Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

JARIMAH PEMBERONTAKAN (Bughat)


Diajukan Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu : Muhammad Amin Nasution, MA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 11:


Zaqi Asshiddiqy (0201222098 )
Syahrani Sitanggang (0201222134)

PRODI AHWAL ASY- SYAKHSYHIYAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum warrahmatullahi wabarakatuh


Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang
senantiasa di limpahkan-Nya kepada kita. Shalawat beriringkan salam kita
hadiakan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaat
nya di akhirat nanti. Ucapan terimakasih kepada ibu dosen dan teman-teman yang
ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini ,sehingga dapat menyelesaikan
tugas dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Fiqh Jinayah

Kami menyadari dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu kami mohon maaf atas kesalahan
dan tidak kesempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami jugak
mengharap adanya kritik dan saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan
dalam makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mata kuliah
Fiqh Piadana, serta dapat meningkatkan mutu Pendidikan dan dapat menambah
wawasan bagi pembaca. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Medan, 18 Desember 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4


A. LATAR BELAKANG .......................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 4
C. TUJUAN MASALAH .......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5


A. PENGERTIAN PEMBERONTAKAN(BUGHAT) ........................................................... 5
B. DASAR HUKUM PELARANGAN PEMBERONTAKAN(BUGHAT) .......................... 5
C. UNSUR-UNSUR BUGHAT(PEMBERONTAKAN) ........................................................ 7
D. HUKUMAN KAUM BUGHAT(PEMBERONTAKAN) .................................................. 8
E. HIKMAH DILARANGNYA BUGHAT ............................................................................. 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10


A. KESIMPULAN ................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 11

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam berisikan aturan-aturan yang bernuansakan sebuah hiasan
hidup yang ditetapkan Allah sebagai suatu bentuk cinta dan kasih sayang-nya
kepada hamba-hambanya . Agar terciptanya hidup yang penuh keindahan,
kedamaian, dan ketentraman bagi manusia, sebagai khalifah dimuka bumi yang
harus senantiasa menjaga, memelihara dan menghindari segala bentyk perbuatan
jahat yang berdampak kerusakan. Dalamn hal ini diantara aturan-aturan itu adalah
terkait hukuman bagi segala macam pelanggaran, lebih khususnya pelanggaran
yang berupa pemberontakan (bughat).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pemberontakan (Bughat)?
2. Apa Dasar Hukum Bughat?
3. Apa Saja Unsur-Unsur Bughat?
4. Apa Hukuman Pelaku Bughat?
5. Apa Hikmah Dilarangnya Bughat?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Bughat
2. Mengetahui Dasar Hukum Bughat
3. Mengetahui Unsur-Unsur Bughat
4. Mengetahui Hukuman Pelaku Bughat
5. Mengetahui Hikmah Dilarangnya Bughat.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemberontakan (Bughat)
Secara bahasa, pemberontak berarti menurut sesuatu. Dikatakan bagaytu kaza
berarti “saya menuntut (talaba) hal itu.. Diantara yang bermakna demikian adalah
firman Allah SWT tentang Nabi Musa.1
Secara „Urf (adat), Kata al-Baghyu biasanya berarti menuntut sesuatu yang tidak
halal berupa kezaliman. Walaupun demikian secara bahasa, al-Baghyu bisa juga
berarti menuntut secara besar.
Secara terminologis al-Baghyu adalah usaha melawan pemerintahan yang sah
dengan terang-terangan atau nyata, baik dengan mengangkat senjata maupun tidak
mengindahkan ketentuan yang digariskan oleh pemerintah. Asy-Syafi‟I
mengatakan, pemberontak adalah orang muslim yang menyalahi imam, menolak
kewajiban, yang memiliki kekuatan, argumentasi, dan pimpinan.2
Ulama Malikiyah mendefinisikan pemberontakan sebagai penolakan untuk taat
kepada orang yang kepemimpinannya sudah tetap dalam hal yang bukan maksiat
dengan cara mengadakan perlawanan walaupun menggunakan takwil. Mereka
mendefinisikan pemberontakan (bughat) sebagai sekelompok muslim yang
melawan pemimpin tertinggi (al-Imam al-a’zam) atau wakilnya dengan menolak
hak yang wajib atas mereka atau tidak taat padanya.
Dengan demikian, dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pemberontakan adalah suatu tindak pidana yang dilakukan baik seacara perorangan
maupun kelompok dengan cara pembangkangan terhadap imam (Pemimpin
tertinggi) seperti kepala negara dengan melakukan perlawanan.
B. Dasar Hukum Pelarangan Pemberontakan (Bughat)
Adapun yang menjadi landasan hukum pelaku pemberontak, penulis
menguraikan dalam dua dimensi hukum, yaitu dalam pidana islam dan KUHP,
dasar hukum pelanggaran pemberontak dalam hukum pidana islam yaitu:
a. Dalil Al-Qur’an
Dalil tentang pemberontakan adalah firman Allah SWT:

