Anda di halaman 1dari 43

TEKNIK BUDIDAYA PENGGEMUKAN KEPITING BAKAU (Scylla

Serrata) DI TAMBAK KOTA TARAKAN

Oleh:
MUHAMMAD FADNAN AHMADI
04.101010.002

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2010
KATA PENGANTAR
puji syukur saya panjatkan pada ALLAH SWT.karena atas berkat dan
rahmatnya lah saya bisa menyelesaikan praktek kerja lapang (PKL) tentang
budidaya penggemukan kepiting bakau (Scylla serrata) di tambak kota
tarakan. Adapun laporan ini untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan kita.

Semoga laporan ini dapat membantu meningkatkan keterampilan kita diidang


perikanan terutama tentang budidaya peggemukan kepiting sehingga kita dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahtraan,dan sekaligus dapat
mengembangkan potensi alam yang mana belum begitu banyak dikelola karena
kurangnya pengetahuan kita dibidang ilmu perikanan.
Bila nama dalam penyusunan laporan praktek kerja lapang ini terdapat berbagai
kekurangan saya sebagai penyusun mengharapkan sumbangan saran kritik yang
membangun guna perbaikan penyusun proposal praktek kerja lapang.

Tarakan, januari 2010

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................... ............................................ i

HALAMAAN PENGESAHAN………… ……………………………………………. ii

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. iv

DAFTAR TABEL………………………………………………………………………. vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………… vii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... viii

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………….. 1
B. Tujuan…………………………………………………………………… 2
C. Manfaat…………………………………………………………………. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kalsifikasi kepiting bakau (Scylla sp)…………………………………. 3
B. Morfologi kepiting bakau (Scylla sp)………………………………….. 3
C. Jenis kepiting bakau dan tingkah lakunya……………………………… 4
D. Tipr wadah budidaya kepiting………………………………………….. 7
E. Pakan dan kebiasaan makan……………………………………………. 9
F. Budidaya penggemukan kepiting bakau……………………………….. 10
G. Budidaya kepiting soka………………………………………………… 11
H. Budidaya pembesaran kepiting bakau…………………………………. 12
I. Teknik budidaya dan parameter kualitas air…………………………… 12

III. METODOLOGI
A. Waktu dan tempat……………………………………………………… 18
B. Alat dan bahan…………………………………………………………. 18
C. Metode Praktek Kerja Lapangan………………………………………. 20
D. Analisis data…………………………………………………………… 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan umum lokasi………………………………………………….. 21
B. Konstruksi wadah budidaya……………………………………………. 22
C. Survival Rate (SR) Penggemukan kepiting Bakau…………………….. 24
D. Seleksi bibit dan dan jenis kepiting yang dibudidayakan……………… 26
E. Manajemen pakan………………………………………………………. 30
F. Parameter kualitas air budidaya penggemukan kepiting……………….. 32
G. Metode panen…………………………………………………………… 37
H. Pasca panen……………………………………………………………… 40
I. Pemasaran………………………………………………………………. 42
V. KEDIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 45
B. Saran……………………………………………………………………. 46

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 47
DAFTAR TABEL

Tabel

1. ukuran wadah budidaya dan kondisi lapangan pada penggemukan kepiting bakau…. 22

2. survival rate (SR) kepiting bakau selama PKL berlangsung………………………… 24

3. hasil pengukuran parameter kualitas air pada budidaya penggemukan kepiting bakau 33
Daftar Gambar

Gambar

1. Kepiting bakau Scylla serrata………………………………………… 5


2. Kepiting bakau Scylla transquebarica……………………………….. 5
3. Kepiting bakau Scylla oceanic………………………………………. 6
4. Metode keramba bamboo……………………………………………. 8
5. Metode keramba jarring traw/madamg……………………………… 8
6. Metode pagar tancap………………………………………………… 9
7. Denah petak tambak penggemukan kepiting bakau………………… 21
8. Kontruksi tambak budidaya kepiting………………………………… 23
9. Bibit kepiting bakau dengan warna cerah dan tidak cacat dan cara
melepas kepiting bakau……………………………………………… 27
10.Jenis-jenis kepiting bakau yang dibudidayakan…………………….. 25
11. Jenis-jenis ikan (pakan)…………………………………………….. 31
12.Proses pemotongan pakan ………………………………………….. 31
13.Pos perikanan……………………………………………………….. 31
14.Pengukuran kualitas air…………………………………………….. 32
15.Soil tester…………………………………………………………… 35
16.Teknik penangkapan panen total…………………………………… 37
17.Kondisi tambak pada saat panen total……………………………… 37
18.Panen selektif ………………………………………………………. 38
19.Teknik pengikatan kepiting bakau…………………………………. 38
20.Perendaman kepiting stelah panen…………………………………. 40
21.Proses pengangkitan………………………………………………… 40
22.Produk kepiting segar atau hidup…………………………………… 42
23.Penyortiran pada pos penjualan…………………………………….. 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat keterangan pelaksanaan PKL………………………………… 49
2. Prosedur Kerja Lapangan Dan Analisis Kualitas Air……………… 50
3. Analisis Data Nitrat secara regresi………………………………… 53
4. Analisis Data Nitrit secara regresi………………………………… 54
5. Dokumentasi Pelaksanaan PKL…………………………………… 55
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perencanaan dan pengembangan budidaya Kepiting perlu mendapat perhatian dari
berbagai aspek untuk tujuan kelestarian sumberdaya, peningktan produksi dan
pemenuhan peluang pasar secara seimbang dan berkelanjutan. Diperkirakan
perkembangan usaha perdagangan kepiting dimasa mendatang akan terus meningkat
dengan adanya indikasi antara lain peluang pasar ekspor terbuka luas dengan
sedikitnya ada 11 negara konsumen, potensi lahan bakau yang merupakan habitat
hidupnya cukup besar dan belum digali secara optimal, dan pengetahuan budidaya
yang semakin meningkat baik budidaya pembenihan, pembesaran serta penggemukan.
Budidaya kepiting merupkan salah satu pospek bisnis yang sangat menjanjikan,
disamping biaya perawatan dan resiko yang sangat kecil. Kepiting juga merupakan
makanan ekspor yang sangat diminati oleh konsumen penggemar kepiting, selain itu
juga kepiting bakau memiliki nilai gizi yang tinggi. Pemasaranya pun tidak sulit
karena kebutuhannya cukup tinggi untuk restoran sea food.
Sebagai komoditas ekspor, kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran
maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat
kegemukan). Penggemukan kepiting (fattening crab) dapat dilakukan terhadap
dikepiting jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan kosong/kurus dan dalam
proses budidaya penggemukan kepiting tidak mengalami proses moulting sehingga
tidak terjadi penambahan panjang dan lebar karapas. Berbeda dengan proses budidaya
pembesaran yang mengalami proses moulting dengan frekuensi antara 4 sampai 5
kali, sehingga waktu yang diperlukan pada pross pembesaran berkisar antara 3 sampai
4 bulan. Lain halnya dengan budidaya penggemmukan kepiting hanya butuh 10-20
hari kepiting pun menjadi berisi/gemuk dan harganya mencapai 5 hingga 10 kali lipat
dari harga kepiting yang kurus, dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah
bagi pemilik usaha tambak penggemukan kepiting.
Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh petani tambak, karena sering
membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaanya banyak diburu dan ditangkap oleh
nelayan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional seperti dikeramba
bambu, keramba trawl, dan bambu tancap dan masing-masing metode budidaya
tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Mengingat perintaan pasar
ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi kepiting bakau mulai dirintis di beberapa
daerah ditambak-tambak udang yang kurang produktif lagi. Oleh karena itu perlu
adanya kajian untuk tambak alih lahan tersebut agar pemanfaatannya dapat
dioptimalkan.

B. Tujuan
Tujuan melaksanakan praktek kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui:
1. Metode penggemukan kepiting bakau (scylla sp) ditambak kota tarakan.
2. Jenis kepiting yang dibudidayakan.
3. Kontruksi wadah budidaya serta parameter kualitas air.
4. Sintasan atau survival rate kepiting bakau yang dibudidayakan.

