Anda di halaman 1dari 25

Sebaran Mikroplastik pada Sedimen Sungai dan Kolam

Budidaya di Karangantu, Desa Domas, dan Desa Terate

LAPORAN PRAKTIK KEAHLIAN

OLEH

1. Ali Akbar (52165111596)


2. Andi (52165111601)
3. Mei Rinta Uli P (52165211641)
4. Nadia Hema A (52165211647)
5. Rizki Agung H (52165111653)

PROGRAM SARJANA TERAPAN


JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2019
Sebaran Mikroplastik pada Sedimen Sungai dan Kolam Budidaya di
Karangantu, Desa Domas, dan Desa Terate
LAPORAN KEAHLIAN

Laporan Praktik Keahlian sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Yudisium

Semester VI pada Sekolah Tinggi Perikanan

OLEH

1. Ali Akbar (52165111596)


2. Andi (52165111601)
3. Mei Rinta Uli P (52165211641)
4. Nadia Hema A (52165211647)
5. Rizki Agung H (52165111653)

PROGRAM SARJANA TERAPAN


JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KEAHLIAN

Judul : Sebaran Mikroplastik pada Sedimen Sungai dan Kolam Budidaya di Karangantu,
Desa Domas, dan Desa Terate
Oleh : 1. Ali Akbar (52165111596)
2. Andi (52165111601)
3. Mei Rinta Uli P (52165211641)
4. Nadia Hema A (52165211647)
5. Rizki Agung H (52165111653)
Program Studi : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Jurusan : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

(Ita Junita Puspa Dewi, Dr., A.Pi., M.Pd) (Hendra Irawan, S.St.Pi., M.Si )
Pembimbing Pembimbing

Mengetahui :

(Maria Goreti, E.K., S.S.T.Pi.,M.Pi.) (Dra. Ratna Suharti, M.Si)

Ketua Jurusan TPS Ketua Program Studi TPS

Tanggal Pengesahan : ...........................


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan keahlian sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ita Junita Puspa Dewi, Dr., A.Pi., M.Pd. dan
Bapak Hendra Irawan, S.St.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyusunan laporan keahlian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Bapak Ir. Mochammad Heri Edy. MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
2. Ibu Maria Goreti Eny K, S.St.Pi., M,MPi, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan.
3. Ibu Dra. Ratna Suharti M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan.
4. Semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyusunan laporan praktik keahlian.

Penulis menyadari bahwa laporan keahlian ini masih terdapat banyak kekurangan.Karenanya,
kritik dan saran sangat penulis harapakan semoga laporan keahlian dapat diterima dan bermanfaat
bagi penulis dan bagi para pembaca.

Jakarta, Mei 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

UCAPAN TERIMAKSIH .

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Batasan Masalah
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah mikroplastik
2.2 Sebaran Mikroplastik
2.3 Sumber Mikroplastik
2.4 Bentuk Mikroplastik
2.4.1 Fiber
2.4.2 Film
2.4.3 Fragmen
2.4.4 Filamen
2.5 Dampak Mikroplastik
2.5.1 Biota
2.5.2 Perairan
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Prosedur Kerja
3.3 Metode Pengamatan
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Distribusi Frekuensi Komulatif
3.4.2 Analisis Chi-Kuadrat
4. HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Praktik
4.1.1 Desa Karangantu
4.1.2 Desa Domas
4.1.3 Desa Terate
4.2 Analisis Presensi Mikroplastik di Karangantu, Domas dan Terate
4.3 Distribusi Mikroplastik pada daerah Karangantu, Domas dan Terate
4.3.1 Region Karangantu
4.3.2 Region Domas
4.3.3 Region Terate
4.4 Distribusi Mikroplastik di Sungai dan Kolam Budidaya.

5. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. (Mujiarto, 2005).
Kebanyakan plastik akan berakhir di laut dan menjadi sumber pencemar utama dengan jumlah sebesar
60-80% dari jumlah limbah di laut (Thompson, Moore, Vom Saal, & Swan, 2009). Limbah plastik
diklasifikasikan menjadi makroplastik, mesoplastik dan mikroplastik (Fendall & Sewell, 2009) .
Menurut Hann (2016) mikroplastik yang masuk ke dalam laut sebesar 68.500-275.000 ton per tahun.
Indonesia menempati urutan ke 2 dari 20 negara di di dunia.
Mikroplastik merupakan partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter. Batas
bawah untuk mikroplastik belum terdefinisikan namun kebanyakan penelitian mengambil objek
penelitian dengan ukuran minimal 0,33 milimeter .(Meeker, Sathyanarayana, & Swan, 2009) Sampah
plastik merupakan salah satu partikel yang sangat susah untuk terurai di dalam perairan, sampah
plastik saat ini telah menjadi masalah yang cukup menghawatirkan, terutama di wilayah perairan
laut,dikarenakan jumlahnya yang meninkat . Dalam sepuluh tahun terakhir kebutuhan plastik di
Indonesia mengalami peningkatan 20 juta ton per tahun, tercatat sebanyak 1,9 juta ton di tahun 2002;
2,1 juta ton di tahun 2003; 2,3 juta ton di tahun 2004; 2,4 juta ton di tahun 2010; 2,6 juta ton pada
tahun 2011 (Surono, 2013).
Kovac Viršek et al., (2016) mengatakkan pada umumnya mikroplastik yang ditemukan di
perairan berupa mikroplastik sekunder yang berasal dari daratan seperti serat kain dan pecahan
sampah plastik yang lebih besar. Jambeck et al., (2015) mengatakan perairan Indonesia menjadi
negara ke dua penyumbang plastik terbesar dunia. Pulau Bali dan Jawa yang dihubungkan oleh Selat
Bali menjadi salah satu daerah Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik (makro dan
mikroplastik) tertinggi. Dalam dekade terakhir plankton net dan manta net menjadi alat sampling
mikroplastik yang sering digunakan para peneliti di seluruh dunia untuk melakukan sampling
mikroplastik (Siagian, 2018).

1.2 Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari karya tulis ini adalah sebagai
berikut:
1.2.1 Menganalisis Presensi mikroplastik di Desa Domas, Desa Terate, dan
Karangantu
1.2.2 Menganalisis sebaran jumlah mikroplastik di Desa Domas, Desa Terate, dan
Karangantu
1.2.3 Menganalisis perbandingan jumlah jenis mikroplastik di Sungai dan Kolam
budidaya di Desa Domas, Desa Terate, dan Karangantu

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:.
1.3.1 Bagaimanakah presensi mikroplastik di Desa Domas, Desa Terate, dan
Karangantu ?
1.3.2 Bagaimanakah sebaran jumlah kelimpahan mikroplastik di Desa Domas,
Desa Terate, dan Karangantu ?
1.3.3 Bagaimanakah tingkat perbandingan jumlah jenis mikroplastik di Desa
Domas, Desa Terate, dan Karangantu?
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH TERBENTUKNYA MIKROPLASTIK

Mikroplastik terbentuk dari plastik yang dibuang ke lingkungan lalu lambat laun mengalami
abrasi, degradasi dan pemecahan fisik menjadi lebih kecil hingga berukuran mikro (A. L. Lusher dkk.
2017).Pada daratan, khususnya pada wilayah dengan permukaan tanah, proses fragmentasi pada
plastik dapat terjadi dengan mudah karena adanya paparan langsung oleh radiasi ultraviolet dari sinar
matahari dan adanya fluktuasi suhu yang lebih besar daripada yang berada di air laut (Andrady 2011).

