Anda di halaman 1dari 43

VERTIGO dan DIZZINESS

Hikmah Lia Basuni


Anita Dwi Aryani
Ria RamadaniDwi. A
Lalu Aries Fahrozi
Nuris Kushayanti
Dian Sinta Mustriwi
Bayu Budi Laksono

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


PEMINATAN KEGAWATDARURATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo adalah jenis pusing. Hal ini digambarkan sebagai sensasi
berputardi kepala dan biasanya disebabkan oleh perubahan posisi yang tiba-tiba.
Penyebab paling umum dari vertigo disebut benign positionalparoksismal vertigo
atau BPPV. BPPV terjadi ketika partikel-partikel kecil di pusat
keseimbanganbagian dalam telinga yang terganggu, biasanya dengan gerakan
tiba-tiba. Hal ini menyebabkan sensasi berputar. Ini adalah masalah umum yang
dapat mempengaruhi orang dari segala usia. (Emergency Department
Factsheets, 2010).
Anne, (2011) pada jurnalnya The Point Prevalence of Dizziness in
migraine and factors that influence presentation melaporkan bahwa prevalensi
pusing atau vertigo adalah dua kali lebih tinggi pada migraine dengan aura
dibandingkan tanpa aura dan meningkat dengan usia. Dizziness atau pusing
adalah masalah umum pada orang tua , denganprevalensi yang dilaporkan 13-38
%. (Seok Min Hong, 2012). Menurut Otto R, ( 2010), penyebab dizziness yang
paling umum adalah penyakit vestibuler, dan dilaporkan 30% pada orang tua
berusia 65 tahun dan dapat meningkat menjadi 50% pada usia lebih 85 tahun.
Meskipun perawatan dizziness dikelola sebagai perawatan primer, namun
diantara nya dikelola di ED. Ini menunjukkan bahwa vertigo dan dizziness
termasuk salah satu kasus serius kegawatan.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan pusing, termasuk kondisi
neurodegenerative, kehilangan penglihatan, kehilangan proprioception, penyakit
basal ganglia,penurunan aktivitas, penyakit jantung, dan obat-obatan. Pusing
mempengaruhi kegiatan sehari-hari orang tua, danmasalah kesehatan
masyarakat yang berkembang, karena hubungannyadengan jatuh dan cedera.
Sebagian besar pasien dengan vertigo vestibularmengembangkangangguan
kejiwaan sekunder selamapenyakit mereka. Karena defisit vestibular merupakan
faktor risikountuk pengembangan gangguan kejiwaan sekunder. (Seok Min Hong,
2012).
Vertigo terjadi karenaaktivitas saraf yang tidak sama antara kiri dantepat
inti vestibular. Kegiatan yang tidak merata dapatdiproduksi berputar orang normal
konstankecepatan untuk sekitar 20 detik dan kemudian tiba-tibamenghentikan
mereka, dengan pemanasan atau pendinginan satulabirin seperti yang terjadi
dalam tes kalori, atau denganpartikel bergerak otoconial sepanjang setengah
lingkarankanal saluran seperti yang terjadi di paroksismal jinakpositional vertigo.
Hal ini juga dapat diproduksi olehpenghancuran sepihak tiba-tiba
normalvestibular organ akhir, saraf atau inti atau vestibulo - otak, struktur yang
biasanyamenghambat inti vestibular ipsilateral.Sebaliknya bilateral simultan
vestibularkehancuran menghasilkan ketidakseimbangan tetapi tidakvertigo,
bahkan pasien dengan bilateral vestibularkerugian tidak akan pernah lagi
mengalami vertigo, sebagaiakan subjek yang normal, dari sepihakstimulasi
vestibular( Mueller et al, 2012).
Vertigo dan dizziness mencakup konsekuensi dari penyakit sertasebagai
entitas penyakit didefinisikan seperti paroksismal jinakposisional vertigo, penyakit
Meniere, atau migren vestibular.Dilaporkan bahwa vertigo berdampak pada
aspek multifungsi tubuh dan kecacatan, terutama pada fungsi tubuh dan
aktivitas(Mueller et al, 2012).Mengingat dampak yang ditimbulkan, vertigo dan
dizziness perlu mendapatkan perawatan yang comprehensive.
Pada makalah ini akan dibahas tentang tinjauan teori vertigo dan
dizziness, tinjauan kasus dan penatalaksanaannya serta pembahasan dari teori
dan kasus.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah memahami konsep tentang vertigo dan
dezzines.
2. Tujuan Khusus
a. Menyusun konsep vertigo dan dezzines.
b. Menyusun dan menganalisa kasus dengan vertigo dan dezziness.
c. Menyusun dan menganalisa konsep dan kasus vertigo dan dezzines.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan pada makalah ini antara lain :
a. Konsep vertigo dan dezzines yang berisi tentang
definisi,epidemiologi,klasifikasi, karakteristik, patofisiologi dan
penatalaksanaannya.
b. Konsep asuhan keperawatan pada vertigo dan dezzines.
c. Pembahasan antara konsep dan kasus vertigo dan dizziness menurut
jurnal yang relevan.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah dari beberapa studi literatur dan
jurnal-jurnal penelitian.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
C. Ruang lingkup penulisan
D. Metode penulisan
E. Sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan Teori : Vertigo dan Dezzines
BAB III : Kasus dan Penatalaksanaan
BAB IV : Pembahasan
BAB IV : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dizziness merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
berbagai sensasi (Mukherjee, Chatterjee & Cakravarty, 2003).Pasien yang
mengeluh pusing(dizziness) seringkali disertai gejala yang tidak
jelas.Kebanyakan pasien mengeluh disequilibrium dan imbalance, nyeri kepala
ketika melihat cahaya dan gejala pre sincope lainnya.Seringkali pusing menjadi
gangguan multi sensorik meliputi neuropati perifer, gangguan penglihatan dan
penyakit muskuloskeletal (Chawla & Olshaker, 2006).
Vertigo merupakan perasaan tidak nyata, perasaan lingkungan sekitar
berputar dan secara subyektif “aku berputar”, “ruangan ini berputar”. Definisi lain
mengenai vertigo adalah sensasi gerakan diri atau lingkungan sekitar ikut
berputar. Vertigo sering disebabkan oleh 3 sistem informasi primer otak yaitu :
penglihatan (visual), vestibular dan sensorik (proprioception) (Eggenberger &
Lovell, 2013).
Dizziness merupakan pengertian umum dari ketidakseimbangan,
sedangkan vertigo adalah sup tipe dari dizziness yang didefinisikan sebagai
gerakan ilusi karena keterlibatan secara asimetris sistem vestibular (Calhoun,
Ford, Pruitt and Fisher, 2008).

B. Epidemologi
Dizziness merupakan keluhan ketiga terbanyak yang paling umum
diantara semua pasien rawat jalan dan merupakan keluhan tunggal yang paling
umum dirasakan pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun. Pusing berat
(ongoing dizziness) dan kondisi ketidakseimbangan dapat menyebabkan
hilangnya fungsi, terjatuh dan cedera (Chawla & Olshaker, 2006).
Vertigo dan dizziness (pusing) merupakan gejala yang umum yang sering
di alami oleh masyarakat. Prevalensi berkisar antara 5 % sampai 10 % sesuai
dengan kelompok usia yang berbeda dan terbanyak pada usia diatas 40 tahun
dan merupakan alasan utama pada usia lebih dari 65 tahun untuk melakukan
kunjungan medis (Cesarani, Alpini, Monti & Raponi, 2004).
Migrain, dizziness dan vertigo merupakan kondisi umum yang sering
dialami oleh populasi umum yaitu 13 % untuk migrain, 20-30 % untuk dizziness
dan 5-10 % untuk vertigo (Calhoun, Ford, Pruitt and Fisher, 2008).

C. Klasifikasi Dizzeness (Pusing)


Menurut Mukherjee, Chatterjee & Cakravarty (2003) klasifikasi dizzeness
meliputi :
1. TIPE I DIZZINESS
Tipe I dizziness merupakan sensasi berputar (vertigo) yang mana
pasien merasa lingkungan sekitarnya ikut berputar.Vertigo seringkali
disertai dengan mual, muntah, straggering gait (jalan gontai).Oscillopsia,
halusinasi penglihatan, dan gerakan rotasi lingkungan sekitar dapat
terjadi.Onset dari vertigo sering kali terjadi secara spontan dan pasien
terkadang merasakan sensasi seperti terlempar ke tanah. Setiap kali
pasien pusing akan merasakan sensasi berputar akibat kelainan pada
sistem vestibular termasuk peripheral labyrint atau central connections.

2. TIPE II DIZZINESS
Tipe II dizziness adalah sensasi atau perasaan akan pingsan atau
hilangnya kesadaran. Gejala berupa pallor (pucat), pandangan kabur,
suara menderu dalam telinga dan berkeringat.Keluhan-keluhan tersebut
dapat berkurang dengan pemberian posisi rekumbent (berbaring).Tipe II
dizziness sering kali berasal dari gangguan cardiovaskular dengan onset
mendadak dan durasi yang pendek.Ketika pasien pingsan perlu dilakukan
validasi, apakah pasien mengalami hipoglikemi atau gangguan
metabolisme serebral.Keluhan pingsan biasanya menunjukkan tidak
adekuatnya suplai darah atau nutrisi ke otak seperti terjadi pada kondisi
postural hipotensi dan bukan merupakan fokal serebral
iskemik.Perubahan yang mendadak terhadap tingkat kesadaran (dreamy
state) akibat temporal lobe seizure.