C. Manfaat
Setelah melakukan praktek kerja lapangan diharapkan agar dapat menyimpukan
kekurangan dan kelebihan etode penggemukan kepiting (fattening crab) ditambak seta
memberikan informasi untuk mahasiswa studi rekayasa budidaya perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kepiting Bakau (scylla sp)


Kepiting bakau merupakan kepiting hijau yang dapat ditemukan dalam perairan
dangkal pada sekitar hutan bakau (mangrove dan estuari). Klasifikasi kepiting bakau
menurut (Oemardjati dan wardhana, 1992) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Ordo : Decapoda Sub
Ordo : Brachyur Family : Portunidae Sub-Family : Lipolinaae
Genus :Scylla Spesies :scylla sp
B. Morfologi Kepiting Bakau (scylla sp)
Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya mempunyai
“ekor” yang sangat pendek (bahasa yunani : brachy = pendek, ura = ekor), atau yang
perutnya sama sekali tersembunyi dibawah thora. Hewan ini dikelompokan kedalam
phylum Athropoda, sub phylum crustacea, Kelas Malacostraca, ordo Decapoda,
Suborder pleocyemata dan infraorder brachyura. Tubuh kepiting umumnya ditutupi
dengan exoskelenton (kerangka luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan
sepasang capit. Kepiting hidup diair laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang
beraneka ragam, dari pea crab, yang lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga
kepiting laba-laba jepang, dengan rentangan kaki hingga 4m (Anonymous,2004).
Walaupun kepiting mempunyai morfologi (bentuk dan ukuran) yang beragam tetapi
seluruhnya mempunyai beberapa kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting
mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi
dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak didepan kaki pertama dan
setiap jenis kepiting mmiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat
digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit
kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Disamping itu, tubuh
kepiting juga ditutupi dengan merupakan carapase. Carapase yang keras atau dengan
istilh lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian
kepala, badan dan insang.
Kepiting sejati mempunyai 5 pasang kaki : sepasang kaki yang pertama dimodifikasi
menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Dihampir semua jenis
kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya berlipat dibawah
cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh mailliped yang rata, dan bagian
depan dari carapase tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting
terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang,
namun dengan struktur yang berbeda. Insang yang terdapat didalam tubuh berfungsi
untuk mengambil oksigen biasanya sulit dilihat dari luar. Insang yang terdiri dari
struktur yang lunak terletak dibagian bawah carapase. Sedangkan mata menonjol
keluar berada dibagian depan carapase.
C. Jenis Kepiting Bakau dan Tingkah Lakunya
Menurut Kanna, (2002), kalau dilihat secara sepintas ketiga spesies tidak tampak
perbedaannya. Tetapi jika diamati lebih teliti perbedaan tiga spesies kepiting akan
tampak dengan jelas.
1. Scylla Serrata
Spesies Scylla serrata memiliki warna relatif sama dengan warna lumpur, yaitu
coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada
abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang duri yang runcing dan
1 buah duripada propodus bagian bawah (gambar 1). Selain itu habitat kepiting
bakau spesies ini sebagian besar tadi hutan-hutan bakau di perairan indonesia.

2. Scylla Tranquebarica
Spesies Scylla tranquebarica memiliki warna hijau tua dengan kombinasi kuning
sampai orange pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada bagian
abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang duri, tetapi tidak
terlalu runcing dan 1 buah duri yang tumpul pada abdomen bagian bawah (gambar
2)

Gambar.2 kepiting bakau Scylla transquebarica


3. Scylla Oceanica
Spesies Scylla oceanica lebih didominasi dengan warna coklat tua dan ukuran
badannya jauh lebih besar dari pada spesies yng lain (gambar 3). Dengan capit
yang lebih panjang, maka spesies kepiting ini lebih cepat memburu makanan.
Namun, harga spesies kepiting ini lebih rendah dibandingkan dengan spesies
kepiting lain sehingga petani tidak terlalu suka membudidyakannya. Kepiting ini
biasa ditemukan diperairan Afrika dan Laut Merah ( The Red Sea)

.
Gambar 3 kepitin bakau Scylla oceanica

Dari ketiga jenis kepiting tersebut diatas, Scylla serrata pada umur umumnya
berukuran lebih kecil dibandingkan kedua jenis lainnya. Tetapi dari segiharga dan
permintan pasar, jenis pertama tadi lebih unggul (http://www.kliping dunia ikan
dan meruncing).
Secara umum tingkah laku dan kebiasaan bakau yang dapat diamati adalah sbb :
1. Suka berendam didalam lumpur dan membuat lubang pada dinding atau
pematang tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui kebiasaan ini,
maka kita dapat merencanakan atau mendesain tempat pemeliharaan
sedemikian rupa agar kemungkinan lolosnya kepiting yang dipelihara
sekecil mungkin.
2. Kanibalisme dan saling menyerang, sifat ini lah yang paling menyolok
pada kepiting sehingga dapat merugikan usaha penanganan hidup dan
budidayanya. Karena sifatnya yang saling menyerang ini akan
menyebabkan kelangsungan hidup rendah dan menurunkan produktivitas
tambak.
3. Moulting atau ganti kulit. Setiap terjadi ganti kulit, kepiting akan
mengalami pertumbuhan besar karapas maupun beratnya. Umumnya
pergantian kulit akan terjadi sekitar 18 kali mulai dari stadia instar
sampai dewasa. Selama proses ganti kulit, kepiting memerlukan energi
dan gerakan yang cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa yang
mengalami pergantian kulit perlu tempat yang luas.
4. Kepekaan terhadap polutan, kualitas air sangat berpengaruh terhadap
ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air dapat terjadi karena
kelebihan sisa pakan yang membusuk. Bila kondisi kepiting lemah,
misalnya tidak cepat memberi reaksi bila dipegang atau perutnya kosong
bila dibelah, kemungkinan ini akibat dari menurunya mutu air. Untuk
menghindari akibat yang lebih buruk lagi, secepatnya pindahkan
ketempat pemeliharaan lain yang kondisi airnya masih segar.

D. Tipe Wadah Budidaya Kepiting


Berbagai metode yang lebih sering digunakan sebagai wadah pemeliharaan antar lain
:
1. Metode Karamba Bambu
Pemeliharaan dengan menggunakan sistem karamba yang terbuat dari bahan
bambu pada umumnya sudah lama digunakan oleh para petani tambak selain cara
pembuatannya relatif gampang, juga bahan yang digunakan sangat mudah
diperoleh dengan harga yang terjangkau. Namun disisi lain metode ini terbatas
dengan padat tebar yang relatif sedikit, ini disebabkan oleh ruang gerak kepiting
yang sempit, sehingga dikhawatirkan kepiting mudah untuk saling memangsa
(kanibalisme)n. Metode bambu yang biasa digunakan pada budidaya kepiting
bakau disajikan pada gambar 4.

Gambar 4 metode karamba bambu


2. Metode Karamba Jaring Trawl/Madang
Karamba dengan bahan dari jaring (polytheline) adalah merupakan hasil
modifikasi dari karamba dari bahan bambu, wadah pemeliharaan ini lebih kuat
karena dindingnya dari bahan jaring, selain lebih tahan juga mempunai kelebihan
sirkulasi air lebih lancar dibanding dengan bahan dari bambu. Diperkirakan daya
tahan jenis karamba ini, sampai 2 tahun lebih sedangkan proses pembuatannya
pun sangat praktis. Karamba jaring trawl/magang disajikan pada gambar berikut :

Gambar 5 metode keramba jarring/ trawl


3. Metode Pagar Tancap
Metode pagar tancap merupakan bagian dari pengembangan wadah sistem
budidaya penggemukan kepiting yang memanfaatkan bahan dari bambu yang
dibelah sebagai dinding/pagar, rangka pasar terbuat dari balok kayu sebagai
tempat untuk mengikat belahan bambu tersebut.
Konstruksi pembuatan pagar bambu biasa digunakan pada areal tambak
Dengan ukuran yang bervariasi antara 15 x 8 meter atau 20 x 10 meter, potongan
bambu yang telah dibelah-belah, kemudian ditancap kedasar tanah sedalam 0,5
meter dan disusun secara vertikal dengan sedikit memberi celah agar sirkulasi air
lancar.

E. Pakan Dan Kebiasaan Makan


Berbagai jenis pakan yang biasa diberikan pembudidayaan kepiting seperti : ikan
rucah, usus ayam, kulit sapi, kulit kambing, bekicot, keong sawah, dll. Dari jenis
pakan tersebut, ikan ruca segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun kimiawi dan
peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar tidak akan segera
dimakan oleh kepiting.
Pemberian pakan pada usaha pembesaran hanya bersifat suplemem dengan dosis
sekitar 5%. Dosis pemberian pakan sanga tergantung dengan jumlah kepiting yang
ditebar, berdasarkan hasil uji coba yang sering dilakukan untuk penggemukan
kepiting demgan menggunakan karamba sebanyak 10 - 15 % dari total biomassa
dengan frekuensi pemberian pakan 2x sehari, pagi (08.00 wib) dan sore hari (18.30).
pemberian pakan pada pagi hari dosis lebih sedikit dibanding sore hari mengingat
kepiting lebih aktif mencari pakan dalam suasana gelap (nocturnal).
Kemauan makan kepiting muda biasanya lebih besar, karena pada periode ini
dibuthkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk pertumbuhan dan proses ganti
kulit. Nafsu makan akan berkurang pada saat kepiting sedang bertelur, dan puncaknya
setelah telur keluar sepertinya kepiting berpuasa. Pemberian pakan secara rutin, tepat
dosis merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam usaha pemeliharaan penggemukan
kepiting, keterbatasan ruang gerak dan persaingan habitat dan makanan menjadikan
kepiting bisa saling memangsa sesamanya (kanibalisme). Sifat kepiting yang satu ini
tidak bisa terhindarkan apalagi ransum pakan yang diberikan tidak cukup jumlah.
Kualitas pakan pun harus menjadi prioritas, sebab sifat kepiting tidak menyukai pkan
yang sudah busuk, tetapi pakan yang berbau amis dan merangsang sangat disukai.
Jika pakan busuk tetap diberikan kepiting tidak akan menyentuhnya yang akhirnya
menjadi sisa dan dapt mencemari air tambak.

