DISUSUN OLEH
EIRENE LUSIANA SIMATUPANG (01021281621086)
RAHMADONA (01021381621139)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara.
Beberapa Negara pernah mengalami yang namanya krisis dalam
perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan kejadian yang simultan
dan memiliki effek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang
menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis
yang sepenuhnya bergantung pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar
tidak terkendali dan mengakibatkan terjadinya krisis. Sebagian besar negara-
negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi, bahkan AS juga pernah
mengalaminya.
Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara adidaya merupakan salah
satu Negara maju yang perekonomian negaranya mampu menguasai ekonomi
dunia. Akibat AS banyak mengandalkan utang maka AS mengakibatkan
krisis finansial besar-besaran.Krisis ekonomi di Amerika pertama kali terjadi
pada tahun 1819, dikenal sebagai “Panic of 1819” krisis tersebut merupakan
akhir dari ekspansi ekonomi besar-besaran yang terjadi diseluruh dunia,
setelah amerika perang melawan inggris dan memenangkannya.
Krisis ekonomi amerika selanjutnya terjadi pada tahun 1857, kali ini
dikarenakan ekspansi bank yang mengucurkan utang salah satunya adalah
bisnis trasnportasi kereta api, dan saat perusahan kereta api bangkrut karena
tidak mendapatkan penumpang lagi dan tidak mampu bayar. Maka terjadilah
krisis yang juga ditambah dari akibat sebuah perusahaan asuransi yang
mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utangnya senilai US$ 7 juta.
Saat itu nilai tersebut adalah nilai yang sangat besar. Selanjutnya
krisis ekonomi amerika terjadi pada tahun 1930an atau yang biasa dikenal
dengan sebutan“Great Depresson”.
Tahun 1930an adalah tahun peristiwa mengenaskan mengenai depresi
besar-besaran yang terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk negara super
power, Amerika Serikat. Depresi ini terjadi begitu dahsyatnya sehingga
menyebabkan melemahnya ekonomi, meningkatnya tingkat pengangguran,
dan berbagai hal lainnya yang menyebabkan kondisi ekonomi Amerika pada
saat itu sangat terancam.
Oleh karena itu lah dalam pembahasan kali ini kami mengambil topik
mengenai pristiwa krisis ekonomi di negara Amerika Serikat pada tahun 1929-
1930 dan akan membahas lebih rinci pada bab selanjutnya penyebab, dampak,
dan tindakan pada peristiwa krisis moneter Amrika Serikat atau lebih dikenal
dengan ‘Great Depression’.
1.3 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk melihat penyebab, dampak dan akibat dari
terjadinya peristiwa ‘Great Depression’ dan kebijakan pemerintah dalam
mengatasinya peristiwa ‘Great Depression’.
1.4 Kerangka Pemikiran
PDB ↓ Deflasi
GREAT DEPPRESSION
Pengangguran ↑ tajam
Kredit macet
Produksi ↓ (output menumpuk)
Upah ↓
Investor menjual saham secara
massal
Produksi ↓
5. Kondisi perbankan juga tak jauh beda. Pada musim gugur tahun 1930,
gelombang pertama melanda karang perbankan. Masyarakat yang
kehilangan kepercayaan menarik dananya di perbankan secara besar-
besaran serta memaksa bank untuk melikuidasi pinjaman guna melengkapi
cadangan kas. Belum pulih seutuhnya, sapuan berikutnya terjadi pada
musim semi dan gugur di tahun 1931 sampai 1932. Puncaknya, pada tahun
1933, banyak bank tutup.
2.5 Kaitan peristiwa Great Depression dengan penjelasan dari sisi Aggregate
Demand dan Model IS-LM
Pengaruh Kurva IS
Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya kurva IS dapat menjelaskan
aggregate demand dari sisi pasat barang dan jasa (keynessian cross).
Pergeseran kurva yang terjadi dapat menjelaskan pengaruh berbagai faktor
tertentu terhadap perubahan tingkat output atau pendapatan (Y) dan tingkat
bunga (r).
Terdapat suatu hipotesa mengenai penyebab terjadinya ‘Great Depression’ ini
yaitu spending hypothesis. Hipotesis in menjelaskan bahwa terjadinya
penurunan tingkat spending dalam pasar barang dan jasa membuat
perekonomian mengalami depresi. Penurunan tingkat spending ini terlihat dari
kontraksi kurva IS.
Penyebab kontraksi kurva IS dapat dilihat dari berbagai hal. Pertama, adanya
penurunan tingkat konsumsi nasional selama tahun 1929 hingga tahun 1933
(139,6 menjadi 112,8). Black Tuesday (29 Oktober 1929) disebut-sebut
sebagai penyebab utama terjadinya penurunan tingkat konsumsi. Peristiwa
pada hari tersebut adalah adanya stock market crash di Wall Street yang
menyebabkan frustasi berkepanjangan bagi warga Amerika
Serikat. Crash tersebut menyebabkan warga mengalami kerugian yang sangat
dahsyat sehingga harus memangkas tingkat pengeluaran mereka untuk
konsumsi. Kekhawatiran akan keadaan keluarga pun membuat mereka
memilih untuk menurunkan konsumsi dan memilih untuk menyimpannya saja.