3. TIPE III DIZZINESS


Tipe III dizziness atau dysequilibrium adalah hilangnya
keseimbangan tanpa sensasi abnormal dikepala.Kondisi ini terjadi ketika
pasien berjalan dan menghilang ketika pasien duduk.Tipe III dizziness
disebabkan oleh kelainan kontrol motor sistem.

4. TIPE IV DIZZINESS
Tipe IV dizziness berupa kondisi lightheadedness yang lebih jelas
dibandingkan dengan vertigo, faintness atau disequilibrium.Selain itu,
jenis dizziness (pusing) ini yang tidak dapat di identifikasi secara jelas
dibandingkan dengan tipe yang lainnya.Ketika pasien mengeluh
lightheadedness maka gejala vertigo,faintness atau disequilibrium harus
diperiksa terlebih dahulu misal sensasi bergoyang atau berputar.Selain
itu, bukti gejala hiperventilasi juga harus didapatkan serta gejala yang
merujuk pada gangguan kejiwaan, khususnya depresi, kecemasan,
kondisi panik atau agoraphobia.

D. Klasifikasi Vertigo Menurut Penyebab


Vertigo terbagi atas 2 klasifikasi diantaranya adalah :
1. Vertigo Perifer
Penyebab vertigo perifer adalah adanya kelainan pada vestibular dan organ
(kanalis semisirkularis dan utrikulus), saraf vestibular dan vestibular
nuclei.Sebagian besar penyebabnya adalah jinak dan mudah diobati (Chawla &
Olshaker, 2006).
Penyebab Vertigo Perifer diantaranya :
a. Benign paroxysmal positional vertigo
Penyebab paling umum dari vertigo perifer adalah benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV).Sesuai dengan namanya vertigo
jenis ini terjadi secara paroksismal (tiba-tiba) dan positional.Sebagian
besar pasien melaporkan serangan vertigo sering kali menimbulkan
gejala berupa kepala yang berputar.Selain itu, benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV) ditandai juga dengan kelemahan
(fatigability).Pasien sering kali berusaha untuk meningkatkan toleransi
terhadap gerakan kepala bertujuan untuk mengurangi gejala.
Kondisi ini sering terjadi ketika debris (otoconia) dari urticle
circulates dalam sistem endolymphatic yang menyebabkan iritasi pada
cupula sehingga menstimulasi terjadinya vertigo dan nystagmus.
Terkadang debris menempel pada cupula (cupulolithiasis) dan gejala
menetap selama beberapa minggu.
b. Otitis Media
Pasien dengan otitis media sering mengeluh vertigo.Hal ini
disebabkan oleh vestibul dan organ yang berdekatan dengan telinga
tengah, dimana infeksi dapat meluas ke struktur organ tersebut.Pasien
otitis media beresiko kehilangan fungsi pendengaran dan sering berakhir
dengan defisit labyrinthe permanen jika tidak diobati.Infeksi juga dapat
meluas hingga mastoid dan pasien dapat mengalami abses
epidural.Dengan pemberian awal antibiotik dan pengobatan otitis,
komplikasi biasanya dapat dicegah.
c. Labyrinthitis
Labyrinthitis merupakan gangguan pada bagian perifer yang
dikarakteristikan dengan inflamasi pada bagian canal dari telinga
tengah.Penyebab labyrinthitis masih belum diketahui tetapi sering kali
terjadi akibat otitis media atau infeksi pada saluran pernapasan bagian
atas.Selain itu, juga dapat disebabkan oleh alergi, cholesteatoma atau
menelan obat-obatan yang bersifat toksik terhadap telinga tengah.Pasien
dengan labyrinthis akut sering kali dengan keluhan vertigo berat,
hilangnya pendengaran, mual, muntah dan demam.
Infeksi bakteri dapat langsung menyerang ruang perilymphatic,
menyebabkan labyrinthitis supuratif.Infeksi ini biasanya dapat menyebar
ke telinga tengah melalui membran yang ruptur atau perilymphatic fistula.
Pasien meningitis, infeksi pada cairan cerebrospinalis dapat masuk
kedalam labyrint melalui cochlear aqueductus atau internal auditory
canal.
Pasien dengan bakterial labyrinthitis akan terlihat kesakitan dan
harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan intravena antibiotik.
Terkadang pasien juga membutuhkan drainage pembedahan dan
debridement.Bacterial labyrinthitis merupakan salah satu penyebab dari
vertigo perifer yang membutuhkan deteksi dini dan perlunya ditransfer ke
instalansi gawat darurat.
d. Vestibular neuritis
Vestibular neuritis biasanya hasil sebagai komplikasi dari infeksi
saluran pernapasan atas. Prevalensi tertinggi vestibular neuritis pada usia
40 tahun sampai 50 tahun. Virus mempengaruhi vestibular nuklei dan
menyebabkan vertigo mendadak dan berat hingga mual muntah.Gejala
pendengaran biasanya tidak ada.Pengobatan dengan menggunakan
prednison dalam 10 hari pertama serangan dapat memperpendek
perjalanan penyakit.Serangan akut sering kali menyebabkan kelemahan
dan pasien membutuhkan bedrest.
Ramsay Hunt sindrome disebabkan oleh varicella zoster dan
merupakan varian dari vestibular neuritis dengan melibatkan saraf
cranialis VII dan VIII.Hal ini menyebabkan paresis pada bagian facial,
tinnitus, hilangnya pendengaran dan defect vestibular.Ramsay Hunt
sindrome dapat berespon dengan baik melalui pengobatan dengan
prednisone dan acyclovir.
e. Meniere disease
Penyakit meniere dianggap secara luas penyebab paling sering
dizziness tetapi sebenarnya hanya menyumbang 5 % dari seluruh
dizziness dan 10 % hingga 15 % dari vertigo. Biasanya terjadi pada orang
dewasa dan berupa serangan vertigo berulang yang berhubungan
dengan gangguan pendengaran dan tinitus yang mungkin mendahului
atau mengikuti serangan vertigo sebelumnya.Pasien sering mengeluh
perasaan tidak nyaman didalam telinga dan terkadang terdapat sensasi
yang kurang nyaman akibat suara yang keras.Selain itu, merupakan
serangan vertigo yang terjadi beberapa jam hingga hari dan berulang
hingga beberapa minggu.Hilangnya pendengaran unilateral terjadi pada
80 hingga 90 persen pasien dan setengahnya mengalami defisit yang
berat.Kebanyakan pasien berkembang menjadi gangguan fungsi
vestibular kronik yang menyebabkan sindrom ketidakseimbangan
vestibular.
Diagnosis bergantung pada riwayat dan temuan karakteristik
audiometrik (frekuensi gangguan nada murni rendah, penurunan
kemampuan mendengarkan suara dengan frekuensi rendah). Test kalori
menunjukkan fungsi vestibular abnormal pada 80 % pasien. Hasil
penelitian menemukan adanya distensi pada membran labirin dan
endolimphe yang merupakan kondisi tersebut (Mukherjee, Chatterjee &
Cakravarty, 2003).
f. Perilymph vistula
Perilymph vistula memicu terjadinya episode vertigo dan
hilangnya sensorineural pendengaran sebagai akibat elastisitas patologis
dari otic kapsul atau kebocoran perilymph. Fistula dan kolapsnya parsial
membran labirin memungkinkan transfer abnormal dari perubahan
tekanan pada reseptor makula dan kapula. Selain itu, perilimph fistula
mungkin disebabkan oleh barotrauma atau misalkan cholesteotoma.
g. Post traumatic vertigo
Insiden dari dizziness dan dysequilibrium sering disebabkan oleh
trauma kepala atau trauma pada bagian leher yaitu hampir 40 % hingga
60 % akibat trauma kepala ringan sampai sedang. Cedera kepala tumpul
dapat menyebabkan cedera pada membran labirin.Pasien mungkin
mengeluh mengalami vertigo ringan, disequilibrium dan nausea.Ledakan
dapat juga menimbulkan gejala vertigo.Gelombang tekanan dari ledakan
dapat melukai telinga dengan pecahnya membran timpani dan merusak
rantai osikular.Coclea dan rambut – rambut sel dapat bergeser dari
membran basilar yang akhirnya dapat merusak telinga bagian dalam
secara signifikan.
h. Ototoxicity
Obat dari kelompok aminoglikosida (misalnya streptomisin,
gentamisin dan amikasin) dapat menyebabkan kerusakan akibat efek
toksik hingga ke bagian perifer aparatus vestibular.Meskipun keracunan
berhubungan dengan dosis, beberapa pasien mengalami kerusakan
labirin setelah menjalani pengobatan singkat dengan dosis biasa tetapi
disertai dengan gangguan fungsi ginjal.Tinitus, gangguan pendengaran
atau vertigo merupakan gejala dari ototoxicity dan bersamaan dengan
kerusakan berat terhadap keseimbangan serta mual dan muntah.Vertigo
dapat berlanjut beberapa hari hingga minggu.Jika obat-obatan yang
bersifat ototoksik segera dihentikan, kerusakan pada labirin dapat
dicegah.
Hilangnya keseimbangan merupakan tahap akut vertigo dan dapat
mengaburkan penglihatan karena hilangnya reflek vestibulo okuler.
Dengan menghilangnya sensasi vestibular, pasien akan bergantung pada
tongkat untuk menjaga keseimbangan dan tidak dapat berjalan dalam
kondisi gelap.

