Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai suatu usaha dalam mempersiapkan generasi yang lebih baik
dan dapat beperan dalam kehidupan beragama, bernegara dan berbangsa. Peranan
pendidikan yang cukup berat tersebut berimplikasi kepada tuntutan pendidikan yang
semakin diharapkan berkualitas serta dituntut untuk membentuk karakteristik bangsa yang
intelek, maju dalam segala bidang, membentuk perilaku, etika dan moral yang baik
sehingga dapat menjadi bekal dalam menghadapi era globalisasi yang kompetitif.
A. Tafsir (2004:6) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha meningkatkan diri
dalam segala aspeknya. Menurut pendapat tersebut, pendidikan seharusnya dapat
meningkatkan segala aspek dan potensi peserta didik melalui proses pendidikan yang
efektif. Proses pendidikan secara operasional diistilahkan dengan pembelajaran. Kegiatan
belajar mengajar merupakan suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh pendidik
agar terjadi interakasi edukatif antara pendidik dengan peserta didik, dan peserta didik
dengan peserta didik yang lainnya serta memanfaatkan medium secara optimal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.( Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002 :
43)
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya
menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan
keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang
bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan,
hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
lokal, nasional, regional maupun global.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku
terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan
masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan
Agama Islam.
Mata pelajaran PAI dalam aspek Al-Qur'an-Hadis di SMP ini merupakan
kelanjutan dan kesinambungan dengan mata pelajaran PAI aspek Al-Qur'an-Hadis pada
jenjang SD/MI, terutama pada penekanan kemampuan membaca al-Qur'an, pemahaman
surat-surat pendek, dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan mata pelajaran PAI aspek Al-Qur'an-Hadis adalah:
a. Meningkatkan kecintaan siswa terhadap al-Qur'an dan hadis.
b. Membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis
sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.
c. Meningkatkan kekhusyukan siswa dalam beribadah terlebih salat, dengan
menerapkan hukum bacaan tajwid serta isi kandungan surat/ayat dalam
Dalam latar belakang penyusunan kurikulum PAI, termasuk di dalamnya aspek al-
Qur’an Hadits di SMP diakui bahwa:

1
1. PAI melalui berbagai institusi dan media belum mencapai hasil yang diharapkan.
Berbagai tindakan negatif, penyimpangan dan kejahatan masih mewarnai kehidupan
bangsa, yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat,
2. PAI belum sepenuhnya berfungsi,
3. PAI masih menjadi sesuatu yang formal (formalisme?)
4. Keberagamaan belum berkorelasi dengan perilaku sosial, (belum kaaffah?)
5. Indonesia bukan hanya tertinggal dalam Iptek tetapi juga agama dan moralitas, yang
merupakan hambatan bagi pembangunan
Padahal di sisi lain diakui bahwa PAI merupakan mata pelajaran yang berorientasi
kepada perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lulusan dalam hal : 1)
Hubungan manusia dengan Allah SWT, 2). Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, 3).
Hubungan manusia dengan sesama manusia dan 4). Hubungan manusia dengan mahluk
lain dan lingkungannya
Mata pelajaran PAI aspek al-Qur’an Hadits di SMP bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menguasai dan memahami
pembacaan surat al-Fatihah dan surat-urat pendek pilihan agar dapat mendukung terhadap
pelaksanaan ibadah mahdlah, terutama dalam ayat atau surat yang dibacakan dalam shalat
wajib atau sunnat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemampuan membaca al-
Qur’an siswa bagi siswa SMP sangat dibutuhkan dan perlu menjadi perhatian
pembelajaran al-Qur’an Hadits di SMP.
Kemampuan membaca al-Qur’an pada kelas VIII SMP merupakan salah satu
Kompetensi Dasar yang dipersyaratkan untuk dikuasai oleh siswa, namun kenyataannya
bahwa mayoritas (70%) dari 27 siswa kelas VIII B tersebut masih rendah kemampuan
membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah (tajwid dan mahurij al-hurufnya). Selain itu juga
motivasi siswa dalam membaca al-Qur’an masih rendah.
Selama ini pembelajaran al-Qur’an telah memakai cara tadarus secara klasikal,
yaitu sama-sama membaca al-Qur’an secara pelan atau lambat, tapi kaidah membaca
terutama tajwidnya belum sepenuhnya dapat diterapkan dalam pembacaan al-Qur’an
tersebut. Untuk itu akan dicoba penerapan metode tartila sebagai salah satu metode
pembacaan al-Qur’an agar kemampuan membaca al-Qur’an siswa kelas VIII B SMPN 1
Dawuan meningkat. Karena metode ini menyajikan cara membaca al-Qur’an dengan
berbagai langkah atau tahapan yang dapat menigkatkan kemampuan membaca al-Qur’an
sesuai dengan tajwid dan makharij al-huruf yang ditentukan.
Namun di lapangan masih banyak kemampuan membaca al-Qur’an Siswa di MIN Kuta
Panjang masih rendah. Untuk itu penulis mencoba mengadakan penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan judul karya tulis/penelitian berjudul:” PENINGKATAN KEMAMPUAN
MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MATA PELAJARAN AL- QURAN HADIS
MELALUI METODE TARTILAA DI KELAS V MIN KUTAPANJANG GAYO LUES

2
B. Identifikasi Masalah
Dari Latar belakang di atas, maka dapat penulis identifikasi permasalahan yang
akan sering muncul dalam pembelajaran PAI aspek Al-Qur’an Hadits di SMPN 1 Dawuan,
yaitu;
1. Motivasi dan minat belajar siswa rendah. Sebab mata pelajaran PAI dianggap mata
pelajaran yang kurang menarik.
2. Kemampuan membaca Al-Qur,an Siswa masih rendah (kurang sesuai dengan tajwid
dan makhrul al-khurufnya). Sebab kenbanyakkan siswa berasal dari SD
3. Kondisi Pembelajaran kurang kondusif
4. Siswa tidak dapat belajar mandiri, padahal telah diberikan LKS dan buku tuntunan
5. Interaksi antara guru dan siswa serta siswa dan siswa masih kurang/rendah.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagi berikut;
1. Apakah pengunaan Metode Tartila dalam Mata Pelajaran AL-Qur’an Hadits di Kelas
V MIN KUTAPANJANG dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
2. Apakah pengunaan Metode Tartila dalam Mata Pelajaran PAI aspek Al-Qur’an Hadits
di Kelas V MIN KUTAPANJANG dapat meningkatkan Kemampuan Membaca al-
Qur’an siswa?
Perlu dijelaskan pemilihan perumusan masalah pada Penelitian Tindakan Kelas
berbeda dengan perumusan masalah pada penelitian pada umumnya, pada PTK perumusan
masalah meliputi kepada dua hal, yaitu pada proses dan hasil. Pada rumusan di atas
rumusan masalah prosesnya adalah motivasi belajar dan hasilnya adalah kemampuan
membaca al-Qur’an siswa.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui;
1. Peningkatan motivasi belajar siswa dalam Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di Kelas V
MIN KUTAPANJANG dengan menggunakan Metode Tartila
2. Kemampuan Membaca al-Qur’an siswa dalam Mata Pelajaran PAI aspek Al-Qur’an
Hadits di Kelas VII B SMPN 1 dengan menggunakan Metode Tartila
D. Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dapat memberika manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
teori metode tartila dalam pembacaan al-Qur’an. Sedangkan secara praktis dapat
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an bagi siswa. Bagi guru
dapat meningkatkan mutu pembelajaran dalam pencapai KKM. Sedangkan bagi sekolah
penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kela yang
berimplikasi kepada lulusan yang kompeten serta motivasi bagi guru lainnya untuk
mengadakan penelitian dalam mata pelajaran lainnya.
E. Kerangka Berpikir

3
Siswa pada kondisi awal rendah motivasi dan kemampuan membaca al-Qur’annya,
kemudian diberikan tindakan dengan memakai metode tartila sebanyak dua siklus dan
diharapkan setelah siklus kedua dilaksanakan siswa menjadi meningkat motivasi dan
kemampuan membacanya.
Metode ini diprediksi akan dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan

membaca al-Qur’an siswa dikarenakan karakteristik metode ini yang memperbaiki bacaan

dan dilaksanakan dengan praktek langsung atau demonstrasi.

Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat

tergambar sebagaimana bagan berikut ini

KONDISI Guru belum Siswa motivasi


AWAL menggunakan dan Kemampuan
Metode Tartila membaca al-
Qur’annya rendah

SIKLUS I:
TINDAKAN Guru Dasar-dasar Tahsin
menggunakan dan Pengucapan
Metode Tartila Huruf Hijaiyah

SIKLUS II:
Motivasi dan Penyempurnaan
KONDISI Kemampuan
AKHIR Bacaan dan
membaca al- Pembacaan istilah-
Qur’annya istilah dalam al-
Meningkat Qur’an

F. Metode/Prosedur Penelitian
1. Setting penelitian (obyek, lokasi, waktu penelitian, sasaran/perubahan yang
diharapkan).
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan kepada 27 orang siswa Kelas VIII
B SMPN 1 Dawuan pada mata pelajaran PAI aspek al-Qur’an Hadits pokok bahasan
menimbun harta terutama semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan harapan
motivasi dan kemampuan membaca al-Qur’an siswa dapat meningkat.
2. Prosedur penelitian (jumlah siklus, jumlah pertemuan tiap siklus, uraikan
tahapan tiap siklus)
Jumlah siklus yang akan dilaksanakan berjumlah 2 siklus, masing-masing
siklus terdiri dari 3 petemuan, dengan rincian sebagai berikut;
a. Siklus Pertama
1) Perencanaan. Yaitu membuat perencanaan tindakan yang akan dilaksanan
diantaranya menyiapkan RPP, media pembelajaran. Instrumen Test, Lembaran
Pengamatan, Juga pemberiaan teori/tugas untuk dibaca/dipahami dulu di rumah
(drill), dll)

