TENTANG BUGAT
Di susun oleh:
Kelas: XI Mipa 1
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
Halaman
Kata pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar isi ......................................................................................................................... 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam berintikan aturan-aturan yang bernuansakan sebuah hiasan hidup yang
ditetapkan Allah swt. sebagai suatu bentuk cinta dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-
Nya, agar tercipta hidup yang penuh keindahan, kadamaian, dan ketentraman bagi manusia,
sebagai khalifah di muka bumi yang harus senantiasa menjaga, memelihara, dan menghindari
segala bentuk perbuatan jahat yang berdampak pada kerusakan. Dalam hal ini, diantara aturan-
aturan itu adalah terkait hukuman bagi segala macam pelanggaran, lebih khususnya adalah
tentang tindak pelanggaran yang berupa pemberontakan (bughat), dengan beberapa pembahasan
yang mungkin belum banyak diketahui ataupun dipahami oleh karenanya, dirasa begitu penting
dibahas, guna menjadi bagian dari usaha memberikan kajian ilmu pengetahuan agama bagi
mereka yang membutuhkan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bughat
Secara etimologi, kata bughat berasal dari bahasa Arab َبغَىyang memiliki arti yang sama
dengan kata ظلَ َم
َ yaitu berlaku zalim, menindas.[1] Pendapat lain menyebutkan bahwa kata
bughat berasal dari kata yang berarti menginginkan sesuatu.[2]Sebagaimana dalam firman Allah
SWT surat Al-Kahfi ayat 64:
َٰ
]١٨:٦٤[ صا َ َعلَ َٰى آث َ ِار ِه َما ق
ً ص ْ َقَا َل ذَ ِلكَ َما ُكنَّا نَب ِْغ ۚ ف
َ ارتَدَّا
Artinya : “Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari.” (QS. Al-Kahfi/18:64).
Dalam ‘urf, kata al-baghyu diartikan meminta sesuatu yang tidak halal atau melanggar
hak. Sedangkan secara terminologi, terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam
mendefinisikan tindak pidana baghat (bughat), antara lain:
1. Ulama Malikiyyah, mendefinisikan bughat sebagai tindakan menolak untuk tunduk dan
taat kepada orang yang kepemimpinannya telah tetap dan tindakannya bukan dalam
maksiat, dengan cara menggulingkannya, dengan menggunakan alasan (ta’wil). Dengan
kata lain, bughat adalah sekelompok orang muslim yang berseberangan dengan imam
(kepala negara) atau wakilnya, dengan menolak hak dan kewajiban atau maksud
menggulingkannya.
2. Ulama Hanafilah, bughat adalah keluar dari ketaatan kepada imam (kepala negara) yang
sah dengan cara dan alasan yang benar.
3. Ulama Syafi’iyyah mendefinisikannya dengan orang-orang Islam yang tidak patuh dan
tunduk kepada pemimpin tertinggi negara dan melakukan suatu gerakan massa yang
didukung oleh suatu kekuatan dengan alasan mereka sendiri.
4. Ulama Hanabilah mendefinisikannya dengan menyatakan ketidakpatuhan terhadap
pemimpin negara sekalipun pemimpin itu tidak adil dengan menggunakan suatu kekuatan
dengan alasan-alasan sendiri.
Hukum bughat adalah haram, dan dapat diperangi sampai mereka kembali taat. Terdapat
beberapa ayat al-Quran dan hadits yang membicarakan persoalan bughat, antara lain;
5
1.
علَى ْاْل ُ ْخ َر َٰى فَقَاتِلُوا الَّتِي ت َ ْب ِغي َحت َّ َٰى َ ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ۚفَ ِإ ْن بَغَتْ ِإحْ دَا ُه َما ْ َ ان ِمنَ ا ْل ُم ْؤ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ
ِ َ َو ِإ ْن َطائِ َفت
َب ا ْل ُم ْقس ِِطين َّ َّطوا ۚ ِإن
ُّ ّللاَ يُ ِح ِ ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ِبا ْلعَ ْد ِل َوأ َ ْق
ُ س ْ َ ّللاِ ۚ فَ ِإ ْن فَا َءتْ فَأ َّ ت َ ِفي َء ِإلَ َٰى أ َ ْم ِر
“Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang yang beriman berperang maka damaikanlah
keduanya. Apabila salah satu dari keduanya itu berbuat aniaya terhadap golongan lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah, jika golongan itu telah kembali(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.” (QS. Al Hujuraat :9)
2.
