Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal ini tepat pada
waktunya. Proposal penelitian ini membahas Penentuan Kadar Protein dalam Bahan Makanan.
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan proposal selanjutnya.
Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penulis
PENDAHULUAN
Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar tepung terigu.
Biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan
yang diizinkan. Syarat mutu biskuit adalah air maksimum 5%; protein minimum 9%; lemak
minimum 9,5%; karbohidrat minimum 70%; abu maksimum 1,5%; logam berbahaya negatif;
serat kasar maksimum 0,5%; kalori minimum 400 kal/ 100 gram; jenis tepung adalah terigu;
bau dan rasa normal, tidak tengik; dan warnanya normal (SNI 01-2973-1992). Kandungan
glukosa biskuit diet diabetes maksimal 1% dan protein minimal 9% (SNI, 1995).
Biskuit dapat dinikmati dari bayi sampai lansia dengan komposisi biskuit yang berbeda
sesuai dengan kebutuhannya. Biskuit mempunyai daya simpan lebih lama dan praktis dibawa
sebagai bekal makanan yang sehat dan bergizi. Sejak tahun 2009, tepung terigu sebagai bahan
baku biskuit diperoleh bukan dari dalam negeri (impor), yang berarti membutuhkan biaya besar
untuk memperoleh bahan baku tersebut.
Protein dalam biskuit memiliki batas minimum yang di anjurkan oleh pemerintah
seperti yang tertera pada ketentuan syarat mutu biskuit (SNI 01-2973-1992). Bahwa di sebut
kan jika pemerintah menganjurkan kandungan minimum protein dalam biskuit yaitu 9%. Dari
acuan itu lah kami ingin melakukan penelitian mengenai kadar protein dalam biskuit marie,
agar kami dapat memastikan bahwa biskuit yang selama ini telah banyak di konsumsi oleh
masyarakat tersebut. Memenuhi persyaratan minimum yang telah di tetap kan oleh pemerintah,
1.3.5 Apa saja metode yang dapat digunakan dalam menentukan kadar protein?
1.3.6 Bagaimana prinsip kerja atau percobaan dari suatu analisis kadar protein?
1.3.7 Apa alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan penelitian kadar protein?
1.3.8 Bagaimana prosedur kerja penentuan kadar protein dari berbagai metode?
1.3.9 Bagaimana perhitungan data dari suatu analisis kadar protein dalam berbagai
metode?
1.4.2 Mengetahui apakah sampel biskuit tersebut telah sesuai dengan AKG, dan
ketentuan minimum kandungan protein pada biskuit yang mengacu pada
ketentuan (SNI 01-2973-1992)
1.4.3 Dapat memahami metode yang digunakan untuk menganalisis kadar protein
1.4.5 Dapat mengetahui alat dan bahan apa saja yang diperlukan
1.4.6 Dapat memahami dan mempraktekan dengan benar bagaimana prosedur kerja
penelitian
PEMBAHASAN
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang
berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar
larut dalam air. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-
jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah
untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
1. Struktur Primer
Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam
molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan peptida, maka
struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui.
Salah satu contoh struktur primer protein yaitu struktur primer enzim ribonuklease yang
berasal dari cairan pankreas.
Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida atau lebih
dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang
berkelok-kelok dan disebut struktur lembaran berlipat (plated sheet structure).Ada dua
bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk paralel dan bentuk anti paralel.
3. Struktur Tersier
Artinya adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur
sekunder bentuk lain. Contoh: beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan
bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini
dihubungkan dengan ikatan hydrogen, ikatan garam, ikatan hidrofobik, dan ikatan
disulfida. Ikatan disulfida merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan
struktur tersier protein.
Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai
polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk
suatu protein, maka disebut struktur kuartener. Struktur kuartener menunjukkan derajat
persekutuan unit-unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa
rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk
persekutuan.
Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup, yaitu
albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon dan protamin.
b. Globulin: tidak larut dalam air, terkogulasi oleh panas, larut dalam larutan
garam encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting
out).
d. Prolamin atau gliadin: larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air
maupun alkohol absolut.
e. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat
mengendap dalam pelarut protein lainnya.
3. Protein Konjugasi
e. Lipoprotein yaitu jenis protein konjugasi yang tersusun atas protein dan
lemak. Protein ini terdapat pada serum darah, kuning telur, susu dan darah.
2. Analisis Kuantitatif
a. Metode Kjeldahl
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Dasar perhitungan
penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang
menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16%
(dalam protein murni). Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan
berbagai cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan:
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.
Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur C, H, O, N, dan S. Untuk mempercepat
proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO
(20:1) dan atau K2SO4 dan CuSO4
Tahap destilasi
Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida
yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak
hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Dan apabila penampung
destilasi digunakan asam borat maka digunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator
(BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi
merah muda. Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung
pada presentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
b. Metode Lowry
2. Metode Biuret
Sejumlah tertentu sampel, didekstruksi dengan H2SO4 pekat dan katalis garam
Kjeldahl, lalu didestilasi dengan penambahan NaOH pekat dan logam Zn, NH3
yang terbentuk direaksikan dengan larutan HCl standar berlebih dan terukur.
Kelebihan HCl dititrasi dengan larutan NaOH standar terhadap indikator metil
merah hingga TA ( jingga merah). Pada TE, mek N = mek HCl – mek NaOH.