4
2) Pelaksanaan (Tindakan).Yaitu melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan metode tartila untuk mengurangi kesalahan dalam membaca al-
Qur’an dengan langkah-langkah sebagai berikut;
a) Mempersiapkan media pembelajaran, yaitu karton yang berisi tulisan al-
Qur’an surat al-Humazah dan al-Takatsur.
b) Membuka pembelajaran (Mengucapkan Salam, Berdo’a, Absensi,
Apersepsi dan motivasi
c) Membaca al-Qur’an surat al-Humazah secara klasikal dengan metode
tadarus (sebagai pretest).
d) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap
siswa dicoba untuk membaca) kaidah pertama, yaitu menghindari kesalahan
dalam membaca Mad Ashli terlalu panjang
e) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap
siswa dicoba untuk membaca) kaidah kedua yaitu menahan suara ketika
membaca gunnah atau ketika membaca ikhfa, idhgham dan iklab dalam
hukum nun mati atau tanwin.
f) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap
siswa dicoba untuk membaca) kaidah ketiga yaitu membaca vokal
sempurna
g) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap
siswa dicoba untuk membaca) Kaidah keempat, yaitu membaca dengan
suara mengalir dengan lembut ketika membaca huruf sukun
3) Observasi
Pada observasi menyiapkan berbagai instrumen (terutama lembar
pengamatan) tentang hasil yang diharapkan yaitu peningkatan motivasi dan
kemampuan membaca al-Qur’an siswa.
4) Refleksi (Evaluasi). Hasil pengamatan dianalisis kekurangannya untuk
disempurnakan untuk pada siklus yang kedua.
b. Siklus Kedua
1) Perencanaan. Yaitu membuat perencanaan tindakan yang akan dilaksanan
diantaranya menyiapkan RPP, media pembelajaran. Instrumen Test, Lembaran
Pengamatan, Juga pemberiaan teori/tugas untuk dibaca/dipahami dulu di rumah
(drill), dll)
2) Pelaksanaan (Tindakan).Yaitu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
metode tartila untuk mengurangi kesalahan dalam membaca al-Qur’an dengan
langkah-langkah sebagai berikut;
a) Mempersiapkan media pembelajaran, yaitu karton yang berisi tulisan al-Qur’an
surat al-Humazah dan al-Takatsur.
b) Membuka pembelajaran (Mengucapkan Salam, Berdo’a, Absensi, Apersepsi
dan motivasi
c) Membaca al-Qur’an surat al-Humazah secara klasikal dengan metode tartila
dengan dua marhalah di atas

5
d) Membaca al-Qur’an dengan penyempurnaan penerapan (praktek secara
langsung/setiap siswa dicoba untuk membaca) penyempurnaan bacaan mad.
e) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) kaidah kedua yaitu ikhfa, idhgham dan iklab dalam
hukum nun mati atau tanwin.
f) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) kaidah ketiga yaitu membaca hukum mim mati
g) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) Kaidah keempat, yaitu membaca idgham
h) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) Kaidahhamzah qatha’ dan hamzah washal
i) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) Kaidah tafhim, tarqiq dan taghliz
j) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) Kaidah wakaf, saktah dan qatha’
k) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) bacaan ayat-ayat gharibah.
3) Observasi
Pada observasi menyiapkan berbagai instrumen (terutama lembar
pengamatan) tentang hasil yang diharapkan yaitu peningkatan motivasi dan
kemampuan membaca al-Qur’an siswa.
4) Refleksi (Evaluasi). Hasil pengamatan dianalisis kerurangannya untuk
disempurnakan dan direkomendasikan untuk penelitian berikutnya tentang masalah
yang sama pada Penelitian Tindakan Kelas berikutnya.
3. Pengumpulan data (jenis data dan instrumen yg digunakan).
Data yang akan dikumpulkan adalah tentang motivasi dan kemampuan siswa
dalam membaca al-qur’an dengan menggunakan instrument melalui lembar pengamatan
dan hasil test secara lisan (sebagaimana terlampir).
4. Analisis data (kriteria yang digunakan untuk tiap variabel/aspek yg diteliti)
Analisis data yang dilakukan adalah dengan menetapkan indikator motivasi
(seperti perhatian, keaktifan, semangat, frekwensi kegiatan) dan kemampuan
peningkatan kemampuan membaca siswa disesuaikan dengan kaidah yang telah
ditetapkan.
5. Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian Tindakan Kelas ini yang diajukan adalah
apabila motivasi dan kemampuan membaca al-Qur’an siswa terutama dalam pembacaan
surat al-Takatsur dan al-Humazan dapat meningkat
6. Analisis Data
Data dalam PTK ini ada dua data, yaitu Kuantitatif dan Kualitatif. Untuk Data
kuantitatif seperti nilai kemampuan membaca al-Qur’an siswa akan dianalisis dengan
statistik deskriptif. Sebagaimana diungkapkan (Suharsimi Arikunto, dkk., 2008:131)
bahwa dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) analisis data menggunakan analisi stratistik

6
deskriptif untuk data kuantitatif meliputi menjumlahkan, merata-rata, mencari titik tengah,
mencari persentase, dan menyajikan data yang menarik, mudah dibaca dan diikuti alur
berpikirnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam penulisan karya ilmiah ini direncanakan meliputi
empat bab, yaitu; Bab I berisi tentang Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, kerangka berpikir, langkah-langkah
penulisan dan sistematika pembahasan. Pada Bab II tentang kajian teoritis dan Kebijakan
tentang kemampuan membaca al-Qur’an dan Metode Tartilaa dalam pembacaan Al-
Qur’an.
Sedangkan Bab III tentang Hasil Penelitian, yaitu mendeskripsikan dan
menarasikan tentang motivasi belaja siswa dan peningkatan kemampuan membaca a-
Qur’an Siswa. Sedangkan Bab IV pembahasan meliputi kondisi objektif Kelas VIII B
SMPN 1 Dawuan, Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran al-Qur’an Hadits dan
Penngkatan kemampuan membaca al-Qur’an Siswa kelas VIII B SMPN 1 Dawuan. Dan
Bab V tentang penutup yang berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran PAI Aspek Al-Qur’an Hadits di SMP.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Surya, 2003:11). Pengertian di
atas lebih menekankan kepada perilaku atau unsur sikap. Namun perilaku itu luas dapat
berarti segala hal yang berhubungan dengan perubahan yang dialami oleh peserta didik.
Karena perilaku lahir melalui proses yang panjang termasuk proses pemikiran dan
selektifitasnya terhadap beberapa tindakan atau perilaku yang akan dilakukannya sampai
dengan lahir perilaku yang dipilihnya untuk dilakukannya.
Untuk memperjelaskan hal di atas perlu dipahami beberapa prinsip yang menjadi
landasan pemikiran di atas, sebagaimana yang dijelaskan Surya (2003:11-18), yaitu:
Pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan
perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan
berubah periakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku adalah hasil pembelajaran.
Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perubahan yang disadari, artinya individu yang melakukan proses pembelajaran
menyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya telah
bertambah, ia lebih yakin terhadap dirinya, dsb. Jadi, orang yang berubah
perilakunya karena mabuk, tidak temasuk dalam pengertian perubahan karena
pebelajaran, karena yang bersangkutan tidak menyadri apa yang terjadi dalam
dirinya.
b. Perubahan yang bersifat kontinu (berkesinambungan). Perubahan perilaku sebagai
hasil pembelajaran akan berlangsung secara berkesinambungan, artinya suatu

7
perubahan yang telah terjadi, meyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain.
Misalnya seorang anak yang telah beajar membaca, ia akan berubah perilakunya
dari tidak dapat membaca jadi dapat membaca. Kecakapannya dalam membaca
menyebaban ia dapat membaca lebih baik lagi dan dapat belajar yang lain,
sehingga ia dapat memperoleh perubahan perilaku hal pembelajaran yang lebih
banyak dan lebih luas.
c. Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan yang diperoleh sebagai hasil
pembelajaran memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan. Misalnya
kecakapan dalam berbicara dalam bahasa inggris memberikan manfaat untuk belaja
hal-hal yang lebih luas.
d. Perubahan yang bersifat positif, artinya adanya pertambahan perubahan dalam diri
individu. Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah sehingga berbeda dengan
keadaan sebelumnya. Orang yang telah belajar akan merasakan ada sesuatu yang
lebih banyak, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang luas dalam dirinya. Misalnya
ilmunya menjadi lebih banyak, prestasinya meningkat, kecakapannya menjadi lebih
baik, dsb.
e. Perubahan yang bersifat aktif, artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya
aka tetapi melalui aktivitas individu. Perubahan yang terjadi karena kematangan,
bukan hasil pembelajaran karena terjadi dengan sendirinya sesuai dengan tahapan-
tahapan perkembangannya. Dalam kematangan, perubahan itu akan terjadi dengan
sendirinya meskipun tidak ada usaha pembelajaran. Misalnya kalau seseorang anak
sudah sampai pada usia tertentu akan dengan sendirinya dapat berjalan meskipun
belum belajar.
f. Perubahan yang bersifat permanen (menetap), artinya perubahan yang terjadi
sebagai hasil pembelajaran akan berada secara kekal dalam diri individu, setidak-
tidaknya untuk masa tertentu. Ini berarti bahwa perubahan yang bersifat sementara
seperti sakit, keluar air mata karena menangis, berkeringat, mabuk, bersin, dsb.
Adalah bukan perubahan sebagai hasil pembelajaran karena bersifat sementara
saja. Sedangkan kecakapan kemahiran menulis misalnya adalah perubahaan hasil
pembelajaran karena bersifat menetap dan berkembang terus.
g. Perubahan yang bertujuan dan terarah, artinya perubahan itu terjadi karena ada
sesuatu yang akan dicapai. Dalam proses pembelajaran, semua aktivitas terarah
kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Misalnya seorang individu belajar bahasa
Inggris dengan tujuan agar ia dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan dapat
mengkaji bacaan-bacaan yang ditulis dalam bahasa Inggris. Semua aktivitas
pembelajarannya terarah kepada tujuan itu, sehingga perubahan-perubahan yang
terjadi akan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Kedua, hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran
adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja.
Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif, afektif atau
motorik. Misalnya kalau seorang siswa disebut telah mengalami pembelajaran dalam