2. Central Vertigo
Central vertigo bermanifestasi sebagai vertigo yang ditandai dengan
mual dan vertical nystagmus. Sedangkan gejala neurologis meliputi nyeri
kepala atau gait ataxia juga mungkin muncul. Pada kasus yang berat, pasien
mungkin mengalami tingkat depresi kesadaran.Selain itu, cerebelum sering
kali terlibat dan penyebab central vertigo meliputi sclerosis, tumor,
hemorrhage dan iskemi.Cedera vascular dan infark dari sistem saraf pusat
dapat menyebabkan central vertigo permanen.
Walaupun pasien mengalami gejala yang ringan, penting sekali untuk
mempertahankan kecurigaan yang tinggi terhadap kondisi klinis ketika usia
lanjut. Selain itu, perlu diperhatikan juga kemungkinan munculnya atrial
fibrilation, hipertensi atau penyakit serebrovaskular sebelumnya.Seringkali,
vertigo merupakan gejala yang sering muncul pada pasien yang mengalami
infark dan ketika penyebab central vertigo telah ditemukan, pasien harus
segera di bawa ke instalansi gawat darurat untuk dilakukan neurologic
imaging.Evaluasi oleh neurologi dan bedah syaraf mungkin diperlukan.
Penyebab central vertigo diantaranya :
a. Cerebellar Hemorraghea
Pada pasien yang mengalami defisit neurologi akut, seringkali sulit
untuk membedakan perdarahan intrakranial dari infark iskemik.Sangat
penting untuk tidak memberikan obat antikoagulan, termasuk aspirin,
sampai perdarahan intrakranial telahdikesampingkan oleh
pencintraan.Karena fossa posterior adalah ruang yang relatif kecil dan
tidak dapat diperluas,sehingga perdarahan dapat menyebabkan kompresi
(pendesakan) dan membahayakan fungsi vital medula, hidrosefalus
obstruktif atau herniasi tonsil meduler.Intubasi endotracheal mungkin
diperlukan untuk menjaga airway (jalan napas), kontrol pernapasan atau
terapeutik hiperventilasi.Konsultasi bedah saraf mungkin diperlukan untuk
pembedahan dekompresi melalui suboccipital craniectomy atau
ventriculostomy.
b. Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiensi terjadi ketika ada penyempitan arteri
yang mensuplai bagian posterior otak (arteri subclavia, arteri vertebral
atau arteri basilar).Hal ini biasanya akibat dari pengerasan arteri
(aterosklerosis) dan terjadi di antara pasien yang lebih tua lebih dari 50
tahun.Arteri yang menyempit mengurangi suplai darah dan
mengakibatkan oksigen tidak dapat ditransfer ke pusat vestibular
diotak.Karena sistem vestibular sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen, kesulitan dengan keseimbangan merupakan gejala yang sering
dikeluhkan pertama kali pada insufisiensi vertebrobasilar.
Transient ischemic attacks (TIA) dari vertebrobasolar ischemia
memprovokasi episode dari dizziness (pusing) yang tiba-tiba dan
biasanya berlangsung beberapa menit. Seringkali juga dikaitkan dengan
beberapa gejala lain diantaranya gangguan penglihatan, drop attack,
bergoyang atau lemah.Gejala yang berubah dengan cepat dan progresif
harus meningkatkan kecurigaan terjadi oklusi sirkulasi pada bagian
posterior.
Insufisiensi vertebrobasilar harus dipertimbangkan pada setiap
pasien usia lanjut yang mengalami vertigo onset baru dengan penyebab
tidak jelas. Pasien harus dievaluasi dan berobat ke layanan neurologi,
Magnetic resonance arteriografi dapat dilakukan untuk menilai sirkulasi
pembuluh darah posterior dan trankranial.Doppler dapat mendeteksi
sirkulasi yang menurun dalam arteri basilar.Pengobatan dapat dilakukan
termasuk pengurangan faktor resiko untuk penyakit serebrovaskular dan
terapi antiplatelet.Walfarin digunakan ketika terdapat stenosis arteri
vertebral atau basilar yang signifikan.
c. Multiple sclerosis
Multiple sclerosis kemungkinan menyebabkan vertigo pada pasien
dewasa, walaupun didapatkan data jumlahnya tidak lebih dari 5 persen
pada usia dibawah 40 tahun dengan vertigo akut. Meskipun, multiple
sclerosis sering dimulai dengan serangan vertigo dan kondisi ini lebih
umum terjadi pada kondisi multiple sclerosis dibandingkan dengan
neuritis optik dan parestesia. Vertigo yang dihubungkan dengan kelainan
motor okular, tidak bisa disebabkan oleh penyakit vestibular perifer
seperti persisten diplopia, median longitudinal fasciculus
syndrome,ophthalmoplegia).
d. Migraine yang berhubungan dizziness dan vertigo
Mekanisme dizziness atau vertigo dari migrain tidak
diketahui.Migrain merupakan penyakit vascular (pembuluh darah) yang
dikarakteristikan dengan serangan periodik dan nyeri kepala yang bersifat
unilateral.Nyeri kepala ini seringkali di dahului dengan gejala neurologi
yang sering disebut dengan aura.Pada individu yang memiliki migrain,
pusing dan vertigo dapat terjadi sebagai bagian dari aura atau
terpisah.Manajemen pada migrain dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
pengobatan simtomatis dan preventif.Serangan akut dapat diobati dengan
berbagai macam analgesik non opioid.Sedangkan pengobatan preventif
lebih sering menggunakan amitryptiline, b-blocker, calcium channel
blockers dan acetazolamide.Acetazolamide efektif digunakan untuk
mengobati pasien dengan gejala vestibular yang dapat dihubungkan
dengan migrain.

E. Karakteristik Vertigo

F. Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidak cocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang di persepsi oleh susunan saraf pusat
(Wreksoatmodjo,2004).
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan proses tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semi sirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulumdan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik
disentral sehingga timbul respons yang dapatberupa nistagmus (usaha
koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakanyang aneh/tidaksesuai dengan pola
gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang - ulang akan terjad
imekanisme adaptasi sehingga berangsur - angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teoriotonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan,sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.

5. Teori neuro humoral


Diantaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neuro transmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CR(corticotropinreleasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
diawal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi
gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi
aktivitas susunan saraf parasimpatis.
G. Manifestasi Klinis
Huijbregts & Vidal (2004), menyebutkan vertigoadalahilusi
gerakantubuhataulingkungan. Hal ini seringdisertai dengantanda-tanda
dangejala lain:
a. Dorongan, yaitusensasibahwa tubuhsedangmelemparkanatau ditarikdalam
ruang
b. Oscillopsia, yaitu ilusi visualuntuk pindah kembalidansebagainyaatau naik
dan turun
c. Nystagmus, yaitu, osilasiberiramabola mata
d. Gaya jalanataksia, yaitu, dyscoordinatedgaya berjalanbukan
berasaldarikelemahan otot
e. Mual
f. Muntah
Gejalaini sangatmengindikasikan disfungsivestibularperifer atau
sentralseperti yang dibahasdi bawah ini.Tabel 1
merangkumumumdiferensialdiagnostikkriteria untuklesivestibularsentral dan
perifer.

H. Riwayat Penyakit
Mendapatkan riwayat penyakit merupakan langkah penting dalam penilaian
pasien. Karena istilah dizzy digunakan oleh pasien untuk menggambarkan
varietas pengalaman, penting untuk memperjelas keluhan yang sebenarnya
pasien. Biasanya pasien menggambarkan adanya sensasi gerakan atau berputar
untuk true vertigo (vertigo sejati).Pasien mengeluh benda bergerak di sekitar
mereka (vertigo objektif) atau mereka berputar relatif terhadap lingkungannya/
vertigo subjektif (Chawla &Olshaker, 2006). Pasien lain mungkin
menggambarkan pusing atau kelemahan. Gejala iniharus memandu dokter untuk
menyelidiki penyakit yang lebih sistemik yang konsistendengan presyncope.
Seringkali, riwayat yang baik dapat menimbulkan apakah pasien memiliki vertigo
sejatidanapakah penyebabnya adalah pusat atau perifer. Vertigo, yang berasal
dari perifer,seringmuncul parah, serangan intens yang berlangsung beberapa
detik untukmenit.Kadang-kadang, episode lebih parah bertahan hingga beberapa
jam dandisertai mual, muntah, dan ketidakseimbangan. Vertigo dipicuoleh
perubahan posisi juga sugestif dari gangguan perifer. Etiologi yang lebih
memprihatinkan pada pasien yang menggambarkan gejala ringan yangbertahap
dalam onset dan beberapa minggu terakhir untuk bulan (Tabel 1) .

