Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“JARIMAH PEMBERONTAKAN”
DOSEN PENGAMPU: Muhammad Al Mansur, S.Sy., M.I.S

Disusun Oleh :

FIRA ANANDA RIZKY


MUHAMMAD KHAIRUL

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


JURUSAN SYAR’IAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia serta berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan harapan dan tepat pada waktunya. Makalah ini kami buat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayah. Makalah ini berjudul ”Jarimah
Pemberontakan”
Kami berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah mengajar mata
kuliah Fiqih Jinayah. Dan kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan.

Bengkalis, 15 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
2.1 Pengertian Al-Baghyu ..................................................................... 3
2.2 Unsur-unsur Jarimah Al-Baghyu ..................................................... 4
2.3 Hukuman Terhadap Pemberontak ................................................... 5
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 7
3.2 Saran ................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum bunuh bagi pemberontak (Hukum Jarimah al-Baghyu) dipahami
oleh sebagian ulama sebagai serangan balik dan hanya ditujukan untuk
mematahkan pemberontak guna mengembalikan ketaatannya kepada penguasa
yang sah. Memerangi pemberontak hukumnya adalah wajib karena menegakkan
hukum Allah.
Para pemberontak atau Hukum al-Baghyu merupakan kelompok jahat
karena berupaya melakukan kerusakan di muka bumi. Mereka meresahkan
masyarakat, merusak keamanan dan ketentraman negara, dan menimbulkan fitnah
ditengah-tengah masyarakat. Islam memerintahkan pemerintah yang sah untuk
mengajak dan berunding supaya mereka kembali bergabung dengan mayoritas
orang islam atau mayoritas warga negara. Apabila tidak bersedia bergabung, maka
pemerintah harus memerangi mereka sampai mereka sadar dan bergabung dengan
pemerintahan yang didukung oleh mayoritas warga negara muslim.
Apabila ada perintah dari pemerintah untuk memerangi kaum
pemberontak atau al-Baghyu, maka setiap muslim yang mampu wajib
melaksanakan perintah tersebut, karena taat kepada permerintah pada hal-hal yang
bukan maksiat hukumnya adalah wajib.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini penulis mempunyai beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas antara lain sebagai berikut ini:
1. Apa yang dimaksud dengan al-baghyu?
2. Apa saja unsur-unsur jarimah al-baghyu?
3. Apa saja hukuman terhadap pemberontak?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan yaitu
sebagai berikut ini:
1. Untuk mengetahui pengertian al-baghyu
2. Untuk mengetahui unsur-unsur jarimah al-baghyu
3. Untuk mengetahui hukuman terhadap pemberontak

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Baghyu


Secara etimologis, al-baghyu berasal dari kata ‫ بغيا –بغى – يبغي‬yang berarti
menuntut sesuatu. Kalau ada kalimat ‫ بغى على الناس بغيا‬artinya ‫ ظلم واعتدى‬berbuat
zalim dan menganiaya. Pelakunya disebut ‫ باغ‬yang bentuk jamaknya adalah ‫بغاة‬.
Kata ‫ بغى‬juga berarti ‫ تكبر‬sombong, takabbur. Dikatakan demikian karena pelaku
jarimah bersikap takabbur dengan melampaui batas dalam menuntut sesuatu yang
bukan haknya. Hal ini disinggung dalam firman Allah berikut :

‫ع َلى ۡٱۡل ُ ۡخ َر ٰى فَ ٰ َق ِتلُواْ ٱلتتِي‬


َ ‫ص ِل ُحواْ بَ ۡينَ ُه َم ۖا فَ ِإ ۢن بَغَ ۡت إِ ۡح َد ٰى ُه َما‬ ۡ َ ‫ان ِمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ۡٱقتَتَلُواْ فَأ‬ ِ َ ‫َوإِن َطآئِ َفت‬
٩ َ‫ب ۡٱل ُم ۡقس ِِطين‬ ۖ ُ ‫س‬ِ ‫ص ِل ُحواْ بَ ۡينَ ُه َما ِب ۡٱلعَ ۡد ِل َوأَ ۡق‬
ۡ َ ‫ت َ ۡب ِغي َحت ت ٰى تَ ِف ٓي َء إِلَ ٰ ٓى أ َ ۡم ِر ٱللت ِۚ ِه فَ ِإن فَا ٓ َء ۡت َفأ‬
ُّ ‫ط ٓواْ إِنت ٱللتهَ يُ ِح‬

