Proposal Penelitian Rosella Tanin Full
Proposal Penelitian Rosella Tanin Full
Proposal Penelitian Rosella Tanin Full
PENDAHULUAN
1
2. Melakukan proses pemisahan tanin dalam bunga rosella dengan metode
refluks;
3. Untuk memberikan informasi mengenai proses pengolahan tanaman rosela
yang lebih baik;
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada
tanaman.Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul
biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll.,
2003).Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian
mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya
(Zucker, 1983).Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin
banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin.Pada
mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning,
merah, atau cokelat.
Struktur Tanin
Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein dari
larutan.Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu.Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air.Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang protein.
3
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat:jika dilarutkan kedalam air akan
membentuk koloid dan memiliki rasa asamdan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan
glatin akan terjadiendapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari
larutannya dan bersenyawa denganprotein tersebut sehingga tidak dipengaruhi
oleh enzim protiolitik.
4
terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari
tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari
flavonoid yang dihubungkan dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4.Salah satu
contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang
tersusun dari epiccatechin dan catechin.Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini
adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan
asam galat.Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins. Ellagitanin sederhana disebut juga
ester asam hexahydroxy diphenic (HHDP).Senyawa ini dapat terpecah menjadi
asam galic jika dilarutkan dalam air.
5
untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III) → senyawa berwarna tua), sebagai
reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat mengendap), sebagai
antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap), sebagai
antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena inflamasi saluran
gastro intestinal, dan sebagai obat topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan
mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali,
dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai
bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir
memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir
(salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di
dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau
pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang
mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung
dalam teh memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan
aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh
Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil penelitian Yulia
(2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan
lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan
menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri
pada daun teh menjadi berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus,
khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak.
Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat menggumpalkan protein.
Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan sebagai obat diare.
6
Serat ini merupakan bahan baku pembuatan tali dan pengganti rami untuk karung
goni. Tanaman penghasil serat ini memiliki batang lurus dan serat yang kuat,
tinggi batang bisa mencapai 4, 8 meter (Anonim, 2006)
Varietas altassima webster ditanam untuk mendapatkan seratnya, karena
kandungan sertanya tinggi. Varietas ini tidak memiliki kelopak bunga yang
berwarna merah dan dapat dimakan, bunga berwarna kuning. Tipe ini hampir
sama dengan penghasil serat (kenaf) yang banyak dibudidayakam di India Timur,
Nigeria, dan beberapa negara di Amerika (Anonim, 2006)
Tipe rosela yang lain yaitu Hibiscus sabdariffa var. sabdriffa lebih pendek,
seperti semak yang terbentuk dari bhagalpurienchi, intermedius, albus dan karet,
semuanya dapat berkembang biak dari bijinya. Varietas ini mempunyai kelopak
bunga yang berwarna merah cerah dan dapat dimakan, batangnya mempunyai
juga berserat serat dan kurang kuat (Anonim, 2006)
Division : magnoliophyta
Class : magnoliopsida
Order : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
7
daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 900 m di atas permukaan laut.
Rosella mulai berbungan pada umur 2-3 bulan, dan dapat di penen setelah
berumur 5-6 bulan.
Batang : tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai batang bulat,
tegak, berkayu dan berwarna merah. Tumbuh dari biji dengan ketinggian bisa
mencapai 3-5 meter
Akar : Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai akar tunggal
Daun : tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai daun tunggal
berbentuk bulat telur, bertulang menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan pangkal
berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Tangkai daun bulat berwarna
hijau dengan panjang 4-7 cm.
