Mekanisme ini mempengaruhi proses perencanaan TNI dalam pengerahan
pasukan TNI di luar perairan Yurisdiksi Nasional, karena menyangkut beberapa
faktor diantaranya tempat jauh, kondisi alut sista dan personel, termasuk
kepentingan negara dalam melindungi warga negaranya. Undang-Undang Nomor
34 tahun 2004 (LN RI Tahun 2004 Nomor 127) tentang TNI. Mengacu pembajakan
MV. Sinar Kudus, TNI AL dalam melaksanakan tugas dengan mengirim pasukan di
luar perairan Yurisdiksi Nasional yaitu Somalia yang berdampak pada dukungan
anggaran negara dan dukungan politik. Dalam hal ini pelaksanaan tugas TNI/TNI AL

12 Dr. Mangisi Simanjuntak. Buku Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut, hal 43.
13
https://www.tnial.mil.id/Articles/ArticlesTNIAL/tabid/94/articleType/ArticleView/articleId/23468/Default.aspx
diakses pada tgl 19 Juni 2019 pukul 20.55 WIB.
6

harus selalu dipayungi dan berdasarkan undang-undang. Kepentingan Indonesia


tidak hanya berada di dalam perairan Yurisdiksi Nasional, tetapi banyak tersebar di
luar perairan Yurisdiksi Nasional, contohnya kapal Indonesia yang berlayar setiap
hari ke laut lepas menuju negara lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiadaan
perangkat hukum atau kekosongan hukum, tentunya secara yuridis berdampak
negatif pada pelaksanaan tugas pokok TNI dan berpotensi menimbulkan kendala
antara lain absennya dukungan politik. Adapun pasal yang dapat dikorelasikan
dalam operasi pengiriman pasukan TNI di luar yurisdiksi nasional menurut Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2004 (LN RI Tahun 2004 Nomor 127) sebagai berikut:
1) Pasal 7 Ayat (1): Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara.14 Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa tugas pokok TNI
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman,
memberikan suatu payung hukum bagi TNI untuk melaksanakan tugas. Pada sisi
lain ancaman yang terjadi berdasarkan perkembangan lingkungan strategis dapat
terjadi di dalam dan di luar perairan yurisdiksi nasional, sedangkan dalam pasal di
atas belum delik-delik kejahatan tertentu yang terjadi di laut.
2) Pasal 7 Ayat (2) huruf n sebagai berikut: membantu pemerintah dalam
pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan
penyelundupan.15 Dalam pasal ini, TNI dalam melaksanakan OMSP, belum
disebutkan dimana tempat terjadinya tindak pidana. Perkembangan ancaman yang
terjadi, tidak bisa diprediksi secara jelas kapan terjadinya tindak pidana dan kapan
waktunya seperti pembajakan MV. Sinar Kudus, yang terjadi di luar perairan
Yurisdiksi Nasional.
3) Pasal 9 ayat b, sebagai berikut: Menegakkan hukum dan menjaga keamanan
di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan
hukum internasional yang telah diratifikasi.12 Pada Pasal 9 tersebut secara tegas
memberikan kewenangan kepada Angkatan Laut untuk melaksananakan
penegakan hukum di wilayah sesuai yurisdiksi nasional negara pantai. Dalam
perkembangan penegakan hukum terhadap tindak pidana pembajakan terhadap
kapal dapat pula terjadi di luar perairan yurisdiksi nasional, sehingga berdampak

14 Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 (LN RI Tahun 2004 Nomor 127) tentang Tentara Nasional
Indonesia.
15 Ibid.
7

pada kepentingan internasional. Korelasi hubungan antara tugas Pokok TNI


Angkatan Laut berdasarkan hukum internasional telah diatur menurut UNCLOS 1982
yang mengatur setiap negara pantai dan negara peserta untuk melaksanakan tugas
tidak hanya di dalam perairan yurisdiksi nasional melainkan juga mencakup perairan
di luar yurisdiksi nasional.
4) Pasal 20 ayat (2): Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan
operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan
atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. TNI sebagai alat negara, sewaktu waktu dapat di perintahkan
untuk melaksanakan tugas dalam melindungi segenap bangsa Indonesia, yang telah
mendapat ancaman baik di dalam negeri maupun di luar negeri. TNI dalam
melindungi segenap bangsa Indonesia, dilaksanakan dimana saja, termasuk di luar
perairan Yurisdiksi Nasional. Dalam melaksanakan operasi seperti ini, tentunya TNI
AL perlu diatur dalam tataran Undang-Undang. Sementara dalam pasal di atas,
belum mengatur operasi militer selain perang (OMSP) yang dilaksanakan di luar
perairan yurisdiksi nasional.16
c. Peraturan Perundang-undangan Nasional dan Internasional Mengakomodir
Pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang TNI AL dalam Menanggulangi Tindak
Pembajakan dan Perompakan di Luar Yurisdiksi Nasional Dalam studi kasus
pembajakan laut perairan Somalia (laut wilayah) yang sering terjadi hingga sekarang
ini, diketahui bahwa kewenangan yurisdiksi penanggulangannya seharusnya adalah
Negara Somalia akan tetapi Pemerintah Somalia tidak memiliki kemampuan armada,
SDM, anggaran, organisasi dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini dunia
internasional melalui organisasi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) akhirnya
mengeluarkan beberapa Resolusi (Security Council Resolution) mulai dari Nomor
1814 Tahun 2008 sampai dengan Nomor 1976 Tahun 2011 (11 April 2011) yang
pada dasarnya membutuhkan kerjasama internasional untuk memberantas
pembajakan di perairan laut Somalia dengan mempertimbangkan ketidakmampuan
Pemerintah Somalia dalam memberantas pembajakan laut di wilayahnya sendiri. 17
Setiap Pemerintahan suatu Negara yang berperan aktif dalam keanggotaan
PBB memiliki kewajiban untuk mendukung dan melaksanakan Resolusi ini
khususnya kejadian tersebut menimpa kapal-kapal sipil berbendera dan warga
negaranya ada di dalamnya.