F. Budidaya Penggemukan Kepiting Bakau


Budidaya kepiting terdiri atas : pembesaran, penggemukan, produkki,kepiting
bertelur, dan kepiting lunak/soka. Pembesaran umumnya dilakukan didalam tambak
baik dengan mupun tanpa pagar bambu atau waring, penggemukan dan produksi
kepiting bertelur dilakukan dalam kurungan yang terbuat dari bambu atau dalam
karamba apung, dan kepiting lunak dipelihara dalam keranjang yang ditempatkan
dalam tambak.
Untuk penggemukan dan produksi kepiting bertelur, kepiting yang dipelihara
biasanya sudah berkuran ekspor (250-300 g/ekor) namun masih kurus/keropos atau
belum bertelur. Lama pemeliharaan tipe ini sekitar 15-25 hari. Pemilihan spesies dan
teknik budidaya perlu dilakukan dengan cermat agar usaha ini lebih menguntungkan.
Untuk tujuan produksi daging, budidaya sebaiknya diarahkan kekultur monoseks
jantan terutama karena jenis kepiting ini lebih epat besar sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai ukuran ekspor lebih singkat.

G. Budidaya Kepiting Soka


Raizika (2009), sebelum memulai budidaya kepiting soka hal utama yang perlu kita
perhatikan adalah lahan atau tempat yang akan kita gunakan sebagai tempat
dilaksanakannya budidaya kepiting soka, lahan tersebut dikenal dengan istilah tambak
yang mengandung air payau. Luas lahan tergantung dari keinginan kita, semakin luas
tambak semakin banyak kita bisa menebarkan bibit kepiting soka. Minimal luas lahan
sekitar 1 Ha, dimana dalam tambak seluas itu kita dapat menebarkan bibit sekitar 10
ribu ekor bibit .
Air tambak tidak perlu ikuras maupun dibersihkan dari organik lain, hal ini berlainan
dengan proses penyiapan tambak untuk budidaya udang. Bahan organik scara alamiah
dapat membantu proses ganti kulit (moulting) pada kepiting. Kedalaman air antara
permukaan dengan dasar tambak disarankan 70cm ke atas, apabila kurang dari itu
juga dapat menghambat si kepiting yang akan ganti kulit. Proses pergantian air harus
selalu dilakukan sesuai dengan tabel air yang bisa kita peroleh di Departemen
Kelautan dan Perikanan, air yang selalu baru membawa organik baru dari luar yang
dapat menambah makanan organik bagi kepiting itu sendiri.
Setelah bibit kepiting siap, proses selanjutnya adalah memotong kedua capit dan
keenam kaki jalan serta memotong satu kaki renangnya (membuat stress).
pemotongan satu kaki renang juga bertujuan untuk mempecepat proses ganti kulit
atau moulting. Hal ini sudah dibuktikan dengan mengambil contoh bibit yang kedua
kaki renangnya tidak dipotong dengan bibit yang satu kaki renangnya dipotong.
Proses ganti kulit yang dialami bibit kepiting dengan satu kaki renang dapat diperoleh
dalam jangka waktu 15 hari sedangkan bibit yang kedua kaki renangnya tidak
dipotong mengalami ganti proses ganti kulit lebih lama yaitu mencapai waktu 30 – 35
hari. Menurut pakar perikanan dan elautan proses ganti kulit nya kepiting dapat dibuat
tanpa memotong kakinya, yaitu dengan menyintikan ekstra bayam. Proses adaptasi
terhadap kepiting bisa dilaksanakan maupun tidak menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan daerah masing-masing. Setelah bibit sudah diptong kemudian dimasukkan
edalam karamba yang telah disiapkan sebelumnya. Proses memasukan bibit dianjuran
pada saat ari mulai gelap atau pada saat pagi hari dimana kondisi suhu udara sudah
atau masih sejuk, hal ini membantu agar bibit yang sudah dipotong dan dalam
keadaan stres tidak kaget atau tambah stres.

H. Budidaya Pembesaran Kepiting Bakau


Tambak terlebih dahulu dipasangi pagar bambu pada bagian dalam pematang setinggi
1,25 m diatas pelataraan tambak dan 50 cm terbenam pada dasar tambak. Setiap petak
tambak diberi ban bekas 10 buah/ 1000 m2 sebagai pelingdung. Dalam persiapan
tambak dilakukan pemberantasan hama dengan menggunakan saponin dosis 30 ppm,
pengapuran dengan kapur pertanian dosis 2 ton/ha, pemberian pupuk urea dan tsp
masing-masing 200 kg/ha dan 100kg/ha. Kepiting bakau dengan berat awal 28 g/ekor
ditebar dengan kepadatan 1 ekor/m2. Rasio jantan;\:betina kepiting bakau yang sudah
ditebar adalah 1 : 1 pakan yang diberikan berupa ikan rucah kering sebanyak 5% berat
badan/ hari. Pergantian air dilakukan setiap hari sekitar 10% dari volume total secara
gravitasi. Pengapuran sebanyak 2kg/m2 pematang, ditebar merata pada pematang,
dilakukan setiap 2 minggu berat kepiting bakau setelah dipelihara 98 hari dapat
mencapai 166g/ekor, Mustaa (2002).
I. Tehnik Budidaya dan Parameter Kualitas Air
1. Pemilihan Lokasi
Seperti halnya pada usaha budidaya perikanan yang lain, pada usaha budidaya
kepeiting ini juga memerlukan persyaratan likasi yang harus dipenuhi. Hal ini agar
dapat menapai keberhasilan yang diimpikan. Menurut Kanna, (2002), persyaratan
lokasi budidaya kepiting antara lain :
 Sarana mobilitas lancar
 Banyak ditumbuhi pohon bakau atau api-api
 Kedalaman tidak lebih dari 75 cm
 Tektur tanah lumput liat berpasir (sandy loam)
 Kadar garam antara 15 – 30 %
 Suhu bervariasi antara 24 – 32 derajac celcius
 pH air antara 6,5 – 8,5
 air tidak teremar limbah racun dan pengaruh banjir
2. Pemilihan Benih
Kesehatan benih merupakan satu diantara faktor yang menunjang keberhasilan
dalam penggemukan kepiting. Oleh sebab itu pemilihan dan pengelolaan benih
harus benar dan tepat. Kesehatan benih juga bisa dilihat dari kelengkapan kaki-
kakinya. Hilangnya apit akan berpengaruh pada kemampuan untuk memegang
makanan yang dimakan serta kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya
setelah ganti kulit maka kaki yang baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan
waktu, belum lgi dalam sifat kanibalisme kepiting sehinggakepiting yang tidak
bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting lainnya untuk
itu maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih kepiting
yang kurang sehat warna karapas akan kemerah-merahan dan pudar serta
pergerakannya lamban.
3. Parameter Kualitas Air
a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH air menunjukan aktivitas ion hydrogen dalam
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hy drogen (dalam mol
per liter ) pada suhu tertentu atau dapat ditulis :

pH= -log (H)+


Air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion OH-
dalam konsentrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian pH air murni =7.
Semakin tinggi kensentrasi ion H+, akan semakin rendah konsentrasi ion H+
dan pH<7, perairan semacam ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika
konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH > 7 , maka perairan bersifat basa
(alkalis). Perairan umum dengan segala aktivitas fotosintesis dan respirasi
organisme yang hidup di dalamnya membentuk reaksi berantai karbonet-
karbonat sebagai berikut :

Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak
kekanan dan seara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air
turun. Reaksi sebaliknya terjadi dengan aktivitas fotosintesis yang
membutuhkan ion CO2 menyebabkan pH air naik. pH air mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH
rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang,
sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan naik, dan
selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa.
Atas dasarini maka usaha budidaya ikan akan berhasil baik dalam air dengan
pH 6,5 – 9,0 sedangkan selera makan tertinggi didapat pada pH air 7,5 – 88,5.

b. Amoniak (NH3)
Amoniak (NH3) dalam air berasal dari perombakan bahan organik dan
pengeluaran hasil metabolisme ikan/kepiting melalui ginjal dan jaringan
insang. Disamping itu, omoniak di tambak juga dapat terbentuk sebagai hasil
proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang
mati.
Pada budidaya secara intensif, jumlah pakan yang diberikan kepadahewan
budidaya sangat banyak akan mempercepat peningkatan konsentrasi amoniak.
Sebagian besar pakan akan dimanfaatkan oleh hewan budidaya untuk
pertumbuhannya, namun sebagian lagi akan diekskresikan dalam bentuk padat
amoniak terlarut dalam air. Kotoran tersebut selanjutnya akan mengalami
perombakan menjadi NH3 dalam bentuk gas. Gas amoniak selanjutnya
sebagai berikut :
Ikan menghasilkan