8
musik, maka siswa itu berubah dalam hal pemahamannya tentang musik, alat-alat musik,
memiliki kemampuan dalam memainkan alat-alat musik, mempunyai keinginan untuk
bermain musik dengan baik, dsb. Pembelajaran yang hanya mengasilkan perubahan satu
atau dua aspek perilaku saja, disebut sebagai pembelajaran sebahagian (partial learning)
dan bukan pembelajaran lengkap (complete leaning).
Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung
makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Di
dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.
Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melainkan
merupakan suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan.
Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya.
Jadi, selama proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam
berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu
pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku secara aktif.
Keempat, proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan
ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas
pembelajaran itu terjadi karena ada sesuatu yang mendorong dan sesuatu yang ingin
dicapai. Hal yang mendorong adalah karena adanya kebutuhan yang harus diusahakan, dan
adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran akan terjadi
apabia individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang
dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencpai tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa
adanya dorongan dan tujuan.
Kelima, pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Pembelajaran
merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga banyak memberikan
pengalaman dari situasi nyata. Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada
dasarnya merupakan pengalaman. Hal ini berarti bahwa selama individu dalam proses
pembelajaran hendaknya tercipta suatu situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga
emberikan pengalaman yang berarti.
Di atas telah dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses perubahan
perilaku. Pengertian ini mempunyai keterkaitan dengan pengertian lain yang juga
menggambarkan adanya perubahan perilaku. Arinya perubahan perilaku sebagai suatu
proses banyak berhubungan atau bekaitan dengan hal lainnya sehingga perilaku itu terjadi.
Surya (2003:11) mengemukakan beberapa hubungan belajar dengan hal lainnya dalam
pespektif psikologis, yaitu;
a. Belajar dan pertumbuhan, perkembangan, kematangan
Dalam proses pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan akan terjadi
perubahan perilaku. Akan tetapi perubahan yang terjadi dalam ketiga pengetian itu tidak
tergolong sebagai perubahan dalam arti pembelajaran. Perubahan yang terjadi dalam
pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan akan terjadi dengan sendirinya karena
dorongan dari dalam secara naluriah. Proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif

9
apabila ada persesuaian dengan proses pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan. Dan
sebaliknya proses pertumbuhan dan perkembangan akan berlangsung dengan baik apabila
disertai dengan pembelajaran.
b. Pembelajaran dan menghafal
Antara pembelajaran dan menghafal terdapat keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada menghafal. Dalam
menghafal, perubahan perilakunya hanya terbatas dalam penyimpanan dan pengeluaran
informasi dalam kesadaran (otak), sedangkan dalam belajar perubahan perilakunya
mencakup keseluruhan. Menghafal hanya salah satu aspek saja dari perilaku kognitif, dan
belum mencakup perilaku lainnya. Orang yang hafal tentang sesuatu belum tentu
memahaminya, atau ckap malakukannya. Akan tetapi proses pembelajaran akan
berlangsung dengan efektif apabila disertai dengan aktivitas menghafal.
c. Pembelajaran dan latihan
Pembelajaran mempunyai keterkaitan dengan latihan meskipun tidak identik.
Dalam pembelajaran dan dalam latihan akan terjadi perubahan perilaku. Aspek perilaku
yang berubah karena latihan, adalah perubahan dalam bentuk skill atau keterampilan.
Pembelajaran akan lebih berhasil apabila disertai dengan latihan-latihan yang teratur dan
terarah.
d. Pembelajaran dan studi
Dalam aktivitas studi, perubahan perilaku yang terjadi adalah dalam aspek
pengetahuan (knowledge) dan pemahaman (understanding). Jadi, aktivitas studi
merupakan sebagian dari aktivitas pembelajaran secara keseluruhan. Aktivitas studi
merupakan dasar dalam aktivitas pembelajaran secara keseluruhan.
e. Pembelajaran dan berfikir
Berfikir adalah merupakan suatu proses kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi.
Dalam berfikir, individu akan menggunakan berbagai informasi yang dimilikinya untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk dapat berfikir secara efektif, seseorang
harus menguasai sejumlah informasi (fakta, konsep, generalisasi, prinsip, teori, dsb) untuk
dijadikan sebagai dasar dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Informasi yang
dimiliki seseorang diperoleh melalui proses pembelajaran. Ini berarti bahwa terdapat
keterkaitan antara proses berpikir dengan pembelajaran. Pembelajaran yang efektif
(terutama pembelajaran pemecahan masalah) sangat memerlukan keterampilan berpikir.
Dan untuk berpikir diperlukan hasil-hasil pembelajaran. Berpikir itu sendiri sebenarnya
merupakan proses pembelajaran. Orang tidak mungkin berpikir tanpa belajar, dan tidak
mungkin belajar tanpa berpikir.
Uraian di atas juga sejalan dengan pengertian Mansur (1995:9) yang
mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku baik yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
organisasi atau pribadi. Kegiatan belajar-mengajar seperti mengorganisasi pengalaman
belajar, mengolah kegiatan belajar-mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya
termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.

10
Penjelasan di atas mempertegas bahwa pembelajaran dapat berlangsung secara
multi aspek, baik tujuan, metode, media/sumber/bahan dan yang lainnya. Dengan
demikian dalam pembelajaran dimungkinkan akan terjadinya interaksi edukatif secara
maksimal. Interaksi edukatif secara maksimal juga tergantung kepada kemampuan dan
keterampilan pendidik dalam mengelola kelas/pembelajaran.
Menurut Dunkin seperti yang dikutip oleh Wina Sanjaya ( 2006:51 ) ada sejumlah
aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor
guru/pendidik, yaitu teacher formative axperience, teacher training experience, dan
teacher properties.
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman
hidup guru/pendidik yang menjadi latar belakag sosial mereka. Yang termasuk ke dalam
aspek ini diantaranya meliputi tempat asal kelahiran guru, latar belakang budaya, dan adat
istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru/ pendidik itu
berasal dari keluarga yang tergolong mampu atau tidak, apakan mereka berasal dari
keluarga harmonis atau bukan.
Teacher training experience, meliputi pemgalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru/ pendidik misalnya
pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain
sebagainya.
Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang
dimiliki guru/ pendidik, misalnya sikap guru/ pendidik terhadap profesinya, sikap guru/
pendidik terhadap siswa, kemampuan atau inteligensi guru/ pendidik, motivasi dan
kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di
dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan
proses/kegiatan transfer sekaligus pengembangan pengetahuan dan nilai-nilai secara
terarah, terencana dan sistematis menggunakan berbagai metode dan media untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam proses pembelajaran, interaksi yang dilaksanakan
antara pendidik ( guru, dosen, widyaiswara atau sebutan lainnya) selain terjadi proses
transfer pengetahuan dan nilai, tak jarang proses pembelajaran menjadi sebuah proses
pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara kreatif dan inovatif.
Pentingnya pembelajaran dapat dilihat dari Firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat
1-5, yaitu;

   


    
   
   
   
   
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

11
Dengan demikian jelaslah bahwa proses pembelajaran harus berlngsung secara
inovatif menggunakan metode ilmiah didalanya. Selain itu dalam pembelajaran PAI peru
juga integrasi materi. Materi PAI yang terdiri dari aspek Al-Qur’an Hadits, Akidah,
Akhlak, Fiqh/Ibadah dan Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai karakteristik masing-
masing tapi saling melengkapi. Untuk itu dengan pendekatan tematik memungkinkan
pengintegrasian materi pelajaran PAI tersebut dengan sendirinya terintegrasi.
Pengintegrasian aspek-aspek dalam materi mata pelajaran PAI sesuai dengan
Firman Allah 2:208, yaitu:

  


    
   
   
” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan

janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang

nyata bagimu.”

Selain harus kaffah, pembelajaran itu juga harus mengembagkan seluruh potensi

siswa. Potensi siswa yang perlu dikembangkan ada pada kekuatan pendengaran (sam’a),

penglihatan (abshar) dan pikiran/perenungan/hati (af-idah). Hal ini sesuai dengan Firman

Allah dalam Surat al-Nahl ayat 78, yaitu:

   


   
  
  
  
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu

bersyukur”.

Dengan ayat tersebut jelaslah bahwa pembelajaran harus integral (kaffah) dan juga
mengembangkan seluruh potensi siswa. Dalam pembelajaran PAI bila memperhatikan
pendekatan tematik sangat relevan untuk digunakan sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran PAI yang konsep, materi, tujuan dan hasilnya harus integratif. Berarti
pembelajarannya pun harus integratif.
Proses pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi atau penguasaan adalah
kegiatan belajar mengajar yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu, berupa seperangkat tindakan
intelegensi (dalam bentuk kemahiran, ketetapan dan keberhasilan) penuh tanggung jawab
yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas-tugas pada jenis pekerjaan tertentu.
Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Mc. Ashan sebagaimana dikutip
Tarsius Sihono (1997:69) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang diperoleh seseorang untuk dapat melakukan sesuatu

