Anda di halaman 1dari 17

HALAMAN PENGESAHAN

JURNAL SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFERTILITAS


PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI RSIA FATIMAH
KABUPATEN LAMONGAN

SALBIATUL UMAMI
NIM : 1624201067

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Abdul Muhith, S.Kep.,Ns.,MMKes. Anndy Prasetya,S.Kep.,Ns.,M,Kep.


PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit
Mojokerto :

Nama : Salbiatul Umami


NIM : 1624201067
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Setuju naskah jurnal ilmiah yang disusun oleh oleh yang bersangkutan setelah
mendapat arahan dari Pembimbing, dipublikasikan dengan mencantumkan nama
tim pembimbing sebagai co-author.

Demikian harap maklum.

Mojokerto, 10 Juli 2017


Nama : Salbiatul Umami
NIM : 1624201067

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Abdul Muhith, S.Kep.,Ns.,MMKes. Anndy Prasetya,S.Kep.,Ns.,M,Kep.


ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFERTILITAS
PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI RSIA FATIMAH
KABUPATEN LAMONGAN

Salbiatul Umami
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Majapahit Mojokerto
Salbiatul Umami@gmail.com

Abdul Muhith
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Majapahit Mojokerto
cua_muhith@yahoo.co.id

Abstrak -Infertilitas merupakan bentuk kegagalan reproduksi, prevalensi


infertilitas diperkirakan 8-10% pasangan suami-istri di seluruh dunia mengalami
infertil primer dan infertil sekunder yang disebabkan banyak faktor diantaranya
kondisi reproduksi, penyakit penyerta, riwayat abortus, usia, gaya hidup,
lingkungan dan stress psikologi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-
faktor yang berhubungan Dengan Infertilitas Pada Ibu Pasangan Usia Subur di
RSIA Fatimah Kabupaten Lamongan. Desain penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional.. Populasi penelitian ini sejumlah 85 orang, dengan
sampel sebanyak 70 orang. Analisis data menggunakan uji uji Chisquare dan
koefisein kontigensi. Hasil penelitian disimpulkan bahwa variabel umur, lama
infertilitas, kondisi Reproduksi, status abortus, penyakit penyerta, status Gizi dan
Gaya hidup yang menjadi faktor penyebab infertilitas (p< 0,05), sedangkan status
Pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap infertilitas wanita di RSIA
Fatimah Lamongan (p>0,05). Bagi masyarakat khususnya pasangan usia subur
hendaknya memperhatikan gaya hidup yang sehat dengan cara memperhatikan
pola dan jenis makanan yang sehat untuk meningkatkan kesuburan, serta terus
mencari informasi terkait dengan masalah infertilitas dan terus berkonsultasi
dengan tenaga kesehatan untuk mendapat solusi yang tepat terhadap masalah
infertilitas.
Kata kunci : umur, lama infertilitas, kondisi Reproduksi, Gaya hidup, pasangan
usia subur .

Abstract -Infertility is a form of reproductive failure, the prevalence of infertility


is estimated to be 8-10% of couples around the world experienced primary and
secondary infertile infertility caused by many factors including reproductive
conditions, comorbidities, abortion history, age, lifestyle, environment and
psychological stress. This study aims to analyze the factors associated with
infertility in infertile couples age mothers at RSIA Fatimah Lamongan regency.
This research design use cross sectional approach. The population of this study
were 85 people, with a sample of 70 people. Data analysis using Chisquare test
and contiguity coefficient. The results of this study concluded that age, duration of
infertility, reproductive condition, abortion status, comorbidities, nutritional status
and lifestyle are the factors causing infertility (p <0.05), while work status has no
significant effect on female infertility at RSIA Fatimah Lamongan (p> 0,05). For
people in particular, couples of childbearing age should pay attention to healthy
lifestyles by paying attention to healthy patterns and types of foods to increase
fertility, as well as continuing to seek information related to infertility problems
and continuing to consult with health workers to get the right solution to infertility
problems.
Keywords: age, duration of infertility, conditions of reproduction, and lifestyle,
coupels of shildbearing age.

