Anda di halaman 1dari 38

Skneario 2

1. 2 cara pemeriksaan kesadaran yaitu dengan Glasgow Coma Scale (Lihat lampiran
di belakang) atau Four Score (lihat tabel di bawah).

2. Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin
yang dikandungnya. Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar
dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :

1
Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan gangguan sintesis
DNA dan Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran. Anemia Mikrositik yaitu mengecilnya ukuran sel
darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan
heme serta gangguan metabolisme besi lainnya. Pada Anemia Normositik ukuran sel
darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya
volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin,
ginjal, dan hati.
a. Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Secara
morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai
penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi zat besi tidak menunjukkan
gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
b. Anemia pernisiosa (defisiensi vitamin B12) adalah anemia makrositik normokromik
dimana vitamin B12 tidak dapat diserap karena lambung tidak menghasilkan faktor
intrinsik yang bergabung dengan vitamin B12 dan mengangkutnya ke dalam darah.
Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA sel darah merah dan fungsi sel saraf. Biasanya
terjadi karena sel imun menyerang sel lambung (autoimun). Sering pada vegetarian
karena vitamin B12 ditemukan pada hewan.
c. Anemia defisiensi asam folat adalah anemia makrositik normokrom akibat kekurangan
vitamin folat. Asam folat penting untuk sintesis DNA dan RNA pada beberapa enzim
pengoreksi enzim DNA. Sering pada wanita hamil karena kurang memakan kacang
polong dan sayuran yang banyak mengandung folat. Bayi dapat mengalami hal serius jika
kekurangan folat yaitu anemia pernisiosa dimana sel darah merahnya sedikit namun
besar-besar. (lihat gambar di halaman berikut)

Pada PF anemia akan ditemukan :

 Adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.


 Pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
 Ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit
dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis,

2
ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68%
penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
 Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
 Lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
 Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infiltratif (seperti pada
leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis
kanker).
 Petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
 Kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
 Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik
familial).
 Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
3. PF umum lengkap yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit !
 Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral,
penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan
pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya
ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan.
 Lesi di luar foramen stilomastoideus : Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,
makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di
wajah menghilang, lipatan kulit dahi menghilang, apabila mata yang terkena tidak
tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
 Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) : Gejala dan tanda klinik seperti
pada lesi di luar fotamen stilomastoideus ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani
bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis
 Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) - Gejala dan
tanda klinik seperti pada yang telah disebutkan di atas ditambah dengan adanya
hiperakusis.
 Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum), gejala dan
tanda klinik seperti di atas disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang

3
telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka.
Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster
di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius
eksterna dan pina.
 Lesi di daerah meatus akustikus interna - Gejala dan tanda klinik seperti di atas
ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.
 Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons. Gejala dan tanda klinik sama
dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus
akustikus, dan kadangkadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus
hipoglosus.
 Pemeriksaan telinga perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
mungkin bisa menyebabkan paralisis fasialis. Bila ditemukan adanya otitis rnedia
yang aktif dan massa di kelenjar parotid, kemungkinan paralisis fasialis dihubungkan
dengan kelainan- kelainan tersebut, dan bukan suatu Bell’s palsy.
 Dapat dilakukan pemeriksaan nerfus fascialis dengan bantuan checklist di belakang.
Dari hasil pemeriksaan neurologi, didapatkan gangguan fungsi saraf fasialis perifer
yang difus tanpa ada neuropati lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis lengkap dan gunanya !
 Kesadaran : Sudah disebutkan caranya di atas dan interpretasi glasgow adalah
sebagai berikut GCS = E4 M6 V5 ( Compos Mentis ) GCS = E1 M1 V1 ( Coma
Dalam ) GCS = ≤ 7 ( Coma ) GCS = E4 M6 V- ( Afasia Motorik ) GCS = E4 M1
V1 ( Coma Vigil ).
 Kaku kuduk : penderita telentang, rotasikan kepala ke kiri dan ke kanan lalu
fleksikan kepala sehingga dagu menyentuh bagian atas dada. Penilaian (+) jika
ditemukan kekakuan & tahanan pada waktu fleksi, rotasi kepala.
 Kernig’s sign :telentang, fleksi panggul lalu ekstensikan sendi lutut sejauh
mungkin tanpa rasa nyeri. Penilaian (+) jika ekstensi sendi lutut tak capai < 1350 ,
nyeri, spasme otot paha.
 Brudzinski I : telentang, tangan kiri pemeriksa dibawah kepala, kanan didada lalu
fleksikan kepala degan cepat sejauh mungkin ke dada. Penilaiannya yaitu fleksi
involunter (+) kedua kaki
 Brudzinski II : telentang, fleksi pasif coxae. Penilaian (+) jika terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

4
 Brudzinski III : Tekan os.zygomaticus dan penderita refleks involunter
ekstremitas superior.
 Brudzinski IV : Tekan simpisis pubis dan (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior (kaki)
 Lasegue test : Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus
(tidak bergerak). Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada
sudut < 70° (dewasa) dan < 60° (lansia). Tanda Lasegue (+) dijumpai pada
meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis).
 Penilaian nervus I dengan cara menutup salah satu lobang hidung dan pasien
diminta mencium bebauan yang sangat familiar.
 Pemeriksaan Nervus II terdiri dari : 1. Ketajaman penglihatan ( Visual Acuity )
gunakan tabel Snellen dan Jaegger 2. Lapangan penglihatan ( Visual Field )
dengan konfrontasi dan kompimetri 3. Funduskopi (untuk menilai kelainan papila
nervus II dengan oftalmoskop).
 Nervus III, IV, dan VI diperiksa 1. Celah kelopak mata 2. Pupil 3. Gerakan Bola
Mata.
 Nervus V terdiri dari 1. Saraf sensorik : u/ wajah 2. Saraf motorik : u/ otot
pengunyah.
 Pemeriksaan nervus VII sesuai dengan checklist.
 Pemeriksaan nervus VIII lihat gambar di halaman belakang (weber dan rhine test)
 Nervus IX terdiri dari Serat motorik : untuk m.stilofaringeus - Serat sensorik :
untuk liang telinga tegah / tuba pengecap 1/3 lidah belakang.
 Nerus X terdiri dari serat motorik dan sensorik
 Nervus XII : Suruh pasien menengok ke satu sisi melawan tangan pemeriksa 
palpasi m.sternocleidomastoideus sisi lain dan Test angkat bahu
 Pemeriksaan sistem motorik yaitu 1. Bentuk otot 2. Tonus otot 3. Kekuatan otot
4. Cara berdiri dan berjalan 5. Gerakan spontan abnormal.
 Pemeriksaan reflex serta reflex patologis (Babinski, Chaddock, Schaefer,
Oppenheim, Gordon Rossolimo, Mendel Bechterew. Klonus, Hoffmann –
tremner, Leri / Meyer)
 Kelumpuham UMN yaitu 1. Hipertonus 2. Hiperrefleks 3. Atropi (-) 4. Refleks
patologis (+).

5
 Kelumpuhan LMN yaitu 1. Hipotonus 2. Hiporefleks 3. Atropi (+) 4. Refleks
patologi (-)
 Sensibilitas permukaan : a. rasa raba : dengan kapas yang digulung memanjang b.
rasa nyeri : dengan jarum pentul c. rasa suhu : 2 buah botol berisi air dingin
(100C) dan air panas ( t = 430C)
 Sensibilitas dalam a. rasa sikap b. rasa getar c. rasa nyeri dalam.
 Fungsi kortikal untuk sensibilitas a. Stereognosis : mengenal bentuk + ukuran
benda yang diraba tanpa melihat b. Pengenalan 2 titik atau test jangka c.
Mengenal bentuk rabaan.
5. Perjalanan daraf kranial !
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf
cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari
serabut sensorik dan serabut motorik.
1. SARAF OLFAKTORIUS ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa
nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi
indera penciuman berada.
2. SARAF OPTIK ( CN II ) Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan
kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap
saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial
melaui foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis
pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area
visual lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan.
3. SARAF OKULOMOTORIUS ( CN III ) Merupakan saraf gabungan, tetapi
sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah
dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan
rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu
pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran
perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
4. SARAF TRAKLEAR ( CN IV ) Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. 9
Neuron motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke

6
otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan
informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.
5. SARAF TRIGEMINAL ( CN V ) Saraf cranial terbesar, merupakan saraf
gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk
saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron
motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator.
Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini
bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi : ♣ Cabang optalmik membawa
informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga
nasal dan kulit dahi serta kepala. ♣ Cabang maksilar membawa informasi dari
kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum. ♣ Cabang
mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area
temporal kulit kepala.
6. SARAF ABDUSEN ( CN VI ) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons
yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan
proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
7. SARAF FASIAL ( CN VII ) Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak
dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk
kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari
reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah.
8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS ( CN VIII ) Hanya terdiri dari saraf sensorik
dan memiliki dua divisi. Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi
dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei
koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi
pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal. Cabang
vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi
kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam. 10
9. SARAF GLOSOFARINGEAL ( CN IX ) Merupakan saraf gabungan. Neuron
motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan
serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan
dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan
laring ; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor
sensorik dalam pembuluh darah tertentu.

7
10. SARAF VAGUS ( CN X ) Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal
dari dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen.
Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus,
jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.
11. SARAF AKSESORI SPINAL ( CN XI ) Merupakan saraf gabungan, tetapi
sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area :
bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan
laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot
trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari
otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring,
trapezius dan otot sternokleidomastoid.
12. SARAF HIPOGLOSAL ( CN XII ) Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian
besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan
mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di
lidah.
6. Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan faktor determinan dari penyakit
adalah ilmu epidemiologi.
7. Penjelasan DD Skenario 2 lengkap ! (Lihat Halaman Belakang)

8
9
10
11
Stroke Hemoragik dan Iskemik

Umum : Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24
jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. Stroke
dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.
Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.

Epidemiologi : Stroke merupakan penyebab kematian no 3 setelah penyakit jantung dan


kanker, dan lebih banyak wanita dibanding pria yaitu sebanyak 60,6% kematian akibat stroke
di AS pada tahun 2007.

12
Stroke Iskemik : disebabkan penyumbatan pembuluh darah akibat adanya emboli, atherosklerosis
pada pembuluh darah otak

Stroke lakunar

Stroke trombolitik
subtipe
Stroke emboli

Stroke kriptogenik

Stroke lakunar yaitu adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit pembuluh halus
hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau
kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang arteri penetrans Circulus Arteriosus
Willisi, A. cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris. Cabang ini rentan akan penyakit
anterotrombotik.

Arteri Arteri karotis interna,


besar basilaris, serebri media
Trombosis
Arteri Arteri lentikulostriata,
basilaris penetran,
kecil medularis

Penutupan pembuluh darah oleh bekuan darah yang lepas dari tempat lain dalam sirkulasi.
Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural jantung (misalnya infark miokardium,
fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik). Penyebab
tersering yang kedua adalah tromboemboli yang berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A.
carotis.

13
Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi mendadak
pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena sumbernya
tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinik yang ekstensif.

Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:

- Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
- Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
- Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
- Penglihatan ganda
- Pusing
- Bicara tidak jelas (rero)
- Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
- Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
- Pergerakan yang tidak biasa
- Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
- Ketidakseimbangan dan terjatuh
- Pingsan.

Stroke Hemoragik : Penyebab utamanya hipertensi -> terjadi jika tekanan darah meningkat sec
signifikan -> pembuluh arteri robek -> tjd perdarahan pada jaringan otak -> membentuk suatu massa
-> jaringan otak terdesak -> fungsi otak terganggu.

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke. Gejala klinis :

 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.

 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.

 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi

 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang


subarakhnoid yang timbul secara primer. Gejala klinis perdarahan subaraknoid :

 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.

 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.

 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.