12
dengan baik termasuk menyangkut perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik.
Jadi Kompetensi merupakan keterampilan, sikap dan nilai yang harus dimiliki oleh
individu dalam melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
Untuk dapat mempertegas pengertian kompetensi di atas. Gordon (1988:109)
seperti dikutip Mulyasa menjelaskan bahwa beberapa aspek atau ranah yang terkandung
dalam kompetensi, yaitu; pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding),
kemampuan (skils), nilai (value), sikap (attidude) dan minat (interest).
Dengan Demikian ada enam aspek yang dapat dijadikan indikator kompetensi
siswa, yaitu;
1) Pengetahuan (knowledge). Aspek ini merupakan aspek kognitif yang paling rendah
dari kompetensi. Seorang siswa dapat dikatakan mempunyai kompetensi bila siswa
tersebut mempunyai pengetahuan tentang kompetensi yag dimaksud. Misalnya
seorang siswa dianggap sudah berkompeten dalam shalat, maka ia mempunyai
pengetahuan yang cukup (utuh) tentang shalat.
2) Pemahaman (understanding). Aspek pemahaman merupakan lanjutan dari aspek
pengetahuan atau lebih tinggi dari pengetahuan. Atau dapat dikatakan bahwa
pemahaman adalah pengetahuan yang mendalam dan bermakna. Ketika seorang
anak itu mengetahui rukun dan syarat shalat, maka bila ia mengerti tentang
bagaimana cara melaksanakannya atau mengamalkannya, inilah yang disebut
pemahaman.
3) Kemampuan (skils). Aspek ini berhubungan dengan aplikasi dari pemahaman dan
masuk keranah psikomomotorik. Bila sesorang sudah paham bagaimana caranya
shalat, maka seterusnya ia dapat mempraktekkan shalat dengan benar dan baik,
berarti ia telah mempunyai kemampuan tentang shalat.
4) Nilai (value). Aspek ini berhubungan dengan ranah afektif. Nilai merupakan
kesadaran ideal yang dipunyai seseorang ketika melakukan sesuatu. Setelahnya ia
tahu tentang shalat, paham tentang shalat, dapat mempraktekkan shalat dengan
benar dan baik, maka pada aspek ini kegiatan shalat itu dilakukan atas kesadaran
nilai, baik nilai kewajiban (minimal) maupun nilai ikhlas (ideal).
5) Sikap (attidude). Aspek sikap merupakan refleksi dari semua kegiatan yang telah
dilakukan. Dalam Islam orang yang telah shalatnya benar, maka akan bersikap
tanha an al-fahsya-i wa al-munkar (Q.S. al-Ankabut:45). Jadi sikap ini merupakan
bagian integral dari aspek-aspek sebelumnya, kalau sesorang shalatnya sudah
bernilai, maka akan melahirkan sikap sebagaimana yang seharusnya.
6) Minat (interest). Aspek ini merupakan bagian dari motif, yaitu perasaan terdalam
yang mencerminkan kecintaan seseorang pada sesuatu. Misalnya seorang yang
mempunyai kompetensi tentang shalat akan selalu menginginkan melaksanakan
shalat sesuai dengan tata cara (kaifiyat)nya.
UNESCO sebagaimana yang dikutip Dasim Budiansyah (2003:9-10) telah
mencanangkan empat pilar pendidikan, yaitu learning to do, learning to know, learning to
be dan learning together. Dengan learning to do diharapkan siswa mau dan mampu
berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Dengan learning to know siswa dapat

13
meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun
budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di
sekitarnya. Sedangkan dengan learning to be siswa dapat membangun pengetahuan dan
kepercayaan diri dari hasil interaksi tersebut. Dan hasil interaksi dengan berbagai individu
dan kelompok (learning together), akan membentuk kepribadian untuk memahami
kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman
dan perbedaan hidup.
Dengan demikian jelaslah bahwa pembelajaran merupakan proses peningkatan
berbagai kemampuan siswa agar kemampuan itu dapat dimanfaatkan. Hal ini selaras
dengan pendapat Hari Suderadjat yang mengatakan bahwa pembelajaran merupakan
akutalisasi potensi menjadi kompetensi (Hari Suderajdat, 2005:27).
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di SMP harus menyesuaikan diri dengan yang lainnya, yaitu
pembelajarannya berbasis kepada kompetensi. Kompetensi yang dimaksud dalam
pembelajaran PAI lebih tepatnya adalah keseluruhan pengetahuan, pemahaman, nilai,
sikap, dan minat yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari serta disertai dengan
akhlak mulia.
Wina Sanjaya (2006:102-104) mengemukakan bahwa ada 3 prinsip penting dalam
pembelajaran. Pertama, proses pembelajaran merupakan kreasi untuk lingkungan untuk
dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Kedua, proses pembelajaran
harus mempertimbangkan tipe pengetahuan yang dipelajari, baik untuk pengetahuan fisik
(penginderaan), sosial (prilaku/interaksi individu dengan lingkungannya) dan logika
(berpikir sistematis). Sedangkan Anderson (2001)membagi pengetahuan menjadi 4, yaitu:
faktual, konseptual, prosuderal dan metakognitif. Ketiga, proses pembelajaran harus
melibatkan lingkungan sosial.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disarikan bahwa pembelajaran PAI haruslah
berbasis kompetensi, karena semua materi PAI bukan hanya untuk diketahui saja,
dipahami saja, dan atau diyakini saja, namun jauh dari pada itu adalah untuk diamalkan
menjadi amal shaleh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa setiap kata
iman pasti dirangkai dengan amal shaleh seperti dalam Surat al-‘Ashr ayat 3. Atau
ancaman Allah bagi orang yang hanya mengatakan tapi tidak melakukan sebagaimana
difirmankan-Nya dalam surat al-Shaff ayat 4, yaitu:
    
    
”Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak

kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-

apa yang tidak kamu kerjakan”.

Namun di dalam Islam perbuatan, sikap, dan keterampilan dalam aplikasinya harus
dilakukan dengan ikhlas. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Surat al-Bayyinah ayat 5,
yaitu:
   
   
14
  
   
  
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan

supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah

agama yang lurus”.

Dengan demikian jelaslah bahwa pembelajaran PAI berbasis kompetensi


sebenarnya sama dengan konsep dalam Islam, yaitu membentuk manusia yang paripurna
dengan keterampilan, kemapuan, keahlian disertai dengan nilai, sikap dan motif (niat dan
minat) yang senantiasa konsisten dan konsekwen dengan antara satu dengan yang lainnya.
B. Motivasi dan Kemampuan Membaca Al-Qur’an bagi Siswa SMP.
Motivasi akar katanya berasal dari motif. Motif dapat diartikan sebagai suatu
kondisi (kekuatan atau dorongan) yang menggerakkan individu untuk mencapai tujuan
atau beberapa tujuan . Dengan kata lain motivasi adalah kekuatan yang menorong individu
untuk berbuat atau bertingkah laku ( Usman Efendi, 2005:60).
Senada dengan pendapat di atas menyatakan bahwa motivasi dapat diartikan hal
atau kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu (Sudarsono,
2007:40). Dengan demikian bahwa motivasi merupakan keadaan jiwa atau kondisi yang
mendorong sesorang untuk melakukan kegiatan atau betngkahlaku.
Motivasi membaca al-Qur’an dapat diartikan sebagai keuatan atau dorongan yang
menjadikan seseorang mempunyai keinginan dan melakukan aktivitas membaca al-Qur’an
secara semultan yang ditunjukan dengan sikap kesungguhan dalam melakukannya.
Abin Syansudin (2006:30) menyatakan bahwa untuk melihat motivasi dapat dilihat
dari 8 hal, yaitu : (1) durasi kegiatannya, (2) frekwensi kegiatannya, (3) presentesi pada
tujuan, (4) ketabahan, keuletan dn kemampuannya, (5) devosi (pengabdiannya), (6) tingkat
aspirasinya, (7) tingkat kualifikasinya, dan (8) arah sikapnya.
Dari 8 hal di atas yang akan dijadikan indikator adalah hanya 3 yaitu kehadiran,
kesungguhan dalam belajar dan keaktifan. Itulah yang menjadi ukuran dalam pengamatan
motivasi terhadap membaca al-Qur’an di Kelas VIII F MTs Subang.
Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan untuk melakukan sesuatu.
Kemampuan juga mngandung arti kecakapan, kesanggupan dan kekuatan ( Balai Pustaka,
2006:707). Sedangkan membaca dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melihat serta
memahami isi yang tertulis (Balai Pustaka, 2006:83) mengeja, mengucapkan, mengetahui,
memahami. Membaca dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk menyambungkan
huruf-huruf menjadi sesuatu yang bemakna sesuai dengan aturan kebahasaannya dari
bacaaan tersebut.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kemampuan membaca al-Qur’an
adalah kecakapan atau keterampilan dalam merangkai huruf-huruf dalam al-Qur’an sesuai
dengan aturan kebahasaan al-Qur’an, yaitu bahasa Arab. Khusus untuk pembacaan al-

15
Qur’an kemampuan membaca tersebut diukur oleh ketepatan dalam membaca sesuai
dengan hukum bacaan, baik dari aspek tajwid maupun aspek makharij al-hurufnya.
Membaca al-Qur’an yang sesuai dengan tajwid dan makharij al-huruf tersebutlah
yang menjadi acuan penting dalam mengukur kemampuan membaca al-Qur’an seseorang.
Karena bacaan yang sesuai dengan tajwid dan makharij al-huruf itulah yang dianggap
bacaan yang baik dan benar.
C. Penggunaan Metode Tartila dalam Pembelajaran Al-Qur’an
1. Definisi Metode Tartila
Metode tartila adalah suatu program tahsin tilawah (perbaikan bacaan al-Qur’an)
yang disusun untuk membantu kaum muslimin pecinta al-Qur’an untuk membaguskan
bacaan al-Qur’an sebagaimana para ahli al-Qur’an membacanya. Metode Tartila disajikan
dengan metode talaqqi yang praktis dan sistematis, sehingga memudahkan untuk dipelajari
dan dipraktekkan (Abu Rabbani, 2008:2).
Nama metode tartila diadopsi dari Firman Allah dalam surat al-Muzzamil ayat 4,
yaitu:
 …

