Teknik Budidaya Penggemukan Kepiting Bakau
Teknik Budidaya Penggemukan Kepiting Bakau
Oleh:
MUHAMMAD FADNAN AHMADI
04.101010.002
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………. vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………….. 1
B. Tujuan…………………………………………………………………… 2
C. Manfaat…………………………………………………………………. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kalsifikasi kepiting bakau (Scylla sp)…………………………………. 3
B. Morfologi kepiting bakau (Scylla sp)………………………………….. 3
C. Jenis kepiting bakau dan tingkah lakunya……………………………… 4
D. Tipr wadah budidaya kepiting………………………………………….. 7
E. Pakan dan kebiasaan makan……………………………………………. 9
F. Budidaya penggemukan kepiting bakau……………………………….. 10
G. Budidaya kepiting soka………………………………………………… 11
H. Budidaya pembesaran kepiting bakau…………………………………. 12
I. Teknik budidaya dan parameter kualitas air…………………………… 12
III. METODOLOGI
A. Waktu dan tempat……………………………………………………… 18
B. Alat dan bahan…………………………………………………………. 18
C. Metode Praktek Kerja Lapangan………………………………………. 20
D. Analisis data…………………………………………………………… 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan umum lokasi………………………………………………….. 21
B. Konstruksi wadah budidaya……………………………………………. 22
C. Survival Rate (SR) Penggemukan kepiting Bakau…………………….. 24
D. Seleksi bibit dan dan jenis kepiting yang dibudidayakan……………… 26
E. Manajemen pakan………………………………………………………. 30
F. Parameter kualitas air budidaya penggemukan kepiting……………….. 32
G. Metode panen…………………………………………………………… 37
H. Pasca panen……………………………………………………………… 40
I. Pemasaran………………………………………………………………. 42
V. KEDIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 45
B. Saran……………………………………………………………………. 46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 47
DAFTAR TABEL
Tabel
1. ukuran wadah budidaya dan kondisi lapangan pada penggemukan kepiting bakau…. 22
3. hasil pengukuran parameter kualitas air pada budidaya penggemukan kepiting bakau 33
Daftar Gambar
Gambar
A. Latar Belakang
Perencanaan dan pengembangan budidaya Kepiting perlu mendapat perhatian dari
berbagai aspek untuk tujuan kelestarian sumberdaya, peningktan produksi dan
pemenuhan peluang pasar secara seimbang dan berkelanjutan. Diperkirakan
perkembangan usaha perdagangan kepiting dimasa mendatang akan terus meningkat
dengan adanya indikasi antara lain peluang pasar ekspor terbuka luas dengan
sedikitnya ada 11 negara konsumen, potensi lahan bakau yang merupakan habitat
hidupnya cukup besar dan belum digali secara optimal, dan pengetahuan budidaya
yang semakin meningkat baik budidaya pembenihan, pembesaran serta penggemukan.
Budidaya kepiting merupkan salah satu pospek bisnis yang sangat menjanjikan,
disamping biaya perawatan dan resiko yang sangat kecil. Kepiting juga merupakan
makanan ekspor yang sangat diminati oleh konsumen penggemar kepiting, selain itu
juga kepiting bakau memiliki nilai gizi yang tinggi. Pemasaranya pun tidak sulit
karena kebutuhannya cukup tinggi untuk restoran sea food.
Sebagai komoditas ekspor, kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran
maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat
kegemukan). Penggemukan kepiting (fattening crab) dapat dilakukan terhadap
dikepiting jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan kosong/kurus dan dalam
proses budidaya penggemukan kepiting tidak mengalami proses moulting sehingga
tidak terjadi penambahan panjang dan lebar karapas. Berbeda dengan proses budidaya
pembesaran yang mengalami proses moulting dengan frekuensi antara 4 sampai 5
kali, sehingga waktu yang diperlukan pada pross pembesaran berkisar antara 3 sampai
4 bulan. Lain halnya dengan budidaya penggemmukan kepiting hanya butuh 10-20
hari kepiting pun menjadi berisi/gemuk dan harganya mencapai 5 hingga 10 kali lipat
dari harga kepiting yang kurus, dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah
bagi pemilik usaha tambak penggemukan kepiting.
Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh petani tambak, karena sering
membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaanya banyak diburu dan ditangkap oleh
nelayan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional seperti dikeramba
bambu, keramba trawl, dan bambu tancap dan masing-masing metode budidaya
tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Mengingat perintaan pasar
ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi kepiting bakau mulai dirintis di beberapa
daerah ditambak-tambak udang yang kurang produktif lagi. Oleh karena itu perlu
adanya kajian untuk tambak alih lahan tersebut agar pemanfaatannya dapat
dioptimalkan.
B. Tujuan
Tujuan melaksanakan praktek kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui:
1. Metode penggemukan kepiting bakau (scylla sp) ditambak kota tarakan.
2. Jenis kepiting yang dibudidayakan.
3. Kontruksi wadah budidaya serta parameter kualitas air.
4. Sintasan atau survival rate kepiting bakau yang dibudidayakan.
C. Manfaat
Setelah melakukan praktek kerja lapangan diharapkan agar dapat menyimpukan
kekurangan dan kelebihan etode penggemukan kepiting (fattening crab) ditambak seta
memberikan informasi untuk mahasiswa studi rekayasa budidaya perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. Scylla Tranquebarica
Spesies Scylla tranquebarica memiliki warna hijau tua dengan kombinasi kuning
sampai orange pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada bagian
abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang duri, tetapi tidak
terlalu runcing dan 1 buah duri yang tumpul pada abdomen bagian bawah (gambar
2)
.
Gambar 3 kepitin bakau Scylla oceanica
Dari ketiga jenis kepiting tersebut diatas, Scylla serrata pada umur umumnya
berukuran lebih kecil dibandingkan kedua jenis lainnya. Tetapi dari segiharga dan
permintan pasar, jenis pertama tadi lebih unggul (http://www.kliping dunia ikan
dan meruncing).
Secara umum tingkah laku dan kebiasaan bakau yang dapat diamati adalah sbb :
1. Suka berendam didalam lumpur dan membuat lubang pada dinding atau
pematang tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui kebiasaan ini,
maka kita dapat merencanakan atau mendesain tempat pemeliharaan
sedemikian rupa agar kemungkinan lolosnya kepiting yang dipelihara
sekecil mungkin.
2. Kanibalisme dan saling menyerang, sifat ini lah yang paling menyolok
pada kepiting sehingga dapat merugikan usaha penanganan hidup dan
budidayanya. Karena sifatnya yang saling menyerang ini akan
menyebabkan kelangsungan hidup rendah dan menurunkan produktivitas
tambak.
3. Moulting atau ganti kulit. Setiap terjadi ganti kulit, kepiting akan
mengalami pertumbuhan besar karapas maupun beratnya. Umumnya
pergantian kulit akan terjadi sekitar 18 kali mulai dari stadia instar
sampai dewasa. Selama proses ganti kulit, kepiting memerlukan energi
dan gerakan yang cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa yang
mengalami pergantian kulit perlu tempat yang luas.
4. Kepekaan terhadap polutan, kualitas air sangat berpengaruh terhadap
ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air dapat terjadi karena
kelebihan sisa pakan yang membusuk. Bila kondisi kepiting lemah,
misalnya tidak cepat memberi reaksi bila dipegang atau perutnya kosong
bila dibelah, kemungkinan ini akibat dari menurunya mutu air. Untuk
menghindari akibat yang lebih buruk lagi, secepatnya pindahkan
ketempat pemeliharaan lain yang kondisi airnya masih segar.
Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak
kekanan dan seara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air
turun. Reaksi sebaliknya terjadi dengan aktivitas fotosintesis yang
membutuhkan ion CO2 menyebabkan pH air naik. pH air mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH
rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang,
sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan naik, dan
selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa.
Atas dasarini maka usaha budidaya ikan akan berhasil baik dalam air dengan
pH 6,5 – 9,0 sedangkan selera makan tertinggi didapat pada pH air 7,5 – 88,5.
b. Amoniak (NH3)
Amoniak (NH3) dalam air berasal dari perombakan bahan organik dan
pengeluaran hasil metabolisme ikan/kepiting melalui ginjal dan jaringan
insang. Disamping itu, omoniak di tambak juga dapat terbentuk sebagai hasil
proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang
mati.
