RLS Marisa
RLS Marisa
BAB I
PENDAHULUAN
Restless Legs Sydrome (RLS) atau sindroma kaki gelisah merupakan penyakit
umum yang sering dijumpai namun sering dilihat sebagai penyebab dari insomnia.RLS
sering disamakan dengan “anxiety” atau kecemasan karena sebagian besar pasien
mengeluhkan rasa gelisah ketika dia mau tidur. Diagnosis dari RLS juga sering keliru
oleh karena cara penggambaran yang berbeda dari setiap penderitanya. Kebanyakan
dari penderitanya tidak menggunakan istilah “gelisah” dalam penggambaran rasa
ketidaknyamanan pada kaki mereka. Contoh beberapa perasaan yang mereka alami
pada kaki mereka, seperti rasa berdenyut, tertekan, geli, pegal, keram, terbakar, nyeri.
1
Penjelasan mengenai hubungan RLS dengan gangguan tidur terjadi pada tahun
1672 oleh seorang dokter asal Inggris yang bernama Sir Thomas Willis 2. Pada abad ke
19 dan 20 beberapa orang juga memberi nama pada kelainan tersebut, seperti “anxietas
tibiarum” oleh Wittmaack 3, “leg jitters” oleh Allison 4. Karl Axel Ekbom adalah orang
yang pertama kali memberikan penjelasan rinci mengenai ciri dari kelainan ini, dan
menamainya dengan “asthenia crurum paraesthetica” 5. Pada tahun 1945 Ekbom
memberikan istilah baru, yaitu “Restless Legs Syndrome” untuk membedakan dengan
kelainan lainnya. Selain itu dia juga melaporkan bahwa RLS dapat diturunkan dalam
keluarga dan mudah terjadi pada wanita hamil dan anemia. Karena jasanya yang sudah
memberikan penjelasan yang terperinci mengenai kelainan ini, maka kelainan ini
disebut juga dengan “Ekbom Syndrome” 6.
3
4
BAB II
TInjauan Pustaka
2.1 . Definisi
Anxietas tibiarum
Leg jitters
Ekbom syndrome 7
2.2 Epidemiologi
RLS banyak terjadi pada 1-10% dari populasi umum.7 Lebih banyak terjadi pada
perempuan daripada laki-laki1,3. Perbandingan laki-laki dan permpuan adalah 2:1.8,9 Risiko
untuk terjadinya RLS semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia.7-9 50%
orang dengan RLS memiliki first degree relative yang juga menderita RLS 9 Populasi yang
berisiko tinggi terjadinya RLS adalah ibu hamil, pasien dengan defisiensi besi, pasien
dengan end-stage renal disease, pasien sering melakukan hemodialisis atau donor darah,
anak dengan ADHD (attention defisit hyperactivity disorder) 7-9
2.3 Etiologi
Penyebab pasti dari RLS belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, ditemukan bahwa RLS
berhubungan dengan genetik, defisiensi besi atau asam folat, defisiensi dopamin, dan
tingginya hormon estradiol.7-9
4
5
5
6
- Keluhan tipikal yang umum dan dan membuat pasien dengan RLS datang mecari
pengobaan adalah adanya gangguan tidur (insomnia)
Definisi RLS pada saat ini juga tidak mengikutsertakan adanya komponen nyeri pada
gejala sensoris dari RLS. Akan tetapi, sensasi nyeri dapat merupakan bagian dari RLS.
Dan ada penelitian yang mengemukakan bahwa terdapat 56-85% pasien dengan RLS
yang mendeskripsikan simptom yang mereka alami sebagai rasa nyeri. Pasien dengan
RLS juga diduga mengalami peningkatan sensitivitas dari nyeri, sebagai contohnya
static mechanical hyperalgesia. Menariknya, rasa nyeri ini berkurang dengan
pengobatan levodopa jangka panjang (1 tahun) namun tidak dengan jangka pendek.