Artinya : ” ...Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”. (Departemen Agama
RI, 2006: )
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa membaca al-Qur’an harus tartiil, yaitu
perlahan-lahan. Menurut Ali bin bi Thalib sebagaimana dikutip Abu Rabbani (2008:2)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah mentajwidkan huruf-huruf al-
Qur’an dan mengetahui tempat-tempat pemberhentiannya.
Penjelasan di atas mendeskripsikan kepada kita bahw pembacaan al-Qur’an
hendaknya disesuaikan dengan aturan tajwid dan makharij al-hurufnya. Tajwid dan
makharij al-huruf menjadi batasan penting apakah pembacaan al-Qur’an itu tartil atau
tidak.
2. Penggunaan Metode Tartila dalam Pembelajaran al-Qur’an
Penggunaan Metode Tartila dalam pembelajaran al-Qur’an tidak diragukan lagi
sangat penting agar bacaan al-Qur’an dapat sesuai dengan tajwid dan makharij al-
hurufnya. Penggunaan metode tartila diprediksi akan mempercepat terhadap kemampuan
membaca al-Qur’an Siswa.
Secara garis besar metode ini menjadikan pembelajaran al-Qur’an dengan tilwah
tahsin, yaitu membaguskn bacaan, sehingg bacaannya sesui dengan kaidah Tajwid dan
makharij al-hurufnya.
Secara umum program tahsin metode tartila ini terdiri dari 4 marhalah, yaitu:
1) Marhalah I : Dasar-dasar Tahsin
2) Marhalah II : Huruf-huruf Hijaiyah
3) Marhalah III : Penyempurnaan
4) Marhalah IV : Istilahat Fi Al-Qur’an.
Untuk marhalah pertama, yaitu dasar-dasar tahsin terdiri dari 4 (empat)
langkah, yaitu;

16
a) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) kaidah pertama, yaitu menghindari kesalahan dalam
membaca Mad Ashli terlalu panjang
b) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) kaidah kedua yaitu menahan suara ketika membaca
gunnah atau ketika membaca ikhfa, idhgham dan iklab dalam hukum nun mati
atau tanwin.
c) Membaca al-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) kaidah ketiga yaitu membaca vokal sempurna
d) Membaca a-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) Kaidah keempat, yaitu membaca dengan suara mengalir
dengan lembut ketika membaca huruf sukun
Untuk marhalah kedua terdiri dari 2 (dua), yaitu:
a) Membaca a-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) makharij al-huruf huruf-huruf hijaiyyahh.
b) Membaca a-Qur’an dengan menerapkan (praktek secara langsung/setiap siswa
dicoba untuk membaca) sifat-sifat huruf.
Marhalah ketiga, yaitu penyempurnaan terdiri dari 3 (tiga) langkah, yaitu;
a) Penyempurnaan pembacaan mad
b) Penyempurnaan pembacaan hukum nun mati/tanwin dan hukum mim mati;
c) Penyempurnaan pembacaan idgham
Sedangkan marhalah keempat yaitu pembacaan terhadap istilah-istilah yang
ada dalam al-Qur’an terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu;
a. Pembacaan hamzah qatha’ dan hamzah washal
b. Pembacaan tafkhim, tarqiq dan taghlizh
c. Pembacaan waqaf, saktah dan qatha’
d. Pembacaan ayat-ayat gharibah
Dengan penggunaan metode Tartilaa diharapkan dapat meningkatkan motivasi
belajar dan sekaligus terhadap kemampuan membaca al-Qur’an siswa. Motivasi meningkat
karena siswa merasa metode tartilaa adalah metode yang baru dan tidak pernah digunakan
sebelumnya. Sedangkan kemampuan membaca al-Qur’an siswa dapat juga meningkat
dikarenakan bahwa metode ini terus menerus meningkatkan kemampuan embaca dengan
memperbaiki kesalahan membaca secara umum dan membaguskan bacaan untuk lebih
sempurna sesuai dengan tajwid dan makharij al-huruf.
Dengan tahapan yang jelas dan latihan secara langsung motivasi dan kemampuan
membaca al-Qur’an siswa memungkinkan dapat meningkat secara bersamaan di dalam
pembelajarn al-Qur’an Hadits di kelas VIII B 1 Dawuan. Hal ini mempertegas bahwa
metode Tartilaa merupakan salah satu metode yang diperkirakan akan mampu untuk
memingkatkan motivasi belajar serta kemampuan membaca al-Qur’an siswa.

17
18
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Objektif Kelas VIII B SMPN Dawuan

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Dawuan Majalengka merupakan salah


satu SMP Negeri yang berada dilingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Majalengka. Penamaannya sesuai dengan letaknya, yaitu berada di KecamatanDawuan.
Alamat lengkapnya adalah berada di Jl. Desa Salawana Kec. Dawuan Kab. Majalengka
45458.

Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan Majalengka pada Tahun Pelajaran 2013/2014 terdiri
dari 28 siswa pada asalnya, namun pada proses pertengahan semester 1 berkurang menjadi 27
orang yang terdiri dari 15 orang siswi perempuan dan 12 orang siswa laki-laki. Dari jumlah
tersebut kemampuannya dapat dikatakan ada pada tingkat rata-rata.

Kelas yang dijadikan objek penelitian tindakan kelas adalah kleas VIII B dikarenakan
di kelas tersebut mayoritas siswanya (70%) kemampuan membaca Al-Qur’annya rendah. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa factor, di antara factor yang paling dominan adalah
dikarenakan mayoritas siswa tersebut keluaran SD dan tidak mengaji di daerahnya. Hal
tersebut turut mendukung terhadap kemampuan membacanya yang rendah.

B. Realita Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan dalam Mata
Pelajaran PAI.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa indikator untuk mengukur motivasi siswa
digunakan parameter tiga hal yaitu; kehadiran, kesungguhan dalam belajar, keakifan.
Dengan hasil sebagai berikut:
1. Kehadiran
Kehadiran siswa dalam pembelajaran mata pelajaran al-Qur’an Hadits prosentase
yang cukup membanggakan, pada setiap tatap muka ketidak hadiran hanya 1 sampai 3
orang yang tidak hadir. Hal tersebut dikarenakan sakit. Secara singkat dapat dilihat di tabel
sebagai berikut:
NO SIKLUS PERTEMUAN JUMLAH SISWA KETERANGAN
KE- HADIR
1 I 1 23 3 TK, 4 Sakit
2 24 1 TK, 2 Sakit
3 25 2 Sakit
2 II 1 25 2 Sakit
2 27
3 27

2. Kesungguhan dalam belajar.


Kesungguhan dalam belajar dapat diamati dari berbagai aspek misalnya ketekunan
dalam belajar dan berulang-ulang dalam mempelajari yang diajarkan dengan latihan
sendiri. Dari kedua hal yang diamati tersebut hasilnya adalah sebagai berikut:

19
N SIKLUS PERTEMUAN KETEKUNAN DALAM KETERANGAN
O KE- BELAJAR
ST T KT TT
1 I 1 15 12
2 17 10
3 17 10
2 II 1 17 10
2 19 8
3 19 8

N SIKLUS PERTEMUAN MENGULANG-ULANG KETERANGAN


O KE- DALAM BELAJAR
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah
1 I 1 1 4 10 12
2 2 5 10 10
3 2 6 10 9
2 II 1 3 7 10 7
2 3 7 10 7
3 3 7 10 7
3. Keakifan
Dalam indikator keaktifan meliputi aktif dalam bertanya, aktif dalam melaksanakan
instruksi dan aktif berinisiatif dalam pelajaran. Dari ketiga hal yang diamati tersebut
hasilnya adalah sebagai berikut:
N SIKLUS PERTEMUAN BERTANYA KETERANGAN
O KE-
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah
1 I 1 4 10 13
2 5 11 11
3 1 6 11 9
2 II 1 2 7 11 7
2 2 7 11 7
3 2 7 11 7

N SIKLUS PERTEMUAN AKTIF DALAM KETERANGAN


O KE- MELAKSANAKAN
INSTRUKSI
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah
1 I 1 10 13 4
2 11 12 4
3 11 12 4
2 II 1 12 12 3
2 14 10 3
3 14 10 3

N SIKLUS PERTEMUAN AKTIF DALAM KETERANGAN

20
O KE- MELAKUKAN KE-
GIATAN MANDIRI
Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah
1 I 1 2 13 12
2 2 13 12
3 4 13 10
2 II 1 4 13 10
2 7 13 7
3 9 13 5

C. Realita Kemampuan Membaca al-Qur’an Siswa Kelas VIII B SPN 1 Dawuan dalam
Mata Pelajaran PAI
Dapat disampaikan realita kemampuan membaca al-Qur’an siswa kelas VIII B
SMPN 1 Dawuan dalam mata pelajaran PAI aspek al-Qur’an Hadits pada setiap
pertemuannya. Pada setiap pertemuan disampaikan beberapa pelajaran dalam membaca al-
Qur’an. Dalam Standar isi Membaca al-Qur'an surat pendek pilihan dan Menerapkan al-
Qur'an surat-surat pendek pilihan tentang menimbun harta (serakah) untuk kelas VIII
semester 2 materinya adalah mengenai surat al-Takatsur dan al-Humazah, sehingga
pembacaannya al-Qur’an difokuskan kedalam kedua surat tersebut.
Siklus Pertama mengurangi kesalahan secara umum dan makharij al-huruf pada
bacaan tersebut. Dan Siklus kedua membaguskan bacaan, terdiri dari penyempurnaan dan
mempelajari ayat-ayat gharibah. Sehubungan dengan ayat-ayat gharibah tidak ada pada
siklus ini difokuskan memperdalam siklus pertama dan penyempurnaan. hasilnya sebagai
berikut:
KEMAMPUN MEMBACA
PERTEMUAN AL-QUR’AN SISWA
NO SIKLUS KET.
KE- SB B C K
1 I 1 1 3 6 17 Dasar Tahsin
2 2 5 10 10 Makharij al-huruf
3 2 5 12 8 Pemantapan
2 II 1 4 5 10 8 Penyempurnaan
Istilahat fii al-Qur’an
2 4 8 10 5
Pemantapan dan
3 4 8 10 5
evaluasi