8
diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosela
berada dalam bentuk glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside,
delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols
terdiri dari gossypetin, hibiscetine, dan quercetia. Zat lain yang tak kalah penting
terkandung dalam rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang cukup
tinggi. Kandungan zat besi pada kelopak segar rosela dapat mencapai 8,98 mg/100
g, sedangkan pada daun rosela sebesar 5,4 mg/ 100 g. Selain itu, kelopak rosela
mengandung 1,12% protein, 12% serat kasar, 21,89 mg/ 100 g sodium, vitamin C,
dan vitamin A. Satu hal yang unik dari rosela adalah rasa masam pada kelopak
rosela yang menyegarkan, karena memiliki dua komponen senyawa asam yang
dominan yaitu asam sitrat dan asam malat.
Selain kelopak bunga dan daun, biji rosela kini juga banyak diteliti
kandungan gizinya. Kandungan lemak biji (fatty oil) rosela tergolong tinggi,
yaitu16,8% pada kondisi kering, sedangkan kandungan air pada biji 12,9%. Asam
lemak dominan yang terkandung pada biji rosela adalah asam palmitat dan asam
oleat, diikuti oleh asam linoleat. Kandungan sterol utama pada lemak rosela
adalah b-sitosterol mencapai 61,3%. Kandungan asam lemak dalam biji rosela
dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Ada sekitar 18 asam amino yang diperlukan tubuh terdapat dalam kelopak
bunga rosela, termasuk arginin dan lisin yang berperan dalam proses peremajaan
sel tubuh. Berikut disajikan jenis-jenis asam amino yang terkandung dalam
kelopak rosela dalam tabel 3 berikut:
9
2.2.4 Manfaat Rosela
Di Indonesia belum banyak masyarakat yang memanfaatkan tanaman
Rosela, sementara di negara lain, Rosela sudah banyak dimanfaatkan sejak lama.
Namun akhir – akhir ini minuman berbahan Rosela mulai banyak dikenal sebagai
9 minuman kesehatan.Bahan minuman dari Rosela yang berbentuk seperti teh
celup juga sudah dapat diperoleh di pasar swalayan (Maryani dan Kristiana,
2005). Di India barat dan tempat-tempat tropis lainnya, kelopak segar Rosela
digunakan untuk pewarna dan perasa dalam membuat anggur Rosela, jeli, sirup,
gelatin, minuman segar, pudding dan cake. Kelopak bunga Rosella yang berwarna
cantik dapat ditambahkan pada salat untuk mempercantik warnanya.Kelopak
bunga Rosela juga dapat dimasak sebagai pengganti kubis (Maryani dan Kristiana,
2005). Kelopak kering bisa dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, selai, es krim,
serbat, mentega, pai, says, tart dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada
pembuatan jelli rosela tidak perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki tekstur,
karena kelopak sudah mengandung pektin 3.19%. Bahkan di Pakistan, Rosela
direkomendasikan sebagai sumber pektin untuk industri pengawetan buah
(Anonim, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan adalah labu alas bulat, kondensor, pamanas, batang
pengaduk, rotary evaporator, waterbath, kertas saring, kertas whatman, corong
10
pisah, botol berwarna coklat, tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur, kaca arloji,
jarum, pipet, plat silica gel 60 F254, pipa kapiler, chamber, lampu UV 254 nm dan
lampu UV 366 nm, corong pisah.
3.2 Bahan
Bahan ekstrak adalah simplisia kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn.) yang sudah dikeringkan dan dihaluskan, etanol 70%, Ferric chloride
(FeCl3), gelatin 10%, n-butanol, asam asetat, air, n-heksan, etil asetat, silica gel
GF254, pereaksi semprot H2SO4 10%.
11
3.3.2.3 Skrinning senyawa tanin dan polifenol
Pemeriksaan Tanin dilakukan dengan cara simplisia diekstraksi dengan
etanol panas, selanjutnya dipanaskan dengan air diatas tangas air, kemudian
disaring panas-panas. Sebagian kecil filtrat diuji ulang dengan penambahan
larutan gelatin 10%. Terbentuknya endapan putih menunjukan bahwa dalam
simplisia terdapat tanin.Selain itu dapat diuji dengan menambahkan FeCl 3
sehingga terbentuk warna hijau-hitam yang menunjukan adanya fenolat (tanin).
12
3.3.3.1 Metode Refluks
Timbang simplisia kelopak bungan rosela sebanyak 30 gr lalu dimasukan
kedalam labu alas bulat bersama – sama dengan cairan penyari yaitu etanol 95%
sebanyak 200 ml. Lalu panaskan, uap – uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bulat. Menjadi molekul – molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju alas bulat. Demikian seterusnya berlangsung scear
berkesinambungan sampai penyarian sempurna. Pergantian perlarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan.
13
polar dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat akan memisahkan zat aktif yang larut
dalam pelarut semi polar, sedangkan fraksi air akan memisahkan zat aktif yang
larut dalam pelarut polar.
14
cara basah. Fase diam dalam Kromatografi Kolom (KK) yaitu silika gel. Pada
kolom di isi dengan gelas wol dan di tambahkan pasir pantai, lalu dimasukan
kolom yang sudah di supsensikan dengan ekstrak. Lalu ditambahkan sedikit pasir
pantai. Dibuat 10 perbandingan eluen yaitu terdiri dari n-butanol : etanol dengan
perbandingan 9 : 1, 8 : 2, 7 : 3, 6 : 4, 5 : 5, 4 : 6, 3 : 7, 2 : 8, 1 : 9, dan 0 : 10. Eluen
yang dimasukan kedalam kolom merupakan eluen dari polaritas rendah sampai
paling polar. Tampung fraksi dengan wadah (vial).
3.3.9 Pemurnian
Menggunakan KLT Preparatif untuk mendapatkan isolat murni. Fase
diam dari KLTP menggunakan silika gel GF254. Siapkan plat KLTP yang sudah
dibuat, Penotolan sampel dilakukan pada daerah bawah papan KLTP yang telah
diberi garis menyerupai pita dengan cara digaris. Masukan plat KLTP pada
chamber yang telah dijenuhkan, lalukan elusi dengan pelarut butanol: etanol 3:1.
Hentikan elusi bila pelarut telah mencapai batas. Plat KLTP diangkat dikeringkan
lalu untuk melihat noda bercak lebih jelas maka di deteksi melalui lampu UV 254
nm dan 366 nm dan diberi tanda. Kerok laipsan pada daerah yang diberi tanda.
Hasil kerokan dikumpulkan, masukan dalam erlenmeyer dan ditambah pelarut
15
metanol lalu disentrifuga dan di dekantasi. Silika gel tidak akan larut dalam
metanol. Hasil dari dekantasi filtrat diambil untuk di uji kemurnian.
BAB IV
16
Uji fitokimia atau skrining fitokimia terhadap kandungan senyawa
metabolit sekunder merupakan langkah awal dalam penelitian mengenai
tumbuhan obat. Adapun tujuan dilakukan skrining fitokimia yaitu sebagai berikut.
4.1.1 Alkaloid
Simplisia ditambah ammonia encer untuk membasakan simplisia dan
membentuk alkaloid bebas, lalu ditambah kloroform untuk menarik senyawa
alkaloid sehingga non polar, ditambah HCl 2 N untuk menarik senyawa alkaloid
yang ada di dalam kloroform. Umumnya alkaloid bersifat basa karena adanya
pasangan electron bebas pada atom nitrogennya (teori asam basa Lewis). Adanya
pasangan electron bebas ini menyebabkan alkaloid dapat membentuk kompleks
yang tidak larut dengan logam-logam berat misalnya pereaksi mayer (Kl dan
HgCl2), pereaksi dragendorf [KI dan Bi (NO3)3], dan pereaksi wagner (KI dan I2).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
1. Pereaksi Mayer
Pembuatan pereaksi mayer :
Reaksi alkaloid :
2. Pereaksi Dragendorf
Pembuatan pereaksi dragendorf :
17
Reaksi alkaloid :
3. Pereaksi Wagner
KI + I2 K+ + I3-
4.1.2 Flavonoid
Filtrat rosella ditambah campuran logam Mg, HCl 5 N dan amil alcohol.