Hal ini juga penting bagi dokter untuk menanyakan tentang gejala yang
berhubungan. Penyakit telinga tengah dan bagian dalam dapat menyebabkan
gangguan pendengaran, kepenuhan aural ,dantinnitus bersama dengan vertigo.
Dokter harus berusaha untukmelokalisasi gejala pendengaran ke satu sisi.
Gejala telinga yang sering adalah kerusakan vestibular. Hubungannya dengan
gejala neurologis yanglebih konsisten adalah vertigo sentral. Sakit kepala
mungkin dikeluhkan sebagai pusing terkait dengan migrain. Gejala lain yang
dikeluhkan dari gangguan sentral termasuk perubahan visual, kejang, ataksia,
atau gangguan lainnya. Kehadiran gejala ini harus mencetuskan penyelidikan
lebih lanjut danpencitraan.
Riwayat pengobatan menyeluruh juga harus ditinjau. Beberapa
obatsecara langsung ototoxic dan harus dihentikan dalam setiap pasien
mengeluh vertigo. Obat ini termasuk minoglikosida tertentu, furosemide,Asam
ethacrynic, asam acetylsalicyclic, amiodaron, kina dan cisplatinum. Obat
psikotropika juga terkenal karena menyebabkan pusing dan ketidakseimbangan,
yang paling sering ditemui adalah obat anti-Alzheimer, antikonvulsan,
antidepresan, dan anxiolytics.Selain itu, penggunaan kronis supresan vestibular
seperti meclizine dan skopolamin dapat mengakibatkan sensitisasi.Pasien dapat
memiliki gejala-gejala withdrawal ketika obat ini dihentikan.Berbagaiobat dapat
menginduksi toxic labyrinthitis.Dalam kasus ini, obat menyinggung harus segera
dihentikan.
Riwayat sosial yang lengkap juga penting pada pasien yang mengeluh
dizziness. Alkohol, nikotin, dan kafein semua dapat memperburuk
gejala.Penggunaan saat ini atau sebelumnya obat-obatan terlarang harus
didokumentasikan.Riwayat seksual juga harus diperhatikan.Penyakit menular
seksual tertentu seperti sifilis memiliki gejala otologic.Selain itu, adanya riwayat
trauma cedera kepala atau trauma servikal harus diselidiki.sehingga, penting
mengingat bahwa depresi dan kecemasan juga dapat bermanifestasi sebagai
pusing.

I. Pemeriksaan Fisik
Setelah riwayat kesehatan yang baik telah diperoleh, langkah penting
berikutnya adalah pemeriksaan fisik menyeluruh.Penekanan khusus yang harus
ditekankan pada pemeriksaan mata.Hal ini penting untuk menguji reaktivitas
gerakan pupil dan extraocular.Kelainan okular halus kadang-kadang bisa menjadi
satu-satunya petunjuk untuk penyakit serebelar.Pemeriksaan fundoscopic harus
selalu dilakukan.Papiledema biasanya bilateral dan merupakan indikasi dari
peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien ini, pandangan biasanya baik dan
tes ketajaman visual tidak memberikan informasi tambahan yang signifikan
(Chawla & Olshaker,2006).
Stepping test / Tes melangkah di tempat dilakukan dengan cara penderita
harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak diperbolehkan beranjak dari tempat
semula. Tes ini dapat mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler.Bila
penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau badannya berputar
lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat diperkirakan penderita
mengalami gangguan sistem vestibuler(Wahyudi, 2012).
Pada pasien yang memiliki gangguan vestibular, pemukulan horisontal
unilateral nystagmus dapat diamati dari sisi lesi. Nystagmus abnormal yang
klasik untuk penyakit telinga bagian dalam dapat berjalan lambat dan cepat.
Pasien menunjukkan nistagmus vertikal kasar mungkin memiliki lesi sentral yang
diduga terkait dengan masukan vestibular asimetris dari kedua sisi. Pasien yang
memiliki penyakit vestibular perifer harus mampu menekan nystagmus dengan
memfokuskan pandangan pada target stasioner. Ketidakmampuan untuk
menekan nystagmus adalah kemungkinan dari kelainan sentral. Hal ini sering
membantu untuk meminta keluarga pasien apakah mereka mencatat setiap
gerakan mata yang tidak biasa selama episode akut pusing yang sangat penting
dengan pasien anak-anak (Chawla & Olshaker,2006).
Jika nistagmus tidak hadir pada saat istirahat, maka pengujian posisi
harus dilakukan.Gerakan mata pasien harus dicatat sambil berbaring terlentang
dengan kepala diperpanjang dan berpaling ke satu sisi. Tes harus diulang
dengan kepala berpaling ke sisi lain. Nistagmus posisional sangat
memungkinkan untuk penyakit vestibular. Manuver ini sering menimbulkan
gejala pusing pada pasien yang memiliki gangguan perifer. Karena risiko
mencabut plak ateromatosa dalam pembuluh vertebrobasilar dengan gerakan
membalik tiba-tiba, manuver ini harus dihindari pada pasien usia lanjut (Chawla &
Olshaker,2006). Menurut Wahyudi (2012) menjelaskan tes ini disebut Manuver
Nylen-Barany atau Hallpike yaitu dengan menimbulkan vertigo pada penderita
dengan gangguan sistem vertibuler. Pada tes ini, penderita duduk di pinggir
ranjang pemeriksaan, kemudian direbahkan sampai kepala bergantung di pinggir
tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat di bawah horizon, lalu kepala
ditolehkan ke kiri. Tes kemudian diulangi dengan kepala melihat lurus dan
diulangi lagi dengan kepala menoleh ke kanan.Penderita harus tetap membuka
matanya agar pemeriksa dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus.Kepada
penderita ditanyakan apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.
Ketika memeriksa telinga, dokter harus menggunakan otoscope untuk
mencari dampak cerumen atau benda asing di liang telinga. Seringkali,
penghapusan benda asing mengurangi gejala vertigo.Hal ini juga penting untuk
mengenali tanda-tanda penyakit telinga tengah seperti cairan di belakang
gendang telinga, perforasi, atau jaringan parut yang luas.Pasien harus diuji untuk
setiap gangguan pendengaran yang halus.Jika pendengaran yang abnormal, Tes
garpu tala Rinne dan Weber dapat membantu menentukan apakah gangguan
pendengaran konduktif atau sensorineural.
Jantung dan arteri karotid harus auskultasi karena kadang-kadang
ditemukan titik vaskular penyebab pusing. Pemeriksaan signifikan untuk bruit
karotis, murmur jantung, atau irama yang tidak teratur harus terkesan untuk
mengetahui peningkatan kerja kardiovaskular. Hal sangat penting pada pasien
yang lebih tua atau mereka yang beresiko tinggi untuk penyakit serebrovaskular.
Pemeriksaan neurologis menyeluruh penting pada pasien yang mengeluh
pusing.Evaluasi saraf kranial lengkap dapat membantu melokalisasi lesi otak
tengah, pons, dan medula.Fungsi cerebellum pasien dapat dinilai dengan
menunjuk jari-ke-hidung dengan gerakan cepat (past-pointing) (Chawla &
Olshaker,2006).Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan
telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.Selanjutnya,
penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat lengannya tinggi tinggi
(vertikal) dan kemudian kembali pada posisi semula. Pada gangguan vestibuler,
akan didapatkan salah tunjuk (Wahyudi, 2012). Tes Romberg juga berguna
dalam menilai pasien pusing.Pasien diminta untuk berdiri dengan kaki bersama-
sama dan lengan dilipat. Ketidakmampuan untuk mempertahankan postur dalam
posisi ini adalah kemungkinan dari propriocepsi yang abnormal (Chawla &
Olshaker,2006). Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan
kaki yang lain, tumit yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem).
Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau
lebih.Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka dankemudian dengan mata
tertutup merupakan skrining yang sensitif untuk kelainan keseimbangan.Bila
pasien mampu berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap
normal (Wahyudi, 2012). Setiap kelainan gaya berjalan harus dicurigai lesi
sentral. Gaya berjalan dari ataksia konsisten dengan penyakit serebelum adalah
basis yang luas, kegoyangan, ketidakteraturan langkah, tremor, dan berpindah
dari sisi ke sisi.Kegoyangan ini paling menonjol pada timbul cepat dari duduk,
memutar tajam, dan berhenti tiba-tiba saat berjalan.
Tes kalori baru boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada perforasi
membrane timpani maupun serumen.Cara melakukan tes ini adalah dengan
memasukkan air bersuhu 30°C sebanyak 1 mL.Tes ini berguna untuk
mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan gangguan fiksasi bola
mata.Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain pemeriksaan fungsi
vestibuler, perlu dikerjakan pula pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan.
Beberapa pemeriksaan penunjang dalam hal ini di antaranya adalah
pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, tes toleransi glukosa, elektrolit darah,
kalsium, fosfor, magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid.Pemeriksaan
penunjang dengan CT-scan, MRI, atau angiografi dilakukan untuk menilai
struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran darah, misalnya pada vertigo
sentral.

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan Elektronistagmografi (ENG) dapat membantu membedakan
vertigo oleh karena kelainan di sentral atau perifer (Edward & Roza, 2011)
b. Pemeriksaan lainnya adalah CT Scan atau MRI kepala, yang bisa
menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga
suatu infeksi, bisa diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari
tulang belakang.
c. Angiogram; dilakukan jika diduga terdapat penurunan aliran darah ke otak,
untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke
otak (Ahsan, 2012).