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Akan tetapi, kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu
kamu perangi sampai sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau ia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.
Al-Hujurat (49):9)1
Al-baghyu (pemberontakan) sering diartikan sebagai keluarnya seseorang
dari ketaatan kepada imam yang sah tanpa alasan.2
Pengertian secara terminologis, al-baghyu adalah usaha melawan suatu
pemerintahan yang sah secara nyata, baik dengan mengangkat senjata atau tidak
mengindahkan ketentuan yang digariskan pemerintah. Asy-Syafi’i, seperti dikutip
H.A.Dzajuli, mengatakan, pemberontak adalah orang muslim yang menyalahi

1
Nurul Irvan, Masyrofah. Fiqh Jinayah, jakarta: Amzah, 2013, hlm 59.
2
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2009, hlm. 158.

3
iman, dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan diri dari iman, menolak
kewajiban, yang memiliki kekuatan, argumentasi dan pimpinan.3

2.2 Unsur-unsur Jarimah Al-Baghyu


Dalam tindak pidana pemberontakan terdapat tiga rukun penting, yaitu :
a. Memberontak terhadap pemimpin negara yang sah dan berdaulat
Maksudnya adalah upaya untuk memberhentikan pemimpin negara dan
jabatannya. Para pemberontak tidak mau mematuhi undang-undang yang sah dan
tidak mau menunaikan kewajiban mereka sebagai warga negara.
Namun demikian, para ulama fiqh menyatakan bahwa pemberontakan
yang munul karena pemerintah mengarahkan warganya untuk berbuat maksiat
tidak dapat dinamakan al-baghyu. Alasan ulama adalah sabda Rasulullah SAW
berikut :
‫عن ا بن عمررضي الله عنهماعن النبي صلى الله عليه وسل قال السمع والطا عة حق مالم‬
‫يؤمربالمعصية فإذا أمربمعصية فال سمع والطا عة‬
Dari Umar RA dari Nabi SAW beliau bersabda,”Mendengar dan menaati
pemimpin hukumnya haq (wajib) selama tidak memerintahkan kemaksiatan. Jika
diperintah untuk melakukan kemaksiatan, tidak wajib mendengar dan menaati”.
(HR. Al-Bukhari).4
b. Dilakukan secara demonstratif
Maksudnya adalah di dukung oleh kekuatan bersenjata. Oleh sebab itu
menurut ulama fiqh, sikap sekadar menolak kepala negara yang telah diangkat
secara aklamasi, tidak dinamakan al-baghyu. Misalnya, sikap Ali bin Abi Thalib
yang tidak mau membaiat Abu Bakar atau sikap Ibnu Umar dan Abdullah bin
Zubair yang tidak mengakui keabsahan pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah.
Sikap mereka tidak termasuk al-baghyu karena sikap mereka tidak demonstratif.

Contoh lain adalah golongan khawarij yang ada pada masa pemerintahan Khalifah
Ali bin Abi Thalib. Mengenai hal ini, Imam Al-Syafi’i mengatakan,

3
Rahmat hakim, hukum pidana islam (fiqh jinayah), Bandung; Pustaka setia, 2000, hal. 108.
4
Nurul Irvan, op cit, hlm. 62.

4
“sesungguhnya sekelompok orang yang menampakkan sikap seperti kaum
Khawarij dengan memisahkan diri dari jama’ah, bahkan menganggap jama’ah
tersebut kafir, tidak menyebabkan diperbolehkannya memerangi kelompok ini
sebab mereka masih berada dibawah perlindungan Iman. Hal tersebut tidak
menjadikan mereka berubah status menjadi (murtad) yang Allah SAW
perintahkan untuk diperangi.5
c. Termasuk perbuatan pidana
Maksudnya adalah usaha untuk menggulingkan pemerintahan yang sah
dan berdaulat dengan cara mengacau ketertiban umum. Apabila tindakan pelaku
itu tidak menjurus pada penggulingan pemerintahan dan tidak pula melakukan
tindak pidana (seprerti mebunuh, merampas, memperkosa, dan merampok), maka
ulama fiqh menyatakan bahwa itu tidak termasuk al-baghyu.6