Biodegradasi adalah perubahan senyawa kimia menjadi komponen yang lebih sederhana
melalui bantuan mikroorganisme (Fahnur 2017). Saat degradasi, film plastik akan mengalami proses
penghancuran alami. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat biodegradabilitas kemasan setelah
kontak dengan mikroorganisme, yakni: sifat hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur
polimer, morfologi dan berat molekul bahan kemasan (Al Ummah 2013).

Tabel . Mekanisme Proses Degradasi Plastik (Sumber: (Pudjiastuti dan Listyarini 2012)

Degradasi polimer dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti sinar matahari, panas,umur
dan factor alam. Oleh sebab itu dalam proses pembuatannya polimer ditambahkan berbagai aditif
guna mengatasi proses degradasi oleh berbagai factor tersebut. Gambar diatas menggambarkan
mekanisme degradasi plastik di alam.hasil dari mekanisme proses degradasi plastik akan dihasilkan
gas CO2, H2O dan CH4 (Pudjiastuti dan Listyarini 2012)

2.2 SEBARAN MIKROPLASTIK

Pencemaran sampah terutama plastik telah menyebar di perairan seluruh dunia dan menjadi
isu global saat ini (Hardesty et al., 2017; Law 2017). Eriksen et al. (2014) mengemukakan lebih dari
250.000 ton sampah plastik telah terapung di lautan. Haward (2018) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa sebanyak 4.8-12.7 juta ton teridentifikasi berada di lautan. Dapat disimpulkan
selama kurun waktu 4 tahun ini, terjadi peningkatan massa plastik yang sangat signifikan yaitu
sebesar 16-48 kali lipat dari sebelumnya.
Mikroplastik telah menyebar secara luas di seluruh wilayah laut dunia. Mikroplastik
ditemukan di hampir seluruh habitat bentik dan pelagik di seluruh lautan. Bahkan lokasi-lokasi
terpencil seperti Arktik, Laut Selatan, dan laut sangat dalam pun tidak terbebas dari kontaminasi
mikroplastik (Catherine et al., 2017). Distribusi mikroplastik tergantung pada kondisi lingkungan
perairan, selain itu pergerakan arus dan angin menjadi faktor utama keberadaan mikroplastik, serta
sifat dari plastik itu sendiri (Kukulka et al., 2012).
Jambeck et al., (2015), menyebutkan bahwa Indonesia merupakan kontributor polutan
plastik ke laut terbesar di dunia setelah China, dengan besaran 0,48 – 1,29 juta metrik ton
plastik/tahun. Ng dan Obbard (2006) menemukan kandungan mikroplastik sebesar 1.282 partikel/kg
sedimen di Singapura. Mikroplastik pada sedimen juga ditemukan di China (Qiu et al., 2015) dan
Korea Selatan (Lee et al., 2013). Di Indonesia, terutama sebelah barat daya dari perairan laut
Sumatra keberadaan mikroplastikdilaporkan oleh Cordova & Wahyudi (2016).
Hasil penelitian Purba (2017) dikemukakan bahwa kondisi yang memprihatinkan terjadi di
Indonesia khususnya pulau Jawa. Tercatat rata-rata 68% sampah yang ditemukan adalah sampah
plastik pada sembilan titik daerah penelitiannya yaitu Pulau Handeleum, Pulau Panjang, Pulau
Tunda (Maharani 2018): Pulau Pari, Pulau Biawak, Pulau Gosong, Pulau Bali, Pangandaran (Purba
et al. 2016): dan Pelabuhan Ratu.

2.3 SUMBER MIKROPLASTIK

Sumber mikroplastik terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Mikroplastik primer
merupakan butiran plastik murni yang mencapai wilayah laut akibat kelalaian dalam penanganan.
Sementara itu, mikroplastik sekunder merupakan mikroplastik yang dihasilkan akibat fragmentasi
plastik yang lebih besar. (Van Cauwenberghe, Devriese, Galgani, Robbens, & Janssen, 2015).
Sumber Primer mencakup kandungan plastik dalam produk-produk pembersih dan
kecantikan, pelet untuk pakan hewan, bubuk resin, dan umpan produksi plastik. Mikroplastik yang
masuk ke wilayah perairan melalui saluran limbah rumah tangga, umumnya mencakup polietilen,
polipropilen, dan polistiren (Gregory, 1996).
Sumber Sekunder meliputi serat atau potongan hasil pemutusan rantai dari plastik yang
lebih besar yang mungkin terjadi sebelum mikroplastik memasuki lingkungan. Potongan ini dapat
berasal dari jala ikan, bahan baku industri, alat rumah tangga, kantong plastik yang memang
dirancang untuk terdegradasi di lingkungan, serat sintetis dari pencucian pakaian, atau akibat
pelapukan produk plastik (Browne dkk., 2011). Sumber sekunder berupa serat akibat pencucian
pakaian kebanyakan terbuat dari poliester, akrilik, dan poliamida yang dapat mencapai lebih dari 100
serat per liter. (Victoria, 2017)
Sumber lain dari pencemaran plastik yang berukuran nano juga terdeteksi ada produk- produk
kosmetik kecantikan, khususnya untuk perawatan/pemutihan muka yang diketahui mengandung
exfoliants yang mengandung plastik dalam bentuk polyethelene glycol disingkat PEG, serta bahan
pemutihan berbentuk halus lainnya, polyester atau acrylic beads yang juga sangat sering digunakan
untuk perawatan kapal. Dengan semakin mengecilnya ukuran partikel seperti ikan dan copepod
(zooplankton) juga telah terdeteksi. Hewan–hewan laut lainnya seperti polychaeta, crustacean,
echinodermata, bryozoans dan bivalvia juga menelan partikel plastik, baik yang berukuran mikro atau
nano (Moos et al, 2012).
Mikroplastik dapat mengapung atau tenggelam karena berat massa jenis mikroplastik lebih
ringan daripada air laut seperti polypropylene yang akan mengapung dan menyebar luas di lautan.
Mikroplastik lainnya seperti akrilik lebih padat daripada air laut dan kemungkinan besar terakumulasi
di dasar laut, yang berarti bahwa sejumlah besar mikroplastik pada akhirnya dapat terakumulasi di
laut dalam dan akhirnya akan mengganggu rantai makanan di perairan (Seltenrich, 2015). .
Kontaminasi mikroplastik saat ini menjadi perhatian utama mengingat besarnya dampak yang
ditimbulkan (Reed, 2016).

2.4 BENTUK MIKROPLASTIK

2.4.1 Fiber

Bentuk dari mikroplastik sangat beragam, pada penelitian ini dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
fiber, fragmen, dan pelet. Bentuk dapat mempengaruhi kemungkinan dicernanya mikroplastik oleh
organisme pelagis (Boerger et al, 2010). Jenis fiber pada dasarnya berasal dari pemukiman penduduk
yang berada di daerah pesisir dengan sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai nelayan.
Aktivitas nelayan seperti penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, kebanyakan
alat tangkap yang dipergunakan nelayan berasal dari tali (jenis fiber) atau karung plastik yang telah
mengalami degradasi. Mikroplastik jenis fiber banyak digunakan dalam pembuatan pakaian, tali
temali, berbagai bentuk penangkapan seperti pancing dan jaring tangkap (Nor dan Obbard, 2014).

2.4.2 Film

Jenis Film Menurut Kingfisher (2011), Film merupakan polimer plastik sekunder yang
berasal dari fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan dan memiliki densistas rendah. Film
mempunyai densistas lebih rendah dibandingkan tipe mikroplastik lainnya sehingga lebih mudah
ditransportasikan hingga pasang tertinggi, dan pelet merupakan partikel kecil yang digunakan untuk
bahan produk industri.

2.4.3 Fragmen

Jenis fragmen pada dasarnya berasal dari buangan limbah atau sampah dari pertokoan dan
warung-warung makanan yang ada di lingkungan sekitar merupakan salah satu dari sumber
mikroplastik. Sumber limbah mikroplastik yang berasal dari pertokoan atau warung-warung makanan
antara lain adalah: kantongkantong plastik baik kantong plastik yang berukuran besar maupun kecil,
bungkus nasi, kemasan-kemasan makanan siap saji dan botol-botol minuman plastik. Sampah plastik
tersebut terurai menjadi serpihan serpihan kecil hingga membentuk fragmen (Dewi et al, 2015).

2.4.4 Pellet

Pellet adalah bahan baku industri plastik - blok bangunan seperti: botol plastik, kantong
plastik, sedotan, komponen mobil, keyboard komputer - sebenarnya hampir semua hal yang dapat
sering kita gunakan terbuat dari plastik. Pellet ada di dalam fasilitas produksi plastik, diekstrusi
seperti tali dan kemudian dipotong menjadi potongan-potongan ukuran pendek dan bentuk yang
mendekati (atau menjadi serpih dan serbuk bermutu lebih rendah).

2.4.5 Filamen

2.3 DAMPAK YANG DITIMBULKAN OLEH MIROPLASTIK

Dampak kontaminasi sampah plastik pada kehidupan di laut dipengaruhi oleh ukuran sampah
tersebut. Sampah plastik yang berukuran besar, seperti benang pancing dan jaring, seringkali
menyebabkan hewan-hewan terbelit (Carr, 1987). Mikroplastik dapat dicerna bahkan oleh organisme
terkecil di habitat tersebut dan menimbulkan masalah yang lebih serius yang belum dapat diketahui
secara pasti (Tanković, Perusco, Pfannkuchen, & Pfannkuchen, 2015). Mikroplastik diperkirakan
lebih menyerap kontaminan di estuari di mana terdapat konsentrasi kontaminan yang lebih tinggi dan
waktu tinggal partikel lebih lama, serta penyimpanan potensial dalam sedimen (Bakir, Rowland, &
Thompson, 2014). kontaminan mikroplastik bisa memiliki konsekuensi terhadap pertumbuhan atau
kelangsungan hidup ikan muda tingkat (Victoria, 2017). Dampak mikroplastik dapat terjadi pada biota
yang ada dan perairan.

2.4.1 Biota
Dampak kontaminasi sampah plastik pada kehidupan di laut dipengaruhi oleh ukuran
sampah tersebut. Sampah plastik yang berukuran besar, seperti benang pancing dan jaring,
seringkali menyebabkan hewan-hewan terbelit (Carr, 1987). Sampah plastik yang lebih kecil, seperti
tutup botol, korek api, dan pelet plastik, dapat tertelan oleh organisme perairan dan menyebabkan
penyumbatan usus serta potensi keracunan bahan kimia (Fry et al., 1987). Sementara itu,
mikroplastik dapat dicerna bahkan oleh organisme terkecil di habitat tersebut dan menimbulkan
masalah yang lebih serius yang belum dapat diketahui secara pasti (Tankovic et al., 2015).
Studi laboratorium yang dilakukan para peneliti menunjukan bahwa mikroplastik dapat
tertelan oleh berbagai organisme laut karena ukuran yang begitu kecil (Boerger et al., 2010) .Efek
yang ditimbulkan dari mikroplastik ini mengkontaminasi segala biota di laut contohnya pada hewan-
hewan bentos maupun ikan pelagis (Smith dan Markic 2013; Wright dkk. 2013). Hall et al., (2015)
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa mikroplastik pun berpotensi merusak kesehatan
karang.Dalam eksperimentalnya ditemukan mikroplastik berada tersembunyi pada jaringan
mesentrial dalam rongga sela karang.
Penelanan mikroplastik oleh anjing laut dan singa laut di pulau-pulau sub Antartika
menjadi bukti bahwa mikroplastik telah mencapai tingkat trofik tertinggi dari jaring-jaring makanan
di laut bahkan di lokasi terpencil. Mamalia laut besar sangat mungkin memperoleh mikroplastik
secara langsung maupun tidak langsung. (Imhof et al., (2013); Zettler et al., (2013); Mc Mahon et
al., (1999).

2.4.2 Perairan
Begitu berada di laut, plastik dilewatkan oleh arus lautan di seluruh dunia, di mana mereka
bertahan dan terakumulasi (Zhang et al., 2017). Mikroplastik dapat tersebar di lautan karena
beberapa parameter oseanografi yang terjadi. Seperti yang dilakukan oleh Hardesty et al. (2017)
memanfaatkan parameter arus, pasang-surut dan lainnya yang disajikan dalam bentuk model
hidrodinamika untuk menghasilkan gambaran mengenai distribusi sampah mikroplastik. Buruknya
dampak yang ditimbulkan akibat kontaminasi sampah plastik di wilayah perairan mulai disadari oleh
manusia. Beragam upaya penelitian dilakukan untuk memastikan sejauh mana kontaminasi telah
terjadi dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Namun, hingga saat ini baru ada sedikit
penelitian yang difokuskan pada kontaminasi mikroplastik di wilayah perairan sehingga belum ada
cukup data komprehensif yang dapat n dijadikaacuan yang akurat untuk penanganan masalah ini.
Kebanyakan penelitian terfokus pada wilayah laut, tanpa memperhatikan bahwa penelitian
untuk wilayah perairan tawar juga sangat diperlukan karena menimbulkan dampak yang berbahaya
termasuk untuk manusia (Thompson et al., 2009). Penelitian untuk wilayah perairan tawar masih
berada di tahap awal dan kebanyakan dilaksanakan di Eropa. Oleh karena itu, pengetahuan akan
kontaminasi mikroplastik untuk air tawar termasuk air minum masih jauh dari cukup (Storck et al.,
2015).

2.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN MIKROPLASTIK


Sejumlah faktor telah diperkirakan sebagai penyebab banyaknya mikroplastik yang ada di
lingkungan perairan tawar. Beberapa di antaranya adalah perbandingan populasi manusia
dibandingkan dengan jumlah sumber air, letak pusat perkotaan, waktu tinggal air, ukuran sumber air,
jenis pengolahan limbah, dan jumlah saluran pembuangan (Moore, Lattin, dan Zellers 2011). Para
peneliti mengatakan bahwa jumlah partikel pelagis tinggi ditemukan dalam danau-danau dengan
populasi manusia yangrendah akibat waktu tinggal air yang tinggi dan ukuran danau yang besar
(TUJUAN t.t.).
Polusi plastik di lingkungan saat ini telah menjadi permasalahan yang serius. Plastik
meskipun bersifat persisten, seiring dengan waktu dapat terdegradasi menjadi partikel yang lebih
kecil. Sampah plastik banyak ditemukan mengapung di laut, dapat terdegradasi oleh sinar ultraviolet,
panas, mikroba, dan abrasi fisik menjadi serpihan plastik (Singh dan Sharma 2008). Dalam tabel
berikut ditampilkan faktor-faktor yang berpotensi menentukan degradasi plastik.