PENDAHULUAN
Infertilitas atau ketidak suburan merupakan ketidakmampuan pasangan usia
subur (PUS) untuk memperoleh keturunan setelah melakukan hubungan seksual
secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan lebih dari satu tahun. Angka satu
tahun ditetapkan karena biasanya 85% pasangan dalam satu tahun sudah memiliki
keturunan. Ini berarti, 15% pasangan usia subur mempunyai masalah infertilitas
(Andhyantoro dan Kumalasari, 2012).
Infertilitas merupakan bentuk kegagalan reproduksi, prevalensi infertilitas
diperkirakan 8-10% pasangan suami-istri di seluruh dunia mengalami infertil
primer dan infertil sekunder yang disebabkan banyak faktor diantaranya kondisi
reproduksi, penyakit penyerta, riwayat abortus, usia, gaya hidup, lingkungan dan
stress psikologi (Karsiyah, 2015).
Prevalensi infertilitas menurut World Health Organization (WHO)
diperkirakan (8-10%) pasangan di dunia mempunyai riwayat sulit untuk
memperoleh anak (Fauziyah, 2012). Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar
238 juta dan diperkirakan prevalensi infertilitas sebanyak 2.647.695. Di Inggris
jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan penyebab
utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen yang terganggu,
azoospermia dan cara senggama yang salah merupakan faktor yang berkontribusi
pada 50% pasangan infertilitas (Ningsih&Farich, 2016). Berdasarkan data dari
RSIA Fatimah Kabupaten Lamongan diketahui bahwa jumlah pasangan usia subur
yang mengalami infertilitas pada tahun 2016 sebanyak 372 orang dimana sekitar
25% dialami oleh pria dan 75% dialami oleh wanita. Data tersebut menunjukkan
bahwa di RSIA Fatimah Lamongan dominasi kasus infertilitas adalah wanita.
Berbagai faktor dapat menyebabkan seorang wanita menjadi infertil.
Penyebab infertilitas bukan hanya berasal dari pihak perempuan saja, namun dapat
berasal dari pihak suami, istri bahkan keduanya. Mengingat pasangan infertilitas
merupakan pasangan satu kesatuan biologis maka penyebab infertilitas haruslah
merujuk kepada kedua belah pihak. Penyebab infertilitas meliputi penyebab yang
jelas dapat dicari seperti faktor waktu lamanya perkawinan, faktor istri (usia,
gangguan proses ovulasi dan hormonal, faktor uterus dan endometrium, faktor
tuba fallopi dan peritoneum serta faktor lendir serviks) dan faktor suami (usia,
kelainan anatomi genitalia serta kelainan fungsi hubungan seks) sedangkan faktor
yang tidak dapat diterangkan atau penyebabnya tidak jelas meliputi faktor
imunitas dan psikologis (Manuaba, 2015).
Untuk mengurangi risiko terjadinya infertilitas maka harus ada upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang besar resiko gaya hidup
terhadap kesehatan reproduksi sejak dini dengan cara memberikan informasi
dengan berbagai media tentang faktor resiko gaya hidup terhadap infertilitas.
Meningkatkan gaya hidup sehat dengan cara memperhatikan pola dan jenis
makanan yang sehat untuk meningkatkan kesuburan, menghindari paparan zat
kimia seperti asap rokok dan polusi, menghindari konsumsi alkohol, mengurangi
aktivitas berlebih, olahraga ringan dan teratur, serta mengatur pola istirahat yang
cukup sebagai upaya preventif timbulnya masalah kesuburan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis Faktor yang berhubungan Dengan
Infertilitas Pada Ibu Pasangan Usia Subur di RSIA Fatimah Kabupaten
Lamongan.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Hipotesis
yang diajukan adalah ada hubungan antara Umur, Lama infertilitas, Kondisi
Reproduksi, Status abortus, Penyakit penyerta, Status Pekerjaan, Status Gizi dan
Gaya hidupdengan Infertilitas Pada Ibu Pasangan Usia Subur di RSIA Fatimah
Kabupaten Lamongan. Variabel bebasnya adalah Umur, Lama infertilitas, Kondisi
Reproduksi, Status abortus, Penyakit penyerta, Status Pekerjaan, Status Gizi dan
Gaya hidup, sedangkan variabel tergantungnya adalah infertilitas. Populasi
penelitian ini sejumlah 85 orang, dengan sampel sebanyak 70 orang. Analisis data
menggunakan uji Chisquare.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara
Usia dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Infertilitas
Usia Primer Sekunder Total
n % n % n %
> 35 tahun 14 93,3 1 6,7 15 100,0
< 35 tahun 37 67,3 18 32,7 55 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 4,048p = 0,044 (p< 0,05); OR = 6,811
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 56orang yang memiliki Usia