Logam Mg berfungsi sebagai katalis sehingga mempercepat reaksi, HCl untuk
menghidrolisis sehingga ikatan gula pecah, dan amil alcohol untuk menarik
senyawa flavonoid sehingga memberikan warna merah sampai jingga (flavon)
atau merah tua (flavonol atau flavonon) atau hijau sampai biru (aglikon atau
glikosida). Rosela positif mengandung flavonoid jenis flavonol. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
Mg + 2HCl MgCl2 + H2
18
4.1.3 Saponin
4.1.4 Kuinon
Skrinning senyawa kuinon menggunakan uji Brontager yang didasarkan
pada kemampuannya membentuk garam berwarna antara hidrokuinon dengan
larutan alkali kuat (NaOH atau KOH). Rosela positif mengandung kuinon dimana
gugus keton pada hidrokuinon terionisasi oleh NaOH membentuk ikatan rangkap
terkonjugasi berwarna merah terang karena adanya garam alkali (kuinoid). Reaksi
uji Brontager :
O OH OH
NaOH
4.1.5 Steroid dan Triterpenoid
Skrining senyawa steroid dan triterpenoid menggunakan reagen
O OH ONa
Lieberman-Burchard. Reagen tersebut mengandung asam asetat anhidrat dan asam
sulfat pekat dalam etanol dingin. Asam asetat anhidrat membentuk turunan asetil
19
dari steroid yang larut di dalam kloroform atau eter sehingga steroid atau
triterpenoid memiliki kelarutan yang baik dalam kloroform atau eter. Kloroform
atau eter yang digunakan tidak mengandung molekul air karena adanya air dapat
merubah asam asetat anhidrat menjadi asam asetat sehingga asetil tidak terbentuk.
Adapun asam sulfat berfungsi untuk mengoksidasi asetil dari steroid atau
triterpenoid sehingga terbentuk warna hijau (steroid) dan ungu (terpenoid).
Golongan steroid dan terpenoid merupakan senyawa yang mirip karena tersusun
dari isopren.
20
4.1.7 Mono dan Seskuiterpenoid
Skrining senyawa mono dan seskuiterpenoid menggunakan pereaksi
anisaldehid asam sulfat atau vanillin sulfat. Rosela positif mengandung mono dan
seskuiterpenoid yang ditandai dengan terbentuknya warna-warna. Warna tersebut
disebabkan karena adanya ikatan sehingga membentuk kompleks.
1 Alkaloid
21
Dikocok Tinggi busa 1 cm
+ HCl Busa tidak menghilang
5 Mono dan
Seskuiterpen
+ Vanilin H2SO4 Terbentuk warna ungu, coklat +
6 Steroid dan
Triterpenoid
+ Lieberman Ungu (Triterpenoid), hijau (steroid) +
Bouchardat
7 Kuinon
Prinsip metode refluks adalah pelarut volatil yang akan menguap pada
suhu tinggi namun akan didinginkan pada kondensor sehingga pelarut yang
tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke
dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang
masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik
karena sifatnya reaktif.
22
Prinsip kerja refluks terjadi 4 proses yaitu proses heating, evaporating,
kondensasi dan cooling. Heating terjadi pada saat feed dipanaskan di labu dasar
bulat. Evaporating (penguapan) terjadi karena feed mencapai titik didih dan
berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut mesuk ke kondensor
dalam. Cooling terjadi di dalam ember/ wadah yang berisi air sehingga ketika kita
menghidupkan pompa/ keran air dingin akan mengalir dari bawah menuju
kondensor luar. Air tersebut harus dialirkan dari bawah kondensor bukan dari atas
agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air terisi penuh.
Kondensasi (pengembunan) terjadi di kondensor. Jadi terjadi perbedaan suhu
antara kondensor dalam yang berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisi
air dingin sehingga menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam
tersebut untuk menjadi liquid/ cairan kembali.