Penyebab kedua adalah dari segi investasi. Tingkat investasi di AS menurun
drastis dari 40,4 hingga mencapai titik terendah 4,7 dari tahun 1929 hingga
1932. Penurunan investasi ini diindikasikan berasal dari investasi perumahan.
Dikarenakan tren perumahan begitu menjanjikan di tahun 1920an,
pembangunan perumahan langsung meningkat tajam. Namun disaat akhirnya
masyarakat tersadar bahwa mereka telah mencapai tingkat overbuilding,
permintaan akan perumahan anjlok. Penurunan drastis inilah yang
menyebabkan tingkat investasi dalam real estates & housing turun. Selain itu
adanya blunder dalam pembuatan regulasi perbankan membuat tingkat
investasi semakin anjlok selama masa depresi tersebut.
Dan ketiga, adalah dari sisi pengeluaran pemerintah. Tingkat terus mencapai
defisit di awal tahun 1930.Para pejabat negara pun akhirnya mengeluarkan
kebijakan fiskal, namun hanya berkonsentrasi pada menjaga stabilitas keadaan
anggaran negara, yaitu mengurangi defisit anggaran, tidak fokus pada
penjagaan tingkat produktifitas dan rasio tenaga kerja negara saat itu. Ketiga
hal di atas menjadi alasan mengapa kontraksi kurva IS terjadi, dan
mencerminkan terjadinya depresi besar-besaran di Amerika Serikat.
Efek Penurunan Harga
Kita mengetahui sebelumnya bahwasanya setiap penurunan tingkat harga
akan meningkatkan pendapatan secara riil. Contohnya dengan jumlah uang Rp
500.000 individu dapat membeli katakanlah 4 buah pakaian kualitas ekspor
seharga Rp 125.000 per buah. Namun, apabila harga pakaian tersebut turun
menjadi Rp 100.000 per buah, maka pendapatan riil individu tersebut
meningkat sehingga kini ia dapat membeli 5 potong pakaian.
Analogi ini ternyata terbantahkan dalam keadaan ‘The Great Depression’.
Adanya deflasi yang terjadi hingga 25 persen justru menyebabkan
meningkatnya tingkat pengangguran di AS dari 3,2% pada tahun 1929 hingga
mencapai 25,2% pada tahun 1933. Selain itu deflasi ini juga menyebabkan
tertekannya tingkat pendapatan masyarakat. Dengan begitu teori sebelumnya
terbantahkan bahwa penurunan harga saat deflasi tidak menyebabkan
peningkatan pendapatan.
Adalah Arthur Pigou, ekonom yang berargumen bahwasanya real money
balances merupakan bagian penting dalam kesejahteraan rumah tangga.
Dengan menurunnya tingkat harga, real money balances rumah tangga
meningkat sehingga mereka dapat melakukan spending lebih banyak. Dengan
analogi ini, Pigou berpendapat bahwa keadaan deflasi akan memberikan efek
stabilisasi atas perekonomian itu sendiri, dengan meningkatnya real money
balance akan menggeser kurva IS-LM secara ekspansif dan meningkatkan
pendapatan riil.
Namun, sebagian ekonom lain berpendapat bahwa penurunan tingkat harga
yang terjadi saat perekonomian depresi justru menekan tingkat pendapatan
ketimbang meningkatkan pendapatan riil itu sendiri. Teori pertama
adalah debt-deflation theory. Teori ini menjelaskan bahwa adanya pengarunh
ekspektasi dan tidak diekspektasinya suatu perubahan harga terhadap tingkat
pendapatan.
Teori ini menjelaskan dengan mekanisme keadaan debitur dan kreditur. Nilai
riil dari jumlah uang yang dipinjam oleh debitur dipengaruhi oleh tingkat
harga (jika meminjam Rp 100.000 maka nilai riilnya adalah Rp 100.000/P,
dimana P adalah tingkat harga). Maka semakin rendah tingkat harga, nilai riil
jumlah yang yang dipinjam akan meningkat, yang notabenenya nilai riil
tersebut mencerminkan purchasing power debitur. Debt-deflation theory ini
menjelaskan bahwa redistribusi kekayaan ini berpengaruh pada tingkat
konsumsi pada barang dan jasa. Saat seorang debitur meminjam uang, ia akan
mengurangi konsumsinya demi melunasi hutang tersebut, sementara kreditur
akan menggunakan uang tersebut untuk konsumsi. Namun kenyataannya
jumlah uang yang dikurangi dari konsumsi debitur lebih besar dari jumlah
yang ditambah pada konsumsi kreditur. Hal ini lah yang menyebabkan
pengurangan tingkat spending sehingga menggeser kurva IS ke kiri dan
mengurangi tingkat pendapatn nasional.