di bawah 35 tahun sebagian besar responden tergolong infertilitas primer yaitu
sebanyak 37orang(66,1%).Berdasarkan dari hasil uji chi square didapatkan nilai =
4,048 p = 0,044(p< 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara Usia dengan kejadian infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan.
Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang memiliki Usia di atas 35
tahun 7 kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan
yang memiliki Usia di dibawah 35 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia seseorang termasuk faktor yang
mempengaruhi infertilitas pada wanita. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasdu
(2011), bahwa kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah usia 35
tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur semakin sedikit.Fase reproduksi
wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga
berkemampuan untuk hamil. Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur.
Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami
menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat
mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel
telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga
kesempatan wanita untuk hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang
dihasilkanpun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Pada kisaran
umur 45tahun sel telur sudah tidak berproduksi sehinggatidak terjadi menstruasi
lagi dan kesempatanhamil sudah jauh meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tua usia seorang perempuan
semakin besar risiko terjadinya infertilitas, sebagaimana perhitungan Odds Ratio
diketahui bahwa usia di atas 35 tahun memiliki risiko 7 kali mengalami infertilitas
primer dibandingkan di bawah usia 35 tahun. Jadi hipotesis pertama diterima.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara
Lama Infertilitas dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Infertilitas
Lama Infertilitas Primer Sekunder Total
n % n % n %
>= 3 tahun 15 93,8 1 6,3 16 100,0
<3 tahun 36 66,7 18 33,3 54 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 4,578p = 0,032 (p< 0,05); OR = 7,500
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 54 orang yang memiliki Lama


Infertilitas dibawah 35 tahun sebagian besar responden tergolong infertilitas
primer yaitu sebanyak 36 orang(66,7%).Berdasarkan dari hasil uji chi square
didapatkan nilai =4,578p = 0,032 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara Lama Infertilitas dengan kejadian
infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa
responden yang memiliki Lama Infertilitas di atas 3 tahun 8 kali lebih beresiko
mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang memiliki lama
infertilitas di bawah 3 tahun.
Berdasarkan laporan klinik surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan
infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit
pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan
yang sesuai dengan pasangan tersebut (Kasdu, 2011).Lama infertilitas merupakan
salah satu faktor penyebab infertilitas. Semakin lama waktu infertilitas berpotensi
mengganggu psikologis pasien sehingga kemungkinan berdampak pada funsi
ovarium. Makin lama masa menikah tanpa anak berkontribusi juga pada
kemungkinan adanya lebih dari satu faktor infertilitas yang berperan.
Alhassan pada penelitiannya mendapatkan hasil lama infertilitas mempunyai
korelasi positif bermakna dengan skor Beck Depression Inventory. Lama
infertilitas lebih dari 3 tahun tanpa anak berhubungan dengan kejadian depresi
yang tinggi (Hendarto, 2014). Stres dan depresi dapat mengganggu fungsi
ovarium melalui poros Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal sehingga terjadi gangguan
haid, amenore dan infertilitas.
Berdasar keterangan di atas dapat dipikirkan bahwa makin lama interval
lama menikah tanpa anak akan menimbulkan stres yang berpotensi mengganggu
fungsi ovarium sehingga menyebabkan infertilitas, sebagaimana perhitungan
Odds Ratio diketahui responden yang memiliki Lama Infertilitas di atas 3 tahun 8
kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang
memiliki lama infertilitas di bawah 3 tahun. Jadi hipotesis pertama diterima.
Tabel 3Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara Kondisi
Reproduksi dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Infertilitas
Kondisi Reproduksi Primer Sekunder Total
n % n % n %
Ada Kelainan 25 62,5 15 37,5 40 100,0
Tidak Ada 26 86,7 4 13,3 30 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 5,063p = 0,024 (p< 0,05); OR = ,256
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 40orang yang memiliki