14
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan


subarakhnoid.

 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

Cara untuk mendiagnosis :

 Anamnesis: Stroke Siriradj Score

 Pemeriksaan Fisik: Neurologi (Motorik, Sensorik, Otonom)

 Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

 Kardiologi

 Radiologi

 Head CT Scan

 MRI

 Ultrasound

 SPECT

 PET Scan

Anamnesis :

1. Penjelasan tentang awayat atau gejala awal.

2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien keduanya

3. Riwayat TIA

4. Faktor resiko

5. Pemakaian obat kokain

6. Pemakaian obat yang sedang dijalani

Pemeriksaan Neurologis : Tingkat Kesadaran : Glascow Coma Scale (GCS)

Tanda Vital : Tensi, Suhu, Frekuensi Nafas, Frekuensi nadi

Penilaian refleks tendon fisiologis :

1. Dengan menggunakan refleks hammers. Jawaban refleks dibagi atas beberapa tingkat, yaitu :

15
i. (-), tidak ada refleks sama sekali

ii. (±), kurang jawaban/jawaban lemah

iii. (+), Jawaban normal

iv. (++), jawaban berlebihan, refleks meningkat

Pemeriksaan Refleks Patologis

Nervus kranialis

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium

Serum Glukosa : melihat adanya hipoglikemia atau hiperosmolar nonketotik hiperglikemia

Serum Kolesterol dan Lipid : mendeteksi kenaikan kadarnya dalam darah yang dapat menimbulkan
faktor resiko terjadinya stroke

Pemeriksaan darah lengkap : trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia dan leukositosis.

16
Tatalaksana : Memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron
dengan memotong kaskade iskemik

1. Pengelolaan Umum (5B)

2. Berdasarkan penyebabnya

a. Stroke Iskemik

* Reperfusi

* Anti koagulansia

* Proteksi neuronal

b. Stroke hemoragik

* Konservatif

* Operatif

Tatalaksana Stroke Iskemik : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan
isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Tatalaksana Stroke Hemoragik : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg

17
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan
umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2
parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

18
Bell’s Palsy

Umum : Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supratif, non-
neoplasmatik, non- degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen
tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Etiologi : Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah virus. Akan tetapi, baru beberapa tahun
terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada umumnya kasus BP sekian
lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi gen Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam
ganglion genikulatum penderita Bell’s palsy.

Patofisiologi : Para ahli menyebutkan bahwa pada BP terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. BP hampir
selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih
dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Jadi,
patofisiologinya masih belum jelas tetapi diyakinkan sebagai inflamasi dari nervus fascialis
sehingga menekan jalannya saat melalui tulang temporal. Impuls motorik yang dihantarkan
oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di
jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer. Nervus fasialis terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain
itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral
dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).

Gejala Klinik : Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya
kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat dengan
menggunakan cermin. Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata
tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya
maka bola mata tampak berputar ke atas (Bell phenomen). Penderita tidak dapat bersiul atau
meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh.
Selain itu, gejala klinis lainnya tergantung dari tempat lesi nervus fascialis yang terganggu.
Untuk lebih lanjut dapat dilihat di bagian nervus fascialis.

19
Diagnosis : Dalam mendiagnosis suatu kelemahan atau kelumpuhan pada wajah yang
disebabkan oleh lesi nervus fasialis maka perlu dibedakan antara lesi sentral dan perifer. Pada
lesi sentral, terdapat kelemahan unilateral otot wajah bagian bawah dan biasanya disertai
hemiparese/hemiplegia kontralateral namun tanpa disertai gangguan otonom seperti
gangguan pengecapan atau salivasi, seperti yang terlihat pada stroke. Lesi perifer
memberikan gambaran berupa kelemahan wajah unilateral pada seluruh otot wajah baik atas
maupun bawah, seperti pada Bell’s palsy.

Diagnosis Bell’s palsy biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Selain itu, awitan yang cepat (kurang dari 72 jam) dan tidak ditemu-kan etiologi yang
menyebabkan kelemahan perifer pada wajah yang diakibatkan oleh lesi nervus fasialis dapat
mendukung diagnosis Bell’s palsy. Dalam menilai derajat keparahan dan memprediksi kemungkinan
kesembuhan kelemahan nervus fasialis, dapat digunakan skala modifikasi House-Brackmann yang
telah dipakai secara luas. Derajat yang dipakai dalam skala ini dari 1 sampai 6, dengan derajat 6 yang
paling berat yaitu terdapat kelumpuhan total.

20
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan
derajat kerusakan n. fasialis :

1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)


Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi
rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika
lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n.fasialis ireversibel.

2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test)

Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran
listrik pada nervus fasialis kiri dan kanan.

3) Elektromiografi

Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah

Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana
yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit (pil kina). Elektrogustometri
membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3
bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap.

pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis

setinggi khorda timpani atau proksimalnya

5) Uji Schirmer

21
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang di letakkan di belakang kelopak mata
bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;
berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. genikulatum.

Tatalaksana :

1) Istirahat terutama pada keadaan akut

2) Medikamentosa

Prednison : pemberian sebaiknya selekaslekasnya terutama pada kasus BP yang secara


elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi odem dan mempercepat
reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis
diturunkan bertahap selama 2 minggu.

3) Fisioterapi

Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering
digunakan yaitu : mengurut/ massage otot wajah selama 5 menit pagisore atau dengan
faradisasi

4) Operasi

Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak- anak karena dapat menimbulkan

komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila :

– Tidak terdapat penyembuhan spontan

– Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone

– Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.

Komplikasi :

a. Sindroma air mata buaya (Crocodile Tears Syndroma)

Sindroma air mata buaya merupakan gejala tersebut pertama timbul karena konyungtiva bulbi
tidak dapat penuh di tutupi kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah mendapat iritasi
angin, debu dan sebagainya.

22
b. Kontraktur otot wajah

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih jelas terlihat
dibanding pada sisi yang sehat.

c. Synkenesis (associated movement)

Dalam hal ini otot-otot wajah tidak dapat digerakan satu persatu atau tersendiri, selalu timbul
gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot obicularis orispun ikut
berkontraksi dan sudut mulut terangkat. Bila disuruh mengembungkan pipi, kelopak mata
ikut merapat.

d. Spasme spontan

Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga
tic fasialis. Akan tetapi, tidak semua tic fasialis merupakan gejala sisa dari bell’s palsy.

Prognosis : Pasien biasannya memiliki prognosis baik. Hampir 80-90% pasien sembuh tanpa
kelainan. Pasien yang berusia 60 tahun atau lebih memiliki kemungkinan 40% untuk sembuh
dan 60% mengalami sekuele. Bell’s palsy dapat rekuren pada 10-15% pasien. Hampir 30%
pasien dengan kelemahan wajah ipsilateral rekuren menderita tumor pada N.VII atau kelenjar
parotis.

23
Sindroma Millard

Umum : Pertama dijelaskan tahun 1858, lesi pada pons ventral bermanifestasi sebagai unilateral
fascial weakness atau abducen palsy dengan kelemahan kontralateral tangan dan kaki. Hermorage
atau tumorlah yang menjadi penyebabnya berdasarkan eksaminasi postmortem. Beberapa juga
mendeskripsikan sindrom ini karena iskemik pons kanan. CT dan MRI mungkin berguna dala
diagnosis.

Kasusnya masih sangat jarang sehingga data penelitian juga masih kurang. Kebanyakan
ditampilkan mengenai case report dan ini adalah salah satunya. Laki-laki 76 tahun dengan
kelemahan tangan dan kaki kiri mendadak serta bicara cadel. Ada rpd riwayat penyakit vaskular.
Ditemukan pasly fascial perifer kanan dan flaccid kiri hemiparesis. Reflex tendon dalam cepat di kiri
dan plantar ekstension lebih dominan di kiri. Ditemukan lesi hipodens di anteromedial pons kanan
yang hipointens pada short echo time dan hiperintens pada long echo times. Keadaan pasien
membaik seteah 2 bulan (cranial nerves). Tangan kirinya spastic hemiparesis.