َّ ص ِل ُحوا بَ ْينَ أ َ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َواتَّقُوا
َّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُمون ْ َ إِنَّ َما ا ْل ُم ْؤ ِمنُونَ إِ ْخ َوةٌ فَأ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”(QS. Al
Hujuraat: 10)
3.
َ َسو َل َوأُو ِلي ْاْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۚ فَ ِإ ْن تَن
َّ از ْعت ُ ْم فِي ش َْيءٍ فَ ُردُّو ُه ِإلَى
ِّللا َّ ّللاَ َوأ َ ِطيعُوا
ُ الر َّ َيا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا أ َ ِطيعُوا
ً سنُ تَأ ْ ِو َٰ
يل َ ْاَّللِ َوا ْل َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر ۚ ذَ ِلكَ َخي ٌْر َوأَح
َّ ِسو ِل ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ت ُ ْؤ ِمنُونَ ب
ُ الر
َّ َو
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul- Nya dan Ulil Amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat, tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Alquran) dan Rasul-Nya (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa:59)
4.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
السمع والطاعة على المرء المسلم فيما احب او كرها مالم يؤمرو: قال.م. عن النبى ص.ع.عن ابن عمر ر
)بمعصية فل سمع وال طاعة (رواه البخارى ومسلم
Artinya:” dari ibnu umar r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: mendengar dan menaati terhadap
imam yang adil merupakan kewajiban orang muslim, baik yang ia sukai maupun yang ia benci
selama ia tidak diperintah melakukan maksiat, tidaklah boleh didengar dan ditaati”.(H.R.
Bukhori dan Muslim)
C. Unsur-Unsur Bughat
6
Dalam istilah ketatanegaraan, perbuatan pemberontakan dinamakan jarimah siasiyah (tindak
pidana politik) Jarimah Siasiyah belum dinamakan tindak pidana politik yang sebenarnya,
kecuali kalau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Perbuatan itu ditunjukkan untuk menggulingkan negara dan semua badan eksekutif
lainnya atau tidak mau lagi mematuhi pemerintah nya.
b) Ada alasan yang mereka kemukakan, apa sebabnya mereka memberontak, walaupun
alasan itu lemah sekali.
c) Pemberontak telah mempunyai kekuatan dengan adanya orang yang mereka taati
(pengatur pemberontakan) atau ada pimpinan nya.
d) Telah terjadi pemberontakan yang merupakan perang saudara dalam negara, sesudah
mereka mengadakan persiapan atau rencana.
Setelah diajak berunding dengan bijaksana sebagaimana yang telah dilakukan oleh khalifah ali ra
terhadap ahli ramal dan shiffin. Keterangan tentang persoalan ini dapat dijumpai dalam sepucuk
surat yang dikirim oleh khalifah ali kepada kaum Bughat
)احدا فان فعلتم نفدت اليكم بالحرب (رواه احمد والحكم
Dari Abdullah bin Syaddad ia berkata, berkata Ali R.A. kepada kaum khawarij, “kamu boleh
berbuat sekehendak hatimu dan antara kami dan antara kamu hendaklah ada perjanjian, yaitu
supaya kamu jangan menumpahkan darah yang diharamkan (membunuh). Jangan merampok di
jalan, jangan menganiaya seseorang. Jika kamu berbuat itu, penyerangan akan diteruskan
terhadap kamu sekalian (HR. Ahmad dan Hakim) Dengan keterangan ini, dapat ditegaskan
bahwa gerombolan itu belum boleh diperangi begitu saja selagi mereka bersedia diajak
berunding dan belum merusak.
Pelaku bughat wajib diupayakan agar mereka kembali taat kepada imam. Usaha mengajak
mereka kembali memiliki tahapan :
a. Mengirim utusan kepada mereka untuk mengetahui sebeb-sebeb mereka melakukan
pemberontakan. Apabila sebab-sebab itu ternyata berupa ketidaktahuan, maka
diusahakan agarmereka menjadi mengerti.
b. Jika tindakan pertama tidak berhasil dan mereka tetap bertahan dengan pendapat
mereka, tindakan selanjutnya adalah menasehati mereka dan mengajak untuk kembali
mentaati imam yang sah.
c. Jika usaha kedua juga tidak berhasil, maka tindakan ketiga adalah memberi ancaman.
d. Jika dengan usaha ketiga juga tidak berhasil, maka tindakan terakhir adalah memerangi
mereka hingga mereka taat dan kembali.
E. Sanksi Bughat
Dalam menentukan sanksi bagi pelaku pidana bughat atau pemberontakan dibagi menjadi
dua hal, yakni :
7
Pertama, Tindak pidana yang berkaitan langsung dengan pemberontakan.Yang dimaksud tindak
pidana yang berkaitan langsung dengan pemberontakan adalah berbagai tindak pidana yang
muncul sebagai bentuk pemberontakan terhadap pemerintah, seperti perusakan fasilitas publik,
pembunuhan, penganiayaan, penawanan dan lain sebagainya. Sebagai konsekuensi dari berbagai
kejahatan yang langsung berkaitan dengan pemberontakan tersebut, pelaku tidak
mendapat jarimah biasa, akan tetapi mendapat hukuman mati. Akan tetapi, jika imam
memberikan pengampuan (amnesti), maka pelaku pemberontakan akan mendapatkan
hukuman ta’zir.
Kedua, Tindak pidana yang tidak berkaitan langsung dengan pemberontakan.Yang dimaksudkan
dengan tindak pidana yang tidak berkaitan dengan pemberontakan adalah berbagai tindak
kejahatan yang tidak ada korelasinya dengan pemberontakan, tapi dilakukan pada saat terjadinya
pemberontakan atau peperangan.Beberapa kejahatan tersebut seperti minum minuman keras,
zina atau perkosaan, pencurian, dan lain sebagainya.
A. Agar umat islam hanya ada satu komando yaitu imam yang sah.
B. Menyadarkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan.
C. Mengingatkan agar senantiasa mengamalkan perintah Allah SWT. khususnya taat
kepada imam yang sah.
D. Mengingatkan bahwa perbedaan dalam satu kelompok merupakan suatu rahmat, asal
tidak terjadi percekcokan dan permusuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
Bughat adalah segolongan kaum muslimin yang menentang imam (pemerintah yang adil)
dengan menyerang, serta tidak mau mengikutinya atau tidak memberikan hak imam yang
menjadi kewajibannya, dan mempunyai alasan yang kuat untuk memberontak, serta ada
seseorang pemimpin yang mereka taati. Bila pemberontak itu sudah di berikan nasehat oleh
imam secara baik-baik dan telah ditempuh cara-cara lain yang baik agar mereka bersedia
mengikuti motiv yang mendorong mereka bersikap keras tidak mau tunduk kepada imam yang
adil, tidak bersedia sadar diri dan bertobat, mereka masih bersikeras membangkang ,maka sang
imam baru dibolehkan memberi tahu, bahwa mereka akan di bunuh sebagai langkah yang
terakhir.
B. Saran
Demikianlah makalah yang saya susun. Saya yakin dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
9
Mas’ud, Drs. Ibnul, Drs Zainul Arifin. Fiqih Madzab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam,Jakarta: Sinar Grafika, 2005
Muthohar, Ali, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2005.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006
Umar , Drs. Imron Abu, Terjemah Fathul Qorib Juz 2, Kudus: Menara Kudus, 1983.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1989.
10