2. Metode Biuret
Sejumlah tertentu protein dalam sampel albumin telur dengan pereaksi Biuret
membentuk larutan berwarna ungu yang dihasilkan dari reaksi antara protein
dengan Cu2+ pada suasana basa, kemudian diukur serapannya pada λ maks,
Prinsip dari titrasi formol adalah menetralkan larutan dengan basa NaOH
membentuk dimethilol dengan penambahan formaldehid yang mana gugus
amino sudah terikat dan tidak mempengaruhi reaksi asam basa NaOH. Indikator
yang digunakan adalah PP. Reaksi akhir titrasi akan terjadi perubahan warna
merah sangat muda.
1. Timbang 1 gram sampel biskuit yang telah dihaluskan, lalu masukkan ke dalam
labu kjehdahl.
2. Tambahkan 10 gram garam kjehdahl dan 15 mL asam sulfat pekat, lalu
panaskan dengan api kecil dalam ruang asam hingga berhenti berasap.
Teruskan pemanasan dengan menggunakan api besar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih.
3. Lakukan pemanasan tambahan selama ±1 jam. Lalu setelah itu matikan api
pemanasan dan biarkan menjadi dingin.
4. Pindahkan bahan ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan hingga tanda batas.
5. Rangkai alat destilasi semi mikro kjehdahl.
6. Pipet 10,00 mL sampel, pindahkan ke dalam labu kjehdahl berasah, lalu
tambahkan 2 – 3 butir logam Zn, kemudian pasangkan pada rangkaian alat
destilasi.
7. Tambahkan 50 mL larutan natrium hindroksida 50% (melalui corong destilasi,
alirkan ke dalam labu kjehdahl), lalu mulai pemanasan.
8. Tampung destilat dalam gelas kimia berisi 25 mL larutan asam klorida standar
±0,1 N dan indikator metil merah. Lakukan destilasi hingga semua NH3
tertampung dalam larutan asam klorida standar.
9. Titrasi sisa asam klorida dengan larutan natrium hidroksida standar ±0,1 N
hingga terjadi perubahan warna menjadi jingga merah.
10. Hitung kadar Nitrogen dalam sampel biskuit.
1. Timbang 0,75 g sampel , larutkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 100 mL.
2. Buat larutan standar albumin (2,5 g / 250 mL).
3. Ukur dengan buret larutan induk standar albumin, masing-masing 10, 30, 50,
dan 70 mL kedalam labu ukur 100 mL, lalu encerkan hingga tanda batas.
4. Pipet masing-masing 2 mL larutan standar serta sampel kedalam tabung reaksi
yang berbeda, lalu tambahkan 8 mL pereaksi Biuret, kocok dan diamkan
selama 30 menit.
5. Masukan larutan uji dalam tabung reaksi kedalam kuvet.
6. Ukur serapannya pada λ maks 540 nm.
7. Buat grafik kurva kalibrasi.
8. Hitung kadar protein dalam sampel.
Persamaan Reaksi
Rumus Perhitungan
2. Metode Biuret
Persamaan Reaksi
Persamaan Reaksi
Rumus Perhitungan
= Titrasi Formol
Gr blanko x 10
= %N
% Protein = 1,83 x % N
= % Protein
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim,
zat pengatur, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain.
Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh mahluk hidup karena perannya yang
begitu penting. Maka dari itu perlu diketahui banyaknya kadar protein dalam suatu bahan atau
makanan. Tentunya hal itu perlu dilakukan supaya kita tahu berapa asupan protein yang kita
butuhkan dalam keseharian kita.
Ada banyak metode analisis untuk menentukan kadar suatu protein dalam makanan.
Diantaranya adalah metode kjehdal, metode biuret, dan metode titrasi formol.
Namun yang paling tepat digunakan adalah metode kjehdal dan biuret karena:
Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode
standar dibanding metode lain.
Murah
Cepat (30 menit)
Penyimpangan warna jarang ditemukan dibandingkan dengan metode lain.
Sangat sedikit substansi lain yang terdeteksi
N dari non peptide dan non peptide tidak terdeteksi
Metode titrasi formol kurang tepat untuk menentukan jenis protein tertentu
Pada metode turbidimetri atau kekeruhan cara ini hanya dapat dipakai untuk bahan
protein yang berupa laruran dan hasilnya biasanya kurang tepat.
3.2 Saran
Sebaiknya siswa mampu memahami konsep pengelolaan laboratorium dan
mengimplementasikannya dalam menata laboratorium yang ada di sekolah terutama
yang masih awam tentang praktikum.
Dibutuhkan sistem pengelolaan operasional laboratorium yang baik dan sesuai dengan
situasi kondisi setempat, agar semua yang dilakukan di dalam laboratorium dapat
berjalan dengan lancar.
Peran Kepala Laboratorium sangat penting dalam menerapkan proses manajemen
pengelolaan laboratorium, termasuk dukungan keterampilan dari segala elemen yang
ada di dalamnya.
Bagi pembaca , hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
terkait dengan metode dan prosedur yang dapat digunakan untuk analisis kadar protein
dalam bahan makanan. Apabila pembaca ingin melakukan suatu analisis, diusahakan
menggunakan prosedur standar yang sudah terverifikasi sebelumnya oleh para ahli.
Selalu gunakan APD (Alat Pelindung Diri) ketika bekerja dengan bahan-bahan kimia
terutama bahan kimia yang tingkat bahaya nya tinggi.
Sudarmadji, dkk.. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Winarno. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Buckle KA et.al. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Terjemahan dari Food
Science. Jakarta: UI Press.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta.
Mahmud, Mien dkk. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.
Poedjiadi, Anna & Titin Supriyatin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia edisi revisi. Jakarta: UI Press
Samadi, 2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino) Fokus pada Ternak Ayam Pedaging
(online), (http://jurnal.unsyiah.ac.id/agripet/article/view/202), Jurnal Penelitian, Vol: 12 (2),
Hal : 42-48, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sarwono, B., 1982. Membuat tempe dan oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.