24
Komponen MGS adalah kelumpuhan saraf wajah dan abdomen ipsilateral sebagai
lesi LMN pada level inti saraf kranial dan hemiplegia atau hemiparesis pada tungkai
kontralateral yang disebabkan oleh keterlibatan saluran kortikospinalis sebelum penyilangan.
Lesi yang bertanggung jawab untuk MGS mungkin terletak di bagian basal dari bagian ekor
pons, yang cukup luas untuk melibatkan saluran kortikospinalis dan melibatkan serat
abdomen dan saraf wajah. Oleh karena itu, pons inferior dan medial inferior lateral harus
dilibatkan bersama agar sindrom tersebut menjadi nyata. Namun, di dekat serabut akar saraf
wajah terdapat fasciculus longitudinal medial, formasi reticular pontine paramedian, nukleus
abducens, peduncle cerebellar superior, traktus spinothalamikus dorsal, lemniscus medial,
dan saluran asendens sekunder dari saraf trigeminal berada di sekitar daerah sekitar serabut
akar saraf wajah. Diagnosis ditegakkan bersadarkan radiologi atau klinikal finding.
Tatalaksana tergantung pada etiologinya.

Manifestasi Klinis :

1. Hemiplegia kontralateral ekstremitas (hemat muka) karena keterlibatan saluran


piramidal.
2. Palsy rektus lateral lateral mengarah ke diplopia yang ditekankan ketika pasien
melihat ke arah lesi, strabismus internal (mis., Esotropia) dan hilangnya kekuatan
untuk memutar mata yang terkena ke arah luar karena keterlibatan CN VI.

25
3. Paresis saraf wajah perifer ipsilateral menyebabkan kelumpuhan otot-otot ekspresi
wajah yang lemah dan hilangnya refleks kornea karena keterlibatan saraf kranial VII.

Prognosis : terutama tergantung pada luas dan etiologi penyakit. Stroke vertebrobasilar
biasanya meninggalkan defisit neurologis yang signifikan. Pasien dengan lesi kecil biasanya
memiliki prognosis yang lebih baik. Pasien dengan oklusi arteri basilar akut memiliki angka
kematian yang tinggi.

26
Tumor Otak

Umum : Adanya pertumbuhan massa di otak

Manifestasi Klinis : Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak ter-gantung dari
lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering ditemukan adalah pen-
ingkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat dis-ertai muntah proyektil), defisit
neurologis yang pro-gresif, kejang, penurunan fungsi kognitif. Pada glioma derajat rendah
gejala yang biasa ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat tinggi lebih sering men-
imbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan intrakranial meningkat.

Diagnosis : Kanker otak melibatkan struktur yang dapat mendestruksi jaras pengllihatan dan
gerakan bola mata, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga beberapa kanker
otak dapat memiliki manifestasi neu-rooftalmologi yang khas seperti tumor regio sella, tu-
mor regio pineal, tumor fossa posterior, dan tumor basis kranii.

Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan neurooftalmologi terutama untuk menjelaskan
kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional kanker otak. Pemeriksaan ini juga berguna
untukmengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi) pada tumor-
tumor tersebut.

Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker otak, khususnya pada
tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau metastasis. Fungsi kognitif juga dapat mengalami
gangguan baik melalui mekanisme langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak,
maupun mekanisme tidak langsung akibat terapi, seperti operasi, kemoterapi, atau
radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi luhur berguna un-tuk menjelaskan
kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan post
tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi). Bagi keluarga, penilaian fungsi luhur akan
sangat membantu dalam merawat pasien dan melakukan pendekatan berdasarkan hendaya

Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap Hemostasis LDH, Fungsi hati, ginjal, gula darah,
Serologi hepatitis B dan C , Elektrolit lengkap.