2.3 Hukuman Terhadap Pemberontak


Suatu gerakan anti pemerintah dinyatakan pemberontak dan harus
dihukum sebagaimana yang ditetapkan pada garis hukum. 7 Yaitu pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi adalah dibunuh atau disalib (dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik) atau dibuang dari negeri tempat kediamaannya.
Sanksi hukum tersebut sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia
dan di akhirat memperoleh siksaan yang besar.
Penerapan hukum dimaksud akan dilaksanakan bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut: 8
1. Pemegang kekuasaan yang sah bersikap adil dalam menetapkan kebijakan.
2. Pemberontak merupakan suatu kelompok yang memiliki kekuatan.
3. Dari gerakan tersebut diperoleh bukti-bukti kuat yang menunjukkan
sebagai gerakan untuk memberontak guna menggulingkan pemerintahan

5
Nurul Irvan, Masyrofah. Fiqh Jinayah, jakarta: Amzah, 2013, hlm. 68.
6
Nurul Irvan, Masyrofah, ibid, hlm. 71.
7
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 76.
8
Ibid, hlm. 76.

5
yang sah. Jika tidak gerakan tersebut dikategorikan sebagai pengacau
keamanan atau perampok.
4. Gerakan tersebut mempunyai sistem kepemimpinan, karena tanpa ada
seorang pemimpin tidak mungkin kekuatan akan terwujud.
Pertanggung Jawaban Pidana dan Perdata Pelaku Jarimah Al-Baghyu
Pemisahan pertanggungjawaban pidana dan perdata bagi pelaku tindak
pidana al-baghyu berkaitan dengan waktu terjadinya jarimah ini,9 yaitu sebelum
serta sesudah terjadi pemberontakan dan pada saat terjadi pemberontakan.
a. Pertanggungjawaban sebelum dan sesudah terjadinya pemberontakan
Suluruh tindakan pemberontakan yang bersifat pidana dan perdata yang
mereka lakukan sebelum dan sesudah pemberontakan wajib mereka
pertanggungjawabkan. Apabila mereka melakukan pembunuhan,
pencurian dan pemerkosaan mereka harus dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan jarimah yang mereka lakukan.
b. Pertanggungjawaban pada saat terjadi pemberontakan
Ulama’ mazhab 4 bersepakat bahwa pemberontakan yang memiliki
argumentasi yang kuat, tidak berkewajiban mengganti harta dan jiwa yang
terbunuh ketika terjadi kontak senjata.

9
Op cit, hlm. 73.

6
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Jarimah Al-Baghyu adalah jenis pemberontakan yang sering diartikan
keluarnya seseorang atau kelompok dari ketaatan kepada imam yang sah tanpa
alasan. Artinya pemerintah yang sah dilantik adalah pemerintah yang amar ma’ruf
kemudian diancam oleh seorang atau kelompok yang tidak sepaham dengan
pemerintah menggunakan jalan kekerasan, maka itu hukumnya wajib diperangi.
Seperti yang diterangkan dalam Hadits :
‫عن فجة قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسل يقول من أتاكم وأمركم جميع على رجل‬
‫واحد يريد أن يفرق جما عتكم فا قتلوه‬
Dari Fujrah bin Suraih, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
bersabda,’barangsiapa yang menyarang kalian, padahal kalian berada dalam
sebuah kesepakatan, sedangkan orang tersebut mengacaukan persatuan kalian
maka bunuhlah ia.’”(HR. Muslim).
Namun pemerintah sebelum memutuskan untuk perang, sebelumnya
pemerintah hendaknya menyuruh mereka (pemberontak) untuk kembali kejalan
pemerintahan yang sah atau memenjarakan mereka terlebih dahulu sampai ia
bertaubat. Jika memang pemberontak itu tidak mau bertaubat dan ingin melalui
jalan kekerasan maka perang adalah jalan satu-satunya.

3.2 Saran
Setelah membahas tentang Jarimah Pemberontakan di atas, alangkah
baiknya kita lebih memperdalam pemahaman teori tentang kajian tersebut
sebelum kita mengamalkan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita,
sehingga kita tidak salah dalam mengaplikasikan teori tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Makhrus, Munajat. 2009. Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta: Teras.


Nurul, Irvan. 2013. Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah.
Rahmat, Hakim. 2000. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Bandung; Pustaka
Setia.
Zainuddin, Ali. 2012. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai