Anda di halaman 1dari 17

Diabetes Melitus Tipe 2

Devi Sinthia Muni


10-2011-325
D9

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA 2011


devisinthiamuni@rocketmail.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
No.Telp: (021)5694206

1. Pendahuluan

Diabetes atau yang sering disebut dengan Diabetes Mellitus merupakan penyakit
kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin,zat yang dihasilkan oleh
kelenjar pankreas. Bisa pula karena adanya gangguan pada fungsi insulin,meskipun
jumlahnya normal. Macam macam diabetes ada dua yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
Pada tipe 1 ialah diabetes yang tergantung pada insulin (IDDM), sedangkan pada diabetes
tipe 2 ialah diabetes yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM).

Menurut data WHO,Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita Diabetes


terbesar di Dunia.Pada tahun 2000 terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang
mengidap Diabetes. Tingginya jumlah penderita di daerah perkotaan antara lain disebabkan
gaya hidup. Banyak yang masih menganggap bahwa penyakit Diabetes merupakan penyakit
orang tua, penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Namun sesungguhnya setiap
orang dapat mengidap penyakit Diabetes ini, baik tua maupun muda. Sebagian besar kasus
Diabetes adalah Diabetes tipe 2, yang disebabkan faktor keturunan. Tetapi faktor keturunan
saja tidak cukup untuk menyebabkan seseorang terkena Diabetes karena risikonya hanya 5%.
Ternyata Diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas
atau kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya.

1
2. Pembahasan

Skenario : seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke dokter untuk berkonsultasi karena ia
semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun
yang lalu dan minum metformin dan glibenklamid secara teratur.

2.1 Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu ditanyakan :


 Identitas pasien (nama lengkap, tempat/tanggal lahir, status perkawinan,
pekerjaan, alamat, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa dan pendidikan)
 Keluhan Utama
Lemas sejak 2 minggu yang lalu
 Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan? Hilang timbu? Tanyakan gelaj khas 3P)
o Poliuria. Apakah pasien merasakan volume urin yang meningkat. Biasanya
sering disertai dengan adanya nokturia yang membangunkan pasien dari
tidurnya dan sering menganggu kualitas tidur.
o Polidipsia. Tanyakan apakah pasien sering merasa haus. Polidipsia
disebabkan oleh banyaknya volume urin yang dikeluarkan
o Poliphagia. Tanyakan apakah pasien sering merasa lapar.
o Penurunan berat badan.
o Neuropati. Tanyakan apakah pasien mengalami kesemutan, hilang rasa
pada bagian distal tubuh seperti kaki.
o Infeksi. Tanyakan apabila pasien mendapat luka, apakah luka tersebut
sukar sembuh, terutama pada bagian kaki..
o Retinopati. Tanyakan pada pasien apakah ia mengalami gangguan
penglihatan.1

2.2 Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pada pemeriksaan awal dilihat keadaan umumnya untuk melihat pasien tersebut merupakan
pasien yang membutuhkan terapi segera. Pada kasus ini pasien datang dengan keadaan umum
yang baik.

2
Tanda-tanda vital
Merupakan pemeriksaan fisik yang dihunakan untuk menilai tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi pernafasan serta suhu badan.
Hasil yang didapat tekanan darah 180/80 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi
pernafasan 16 x/menit, suhu 36,5oC

Inspeksi
Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh pasien yang
diperiksa mulai dari tubuh bagian atas sampai tubuh bagian bawah atau ektremitas bawah.
Hasil yang didapat pada lipat leher dan ketiak terdapat hiperpigmentasi

Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan fisik dengan meraba bagian organ untuk menilai ada kelainan ata
tidak. Pada kasus ini didapatkan hasil terdapat turgor kulit yang menurun yang ditandai
adanya dehidrasi

Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan
perantaraan jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Tergantung
jaringan/organ apa yang ada di bawahnya, maka timbul berbagai nada yang dibedakan
menjadi 5 kualitas dasar yaitu pekak, redup, sonor, hipersonor dan timpani.

Aulkultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang dapat di dalam
tubuh dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Alat ini berfungsi untuk dapat merekam
suara disekitarnya. Dalam kasus yang diberikan, kita dapat melakukan auskultasi pada bagian
abdomen yaitu melakukan auskultasi pada kuadran abdomen secara sistematis
(RUQ,LUQ,RLQ,LLQ), melakukan auskultasi bising usus/peristaltik usus masing-masing
selama 1 menit dan melaporkan bising usus.

Status gizi
Status gizi dapat di lihat menggunakan metode IMT (Indeks Massa Tubuh) merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengukur status gizi individu. Cara menghitung IMT

3
adalah dengan membagi berat badan dalam kg dengan kuadrat tinggi badan dalam meter.
Setelah mendapatkan hasil angka tersebut dicocokkan dengan cut off point sehingga kita
dapat mengetahui status gizi kita apakah under weight, normal, overweight, atau obesitas.
Untuk orang Indonesia standard IMT menggunakan standard Asia bukan internasional sebab
untuk ukuran tubuh orang Indonesia memiliki perbedaan dengan orang Barat seperti pada
tinggi badannya.1

Cara menghitung IMT :

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada kasus dia atas didapatkan pasien tersebut memiliki nilai IMT 22,5 maka pasien
tersebut masuk dalam kategori berat badan normal.

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Untuk diagnosis diabetes melitus pemeriksaan yang di anjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena, namun untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukna gejala/tanda diabetes
melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang memiliki resiko diabetes melitus.2

4
Tabel 2. Tes Laboratorium Diabetes Melitus
Tes penyaring Tes diagnostik Tes pemantauan terapi Tes deteksi komplikasi
1. GDS 1. GDS 1. GDS 1. Mikroalbuminuria
2. GDP 2. Ureum, Kreatinin,
2. GDP 2. GD2PP
3. Tes Glukosa Urin Asam Urat
3. GD2PP 3. HA1C
4. Tes Konvensional 3. Kolesterol total
(metode 4. Glukosa jam ke-2 4. Kolesterol LDL
reduksi/benedict) 5. Kolesterol HDL
TTGO
5. Tes carik celup 6. Trigliserida

Tabel 3. Interpretasi Tes Glukosa Darah

Tes Sampel Bukan DM Belum Pasti DM DM


(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)
GDS Plasma vena < 110 < 6,1 110–199 6,1–11,0 > 200 > 11,1
Darah < 90 < 5,0 90–199 5,0–11,0 > 200 > 11,1
kapiler
GDP Plasma vena < 110 < 6,1 110–125 6,1–7,0 > 126 > 7,0
Darah < 90 < 5,0 90–109 5,0–6,1 > 110 > 6,1
kapiler
GD2PP Plasma vena < 140 < 7,8 140–200 7,8–11,1 > 200 > 11,1
Darah < 120 < 6,7 120–200 6,7–11,1 > 200 > 11,1
kapiler

Tabel 4. Nilai Rujukan Varian HbA

Jenis HbA Nilai rujukan Pada DM


A1a 1,6 % 2,5 %
A1b 0,8 % 3,9 %
A1c 5,0 % 8,0 – 11,9 %
A1 total 5,5 – 8,0 % 10,9 – 15,5 %

5
Tabel 5. Interpretasi Tes A1c

Kriteria Pengendalian Kriteria A1c (%)


Baik < 6,5
Sedang 6,5 – 8
Buruk > 8
Pada kasus hasil pemeriksaan urin di dapatkan GDS (gula darah sewaktu) adalah 252
mg/dl, pada kasus ini hasil yang di dapat masuk dalam kelompok diamebet melitus karena
>200 mg/dl.

Dan juga pada pemeriksaan HbA1c didapatkan hasil 10% yang dimana nilai
normalnya adalah 5 % maka pasien tersebut masuk dalam kelompok diabetes melitus dengan
kriteria yang buruk yaitu > 8% dimana nilai normalnya adalah 6,5 – 8%.

Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance (Homa-IR)


Metode ini menilai fungsi β-sel (HOMA-β) dan IR (HOMA-IR) dari glukosa dan
insulin basal, atau C-peptida konsentrasi. Data dari individu dapat digunakan untuk
menghasilkan perkiraan fungsi β-sel dan sensitivitas insulin dari solusi model tanpa
perhitungan lebih lanjut. HOMA adalah model hubungan antara glukosa dan insulin yang
memprediksi dinamika puasa maupun glukosa dan konsentrasi insulin untuk berbagai
kemungkinan kombinasi IR dan fungsi β-sel. Kadar insulin tergantung pada efek β-sel
pankreas pada konsentrasi glukosa, sedangkan konsentrasi glukosa diatur melalui produksi
glukosa insulin-mediated oleh hati. Dengan demikian, fungsi β-sel kekurangan akan bergema
respon berkurang β-sel menjadi glukosa-merangsang sekresi insulin. Demikian pula, IR
tercermin dalam efek penekanan berkurang insulin pada produksi glukosa hepatik.
pemeriksaan sensitivitas insulin menggunakan homeostasis model assessment of
insulin resistance index (HOMA-IR), diperoleh dengan rumus,3

kadar insulin puasa (μU/L) X kadar glukosa puasa ( mmol/L)


HOMA − IR =
22,5

20 X Kadar insulin puasa ((μU/ml)


HOMA β sel =
kadar glukosa puasa (mmol/l) - 3,5

6
1. HOMA β sel ditujukan untuk melihat apakah sel-sel Beta pancreas masih berfungsi atau
tidak. Harga Normal : 70 – 150 %. Bila < 70 % dugaan adanya defek sel –Beta ( fase
dekompensasi & resistensi Insulin. Bila > 150 % terjadi fase kompensasi

2. HOMA- IR (Homeostasis Model Asessment of Insulin Resistance) Homa–IR ditujukan


untuk melihat apakah hormon Insulin masih efektif atau tidak untuk memecah gula darah
atau sudah terjadi resistensi. Harga Normal < 4.0, Dugaan adanya resistensi Insulin bila
Homa –IR : > 4.0

Pada kasus dia atas di dapatkan HOMA- IR (Homeostasis Model Asessment of Insulin
Resistance) adalah 8 dimana hasil tersebut menunjukan bahwa pasien tersebut sudah
mengalami resisten insulin.

2.3 Diagnosis Kerja (Working Diagnosis)


2.3.1 Diabetes melitus tipe 2

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern
seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain. Pada tahap awal kelainan
yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti
diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi
glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang,
dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan
penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui
sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira
90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain

7
meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun didekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.4

2.4 Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)


2.4.1 Diabetes laten autoimun pada dewasa (LADA)

Sebenarnya ada berbagai jenis ganggguan pada sistem metabolisme, yang terjadi pada
pankreas yang memproduksi insulin, tetapi pada dasarnya dikenal 2 jenia diabetes yang
berbeda secara menyolok, yakni Diabetes Tipe I yang tergantung sepenuhnya pada insulin,
dan Diabetes Tipe II yang masih bisa dibantu dengan obat-obatan lain. Keduanya memiliki
kesamaan karateristik dalam hal mengakibatkan gangguan metabolsme, atau pada cara tubuh
memanfaatkan makanan yang telah dicerna untuk diubah menjadi energi dan promotor
pertumbuhan. Dengan kata lain, kedua tipe diabetes tersebut mengakibatkan tubuh tidak bisa
menggunakan gula dan lemak dengan baik.

Selain itu dikenal pula beberapa bentuk gejala kelainan glukosa yang bukan
termaksuk penyakit diabetes. Dalam kelompok ini adalah kadar gula darah yang rendah
(hipoglikemi), kondisi yang beresiko tinggi menjadi diabetes, selanjutnya toleransi glukosa,
dan diabetes karena kehamilan.