Pada budidaya secara intensif, jumlah pakan yang diberikan kepadahewan
budidaya sangat banyak akan mempercepat peningkatan konsentrasi amoniak.
Sebagian besar pakan akan dimanfaatkan oleh hewan budidaya untuk
pertumbuhannya, namun sebagian lagi akan diekskresikan dalam bentuk padat
amoniak terlarut dalam air. Kotoran tersebut selanjutnya akan mengalami
perombakan menjadi NH3 dalam bentuk gas. Gas amoniak selanjutnya
sebagai berikut :
Ikan menghasilkan
e. Kekeruhan
Kekeruhan air tambak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan hewan
budidaya. Zat atau material terlarut (tersuspensi) seperti lumpur, senyawa
organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme diduga kuat sebagai
penyebab kekeruhan air. Kekeruhan menyebabkan sinar yang sampai ke air
lebih banyak dihamburkan dan diserap daripada yang ditransmisikan ke
sekelilingnya. Padahal sinar matahari ini sangat diperlukan oleh plankton yang
terdapat dalam air. Karena itu, kondisi air tambak diusahakan tidak
terlalukeruh. Pengukuran kekeruhan air yang sering dilakukan dengan melihat
tingkat kecerahan air sering dilakukan dengan melihat tingkat kecerahan air.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan sehi isk ((keping sechi). Tingkat
kecerahan yang diharapkan untuk budidaya adalah 25 – 40 cm. Artinya, daya
tembus maksimum sinar matahari kedalam air hanya 40 cm. Daya tembus
sinar matahari yang tidak terlalu dalam tersebut disebabkn oleh banyaknya
plankton yang menghuni perairan sehingga persediaan makanan alaminya
cukup tersedia. Sementara itu, jika kecerahan perairan tambak sampai ke dasar
(100 – 150 cm), berarti perairan tersebut tidak subur karena hanya
mengandung sedikit plankton.
f. Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO2)
Adanya oksigen didalam air tambak akan mengubah omoniak menjadi nitrat
dan nitrit (nitrifikasi). Nitrat terbentuk dari reaksi antara amoniak dan oksigen
yang terlarut dalam air. Besarnya kadar nitrat di dalam tambak yang masih
bisa ditoleransi berada dibawah 0,1 ppm. Sementara itu, kadar nitrit yang
diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kadar nitrat dan nitrit di dalam air
tambak yang melebihi ambang batas tersebut akan berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan yang dipelihara.
Pengukuran kadar nitrat dan nitrit menggunakan instrument kit dengan kisaran
pengukuran 0,05- 2 ppm. Alat ini juga berfungsi sebagai pengukur kadar Cd
(cadmium) dalam air tambak, (http://akuakulturunhas.blogspot.com)
4. Pemanenan
Petani memanen kepiting dilakukan secara selektif yaitu dengan cara memangsa
ambang tancap setelah kepiting yang dipelihara berkurang maka dapat dipanen
secara total dengan cara membuka saluran air sehingga air di tambak menjadi
kering. Kepiting yang sedang matang telur mempunyai harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lain. Kemudian kepiting di ikat kakinya dengan tali
raffia atau karet kemudian dimasukan kedalam keranjang, kepiting pun siap untuk
dibawa ke pos pengumpulan kepiting . yang perlu diperhatikan adalah tempat dan
waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada konsumen menentukan
kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar 3 – 4 % dapat
memyebabkan kematian
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan
Tarakan Barat, PKL ini dilaksanakan mulai dari tanggal 20 November 2009 sampai
dengan 25 Desember 2009. Dengan perincian 5 hari survey dan wawancara
selanjutnya 30 hari praktek di lokasi budidaya.
8 Steroform Sebagai wadah pakan & bak pencucian pada panen total
b. Alat Ukur parameter kualitas air yang digunakan dilapangan (Lokasi PKL) :
No Nama Alat Fungsi dan Kegunaan
Sigman atau jangka sorong Mengukur panjang dan lebar karapas
1
Soil tester Alat mengukur pH tanah
2
Secchi Disk Alat mengukur kecerahan
3
Water Chekcer Alat mmengukur salinitas, Do dan suhu
4
Tongkat dan Meteran Alat mengukur kedalaman petakan dan air
5
Meteran Alat mengukur panjang dan lebar petakan
6
Botol Sampel Alat menyimpan sampel air
7
c. Alat ukur parameter kualitas air yang digunakan Lab Kualitas Air FPIK UBT :
No Tujuan Alat-alat yang digunakan
Analisis TTS Kertas Saring, Vacum Pump, Glass Beaker,
1
Oven, Dessikator, Timbangan Analitik, Hot
Plate, dan Volumetric Cylinder.