23
dipanaskan. Jika batu didih akan dimasukkan di tengah-tengah pamanasan maka
suhu cairan harus diturunkan terlebih dahulu. Sebaiknya batu didih tidak
digunakan secara berulang-ulang karena pori-pori dalam batu didih bisa
tersumbat zat-zat pengotor dalam cairan.
24
kecap. Ekstrak kental tersebut dilakukan pemeriksaan kualitas ekstrak yang
meliputi parameter kimia fisika seperti organoleptik, rendemen, bobot jenis, dan
pola dinamolisis. Uraiannya sebagai berikut:
25
masing-masing ekstrak memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Ketika
sumbu kertas saring diletakkan di lubang kertas walkman di atas cawan
petri yang berisi ekstrak maka terjadi proses difusi sirkular. Berdasarkan
percobaan, poal dinamolisis yang dimiliki oelh Rosella sabdariffa
menunjukan pola lingkaran dengan diameter 6 cm dan berwarna kuning
dan merah muda.
Ekstrak Rosella yang telah didapat dari proses metode refluks dan
evaporator selanjutnya dilakukan pemantauan ekstrak dengan cara metode KLT.
Alasan pemilihan KLT karena secara fisikokimia dapat memisahkan senyawa
target berupa tanin didalam Rosella.
26
molekul-molekul analit. Selain itu plat juga tidak boleh rusak agar warna pada
sampel dapat terpisah dengan baik. Setelah plat diaktivasi, selanjutnya plat diberi
tanda garis dan titik untuk proses penotolan dan elusi menggunakan penggaris dan
jarum tetapi jangan sampai terlalu dalam mengenai permukaan plat. Karena plat
yang dibuat berukuran 4 x 9 cm sehingga jarak dari bagian bawah 0,5 cm begitu
juga bagian atas sehingga proses elusi berlangsung hingga 8 cm.
Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan dipisahkan. Eluen
yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada plat naik sampai batas atas
plat(solven front) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu polar.
Sebaliknya jika noda yang ditotolkan pada plat sama sekali tidak bergerak berarti
eluen kurang polar. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka
sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Chamber yang digunakan berupa bejana kaca dengan dasar rata. Bagaian
dalam chamber diisi dengan kertas saring sampai seluruh dinding chamber
27
tertutup oleh kertas saring, tetapi bagian atas chamber tidak tertutup kertas saring
sekitar 2 sampai 3 cm. kemudian eluen yang digunakan dimasukkan kedalam
chamber sebanyak 5 mL untuk menjenuhkan chamber, chamber harus ditutup
dengan plat kaca sampai kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring tidak boleh
melebihi tinggigelas karena uapnya dapat keluar melalui kertas saring yang berada
diluar chamber, sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda tidak naik. Jika kertas
saring terlalu kecil maka chamber tidak akan jenuh semuanya, sehingga noda sulit
naik dan kurang berkembang.
Penjenuhan ini dilakukan karena ketika fase gerak mulai naik ke fase
diam sedapat mungkin tidak ada penghalang atau gangguan. Bila chamber tidak
jenuh maka didalam chamber masih terdapat udara denganuap eluen, maka cairan
eluen akan tertahan sehingga dapat menyebabkan pemisahahan tidak berjalan
dengan baik. Sedapat mungkin menggunakan chamber sekecil mungkin agar
kejenuhan dan homogenitas atmosfer dalam chamber lebih mudah dicapai.
28
Penotolan dilakukan berulang pada tempat yang sama dengan rentang
waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan waktu terlalu lebar dan
menghindari terjadinya tailing. Tailing terjadi sebagai akibat dari kesalahan
penotolan senyawa sehingga pita yang terbentuk berekor atau karena pengembang
tidak sesuai.
Jumlah
No Eluen Keterangan
noda
29
melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong kemudian didiamkan agar
pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian
dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.