Diabetes Tipe I adalah bila tubuh perlu pasokan insulin dari luar, karena sel-sel beta
dari pulau langerhans telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas berhenti memproduksi
insulin. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa. Diabetes
Tipe I diidap oleh sekitar 10-15 % penderita diabetes di AS. Penderitanya harus mendapatkan
suntikan insulin setiap hari selama hidupnya sehingga itu dikenal dengan istilah insulin-
dependent diabetes melitus (IDDM) atau diabetes melitus yang tergantung pada insulin untuk
mengatur metabolisme gula dalam darah. Dari kondisinya, inilah jenis diabetes yang paling
parah.

Diabetes Tipe I biasanya ditemukan pada penderita sejak anak-anak atau remaja
namun kemudian diketahui bahwa siapapun dari segala usia dapat menderita Diabetes Tipe I
ini, meskipun mayoritas kasus yang ada adalah pada usia 30 tahun ke bawah. Separuh dari

8
diabetes yang mengidapnya setelah usia dewasa, tetapi tidak berbadan gemuk seperti
umumnya penderita Diabetes Tipe II, ternyata termaksud dalam kategori diabetes tipe I yang
tergantung pada insulin. Para periset pun menyebutnya sebagai Diabetes Tipe 1,5, yang
disebut sebagai LADA (Laten autoimune diabetes in adults), karena sistem imun yang
menyerang (reaksi autoimun) sel-sel beta pankreas secara perlahan-lahan sehingga berhenti
memproduksi insulin. Bedakan dengan Diabetes Tipe I dan Diabetes Tipe II dimana faktor
resiko yang biasa digunakan untuk mendeteksi Diabetes Tipe II dan sudah tidak mempan lagi
ditangani dengan obat-obatan yang biasa di gunakan.

Pendetita Diabetes Tipe I sangat rentan terhadap komplikasi jangka pendek yang
berbahaya dari penyakit ini yakni perubahan kadar gula darah yaitu terlalu banyak gula darah
(hiperglikemi) atau kekurangan gula darh (hipoglikemi). Resiko lain penderita Diabetes Tipe
I adalah keracunan senyawa keton yang berbahaya dari hasil samping metabolisme tubuh
yang menumpuk (ketoasidosis), dengan resiko mengalami koma diabetik.5

2.4.2 Maturity onset diabetes of the young (MODY)

Untuk kebanyakan individu, diabetes melitu tipe 2 tampaknya berkaitan dengan


kegemukan. Selain itu, kecendrungan pengaruh genetik, yang menentukan individu
kemungkinan mengidap penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik
yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pangkreas mengeluarkan insulin yang berbeda,
atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak dapat berespons secara adekuat
terhadap insulin. Terdapat kemungkinan lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang
dihubungkan dengan kegemukan dan rangsangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin.

Meskipun obesitas merupakan resiko utama untuk diabetes melitus tipe 2, ada
beberapa individu yang menderita diabetes tipe 2 di usia muda dan individu yang kurus atau
dengan berat badan yang normal. Salah satu contoh tipe penyakit ini adalah MODY
(Maturity-Onset Diabetes Of The Young), suatu kondisi yang dihubungkan dengan defek
genetik pada sel beta pangkreas yang tidak mampu menghasilkan insulin. Pada keadaan
seperti ini dan beberapa kondisi lainnya, berkaitan erat dengan rangkai genetik suatu sifat
yang diwariskan.