Analisis TDS Kertas Saring, Vacum Pump, Oven,
2
Dessikator, Timbangan Analitik, Hot plate,
dan Glass Beaker.
Analisis pH air pH meter digital
3
Kekeruhan Bottle sample dan turbidity meter
4
Analisis Amoniak Labu Kjeldahl, Erlenmeyer, Pipet,Buret,
5
Gelas Ukur, dan Macro Kjeldahl
Analisis Nitrat Pipet Volumetik, Pipet gondok, gelas
6
beaker, dan spektrofotometer
Analisis Nitrit Pipet gongok, pipet volumetic, elas ukur,
7
labu ukur, dan spektrofotometer.
2. Bahan
Untuk bahan-bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapangan adalah sebagai
berikut:
- Bibit atau benih kepiting jantan dewasa minimal 300 gram/ekor
- Bibit atau benih kepiting betina dewasa minimal 250 gram/ekor yang telah
matang telur tingkat satu (TKG 1 )
- Pakan ikan rucah (puput, ekor kuning, gulama, sebelah atau lidah, ikan mujair,
ikan putih ukuran kecil, ian bulan-bulan, bandeng dan ikan bawal ukuran
kecil).
- Ikan otek kering sebagai umpan saat panen selektif.
D. Analisa Data
1. Rumusan survival rate (SR)
Kelangsungan hidup dihitung mulai dari pertama penebaran sampai akhir
Produksi. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Effendi (1997):
Dimana :
SR = kelangsungan hidup hewan uni (%)
Nt = jumlah hewan pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah hewan hidup pada awal penelitian (ekor)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Ukuran Lokasi
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan disalah satu tambak warga yang bernama
Samsul Ardi. Letak geografis tambak kepiting tersebut kurang lebih 1,2 km dari garis
pantai, yang dihubungkan oleh sungai utama (sungai buatan) yang emiliki lebar 10
meter dan kedalaman kurang lebih 3 meter. Sepanjang aliran sungai tersebut
ditumbuhi mangrove dan memiliki substrat lumpur berpasir. Untuk batas wilayah
tambak tersebut, sebelah utara dan timur berbatasan dengan tambak udang PT.
Mustika Aurora, sebagai selatan berbatasan dengan sungai utama dan bagian barat
berbatasan dengan pembibitan udang milik Pak Amin. Kegiatan penimbunan landasar
airport serta aktivitas rumah tangga dikawasan tersebut merupakan faktor utama yang
akan mengakibatkan pencemaran yang terjadi dialiran sungai utama. Walaupun
demikian diharapkan keberadaan mangrove disekitar lokasi budidaya sekitarnya dapat
menetralisir pasokan air sehingga dapat digunakan untuk median penggemukan
kepiting bakau tersebut. Denak petak tambak penggemukan kepiting bakau (fattening
crab) dapat dilihat paa gambar berikut:
Tabel 1. Ukuran wadah budidaya dan kondisi lapangan pada penggemukan kepiting
bakau scylla sp
Konstruksi tambak budidaya penggemukan kepiting bakau disajikan pada gambar
berikut :
Dari tabel diatas dpat diketahui bahwa angka kehidupan (survival rate) kepiting bakau
(scylla sp) yang dibudidayakan dari enam kali produksi sangat rendah yaitu berkisar
27,38 % hingga 64,70 %. Indikasi rendahnya angka kehidupan kepiting bakau dapat
disimpulkan dalam beberapa sebab yaitu kontruksi wadah budidaya, mutu benih,
kualitas air, kulitas dan kuantitas pakan, sifat kanibalisme, padat tebar, panen dan
penangganan panca panen.
Menurut Rida, 2008, bahwa hewan ini bersifat kanibal sehingga tingkat keberhasilan
budidayanya sangat kecil. Sesuai dengan kondisi dilapangan ditemukan beberapa
bagian tubuh kepiting yang mati tercabik-cabik. Hal ini disebabkan ruang gerak
kepiting tersebut sangat sempit karena padat tebar kepiting dewasa yang dilakukan 2
ekor/m2, sedangkan yang baik untuk penggemukan kepiting bakau dengan ukuran
kurang lebih 500 gr yaitu 1 ekor/m2.