Kandungan amoniak dalam air akan bertambah sesuai dengan kenaikan


aktivitas hewan budidaya dan suhu air. Ikan/kepiting sangat peka terhadap
amoniak dan senyawanya. Ternyata daya hemoglobin ikan terhadap oksigen
berkurang dengan cepat sampai tinggal hanya sepertujuhnya jika konsentrasi
amoniak didalam air menapai 1 ppm. Dalam praktek dilapangan, perairan
sudah dikategorikan tercemar jika mengandung amoniak 1 ppm. Perairan yang
baik untuk budidaya ikan/kepiting adalah yang mengandung amoniak kurang
dari 0,1 ppm. Ikan mas mulai terganggu pertumbhannya dalam air yang
mengandung amoniak, 1,20 ppm sedangkan konsentrasi diatas 2 ppm dapat
membunuh sebagian besar jenis ikan. Dalam perairan yang belu tercemar
ternyata kandungan amoniak masih jauh dibawah 0,02 ppm dan konsentrasi
ini dianggap aman bagi ikan budidaya-budidaya.

c. Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen dibutuhkan udang untuk bernafas. Ketersediaan ksigen di dalam air
sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting.
Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kepiting adalah 4 sampai 8 ppm.
Kandungan DO dipengaruhi oleh arus, gelombang, dan aktivitas fitoplankton.
Rendahnya oksigen terlarut didalam tambak sering terjadi pada musim
kemarau yang tidak berangin. Kondisi ini ditandai dengan naiknya kepiting
kepermukaan air bahkan ke pematang. Cara mengatasinya, bisa dengan
menggunakan aerator dan juga dilakukan pergantian air pada dini air.
d. Salinitas
Secara sederhana salinitas disebut juga dengan kadar garam atau tingkat
keasinan air setelah semua karbonat dan senyawa organik dioksidasi, dan
bromida serta iodida dianggap sebagai klorida. Besarnya salinitas dinyatakan
permill ((ppt: gram per kilogram). Untuk mengatur salinitas air tambak dapat
di
digunakan salinometer, refraktometer atau hendraktometer. Kepiting
menyukai air bersalinitas 15 – 30 ppt. Penurunan salinitas air tambak dibawah
10 ppt dapat membuat kondisi kepiting melemah, dan peka terhadap serangan
penyakit. Jika diatas 30 ppt, sebagian besar negeri kepiting digunakan untuk
beradaptasi atau berosmoregulasi, sehingga pertumbuhannya terhambat.

e. Kekeruhan
Kekeruhan air tambak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan hewan
budidaya. Zat atau material terlarut (tersuspensi) seperti lumpur, senyawa
organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme diduga kuat sebagai
penyebab kekeruhan air. Kekeruhan menyebabkan sinar yang sampai ke air
lebih banyak dihamburkan dan diserap daripada yang ditransmisikan ke
sekelilingnya. Padahal sinar matahari ini sangat diperlukan oleh plankton yang
terdapat dalam air. Karena itu, kondisi air tambak diusahakan tidak
terlalukeruh. Pengukuran kekeruhan air yang sering dilakukan dengan melihat
tingkat kecerahan air sering dilakukan dengan melihat tingkat kecerahan air.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan sehi isk ((keping sechi). Tingkat
kecerahan yang diharapkan untuk budidaya adalah 25 – 40 cm. Artinya, daya
tembus maksimum sinar matahari kedalam air hanya 40 cm. Daya tembus
sinar matahari yang tidak terlalu dalam tersebut disebabkn oleh banyaknya
plankton yang menghuni perairan sehingga persediaan makanan alaminya
cukup tersedia. Sementara itu, jika kecerahan perairan tambak sampai ke dasar
(100 – 150 cm), berarti perairan tersebut tidak subur karena hanya
mengandung sedikit plankton.
f. Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO2)
Adanya oksigen didalam air tambak akan mengubah omoniak menjadi nitrat
dan nitrit (nitrifikasi). Nitrat terbentuk dari reaksi antara amoniak dan oksigen
yang terlarut dalam air. Besarnya kadar nitrat di dalam tambak yang masih
bisa ditoleransi berada dibawah 0,1 ppm. Sementara itu, kadar nitrit yang
diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kadar nitrat dan nitrit di dalam air
tambak yang melebihi ambang batas tersebut akan berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan yang dipelihara.
Pengukuran kadar nitrat dan nitrit menggunakan instrument kit dengan kisaran
pengukuran 0,05- 2 ppm. Alat ini juga berfungsi sebagai pengukur kadar Cd
(cadmium) dalam air tambak, (http://akuakulturunhas.blogspot.com)
4. Pemanenan
Petani memanen kepiting dilakukan secara selektif yaitu dengan cara memangsa
ambang tancap setelah kepiting yang dipelihara berkurang maka dapat dipanen
secara total dengan cara membuka saluran air sehingga air di tambak menjadi
kering. Kepiting yang sedang matang telur mempunyai harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lain. Kemudian kepiting di ikat kakinya dengan tali
raffia atau karet kemudian dimasukan kedalam keranjang, kepiting pun siap untuk
dibawa ke pos pengumpulan kepiting . yang perlu diperhatikan adalah tempat dan
waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada konsumen menentukan
kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar 3 – 4 % dapat
memyebabkan kematian

III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan
Tarakan Barat, PKL ini dilaksanakan mulai dari tanggal 20 November 2009 sampai
dengan 25 Desember 2009. Dengan perincian 5 hari survey dan wawancara
selanjutnya 30 hari praktek di lokasi budidaya.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada praktek kerrja lapangan terbagi menjadi :
a. Alat yang digunakan selama pelaksanaan budidaya kepiting bakau (scylla sp) :
No Nama Alat Fungsi dan Kegunaan

1 Alat tulis menulis Untuk mencatat data selama PKL

2 Kalkulator Sebagai alat hitung analisis data

3 Kamera Digital Dokumentasi selama kegiatan PKL berlangsung

4 Gunting Alat pemotong tali untuk melepas bibit

5 Ambau Tancap Sebagai alat tangkap pada saat panen selektif

6 Timbangan 10 kg Alat untuk menghitung berat pakan

7 Timbangan 2 kg Alat untuk menghitung berat kepiting per ekor (sampel)

8 Steroform Sebagai wadah pakan & bak pencucian pada panen total

9 Pengait Kepiting Sebagai tiang pagar waring keliling

10 Ember Sebagai wadah kebutuhan air

11 Parang dan Talenan Untuk mencincang atau memotong pakan

12 Tangukan / Serokan Sebagai alat penangkap panen selektif

13 Kayu Sebagai alat menahan kepiting agar mudah ditangkap

14 Kendaraan roda 2 Sebagai alat transportasi dalam pengangkutan kepiting

b. Alat Ukur parameter kualitas air yang digunakan dilapangan (Lokasi PKL) :
No Nama Alat Fungsi dan Kegunaan
Sigman atau jangka sorong Mengukur panjang dan lebar karapas
1
Soil tester Alat mengukur pH tanah
2
Secchi Disk Alat mengukur kecerahan
3
Water Chekcer Alat mmengukur salinitas, Do dan suhu
4
Tongkat dan Meteran Alat mengukur kedalaman petakan dan air
5
Meteran Alat mengukur panjang dan lebar petakan
6
Botol Sampel Alat menyimpan sampel air
7

c. Alat ukur parameter kualitas air yang digunakan Lab Kualitas Air FPIK UBT :
No Tujuan Alat-alat yang digunakan
Analisis TTS Kertas Saring, Vacum Pump, Glass Beaker,
1
Oven, Dessikator, Timbangan Analitik, Hot
Plate, dan Volumetric Cylinder.
Analisis TDS Kertas Saring, Vacum Pump, Oven,
2
Dessikator, Timbangan Analitik, Hot plate,
dan Glass Beaker.
Analisis pH air pH meter digital
3
Kekeruhan Bottle sample dan turbidity meter
4
Analisis Amoniak Labu Kjeldahl, Erlenmeyer, Pipet,Buret,
5
Gelas Ukur, dan Macro Kjeldahl
Analisis Nitrat Pipet Volumetik, Pipet gondok, gelas
6
beaker, dan spektrofotometer
Analisis Nitrit Pipet gongok, pipet volumetic, elas ukur,
7
labu ukur, dan spektrofotometer.
2. Bahan
Untuk bahan-bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapangan adalah sebagai
berikut:
- Bibit atau benih kepiting jantan dewasa minimal 300 gram/ekor
- Bibit atau benih kepiting betina dewasa minimal 250 gram/ekor yang telah
matang telur tingkat satu (TKG 1 )
- Pakan ikan rucah (puput, ekor kuning, gulama, sebelah atau lidah, ikan mujair,
ikan putih ukuran kecil, ian bulan-bulan, bandeng dan ikan bawal ukuran
kecil).
- Ikan otek kering sebagai umpan saat panen selektif.