21
22
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan dalam mata
pelajaran PAI
Penggunaan metode Tartilaa sebagai metode yang digunakan oleh peneliti sebagai
tindakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa keas VIII F MTsN Subang dalam
Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits diperoleh hasil sebagaimana pada bab III, yaitu dengan
rincian sebagai berikut:
1. Untuk indikator kehadiran rata-rata kehadiran adalah sebagai berikut:
a. Pada Siklus I pertemuan I 74,07% (20 orang hadir), sedangkan sisanya 3 orang
tidak hadir karena Tidak ada keterangan (alpa) dan 4 orang tidak hadir karena sakit.
b. Pada Siklus I pertemuan II 88,89% (24 orang) hadir, sedangkan sisanya1 orang
taidak hadir tanpa keterangan dan 2 orang tidak hadir karena sakit.
c. Pada Siklus I pertemuan III 92,59% (25 orang) hadir, sedangkan sisanya 2 orang
tidak hadir karena sakit.
d. Pada Siklus II pertemuan I 92,59% (25 orang) hadir, sedangkan sisanya 2 orang
tidak hadir karena sakit..
e. Pada Siklus II pertemuan II 100% (27 orang ) hadir.
f. Pada Siklus II pertemuan III 100% (27 orang ) hadir
Dengan demikian rata-rata kehadiran siswa pada kegiatan pembelajaran Al-
Qur’an Hadits pada rentang waktu Januari minggu kedua sampai dengan Bulan
Februari minggu keempat adalah 91,36% yang berarti rata-rata kehadiran siswa kelas
VIII B SMPN 1 Dawuan cukup tinggi, kalaupun tidak hadir dikarenakan oleh sakit
itupun adalah siswa yang sama. Pada akhir pertemuan semua siswa hadir, sehingga
mampu terobservasi. Dan secara kasat mata dapat dikatakan dengan nilai kehadiran
tinggi, maka motivasi belajar siswa dapat dikatakan tinggi pula.
Peningkatan kehadiran siswa ini meningkat dibandingkan dengan sebelumnya,
yaitu rata-rata kehadiran siswa pada semester sebelumnya adalah sekitar 74,07% Atau
rata-rata yang hadir adalah 20 orang dari 27 orang, dengan demikian rata-rata dalam
satu hari ada 7 orang siswa yang tidak hadir.
2. Untuk indikator kesungguhan dalam belajar terbagi menjadi dua indikator, yaitu
ketekunan dalam belajar dan mengulang-ulang dalam belajar.
a. Untuk ketekunan dalam belajar sebagaimana pada bab III diperoleh hasil sebagai
berikut:
1) Pada Siklus I pertemuan I diperoleh data 55,56% (15 orang) yang hadir tekun
dalam belajar, sedangkan sisanya 45,44% (12 orang) kurang tekun dalam
belajar. Pada pertemuan pertama ini memungkinkan masih banyak yang kurang
tekun karena masih meraba dan belum tahu banyak tentang metode tartilaa.
2) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 62,96% (17 orang) yang hadir tekun
dalam belajar, sedangkan sisanya 37,04% (10 orang) kurang tekun dalam
belajar. Pada pertemuan kedua ini memungkinkan yang kurang tekun sudah
berkurang, karena sudah dapat meraba dan tahu tentang metode tartilaa.

23
3) Pada Siklus I pertemuan III diperoleh data 62,96% (17 orang) yang hadir tekun
dalam belajar, sedangkan sisanya 37,04% (10 orang) kurang tekun dalam
belajar. Pada pertemuan ketiga ini memungkinkan yang kurang tekun sudah
berkurang, karena sudah lebih tahu lagi tentang metode tartilaa dan dirangsang
untuk melakukan latihan sendiri.
4) Pada Siklus II pertemuan I diperoleh 62,96% (17 orang) yang hadir tekun
dalam belajar, sedangkan sisanya 37,04% (10 orang) kurang tekun dalam
belajar. Pada Siklus II pertemuan pertama ini hasilnya sama dengan pada akhir
siklus I pertemuan ketiga. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap ini sudah
ada kesulitan tersendiri, namun tidak menurun dari akhir siklus I.
5) Pada Siklus II pertemuan II diperoleh data 70,37% (19 orang) yang hadir tekun
dalam belajar, sedangkan sisanya 29,63% (8 orang) kurang tekun dalam
belajar.
6) Pada Siklus II pertemuan III diperoleh data 70,37% (19 orang) yang hadir
tekun dalam belajar, sedangkan sisanya 29,63% (8 orang) kurang tekun dalam
belajar.
Ketekunan yang terus meningkat salah satu faktornya adalah dimungkinkan
dengan adanya penugasan dan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an yang biasanya
dilakukan secara klasikal, maka dengan metode tartilaa pembacaan dilakukan secara
individu dan perkelompok, sehingga memotivasi siswa untuk lebih tekun dalam
mempelajari ayat tersebut. Sebelum diterapkan metode tartilaa ketekunan siswa dapat
dikatakan biasa-biasa saja, namun setelahnya metode ini diterapkan ada peningkatan
ketekunan dalam belajar.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata ketekunan siswa dalam belajar
pada semester sebelumnya 55,56% (15 orang) dan sisanya 45,44% (12 orang) tidak
tekun.
b. Untuk mengulang-ulang dalam belajar.
1) Pada Siklus I pertemuan I diperoleh data 3,70% (1 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 14,81% ( 4 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 44,44% (12
orang) yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
2) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 7,41% (2 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 18,52% (5 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 37,04% (10
orang) yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
3) Pada Siklus I pertemuan III diperoleh data 7,41% (2 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 22,22% (6 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 33,33% (9 orang)
yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
4) Pada Siklus II pertemuan I diperoleh data 11,11% (3 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 25,93% (7 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%

24
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 25,93% (7 orang)
yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
5) Pada Siklus II pertemuan II diperoleh data 11,11% (3 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 25,93% (7 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 25,93% (7 orang)
yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
6) Pada Siklus II pertemuan III diperoleh data 11,11% (3 orang) yang selalu
mengulang-ulang, 25,93% (7 orang) yang sering mengulang-ulang, 37,04%
(10 orang) yang jarang mengulang-ulang dalam belajar dan 25,93% (7 orang)
yang tidak pernah mengulang-ulang dalam belajar.
Kegiatan mengulang-ulang pelajaran yang telah diberikan kepada siswa
dengan melakukan latihan sendiri terus meningkat salah satu faktornya adalah
dimungkinkan dengan adanya penugasan dan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an yang
biasanya dilakukan secara klasikal, maka dengan metode tartilaa pembacaan
dilakukan secara individu dan perkelompok, sehingga memotivasi siswa untuk
lebih tekun dalam mempelajari ayat tersebut. Walaupun dapat dilihat juga banyak
hasil yang sama terutama pada point 3) dan 4) serta pada point 5) dan 6). Hal ini
dimungkinkan karena memang perubahan motivasi pada setiap minggu
berlangsungnya pelajaran sangat sulit untuk meningkatkan secara signifikan.
Sebelum diterapkan metode tartilaa kegiatan mengulang-ulang pelajaran siswa
dapat dikatakan biasa-biasa saja, namun setelahnya metode ini diterapkan ada
peningkatan kegiatan mengulang-ulang pelajaran di dalam kelas.
3. Untuk indikator keaktifan dalam belajar terbagi menjadi tiga indikator, yaitu aktif
dalam bertanya, aktif dalam melaksanakan instruksi dan aktif dalam melakukan
kegiatan mandiri.
a. aktif dalam bertanya
1) Pada Siklus I pertemuan I diperoleh data 14,82 (4 orang) yang sering bertanya,
37,04% (10 orang) jarang bertanya dan 48,15% (13 orang) yang tidak pernah
bertanya.
2) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 18,52% (5 orang) yang sering
bertanya, 40,74% (11 orang) jarang bertanya dan 40,74% (11 orang) yang
tidak pernah bertanya.
3) Pada Siklus I pertemuan III diperoleh data 3,7% (1 orang) yang selalu
bertanya, 22,22% (6 orang) sering bertanya, 40,74% (11 orang) jarang
bertanya dan 33,33% (9 orang) yang tidak pernah bertanya.
4) Pada Siklus II pertemuan I diperoleh data 7,41% (2 orang) yang selalu
bertanya, 25,93% (7 orang) sering bertanya, 40,74% (11 orang) jarang
bertanya dan 25,93% (7 orang) yang tidak pernah bertanya.
5) Pada Siklus II pertemuan II diperoleh data 7,41% (2 orang) yang selalu
bertanya, 25,93% (7 orang) sering bertanya, 40,74% (11 orang) jarang
bertanya dan 25,93% (7 orang) yang tidak pernah bertanya.

25
6) Pada Siklus II pertemuan III diperoleh data 7,41% (2 orang) yang selalu
bertanya, 25,93% (7 orang) sering bertanya, 40,74% (11 orang) jarang
bertanya dan 25,93% (7 orang) yang tidak pernah bertanya.
Dalam keaktifan bertanya pada awalnya siswa masih sulit, namun sedikit
demi sedikit keingintahuan dan keinginbisaan anak menjadi meningkat dan sampai
akhir pertemuan diamati keaktifan bertanya siswa semakin meningkat. Dengan
menggunakan metode biasa, yaitu klasikal hanya 2 atau 3 orang siswa yang
bertanya, tapi dengan penerapan metode tartilaa siswa banyak yang bertanya.
b. aktif dalam melaksanakan instruksi
1) Pada Siklus I pertemuan I diperoleh data 37,04% (10 orang) yang selalu aktif
dalam melaksanakan instruksi, 48,15% (13 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 14,81% (4 orang) jarang aktif dalam melaksanakan
instruksi.
2) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 40,71% (11 orang) yang selalu
aktif dalam melaksanakan instruksi, 44,44% (12 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 14,81% (4 orang) yang jarang aktif dalam
melaksanakan instruksi.
3) Pada Siklus I pertemuan III diperoleh data 40,71% (11 orang) yang selalu
aktif dalam melaksanakan instruksi, 44,44% (12 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 14,81% (4 orang) yang jarang aktif dalam
melaksanakan instruksi.
4) Pada Siklus II pertemuan I diperoleh data 44,44% (12 orang) yang selalu
aktif dalam melaksanakan instruksi, 44,44% (12 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 11,11% (3 orang) yang jarang aktif dalam
melaksanakan instruksi.
5) Pada Siklus II pertemuan II diperoleh data 51,85% (14 orang) yang selalu
aktif dalam melaksanakan instruksi, 37,04% (10 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 11,11% (3 orang) yang jarang aktif dalam
melaksanakan instruksi.
6) Pada Siklus II pertemuan III diperoleh data 51,85% (14 orang) yang selalu
aktif dalam melaksanakan instruksi, 37,04% (10 orang) sering aktif dalam
melaksanakan instruksi, 11,11% (3 orang) yang jarang aktif dalam
melaksanakan instruksi.
Sebenarnya keaktifan siswa dalam melaksanakan instruksi belajar dari gurunya
dengan menggunakan metode yang lain juga sudah terbiasa, namun dengan metode
tartilaa dimungkinkan siswa lebih mengikuti instruksi, karena metode ini dianggap
masih aneh dan keingintahuan siswa sangat tinggi sehingga grafik peningkatan
keaktifannya semakin meningkat.
c. aktif dalam melakukan kegiatan mandiri
1) Pada Siklus I pertemuan I diperoleh data 7,41% (2 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang

26
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 44,44% (12 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
2) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 7,41% (2 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 44,44% (12 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
3) Pada Siklus I pertemuan II diperoleh data 15,81% (4 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 37,04% (10 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
4) Pada Siklus II pertemuan I diperoleh data 15,81% (4 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 37,04% (10 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
5) Pada Siklus II pertemuan II diperoleh data 25,93% (7 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 25,93% (7 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
6) Pada Siklus II pertemuan III diperoleh data 25,93% (7 orang) yang sering
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, 48,15% (13 orang) jarang
melakukan kegiatan mandiri dalam belajar, dan 25,93% (7 orang) yang tidak
pernah melakukan kegiatan mandiri dalam belajar.
Sebelum diterapkannya metode tartila keaktifan siswa untuk belajar secara
mandiri di dalam kelas sangat rendah hanya 2 samapi 4 orang yang terbiasa dengan
kegiatan mandiri. Dengan diterapkan metode tartilaa mereka tertantang untuk
menguasai pembacaan al-Qur’an tersebut sehingga keaktifan dalam belajar secara
mandiri meningkat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penerapan metode
tartilaa dalam pembelajaran al-Qur’an Hadits di Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan telah ada
peningkatan motivasi belajar siswa, hal itu menurut pengamatan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut, di antaranya;
1. Metode tartilaa sebagai metode yang baru diterapkan membuat siswa penasaran dan
tertangtang untuk mengikutinya.
2. Pembelajaran dengan metode tartilaa menuntut partisipasi siswa secara aktif dan
individual serta berlatih individu sehingga siswa berusaha untuk meningkatkan
ketekunan dan keaktifannya dalam belajar.
3. Adanya observer dari luar memacu guru dan siswa untuk lebih giat dan termotivasi
dalam belajar.
B. Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa dengan penggunaan Metode
Tartilaa di Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan
Sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang masalah bahwa menurut laporan
guru Mata Pelajaran PAI aspek Al-Qur’an Haditsnya siswa di Kelas VIII B telah

27
mempunyai kemampuan untuk membaca al-Qur’an, namun kemampuan membaca al-
Qur’annya masih jauh dari kaidah terutama tajwid dan makharij al-hurufnya.
Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa dengan penggunaan Metode Tartilaa di
Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan secara umum dapat dikatakan ada peningkatan. Hal ini
dapat dilihat dari tabel pada Bab III, yaitu:
1. Pada Siklus I pertemuan I yang menerapkan tentang dasar-dasar tahsin diperoleh data
3,70% (1 orang) sangat baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan
dasar-dasar tahsin, 11,11% (3 orang) baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan
menerapkan dasar-dasar tahsin, 22,22% (6 orang) cukup baik kemampuan membaca
al-Qur’an dengan menerapkan dasar-dasar tahsin, dan 62,96% (17 orang) kurang
kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan dasar-dasar tahsin.
2. Pada Siklus I pertemuan II yang menerapkan tentang makharij al-huruf dan shifat al-
huruf diperoleh data 7,41% (2 orang) sangat baik kemampuan membaca al-Qur’an
dengan menerapkan makharij al-huruf dan shifat al-huruf, 18,52% (5 orang) baik
kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan makharij al-huruf dan shifat al-
huruf, 37,04% (10 orang) cukup baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan
menerapkan makharij al-huruf dan shifat al-huruf, dan 37,04% (10 orang) kurang
kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan makharij al-huruf dan shifat al-
huruf.
3. Pada Siklus I pertemuan III yang menerapkan tentang dasar-dasar tahsin dan makharij
al-huruf serta shifat al-huruf sebagai pemantapan diperoleh data 7,41% (2 orang)
sangat baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan dasar-dasar tahsin
dan makharij al-huruf/shifat al-huruf, 18,52% (5 orang) baik kemampuan membaca al-
Qur’an dengan menerapkan dasar-dasar tahsin dan makharij al-huruf/shifat al-huruf,
44,44% (12 orang) cukup baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan
dasar-dasar tahsin dan makharij al-huruf/shifat al-huruf, dan 29,63% (8 orang) kurang
kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan dasar-dasar tahsin dan makharij
al-huruf/shifat al-huruf.
4. Pada Siklus II pertemuan I yang menerapkan tentang penyempurnaan bacaan, baik
penyempurnaan pembacaan pada mad, hukum nun mati/tanwin dan penyempurnaan
terhadap bacaan idgham diperoleh data 14,82% (4 orang) sangat baik kemampuan
membaca al-Qur’an dengan menerapkan penyempurnaan pembacaan pada mad,
hukum nun mati/tanwin dan penyempurnaan terhadap bacaan idgham, 18,52% (5
orang) baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan penyempurnaan
pembacaan pada mad, hukum nun mati/tanwin dan penyempurnaan terhadap bacaan
idgham, 37,04% (10 orang) cukup baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan
menerapkan penyempurnaan pembacaan pada mad, hukum nun mati/tanwin dan
penyempurnaan terhadap bacaan idgham, dan 29,63% (8 orang) kurang kemampuan
membaca al-Qur’an dengan menerapkan penyempurnaan pembacaan pada mad,
hukum nun mati/tanwin dan penyempurnaan terhadap bacaan idgham.
5. Pada Siklus II pertemuan II yang menerapkan tentang istilah-istilah dalam al-Qur’an
(istilahat fii al-Qur’an)terutama menerapkan pembacaan tafkhim, tarqiq dan taghlizh

28
dan pembacaan waqaf, saktah dan qatha’ diperoleh data 15,82% (4 orang) sangat
baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan tafkhim, tarqiq dan taghlizh
dan pembacaan waqaf, saktah dan qatha’, 29,63% (8 orang) baik kemampuan
membaca al-Qur’an dengan menerapkan tafkhim, tarqiq dan taghlizh dan pembacaan
waqaf, saktah dan qatha’, 37,04% (10 orang) cukup baik kemampuan membaca al-
Qur’an dengan menerapkan tafkhim, tarqiq dan taghlizh dan pembacaan waqaf, saktah
dan qatha’, dan 18,52% (5 orang) kurang kemampuan membaca al-Qur’an dengan
menerapkan tafkhim, tarqiq dan taghlizh dan pembacaan waqaf, saktah dan qatha’.
6. Pada Siklus II pertemuan III yang menerapkan semua kaidah tahsin metode tartilaa
terutama dasar-dasar tahsin, makharij al-huruf/shifat al-huruf, penyempuranaan dalam
bacaan (mad, hukum nun mati/tanwin dan idgham) serta pembacaan tafkhim, tarqiq
dan taghlizh dan pembacaan waqaf, saktah dan qatha’ sebagai pemantapan dan
evaluasi terakhir diperoleh data 15,82% (4 orang) sangat baik kemampuan membaca
al-Qur’an dengan menerapkan semua kaidah tahsin metode tartilaa, 29,63% (8 orang)
baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan semua kaidah tahsin metode
tartilaa, 37,04% (10 orang) cukup baik kemampuan membaca al-Qur’an dengan
menerapkan semua kaidah tahsin metode tartilaa, dan 18,52% (5 orang) kurang
kemampuan membaca al-Qur’an dengan menerapkan semua kaidah tahsin metode
tartilaa.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca al-Qur’an siswa
dapat meningkat. Peningkatan itu adalah peningkatan secara kualitatif, yaitu kemampuan
membaca siswa kelas VIII B SMPN 1 Dawuan sudah banyak sesuai dengan kaidah tajwid
dan makharij al-huruf. Peningkatan ini juga dikarenakan surat yang dibacanya sama, yaitu
surat al-Takasur dan al-Humazah dalam Standar Kompetensi/Pokok Bacaan Hukum lam
dan ra serta Larangan Menimbun Harta dan Serakah, sehingga karena diterapkan pada
surat yang sama peningkatan itu jelas dapat dilakukan.
Selain ini faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa
kelas VIII B SMPN 1 Dawuan dengan metode tartilaa diantaranya adalah:
1. Metode tartilaa sebagai metode yang baru diterapkan membuat siswa penasaran dan
tertangtang untuk mengikutinya, sekaligus motivasi belajar siswa meningkat.
2. Dengan peningkatan motvasi memungkinkan siswa akan belajar secara tekun, aktif dan
patisipatif sehingga peningkatan terhadap kemampuan membacanya semakin cepat.
3. Pembelajaran dengan metode tartilaa menuntut partisipasi siswa secara aktif dan
individual serta berlatih individu sehingga siswa berusaha untuk
meningkatkankemampuan membaca al-Qur’annya karena pada tiap pertemuan dites
kemampuan embacanya dan diberikan masukan untuk penyempurnaan bacaannya
tersebut.
4. Masukan dari observer dan teman sejawat (guru lain) memungkinkan penganalisan dan
penerapan metode tartilaa menjadi lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan
membaca al-Qur’an siswa.