K. Penatalaksanaan Simptomatik
a. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines
dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi
sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif
pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena
motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine
dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan(Bhattacharyya, Baugh, Orvidas, 2008).
Literatur lain menjelaskan bahwa terdapat 2 kategori umum yang berbeda
dalam pengobatan penderita Dizziness yaitu pemberian supresan vestibular
dan antiemetik. Hal ini menjadi poin penting dalam mengurangi gejala
dizziness pada fase akut tetapi umumnya tidak efektif sebagai agen
profilaksis. Dengan demikian obat ini paling baik digunakan pada fase
emergensi dan bukan sebagai obat konsumsi harian, dimana jika dikonsumsi
setiap hari dapat memberikan efek samping berupa kurangnya kemampuan
otak untuk mengkompensasi. Penderita dengan keluhan mual muntah
biasanya membutuhkan cairan infus selama perawatan di emergency (Kerber,
2009).

b. Diagnostic and management algorithm for common dizziness presentation


categories

Sumber: Kerber, 2009.


c. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Penatalaksanaan BPPV meliputi non-farmakologis, farmakologis dan operasi
(Purnamasari, 2013). Literatur lain menjelaskan bahwa terapi BPPV tergantung
pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat. Tujuan terapi adalah melepaskan
otokonia dari dalam kanalis atau kupula, mengarahkan agar keluar dari kanalis
semisirkularis menuju utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal (Edward &
Roza, 2011). Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani
BPPV kanalis horizontal.
1. Barbeceau Manuver
Pasien diminta untuk berputar 360˚ dalam posisi tidur, dimulai dengan telinga
yang sakit diposisi bawah, berputar 90˚ sampai satu putaran lengkap
(360˚).Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan
menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus kembali.

Gambar 1.Barbecue Manuver


2. Log Roll maneuver

Pasien berputar 270˚ dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,
berputar 90˚ tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total
putaran 270˚.

Gambar 2.Log Roll maneuver

3. Gufoni Maneuver

Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan


dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit
setelah nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien
diputar 45˚ ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selam dua
menit. Pasien kembali ke posisi semula.Terapi ini diharapkan mampu
mengkonversi nistagmus apogeotropik menjadi nistagmus geotropik.
Gambar 3.Gufoni Maneuver

4. Forced Prolonged Position Maneuver


Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di posisi
atas selama 12 jam.posisi ini diharapkan mampu melepaskan otokonia yang
melekat pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali dengan
bantuan gravitasi

Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak digunakan


para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis maupun
kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum ditemukan laporan yang
membandingkan efektifitas masing-masing teknik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Penyakit Pasien


Langkah yang paling penting dalam melakukan pengkajian pasien
dengan vertigo adalah mendapatkan data terkait riwayat penyakit pasien
dengan baik. Dalam mengkaji riwayat penyakit pasien ada beberapa data
yang bias dikumpulkan oleh perawat, diantaranya :
1. Keluhan Utama
Istilah pusing biasanya digunakan oleh pasien untuk
menggambarkan varietas pengalaman. Dalam proses pengkajian penting
untuk memperjelas keluhan yang sebenarnya dirasakan oleh pasien.
Untuk memeriksa keluhan subjektif yang dirasakan oleh pasien dapat
ditanyakan mengenai onset, lokasi, durasi, karakter, gejala penyerta,
waktu, keparahan dari gejala yang dirasakan (Fallhowe & Bookstaver,
2012).Sensasi gerakan atau berputar merupakan gejala klasik untuk
pasien dengan true vertigo.Pasien mungkin mengeluhkan adanya
pergerakan benda di sekitar mereka (vertigo objektif) atau justru pasien
yang berputar relatif terhadap lingkungannya (vertigo subjektif). Keluhan
lain yang mungkin digambarkan oleh pasien adalah kelemahan (Kerr,
2005; Chawla & Olshaker, 2006).
Data riwayat yang baik, dapat digunakan sebagai penentu apakah
pasien mengalami true vertigo dan dapat juga digunakan untuk
mengetahui penyebab vertigo apakah sentral atau perifer.Vertigo yang
berasal dari perifer, sering muncul dengan kondisi yang parah, serangan
intens yang berlangsung antara beberapa detik atau beberapa menit.
Kadang-kadang, episode lebih parah bertahan hingga beberapa jam dan
disertai mual, muntah dan ketidakseimbangan. Sedangkan untuk vertigo
yang berasal dari sentral berhubungan dengan gejala neurologis yang
lebih konsisten.Sakit kepala mungkin dikeluhkan sebagai pusing yang
terkait dengan migrain.Gejala lain yang dikeluhkan dari gangguan sentral
termasuk perubahan visual, kejang, ataksia, atau gangguan lainnya.
Kehadiran beberapa gejala tersebut, memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk mendukung penyusunan diagnosa keperawatan (Chawla &
Olshaker, 2006).
2. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan juga harus ditinjau secara
menyeluruh.beberapa obat secara langsung bersifat ototoxic dan harus
dihentikan dalam setiap pasien yang mengeluh vertigo.Obat-obatan yang
termasuk di dalamnya antara lain beberapa golongan aminoglikosida,
furosemide, ethacrynic acid, acetylsalicyclic acid, amiodarone, quinine,
dan cisplatinum.Obat psikotropika juga terkenal karena dapat
menyebabkan pusing dan ketidakseimbangan, yang paling sering
ditemui adalah obat anti-Alzheimer, antikonvulsan, antidepresan, dan
anxiolytics.Selain itu, penggunaan kronis supresan vestibular seperti
meclizinedan skopolamin dapat mengakibatkan sensitisasi.Pasien dapat
memiliki gejala-gejala penarikan yang parah ketika obat ini dihentikan
(Chawla & Olshaker, 2006).
3. Riwayat Sosial
Riwayat sosial yang lengkap juga penting dalam pengkajian pada
pasien yang mengeluh vertigo dan dizziness.Riwayat penggunaan
alkohol, nikotin, dan kafein dapat memperburuk gejala
vertigo.Penggunaan obat-obatan terlarang saat ini atau sebelumnya
harus didokumentasikan.Riwayat seksual juga harus
diperhatikan.Penyakit menular seksual tertentu seperti sifilis memiliki
gejala otologic (Chawla & Olshaker, 2006).

B. Pemeriksaan Fisik
Setelah riwayat kesehatan yang baik telah diperoleh, langkah penting
berikutnya adalah pemeriksaan fisik secara menyeluruh.Penekanan khusus
yang harus ditekankan adalah pada pemeriksaan mata.Hal ini penting untuk
menguji reaktivitas gerakan pupil dan extraocular.Kelainan okular halus
kadang-kadang bisa menjadi satu-satunya petunjuk untuk penyakit
sereberal.Papilledema biasanya bilateral dan merupakan indikasi dari
peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien ini, pandangan biasanya baik
dan tes ketajaman visual tidak memberikan informasi tambahan yang
signifikan (Chawla & Olshaker,2006).
Ketika memeriksa telinga, dokter harus menggunakan otoscope untuk
mencari dampak serumen atau benda asing di liang telinga. Seringkali,
pengambilan benda asing mengurangi gejala vertigo. Hal ini juga penting
untuk mengenali tanda-tanda penyakit pada telinga tengah seperti cairan di
belakang gendang telinga, perforasi, atau jaringan parut yang meluas.
Pasien harus diuji untuk setiap gangguan pendengaran halus. Jika
pendengaran yang abnormal, tes garpu tala Rinne dan Weber dapat
membantu menentukan apakah gangguan pendengaran konduktif atau
sensorineural (Chawla & Olshaker,2006).
Stepping test/tes melangkah di tempat dapat dilakukan untuk mendeteksi
ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Tes ini dilakukan dengan cara
penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak diperbolehkan
beranjak dari tempat semula..Bila penderita beranjak lebih dari 1 meter dari
tempat semula atau badannya berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan
semula, dapat diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem
vestibuler(Wahyudi, 2012).Pada pasien yang memiliki gangguan vestibular,
pemukulan horisontal unilateral nystagmus dapat diamati dari sisi lesi.
Nystagmus abnormal yang klasik untuk penyakit telinga bagian dalam dapat
berjalan lambat dan cepat. Pasien menunjukkan nistagmus vertikal kasar
mungkin memiliki lesi sentral yang diduga terkait dengan masukan vestibular
asimetris dari kedua sisi. Pasien yang memiliki penyakit vestibular perifer
harus mampu menekan nystagmus dengan memfokuskan pandangan pada
target stasioner. Ketidakmampuan untuk menekan nystagmus adalah
kemungkinan dari kelainan sentral. Hal ini sering membantu untuk meminta
keluarga pasien apakah mereka mencatat setiap gerakan mata yang tidak
biasa selama episode akut pusing yang sangat penting dengan pasien anak-
anak (Chawla & Olshaker,2006).
Jika nistagmus tidak hadir pada saat istirahat, maka pengujian posisi
harus dilakukan.Gerakan mata pasien harus dicatat sambil berbaring
terlentang dengan kepala diperpanjang dan berpaling ke satu sisi. Tes harus
diulang dengan kepala berpaling ke sisi lain. Nistagmus posisional sangat
memungkinkan untuk penyakit vestibular. Manuver ini sering menimbulkan
gejala pusing pada pasien yang memiliki gangguan perifer. Karena risiko
mencabut plak ateromatosa dalam pembuluh vertebrobasilar dengan
gerakan membalik tiba-tiba, manuver ini harus dihindari pada pasien usia
lanjut (Chawla & Olshaker,2006). Menurut Wahyudi (2012) menjelaskan tes
ini disebut Manuver Nylen-Barany atau Hallpike yaitu dengan menimbulkan
vertigo pada penderita dengan gangguan sistem vertibuler. Pada tes ini,
penderita duduk di pinggir ranjang pemeriksaan, kemudian direbahkan
sampai kepala bergantung di pinggir tempat tidur dengan sudut sekitar 30
derajat di bawah horizon, lalu kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian
diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala
menoleh ke kanan.Penderita harus tetap membuka matanya agar pemeriksa
dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus.Kepada penderita ditanyakan
apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.
Jantung dan arteri karotid harus diauskultasi karena kadang-kadang
ditemukan titik vaskular penyebab pusing. Pemeriksaan signifikan untuk bruit
karotis, murmur jantung, atau irama yang tidak teratur harus terkesan untuk
mengetahui peningkatan kerja kardiovaskular. Hal sangat penting pada
pasien yang lebih tua atau mereka yang beresiko tinggi untuk penyakit
serebrovaskular.
Pemeriksaan neurologis menyeluruh penting pada pasien yang mengeluh
pusing. Evaluasi saraf kranial lengkap dapat membantu melokalisasi lesi
otak tengah, pons, dan medula (Chawla & Olshaker,2006). Sedangkan
menurut Kerr (2005) menyebutkan bahwa pemeriksaan neurologis secara
menyeluruh biasanya tidak diperlukan. Poin penting dari pemeriksaan adalah
telinga, saraf kranial III sampai XII, pemeriksaan tes keseimbangan, ada
atau tidak adanya nistagmus, yang dapat diperiksa ketika menguji saraf
kranial III, IV dan VI, dan posisional test.
Fungsi cerebellum pasien dapat dinilai dengan menunjuk jari-ke-hidung
dengan gerakan cepat (past-pointing) (Chawla & Olshaker,2006). Penderita
diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan telunjuk penderita
diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.Selanjutnya, penderita diminta
untuk menutup mata, mengangkat lengannya tinggi tinggi (vertikal) dan
kemudian kembali pada posisi semula. Pada gangguan vestibuler, akan
didapatkan salah tunjuk (Wahyudi, 2012). Tes Romberg juga berguna dalam
menilai pusing yang dialami oleh pasien.Pasien diminta untuk berdiri dengan
kaki bersama-sama dan lengan dilipat. Ketidakmampuan untuk
mempertahankan postur dalam posisi ini adalah kemungkinan dari
propriocepsi yang abnormal (Chawla & Olshaker,2006). Pada tes ini,
penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit yang
satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem). Orang yang normal
mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau lebih.Berdiri
dengan satu kaki dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata tertutup
merupakan skrining yang sensitif untuk kelainan keseimbangan.Bila pasien
mampu berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap
normal (Wahyudi, 2012). Setiap kelainan gaya berjalan harus dicurigai
adanya lesi sentral. Gaya berjalan dari ataksia konsisten dengan penyakit
serebelum adalah kegoyangan (unsteadiness), ketidakteraturan langkah,
tremor, dan berpindah dari sisi ke sisi.Kegoyangan ini paling menonjol pada
saat kondisi cepat dari duduk, memutar tajam, dan berhenti tiba-tiba saat
berjalan.

C. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk mendukung
data pengkajian antara lain (Chawla & Olshaker, 2006) :
1. Pemeriksaan Darah
Dapat digunakan jika tidak ditemukan temuan klinis pada pasien atau
dapat juga digunakan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami
sinkope.Beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan diantaranya
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah, tes fungsi tiroid, glukosa
puasa, dan faktor rheumatoid.
2. Elektrokardiografi
Karena iskemia miokard dapat hadir atypically pada banyak pasien,
maka penting untuk mendapatkan gambaran EKG pada pasien yang
lebih tua atau memiliki faktor risiko jantung yang signifikan.Selain itu,
setiap pasien yang membutuhkan evaluasi di ruang emergensi harus
memiliki rekaman EKG sebelum transfer ke ruang perawatan.
3. Electronystagmography
Electronystagmography merupakan pemeriksaan yang mencatat
gerakan mata dalam menanggapi stimulasi vestibular, visual, cervical,
kalori, rotasi, dan posisi. Elektroda ditempatkan di luar dan dalam
canthi untuk rekaman horizontal serta di atas dan di bawah mata
untuk rekaman vertikal. Pengujian electronystagmography sangat
membantu dalam menilai disfungsi vestibular tetapi terbatas dalam
mendiagnosis gangguan nonvestibular.
4. Radiologic imaging
Ketika perdarahan serebelar, infark serebelar , atau lesi sentral
lainnya diduga terjadi, maka disarankan untuk dilakukan CT scan atau
MRI otak. Pada pasien beresiko sangat tinggi untuk penyakit
serebrovaskular, magnetic resonance angiography dapat digunakan
untuk memvisualisasikan pembuluh darah intrakranial.Meskipun studi
kurang sensitif dibandingkan angiografi serebral karena terbatas
dalam visualisasi pembuluh darah kecil, magnetic resonance
angiography tetap lebih mudah digunakan oleh ahli saraf untuk
mengevaluasi pasien berisiko tinggi. MRI dengan penambahan
gadolinium sangat berguna dalam mendeteksi tumor intracanalicular
kecil seperti akustik . Hal ini neuromas juga dianjurkan untuk
mengidentifikasi sklerotik dan demyelinating white matter lesions
characteristic of multiple sclerosis. Meskipun tidak diindikasikan pada
pasien yang lebih muda yang memiliki penyebab perifer jelas,
radiologic imaging
harus dipertimbangkan pada semua pasien yang memiliki onset
vertigo baru atau temuan neurologis.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan ganggauan biologis (nyeri kepala)
ditandai dengan fokus pasien menyempit, perilaku nyeri
2. Resiko Jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Resiko Cedera berhubungan dengan disfungsi integratif, difungsi
sensori
E. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Out Come Intervensi Aktivitas

1 Nyeri Akut  Tingkat  Pemberian Pengkajian:


Kenyamanan : analgesik :
 Gunakan laporan
tingkat persepsi menggunakan
pasien sendiri
positif terhadap agen
untuk
kemudahan fisik dan farmakologi
mengumpulkan
psikologis untuk
informasi pengajian
 Pengendalian nyeri: mengurangi
 Minta pasien untuk
tindakan individu atau
menilai nyeri
untuk menghilangkan
dengan skala 0-10
mengendalikan nyeri nyeri
 Gunakan bahasa
 Tingkat Nyeri :  Manajemen
yang dapat
Keparahan nyeri medikasi :
dimengerti oleh
yang dapat diamati memfasilitasi
pasien atau sesuai
atau dilaporkan penggunaan
dengan usia dan
obat resep atau
tingkat
obat bebas
perkembangan
secara aman
pasien
dan efektif
 Lakukan
 Manajemen
pengkajian nyeri
nyeri:
secara
meringankan
komprehensif
atau
meliputi: lokasi,
mengurangi
karakteristik, awitan
nyeri sampai
dan durasi,
pada tingkat
frekuensi, kualitas,
kenyamanan
intensitas atau
yang dapat
keparahan nyeri
diterima oleh
dan faktor
pasien.
presipitasinya.
 Manajemen
 Observasi isyrat
sedasi:
non verbal
memberikan
ketidaknymanan,
sedatif,
khususnya yang
memantau
tidak mampu
respons pasien,
berkomnikasi
dan memberi
efektif.
dukungan
fisiologis yang
dibutuhkan Penyuluhan
selama
Pasien/Keluarga:
prosedur
diagnostik atau  Sertakan dalam
terapiutik. instruksi
pemulangan pasien
obat khusus yang
harus diminum,
kemungkinan efek
samping
 Instrusikan pasien
untuk
menginformasikan
kepada perawat
jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai.
 Informasikan
kepada pasien
tentang prosedur
yang dapat
meningkatkan nyeri
dan tawarkan
strategi koping
yang disarankan.
 Manajemen nyeri:
berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab,
durasi, dan
antisipasi nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis:
hipnosis, relaksasi

Kolaboratif:
 Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri
menjadi lebih berat.

2 Resiko Jatuh  Keseimbangan:  Peningkatan


mampu untuk mekanaika
mempertahankan tubuh:memfasilit
equebilirium asi penggunaan
 Perilaku pencegahan postus dan
jatuh: tindakan rekan dalam
individu atau aktivitas sehari-
pemberi asuhan hari untuk
untuk meminimalkan mencegah
faktor resiko yang keletihan
dapat memicu jatuh  Manajemen
di lingkungan lingkungan
individu keamanan:
 Pengetahuan memantau dan
pencegahan jatuh: memanipulasi
tingkat pemahaman lingkungan fisik
mengenai untuk
pencegahan jatuh memfasilitasi
keamanan.
 Pencegahan
jatuh:
menerapkan
tindakan
kewaspadaan
khusus bersama
pasien
yangmemiliki
resiko
mengalami
cedera akibat
jatuh
 Identifikasi
resiko:
menganalisis
faktor resiko
yang potensial,
menentukan
resiko
kesehatan,
memprioritaskan
strategi
penurunan
resiko.
3 Resiko  Mempersiapkan  Manajemen Pengkajian
lingkungan yang lingkungan
Cedera  Identifikasi faktor
aman keamanan:
yang
 Mengidentifikasi memantau dan
mempengaruhi
resiko yang memanjpulasi
kebutuhan
meningkatkan lingkungan fisik
keamanan
kerentanan terhdap untuk
misalnya gangguan
cedera memfasilitasi
keseimbangan
keamanan
 Identifikasi faktor
 Pecegahan
lingkungan yang
jatuh:
memungkinkan
mempraktikka
resiko terjatuh
tindakan
kewaspadaan
khusus bersama Penyuluhan:
pasien yang
 Berikan materi
beresiko
edukasi yang
terhadap cedera
behubungan
 Edukasi
dengan strategi dan
kesehatan:
tindakan untuk
memberikan
mencegah cedera.
bimbingan dan
pengalaman
belajar untuk
memfasilitasi
adapatasi
individu
 Identifikasi
resiko:
menganalisis
faktor resiko
potensial,menen
tukan resiko
kesehatan, dan
memprioritaskan
strategi
penuruna resiko
kesehatan
BAB IV
PEMBAHASAN