30
Tabel 4.4 Ekstrak Cair – cair
1 Ekstrak 5 -
31
Tabel 4.5.1 Skrinning Fitokimia Hasil dari ECC
FeCl3 Gelatin 1 %
Pada KLT ini dilakukan dengan menotolkan fraksi air, etil asetat, dan n-
heksan yang berisi sejumlah komponen pada jarak 0,5 sampai 1 cm dari tepi plat.
Setelah penotolan maka bagian bawah plat dicelupkan dalam larutan fase gerak
atau pengembang (developing solution). Fase gerak yang digunakan adalah n-
butanol : asam asetat : etanol dengan nilai perbandingan 4 : 2 : 1.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka didapat tiga spot pada elusi
fraksi air dan dua spot pada elusi di fraksi etila asetat. Sedangkan pada fraksi n-
heksan tidak terbentuk spot. Hal ini disebabkan pengaruh kepolaran sampel
32
dengan pelarut sesuai konsep like dissolve like. Adapun nilai Rf fraksi air adalah
0,175; 0,275; dan 0,925. Nilai Rf pada fraksi etil asetat adalah 0,7 dan 0,875.
Maka berdasarkan literatur nilai Rf yang mendekati berada di fraksi etil asetat
yaitu 0,7.
1. Kromatografi Adsorbsi.
Komponen yang dipisahkan secara selektif teradsorpsi pada permukaan
adsorben.
2. Kromatografi Partisi
Analit mengalami partisi antara lapisan cairan fase diam (stasioner) dan
eluen sebagai fase gerak (mobile).
3. Kromatografi Siza Eksklusi
Solut dilewatkan kedalam adsorben berpori
33
Solut dengan ukuran kecil akan masuk ke dalam pori-pori
adsorben.
Solut dengan ukuran lebih besar dari pori-pori adsorben akan
terelusi lebih dulu.
4. Kromatografin Pertukaran Ion
Fase diam memiliki muatan tertentu, analit yang berbeda muatannya
akan tertahan dalam adsorben dan secara selektif akan terelusi oleh fase
gerak berupa dapar.
5. Kromatografi Afinitas
Banyak digunakan untuk memisahkan enzim-enzim.
Fase diam memiliki gugus khas (ligan) dengan afinitas tinggi
terhadap solut.
Solut yang bentuknya cocok dengan ligan akan tertahan di
adsorben (membentuk kompleks) dolut yang lain akan terelusi.
Kompleks yang terbentuk antara solut dengan ligan dielusi
ulang sehingga diperoleh solut yang diinginkan.
Kedalam KK ditmbahkan glass woll, pasir, silika gel, fraksi air yang
dicampur silika gel, dan eluen. Glass woll digunakan untuk menahan pasir dan
silika gel, pasir digunakan unutuk menjerap kotoran. Silika gel sebagai fase diam
untuk menjerap analit sedangkan eluen untuk membawa analit menuju vial yang
terletak dibawah kolom sebagai penampungan fraksi.
34
Bahan pengemasnya adalah suatu adsorben yaitu silika gel yang
kemudian dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam porsi fase gerak dan
dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan dibiarkan turun
sampai mencapai puncak permukaan hamparan.
Adapun cara penyiapan kolom yang digunakan pada praktikum ini adalah
cara basah agar meminimalkan reaksi terjadinya keretakkan fase diam akibat
kekeringan atau kurang ratanya fase gerak bila dibandingkan cara kering maupun
bubur atau lumpuran. Pada saat menuangkan fase diam ke corong maka serbuk
tersebut tidak boleh menempel pada dinding kolom dan tidak terbentuk rongga
agar pemisahan berjalan sempurna. Dari praktikum diperoleh 10 fraksi dengan
warna yang semakin encer (tidak pekat).
1. Slektivitas (α)
2. Kapasitas kolom (K1)
3. Resolusi (Rs)
4. Jumlah plat teori (N)
35
Nilai ≥1
Kapasitas kolom adalah ukuran interaksi suatu analit dengan fase diam.