29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut;
1. Pengunaan Metode Tartila dalam Mata Pelajaran al-Qur’an Hadits di Kelas VIII B
SMPN 1 Dawuan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa hal ini disebabkan selain
siswa mengganggap sesuatu yang baru sehingga penasaran juga dikarenakan dalam
metode ini semua siswa terlibat sehingga setiap siswa mempunyai perhatian dan
kesungguhan dalam belajar aspek al-Qur’an di Kelas tersebut.
2. Pengunaan Metode Tartila dalam Mata Pelajaran PAI aspek al-Qur’an Hadits di Kelas
VIII B SMPN 1 Dawuan dapat meningkatkan Kemampuan Membaca al-Qur’an siswa
terutama pembacaan yang sesuai dengan qaidah terutama tajwid dan makhrij al-huruf-
nya.
B. Rekomendasi
Dengan karya tulis ini penulis dapat sampaikan kepada semua pihak, terutama
kepada guru PAI di SMP untuk lebih meningkatkan penguasaan terhadap berbagai
metode pembelajaran al-Qur’an sehingga kemampuan membaca al-Qur’an siswa menjadi
lebih baik dan meningkat. Bagi Kepala sekolah perlu membuat kebijakan agar
pembelajaran dimulai dengan pembiasaan al-Qur’an yang dibaca dengan baik dan benar.
Kebijakaan itu tentu berimplikasi terhadap guru dan karyawan di sekolah, sehingga
pembiasaan ini dapat meningkatkan kemampuan membaca al-Qur’an siswa dan kualitas
pembelajaran PAI aspek al-Qur’an Hadits lebih meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh. (2005). Educational Theory a Quranic Outlook. Alih Bahasa
Arifin dan Zaenudin. Jakarta:Rineka Cipta.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing:A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, Suharsini. (1993). Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.

30
Arikunto, Suharsini., dkk. (2008). Penelitia Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara.

Budiansyah, Dasim. (2003). Model Pembelajaran PAI. Bandung: Genesindo.

Departemen Agama RI. (2006). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka

Dharma, S. (2007) Kualitas Pendidikan Terbaik di Dunia (online). Tersedia: http://lamunan-


sejenak.blogspot.com/2007/07/kualitas-pendidikan-terbaik-di-dunia.html ( 25 Maret
2009)

Efendi, Usman, dkk. 2006. Pengantar Psikologi. Bandung: Pustaka Setia

Hadi, Sutrisno. (1990). Metodologi Reseach. Yogyakarta: , Andi Opset.

Hanapi, Ade. 2009. Materi Praktis Tahsin Tilawah. Bandung: Maqdis.

Hamalik, O.(2006). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________(2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Lapp, D. et al. (1975). Teaching and Learning Philosophical, Psychoogical, Curicurar


Aplications. New York: Macmillan Publishing Co., Inc

Majid, A. dan Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung:
Rosdakarya Remaja.

Marsi,Iip. Pembelajaran Tematik. Tersedia. http:// siipsmarsi.wordpress.com/


2008/10/16/pembelajaran-tematik (23 Maret 2009)

Mujahidin, Firdos (2014). Strategi Menciptakan Pembelajaran Berkualitas; Bacaan praktis


bagi Peserta Diklat, Guru, Kepala Madrasah/Sekolah, Pengawas
Madrasah/Sekolah, Mahasiswa dan Umum. Bandung: Arsyad Press
Rabbani, Abu. 2008. Metode Tartila Pedoman Praktis Tahsin Tilawah. Bandung: LTQ Jendela
Hati.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:


Kencana Prenada Media.

Saleh, Firman Afifudin, Sejukkan Hatimu dengan Al-Qur’an Belajar Tahsin Tilawah secara
Talaqqi. Bandung:Awqat Publishing.

Sudarsono, F.X. 2006. Kamus Psikologi. Jakarta : Gramedia

Suderadjat, H. (2005). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah-Peningkatan Mutu


Pendidikan Melalui Implementasi KBK. Bandung:Cipta Cekas Grafika.

Suhardjono. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Panduan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta

Sukmadinata,N.Sy.(2000). Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
__________, (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. (1991). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Suryadi, A., et al. (2003). Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah: Direktoral Penengah Kejuruan Departemen
Pendidikan Nasional.

31
Tafsir, A. (2004). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________.(2005). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trisetiawati. (2007). Pendidikan Berbasis Entrepreneur. Tersedia: http://tpers.net/wp-


content/uploads/2007/09/pendidikan-berbasis-entrepreneur-trisetiawati.doc.(23 Maret
2009 )

Uwes, S. (2003). Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam). Jakarta:Logos.

t.p. (2006). Undang-undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen dilengkapi dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentag Standar Nasional Pendidikan. Bandung:
Fokusmedia.

ABSTRAKSI

I’ANATUL BADRIYAH : Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa Pada Mata


Pelajaran PAI Aspek Al-Qur’an Hadits Dengan Menggunakan
Metode Tartilaa di Kelas VIII B SMPN 1 Dawuan Majelengka.

Penelitian ini berangkat dari latar belakang bahwa kemampuan membaca al-Qur’an
bagi siswa SMP kelas VIII termasuk kompetensi yang harus dimiliki dan menjadi komptensi
persyaratan kelulusan. Namun kenyataannya kemampuan membaca al-Qur’an tersebut secara
kualitatif terutama di kelas VIII B belum maksimal terutama pembacaan al-Qur’an sesuai
dengan kaidah (tajwid dan makhraj al-huruf), selain itu motivasi pembelajaran al-Qur’an
Hadits di kelas tersebut juga rendah. Untuk itu perlu metode lain untuk meningkatkan kedua
hal tersebut, yaitu dengan metode tartilaa, sehingga masalah pokok dari penelitian ini adalah;
apakah ada peningkatan motivasi dan kemampuan membaca al-Qur’an siswa.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan menggunakan metode
deskriftif-kualitatif dengan instrumen pokoknya adalah lembar pengamatan (observasi) dan
test lisan tentang kemampuan membaca al-Qur’an siswa. Dari hasil observasi dan test data
kuantitatif dianalisis dengan analisis deskriptif sederhana dan hasilnya dibandingkan antara
sebelum penerapan dan setelah penerapan metode tartilaa.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan metode tartilaa motivasi
belajar siswa dan kemampuan membaca al-Qur’annya dapat meningkat. Karena ini jika setting
belajarnya sama dengan di SMPN 1 Dawuan, maka BDK Bandung dapat merekomendasikan
bahwa metode tartilaa dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan
membaca al-Qur’an siswa kelas VII B SMPN 1 Dawuan. Walaupun demikian ada factor lain
yang juga harus diperhatikan agar motivasi dan kemampuan mebaca al-Qur’an siswa
meningkat.

32
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MATA
PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DENGAN MENGGUNAKAN METODE
TARTILAA DI KELAS VIII B SMPN 1 DAWUAN MAJALENGKA

Karya Tulis Ilmiah (PTK)


diajukan sebagai salah syarat kenaikan pangkat

Oleh :”
I’anatul Badriyah, S.Ag
Guru PAI SMPN 1 Dawuan Majalangka
NIP. 97306212008012004

SMPN 1 DAWUAN MAJALENGKA


Jl. Desa Salawana Kec. Dawuan
Kab. Majalengka 45458

33
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Puji dan syukur selayaknya hanya dipanjatkan kehadira Illahi Rabbi yang atas berkat

rahmat dan inayyah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat serta salam

selalu terhaturkan kepada Rasul pembawa risalah kebenaran Rasullulah Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala

Sekolah yang telah memberikan dukungan agar penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula pada rekan-rekan guru SMPN 1 Dawuan

Majalengka yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam pembuatan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan, baik dari segi

penulisan maupun dari segi isi (pembahasan). Untuk itu penulis mohon kritik dan masukan

dari semua pihak guna penyempurnaan karya tulis ini.

Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT, mudah-mudahan karya tulis ini dapat

bermanfaat dan menjadi sumbangan keilmuan bagi semua pihak dan pengembangan kegiatan

diklat di lingkungan Departemen Agama yang lebih baik. Amin.

Bandung, April 2014

Penulis

34
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
DENGAN JUDUL:

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MATA


PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS DENGAN MENGGUNAKAN METODE
TARTILAA DI KELAS VIII B SMPN 1 DAWUAN MAJALENGKA

KARYA:

I’anatul Badriyah, S.Ag


Guru PAI SMPN 1 Dawuan Majalangka
NIP. 97306212008012004

Karya di atas adalah betul-betul karyanya dan untuk itu saya mengesahkan karya tersebut.
Kepala SMPN 1 Dawuan,

H. NANA SUPRIATNA, S.Pd


NIP. 196001101983031015

Karya ini juga dipublikasikan di perpustakaan SMPN 1 Dawuan.


Kepala Perpustakaan SMPN 1 Dawuan,

………………………………

35
G. Penilaian *)
1. Prosedur Penilaian
a. Penilain Proses
Menggunakan format pengamatan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejak
dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir.
b. Penilaian Hasil Belajar
Menggunakan instrumen penilaian hasl il belajar dengan tes tulis dan lisan.
2. Instrumen Penilaian
a. Penilaian Proses: Penilaian Kinerja, Penilaian Produk.
b. Penilaian Hasil Belajar: Pilihan ganda, Isian singkat, Esai atau uraian.
*) Format Penilaian terlampir.

Mengetahui ........, ...................... 20....


Kepala Sekolah, Guru Kelas II

SAMSULBAHRI, S.Pd.I SITI SAHRAH, S.Pd.I


NIP1966123119990511007 NIP19711007200701 2001

36
G. Penilaian *)
3. Prosedur Penilaian
c. Penilain Proses
Menggunakan format pengamatan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejak
dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir.
d. Penilaian Hasil Belajar
Menggunakan instrumen penilaian hasil belajar dengan tes tulis dan lisan.
4. Instrumen Penilaian
c. Penilaian Proses: Penilaian Kinerja, Penilaian Produk.
d. Penilaian Hasil Belajar: Pilihan ganda, Isian singkat, Esai atau uraian.
*) Format Penilaian terlampir.

Mengetahui ........, ...................... 20....


Kepala Sekolah, Guru Kelas II

SAMSULBAHRI, S.Pd.I SITI SAHRAH, S.Pd.I


NIP1966123119990511007 NIP19711007200701 2001

37
38

Anda mungkin juga menyukai