Pemeriksaan radiologis : CT Scan dengan kontras MRI dengan kontras, MRS, DWI PET CT
(atas indikasi). Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan kontras. CT
scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis dan
sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat

27
melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempu-nyai keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi. Pemeriksaan
positron emission tomography (PET) dapat berguna pascaterapi untuk membedakan antara
tumor yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat radiasi.

Tatalaksana : Tergantung manifestasi klinis dan temuan radiologi serta jenis tumor.

Prognosis : Tergantung jenis tumornya

28
Sindorma Ramsay

Deskripsi :

1. Zoster oticus dengan kelumpuhan wajah perifer


2. Gambaran klinis yang diproduksi oleh arteri karotis oklusi
3. Dyssynergia cerebellaris progressiva

Definisi kerasnya periferal fascial nerve palsy dan eritromatos vesikel rash di telinga atau
mulut.

Gejala Klinis : Unilateral fasial palsy dengan neuropati sara yang berdekatan dengan vesikel
di mulut terutama di lidah atau palatum keras atau juga di telinga. Tinitus, berkurangnya
pendengaran, nausea, muntah, vertigo, dan nistagmus.

Epidemiologi : Merupakan penyebab fasial periferal paralisis atraumatik terbanyak kedua

Etiologi : VZV (zooster sine herpete)  localised radicular pain dengan adanya VZV
(periferl fasia; palsy tanpa rash di mulut atau telinga) dan naiknya titer antibodi VZV 4 kali
atau ditemukan VZV DNA di kulit, tengah teliga, mononukleus blood cell.

Diagnosis : RPD dan pemeriksaan neurologi, IgG VZV titer naik 4 kali saat akut maupun
konvalesens. IgM dan IgA yang tetap ada. Vesikel bisa ada maupun tidak dan bisa muncul
beberapa hari setelah fasial palsy.

29
30
Multiple Sklerosis

Umum : Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem
saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan
selubung mielin, sehingga sinyal saraf menurun/ melambat, bahkan berhenti. Kerusakan ini
akibat inflamasi karena sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf. Hal ini bisa
mengenai otak, saraf optikus, dan sumsum tulang belakang.

Etiologi : Hingga saat ini penyebabnya tidak diketahui, sebagian besar percaya disebabkan
oleh virus atau kelainan genetik, atau keduanya.

Epidemiologi : Secara global, prevalensi MS adalah sebesar 30 per 100.000 orang

Manifestasi Klinis : Gejala awal MS yang paling sering adalah gangguan penglihatan yang
disertai rasa nyeri (neuritis optika). Pasien akan mengeluhkan pandangan yang berangsur-
angsur atau mendadak menjadi kabur. Umumnya keluhan ini hanya mengenai satu mata
(monokular) disertai rasa nyeri di bagian belakang mata. Keluhan dapat memberat apabila
pasien terpajan pada suhu panas (fenomena Uthoff ). Pemeriksaan funduskopi pada fase awal
akan memperlihatkan papil edema, sedangkan pada fase lanjut akan tampak papil yang sudah
mengalami atrofi . Keluhan penglihatan lainnya adalah pandangan ganda (diplopia) akibat
ophtalmoplegia internuklear dan nistagmus. Keluhan neurologis lain yang cukup sering dapat
berupa kesemutan, kelemahan, gangguan koordinasi, gangguan buang air besar dan air kecil.
Pada MS yang menyerang medulla spinalis bisa ditemukan tanda Lhermitte (sensasi listrik
dari leher ke bawah yang dirasakan pada fl eksi leher). Pasien MS juga sering merasa fatigue
dan nyeri.

Klasifikasi MS :

1. RRMS (relapsing-remitting MS): sekitar 85% kasus. Pasien dengan kelainan ini akan
mengalami periode sementara relaps, kemudian eksaserbasi saat muncul gejala baru.
Sebagian besar pasien RRMS akan menjadi SPMS pada saat tertentu.
2. SPMS (secondary progressive MS): gejala akan memburuk seiring waktu. Perburukan
dapat disertai atau tanpa relaps dan remisi.
3. PPMS (primary progressive MS): tipe MS yang jarang, hanya pada sekitar 10%
pasien MS. PPMS dikarakteristikkan dengan perburukan gejala secara perlahan-lahan
sejak permulaan, tanpa relaps atau remisi.