Tabel . Faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi degradasi polimer plastik (Chiellini dkk. 2001)
Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi sebaran mikroplastik, seperti adanya faktor
alam yang dapat mempengaruhi seperti pasang surut air serta adanya arus laut sehingga partikel akan
terbawa oleh arus yang ada (TUJUAN t.t.). Eksperimen lain menganalisa bahwa faktor ketahanan
umur plastik dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Suhu berbanding terbalik dengan waktu, sehingga
apabila menggunakan suhu rendah, maka waktu penguraian akan semakin lambat dan sebaliknya
(Aristanto, Junianto, dan Gumulya 2019). Ukuran menjadi faktor penting berkaitan dengan jangkauan
efek mikroplastik yang terkena pada organisme (Widianarko dan Hantoro 2018). Luas permukaan
yang besar dibandingkan rasio volume dari sebuah partikel kecil membuat mikroplastik berpotensi
melepas dengan cepat bahan kimia (A. Lusher, Hollman, dan Mendoza-Hill 2017).
Proses fragmentasi plastik dibantu faktor lingkungan seperti radiasi uv, suhu yang tinggi, oksidasi
oleh udara, hidrolisis oleh air laut, dan abrasi fisik sehingga polimer plastik terpecah menjadi
potongan kecil (Lattin dkk. 2004). (Teuten dkk. 2009) juga menyebutkan bahwa tingkat plastik
terfragmentasi dalam air laut bergantung pada densitas plastik (densitas yang rendah menyebabkan
plastik mudah mengapung dan lebih terpapar sinar matahari dan udara) dan struktur kimia yang
ditambahkan ke plastik (beberapa zat aditif meningkatkan stabilitas polimerplastikdilingkungan)
3 METODE PRAKTIK

3.1 Tempat dan waktu Praktik

Praktik Keahliha dilaksanakan Selma 45 hari mulai dari tanggal 04 Maret sampai 12 April 2019, yang
berlokasi di provinsi Banten meliputi 3 desa yaitu, Karangantu, Desa Domas, dan Desa Terate.
Dengan pembagian waktu 6 hari di setiap side dan 6 hari praktik di laboratorium.

3.2 Prosedur Kerja

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode survey dengan sistem pengambilan sampel
di Sungai/tambak budidaya di wilayah provinsi banten yaitu Krangantu, Domas dan Terate.

A. Lapangan
a. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel di lapangan adalah alat tulis,
plastic sampel, alat pengambilan sedimen (Tabung paralon),
b. Langkah Kerja
1. Menentukan lokasi pengambilan sampel meliputi nama lokasi.
2. Menentukan jumlah sampel yang diperlukan.
3. Pengambilan sampel.
4. Identifikasi sedimen.
5. Catat hasil.

B. Laboratorium
a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan sampel di Laboratorium adalah alat tulis, kertas
sampel(8x8 cm), spatula, kamera hp, mikroskop, H2O2 , Saringan stainless 30 μm dan 60μm, kaca
objek, ember, air, dll

b. Langkah kerja
1. Sedimen yang diambil diendapkan di air dalam ember sampai sedimen terendap.
2. Sampel sedimen di saring menggunakan Saringan stainless ukuran 30μm dan 60μm
3. Kemudian ambil yang paling halus dan di campurkan larutan H2O2 secukupnya lalu
diratakan di kertas ukuran 8x8cm menggunakan spatula dan dieringkan.
4. Sampel sedimen diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan kaca objek.
5. Kemudian setiap mikroplastik yang ditemukan langsung di foto sebagai dokumentasi.
6. Catat hasil dari pengamatan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode survey yaitu mengambil sampel
dari beberapa lokasi praktik sungai dan tambak diwilayah Banten, Serang. Lokasi pengambilan
sampel kami yaitu desa Domas, Desa Terate dan Karangantu Serang. Data yang diperoleh adalah data
primer. Data primer kami dapatkan dengan turun langsung ke lapangan melakukan observasi.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi- Kuadrat merupakan pengujian hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi
sampel yang benar-benar terjadi disebut frekuensi observasi dengan frekuensi harapan yang
didasarkan atas hipotesis tertentu pada setiap kasus atau data disebut frekuensi harapan.

Dalam praktik ini untuk mengetahui perbedaan signifikan antara keberadadan mikroplastik
pada spesies ikan observasi dengan persamaan sebagai berikut :
(𝑓𝑜 − 𝑓𝑛)²
𝑥2 = ∑
𝑓𝑛
Dimana :
F0 = frekuensi observasi atau pengamatan
Fh = frekuensi harapan
X² = Chi-Kuadrat

Nilai X² diperoleh dari perhitungan ini, kemudian nilainya dibandingkan dengan nilai X² table
dengan taraf kepercayaan 95% dan derajat bebeas (db) = 1 (satu) dengan hipotesis :

H0 = H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah mikroplastik di


sedimen sungai dan kolam budidaya.

H1 = H1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah mikroplastik di sedimen


sungai dan kolam budidaya

Jika X² hitung < X² table = H0 diterima, H1 ditolak jika dihitung X² hitung > X² table H1 diterima, H0
ditolak.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Praktik

4.1.1 Desa Krangantu

Luas wilayah Karangantu Kabupaten Serang adalah 1.467,35 km². Secara geografis terletak
posisi koordinat antara 105º7' - 105º22' Bujur Timur dan 5º50' - 6º21' Lintang Selatan. Jumlah
penduduk Kabupaten Serang 1.571.174 (2010), sebagian besar tinggal di bagian utara. Bahasa yang
dituturkan adalah Bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat di daerah selatan, serta sebagian
kecil bahasa jawa banten digunakan di daerah pantai utara. Sebagai salah satu wilayah dengan
mayoritas penduduknya islam, maka pendidikan di Serang juga banyak menekankan pada pendidikan
agama islam sesuai dengan semboyan "Serang Bertakwa". Sehingga di Kabupaten Serang pendidikan
berbasis islam baik yang resmi maupun non-resmi (Pesantren, Madrasah, TPK, dsb) menjadi salah
satu perhatian pemerintah.

4.1.2 Desa Domas

Desa Domas terletak pada titik koordinat 5°58'36.5"S 106°15'18.4"E dan sudah ada sejak
tahun 1672. Arti kata Domas adalah berawal dari sejarah adanya Keraton atau Kerajaan di desa ini
yang dipimpin oleh Pangeran Domas atau lebih terkenal rajanya disebut dengan nama Prabu Saka
Domas.desan Domas masuk kedalam provinsi Banten, kabupaten Serang, kecamatan Pontang dengan
luas 785 Ha, dan jumlah penduduk ±6000jiwa. Suku yang ada di Domas ialah suku Banten Asli tetapi
bukan Baduy, 100% penduduk desa Domas beragama Islam. Desa Domas, Kecamatan Pontang, saat
ini terdapat ratusan tambak pada lahan seluas 729 hektare dengan potensi unggulan ikan bandeng.
Anggota DPRD Kabupaten Serang yang mengaku memiliki empang seluas 32 hektar itu menuturkan,
sebelumnya luas empang di Desa Domas 1.200 hektar, namun karena terkena abrasi hanya tersisa 600
hektar.