Selain itu rendahnya survival rate dapat dianalisa dari beberapa parameter kualitas air,
khususnya kadar amoniak mencapai 2,09 dan 2,15. Kadar amonia pada perairan alami
biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada
perairan tawarsebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih
dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan . kadar amonia yang
tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari
limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. Kadar amonia
yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa
oksigen atau anoxic (Effendi, 2003 dalam Aria 2009). Menurut Boyd (1990) dalam
Aria (2009), amonia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada insang dan jaringan
tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan kemampuan darah dalam
membawa oksigen. Dalam kondsi kronik, peningkatan amonia dapat menyebabkan
timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) dalam Aria (2009)
menyarankan agar kandungan amonia dalam suatu perairan tidak lebih dari 1 mg/l,
yaitu agar kehidupan ikan/kepiting menjadi normal.
E. Manajemen Pakan
Kegiatan pemberi pakan pada penggemukan kepiting (fattening crab) meliputi :
1. Memilih jenis pakan yang sesuai
Dalam hal ini jenis pakan yang diberikan pada penggemukan kepiting adalah ikan
rucah (sebagai jenis ikan yang dipotong kecil-kecil) yang terdiri dari berbagai
macam jenis ikan antara lain : puput, ekor kuning, gulama, sebelah atau lidah,
ikan mujair, ikan putih ukuran kecil, ikan bulan-bulan, ikan bandeng, ikan bawal
ukuran kecil, ikan julung-julung, dan sebagainya (Gambar 11). Ikan rucah tersebut
diperoleh dari pos penampungan hasil tangkap kelong yang ada di Jl. Perikanan
Jembatan Bongkok, Kota Tarakan (Gambar 12). Harga untuk perkilogramnya Rp
2000 rupiah dan biasanya kebutuhan pakan perharinya mencapai 25 – 35 kg untuk
6 petak budidaya tersebut sehingga cost pakan yang diperlukan untuk sekali
produksi kurang lebih Rp 300.000 rupiah/petak.
2. Cara pemberian pakan
Pakan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi dan diperhatikan kualitasnya
dalam budidaya penggemukan kepiting. Selain itu, kebiasaan makan kepiting
harus dipelajari, sebelum pemberian pakan ikan rucah tersebut dipototng-potong
sampai ukuran kecil (Gambar 13), kemudian pemberian pakan dilakukan sore hari
mengingat dari fisiologi oleh tingkah laku kepiting yag lebih aktif menari pakan
dalam suasana gelap (nocturnal). Dan kepiting merupakan pakan didasar perairan
sehingga menu pakan yang tenggelam merupakan syarat utama untk
membudidayakan kepiting. Pemberiana pakan tersebut dapat dilakukan dengan
cara ditebar merata keseluruhan petakan tambak.
3. Dosis Pakan
Untuk penggemukan kepiting tersebut dosis pakan 10 – 15 % dari total biomassa
dengan frekuensi pemberian pakan 1x sehari, pada sore hari (16:30) hal tersebut
dikarenakan keterbatasan tenaga. Dan biasa berat pakan ang diberikan antara 5 – 7
kg per petaknya. Jumlah pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan, dapat dilihat
dari sisa pakan yang tidak termakan. Jika pakan dimakan seluruhnya, maka
pemberian pakan selanjutnya sebaiknya ditambah. Dan sebaiknya apabila faktor
lingkungan tidak bersahabat hal ini membuat selera nafsu makan kepiting
menurun dan mengakibatkan sisa pakan yang berdampak pembusukan yang
menimbulkan bau tak sedap.
Nilai oksien pada saat pengukuran berkisar antara 2,30 hingga 6,75 ppm, Oksigen
tersebut sangat penting bagi pernapasan dan merupakan komponen utama bagi
metabolisme kepiting bakau dan organisme perairan lainnya. Keperluan organisme
terhadap oksigen bervariasi tergantung pada jenis, stadia dan aktivitasnya ( Wardoyo,
1981). Djatmika (1986) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang terbaik
untuk kehidupan organisme perairan sekitar antara 5-5,69 ppm. Ditambahkan oleh
Djangkaru (1974) bahwa kandungan oksigen 3 ppm dapat menyebabkan selera
makan organisme perairan akan turun, pada kandungan 7 ppm selera makan
organisme perairan mencapai puncaknya. Menurut Kuntiyo et al (1993) oksigen
terlarut yang memenuhi persyaratan untuk budidaya kepiting adalah lebih dari 3 ppm.
Faktor kualitas air sangat penting untuk kelangsungan hidup kepiting bakau (scylla
sp). Adapun kualitas air selama melaksanakan PKL disajikan dalam Tabel 3.
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat nilai dari beberapa parameter kualitas perairan yang
dilakukan selama PKL. Nilai salinitas pada budidaya tersebut berkisar antara 24,8 –
28,8 %. Salinitas mempunyai pengaruh langsung terhadap tekanan asmotik air.
Semakin tinggi salinitas akan semakin besar pula tekanan asmotiknya (Sutaman,
1993). Ditambahkan oleh Kasry (1996) berdasarkan kondisi daur hidupnya dapat
diperkirakan sebagai kondisi perairan yang dilalui dalam menjalani hidup kepiting
bakau pada saat ditetaskan salinitasnya 29 – 33 per mil. Pada saat kepiting muda yang
baru berganti kulit memasuki muara sungai akan dapat mentolerir salinitas yang
rendah (10-20 per mil). Menurut Tribawono et al (1995) bahwa kepiting dewasa
toleran terhadap perubahan salinitas dan dapat hidup dalam ai dengan salinitas 0-50
per mil. Menurut Afrianto dan liviawaty (1992) air yang digunakan dalam
pemeliharaan kepiting sebaiknya mempunyai salinitas yang sesuai dengan kebutuhan
kepiting yaitu antar 15-35 per mil. Diperkuat oleh pendapat Kuntiyo et al (1993)
bahwa salinitas yang baik untuk budidaya kepiting adalah 15-30 per mil.
Nilai suhu berkisar dari 28,9 hingga 32,5 derajat celcius. Perubahan suhu sacara
mendadak akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan kepiting. Jika suhu air
tambak turun hingga dibawah 20 derajat celcius , daya cerna kepiting terhadap
makanan yang dikonsumsi berkurang. Sebaliknya, jika suhu naik hingga lebih dari 35
derajat celcius, kepiting akan mengalami stres karena kebutuhan oksigen semakin
tinggi. Untuk menghindari kenaikan suhu pada musim kemarau, permukaan air perlu
dinaikkan, atau menambah kedalaman tambak dan memasukan air baru.
Nilai pH air berkisar antara 6,5 hingga 6,8 dan pH tanah 6,5 – 7 hal ini masih dapat
ditoleransi oleh kepiting yang kita budidayakan. Pada kolam atau tambak yang
banyak dijumpai tumbuhan renik, pH diperairan penting untukreaksi kimia-kimia dan
senyawa-senyawa yang mengandung racun perubahn asam atau basa di perairan dapat
menganggu sistem keseimbangan ekologi. Nilai pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas (Mackereth et al., 1989 dalam Aria, 2009). Semakin
tinggi pH, semakin tinggi punnilai alkalinitas dan semakin rendah kadar
karbondioksida bebas. Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA ( Environmental
Protection Agency) untuk kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5. Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH an menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu, nilai pH juga sangat berpengaruh
terhadap toksisitas suatu senyawa kimia. Menurut Swingle (978) dalam Aria (2009),
mengatakan bahwa pH yang baik atau cocok untuk budidaya ikan adalah antara 6,50
– 9,00. Sedangkan titik kematian ikan terjadi pada pH 4.00 untuk asam dan 11.00
untuk basa. Pada kolam dengan sistem resirkulasi air cenderung menjadi asam karena
proses nitrifikasi dari bahan organic akan menghasilakan karbondioksida-
karbondioksida dan ion hydrogen. Mengantisipasi rendahnya pH pada saat persiapan
tambak, tanah dasar tambak bisa ditaburi kapur, untuk menaikkan pH. Air yang
digunakan untuk mengukur pH tanah adalah Soil Tster (gambar 15).