Vertigo dan dizziness merupakan gejala subjektif berkaitan dengan nyeri


kepala dan sensasi ketidak seimbangan.Vertigo digambarkan sebagai sensasi
berputardi kepala dan biasanya disebabkan oleh perubahan posisi secara tiba-
tiba.Penyebab paling umum dari vertigo disebut benign positionalparoksismal
vertigo atau BPPV. BPPV terjadi ketika partikel-partikel kecil di pusat
keseimbanganbagian dalam telinga yang terganggu (Emergency Department
Factsheets, 2010).Dizziness merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan berbagai sensasi (Mukherjee, Chatterjee & Cakravarty,
2003).Pasien yang mengeluh pusing (dizziness) seringkali disertai gejala yang
tidak jelas.Kebanyakan pasien mengeluh disequilibrium dan imbalance, nyeri
kepala ketika melihat cahaya dan gejala presincope lainnya.Seringkali pusing
menjadi gangguan multi sensorik meliputi neuropati perifer, gangguan
penglihatan dan penyakit muskuloskeletal (Chawla & Olshaker, 2006).Dizziness
merupakan pengertian umum dari ketidakseimbangan, sedangkan vertigo adalah
sup tipe dari dizziness yang didefinisikan sebagai gerakan ilusi karena
keterlibatan secara asimetris sistem vestibular (Calhoun, Ford, Pruitt and Fisher,
2008).
Vertigo dan dizziness (pusing) merupakan gejala yang umum terjadi.
Prevalensi kejadian ini mencapai 5 % sampai 10 % di seluruh rentang usia dan
terbanyak pada usia 40 tahun serta prevalensinya meningkat pada usia diatas 65
tahun (Cesarani, Alpini, Monti & Raponi, 2004). Dalam sumber lain dijelaskan
dizziness dilaporkan terjadi sebanyak 30% pada orang tua berusia 65 tahun dan
dapat meningkat menjadi 50% pada usia lebih 85 tahun (Seok Min Hong, 2012).
Migrain, dizziness dan vertigo merupakan kondisi umum yang sering dialami oleh
populasi umum yaitu 13 % untuk migrain, 20-30 % untuk dizziness dan 5-10 %
untuk vertigo (Calhoun, Ford, Pruitt and Fisher, 2008). Meskipun perawatan
dizziness dikelola sebagai perawatan primer, namun di ED menunjukkan bahwa
vertigo dan dizziness termasuk salah satu kasus kegawatan yang serius serius
(Seok Min Hong, 2012).
Baik vertigo dan dizziness dikategorikan menurut gejala yang dialami oleh
pasien. Pengkajian terhadap gejala yang tepat dapat memberikan informasi yang
relevan terhadap penegakan diagnose dan pemberian tindakan. Gejala yang
sering kali muncul adalah, ilusi gerakan tubuh atau lingkungan yang disertai
sesasi seperrti dorongan oscilopsia, nystagmus, gaya berjalan ataksia
(diskoordinat) mual dan sering kali disertai muntah (Huijbregts & Vidal, 2004).
Dizziness dapat dibedakan menjadi 4 tipe berdasarkan asal penyebab adanya
sensasi sakit kepala dan hilangnya keseimbangan.Dizziness tipeke IV
merupakan tipe dizziness yang berhubungan erat dengan vertigo (Mukherjee,
Chatterjee & Cakravarty, 2003).Pada keadaan Dizziness tipe ke IV, pengkajian
lanjutan diperlukan untuk menentukan apakah vertigo yang terjadi bersifat sentral
atau periver. Pengkajian lebih lanjut dapat dijelaskan pada table di bawah ini :

Mendapatkan riwayat penyakit merupakan langkah penting dalam penilaian


pasien. Karena istilah dizzy digunakan oleh pasien untuk menggambarkan
varietas pengalaman, penting untuk memperjelas keluhan yang sebenarnya
pasien (Chawla & Olshaker, 2006). Dalam proses pengkajian penting untuk
memperjelas keluhan yang sebenarnya dirasakan oleh pasien. Untuk memeriksa
keluhan subjektif yang dirasakan oleh pasien dapat ditanyakan mengenai onset,
lokasi, durasi, karakter, gejala penyerta, waktu, keparahan dari gejala yang
dirasakan (Fallhowe & Bookstaver, 2012).Pasien lain mungkin menggambarkan
pusing atau kelemahan. Gejala iniharus memandu dokter untuk menyelidiki
penyakit yang lebih sistemik yang konsistendengan presyncope.Seringkali,
riwayat yang baik dapat menimbulkan apakah pasien memiliki vertigo sejati
danapakah penyebabnya adalah pusat atau perifer. Vertigo yang berasal dari
periferseringmuncul parah, serangan intens yang berlangsung beberapa detik
sampai menit Kadang-kadang episode lebih parah bertahan hingga beberapa
jam dandisertai mual, muntah, dan ketidakseimbangan. Vertigo dipicuoleh
perubahan posisi juga sugestif dari gangguan perifer .
Riwayat pengobatan menyeluruh juga harus ditinjau. Beberapa
obatsecara langsung ototoxic dan harus dihentikan dalam setiap pasien
mengeluhvertigo. Obat ini termasuk minoglikosida tertentu, furosemide,Asam
ethacrynic, asam acetylsalicyclic, amiodaron, kina, dan cisplatinum. Obat
psikotropika juga terkenal karena menyebabkan pusing dan ketidakseimbangan,
yang paling sering ditemui adalah obat anti-Alzheimer, antikonvulsan,
antidepresan, dan anxiolytics.Selain itu, penggunaan kronis supresan vestibular
seperti meclizine dan skopolamin dapat mengakibatkan sensitisasi. Dalam
pengkajian kasus bab 3 juga disebutkan bahwa pasien dapat memiliki gejala-
gejala vertigo yang parah ketika obat ini dihentikan reaksi widrawal (Chawla &
Olshaker, 2006).
Riwayat sosial yang lengkap telah dilakukan.Hal ini dilakukan untuk
mengkaji adanya konsumsi alkohol, nikotin, dan kafein yang dapat memperburuk
gejala.Penggunaan saat ini atau sebelumnya harus didokumentasikan.Riwayat
seksual juga harus diperhatikan.Penyakit menular seksual tertentu seperti sifilis
memiliki gejala otologic.Selain itu, adanya riwayat trauma cedera kepala atau
trauma servikal harus diselidiki.sehingga, penting mengingat bahwa depresi dan
kecemasan juga dapat bermanifestasi sebagai pusing.
Tindakan berikutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik.pemeriksaan
fisik secara menyeluruh terutama dengan penekanan khusus pada pemeriksaan
mata. Hal ini penting untuk menguji reaktivitas gerakan pupil dan
extraocular.Kelainan okular halus kadang-kadang bisa menjadi satu-satunya
petunjuk untuk penyakit sereberal.Papilledema biasanya bilateral dan merupakan
indikasi dari peningkatan tekanan intrakranial.Pada pasien ini, pandangan
biasanya baik dan tes ketajaman visual tidak memberikan informasi tambahan
yang signifikan. Pemeriksaan visual menggunakan otoscope untuk mencari
dampak serumen ataubenda asing di liang telinga. Seringkali, pengambilan
benda asing mengurangi gejala vertigo. Hal ini juga penting untuk mengenali
tanda-tanda penyakit pada telinga tengah seperti cairan di belakang gendang
telinga, perforasi, atau jaringan parut yang meluas. Pasien harus diuji untuk
setiap gangguan pendengaran halus. Jika pendengaran yang abnormal, tes
garpu tala Rinne dan Weber dapat membantu menentukan apakah gangguan
pendengaran konduktif atau sensorineural (Chawla & Olshaker,2006).
Di sisi lain, jantung dan arteri karotid harus di auskultasi karena kadang-
kadang ditemukan titik vaskular penyebab pusing. Pemeriksaan signifikan untuk
bruit karotis, murmur jantung, atau irama yang tidak teratur harus terkesan untuk
mengetahui peningkatan kerja kardiovaskular. Hal sangat penting pada pasien
yang lebih tua atau mereka yang beresiko tinggi untuk penyakit serebrovaskular.
Pemeriksaan neurologis menyeluruh penting pada pasien yang mengeluh
pusing.Evaluasi saraf kranial lengkap dapat membantu melokalisasi lesi otak
tengah, pons, dan medula.Fungsi cerebellum pasien dapat dinilai dengan
menunjuk jari-ke-hidung dengan gerakan cepat (past-pointing).Tes Romberg juga
berguna dalam menilai pasien pusing.Pasien diminta untuk berdiri dengan kaki
bersama-sama dan lengan dilipat. Ketidakmampuan untuk mempertahankan
postur dalam posisi ini adalah kemungkinan dari propriocepsi yang abnormal,
Setiap kelainan gaya berjalan harus dicurigai lesi sentral. Gaya berjalan dari
ataksia konsisten dengan penyakit serebelum adalah basis yang luas,
kegoyangan, ketidakteraturan langkah, tremor, dan berpindah dari sisi ke
sisi.Kegoyangan ini paling menonjol pada timbul cepat dari duduk, memutar
tajam, dan berhenti tiba-tiba saat berjalan. Namun dalam literature lain,
Sedangkan menurut Kerr (2005) menyebutkan bahwa pemeriksaan neurologis
secara menyeluruh biasanya tidak diperlukan. Poin penting dari pemeriksaan
adalah telinga, saraf kranial III sampai XII, pemeriksaan tes keseimbangan, ada
atau tidak adanya nistagmus, yang dapat diperiksa ketika menguji saraf kranial
III, IV dan VI, dan posisional test. Hal ini dilakuakn mungkin dengan tujuan untuk
memfokuskan pemeriksaan terhadap dugaan syaraf pusat yang terlibat
membentuk gejala vertigo.
Selain hal di atas, tes kalori boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada
perforasi membrane timpani maupun serumen.Cara melakukan tes ini adalah
dengan memasukkan air bersuhu 30°C sebanyak 1 mL.Tes ini berguna untuk
mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan gangguan fiksasi bola mata.
(Chawla & Olshaker,2006). Beberapa pemeriksaan penunjang dalam hal ini di
antaranya adalah pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, tes toleransi
glukosa, elektrolit darah, kalsium, fosfor, magnesium) dan pemeriksaan fungsi
tiroid.Pemeriksaan penunjang dengan CT-scan, MRI, atau angiografi dilakukan
untuk menilai struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran darah, misalnya
pada vertigo sentral.
Penatalaksanaan pada vertigo dan dizziness harus dilakukan secara
simultan baik secara farmakologis dan keperawatan.Pengobatan untuk vertigo
secara farmakologis disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang
digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin).Benzodiazepines dapat mengurangi
sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer.Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah
sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya
diminimalkan (Bhattacharyya, Baugh, Orvidas, 2008).Obat ini paling baik
digunakan pada fase emergensi dan bukan sebagai obat konsumsi harian,
dimana jika dikonsumsi setiap hari dapat memberikan efek samping berupa
kurangnya kemampuan otak untuk mengkompensasi.Penderita dengan keluhan
mual muntah biasanya membutuhkan cairan infus selama perawatan di
emergency (Kerber, 2009).
Penatalaksanaan keperawatan berfokus dalam mengurangi nyeri dan
mencegah cidera akibat hilangnya keseimbangan dan resiko jatuh.Untuk
mengurani nyeri, perawat dapat memberikan intervensi berupa management
nyeri secara non farmakologis.Tindakan ini dapat diberikan dengan metode
distraksi dan relaksasi. Di sisi lain pemberian maneuver dapat dilakukan untuk
mengurangi nyeri yang terjadi. Maneuver yang dapat dilakukan antara lain
Barbecceau Maneuver, log roll maneuver, Gufony maneuver dan Forced
Prolonged Position Maneuver. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan keadaan umum pasien dan dikolaborasikan dengan
penatalaksanaan farmakologis.