C. Metode Praktek Kerja Lapangan


Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan iniadalah metode
survei, wawancara pada teknisi budidaya kepiting bakau dan metode eksplorasi.

D. Analisa Data
1. Rumusan survival rate (SR)
Kelangsungan hidup dihitung mulai dari pertama penebaran sampai akhir
Produksi. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Effendi (1997):

SR(%) = Nt/No x 100

Dimana :
SR = kelangsungan hidup hewan uni (%)
Nt = jumlah hewan pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah hewan hidup pada awal penelitian (ekor)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Ukuran Lokasi
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan disalah satu tambak warga yang bernama
Samsul Ardi. Letak geografis tambak kepiting tersebut kurang lebih 1,2 km dari garis
pantai, yang dihubungkan oleh sungai utama (sungai buatan) yang emiliki lebar 10
meter dan kedalaman kurang lebih 3 meter. Sepanjang aliran sungai tersebut
ditumbuhi mangrove dan memiliki substrat lumpur berpasir. Untuk batas wilayah
tambak tersebut, sebelah utara dan timur berbatasan dengan tambak udang PT.
Mustika Aurora, sebagai selatan berbatasan dengan sungai utama dan bagian barat
berbatasan dengan pembibitan udang milik Pak Amin. Kegiatan penimbunan landasar
airport serta aktivitas rumah tangga dikawasan tersebut merupakan faktor utama yang
akan mengakibatkan pencemaran yang terjadi dialiran sungai utama. Walaupun
demikian diharapkan keberadaan mangrove disekitar lokasi budidaya sekitarnya dapat
menetralisir pasokan air sehingga dapat digunakan untuk median penggemukan
kepiting bakau tersebut. Denak petak tambak penggemukan kepiting bakau (fattening
crab) dapat dilihat paa gambar berikut:

B. Konstruksi Wadah Budidaya


Wadah buidaya kepiting bakau ditambak merupakan modifikasi dari pemeliharaan
kepiting dengan metode pagar tancap. Wadah ini merupakan ahli lahan tambak udang
yang tidak produktif lagi, sehingga dimanfaatkan untuk budidaya kepiting bakau.
Kelebihan kontruksi wadah budidaya ini selain padat tebar yang tinggi, wadah ini di
batasi dengan waring atas dan bawah sehingga bagian dari kontruksi ini lebih tahan
lma dibandingkan dengan pagar tancap yang menggunakan bambu untuk
pembatasnya. Ukuran wadah budidaya tersebut merupakan petakan-petakan yang
didesain tidak terlalu besar sehingga memudahkan dalam pemberian pakan dan saat
pengontrolan. Adapun panjang petakan kisaran 16 – 22 m, dengan lebar 8 – 14 m,
edangkan tinggi petakakn 0,83 m dan tinggi diantara 0,25 sampai 0.60m, sehingga
petakan tersebut menampung air kurang lebih 34 sampai 483 m3 (tabel 1)

Tabel 1. Ukuran wadah budidaya dan kondisi lapangan pada penggemukan kepiting
bakau scylla sp
Konstruksi tambak budidaya penggemukan kepiting bakau disajikan pada gambar
berikut :

Konstruksi tambak penggemukan kepiting tersebut dilengkapi dengan saluran inlet


8,5 cm dan outlet 16 cm ( gambar 8.a) terpisah sehingga memudahkan untuk
pergantian memudahkan untuk pergantian atau penambahan air budidaya.
Ciri-ciri khas dari sifat fisiologi kepiting bakau adalah membuat lubang sehingga
sering membuat petakan menjadi bocor dan bila tidak ditanggulangi maka akan
berdampak jebolnya pematang. Untuk mengantisipasi dari sifat kepiting yang kita
budidayakan tersebut maka dipasang waring bawah (gambar 8.b) dengan ukuran 5x5
mm. Waring tersebut ditanam didasar tambak dengan kedalaman kurang lebih 30cm,
hal ini dimaksudkan agar waring tersebut tidak mudah bergeser dan tidak ada celah
untuk kepiting tersebut keluar dari wadah yang kita gunakan. Selain itu, kepiting
mempunyai karakter peka terhadap polutan, sehingga sering kali kepiting naik
kepematang untuk menghindari dari kondisi perairan yang buruk. Oleh karena itu,
waring dengan ukuran 20 x 20 mm dengan tinggi 80 cm dipasang dengan
menggunakan tiang, berfungsi untuk menghadang kepiting agar tidak masuk
kepetakan lainnya atau kelur dari sungai (gambar 8.c)

C. Survival Rate ( SR) Penggemukan Kepiting Bakau


Survival rate atau sintasan merupakan tingkat kelangsungan hidup dibandingkan pada
saat tebar yang dinyatakan dengan presentase. Banyak faktor-faktor yang
mengganggu dalam melakukan budidaya penggemukan kepiting naik internal maupun
eksternal sehingga tingkat keberhasilan budidayanya sangat keil.
Survival rate kepiting bakau selama PKL disajikan pada tabel 2.

Dari tabel diatas dpat diketahui bahwa angka kehidupan (survival rate) kepiting bakau
(scylla sp) yang dibudidayakan dari enam kali produksi sangat rendah yaitu berkisar
27,38 % hingga 64,70 %. Indikasi rendahnya angka kehidupan kepiting bakau dapat
disimpulkan dalam beberapa sebab yaitu kontruksi wadah budidaya, mutu benih,
kualitas air, kulitas dan kuantitas pakan, sifat kanibalisme, padat tebar, panen dan
penangganan panca panen.
Menurut Rida, 2008, bahwa hewan ini bersifat kanibal sehingga tingkat keberhasilan
budidayanya sangat kecil. Sesuai dengan kondisi dilapangan ditemukan beberapa
bagian tubuh kepiting yang mati tercabik-cabik. Hal ini disebabkan ruang gerak
kepiting tersebut sangat sempit karena padat tebar kepiting dewasa yang dilakukan 2
ekor/m2, sedangkan yang baik untuk penggemukan kepiting bakau dengan ukuran
kurang lebih 500 gr yaitu 1 ekor/m2.

Selain itu rendahnya survival rate dapat dianalisa dari beberapa parameter kualitas air,
khususnya kadar amoniak mencapai 2,09 dan 2,15. Kadar amonia pada perairan alami
biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada
perairan tawarsebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih
dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan . kadar amonia yang
tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari
limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. Kadar amonia
yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa
oksigen atau anoxic (Effendi, 2003 dalam Aria 2009). Menurut Boyd (1990) dalam
Aria (2009), amonia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada insang dan jaringan
tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan kemampuan darah dalam
membawa oksigen. Dalam kondsi kronik, peningkatan amonia dapat menyebabkan
timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) dalam Aria (2009)
menyarankan agar kandungan amonia dalam suatu perairan tidak lebih dari 1 mg/l,
yaitu agar kehidupan ikan/kepiting menjadi normal.

D. Seleksi Bibit dan Jenis Kepiting Yang Dibudidayakan


Keberhasilan serta budidaya perikanan disamping ditunjang teknik budidaya yang
handal, tersediannya bibit juga sangat menentukan. Untuk usaha budidaya
penggemukan kepiting (fattening rab) pada lokasi PKL, bibit diperoleh dari para
pemancing yang menjual kepada pos pengumpul yang ada di JL. Selimi Pantai
bekalang BRI dengan nama pos Baroka, yang kemudian oleh pos pengumpul tersebut
diseleksi sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan, untuk ukuran konsumsi
langsungdijual sedangkan kepiting yang dalam keadaan kropos/kurus disalurkan pada
para petani penggemukan kepiting (fattening crab). Ukuran bibit kepiting yang
digunakan bervariasi antara 300 – 900 gramuntuk kepiting jantan dan 250 -600 gram
untuk kepiting telur (betina). Bibit dibeli dengan harga Rp 10.000 per/kg, baik jantan
maupun betina.
Adapun ciri-ciri dan tehnik seleksi bibit kepiting yang akan digemukan adalah sebagai
berikut :
1. Sehat memiliki arna cerah dan menarik serta tidak cacat pada organ tubuhnya.
2. Gerakannya lincah dan gesit serta melawan pada saat akan dipegang.
3. Untuk kepiting betina TKG 1 ditandai dengan telur yang sebesar garis.
4. Bebas dari gangguan dan penempelan penyakit dan parasit.
Sifat kanibalisme ini yang paling dominan ada pada kepiting jantan, oleh karena
itu budidaya monoseks pada produksi penggemukan kepiting (fattening crab)
akan memberikan kelangsungan hidup lebih baik, sedangkan untuk melepas bibit
kepiting sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar kepiting dapat beradaptasi
dengan lingkungan budidaya. Ciri-iri bibit kepiting bakau dan cara melepa
kepiting dapat dilihat pada gambar 9.