Akan tetapi, sensitivitas terhadap rasa nyeri juga berhubungan dengan kualitas tidur
yang jelek dan depresi. Gejala rasa nyeri pada orang dengan RLS dapat membaik jika
diberikan opiodergic-agent.7
2.6 Diagnosis
6
7
o Riwayat Keluarga
Prevalensi dari RLS diantara keluarga tingkat pertama dari orang yang
memiliki RLS adalah 3-5 kali lebih bedsar daripada orang tanpa RLS
o Perjalanan Penyakit
7
8
o Gangguan tidur
Untuk mendiagnosis RLS pada anak, harus ada 4 kriteria esensial dari orang dewasa
yang dipenuhi yang didapatkan secara autoanamnesis atau setidaknya terdapat 2
kriteria berikut ini:
1) Gangguan tidur
3) Terdapat lebih dari 5 periodik bergeraknya PLM per jam pada waktu tidur
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah serum ferittin, vitamin B12,
elektrolit, dan fungsi renal.7 Pasien dengan kadar serum ferritin yang kurang dari 50
ng/mL, saturasi zat besi yang kurang dari 16%, atau saturasi tranferrin kurang dari 50%
dapat didiagnosis sebagai iron-deficiency associated RLS.9 konsentrasi serum ferritin
yang kurang dari 50ng/mL dihubungkan dengan adanya menurunya efisiensi dari tidur,
meningkatnya pergerakan kaki sewaktu tidur, dan RLS.
Pemeriksaan Penunjang
8
9
Dilakukan jika terdapat manifestasi klinis yang tidak khas dan menyerupai
neuropati perifer.7
o Polysomnography
2.7 Patofisiologi
Patogenesis dari RLS sampai saat ini masih belum diketahui. Kebanyakan hipotesa
berpusat pada dopamin dan besi. Beberapa bukti lainnya juga menghubungkan dengan sistem
opiod, mekanisme spinal cord, hormon seks steroid, neuropati perifer, atau kelainan vaskular.
Ada bukti yang menyatakan peranan besi dalam RLS, kebanyakan karena
terdapatnya defisit besi pada kasus RLS sekunder (contohnya end stage renal disease,
kehamilan, anemia defisiensi besi, dan ADHD). 7-9
b. Defisiensi Dopamine
9
10
Respon positif dari pengobatan dengan mengunakan dopamin dosis rendah dan
memburuknya gejala dengan dopamine release blocker (metoclopramide dan pimozise)
menegaskan adanya peran penting dopamin dalam patofisiologi dari RLS.1 Akan tetapi
peranan dopamin ini juga diragukan karena pada pemeriksaan functional neuroimaging
of nigrostriatal dopaminergic dysfunction pada pasien dengan RLS idiopatik
ditemukan bahwa secara keseluruhan pasien dengan RLS tidak memiliki defisiensi
dopamine. Fakta ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan patologi yang
menyatakan bahwa tidak ditemukan sel dopaminergic yang hilang pada bagian tersebut.