Amonia (NH4+) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilakn oleh
ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan
kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan
bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan
kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di
bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch,
1952 dalam Aria,2009). Menurut jenie dan Rahayu (1993) dalam Aria (2009).
Konsentrasi amonia pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang
terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang
ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia
banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang
sedikit akan beracun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia
yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia bertambah seiring dengan
bertambahnya kedalaman (welch, 1952 dalam Aria, 2009).
Amonia (NH3) dan asam sulfida (H2S) merupakan senyawa berpengaruh terhadap
pertumbuhan kepiting. Munulnya amonia didalam tambak disebabkan oleh adanya
sisa pakan yang tidak termakan, bangkai hewan dan tumbuhan, kotoran kepiting dan
bahan organik lainnya yang membusuk, misalnya ganggang. Agar kepiting tumbuh
cukup baik, amoniak yang terdapat dalam air tambak tidak boleh lebih dari 2 ppm. Di
samping amoniak, kandungan asam sulfida pun akan berpengaruh terhadap tambak,
terutama setelah 2-3 kali panen. Langkah pencegahan bisa dilakukan dengan
mempersiapkan tambak sebaik mungkin dan menjaga kualitas pakan. Pakan yang
berkualitas akan mendukung stabilitas air dalam tambak. Konsentrasi asam sulfida
normal atau yang bisa ditoleransi didalam tambak adalah 0,12 ppm. NH3 dalam air
dapat dibuang dengan proses tripping (pH optimum kurang lebih 12) atau dengan
proses mikroiologi.
Secara biologis di alam sebenarnya dapat terjadi perombakan amonia menjadi nitrat
(NO3), suatu bentuk yang tidak berbahaya, dalam proses nitrifikasi dengan bantuan
bakteri nitrifikasi terutama nitrosomonas dan nitrobacter. Selain memerlukan bakterri
tersebut dalam prses perombakan itu juga diperlukan jumlah oksigen yang cukup
didalam air. Proses perombakan yang tidak sempurna dpat mengakibatkan akumulasi
ion nitrit yang bersifat racun. Urin, bangkai hewan dan tumbuhan yang mati akan
diuraikan oleh pengurai menjadi amonium dan amoniak. Bakteri nitrit yaitu
Nitrosomonas mengubah amonium menjadi nitrit. Selanjutnya bakteri nitrat yaitu
nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat. Proses perubahan amnium menjadi nitrit
dan nitrat inilah yang disebut nitrifikasi. Sebaliknya, proses pengubahan nitrit atau
nitrat menjadi nitrogen bebas diudara disebut proses denitrifikasi.
G. Metode Panen
Metode panen yang digunakan untuk budidaya penggemukan kepiting ini terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Panen Total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara total sehingga
produksi total dapat segera diketahui (Gambar 16 dan 17). Kerugian sistem ini
adalah kepitign yang belum gemuk dan belum memenuhi syarat konsumsi ikut
terpanen. Selain itu juga pada proses penangkapan yang lamban menyebabkan
kepiting kepanasan sehingga mengakibatkan dehidrasi yang menurunkan kondisi
fisik dan dapat pula menyebabkan kematian.
b. Panen Selektif
Panen selektif dilakukan dengan menggunakan ambau tancap, tanpa harus
mengeringkan kolam dan yang tertangkap dapat diseleksi. Kerugian sistem ini
adalah banyak membutuhkan tenaga dan waktu, tetapi kondisi fisik dari kepiting
tersebut masih dalam keadaan stabil.