kelainan Kondisi Reproduksisebagian besar responden tergolong infertilitas
primer yaitu sebanyak 25 orang(62,5%).Berdasarkan dari hasil uji chi square
didapatkan nilai =5,063 p= 0,024 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara Kondisi Reproduksidengan kejadian
infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa
responden yang memiliki kelainan Kondisi Reproduksi0,25 kali lebih beresiko
mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang tidak memiliki kelainan
reproduksi.
Jadi infertilitas atau gangguan implantasi pada wanita dapat ditinjau dari
aspek anatomis genitalia, sebagaimana dikemukakan oleh Manuaba (2015),
meliputi serviks dan tuba fallopi. Pada serviks terdapat gangguan pada korpus dan
endometrium, kerusakan serviks, retroversi, erosi serviks, servisitis, kelainan
kongenital, endometriosis interna, endometriosis tuberkulosa, mioma uteri dan
perlekatan uterus sedangkan kelainan pada tuba fallopi meliputi hipoplasia
kongenital, perlekatan fimbriae, bendungan tuba akibat salpingitis, hidrosalping,
bendungan tuba akibat peritonitis pelvis, sterilisasi tuba dan spasme tuba. Selain
penyebab yang telah disebutkan diatas, terdapat faktor genetik atau bawaan seperti
tidak terjadinya menstruasi pada wanita yang menyebabkan infertilitas. Sebagian
besar kasus infertilitas wanita disebabkan oleh ovulasi.
Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda
bahwa wanita tidak berovulasi biasanya tidak teratur atau tidak adanya
menstruasi. Masalah ovulasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti
ketidakseimbangan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal yang
biasanya disebut dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), ketidakcukupan
ovarium primer (POI), adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang
panggul, endometriosis yang merupakan suatu keadaan patologi pada sistem
reproduksi perempuan dimana jaringan selaput lendir rahim (endometrium) yang
seharusnya berada dalam rahim malah tumbuh diluar rongga rahim, kemudian
adanya operasi pengangkatan kehamilan ektopik, masalah fisik dari rahim serta
uterine fibroid yaitu gumpalan jaringan non-kanker dan penebalan otot pada
dinding rahim (Eny, 2011).
Pada hasil penelitian ini sebagian besar responden yang mengalami
infertilitas primer disebabkan oleh adanya kelainan kondisi reproduksi, nilai OR
menunjukkan bahwa responden yang memiliki kelainan Kondisi Reproduksi 0,25
kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang
tidak memiliki kelainan reproduksi. Jika diperhatikan risiko tersebut sangat kecil
hanya 0,25, namun hasil peneliti menyatakan bahwa kelaian kondisi reproduksi
berpengaruh terhadap terjadinya infertilitas.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara


Status Abortus dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Status Abortus Infertilitas
Primer Sekunder Total
n % n % n %
Pernah 9 32,1 19 67,9 28 100,0
Tidak Pernah 42 100 0 0 42 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 39,118p = 0,000 (p< 0,05); OR = 0,321
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 42orang yang tidak pernah


mengalami Abortusseluruh responden tergolong infertilitas primer
(100%).Berdasarkan dari hasil uji chi square didapatkan nilai =39,118 p= 0,000
(p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara Status Abortusdengan kejadian infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan.
Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang pernah mengalami
Abortus0,321kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer
dibandingkan yang tidak pernah mengalami.
Menurut Manuaba (2004) kelainan kehamilan yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus. Dimana semua
faktor tersebut sangat berpengaruh pada tingkat kesuburan seorang wanita. Hasil
penelitian diperoleh nilai OR 0,321 artinya responden yang pernah mengalami
Abortus 0,321 kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer
dibandingkan yang tidak pernah mengalami.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara


Penyakit Penyerta dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018

Penyakit Penyerta Infertilitas


Primer Sekunder Total
n % n % n %
Ada 30 63,8 17 36,2 47 100,0
Tidak ada 21 91,3 2 8,7 23 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 5,895p = 0,015 (p< 0,05); OR = 0,168
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa dari 51orang yang memiliki


Penyakit Penyerta dalam kategori Sedang sebagian besar responden tergolong
infertilitas primer yaitu sebanyak 33 orang(64,7%).Berdasarkan dari hasil uji chi
square didapatkan nilai =5,895p = 0,015 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara Penyakit Penyertadengan kejadian
infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa
responden yang memiliki Penyakit Penyerta0,168 kali lebih beresiko mengalami
kejadian infertilitas primer dibandingkan yang tidak memiliki penyakit penyerta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (Karsiyah, 2015) yang
menyatakan pemeriksaan fisik lengkap secara menyeluruh dan diikuti pengkajian
spesifik traktus reproduksi. Perkembangan karakteristik seks sekunder yang tidak
adequate (seperti distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai) dapat
menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipofisis hipotalamus atau aberasi
genetic misalnya syndrom turner. Wanita yang mengalami syndrom turner
biasanya pendek, payudaranya tidak bisa berkembang dan gonadnya abnormal,
dan keadaan seperti ini dipastikan bahwa wanita ini mengalami infertil (Karsiyah,
2015). Nilai OR sebesar 0,168 menunjukkan bahwa responden yang memiliki
Penyakit Penyerta 0,168 kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer
dibandingkan yang tidak memiliki penyakit penyerta.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara


Status Pekerjaan dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Status Pekerjaan Infertilitas
Primer Sekunder Total
n % n % n %
Bekerja 19 86,4 3 13,6 22 100,0
Tidak Bekerja 32 66,7 16 33,3 48 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 2,960p = 0,085 (p> 0,05); OR = 3,167
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 48orang yang memiliki Status


Pekerjaan dalam kategori tidak bekerja sebagian besar responden tergolong
infertilitas primer yaitu sebanyak 32 orang(66,7%).Berdasarkan dari hasil uji chi
square didapatkan nilai =2,960p = 0,085 (p> 0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Status Pekerjaandengan
kejadian infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui
bahwa responden yang memiliki Status Pekerjaan dalam kategori bekerja 3 kali
lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang berstatus
tidak bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan wanita usia subur
tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan infertilitas, artinya kejadian
infertilitas tidak dapat ditinjau dari status seseorang apakah bekerja ataukah tidak
bekerja. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Indarwati (2017) yang
diperoleh hasil bahwa pekerjaan berisiko memiliki pengaruh terhadap infertilitas
(OR=3.91; CI 95%= 1.14-13.38;p<0.043). Tidak adanya pengaruh antara status
pekerjaan dengan infertilitas menurut peneliti karena tidak semua pekerjaan
mempunyai risiko terhadap kejadian infertilitas, seperti faktor radiasi maupun
pajaran zat yang berbahaya, sebab jika pekerjaan yang dilakuan wanita tidak
berisiko tinggi tentunya tidak juga berdampak pada infertilitas.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara


Status Gizi dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Status Gizi Infertilitas
Primer Sekunder Total
n % n % N %
Tidak Normal 37 82,2 8 17,8 45 100,0
Normal 14 56,0 11 44,0 25 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 5,588p = 0,018 (p< 0,05); OR = 3,634
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 45orang yang memiliki Status


Gizi dalam kategori tidak normal sebagian besar responden tergolong infertilitas
primer yaitu sebanyak 37 orang(82,2%).Berdasarkan dari hasil uji chi square
didapatkan nilai =5,588p = 0,018(p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara Status Gizidengan kejadian infertilitas di
RSIA Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang
memiliki Status Gizi dalam kategori tidak normal 4 kali lebih beresiko mengalami
kejadian infertilitas primer dibandingkan yang memiliki status gizi dalam kategori
normal.
Wanita dengan berat badan berlebih sering mengalami gangguan ovulasi,
karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan
mengurangi kemampuan untuk hamil (Kasdu, 2011).Kekurangan nutrisi pada
seseorang akan berdampak pada penurunan fungsi reproduksi, hal ini dapat
diketahui apabila seseorang dapat mengalami anoreksia nervosa, maka akan
terlihat perubahan-perubahan hormonal tertentu, yang ditandai dengan penurunan
berat badan yang mencolok. Hal ini terjadi karena gonadotropin dalam serum dan
urin menurun, serta penurunan pola sekresinya. Kejadian tersebut berhubungan
dengan gangguan fungsi hipotalamus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa baik kelebihan gizi maupun kekurangan gizi
mempunyai risiko terhadap kejadian infertilitas pada wanita. Hal ini sesuai dengan
nilai OR yang menjelaskan bahwa responden yang memiliki Status Gizi dalam
kategori tidak normal 4 kali lebih beresiko mengalami kejadian infertilitas primer
dibandingkan yang memiliki status gizi dalam kategori normal.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tabulasi silang antara


Gaya Hidup dengan infertilitas di RSIA Fatimah Lamongan Tahun 2018
Gaya Hidup Infertilitas
Primer Sekunder Total
n % n % N %
Tidak Sehat 14 51,9 13 48,1 27 100,0
Sehat 37 86,0 6 14,0 43 100,0
Jumlah 51 72,9 19 27,1 70 100
Chisquare = 9,807p = 0,002 (p< 0,05); OR = 0,175
Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 43orang yang memiliki Gaya