7
c. Opiate-system
Keterlibatan medula spinalis pada patofisiologi dari RLS dikemukan dari fakta
bahwa adanya gejala sensoris dan motoris yang terjadi secara bilateral dan terlokalisasi
secara segmental pada kebanyakan kasus. Ada dugaan bahwa impuls sensorik dari
perifer ke korteks sensorik dipengaruhi oleh ketinggian dari medula spinalis yang
terkena. Ada beberapa laporan kasus yang menyatakan adanya hubungan antara RLS
dengan kelainan pada spinal seperti lumbosacral radiculopathy, borrelia induced
myelitis, transverse myelitis, vascular injury of the spinal cord, traumatic lesion or
cervical spondylotic myelopathy. Kebanyakan penyakit kelainan spinal ini juga
memberikan respon positif pada terapi dopamin. Akan tetapi, belum ada bukti yang
10
11
dapat menegaskan adanya hubungan ini karena kelainan spinal lebih berhubungan
dengan timbulnya PML. Pada kelainan spinal yang murni seperti syringomyleia atau
syringobulbia ditemukan bahwa 62% pasien memiliki gejala PLM namun tidak satupun
dari mereka memiliki gejala RLS.7
Pada wanita hamil, kebutuhan besi meningkat menjadi 3-4 kali lipat dan
kebutuhan asam folat meningkat menjadi 8-10 kali lipat. Defisiensi dari kadar besi dan
asam folat ditemukan pada wanita hamil dengan RLS dan gejala ini membaik
membaiknya pada saat kadar besi dan asam folat kembali normal yaitu setelah
melahirkan.9
Pada wanita hamil, kadar hormon estrogen, progesteron, dan prolaktin juga
akan meningkat dalam plasma darah. Diketahui juga bahwa pada kehamilan minggu
ke-35 sampai ke minggu ke-12 post partum terjadi peningkatan estradiol pada wanita
hamil dengan RLS. Pada saat inilah wanita hamil tersebut mengalami gejala RLS.
Setelah melahirkan, kadar estradiol akan kembali normal dalam darah yang diikuti
dengan menghilangnya gejala RLS.7
Pengaruh hormonal ini juga diteliti pada kelompok transeksual yang diterapi
dengan terapi hormonal. Pada kelompok transeksual male-to-female yang diterapi
dengan estrogen dilaporkan memiliki prevalensi timbulnya gejala RLS yang tinggi
dibandingkan dengan kelompok transeksual female-to-male yang diterapi dengan
hormon testorsteron.7
f. Sistem Saraf
11
12
Neuropati perifer juga dikaitkan sebagai penyebab sekunder dari RLS. Akan tetapi,
hubungan antara neuropati perifer dan RLS sangatlah kompleks dan masih dalam
penelitian. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah karena terganggunya basic
perceptual level of sensory yang dapat mengakibatkan terjadinya hipersensitisasi dari
jalus sensoris yang dapat menimbulkan terjadinya RLS. Walaupun sebagian besar
orang dengan RLS akan menujuknya adanya abnormalitas ketika diperiksa dengan
menggunakan elektrophysiological ataupun alat lainnya, keabnormalan ini bukanlah
merupakan penyebab yang mecetuskan terjadinya RLS. Kebanyakan pasien yang
memiliki neuropati yang berat juga tidak timbul gejala RLS.
g. Sistem Vaskularisasi
Pembuluh darah dilibatkan dalam terjadinya RLS karena kebanyakan orang dengan
RLS akan memberikan respon yang positif terhadap terapi dengan vasodilative agent
seperti carbachol dan tolazoline. Akan tetapi, penelitian dengan duplex utrasonography
menyatakan bahwa gejala RLS tidak berhubungan dengan venous reflux dan gangguan
vaskular. Seperti neuropati perifer, gangguan dari vaskular juga dapat menyebabkan
terganggunya sistem-sistem lainnya termasuk kerusakan sistem saraf perifer. PLMS
dan RLS juga dihipotesiskan berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung,
hipertensi, dan strok.7
h. Genetik
- Kebanyakan dari RLS adalah idiopatik dan first degree relative yang menderita RLS
pada keluarganya. RLS dinyatakan diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa
lokus yang berhubungan dengan RLS ditemukan pada kromosom 12q, 14q, 9p, 2q,16p,
dan 20p.1 50% orang dengan RLS memiliki first degree relative yang juga menderita
RLS.9
2.8 Tatalaksana
RLS merupakan kelainan jangka panjang sehingga harus dipikirkan jika adanya lost
of effectiveness, efek samping, dan augmentasi yang mungkin timbul. Terapi RLS diberikan
secara individual berdasarkan dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan, tingkat
keparahannya, dan sifat gejala yang biasanya timbul pada malam hari. Pengobatan RLS untuk
saat ini bukan untuk menyembuhkan tetapi hanya menghilangkan gejala dalam jangka waktu
lama. Terapi saat ini yang sering diberikan adalah dengan levodopa, opioid, dan
12
13
benzodiazepine dalam jangka waktu yang lama. Akan tetapi evidence base and clinical
guidline menempatkan dopamine agonist sebagai lini pertama pengobatan dari gejala RLS
yang terjadi sehari-hari.6,10
Keparahan dari RLS dapat berbeda-beda pada setiap subjek dan dapat dibedakan
dengan frekuensi dan intensitas gejala yang terjadi di sistem sensorimotorik, lamanya
terjadinya simptom selama 24 jam, dan gangguan tidur yang ditimbulkan seperti insomnia.