Penagkapan dan penanganan kepiting konsumsi relatif sulit karena mudah lari,
menyerang satu sama lainnya yang mengakibatkan cacat fisik, maupun menyerang
orang yang menangani sehingga mengakibatkan kegiatan penangkapannya
menjadi lambat. Oleh karena itu, panen dan penanganan kepiting perlu dilakukan
oleh tenaga-tenaga terampil untuk menangkap dan mngikat. Pengelompokan
kepiting hasil panen sudah harus dimulai sejak penanganan panen pertama
terhadap ukuran, kelengkapan fisik, hidup/mati, jantan/betina, belum/sudah
bertelur serta kegemukan ((isi/keropos) sehingga langkah-langkah selanjutnya
bisa cepat dilakukan. Misalnya mana yang telah siap dijual, diolah,ditebarkan
kembali untuk penggemukan dan atau produksi kepiting bertelur.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) bahwa sepintas lalu kepiting yang dijual
dipasarantampaknya sama saja, namun bagi penggemar yang sudah sering
menyantap kepiting ada teknik tertentu untuk memilihnya. Bagi yang belum bisa,
agak sulit untuk memilih kepiting yang berisi atau gemuk. Jika membeli kepiting
pada saat sedang bulan purnama, kemungkinan besar akan diperoleh kepiting
yang berisi. Karena saat bulan purnama terjadi pasang air laut paling tinggi
sehingga memberikan keleluasaan bagi kepiting untuk mencari makan, akan tetapi
jika tidak sedang bulan purnama, perlu menggunakan teknik khusus untuk
mendapatkan kepiting yang berisi. Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai
patkan dalam menentukan berisi atau tidaknya kepiting antara lain :
a. Apabila tanpa sebab yang jelas salah satu anggota tubuh kepiting lepas dengan
sendirinya, maka sudah dapat dipastikan bahwa kepiting tersebut tidak berisi.
Kepiting semacam ini harganya sangat murah, bahkan mungkin kurang
diminati. Akan tetapi, jika menjumpai kepiting yang sedang mengganti organ
tubuhnya yang lepas, maka kepiting tersebut kemungkinan besar berisi.
b. Kepiting betina mempunyai kumpulan telur yang disimpan di bagian dada.
Jika kumpulan telur ini sudah terlihat, kemungkinan besar kepiting tersebut
sudah berisi.
c. Dalam siklus hidupnya, kepiting akan mengalami molting beberapa kali.
Selain melaksanakan pergantian kulit, seluruh tubuh keptiting akan terasa
lunak dan ini berarti kepiting tersebut cukup berisi.
d. Jika pangkal dan jari-jari kepiting yang paling belakang diletakan dengan jari,
tangan terasa keras, maka sudah dapat dipastikan bahwa kepiting tersebut
berisi.
e. Kepiting yang berisi memiliki dada yang relatif keras dan jika ditekan dengan
jari tidak akan atau sedikit mengeluarkan air.
f. Kepiting yang berisi biasanya memiliki warna kulit dibagian dada tampak
agak kemerah-merahan.
H. Pasca Panen
Dlam rangkaian usaha budidaya kepiting, proses panen, penanganan haisl panen,
distribusi dan pemasaran merupakan serangkaian kegiatan yang menunjang
keberhasilnan budidaya. Untuk mempertahankan mutu produk segar maupun olahan,
maka kegiatan panen, penanganan hasil panen dan pendistribusiannya harus
dipertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk memelihara kesehatan/kesegaran
dan menghindari kerusakan fisik. Perlakuan dan proses pengangkutan kepiting bakau
dapat dilihat pada gambar 20 dan 21.
A. Kesimpulan
tambak pada intinya sama dengan metode lainnya yaitu meliputi pemilihan
crab) adalah scyla serrata walaupun ada beberapa ekor jenis lain seperti Scylla
dan kelangsungan hidup dan sintasan pada 6x produksi berkisar antara 27,38 -
Dengan memahami potensi usaha pataningkrat yang sangat prospektip, terutama untuk
lahan produktiva maka di pandang sangat tepat sekali jika pemerintah kota berkerja sama
dengan mahsiswa FPIK UB untuk memprogramkan tambakan Patening crab tersebut yang di
dahului dengan pengadaan pilot project. Dan di harapkan menjadi per Copetence dan daerah
yang dapat dinaikan nilai tambah nilai ekonomi dan daya saing produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif U, 2008. Laju pertumbuhan kepiting bakau (scyla serrata)dengan pemberian pakan
berbeda. Universitas Borneo Tarakan.
Arianty L , 1997. Pengaruh dosis pakan yng berbeda terhadap penggemukan kepiting bakau
(Scylla serrata). Universitas mulawarman . samarinda.
Kasry A,1996. Budidaya Kepiting Bakau Dan Biologi Ringkas. Bhatara. Jakarta.
Kurnain A,2008. Teknik budidaya kepiting cangkanglunak ditambak. Universitas Borneo,
Tarakan
Sutarman,1993. Petunjuk Praktis Pembelian Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kanisius.
Yogyakarta