Identifikasi kepiting bakau ini mengacu pada artikel “ A Guide to Mangroves og


Singapore”, dengan penulis Peter and Sivasothi (2001). Jenis kepiting bakau yang
dominan dibudidayakan yaitu jenis dari scylla seratta (gambar 10.a) walaupun ada
beberapa bagian kepiting dari jenis Scylla olivacea (gambar 10.b), scylla
paramamosain (gambar 10.c) dan scylla transquebaria (gambar 10.d).
berdasarkan warnanya kepiting bakau dapat dibedakan yaitu S. Serrata berwarna
keabu-abuan hinga hijau tua sepeti lumpur dan hampir sama dengan varietas S.
Serrataparamamossain sehingga keduanya sangat sulit dibedakan; S.oceanica
berwarna orange dan terdapat garis-garis berwarna coklat pada hampir seluruh
bagian tubuhnya kecuali bagian perut; S. Transquebarica berwarna ungu sampai
kehitam-hitaman dengan sedikit garis-garis berwarna coklat pada kaki jalan
terakhir dan kaki renangnya. Secara umum S. Oeania dan S. Transquebarica
memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan S. Serrata dan varietasnya
paramamossain pada umur yang sama.

E. Manajemen Pakan
Kegiatan pemberi pakan pada penggemukan kepiting (fattening crab) meliputi :
1. Memilih jenis pakan yang sesuai
Dalam hal ini jenis pakan yang diberikan pada penggemukan kepiting adalah ikan
rucah (sebagai jenis ikan yang dipotong kecil-kecil) yang terdiri dari berbagai
macam jenis ikan antara lain : puput, ekor kuning, gulama, sebelah atau lidah,
ikan mujair, ikan putih ukuran kecil, ikan bulan-bulan, ikan bandeng, ikan bawal
ukuran kecil, ikan julung-julung, dan sebagainya (Gambar 11). Ikan rucah tersebut
diperoleh dari pos penampungan hasil tangkap kelong yang ada di Jl. Perikanan
Jembatan Bongkok, Kota Tarakan (Gambar 12). Harga untuk perkilogramnya Rp
2000 rupiah dan biasanya kebutuhan pakan perharinya mencapai 25 – 35 kg untuk
6 petak budidaya tersebut sehingga cost pakan yang diperlukan untuk sekali
produksi kurang lebih Rp 300.000 rupiah/petak.
2. Cara pemberian pakan
Pakan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi dan diperhatikan kualitasnya
dalam budidaya penggemukan kepiting. Selain itu, kebiasaan makan kepiting
harus dipelajari, sebelum pemberian pakan ikan rucah tersebut dipototng-potong
sampai ukuran kecil (Gambar 13), kemudian pemberian pakan dilakukan sore hari
mengingat dari fisiologi oleh tingkah laku kepiting yag lebih aktif menari pakan
dalam suasana gelap (nocturnal). Dan kepiting merupakan pakan didasar perairan
sehingga menu pakan yang tenggelam merupakan syarat utama untk
membudidayakan kepiting. Pemberiana pakan tersebut dapat dilakukan dengan
cara ditebar merata keseluruhan petakan tambak.
3. Dosis Pakan
Untuk penggemukan kepiting tersebut dosis pakan 10 – 15 % dari total biomassa
dengan frekuensi pemberian pakan 1x sehari, pada sore hari (16:30) hal tersebut
dikarenakan keterbatasan tenaga. Dan biasa berat pakan ang diberikan antara 5 – 7
kg per petaknya. Jumlah pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan, dapat dilihat
dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika pakan dimakan seluruhnya, maka
pemberian pakan selanjutnya sebaiknya ditambah. Dan sebaiknya apabila faktor
lingkungan tidak bersahabat hal ini membuat selera nafsu makan kepiting
menurun dan mengakibatkan sisa pakan yang berdampak pembusukan yang
menimbulkan bau tak sedap.

F. Parameter Kualitas Air Budidaya Penggemukan Kepiting (fattening crab)


Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan kepiting. Didalam budidaya
kepiting, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan
budidaya penggemukan kepiting tersebut. Oleh karena itu, sejak pemilihan lokasi,
kondisi lingkungan dan kualitas air sudah merupakan salah satu yang dijadikan
ukuran untuk menilai layak tidaknya suatu perairan atau sumber air digunakan untuk
budidaya kepiting denan wadah tertentu. Kegiatan pengukuran kualitas air apat dilihat
pada gambar berikut:

Nilai oksien pada saat pengukuran berkisar antara 2,30 hingga 6,75 ppm, Oksigen
tersebut sangat penting bagi pernapasan dan merupakan komponen utama bagi
metabolisme kepiting bakau dan organisme perairan lainnya. Keperluan organisme
terhadap oksigen bervariasi tergantung pada jenis, stadia dan aktivitasnya ( Wardoyo,
1981). Djatmika (1986) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang terbaik
untuk kehidupan organisme perairan sekitar antara 5-5,69 ppm. Ditambahkan oleh
Djangkaru (1974) bahwa kandungan oksigen 3 ppm dapat menyebabkan selera
makan organisme perairan akan turun, pada kandungan 7 ppm selera makan
organisme perairan mencapai puncaknya. Menurut Kuntiyo et al (1993) oksigen
terlarut yang memenuhi persyaratan untuk budidaya kepiting adalah lebih dari 3 ppm.
Faktor kualitas air sangat penting untuk kelangsungan hidup kepiting bakau (scylla
sp). Adapun kualitas air selama melaksanakan PKL disajikan dalam Tabel 3.

Dari tabel 3 diatas dapat dilihat nilai dari beberapa parameter kualitas perairan yang
dilakukan selama PKL. Nilai salinitas pada budidaya tersebut berkisar antara 24,8 –
28,8 %. Salinitas mempunyai pengaruh langsung terhadap tekanan asmotik air.
Semakin tinggi salinitas akan semakin besar pula tekanan asmotiknya (Sutaman,
1993). Ditambahkan oleh Kasry (1996) berdasarkan kondisi daur hidupnya dapat
diperkirakan sebagai kondisi perairan yang dilalui dalam menjalani hidup kepiting
bakau pada saat ditetaskan salinitasnya 29 – 33 per mil. Pada saat kepiting muda yang
baru berganti kulit memasuki muara sungai akan dapat mentolerir salinitas yang
rendah (10-20 per mil). Menurut Tribawono et al (1995) bahwa kepiting dewasa
toleran terhadap perubahan salinitas dan dapat hidup dalam ai dengan salinitas 0-50
per mil. Menurut Afrianto dan liviawaty (1992) air yang digunakan dalam
pemeliharaan kepiting sebaiknya mempunyai salinitas yang sesuai dengan kebutuhan
kepiting yaitu antar 15-35 per mil. Diperkuat oleh pendapat Kuntiyo et al (1993)
bahwa salinitas yang baik untuk budidaya kepiting adalah 15-30 per mil.
Nilai suhu berkisar dari 28,9 hingga 32,5 derajat celcius. Perubahan suhu sacara
mendadak akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan kepiting. Jika suhu air
tambak turun hingga dibawah 20 derajat celcius , daya cerna kepiting terhadap
makanan yang dikonsumsi berkurang. Sebaliknya, jika suhu naik hingga lebih dari 35
derajat celcius, kepiting akan mengalami stres karena kebutuhan oksigen semakin
tinggi. Untuk menghindari kenaikan suhu pada musim kemarau, permukaan air perlu
dinaikkan, atau menambah kedalaman tambak dan memasukan air baru.
Nilai pH air berkisar antara 6,5 hingga 6,8 dan pH tanah 6,5 – 7 hal ini masih dapat
ditoleransi oleh kepiting yang kita budidayakan. Pada kolam atau tambak yang
banyak dijumpai tumbuhan renik, pH diperairan penting untukreaksi kimia-kimia dan
senyawa-senyawa yang mengandung racun perubahn asam atau basa di perairan dapat
menganggu sistem keseimbangan ekologi. Nilai pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas (Mackereth et al., 1989 dalam Aria, 2009). Semakin
tinggi pH, semakin tinggi punnilai alkalinitas dan semakin rendah kadar
karbondioksida bebas. Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA ( Environmental
Protection Agency) untuk kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5. Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH an menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu, nilai pH juga sangat berpengaruh
terhadap toksisitas suatu senyawa kimia. Menurut Swingle (978) dalam Aria (2009),
mengatakan bahwa pH yang baik atau cocok untuk budidaya ikan adalah antara 6,50
– 9,00. Sedangkan titik kematian ikan terjadi pada pH 4.00 untuk asam dan 11.00
untuk basa. Pada kolam dengan sistem resirkulasi air cenderung menjadi asam karena
proses nitrifikasi dari bahan organic akan menghasilakan karbondioksida-
karbondioksida dan ion hydrogen. Mengantisipasi rendahnya pH pada saat persiapan
tambak, tanah dasar tambak bisa ditaburi kapur, untuk menaikkan pH. Air yang
digunakan untuk mengukur pH tanah adalah Soil Tster (gambar 15).