4.1.3 Desa Terate

Terate adalah desa yang berada di kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang, Banten,
Indonesia. Aktivitas perikanan di desa Terate tidak sebanyak di lokasi praktik lainnya, hal ini
dikarenakan sudah banyak kawasan industri di daerah tersebut. Beberapa tahun terakhir penduduk
desa Terate banyak beralih pekerjaan dari nelayan menjadi pekerjaan buruh di PLTU dan PT. Wilmar.
Bekerja buruh memang lebih menjamin hidup para penduduk daripada nelaya. Karena hasil tangkap
setiap harinya tidak menentu, tidak jarang dalam berlayar menangkap ikan hasilnya bahkan nihil. Para
nelayan mulai mengeluh semenjak hadirnya PLTU dan PT. Wilmar, karena kehadiran industri
tersebut membuat ikan yang berada di pinggiran laut bermigrasi ke tengah laut dan hidup
dikedalaman tertentu. Hal tersebut karena limbah yang dihasilkan oleh PLTU dan PT.Wilmar dan
penggerukan tanah sekitar daerah pinggiran laut.

4.2 Analisis Presensi Mikroplastik di Karangantu, Ds. Domas dan Ds. Terate

Selama 24 hari praktik dilapangan kami mendapatkan 5 jenis mikroplastik di setiap lokasi
pengambilan sedimen sungai dan kolam budidaya. Wilayah Karangantu, desa Domas, dan desa Terate
menjadi objek pengambilan data lapangan. Sampah plastik dalam berbagai ukuran, mulai dari
mikroskopik hingga makroskopik ditemukan di hampir seluruh perairan
Ds. Terate
Karangantu
30%
30%

Ds. Domas
40%

Gambar 1. Sebaran Presensi Mikroplastik pada Karangantu, Ds. Domas, dan Ds. Terate

Berdasarkan gambar 1 diatas dijelaskan bahwa presensi tertinggi mikroplastik yang terdapat
di lokasi praktik adalah pada Desa Domas yaitu sebesar 40%. Sedangkan untuk Desa Karangantu dan
Desa Terate memiliki presensi yang sama yaitu sebesar 30%. Mikroplastik yang terdapat pada Sampel
yang diambil di Desa Karangantu, Desa Domas, dan Desa Terate yaitu sejumlah 5 tipe diantaranya:
film, fiber, pellet, fragmen dan filament. Desa Domas adalah desa yang banyak kolam budidaya, baik
budidaya bandeng, mujair, kedukang, dll. Desa Domas juga salah satu desa dengan kesadaran
penduduk yang masih sangat kurang mengenai lingkungan. Sebagian besar warga Domas masih
membuang sampah sembarangan, baik sampah plastik, sampah limbah rumah tangga dll. Terkadang
mereka membuang sampah di aliran irigasi yang sudah tidak berjalan dan mereka menggunakan aliran
irigasi untuk mandi dan mencuci.

Banyaknya sampah yang dibuang sembarangan membuat banyak sampah plastik terdegradasi
dan menjadi mikroplastik. Hal ini membuat desa Domas memiliki presensi mikroplastik tertinggi. Hal
ini tentu tidak baik bagi biota yang ada dan berpengaruh juga untuk manusia yang mengkonsumsi
biota yang ada di perairan tersebut. Selain membuat presensi sebaran mikroplastik, kami juga
membuat Pengambilan sampel sedimen di Wilayah Serang Banten meliputi Karangantu, Domas dan
Terate. Kemudian hasil pengamatan mikroplastik didapatkan frekuensi komulatif mikroplastik
Krangantu, Domas dan Terate. Berikut adalah frekuensi komulatif mikroplastik berdasarkan Tipe
mikroplastik:
2500
2067
2000
1639
1500
1167

1000
696

500
174

0
Film Pellet Fiber Fragmen Filamen

Gambar 2. Frekuensi komulatif tipe mikroplastik pada lokasi praktik

Total mikroplastik pada lokasi praktik sejumlah 5743 partikel yang terbagi kedalam 5 tipe
mikroplastik. Kandungan mikroplastik tipe fragmen memiliki peringkat pertama dengan total 2067
partikel. Fragmen berasal dari Jaring ikan, serat garis, film plastik tipis, bahan baku industry material
(misalnya dari industry pemecah kapal) atau polimer plastik oxo-biodegradable (Lattin, Moore,
Zellers, Moore, & Weisberg, 2004). Pada setiap lokasi praktik banyak terdapat sampah plastik,seperti
bungkus makanan, terejen, dll. Selain plastik sampah botol, jaring-jaring yang rusak. Hal tersebut
memicu banyaknya mikroplastik jenis fragmen. Urutan kedua tertinggi yaitu pada tipe mikroplastik
Pellet dengan jumlah 1639, kemudian pada tipe mikroplastik film yaitu dengan jumlah 696 partikel
dan fiber 1167 partikel. Sedangkan tipe mikroplastik terendah yang ditemukan yaitu pada tipe
Filamen dengsn jumlah 174 partikel.

4.3 Distribusi Mikroplastik pada daerah Karangantu, Domas dan Terate

Mikroplastik masuk ke lingkungan dari berbagia sumber dan didistribusikan oleh arus yang
mengkontaminasi secara luas. Salah satu sumber mikroplastik yaitu kegiatan penduduk yang
membuang sampah sembarangan, kegiatan industri, pembuangan limbah dan pelabuhan sekitar.

1000 904
900
800
700
600
600 562 576 563
501 520
500
400 335 312
300 265 251
180
200
83
100 46 45
0
Film Pellet Fiber Fragmen filamen

Krangantu Domas Terate

Gambar 3. Distribusi Tipe Mikroplastik di lokasi Krangantu, Domas, dan Terate


Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan jumlah mikroplastik tertinggi terdapat pada tipe
Fragmen di Desa Domas.Fragmen berasal dari botol yang keras atau plastik yang kokoh, sebagian
besar fragmen ditemukan pada endapan subtidal dan etuaria (Thompson dkk., 2004). Hal ini
dibuktikan karena fragmen merupakan hasil potongan produk plastik dengan polimer sintetis yang
sangat kuat (Dewi, Budiarsa, & Ritonga, 2015). Partikel mikroplastik terendah yaitu tipe filamen di
Desa Terate. Analisis chi kuadrat mengetahui jenis mikroplastik yang ada di Krangantu, Domas dan
Terate disajikan pada lampiran 4. Hasil dari analisis Chi-Kuadrat yang didapatkan adalah H1 diterima
artinya terdapat perbedaan jumlah jenis mikroplastik di setiap lokasi praktik. Perbedaan tersebut
diakibatkan oleh konsumsi sampah plastik di setiap daerah tersebut.