Teori kedua menjelaskan efek dari ekspektasi terhadap deflasi itu sendiri.
Semakin banyak orang yang berekspektasi bahwa harga akan turun, nilai Eπ
akan semakin negatif. Dengan begitu masyarakat akan mengurangi
pengeluaran pada investasi dan akan menggeser kurva IS dari IS1 ke IS2 ,
kemudian akan mengurangi tingkat pendapatan nasional dari suatu negara.
Itulah kira-kira yang terjadi saat masa depresi besar-besaran di Amerika
Serikat
Skema:
kecenderungan menabung berlebihan Konsumsi Y
Pengeluaran Pemerintah Anggaran defisit I Y
Ekspektasi Harga turun investasi Y
2.6 Dampak The Great Depression (Malaise) bagi Indonesia dan Negara-negara
lainnya
1. Indonesia
Malaise atau The Great Depression juga berdampak buruk bagi
perekonomian Indonesia pada saat itu Indonesia masih dikuasai oleh
Belanda. Di Indonesia terjadi kemerosotan ekonomi,jutaan orang
meninggal akibat kelapran karena kehilangan pekerjaan, karena
mengalami kerugian seperti contohnya petani banyak memproduksi padi
dan di Ekspor ke berbagai Negara termasuk Belanda namun karena terlalu
banyaknya barang yang di produksi sehingga membuat konsumen berpikir
untuk mencari yang terbaik, dann tidak semua produksi hasil petani
tersebut yang diminati konsumen.
Namun semua itu dimanfaatkan Jepang karena sudah sejak lama sumber-
sumber bahan di Indonesia berupa minyak,karet,bauksit,timah dan bahan-
bahan starategis lainnya bernilai penting bagi Jepang, saat depresi tersebut
mulai terasa di Indonesia, Jepang melakukan penembusan ekonomi secara
damai. Dengan itu rakyat Indonesia mulai bersimpati kepada Jepang
karena barang Jepang murah dikala banyak rakyat Indonesia kehilangan
pekerjaanya.
2. Jerman
Negara-negara di Eropa terutama Jerman terkena dampak dari terjadinya
Malaise karena Negara-negara di Eropa, menggunakan Capital Amerika
(Modal Amerika) namun,karena adanya krisis dan karena kerugian yang
diderita Amerika mencapai milyaran dollar, pinjaman itu terpaksa harus
segera dikembalikan dan sebelumnya Jerman telah mengalami kerugian
karena kalah dalam perang dunia I melawan Inggris sehingga kapal-kapal
dagang Jerman harus diserahkan ke Inggris.dan semua Industri Jerman
harus diserahkann ke Inggris itulah yang membuat keadaan ekonomi
jerman menjadi sangat kacau.
3. Australia
Australia sangat bergantung pada Industri namun karena jatuhnya
permintaan akibat adanya over produksi dan jatuhnya harga
mengakibatkan upah buruh juga jatuh.Dampaknya lebih terasa pada tahun
1932 karena pengangguran mencapai titik tertinggi namun, kenaikan
daging dan woll beberapa tahun kedepan mulai menstabilkan
perekonomian Australia.
4. Amerika Latin
Negara-negara di Amerika Latin pun terkena imbasnya karena Negara-
negar di Amerika Latin banyak yang meminjam uang ke Bank dan
menginvestasikan kedalam bentuk saham
5. Inggris
Akibat perekonomian yang kacau di Jerman dan kekalahan Jerman di
perang dunia sehingga memaksa Jerman untuk menyerahkan industrinya
pada Inggris namun industry Jerman di Inggris lebih berkembang di
bandingkan Industri Inggris.
6. Belanda
Sekitar tahun 1931-1937 Belanda tenggelam dalam Depresi yang berlarut-
larut yang dikarenakan jatuhnya pasar saham di Amerika,masalah-masalah
internal,kebijakan pemerintah,over produksi namun tidak dibarengi
dengan konsumsi,dan turunnya harga emas dan depresi ini membuat
politik Belanda tidak stabil dan semua dapat teratasi kembali saat harga
emas kembali naik.
7. Brazilia
Akibat over produksi Brazilia yang dikenal sebagai penghasil kopi harus
membakar kopinya di gerbong kereta api. Malaise yang melanda dunia
pada tahun 1930 ini melahirkan teori Developmentalisme, secara
sederhana yaitu perekonomian tidak bisa semata-mata berjalan secara
Inviseble hands, karena dapat berujung pada krisis. Untuk itu diperlukan
pihak lain yaitu Negara. Setelah itu keluarlah New Deal yang
dirancangkan oleh Presiden Roosevelt untuk mengatasi krisis yang terjadi
tersebut.
Ekspor AS terganggu
Perdagangan Internasional AS menurun 33%
Produksi ekspor ↓
Kepercayaan Masyarakat
Pengangguran
Kriminalitas
Lapangan pekerjaan
Banking Act