Di sisi lain, guna mencegah pasien terjatuh yang berpotensi mengalami


cidera, tindakan prefensi dapat dilakukan sebagai pencegahan. Guna mencegah
cidera, perawat harus mampu mempersiapkan lingkungan yang aman dan
mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhdap
cedera.Pengkajian resiko jatuh juga harus dilakukan bersamaan guna mencegah
dan meminimalisir adanya cidera akibat gangguan keseimbangan.Mengajarkan
keseimbangan, menganalisis factor resiko jatuh dan pemberian edukasi yang
tepat dapat dilakuan guna mencegah pasien terjatuh dan mengalami cidera.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Vertigo digambarkan sebagai sensasi berputardi kepala dan
biasanya disebabkan oleh perubahan posisisecara tiba- tiba,
sedangkandizziness merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan berbagai sensasi.
2. Vertigo dan dizziness (pusing) merupakan gejala yang umum
terjadi. Baik vertigo dan dizziness dikategorikan menurut gejala
yang dialami oleh pasien. Pengkajian terhadap gejala yang tepat
dapat memberikan informasi yang relevan terhadap penegakan
diagnose dan pemberian tindakan.
3. Penatalaksanaan pada vertigo dan dizziness harus dilakukan
secara simultan baik secara farmakologis dan
keperawatan.Penatalaksanaan keperawatan berfokus dalam
mengurangi nyeri dan mencegah cidera akibat hilangnya
keseimbangan dan resiko jatuh
B. Saran
1. Diharapkan perawat mampu melakukan pengkajian dalam
kasus vertigo dan dizzines secara menyeluruh dan detail,
sehingga dapat menentukan tindakan yang tepat bagi pasien
vertigo dan dizzines.
2. Diharapkan perawat mampu memberikan pendidikan
kesehatan yangb tepat pada pasien dan keluarga tentang
kasus vertigo dan dizzines yang seringkali terjadi dan
dianggap sepele oleh pasien dan keluarga, sehingga
kegawatan vertigo dan dizzines dapat diantisipasi dan dikenali
lebih dini.
3. Diharapkan perawat mampu memodifikasi penatalaksanaan
farmakologis dan non farmakologis dalam mengatasi keluhan
vertigo dan dizzines serta mampu mengajarkan terapi non
farmakologis tersebut pada pasien dan keluarga sebagai
penanganan awal saat dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan Syed. (2012). Study: Reconsider the use of CT scans for patients who
present with dizziness. ED Management.www.ncbi.nlm.nih.gov. Di akses
26 September 2013.
Anne H. Calhoun. The Point Prevalence of Dizziness or Vertigo in Migraine and
Factors That Influnce Presentation. Headache 2011:51:1388-1392.
Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2008;139: S47-S81.
Calhoun, Ford, Pruitt & Fisher. (2011). The Point Prevalence of Dizziness or
Vertigo in Migraine and Factors That Influence Presentation. American
Headache Society.Volume 51. Page 1388-1392. Diakses dari
http://www.headachejournal.org/SpringboardWebApp/userfiles/headache/
file/calhoun.pdf.
Cesarani, Alpini, Monti & Raponi. (2004). The treatment of acute vertigo.
Neurology Science.Volume 24. Page 26-30. Diakses dari
http://www.pt.ntu.edu.tw/mhh/course/.
Chawla & Olshaker.(2006). Diagnosis and Management of Dizziness and Vertigo.
Med Clin N Am 90 (2006) 291–304
Chawla, N & Olshaker, J.S. (2006).Diagnosis and Management of Dizziness and
Vertigo.The Medical Clinic of North America.Volume 90. Page 291-304.
Diakses dari
http://www.eccpa.org/staff/Sites/Articles/Neuro/DizzyVertigo.pdf.
Chawla, Nancy., Olshaker, Jonathan S. (2006). Diagnosis and management of
Dizziness and vertigo. Med Clin N Am 90 (2006) 291–304. Elsevier
Saunders.
Edward, Y & Roza, Y. (2011).Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign
Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal. tht.fk.unand.ac.id. Di
akses 26 September 2013
Eggenberger & Lovell.(2013). Vertigo and Dizziness; Vestibular System
Disorders.Department of Neurology and Ophthalmology. Page 1-8.
Diakses dari
http://learn.chm.msu.edu/NeuroEd/neurobiology_disease/content/otheres
ources/vestibulardisorders.pdf.
Emergency Department Factsheets, 2010. Vertigo (BPPV).
Www.health.vic.gov.au/edfactsheets.
Fallhowe, Renee., Bookstaver, Mary Jane. (2012). Neurological Asessment for
Nurses. . http://www.CorizonHealth.com. Diakses pada tanggal 28
September 2012.
Huijbregts & Vidal. (2004). Dizziness in Orthopaedic Physical Therapy Practice:
Classification and Pathophysiology / 199. The Journal of Manual &
Manipulative Therapy Vol. 12 No. 4 (2004), 199 – 214
Kerber, K. A. (2009).Vertigo and Dizziness in the Emergency Department.Emerg
Med Clin North Am. http://www.ncbi.nlm.nih.gov.Di akses 26 September
2013.
Kerr, AG. (2005). Assessment of vertigo. Ann Acad Med Singapore, 34 (4): 285-
288.
Mueller et al., 2012. Health and Quality of Live outcomes, 10:75.
Mukherjee, Chatterjee & Cakravarty.(2003). Vertigo and Dizziness — A Clinical
Approach.Volume 51. Page 1095 – 1101. Diakses dari
http://japi.org/november2003/R-1095.pdf.
Otto R. Maarsingh.Causes of Persistent Dizziness in elderly Patients in Primary
Care. Ann Fam Med 2010; 8:196-205.
Seok Min Hong, et al. Analysis of Psychological Distress After Management of
Dizziness in Old Patients: Multicenter Study. Eur Arch Otorhinolaryngol
.2012; 269:39-43
Wahyudi, Kupiya Timbul. (2012). Vertigo.CDK-198, vol. 39 no. 10.
Wahyudi, Kupiya Timbul. (2012). Vertigo. CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
Wreksoatmodjo, B.R. (2004). Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran. Volume 144. Page 41-46.

Anda mungkin juga menyukai