Merupakan diabetes Tipe khusus lain adalah kelainan genetik dalam sel beta seperti
yang dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik dalam

9
empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY 1, MODY 2, MODY 3,
MODY 4);

2.5 Etiologi
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut:
1. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes Melitus tipe 1 (sebelumnya dikenal sebagai insulin-dependent atau


juvenil) ditandai dengan kekurangan produksi insulin yang absolut oleh karena destruksi sel
β-langerhans. Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui pasti dan tidakdapat dicegah sampai
saat ini. DM tipe 1 diduga disebabkan autoimun sehingga terjadi kerusakan dari sel-sel beta
pankreas dan melibatkan faktor predisposisi genetik serta lingkungan. DM tipe 1 merupakan
penyakit multi sistem dengan konsekuensi baik biokimia dan anatomi/struktural. Ini adalah
penyakit kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein disebabkan oleh kekurangan
insulin, yang merupakan akibat dari ketidakmampuan dari pankreas untuk mengeluarkan
insulin karena kerusakan autoimun dari sel β-langerhans. Tidak seperti penderita DM tipe
2, mereka dengan DM tipe 1 biasanya tidak obesitas dan biasanya hadir awalnya dengan
ketoasidosis. Pengobatan DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin seumur hidup.

2. Diabetes tipe 2
Merupakan defisiensi insulin relatif akibat dari resistensi insulin dan defek sekresi
insulin. Faktor herediter biasanya memerankan peranan besar dalam menentukan pada siapa
diabetes berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan berkembang. Obesitas juga
memerankan peranan dalam diabetes klinis. Salah satu alasan adalah bahwa obesitas
menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam sel target insulin di seluruh tubuh, jadi
membuat jumlah insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik
insulin yang biasa. DM tipe 2 terdiri dari berbagai disfungsi ditandai dengan hiperglikemia
akibatkelainan kerja insulin atau sekresi insulin atau kedua-duanya dan sekresi glukagon
yang berlebihan atau tidak. Kurang terkontrol DM tipe 2 berhubungan dengan gangguan
mikrovaskuler, makrovaskuler, dan komplikasi neuropati.
Tidak seperti pasien dengan DM tipe 1, pasien dengan DM tipe 2 tidak benar-benar
bergantung pada insulin seumur hidup. Perbedaan ini merupakan dasar untuk istilah untuk
tipe 1 dan 2, yaitu insulin-dependent dan non-insulin. Namun, banyak pasien dengan diabetes
tipe 2 yang pada akhirnya diobati dengan insulin sesuai dengan indikasi.6

3. Diabetes Gestasional
Adalah diabetes yang timbul selama masa kehamilan. Derajat intoleransi glukosa selama
kehamilan, terjadi ketika hormon kehamilan atau faktor lain mengganggu kemampuan tubuh
menggunakan insulin. Biasanya tidak bergejala, berkembang selama paruh kedua kehamilan

10
dan hilang setelah melahirkan.

4. Diabetes Melitus tipe lain

2.6 Epidemiologi

Diabetes mellitus tipe 2 terjadi paling sering pada orang dewasa berusia 40 tahun atau
lebih,dan prevalensi penyakit tersebut meningkat dengan usia lanjut. Memang, penuaan
penduduk merupakan salah satu alasan bahwa diabetes melitus tipe 2 menjadi semakin
umum. Hampir semua kasus diabetes mellitus pada orang tua adalah tipe 2.
Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik yang
prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk yang
melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah penderita
DM nomor 4 terbanyak didunia. Peningkatan prevalensi diabetes melitus juga terjadi di
berbagai kota besar sesuai dengan perilaku tradisional menjadi urban. Salah satu kota yang
mengalami peningkatan pervalensi adalah Makassar yang telah meningkat dari 1,5 % pada
1981 menjadi 2,9 % tahun 1998 dan 12,5 pada 2005.7

2.7 Patofisiologi

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan :

a. Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan sel-
sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam
tubuh.Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar
atau nafsu makan meningkat ”poliphagia”.
b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
c. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai
nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemi. Apabila glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus
meningkat diatas kadar kritis, suatu bagian kelebihan glukosa yang bermakana tidak
dapat di reabsorbsi dan sebaliknya dikeluarkan oleh urin. Hal ini secara normal dapat
timbul bila konsentrasi glukosa darah meningkat diatas diatas 180 mg/dl, suatu kadar
yang disebut nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin. Kadar gula
darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar

11
bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu
penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia.1

Gambar 1. Patomekanisme hiperglikemi pada DM Tipe 2

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 MedikaMentosa
Diabetes mellitus tipe 2 dinyatakan sebagai penyakit kronik dan progresif yang
ditangani secara tepat sesuai tingkat keparahan penyakit. Penanganan diabetes tipe 2 diawali
dengan pengaturan asupan makanan dan olahraga fisik, merupakan terapi yang berkaitan
dengan gaya hidup pasien dan merupakan faktor penting untuk keberhasilan terapi. Pada
kebanyakan pasien diabetes tipe 2 ini, penggunaan obat antidiabet tunggal kurang dapat
mengontrol kadar gula jangka panjang sehingga diperlukan kombinasi. Salah satu kombinasi
yang cukup luas digunakan adalah metformin dan glibenklamid. Selain itu, dapat juga
digunakan kombinasi glimepirid-metformin dan glikazid-metformin.
Pemakaian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sampai saat ini masih banyak dipakai
sehubungan frekuensi DM tipe 2 hampir mendominasi penderita DM umumnya. Kenyataan
di klinik menunjukkan bahwa hampir 80 % penderita DM tipe 2 menggunakan OHO dan
pada kenyataannya sebagian dari mereka tidak berhasil dengan hanya satu jenis OHO
sehingga diperlukan kombinasi dua macam atau lebih OHO.
Macam-macam obat antihiperglikemik oral
1. Biguanid
Saat ini golongan biguanid banyak digunakan adalah metformin. Metformin terdapat
dalam konsentrasi yang tinggi dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara tepat

12
dikeluarkan melalui ginjal. Proses tersebut berjalan dengan cepat sehingga metformin
biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Setelah
itu diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam
dan diekskresikan lewat urin dalam keadaan utuh dengan paru waktu 25 jam.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin
pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel usus sehingga menurunkan glukosa darh dan
juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Metformin juga
dapat menstimulasi produksi glucagon like-peptide-1 (GLP-1) dari gastrointestinal yang
dapat menekan fungsi sel alfa pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan
mengurangi hiperglikemia saat puasa. Disamping berpengaruh pada glukosa darah,
metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan
darah dan juga pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel beta pankreas sehingga tidak dapat
mengakibatkan hipoglikemia dan penurunan berat badan. Pemberian metformin dapat
menurunkan barat badan ringan hinga sedang akibat penekanan nafsu makan dan
menurunkan hiperinsulinemia akibat resistensi insulin, tetapi obat antihiperglikemik.1
2. Sulfonilurea
Merupakan golongan sekretagok insulin yang memiliki efek hipoglikemik dengan
cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi SU dan non SU
(glinid)
Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk
meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai efek samping yang sedikit
termaksud hipoglikemia. Beberapa obat golongan SU dibagi dalam 3 kelompok yaitu
generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide, dan clorpropamide. SU generasi kedua
adalah glibenclamide, glipizide, dan gliclazide, SU generasi ketiga adalah glimepiride.
Kombinasi metformin dan glibenklamid dapat mengontrol kadar gula dengan lebih
baik dibandingkan penggunaan tunggal. Hasil studi klinis menunjukkan penggunaan tunggal
kurang mampu mengontrol kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 untuk jangka
panjang. Dalam keadaan demikian, terapi kombinasi dengan dosis yang tepat memang
diperlukan untuk terapi pasien diabetes. Selain itu kepatuhan pasien dalam konsumsi obat dan
modifikasi gaya hidup juga merupakan kunci sukses keberhasilan terapi untuk mencapai
kualitas hidup pasien yang lebih baik.