Perlu diingat bahwa insomnia dapat terjadi secara sekunder karena RLS sehingga
memerlukan terapi yang spesifik dan bisa juga dikarenakan pengobatan yang digunakan
untuk mengobati RLS seperti levodopa atau dopamine agonist. 6,10
Pedoman tatalaksana RLS terdapat pada Restless Legs Syndrome Task Force of the
Standards of Practice Committe og the American Academy Sleep Medicine (AASM) pada
tahun 2008. 6,10
A. Terapi non-farmakologi
Tujuan utama dari terapi farmakologi adalah untuk meningkatkan kualitas tidur.
Pasien harus dimotivasi untuk tidur dan bangun dalam jadwal yang teratur. Lingkungan
untuk tidur diusahakan tetap tenang dan nyaman serta menghindari aktivitas yang
berlebihan selama berjam-jam sebelum tidur.
Pasien dengan RLS juga dianjurkan untuk menjalankan gaya hidup yang sehat
dengan makanan yang seimbang dan aktivitas fisik yang adekuat. Penggunaan kafein,
nikotin, dan alkohol harus dihindari karena dapat memperburuk RLS. Pengunaan obat-
obatan anti-depresan (SSRIs atau tertrasiklin), antihistamin, dopamine blocking agent
6,10
(neuroleptic atau metoclopramide) juga dapat memperburuk gejala RLS. Jika
gejala muncul pada saat istirahat maka pasien disarankan untuk melakukan aktivitas
ringan seperti bermain video games, menjahit, atau mengambar.10
B. Terapi farmakologi
13
14
Terapi non-farmakologi saja tidak akan berhasil mengobati pasien RLS dengan derajat
sedang sampai berat. Pasien-pasien ini memerlukan terapi farmakologi untuk mengatasi
gejala yang mereka alami. 6,10
Interminten symptoms
14
15
selama 5-7 bulan juga dapat menimbulkan efek samping Opioid dapat
memperparah kondisi ada pasien yang memiliki Sleep Related
Breathing Disorder (SRBD) dan hanya digunakan pada pasien yang
terbukti tidak memiliki SRBD.7
Daily symptoms
Pasien dengan gejala RLS yang terjadi setiap harinya harus meminum
obat secara rutin setiap harinya. Terapi lini pertama dari daily RLS symptom
adalah dopamine agonist. Non-ergot dopamine agonist lebih disenangi karena
efeknya lebih menguntungkan. Obat non-ergot dopamine agonist yang sering
digunakan adalah pramipexole (0,125-2 mg/hari) atau ropinirole (0,125-
4mg/hari). Proses augmentasi jarang terjadi pada obat-obatan ini. Akan tetapi
efek augmentasi dapat terjadi pada penggunaan promipexole jangka panjang.10
Pasien dengan RLS harus diperiksa kadar besinya. Jika kadar besinya kurang
maka perlu diberikan penambahan zat besi. 1,4 Penambahan zat besi pada oasien dengan
RLS terbukti tidak efektif jika kadar besi diatas 50 ng/mL. Tidak ada standar baku untuk
terapi besi pada pasien dengan RLS, akan tetapi ada panduan yang menyarankan
diberikannya 50-65 mg elemen besi bersama dengan 200 mg vitamin C pada saat perut
kosong setiap 1-3 kali sehari tergantung dari defisiensi besi yang dialami. Tujuan dari
terapi penambahan besi adalah untuk mencapai kadar besi diatas 60 ng/mL. Pada kadar
15
16
besi Pemeriksaan besi ini harus diulang setiap 3 bulan. Saturasi dari transferrin harus
selalu diperhatikan dan tidak boleh meningkat melebihi 45% untuk mencegah
terjadinya hemokromatosis. 9
Dosis asam folat yang dibutuhkan pada pasien dengan RLS bervariasi mulai dari 5-30
mg perharinya. Tujuannya adalah mencapai kadar asam folat dalam serum yang normal
yanitu 10-12 ng/mL. Dengan adanya penurunan dari dosis, gejala RLS akan kembali
muncul dalam 2-7 minggu. 9
2.9 Prognosis
RLS umumnya adalah kondisi yang terjadi seumur hidup. Terapi yang ada saat ini dapat
menghilangkan atau mengurangi gejala yang dirasakan dan meningkatkan efektifitas dari tidur.