Hidup dalam kategori sehat sebagian besar responden tergolong infertilitas primer
yaitu sebanyak 37 orang(72,9%).Berdasarkan dari hasil uji chi square didapatkan
nilai =9,807p = 0,002 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara Gaya Hidupdengan kejadian infertilitas di RSIA
Fatimah Lamongan. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa responden yang
memiliki Gaya Hidup dalam kategori tidak sehat 0,175 kali lebih beresiko
mengalami kejadian infertilitas primer dibandingkan yang memiliki gaya hidup
yang sehat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
menerapkan gaya hidup yang sehat, artinya mereka sebagian besar tidak
mengkonsumsi alkohol, rokok, kafein ataupun narkoba. Alkohol berpengaruh
terhadap poros hipotalamus-hipofisisgonad. Konsumsi alkohol akut maupun
kronik menyebabkanberkurangnya hormon hipotalamus yaitu GnRH dan hormon
hipofisisyaitu FSH dan LH.Konsumsi alkohol dosis tinggi mengakibatkan
gangguan padagonadotropin dan konsentrasi prolaktin yang berakibat
kekacauanumpan balik hipotalamus- hipofisis. Sedangkan Konsumsi kafein lebih
dari 200 miligram perhari atau lebih dari1 cup per hari dapat meningkatkan kadar
hormon estrogen. Dimanabila kadar estrogen tinggi maka akan terjadi umpan
negatif ke GnRHdengan menurunnya kadar FSH dan LH.
Asap rokok merupakan jenis lipid peroksida sehingga di dalamtubuh akan
terbentuk proses peroksidasi lipid pada membran sel yangkemudian menyebabkan
membran sel kehilangan fungsinya danmerusak organisasi membran sel. Hal ini
mengakibatkan hilangnyafungsi sel secara total. Kerusakan membran sel akibat
stres oksidatifmenyebabkan kerusakan pada membran sel leydig dan sel
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara umur, lama infertilitas,
kondisi reproduksi, status abortus, penyakit penyerta, status Pekerjaan, status Gizi
dan gaya hidup dengan Infertilitas Pada Ibu Pasangan Usia Subur di RSIA
Fatimah Kabupaten Lamongan.
Bagi masyarakat khususnya pasangan usia subur hendaknya memperhatikan
gaya hidup yang sehat dengan cara memperhatikan pola dan jenis makanan yang
sehat untuk meningkatkan kesuburan, serta terus mencari informasi terkait dengan
masalah infertilitas dan terus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk
mendapat solusi yang tepat terhadap masalah infertilitas.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar M., Baziad A., & Prabowo, R. Prajitno. (2011). Ilmu kandungan Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Arifani, R.T. (2016). Survei Indikasi Infertilitas Pada Perempuan Usia Subur
Terpajan Pestisida (Studi Di Desa Klampok Kecamatan Wanasari
Kabupaten Brebes). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Semarang

Eny, K. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika.

Fauziyah, Y. (2012). Infertilitas dan gangguan alat Reproduksi Wanita.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Karsiyah (2015). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Infertilitas (Di


Wilayah Kecamatan Way Seputih, Kabupeten Lampung Tengah Tahun
2014). J. Kebidanan Adila Bandar Lampung Volume 12 Edisi 2 Tahun
2015 halaman 40-50

Kasdu, D. (2011). Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan. Jakarta : Puspa


Swara.

Kumalasari, I & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa


Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Manuaba, I. B. G., I. A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. (2015).


Buku Ajar Ginekologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Ningsih, Y.J.S. & Farich, A. (2016). Determinan Kejadian Infertilitas Pria Di


Kabupaten Tulang Bawang. Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 2,
Agustus 2016, hlm 242-249
Oktarina, A., Abadi, A. & Bachsin, R. (2014). Faktor-faktor yang Memengaruhi
Infertilitas pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi.
MKS, Th. 46, No. 4, Oktober 2014 halaman 295-300.

Prawiroharjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono


Prawirohardjo.

Risky, K.L. (2016). Analisis Tingkat Fertilitas Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa


Timur. Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang

Sa’adah, N. & Purnomo, W. (2016). Karakteristik dan Perilaku Berisiko Pasangan


Infertil di Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Tiara Cita Rumah Sakit Putri
Surabaya. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 5, No. 1 Juli 2016:
61–69

Syafrudin dan Hamidah. (2012). Kebidanan Komunitas. Jakarta . EGC.

JURNAL SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFERTILITAS
PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI RSIA FATIMAH
KABUPATEN LAMONGAN

Oleh :

SALBIATUL UMAMI
NIM : 1624201067

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2018

Anda mungkin juga menyukai