4.3.1 Region Karangantu

Filamen
5%

Film
15%

Fragmen
32%
Pellet
29%

Fiber
19%

Gambar 6. Presentase kandungan mikroplastik di Desa Karangantu

Hasil dari presensi pada gambar 5 diatas dapat dilihat bahwa jenis mikroplastik yang banyak
ditemukan di lokasi praktik Karangantu adalah Fragmen. Jumlah mikroplastik yang ditemukan di
sedimen diperairan di wilayah Krangantu sebanyak 1747 partikel. Mikroplastik yang terdapat di desa
Domas terdapat 5 jenis yaitu film, fiber, pellet, fragmen, dan filame. Mikroplastik film dengan jumlah
265 (14,94%), kemudian fiber 335 (19,18%), pellet sebanyak 501 (28,68%), fragmen sebanyak 563
(32,23%) dan sedangkan filamen hanya sebanyak 83 (4,75%). Fragmen menjadi jenis mikroplastik
terbanyak di perairan wilayah Krangantu, hal ini dikarenakan kebanyakan mikroplastik bentuk
fragmen memiliki memiliki massa jenis yang rendah sehingga mengambang di permukaan
perairan (Hidalgo-Ruz, Gutow, Thompson, & Thiel, 2012). Kemudian Fragmen merupakan hasil
fragmentasi dari sampah makro disebabkan karena adanya radiasi sinar UV, gelombang air
laut, bahan yang bersifat oksidatif dari plastik, serta sifat hidrolitik dari air laut (Andrady,
2011). Fragmen merupakan mikroplastik sekunder, selain fragmen plastik yang lebih besar juga
termasuk mikroplastik skunder (Zhang dkk., 2017).

4.3.2 Region Domas


Filamen
2%
Film
11%

Fragmen Pellet
39% 25%

Fiber
23%

Gambar 5. Presentase Kandungan mikroplastik di Desa Domas.

Jumlah mikroplastik yang ditemukan di sedimen diperairan di wilayah desa Domas sebanyak
2283 partikel. Mikroplastik yang terdapat di desa Domas terdapat 5 jenis yaitu film, fiber, pellet,
fragmen, dan filame. Mikroplastik film dengan jumlah 251 (10,99%), kemudian fiber 520 (22,78%),
pellet sebanyak 562 (24,62%), fragmen sebanyak 904 (39,60%) dan sedangkan filamen hanya
sebanyak 46 (2,01%). Mikroplastik yang terbanyak ditemukan di desa Domas yaitu jenis fragmen,
sedangkan mikroplastik jenis filamen yang sangat sedikit ditemukan di desa Domas. Beberapa faktor
yang menyebabkan mikroplastik jenis fragmen yang banyak ditemukan di sedimen perairan desa
Domas yaitu, sumber mikroplastik fragmen adalah botol yang keras atau potongan plastik, sedangkan
penduduk desa Domas masih membuang sampah ke aliran sungai dan lingkungan sekitar. Hal ini
membuat banyaknya sampah plastik dan botol yang sulit terurai. Plastik pada umumnya sulit untuk
didegradasikan (diuraikan) oleh mikro organisme (Karuniastuti, 2016). Sifat plastik akan terurai di
tanah dalam waktu lebih dari 20 tahun bahkan dapat mencapai 100 tahun sehingga dapat menurunkan
kesuburan tanah dan di perairan plastik akan sulit terurai (Purwaningrum, 2016).

4.3.3 Region Terate

Filamen
3%
Film
10%

Fragmen
35%
Pellet
34%

Fiber
18%

Gambar 4. Presentase kandungan mikroplastik di Desa Terate.


Jumlah Mikroplastik yang ditemukan pada Sampel Sedimen di Desa Terate sebanyak 1713
partikel yang terbagi kedalam 5 Jenis Mikroplastik yaitu Film, fiber, pellet, fragmen, dan filament.
Mikroplastik pada jenis Fragmen lebih banyak dengan jumlah 600 (35%) tidak jauh berbeda dengan
mikroplastik pada jenis Pellet yaitu dengan jumlah 576 (34%). Sedangkan untuk jenis mikroplastik di
Desa Terate yang terendah adalah pada Filamen dengan jumlah 45 (3%). Jenis mikroplastik fragmen
lebih banyak ditemukan di desa Terate dikarenakan penduduk didesa Terate padat dan masih
kurangnya kesadaran penduduk dalam membuang sampah. Masih banyak penduduk yang membuang
sampah langsung ke aliran sungai bahkan dilahan kosong. Hal tersebut yang mengakibatkan
banyaknya terdapat mikroplastik fragmen.

4.4 Distribusi Mikroplastik di Sungai dan Kolam Budidaya.

1800

1600 1533

1400

1200 1083
991
1000 928 879
802 SUNGAI
800
Kolam Budidaya
600

400

200

0
Karangantu Terate Domas

Gambar 7. Distribusi Mikroplastik di Lokasi Pengambilan Sampel : Sungai dan Kolam Budidaya

Berdasarkan gambar 6 diatas dapat dilihat bahwa jumlah mikroplastik tertinggi terdapat di
kolam budidaya lokasi Krangantu dan Domas. Hal ini dikarenakan mikroplastik akan berada lebih
lama di kolom perairan karena dipengaruhi oleh densitasnya, Mikroplastik akan tenggelam karena
perubahan densitas selama proses degradasinya dan adanya biofouling sehingga densitasnya menjadi
lebih tinggi dibandingkan densitas air (Ayuingtyas, Yona, Julinda, & Iranawati, 2019). Sedangkan di
desa Terate mikroplastik yang terbanyak di daerah sungai, hal ini dikarenakan kelimpahan tersebut
berkaitan dengan kepadatan penduduknya (Yonkos, Friedel, Perez-Reyes, Ghosal, & Arthur, 2014).
Konsentrasi tertinggi mikroplastik ditemukan berada di dekat muara sungai, terutama sungai yang
banyak penduduknya. Kondisi ini estuarine paling banyak sampah plastik (Rech dkk., 2014). Kondisi
iklim, seperti suhu udara, kecepatan angin dan gelombang dicatat selama waktu penelitian, hasil
menunjukkan kondisi tersebut mempengaruhi distribusi mikroprlastik (Joesidawati, 2018). Sungai
didesa Terate memang berhubungan langsung dengan laut, dan penduduk sekitar membuang sampah
ke aliran sungai, maka dari itu mengapa mikroplastik lebih banyak ditemukan di perairan sungai.

Untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan jumlah mikroplastik di sedimen perairan sungan
dan kolam budidaya maka dilakukan analisis chi-kuadrat dengan hasil disajikan pada lampiran 3.
Hasil analisis Chi-Kuadrat menyatakan bahwa nilai x² hitung 96,38 > x² tabel 3,84146 dengan
corelation value (0,05). Jika X² hitung < X² tabel =H0 diterima, H1 Ditolak dan Jika X² Hitung > X²
tabel = H1 diterima H0 Ditolak. Maka H1 diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
jumlah mikroplastik di sedimen sungai dan kolam budidaya. Mikroplastik lebih banyak terdapat di
kolam budidaya, dikarenakan mikroplastik akan tenggelam karena perubahan densitas selama proses
degradasinya dan adanya biofouling sehingga densitasnya menjadi lebih tinggi dibandingkan densitas
perairan. Berdeda dengan sungai, sungai termasuk dalam perairan yang mengalir, maka akan banyak
pertikel yang terbawa ke muara dan ke laut.
KESIMPULAN

1. Presensi mikroplastik di Desa Domas, Desa Terate, dan Karangantu yaitu Mikroplastik
terbanyak ditemukan di desa Domas yaitu sebanyak 40%. Sedangkan untuk Karangantu dan
Terate memiliki presensi yang sama yaitu 30%.
2. Jenis mikroplastik yang terbanyak ditemukan yaitu fragmen yaitu sebanyak 2067 partikel,
sedangkan yang terendah yaitu filament sebanyak 174 partikel.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah jenis mikroplastik di Karangantu, Domas,
dan Terate. Dan terdapat perbedaan yang signifikan antara lokasi pengambilan sampel kolam
budidaya dan sungai.
DAFTAR PUSTAKA

Al Ummah, Nathiqoh. 2013. “Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji Durian
(Durio Zibethinus Murr) Terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya.” PhD Thesis.
Universitas Negeri Semarang.

Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine pollution bulletin, 62(8),

1596–1605.

Andrady, Anthony L. 2011. “Microplastics in the marine environment.” Marine pollution bulletin
62(8): 1596–1605.

Aristanto, Eliza, Aloysius Baskoro Junianto, dan Devanny Gumulya. 2019. “PENGEMBANGAN
PRODUK DARI LIMBAH KANTONG PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK
FUSING.” Dalam SENADA (Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur), , 416–421.

Ayuingtyas, W. C., Yona, D., Julinda, S. H., & Iranawati, F. (2019). KELIMPAHAN
MIKROPLASTIK PADA PERAIRAN DI BANYUURIP, GRESIK, JAWA TIMUR. JFMR
(Journal of Fisheries and Marine Research), 3(1), 41–45.

Bakir, A., Rowland, S. J., & Thompson, R. C. (2014). Transport of persistent organic pollutants by
microplastics in estuarine conditions. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 140, 14–21.

Boerger, M.C., Lattin, L.G., Moore, L.S., Moore, J.C., 2010. Plastic ingestion by planktivorous fishes
in the North Pacific Central Gyre. Elsevier 60, 2275– 2278.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2010.08.007

Browne, M. A., Crump, P., Niven, S. J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T., & Thompson, R.
(2011). Accumulation of microplastic on shorelines woldwide: sources and sinks.
Environmental science & technology, 45(21), 9175–9179.

Carr, A. (1987). Impact of nondegradable marine debris on the ecology and survival outlook of sea
turtles. Marine Pollution Bulletin, 18(6), 352–356.

Carr, A., 1987. Impact of nondegradable marine debris on the ecology and survival outlook of sea
turtles. Mar. Pollut. Bull. 18 (6B), 352-356.

Chiellini, Emo, Patrizia Cinelli, Andrea Corti, dan El Refaye Kenawy. 2001. “Composite films based
on waste gelatin: thermal–mechanical properties and biodegradation testing.” Polymer
Degradation and Stability 73(3): 549–555.

Cordova, M. R., & Wahyudi, A. J. (2016). Microplastic in the Deep-Sea Sediment of Southwestern
Sumatran Waters. Marine Research in Indonesia, 41(1), 27.
https://doi.org/10.14203/mri.v41i1.99

Dewi, I. S., Budiarsa, A. A., & Ritonga, I. R. (2015). Distribusi mikroplastik pada sedimen di Muara
Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan
Perikanan, 4(3).

Dewi, SI, Budiyarsa AA, Ritonga IR.,Distribusi mikroplastik pada sedimen di muara badak,
Kapupaten Kutai Kartanegara. Artikel Research get. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Fakultas Mulawarman.

Eriksen, M., Lebreton, L. C., Carson, H. S., Thiel, M., Moore, C. J., Borerro, J. C., ... & Reisser, J.
(2014). Plastic pollution in the world's oceans: more than 5 trillion plastic pieces weighing
over 250,000 tons afloat at sea. PloS one, 9(12), e111913.
Fahnur, Mardiana. 2017. “Pembuatan, Uji Ketahanan dan Struktur Mikro Plastik Biodegradable
dengan Variasi Kitosan dan Konsentrasi Pati Biji Nangka.” PhD Thesis. Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.

Fendall, L. S., & Sewell, M. A. (2009). Contributing to marine pollution by washing your face:
microplastics in facial cleansers. Marine pollution bulletin, 58(8), 1225–1228.

Fry, D.M., Fefer, S.I., Sileo, L., 1987. Ingestion of plastic debris by Laysan albatrosses and
Wedgetailed Shearwaters in the Hawaiian Islands. Mar. Pollut. Bull. 18 (6B), 339-343.

Gregory, M. R. (1996). Plastic ‘scrubbers’ in hand cleansers: a further (and minor) source for marine
pollution identified. Marine pollution bulletin, 32(12), 867–871.

Hall, N.M, Berry, K.L.E., Rintoul, L., Hoogenboom, M.O., 2015. Microplastic Ingestion by
scleractinian corals, Mar, Biol, 162(3), 725-732.

Hardesty BD, Harari J, Isobe A, Lebreton L, Maximenko N, Potemra J, Wilcox C.. 2017). Using
Numerical Model Simulations to Improve the Understanding of Micro-plastic Distribution
and Pathways in the Marine Environment. Front Mar Sci 4: 1-9.
https://doi.org/10.3389/fmars.2017.00030.

Haward, M. (2018). Plastic pollution of the world’s seas and oceans as a contemporary challenge in
ocean governance. Nature communications, 9(1), 667.

Hidalgo-Ruz, V., Gutow, L., Thompson, R. C., & Thiel, M. (2012). Microplastics in the marine
environment: a review of the methods used for identification and quantification.
Environmental science & technology, 46(6), 3060–3075.

Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., ... & Law, K. L.
(2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771.

Joesidawati, M. I. (2018). PENCEMARAN MIKROPLASTIK DI SEPANJANG PANTAI


KABUPATEN TUBAN.

Karuniastuti, N. (2016). Bahaya Plastik terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Forum Tenologi, 3, 6–
14.

Kingfisher, J. 2011. Micro-plastic debris accumulation on puget sound beaches. Port Townsend
Marine Science Center [Internet]. [diunduh 2014 Apr 6]. Tersedia
pada:http://www.ptmsc.org/Science/plastic_project/Summit%20 Final%20Draft.pdf. Diakses
pada tanggal 8 April 2015 pukul 16.56 WITA.

Kukulka, T., Proskurowski, G., Morét‐Ferguson, S., Meyer, D. W., & Law, K. L. (2012). The effect
of wind mixing on the vertical distribution of buoyant plastic debris. Geophysical Research
Letters, 39(7).

Lattin, G. L., Moore, C. J., Zellers, A. F., Moore, S. L., & Weisberg, S. B. (2004). A comparison of
neustonic plastic and zooplankton at different depths near the southern California shore.
Marine Pollution Bulletin, 49(4), 291–294.

Lattin, Gwen L. dkk. 2004. “A comparison of neustonic plastic and zooplankton at different depths
near the southern California shore.” Marine Pollution Bulletin 49(4): 291–294.

Law, K. L. (2017). Plastics in the marine environment. Annual review of marine science, 9, 205-229.

Lee, H., Shim, W. J., & Kwon, J. H. (2014). Sorption capacity of plastic debris for hydrophobic
organic chemicals. Science of the Total Environment, 470, 1545-1552.
Lusher, A. L., N. A. Welden, P. Sobral, dan M. Cole. 2017. “Sampling, isolating and identifying
microplastics ingested by fish and invertebrates.” Analytical Methods 9(9): 1346–1360.

Lusher, Amy, Peter Hollman, dan Jeremy Mendoza-Hill. 2017. “Microplastics in fisheries and
aquaculture: status of knowledge on their occurrence and implications for aquatic organisms
and food safety.” FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper (615).

Maharani A, Purba NP, Faizal I, 2018. Occurrence of beach debris in Tunda Island, Banten,
Indonesia. SCiFiMaS 2018. E3S Web of Conferences 47: 04006 .
https://doi.org/10.1051/e3sconf/20184704006

McMahon, R.C., Holley, D., Robinson, S., 1999. The diet of itinerant male Hooker sea lions,
Phocarctos hookeri , at sub-Antarctic Macquarie Island. CSIRO 26, 839–846.

Meeker, J. D., Sathyanarayana, S., & Swan, S. H. (2009). Phthalates and other additives in plastics:
human exposure and associated health outcomes. Philosophical Transactions of the Royal
Society B: Biological Sciences, 364(1526), 2097–2113.
https://doi.org/10.1098/rstb.2008.0268

Moore, Charles J., G. L. Lattin, dan A. F. Zellers. 2011. “Quantity and type of plastic debris flowing
from two urban rivers to coastal waters and beaches of Southern California.” Revista de
Gestão Costeira Integrada-Journal of Integrated Coastal Zone Management 11(1): 65–73.

Moos, Nadia von, Burkhardi-holm.P and Angela Kohler., 2012. Uptake and Effect of Microplastic on
Cell and Tissue the Blue Mussel Mytilus edulis after an Experimental Exposure. Environ.
Sci. Technol. 46,11327-11335

Mujiarto, I. (2005). Sifat dan karakteristik material plastik dan bahan aditif. Jurnal Traksi, 3(2), 11–
17.

Ng, K. L., & Obbard, J. P. (2006). Prevalence of microplastics in Singapore’s coastal marine
environment. Marine Pollution Bulletin, 52(7), 761–767.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2005.11.017

Nor, M., J.P. Obbard. 2014. Microplastics in Singapore’s coastal mangrove ecosystems. Marine
PollutionBulletin., 79(1/2):278–283.

Pudjiastuti, Wiwik, dan Arie Listyarini. 2012. “Polimer Nano Komposit sebagai Master Batch
Polimer Biodegradable untuk Kemasan Makanan.” Journal of Industrial Research (Jurnal
Riset Industri) 6(1): 51–60.

Purba NP, Pangestu Ibnu F, Nurrahman Y. 2016. Marine Debris in Indonesia, Finding Debris. Int.
Seminar on Marine Plastic Debris, 1st Summit, Pullman, Jakarta.

Purba NP.. 2017. Sampah dan Solusi untuk Kesehatan Laut. Indonesia Youth Marine Debris Summit,
Jakarta, 24-29 Oktober 2017.

Purwaningrum, P. (2016). Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di lingkungan. Indonesian


Journal of Urban and Environmental Technology, 8(2), 141–147.

Qiu Q, Peng J, Yu X, Chen F, Wang J, Dong F. (2015). Occurrence of microplastics in the coastal
marine environment: First observation on sediment of China. Mar Pollut Bull [Internet].
98:274–280.

Rech, S., Macaya-Caquilpán, V., Pantoja, J. F., Rivadeneira, M. M., Madariaga, D. J., & Thiel, M.
(2014). Rivers as a source of marine litter–a study from the SE Pacific. Marine pollution
bulletin, 82(1–2), 66–75.
Reed, C (2016). Plastic Age: How it’s reshaping rocks, oceans and life NewScientist, Feature 28
January 2015.

Seltenrich, N, 2015. New link in the food chain ? marine plastic pollution and seafood safety.
Environ. Health. Perspect. 123,A34-A41.

Siagian, T., et al. "Characteristics of St. 37 Steel Materials with Temperature and Time on Heat
Treatment Test using Furnace." Int. J. Innov. Sci. Res. Technol.(IJISRT) 3.4 (2018): 49-53.

Singh, Baljit, dan Nisha Sharma. 2008. “Mechanistic implications of plastic degradation.” Polymer
degradation and stability 93(3): 561–584.

Storck, F.R. et al. 2015. Microplastics in Fresh Water Resources. Global Water Research Coalition.

Surono, U. B. (2013). Berbagai metode konversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Jurnal
Teknik, 3(1), 32-40.

Tanković, M. S., Perusco, V. S., Pfannkuchen, D. M., & Pfannkuchen, M. (2015). Marine plastic
debris in the north-eastern Adriatic. MICRO 2015, Seminar on Microplastics Issues.

Tanković, M.S. Perusco, V.S., J. Godrijan, D., M. Pfannkuchen. Marine plastic debris in the
northeastern Adriatic. (2015) Micro 2015: Book of abstracts.

Teuten, Emma L. dkk. 2009. “Transport and release of chemicals from plastics to the environment
and to wildlife.” Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences
364(1526): 2027–2045.

Thompson, R. C., Moore, C. J., Vom Saal, F. S., & Swan, S. H. (2009). Plastics, the environment and
human health: current consensus and future trends. Philosophical Transactions of the Royal
Society B: Biological Sciences, 364(1526), 2153–2166.

Thompson, R. C., Olsen, Y., Mitchell, R. P., Davis, A., Rowland, S. J., John, A. W., … Russell, A. E.
(2004). Lost at sea: where is all the plastic? Science, 304(5672), 838–838.

Thompson, R.C., Moore, C.J., vom Saal, F.S., Swan, S.H., 2009. Plastics, the environment and human
health: current consensus and future trends. Philos. Trans. R. Soc. B 364, 2153-2166

Van Cauwenberghe, L., Devriese, L., Galgani, F., Robbens, J., & Janssen, C. R. (2015). Microplastics
in sediments: a review of techniques, occurrence and effects. Marine environmental research,
111, 5–17.

Victoria, A. V. (2017). Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar. Bandung. Teknik Kimia, Institut
Teknologi Bandung.

Victoria, A. V. (2017). Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar. Bandung. Teknik Kimia, Institut
Teknologi Bandung.

Viršek, M. K., Palatinus, A., Koren, Š., Peterlin, M., Horvat, P., & Kržan, A. (2016). Protocol for
microplastics sampling on the sea surface and sample analysis. JoVE (Journal of Visualized
Experiments), (118), e55161.

Widianarko, Y. Budi, dan Inneke Hantoro. 2018. Mikroplastik dalam Seafood dari Pantai Utara Jawa.
Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata.

Yonkos, L. T., Friedel, E. A., Perez-Reyes, A. C., Ghosal, S., & Arthur, C. D. (2014). Microplastics in
four estuarine rivers in the Chesapeake Bay, USA. Environmental science & technology,
48(24), 14195–14202.
Zhang W, Zhang S, Wang J, Wang Y, Mu J, Wang P, Lin X, Ma D. 2017. Microplastic pollution in
the surface waters of the Bohai Sea, China. Environ Pollut 231: 541-548.

Zhang, W., Zhang, S., Wang, J., Wang, Y., Mu, J., Wang, P., … Ma, D. (2017). Microplastic
pollution in the surface waters of the Bohai Sea, China. Environmental pollution, 231, 541–
548.

Anda mungkin juga menyukai