13
Pengobatan dengan OHO adalah bertujuan meningkatkan sekresi sel beta dengan
golongan obat sekretagok seperti sulfonilurea dan nonsulfonilurea dan memperbaiki
resistensi insulin dengan golongan obat non sekretagok seperti metformin. Telah terbukti
bahwa pengobatan dengan monoterapi saja tidak memberikan kontrol yang optimal yang
tercermin dari kadar hba1c yang tidak mencapai sasaran sesuai diharapkan dan mortalitas
serta komplikasi kronik yang masih tinggi.2

2.8.2 Non MedikaMentosa


1. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomnendasi bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti antara lain


a. Menurunkan berat badan
b. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
c. Menurunkan kadar glukosa darah
d. Memperbaiki profil lipid
e. Meningkatkan reseptor dari sensivitas insulin
f. Memperbaiki sistem koagulasi darah
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pala kebiasaan makan, status
nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu dibicarakan bersama dengan diabetisi, sehingga
perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengaturan pola makan
pasien dengan diabetes adalah tinggi badan, berat badan, satatus gizi, status kesehatan,
aktifitas fisik, dan faktor usia, dan juga beberapa faktor fisiologis seperti masa kehamilan,
masa pertumbuhan, gangguan saluran cerna pada usia tua.

Jenis bahan makanan


1. Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat diberikan tidak boleh lebih dari 55-65% dari kebutuhan
energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika di kombinasi dengan pemberian asam

14
lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram
karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.
2. Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari.
Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram. Pada kadar glukosa darah yang
terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi gula darah.
3. Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9% kilokalori pergramnya. Bahan makan ini
sangat penting untuk membawa vitamin A,D,E, dan K. Pembatasan asupan asam lemak jenuh
dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid
yang tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes.4

2. Latihan jasmani
Manfaat latihan jasmani Manfaat latihan jasmani bagi penyandang DM antara lain
meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi kemungkinan terjadi komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan
tekanan darah, hiperkoagulasi darah. Prinsip latihan jasmani bagi diabetes persis sam dengan
prinsip latihan jasmani secara umum yaitu memenuhi beberapa hal seperti :
a. Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5
kali perminggu
b. Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maksimum Heart Rate)
c. Durasi : 30-60 menit
d. Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang atau bersepeda,

3. Edukasi ( penyuluhan)

Berupa pendidikan dan latihan tentang pengetahuan pengelolaan penyakit diabetes


mellitus bagi pasien dan keluarganya.

2.9 komplikasi

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Komplikasi Metabolik Akut

15
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik
(HNK) dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah
dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah, lemah, lapar
dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula
darah lebih dari 250 mg % dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan
kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.

2. Komplikasi Metabolik Kronik


Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh
bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi
dua yaitu: makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak
berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan.
Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:3
a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler

2.10 Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus II (Diabetes Melitus II) yang terawat baik
prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik.

3. Penutup
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya
produksi insulin, zat yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Bisa pula karena adanya
gangguan pada fungsi insulin,meskipun jumlahnya normal. Cara mengontrol gula darah

16
dalam tubuh ialah dengan cara berolah raga secara teratur, melakukan senam khusus
diabetes, berjalan kaki, bersepeda, berenang, serta diet dengan cara yang benar.

Daftar pustaka
1. Sudoyo, Aru W,dkK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007 .Jilid III. Edisi IV.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal 1838
2. Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
1879.
3. Mattew DR, Hosker JP, Rudenski AS, Naylor BA. Homeostasis model assessment:
insulin resistance and β-cell function from fasting plasma glukose and insulin
concentration in man. Diabetologia 1985; 28:412-9
4. Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM tipe 2 Terhadap
penyakit dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara Medan.
5. Direktorat Gizi Masyarakat. 2003. Petunjuk teknis pemantauan status gizi orang dewasa
dengan indeks massa tubuh (IMT). Dirjen Binkesmas. Depkes RI. Jakarta
6. A.Kusumawardhani.2006. Food Addiction in Obesity. Buku kedokteran Indonesia.
Volume:56, hal.205-208
7. http://www.artikelkedokteran.com/592/pemeriksaan-diabetes-melitus.html, Diakses pada
hari sabtu, 6 oktober 2012.

17

Anda mungkin juga menyukai