16Ibid.
17https://media.neliti.com/media/publications/35686-ID-operasi-militer-selain-perang-tni-al-menanggulangi-
pembajakan-dan-perompakan-di.pdf diakses tanggal 20 Juni 2019 pkl 08.05 WIB.
8

1) Beberapa upaya untuk menebus para sandera antara pihak perusahaan


dengan pihak pembajak akan ditanggung oleh pihak asuransi. Namun persoalan
pembajakan tidak berhenti di sini. Hal yang harus tindaklanjuti adalah upaya untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku pembajakan tersebut. Upaya yang dapat
dilakukan untuk membuat efek jera misalnya dengan penyerangan secara sistematis
kepada para pembajak dan menyidangkan dengan penerapan sanksi pidana yang
seberat-beratnya. Jika pembajakan ini dibiarkan dan diselesaikan secara perkasus
dengan cara membayar uang tebusan, maka dampak ganda akan justru akan
memancing suburnya pembajakan.18
2) Setiap Negara memiliki kekuasaan yurisdiksi dalam hukum internasional,
termasuk yurisdiksi terhadap warga negaranya di manapun mereka berada, baik
secara yurisdiksi nasional aktif (di mana warga negaranya menjadi korban
kejahatan) maupun yurisdiksi nasionalitas pasif (di mana warga negaranya menjadi
korban dari kejahatan). Setiap Negara berbeda-beda dalam menerapkan upaya
yurisdiksinya tersebut. Dalam hal pembajakan KM Sinar Kudus di perairan Somalia
menunjukkan bahwa awak kapal yang sebagian besar adalah warga negara
Indonesia, maka dapat dikelompokkan bahwa Indonesia memiliki kuasa dan
wewenang hukum internasional dalam kapasitasnya sebagai yurisdiksi pasif.19

3. Penutup
a. Satgas Duta Samudra I/2011 mampu menyelesaikan misi pembebasan dan
penyelamatan ABK MV. Sinar Kudus tanpa ada jatuhnya korban di pihak sendiri, hal
ini didasari pada perhitungan yang matang serta didukung oleh pertimbangan
management Risk sesuai prosedur hukum Laut Internasional, pengorganisasian
disusun dengan baik dan mampu mengaplikasikan prinsip dasar operasi yaitu
kecepatan, kerahasiaan, keamanan dan kejutan, Satgas mampu menjalin koordinasi
yang baik dengan unsur-unsur pasukan gabungan penjaga perdamaian
Internasional di wilayah Somalia, kemampuan intai udara yang baik memberikan
data intelijen yang bermanfaat bagi kelangsungan operasi dan moril semangat
tempur serta profesionalisme prajurit yang tinggi.
b. Ancaman pemberontakan bersenjata tempat terjadinya tindak pidana
pembajakan tidak dapat di prediksi, dapat terjadi di dalam perairan yurisdiksi
nasional maupun di luar perairan yurisdiksi nasional. TNI AL dalam menegakkan
hukum di wilayah laut dibatasi kewenangan locus di yurisdiksi nasional, namun

18 Ibid.
19 Ibid.
9

ancaman pembajakan dan perompakan dapat terjadi di luar perairan yurisdiksi


nasional. Dalam pengaturan tugas TNI AL sebagaimana diatur pada Pasal 9
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur secara kusus
tidak ditemukan satu pasal pun yang mengatur kewenangan pelaksanaan tugas
operasi militer selain perang (OMSP) di luar yurisdiksi nasional. Tidak diaturnya
tugas yang diemban oleh TNI AL di laut di luar yurisdiksi nasional dapat menimbulkan
kerancuan dan permasalahan kewenangan. Oleh karena itu perlu adanya
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur
kewenangan melaksanakan OMSP hingga di luar laut yurisdiksi nasional.

4. Daftar Pustaka (Lampiran A)

Jakarta, 20 Juni 2019


Perwira Mahasiswa

Eko Puji Kusumawanto


Mayor Laut (P) NRP. 14889/P

Anda mungkin juga menyukai