1
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jina’ al-Islami Muqaranbi al Qanun al Wad’I,
diterjemahkan: Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid V, (terj: Tim Tsalisah), (Bogor: PT.
Kharisma Ilmu,tt), hlm. 233.
2
Mustafa Hasan& Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) Dilengkapi
dengan kajian Hukum Pidana Islam, cet ke-1, (Bandung: Pustaka Setia,2013), hlm. 454

5
Artinya:”dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain. Hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kaalau dia telah surut. Damaikanlah keduanya menurut keadilan. Dan
hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mecintai orang yang
berlaku adil. (Q.s al-Hujurat:9)
Kemudian dalam ayat berikutnya, firman Allah SWT:

Artinta:”orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu


damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramuitu dan takutlah
kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.s al-Hujurat:10)
Kemudian dalam surah lainnya, Allah SWT befirman:

Artinya:”hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya


dan ulil amri diantara kamuy. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnah). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

6
Yang demikian itu lebih utama bagimu sdan lebih baik akibatnya. (Q.s an-
Nisa‟:59).
b. Al-Sunnah
1. Daripada Abdullah bin Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda yang
bermaksud:
Siapa yang telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi bai‟ah atau
kesetiaan) kepada seseorang pemimpin, maka hendaklah dia mentaatinya
selagi termampu.sekiranya datang seorang lain yang menentangnya
(memerangi pemimpin bai‟ah itu) maka pancunglah kepada penentangnya
itu” Riwayat Muslim.
2. Dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:
“siapa yang melihat sesuatu perkara yang ia tidak sukai daripada ketuanya
maka hendaklah ia bersabar, sesungguhnya siapa yang berpisah daripada
jamaah walaupun sejengkal lalu ia mati maka matinya ialah jahiliyah” HR
al-Bukhari dan Muslim.

C. Unsur-Unsur Bughat (Pemberontakan)


Unsur-unsur pemberontakan ada tiga yaitu:
1) Pembangkangan terhadap kepala Negara (imam)
Menentang kepala negara dan berupaya untuk menghentikannya, atau menolak
untuk melaksanakan kewajiban sebagai warga negara. Keajiban atau hak
tersebut bisa merupakan hak Allah yang ditetapkan untuk kepentingan
perorangan, contohnya seperti penolakan membayar zakat, penolakan untuk
melaksanakan putusan hakim. Tetapi berdasarkan putusan fuqoha, penolakan
untuk tunduk kepada pemerintahan yang menjurus kepada kemaksiatan bukan
merupakan pemberontakan, melainkan merupkan suatu kewajiban, karena
keetaatan tidak diwajibkan kecuali apabila seorang imam (kepala Negara)
memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat maka tidak ada
kewajiban bagi siapapun untuk mentaatinya.
2) Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan
Apabila sikap tersebut tidak disertai dengan penggunaan kekuatan maka hal itu
tidak dianggap sebagi pemberontakan. Contohnya seperti keengangan untuk
membaiat seorang imam, setelah ia didukung oleh mayoritas, walaupun ia
mengajak orang lain untuk memecat imam tersebut, dan ia tidak tunduk
kepadanya atau menolak ajakan untuk melaksanakan kewajiban tetapi baru
sebatas ajakan semata. Contohnya seperti pembangkangan kelompok khawarij
dari sayyidina ali, mereka tidak dianggap sebagai pemberontak, sampai mereka
mewujudkan sikapnya itu dengan menggunakan kekuatan. Jadi, apabila baru
sebatas ide, sikap tersebut belum termasuk pemberontakan.
3) Adanya niat yang melawan hukum

7
Disyaratkan bahwa pelaku bermaksud untuk mencopot imam, atau tidak
mentaatinya, atau menolak ajakam untuk melaksanakan kewajiban yang
dibebankan oleh syara‟.pelaku tidak di anggap sebagai pemberontakan.3