Hal ini menunjukkan kemampuan kolom menampung analit maka semakin lama
analit berbeda dalam kolom akan semakin besar nilai kapasitasnya.
k1 =
Rs =
Perbandingan Eluen
Hasil Pengamatan Keterangan
N-butanol : etanol
9:1 Bening -
7:3 Kuning +
6:4 Bening -
5:5 Bening -
4:6 Bening -
3:7 Bening -
2:8 Bening -
36
1:9 Kuning +
0 : 10 Kuning +
1. Persiapan plat
2. Pembuatan eluen
3. Persiapan chamber
4. Penotolan dan pengembangan
Plat yang digunakan adalah silika gel Gf 254 lapis tipis atau penyangga
terdiri dari plat (kaca, aluminium, plastik) dan adsorben (silika gel, alumina,
selulosa, dll). Silika gel dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaanya
karena pada permukaannya terikat gugus gidroksil. Oleh karena itu silika gel
sifatnya sangat polar. Sebelum digunakan proses KLT, plat harus di keringkan
dulu di dalam oven agar plat bebas dari molekul-molekul air yang terikat. Jumlah
air yang terikat tersebut sangat berpengaruh pada pemisahan karena air terikat
sangat kuat pada adsorben sehigga menghambat terjadinya kesetimbangan dengan
molekul-molekul analit. Selain itu plat juga tidak boleh rusak agar warna pada
sampel dapat terpisah dengan baik. Setelah plat diaktivasi di dalam oven plat di
37
ambil dengan menggunakan pinset dan meletakkannya di atas kaca yang
sebelumnya telah di bersihkan dengan alkohol. Alasan menggunakan pinset
karena lebih efektif dari pada menggunakan tangan langsung karena,
dikhawatirkan tangan berkeringat sehingga dapat menambahkan jumlah air pada
plat. Selanjutnya plat diberi tanda garis dan titik untuk proses penotolan dan elusi.
Pada pemilihan eluen tergantung dari jenis analit yang akan dipisahkan.
Eluen yang menyebabakan seluruh noda yang ditotolkan pada plat naik sampai
batas atas plat (solvent Fron) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu
polar. Sebaliknya jika noda yang ditotolkan pada palt sama sekali tidak bergerak
berarti eluen kurang polar. Semakin dekat kepolaran antara sampel dan eluen
maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Dari proses elusi tersebut tidak terlihat adanya spot secara kasat mata
sehingga perlu di deteksi di lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Maka diperoleh
nada yang terlihat. Pada lampu UV 254 nm noda terlihat karena adanya daya
interkasi anatara sinar uv dengan indikator flourosensi seperti timah kadminum
sulfida yang terdapat pada lempeng dimana lempeng berflourosensi sedangkan
38
sampel tampak gelap. Pada lampu uv 366 nm noda berflourosensi sedangkan
lempeng berwarna gelap. Penampakan noda terjadi karena adanya daya interkasi
antara sinar uv dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang ada pada
noda tersebut.
4.8 Pemurnian
KLT Preparatif digunakan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram,
namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. Seperti halnya
KLT secara umum, KLT preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Fase
diam berupa plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-
100 mg dapat dipisahkan dengan menggunakan KLT preparatif dengan adsorben
silica gel atau alumunium oksida dengan ukuran 20 × 20 cm dan tebal 1 mm. Jika
tebalnya diduakalikan maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah
50%. Seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT
preparatif adalah silica gel. Adapun fase gerak atau eluen yang digunakan
disesuaikan dengan senyawa target yang akan diambil.
Pada percobaan kali ini digunakan fase diam berupa silica gel GF254 dan
fase gerak berupa n-butanol dan etanol dengan perbandingan 3:1. Sebelum
digunakan proses KLT, plat dikeringkan dulu di dalam oven untuk mengaktivasi
agar plat bebas dari molekul-molekul air yang terikat karena silica gel terdiri atas
gugus hidroksil sehingga mampu mebentuk ikatan hidrogen. Jumlah air yang
terikat tersebut sangat berpengaruh pada pemisahan karena air terikat sangat kuat
pada adsorben sehingga menghambat terjadinya keseimbangan dengan molekul-
39
molekul analit. Eluen n-butanol dan etanol dimasukkan ke dalam chamber dan
dijenuhkan selama 1 jam sebelum dilakukan elusi. Penjenuhan tersebut dilakukan
karena ketika fase gerak mulai naik ke fase diam sedapat mungkin tidak ada
penghalang atau gangguan. Jika chamber tidak jenuh maka di dalam chamber
masih terdapat udara dengan uap eluen, maka aliran eluen akan tertahan sehingga
menyebabkan pemisahan tidak berjalan dengan baik. Digunakan eluen n-butanol
dan etanol dengan perbandinga 3:1 karena paling cocok untuk menarik senyawa
tanin sesuai pada pemantaun KLT sebelumnya dan memiliki nilai Rf yang
mendekati tanin. Adapun fraksi yang digunakan adalah fraksi dengan
perbandingan 8:2, 7:3, 1:9, dan 0:10.
Sebelum ditotolkan pada plat KLT preparatif, fraksi tersebut
dicampurkan dalam vial dan dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit pelarut.
Karena senyawa target tanin mudah larut dan tertarik dalam pelarut etanol maka
digunakanlah pelarut etanol. Pelarut etanol baik digunakan karena mudah
menguap sehingga kemungkinan tidak terjadi pelebaran pita. Sedangkan jika
pelarut yang digunakan tidak mudah menguap maka akan terjadi pelabaran pita.
Konsentrasi sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus
berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga
tergantung pada lebarnya pita.
Setelah plat KLT preparatif dielusi, pita yang kedudukannya telah
diketahui dikerok dari plat. Pita yang seharunya diambil pada saat proses KLT
preparatif yaitu:
1. Pita yang memiliki warna dominan
2. Pita yang memiliki nilai Rf yang mendekati nilai literatur tanin yaitu 0,67
3. Diusahakan mengambil pita yang tidak ada tailingnya
Cara mengerok pita adalah dengan menggunakan ujung spatel pada pita
yang telah diberi tanda. Selanjutnya hasil kerokan yang mengandung senyawa
target dan silica gel diekstraksi dari adsorben dengan pelarut PA etanol 5:1 (5 mL
etanol untuk 1 gram adsorben). Makin lama senyawa kontak dengan adsorben
maka makin besar kemungkinan senyawa tersebut mengalami peruraian.
40
sentrat. Filtrat yang mengandung senyawa target tanin sedangkan sentrat
mengandung adsorben. Sehingga diperolehlah senyawa murni target.
Perlakuan Hasil
S eluen 7 cm 8 cm
41
Nilai Rf 0,614 cm 0,77 cm
Proses elusi pada KLT dua dimensi bertujuan untuk memperpanjang jarak
lintasan noda. Dua system fase gerak yang berbeda kepolarannya dapat digunakan
secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit
yang tingkat kepolarannya hampir sama.
Berdasarkan hasil percobaan nilai Rf senyawa tanin sebesar 0,6 cm. Hal ini
berdekatan dengan nilai Rf standar yaitu 0,67 cm.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
1. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) positif mengandung senyawa target
yaitu tanin;
2. Senyawa tanin memiliki nilai Rf sebesar 0,6 cm yang mendekati nilai Rf
standar sebesar 0,67 cm.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kami merekomendasikan saran
sebagai berikut.
1. Sebaiknya senyawa target yang telah diperoleh diidentifikasi dengan
spektroskopi menggunakan spektrofotometer UV-Vis, IR, NMR, dan MS
supaya lebih baik;
2. Persediaan alat harus lebih banyak agar tidak terjadi antrian saat
menggunakan alat.
43
DAFTAR PUSTAKA
44