Amonia (NH4+) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilakn oleh
ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan
kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan
bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan
kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di
bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch,
1952 dalam Aria,2009). Menurut jenie dan Rahayu (1993) dalam Aria (2009).
Konsentrasi amonia pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang
terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang
ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia
banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang
sedikit akan beracun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia
yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia bertambah seiring dengan
bertambahnya kedalaman (welch, 1952 dalam Aria, 2009).
Amonia (NH3) dan asam sulfida (H2S) merupakan senyawa berpengaruh terhadap
pertumbuhan kepiting. Munulnya amonia didalam tambak disebabkan oleh adanya
sisa pakan yang tidak termakan, bangkai hewan dan tumbuhan, kotoran kepiting dan
bahan organik lainnya yang membusuk, misalnya ganggang. Agar kepiting tumbuh
cukup baik, amoniak yang terdapat dalam air tambak tidak boleh lebih dari 2 ppm. Di
samping amoniak, kandungan asam sulfida pun akan berpengaruh terhadap tambak,
terutama setelah 2-3 kali panen. Langkah pencegahan bisa dilakukan dengan
mempersiapkan tambak sebaik mungkin dan menjaga kualitas pakan. Pakan yang
berkualitas akan mendukung stabilitas air dalam tambak. Konsentrasi asam sulfida
normal atau yang bisa ditoleransi didalam tambak adalah 0,12 ppm. NH3 dalam air
dapat dibuang dengan proses tripping (pH optimum kurang lebih 12) atau dengan
proses mikroiologi.

Secara biologis di alam sebenarnya dapat terjadi perombakan amonia menjadi nitrat
(NO3), suatu bentuk yang tidak berbahaya, dalam proses nitrifikasi dengan bantuan
bakteri nitrifikasi terutama nitrosomonas dan nitrobacter. Selain memerlukan bakterri
tersebut dalam prses perombakan itu juga diperlukan jumlah oksigen yang cukup
didalam air. Proses perombakan yang tidak sempurna dpat mengakibatkan akumulasi
ion nitrit yang bersifat racun. Urin, bangkai hewan dan tumbuhan yang mati akan
diuraikan oleh pengurai menjadi amonium dan amoniak. Bakteri nitrit yaitu
Nitrosomonas mengubah amonium menjadi nitrit. Selanjutnya bakteri nitrat yaitu
nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat. Proses perubahan amnium menjadi nitrit
dan nitrat inilah yang disebut nitrifikasi. Sebaliknya, proses pengubahan nitrit atau
nitrat menjadi nitrogen bebas diudara disebut proses denitrifikasi.
G. Metode Panen
Metode panen yang digunakan untuk budidaya penggemukan kepiting ini terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Panen Total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara total sehingga
produksi total dapat segera diketahui (Gambar 16 dan 17). Kerugian sistem ini
adalah kepitign yang belum gemuk dan belum memenuhi syarat konsumsi ikut
terpanen. Selain itu juga pada proses penangkapan yang lamban menyebabkan
kepiting kepanasan sehingga mengakibatkan dehidrasi yang menurunkan kondisi
fisik dan dapat pula menyebabkan kematian.

b. Panen Selektif
Panen selektif dilakukan dengan menggunakan ambau tancap, tanpa harus
mengeringkan kolam dan yang tertangkap dapat diseleksi. Kerugian sistem ini
adalah banyak membutuhkan tenaga dan waktu, tetapi kondisi fisik dari kepiting
tersebut masih dalam keadaan stabil.

Penagkapan dan penanganan kepiting konsumsi relatif sulit karena mudah lari,
menyerang satu sama lainnya yang mengakibatkan cacat fisik, maupun menyerang
orang yang menangani sehingga mengakibatkan kegiatan penangkapannya
menjadi lambat. Oleh karena itu, panen dan penanganan kepiting perlu dilakukan
oleh tenaga-tenaga terampil untuk menangkap dan mngikat. Pengelompokan
kepiting hasil panen sudah harus dimulai sejak penanganan panen pertama
terhadap ukuran, kelengkapan fisik, hidup/mati, jantan/betina, belum/sudah
bertelur serta kegemukan ((isi/keropos) sehingga langkah-langkah selanjutnya
bisa cepat dilakukan. Misalnya mana yang telah siap dijual, diolah,ditebarkan
kembali untuk penggemukan dan atau produksi kepiting bertelur.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) bahwa sepintas lalu kepiting yang dijual
dipasarantampaknya sama saja, namun bagi penggemar yang sudah sering
menyantap kepiting ada teknik tertentu untuk memilihnya. Bagi yang belum bisa,
agak sulit untuk memilih kepiting yang berisi atau gemuk. Jika membeli kepiting
pada saat sedang bulan purnama, kemungkinan besar akan diperoleh kepiting
yang berisi. Karena saat bulan purnama terjadi pasang air laut paling tinggi
sehingga memberikan keleluasaan bagi kepiting untuk mencari makan, akan tetapi
jika tidak sedang bulan purnama, perlu menggunakan teknik khusus untuk
mendapatkan kepiting yang berisi. Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai
patkan dalam menentukan berisi atau tidaknya kepiting antara lain :

a. Apabila tanpa sebab yang jelas salah satu anggota tubuh kepiting lepas dengan
sendirinya, maka sudah dapat dipastikan bahwa kepiting tersebut tidak berisi.
Kepiting semacam ini harganya sangat murah, bahkan mungkin kurang
diminati. Akan tetapi, jika menjumpai kepiting yang sedang mengganti organ
tubuhnya yang lepas, maka kepiting tersebut kemungkinan besar berisi.
b. Kepiting betina mempunyai kumpulan telur yang disimpan di bagian dada.
Jika kumpulan telur ini sudah terlihat, kemungkinan besar kepiting tersebut
sudah berisi.
c. Dalam siklus hidupnya, kepiting akan mengalami molting beberapa kali.
Selain melaksanakan pergantian kulit, seluruh tubuh keptiting akan terasa
lunak dan ini berarti kepiting tersebut cukup berisi.
d. Jika pangkal dan jari-jari kepiting yang paling belakang diletakan dengan jari,
tangan terasa keras, maka sudah dapat dipastikan bahwa kepiting tersebut
berisi.
e. Kepiting yang berisi memiliki dada yang relatif keras dan jika ditekan dengan
jari tidak akan atau sedikit mengeluarkan air.
f. Kepiting yang berisi biasanya memiliki warna kulit dibagian dada tampak
agak kemerah-merahan.

Menurut Nurdjana (1979) dalam Mardjono et al (1994), pada kepiting bakau


terdapat 4 tingkat pematangan telur yang dapat dilhat dari luar yaitu :
1. Tingkat I : belum matang (immature) yaitu belum ada tanda-tanda
perkembangan telur pada calon induk.
2. Tingkat II : sedang dalam proses pematangan (maturing) perkembangan
telur sudah mulai terlihat penu, berwarna kuning namun masih berada didalam
tubuh kepiting. Telur ini akan terlihat berada dibawah karapas.
3. Tingkat III : matang (ripe) telur kepiting telah dibuahi dan diletakan pada
abdomen (telah dikeluarkan). Pada saat dikeluarkan telur berwarna kuning
muda. Telur ini akan mengalami perkembangan menjadi kuning tus, keabu-
abuan, kehitaman, kemudian menetas. Perkembangan telur pada abdomen dari
kuning muda sampai menetas memerlukan waktu 14-20 hari.
4. Tingkat IV : salin (spent), pada tingkat terakhir ini seluruh telur telah menetas
sehingga ruang dibawah abdomen terlihat kosong.

H. Pasca Panen
Dlam rangkaian usaha budidaya kepiting, proses panen, penanganan haisl panen,
distribusi dan pemasaran merupakan serangkaian kegiatan yang menunjang
keberhasilnan budidaya. Untuk mempertahankan mutu produk segar maupun olahan,
maka kegiatan panen, penanganan hasil panen dan pendistribusiannya harus
dipertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk memelihara kesehatan/kesegaran
dan menghindari kerusakan fisik. Perlakuan dan proses pengangkutan kepiting bakau
dapat dilihat pada gambar 20 dan 21.