Adapun pendapat lain mengatakan, bahwa suatu golongan dikatakan pemberontak


jika terdapat sifat-sifat sebagai berikut:
1. Mereka mempunyai kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata.
2. Mereka mempunyai alasan menentang Islam
3. Mereka mempunyai pengikut yang setuju dengan mereka
4. Mereka mempunyai pemimpin yang ditaati.
D. Hukuman Kaum Bughat (Pemberontakan)
Para ulama telah sepakat bahwa tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslim haruslah ditumpas. Memerangi mereka itu wajib hukumnya,
yang mana tindakan mereka dapat di pandang sebagai hukuman. Dasar hukum
untuk pemberontakan ini yaitu dalam surah Al-Hujurat ayat 9. Ayat ini
menjelaskan, jika ada orang mukmin saling bermusuhan maka jamaah yang
memiliki kebijaksanaan wajib segera campur tangan untuk mendamaikannya.
Seiranya salah satu golongan membangkang tidak mau berdamai maka golongan itu
harus diperangi.4
Para ulama fiqh berpendapat bahwa:
1. Mereka yang dari golongan itu tidak bolehg diperangi.
2. Orang yang terluka tiodak boleh dibunuh
3. Harta mereka tidak boleh dijadikan ghonimah
4. Istri-istri dan keluarga mereka tidak boleh ditawan
5.Segala kerusakan akibat pertempuran tidak boleh dijadikan jaminan, baik itu
berbentuk jiwa ataupun harta.
Kalau diteliti dari ketentuan Al-qur‟an pada surah Al-Hujurat:9 tampaklah
kedudukan yang sama antara pemberontak dan yang dibentuk kedua-duanya
disebut golongan mukmin, dan Al-qur‟an memerintahkan untuk memerangi pihak
yang melampaui batas, apakah mereka itu yang memberontak atau yang di
berontak. Kalau yang di berontak memiliki kekuatan dan takwil, dan dalam
peperangan kalah, mereka juga diperlakukan seperti pihak pemberontak. Oleh
karena itu dalam peristiwa peperangan Ali dan Muawiyah para ulama tidak
menyebut siapa yang memberontak dan yang diberontak. Keduanya mempunyai
kekuatan dan takwil.
Ulama Hanafi tidak menggolongkan pemberontakan itu termasuk hudud, karena
kalau di perhatikan tindak-tindak hukum yang dikarenakan pada pemberontak
ternyata tidak ada ketentuan hukum haad pada mereka, hanya memerangi mereka
sehingga mau kembali taat.
E. Hikmah Dilarangnya Bughat (Pemberontakan)
3
Hasanuddin, Nor, Lc, Ma, Fiqh Sunnah3, jakarta, Pena Pundi Aksara 2006.
4
Marsum, Drs. Jinayat, Yogyakarta,1991

8
Ada beberapa hikmah dilarangnya bughat, antara lain sebagai berikut:
 Mengembalikan para pelaku bughat ke jalan yang benar sesuai dengan
Al-Qur‟an dan Hadist.
 Menyadari pelaku bughat betapa pentingnya kesatuan dan persatuan.
 Mendidik pelaku bughat agar senantiasa mengamalkan perintah Allah.
 Terciptanya situasi dan kondisi Negara yang aman dan tentram.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian bughat mengikuti istilah syara‟” segolongan umat Islam yang
melawan dan mendurhakai terhadap ulil amri yaitu pemerintah yang adil yang
menjalankanhukum-hukum syariat islam.
Pemerintah yang zalim adalah pemerointah yang semena-mena dalam
membuat kebijakan hingga masyarakat terzalimi dengan banyaknya korupsi yang
lebih berpihak kepada orang kafir dll.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jina’ al-Islami Muqaranbi al Qanun


al Wad’I, diterjemahkan: Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid V,
(terj: Tim Tsalisah), (Bogor: PT. Kharisma Ilmu,tt)

Mustafa Hasan& Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah)
Dilengkapi dengan kajian Hukum Pidana Islam, cet ke-1, (Bandung: Pustaka
Setia,2013)

Hasanuddin, Nor, Lc, Ma, Fiqh Sunnah3, jakarta, Pena Pundi Aksara 2006.

Marsum, Drs. Jinayat, Yogyakarta,1991

Drs. Ibn Mas'ud, Drs. Zainul Arifin. Fiqih Mazhab Syafi‟I. (Bandung: Pustaka
Setia,2000).

11

Anda mungkin juga menyukai