31
4. PRMS (progressive-relapsing MS): tipe MS yang sangat jarang (5%), PRMS
dikarakteristikkan dengan perburukan penyakit secara stabil sejak permulaan, disertai
relaps akut, tetapi tanpa remisi, dengan atau tanpa pemulihan kondisi.

Patofisiologi : Secara patologi, lesi MS akan memperlihatkan gambaran plak yang


merupakan lesi demielinisasi. Plak demyelinisasi ini merupakan gambaran patognomonik
MS. Pada fase akut, tampak sebukan sel radang, hilangnya mielin, dan pembengkakan
parenkim. Pada fase kronik, kehilangan myelin menjadi lebih jelas, dengan sel-sel makrofag
di sekitarnya disertai kerusakan akson dan apoptosis oligodendrosit. Kerusakan mielin
diakibatkan oleh aktifnya limfosit T. Limfosit T pada MS mengalami autoreaktivitas dan
mampu mengenali protein target pada mielin.

Diagnosis :

32
Tidak ada satu tes pun yang dapat memastikan diagnosis MS. Multiple sclerosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Penegakan diagnosis mempergunakan kriteria diagnostik seperti
Kriteria McDonald. Saat ini yang dipergunakan adalah kriteria McDonald revisi 2010.
Pemeriksaan pungsi lumbal harus dilakukan bukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi
menyingkirkan kemungkinan infeksi otak.

33
Tatalaksana :

Hingga saat ini belum ada obat yang diketahui dapat menyembuhkan secara
sempurna. Terapi hingga saat ini adalah yang memperlambat perjalanan penyakit. Tujuan
terapi lebih untuk mengendalikan gejala/ serangan dan mempertahankan kualitas hidup
normal pasien.

Secara umum beberapa modalitas terapi, antara lain:

1. „ Terapi fisik
2. „ Penggunaan alat bantu
3. „ Pola hidup sehat
4. „ Olahraga yang sudah terprogram
5. „ Suplemen dan vitamin D
6. „ Obat-obatan

NICE Guideline 2014 : Untuk mengatasi relaps akut, terapi yang direkomendasikan adalah
kortikosteroid, yaitu methylprednisolone 0,5 g oral setiap hari selama 5 hari. Dapat
dipertimbangkan dosis 1 g/hari untuk 3-5 hari sebagai alternatif.

34
Meningitis

Umum : Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme
kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih
berat.

Etiologi : Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan


umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta
hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan
oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab meningitis serosa yang
paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan
oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan
Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi
penyebab meningitis aseptik(viral).

Manifestasi Klinis : MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan
kaku kuduk; tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan kesadaran. Tanda Brudzinski
dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki signifi kansi klinik yang sama dengan kaku
kuduk, namun sulit ditemukan secara konsisten. Diagnosis meningitis dapat menjadi sulit jika
manifestasi awal hanya nyeri kepala dan demam. Selain itu, kaku kuduk tidak selalu
ditemukan pada pasien sopor, koma, atau pada lansia.

Diagnosis : Diagnosis MB ditegakkan melalui analisis CSS, kultur darah, pewarnaan CSS,
dan biakan CSS.

35
36
Durasi terapi antibiotik bergantung pada bakteri penyebab, keparahan penyakit, dan
jenis antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal epidemik dapat diterapi secara
efektif dengan satu dosis ceftriaxone intramuskuler sesuai dengan rekomendasi WHO.
Namun WHO merekomendasikan terapi antibiotik paling sedikit selama 5 hari pada situasi
nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari 24 jam.
Autoritas kesehatan di banyak negara maju menyarankan terapi antibiotik minimal 7 hari

37
untuk meningitis meningokokal dan haemofilus 10-14 hari untuk terapi antibiotik pada
meningitis pneumokokal.

38

Anda mungkin juga menyukai