Simptom ini biasanya memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Ada beberapa individu
yang dapat mengalami fase remisi. Akan tetapi, gejala ini akan kembali setelah selama
beberapa hari, minggu, atau bulan.
16
17
- RLS primer
Keparahan dan frekuensi dari gejala biasanya akan meningkat seiring dengan
berjalannya waktu.
Pada individu yang onset terjadinya RLS setelah 45 tahun, progesivitas
yang terjadi akan lebih cepat
Pada individu yang onset terjadinya RLS kurang dari 45 tahun
progesivitasnya lebih tersembunyi.
- RLS sekunder
Gejala yang dialami biasanya akan menghilang jika faktor penyebabnya
dihilangkan
Pada wanita hamil, RLS biasanya akan menghilang beberapa minggu
setelah dia melahirkan.11
BAB III
KESIMPULAN
17
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchholz DW, Sleep Disorder, 5th edition, Missouri: Mosby, Johnson, and Griffin,
1997; 12-3
2. Gamaldo CE, Earley CJ, Restless Legs Syndrome: a clinical update, Chest, 2016; 130:
1596-1604
3. Allen RP, Picchietti D, Hening WA, et al., Restless Legs Sydrom: diagnostic criteria,
special consideration, and epidemiology. A report from the restless legs syndrome
diagnosis and epidemiology workshop at the National Institute of Health, Sleep Med,
2013;4:101-19
4. Garcia-Borreguero D, Larrosa O, de la Llave Y, at al., Correlation between rating scales
and sleep laboratory measurement in restless legs syndrome, Sleep Med, 2014;5:561-
5.
5. Kohnen R, Allen Rp, Benes H, et al., Assesment of restless legs syndrome.
Methodological approaches for use in practice and clinical trials, Mov Disord, 2007;in
press, electonically published May 29, 2007.
6. Ondo WG, Restless Legs Syndrome.In: Jankovic J, Tolosa E (eds), Parkinson’s Disease
and Movement Disorder, 5th edition, Philadelphia: Lippincott, Williams, and Wilkins,
2007; 409-20.
7. Fulda S. Restless Legs Syndrome: Diagnosis, Treatment and Pathophysiology. 2010
8. Sommer, David B and Mark Stacy. 2007. Epidemiology and Pathophysiology of
Restless Legs Syndrome. US Neurological Disease. 2016
9. Restless Legs Stndrome: Pathophysiology and the Role of Iron Folate. Alternative
Medicine Review . 2017; 12 (2).: 101-110
10. Symvoulakis E, Dimitrios Anyfantakis, Christos Lionis. Restless Legs Syndrome:
Literature Review. Sao Paulo Med. 2010; 128 (3): 167-170
11. National institute of neurological disorder and stroke. Restless Legs Syndrome Fact
Sheet
19