Beberapa prinsip penanganan kepiting hasil panen perlu memperhatikan faktor-faktor


waktu, suhu, higienis sejak kepiting itu dipanen hingga diserahkan kepada
pembeliatau diolah. Panen perlu dilakukan secara tepat dan hati-hati untuk
menghindari stres yang berlebihan. Faktor suhu dapat mempengaruhi laju
metabolisme, kesehatan, kesegaran dan laju dehidrasi. Kehilangan berat sekitar 3-4 %
akibat dehidrasi pada proses penyimpanan kepiting tanpa air dapat menyebabkan
kematian. Penyimpanan kepiting tanpa air pada suhu kurag dari 12 derajat celcius
atau lebih besar dari 32 derajat celcius dapat menyebabkan kematian kepiting.
Kepiting yang baru saja dipanen harus segara diikat supaya tidak lepas dan saling
menyerang, memudahkan seleksi dan penanganan selanjutnya. Peningkatan dapat
dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Pengikatan seluruh kaki dan capit sehingga kepiting tidak mudah bergerak,
pengikatan ini mempunyai kelemahan bila dibiarkan beberapa hari, ketika akan
dilepas, kepiting akan menjadi lumpuh, sehingga dinilai lemah/sakit yang dapat
menurunkan mutu.
2. Pengikat pada capit saja sehingga kepiting masih mampu berjalan tetapi tidak
dapat menyerang sedangkan pengikat cara kedua kepiting masih bisa lari kecuali
yang lemah sehingga peluang lepas bila tempat penyimpanan tidak tertutup.
Kepiting yang telah diikat disortir, disusun rapi didalam keranjang atau
semacamnay bersusun 3 – 5 lapis dengan kondisi keranjang cukup memiliki
ventilasi/lubang untuk sirkulasi udara. Dalam keadaan ini dapat disimpan dalam
ruang lembab bersuhu rendah. Ditingkat petani sering ditutupi dengan karung
bersih dan basah dan segera dikirim kepada konsumen. Oleh karenanya, jumlah
panen perlu diperhitungkan supaya cukup dan secara ekonomi menguntungkan
dengan mempertimbangkan biaya transport. Bila karena sesuatu hal kepiting yang
telah diikat tidak dapat segera dikirim kepada konsumen/pembeli, maka setiap 12
jam dapat dicelup dalam air asin selama beberapa menit untuk menghindari
dehidrasi. Bila ada yang lemah sekali atau mati harus segara dipisahkan untuk
menghindari kematian kepiting lainnya. Kepiting yang lemah, kurang sehat
ditandai dengan gerakan tangkai mata atau kaki renang yang lamban , serta keluar
busa dari mulutnya. Meskipun telah diketahui kepiting tahan hidup tanpa air
selama beberapa hari, namun untuk mempertahankan mutu perlu penanganan
serius, misalnya bila terjadi satu ekor saja yang mati dan membusuk diantar
kepiting yang banyak akan segera menular dan terjadi kematian yang lain,
sehingga sering terdengar kasus kerugian karena tiba ditempat konsumen/tujuan
kepiting banyak yang mati, padahal saat dikirim masih hidup.
I. Pemasaran
Pasar adalah rangkaian dari usaha budidaya, karena peningkatan produksi tidak akan
memberikan dampak positif tanpa adanya potensi dan peluang besar yang baik.
Pengalaman banyak menunjukkan bahwa banyak teknoligi yang tidak berkembang
karena produk yang dihasilkan tidak memiliki kepastian pasar dalam arti ekonmi
secara luas. Disamping itu pemasaran produk kepiting segar perlu adanya alternatif
pemasaran produk kepiting olahan untuk menghindari monopoli dan persaingan yang
semakin ketat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktek kerja lapang tentang teknik penggemukan kepiting

(fattening crab) dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Metode yang digunakan pada penggemukan kepiting (fattening crab) dalam

tambak pada intinya sama dengan metode lainnya yaitu meliputi pemilihan

lokasi, persiapan sarana dan prasarana, persiapan lahan, selaksi bibit,

manajemen pakan, manjemen kualitas air,pnen, pasca panen, dan pemasaran

perbedaannya terletak pada konstruksinya saja.

2. Jenis yang dominan yang terdapat pada penggemukan kepiting (fattening

crab) adalah scyla serrata walaupun ada beberapa ekor jenis lain seperti Scylla

transquebarica dan Scylla olivacea.

3. Konstruksi wadah budidaya di tambak ini merupakan modifikasi dari wadah

budidaya pagar tancap, perbedaanya hanya di pagar atau pembatasnya yang

terbuat dari waring sehingga memungkinkan konstruksi bertahan lama

sedangkan kualitas perairan masih kemungkinan untuk budidaya kepiting.

4. Pertumbuhan dan penggemukan kepiting (fattening crab) berkisar 15-25 hari

dan kelangsungan hidup dan sintasan pada 6x produksi berkisar antara 27,38 -

64,70%, hala ini menandakan pertumbuhannya cukup baik namun perlu

adanya pengkajian agar survival rate bisa meningkat.


B. SARAN

Dengan memahami potensi usaha pataningkrat yang sangat prospektip, terutama untuk

menngatkan prekonomian masyrakat, disamping, pemanfaatan lahan-lahan tidur menjadi

lahan produktiva maka di pandang sangat tepat sekali jika pemerintah kota berkerja sama

dengan mahsiswa FPIK UB untuk memprogramkan tambakan Patening crab tersebut yang di

dahului dengan pengadaan pilot project. Dan di harapkan menjadi per Copetence dan daerah

yang dapat dinaikan nilai tambah nilai ekonomi dan daya saing produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E & Liviawaty E, 1992, Pemeliharaan kepiting, penerbit kanisius, Yogyakarta.

Anonimous,2004. Pemasaran kepiting bakau (Scylla serrata). Pemerintah Kota


Tarakan.Departemen kelautan perikanan. Tarakan.

Aria perwira (2009).kimia lingkungan. Artikel .http://ayafarm.com/?tag=amoniak/acces/28


januari 2010/time 20:55

Arif U, 2008. Laju pertumbuhan kepiting bakau (scyla serrata)dengan pemberian pakan
berbeda. Universitas Borneo Tarakan.

Arianty L , 1997. Pengaruh dosis pakan yng berbeda terhadap penggemukan kepiting bakau
(Scylla serrata). Universitas mulawarman . samarinda.

Djatmika, 1986 usaha budidaya ikan lele. Simpleks. Jakarta.

Djangkaru Z,1974. Makanan ikan lembaga penelitian perikanan. Direktorat jendral


perikanan. Jakarta.

Ghufran H Kordi M.2004. penanggulangan Hama Dan Penyakit Ikan.Bhineka Cipta.Jakarta.

http://ajiemethod.blogspot.com/acces .04 desember2009 /time:22:27.

http://akuakulturunhas. Blogspot.com/access 04 desember2009/ time 22:10

http://bntocina-kizen .blogspot.com/ acces 05 desember 2009 / time 01:02

http://ikan mania.wrdpress.com /acess.04 desember 2009/ time 23:12

http:// suara merdeka.com./acess. 04 desember 2009/ time20:07

http://www.slideshare.net/NURRIJAL/kepiting -bakau/acces.04 desember 2009/ time 20:31

kanna I,2002, Budidaya Kepiting Bakau.kanisius,Yogyakarta.

Kasry A,1996. Budidaya Kepiting Bakau Dan Biologi Ringkas. Bhatara. Jakarta.
Kurnain A,2008. Teknik budidaya kepiting cangkanglunak ditambak. Universitas Borneo,

Tarakan

Kuntiy,A, ZAINAL,dan SUPRATNO. 1993, Pedoman Budidaya Kepiting Bakau ( Scylla


Serrata) Ditambak Balai Budidaya Air Payau. Jepara.

Mardjono.M, Anindias tuti ,N. Hamid,I,S.djunaidah, dan W.H. satyantani,1994, pedoman


pembenihan kepiting bakau (Scylla serrata) balai budidaya air payau, Dorektorat Jendral
Perikanan.

Mustafa (2002) Pembesaran Komoditas Perikanan Ditambak Tanah Sulfat Masam.


BRPBAP.maros. http://www. Bees.unsw.edu.au/school /staf
/sammut_brochure3.pdf/acces 28 jan 2010/time: 19:00

Oemarjati,B,S.dan.W. wardana. 1992. Taksonomi Avertebrata Air. Pengantar Praktikum


Laboratorium.Universitas Indonesia.Jakarta.

Peter and sivasothi (2001).A, Guide to mangroves of Singapore.http:// mangrove nus.edu


.sg/guidebooks/text/ 2044. Htm/15 januari 2010/time :18:59

Sutarman,1993. Petunjuk Praktis Pembelian Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kanisius.
Yogyakarta

Suyadi,2005, Pegaruh Penanggalan Capit Rterhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup


Kepiting Bakau (Scylla Serrata).

Tribawono D. mulyantoro E, dan Brotowidjoyo, 1995. PENGANTAR LINGKUNGAN


PERAIRAN DAN BUDIDAYA AIR.LIBERTY. YOGYAKARTA.

Wardoyo,S,T,H.1981.Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian Dan Perikanan.


Training Analisis Dampak Lingkungan. IPB.Bogor .

Anda mungkin juga menyukai