Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata

membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan

tindak kekerasan maka fungsi kedokteran kehakiman

memegang peranan yang cukup penting dalam membantu

peradilan dalam mengungkap kasus-kasus tindak kekerasan

tersebut(FK UGM, 2000).

Sebagaimana terdapat dalam judul skripsi yang

membahas tentang proporsi pelabelan barang bukti

jenazah, maka yang dimaksud dengan proporsi adalah

perbandingan 2 bagian atau perimbangan, sedangkan

jenazah atau mayat adalah badan atau tubuh orang yang

sudah mati. Selanjutnya yang dimaksud dengan label

adalah sepotong kertas, kain, logam, kayu dan

sebagainya yang ditempelkan pada barang dan menjelaskan

tentang nama barang, nama pemilik, tujuan, alamat dan

sebagainya (Yandiyanto, 1996). Barang bukti adalah

hasil dari serangkaian tindakan penyidik dalam

penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan

1
2

surat untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah

penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk

kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan

peradilan (Sasangka & Rosita, 2003). Definisi lain

barang bukti adalah benda – benda yang biasa disebut

corpora delicti dan instrumenta delicti (Karjadi &

Soesilo, 1997).

Pengertian barang bukti sebagaimana terdapat di

dalam pasal 1 butir 16 KUHAP yaitu benda yang disita

atau benda sitaan yang terdapat di dalam beberapa pasal

KUHAP (Pasal 8 ayat 3 huruf b; 40; 45 ayat 2; 181 ayat

1; 194; 197 ayat 1 huruf I; 205 ayat 2) yang digunakan

untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,

penuntutan dan peradilan (Kuffal, 2007).

Barang bukti sangat diperlukan untuk kepentingan-

kepentingan seperti, mendukung keakuratan hasil

pemeriksaan medis Visum et Repertum, mendukung

kelancaran upaya penyidikan perkara, dijadikan sebagai

sarana pembuktian pada sidang pengadilan, dan barang

bukti harus dijaga agar tidak dirusak oleh pelaku atau

orang lain dan tetap utuh guna pemeriksaan lebih lanjut

(Mulyono, 1996).
3

Mengingat fungsi barang bukti yang begitu

penting, maka dalam penanganan barang bukti oleh

penyidik harus dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8

tahun 1981 dan PP No. 10 tahun 1966 serta

memperhatikan norma-norma medis, agama, Hak Azasi

Manusia, masyarakat khususnya keluarga korban

(Soegandhi et.al, 2012).

Penanganan barang bukti medis berupa mayat harus

dilakukan sesuai dengan ketentuan yaitu dicatat secara

teliti identitas mayat dan bagaimana kondisi atau

keadaan mayat pada saat ditemukan di tempat kejadian

perkara (TKP), termasuk barang atau benda yang terdapat

di tubuh mayat ataupun di sekitar mayat serta yang

berkaitan dengan kematiannya, yang kemudian diberikan

label pada ibu jari mayat dan dikirim ke rumah sakit

untuk dilakukan Visum et Repertum (Mulyono, 1996).

Pemberian label dan segel pada jenazah yang

memuat jati diri korban dan penyidik atau penyelidik

yang mengirimkannya yang biasanya diikatkan pada ibu

jari kaki korban, yang bertujuan untuk mencegah

kekeliruan, yaitu mencegah tertukarnya jenazah

terutama pada korban massal atau mencegah adanya

kesengajaan menukar jenazah untuk maksud kejahatan


4

terdapat dalam ketentuan KUHAP pasal 133 ayat 3 dan

Instruksi Kapolri No. Pol. INST/E/20/IX/1975

(Herryadi, 1993).

Ketentuan pemberian label pada jenazah yang


terdapat dalam KUHAP pasal 133 ayat 3 UU No. 8 tahun
1981, berbunyi “Mayat yang dikirim kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari atau bagian lain mayat.”
Ketentuan lain tercantum dalam Instruksi Kapolri
No. Pol. INST/E/IX/1975 tentang Tata Cara Permohonan/
Pencabutan Visum et Repertum yaitu “Untuk kepentingan
di pengadilan dan mencegah kekeliruan dalam pengiriman
seorang mayat selalu diberi label dan segel pada ibu
jari kaki mayat. Pada label itu harus jelas disebutkan
nama, jenis kelamin, umur, bangsa, suku, agama, asal,
tempat tinggal, dan tanda tangan dari petugas Polri
yang mengirimkannya.”
Sesuai dengan aturan di atas, tentunya sangat

penting bagi jenazah dilengkapi dengan label yang diisi

secara lengkap sesuai dengan aturan yang berlaku

sehingga nantinya bisa bermanfaat untuk tindakan

selanjutnya oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu,

peneliti ingin mengetahui seberapa besarkah proporsi

pelabelan barang bukti berupa jenazah yang terdapat di

RSUP Dr. Sardjito berdasarkan latar belakang

permasalahan ini.
5

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Berapakah

proporsi pelabelan barang bukti jenazah yang diperiksa

di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito

tahun 2012?”

I. 3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

I. 3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi

pelabelan barang bukti jenazah yang diperiksa di

Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito

tahun 2012.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi barang bukti jenazah yang

dilengkapi dengan label barang bukti jenazah dengan

yang tidak dilengkapi dengan label barang bukti

jenazah.

2. Mengetahui asal label barang bukti jenazah.

3. Mengetahui proporsi kelengkapan isi (identitas

jenazah) pada label barang bukti jenazah.


6

4. Mengetahui proporsi label barang bukti jenazah yang

memenuhi aspek legal dengan label barang bukti

jenazah yang tidak memenuhi aspek legal.

I. 4. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang

berkaitan dengan penelitian ini dilakukan oleh Noorman

Herryadi (1993) berjudul Pelaksanaan KUHAP Kaitannya

Dengan Pengadaan Visum et Repertum Jenazah Di Rumah

Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Tahun 1990-1992. Hasil

penelitian ini menunjukkan tingginya jumlah jenazah

yang tidak berlabel yaitu dari 627 kasus yang diteliti

didapatkan 548 kasus (87, 4 %) yang tidak berlabel,

sedangkan sisanya sebanyak 79 kasus (12, 6 %) berlabel.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini terletak

pada data yang digunakan yaitu data Visum et Repertum

tahun 2012, sehingga dari hasil penelitian ini bisa

digunakan untuk memperbaharui data yang sudah ada di

tahun terdahulu dan mengetahui kondisi terbaru

berkaitan dengan label pada jenazah dengan menggunakan

acuan data Visum et Repertum tahun 2012.

I. 5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut :


7

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan di

bidang Ilmu Kedokteran Forensik terutama dalam

penanganan barang bukti jenazah.

2. Memberikan gambaran mengenai proporsi pelabelan

barang bukti jenazah yang diperiksa di Instalasi

Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2012,

yang dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya dalam

peningkatan pelayanan oleh pihak rumah sakit maupun

kepolisian berkaitan dengan penanganan jenazah.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian

selanjutnya mengenai kelengkapan administrasi

penanganan barang bukti jenazah terutama berkaitan

dengan label barang bukti jenazah.

4. Menambah pengetahuan peneliti mengenai pentingnya

pelabelan pada jenazah berkaitan dengan penanganan

jenazah di rumah sakit.

5. Sebagai syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar

sarjana kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai