Pagi itu Miska senang sekali. Hari pertama ia menjadi anak kelas 11. Seragam putih
abu abu yang membaluti tubuhnya begitu pas dan cocok untuk dirinya yang anggun.
Langkahnya menyusuri trotoar seolah bagai menari, meliukkan kaki dan tangannya yang
selaras. Tiiinn...tiiin.. Suara klakson motor dari belakang mengagetkannya, rupanya Mella.
Sahabat yang selalu mendampingi. Memang sudah ada janji kalau Mella ingin
menjemputnya.
"Tumben seneng amat, Non" sapa Mella kemudian, yang disapa cuma mesem.
"Lah, kamu tumben nggak telat?" Tanya Miska sembari menaikkan badannya di
motor kesayangan Mella.
"Senangnya ya, kita udah kelas 11. Nggak terasa deh" pinta Mella. Miska hanya
mengangguk.
Duapuluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai tenpat tujuan. Ya, SMA Bhakti
Mulia. Merupakan SMA favorit di kota mereka tinggal. Masih ada sekitar lima menit bel
masuk akan berbunyi. Waktu lima menit ia gunakan untuk memfotokopi berkas berkas osis,
karena mereka anggota osis. Saat tiba di koperasi, mereka melihat sosok cowok yang tak
mereka kenal. Postur tinggi, tampan, kulitnya putih. Seketika sepasang mata mereka masing
masing beradu dengan mata cowok tersebut. Langkah semakin canggung.
"Haii.." sapa cowok itu, yang disapa hanya tersenyum. Siapa lagi kalau bukan Miska
dan Mella. Karena hanya mereka bertiga pengunjung koperasi pagi itu.
Mereka lagi lagi hanya bisa mengangguk. Beberapa saat kemudian, Mella
menyerahkan berkas yang akan dicopi kepada penjaga koperasi. Sesaat kemudian, Miska
ingin mencuri pandang barang sebentar kepada cowok yang menyapanya barusan. Ia sedikit
menoleh ke belakang. Blaiikk! Miska melihat cowok tersebut sedang berbicara.
Namun aneh, disebelahnya tidak ada siapa-siapa. Ia mengucek maya sebentar, lalu
melihatnya lagi. Bener, cowok tersebut memang sedang berbicara. Tiba-tiba bulu kuduk
Miska berdiri. Merinding seketika. Namun ia belum berani bercerita kepada sahabatnya.
Part 2: 2013
Pagi tadi saat berada di koperasi, ia melihat cowok yang menyapanya dan Mella,
sedang terlihat asik seperti mengobrol, namun ia tak melihat siapa yang diajaknya mengobrol.
Miska merinding, ia merasakan hawa yang aneh. Bulu kuduknya tak henti berdiri. Hingga
Mella selesai memfotokopi berkas, ia masih saja merinding.
"Kenape lu Mis? Kayak orang linglung begitu, sakit?" Tanya Mella sembari
menggamit lengan Miska untuk beranjak ke kelas, berhubung bel masuk sudah berbunyi.
Miska masih saja diam, belum berani menceritakan pada Mella.
Saat semua sudah duduk rapi di dalam kelas, pak Dodit segera masuk. Beliau masuk
dengan tegap seperti biasanya. Pak Didit ini adalah guru matematika sekaligus wakil kepsek
bidang kesiswaan.
"Anak-anak, kita kedatangan murid baru. Nak, silakan masuk.." pinta pak Dodit di
depan kelas, beliau menyuruh orang yang dimaksud anak baru untuk memasuki kelas.
Ruangan kelas mulai riuh. Kebiasaan jika mendapat anak baru. Ada yang mengintip,
ada yang berbisik, ada pula yang cuit cuit. Semua asik dengan sendirinya. Miska dan Mella
hanya diam tanpa menanggapi apa-apa. Akan tetapi, ia dikejutkan oleh anak baru yang
dimaksud Pak Dodit tadi, anak itu yang tadi pagi menyapa mereka saat di koperasi. Miska
dan Mella saling tatap.
"Nak, perkenalkan dirimu nak.." ucap pak Dodit pada anak baru tersebut.
"Ehm.. perkenalkan nama saya Dhika Mahesa Purnama. Bisa dipanggil Dhika,
terimakasih.." ucapnya pelan namun tegas, berwibawa. Suaranya.. ah, membuat para cewek
dikelas berbinar binar. Lantas anak baru yang mengaku bernama Dhika menebar senyuman
dan sontak matanya terpaku saat melihat mereka. Ia melambaikan tangan pelan pada Miska
dan Mella, mereka hanya menjawab dengan senyum.
Saat itu, kebetulan di samping Misa ada satu bangku yang belum ditempati, Dhika memilih
duduk di samping Miska.
"Haii, ketemu lagi. Nggak nyangka kita sekelas ya," pintanya lembut pada Miska
sembari menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan, Miska membalas uluran tangannya.
"Ee.. eh, ii.. iya.. tadi kamu ke koperasi ngapain?" Tanya Miska.
"Aku beli lks, aku kan belum dapet, sama alat tulis.." pinta Dhika riang. Sesaat hati
Miska tiba tiba aneh. Bergetar saat melihat senyum dan tatapan mata Dhika. Wajahnya
memerah.
"Kamu tadi fotokopi apa?" Dhika kembali bertanya. Yang ditanya gelagapan.
"Emhh.. itu, berkas osis. Daripada nunggu bel dikelas, mending buat fotokopi dulu,
soalnya mau reor, jadi agak banyak tugas di osis.." jelas Miska panjang lebar.
"Kalau kalian mau mengobrol, silakan nanti saat istirahat. Siapa tahu kalian berjodoh,
bapak malah senang." Pinta pak Dodit disertai dengan ocehan teman temannya sekelas.
Wajah Miska kembali merah semu. Ia malu. Sesaat kemudian mereka saling
tertunduk. Akan tetapi mencuri pandang satu sama lain. Lantas Miska dan Dhika saling
senyum.
Bel pulang sekolah berbunyi. Bergegas semua siswa berhamburan dari kelasnya
masing masing. Begitupun di kelas Miska. Hari itu, Mella sedang ada rapat sie nya.
Sedangkan Miska sebagai pengurus harian osis, tidak ada kegiatan apapun waktu itu.
"Tunggu ya, Non. Aye bentar kok rapatnya. Paling 30 menit selese," pinya Mella.
"Yup, tak tunggu depan gerbang yah," ucap Miska sembari jalan. Mella mengangguk.
Saat hampir sampai di depan gerbang, Miska melihat Dhika yang sedang mondar
mandir di tengah lalu lalangnya para siswa.
"Hlahh, tadi pak guru negur namamu Miska, jadi aku tahu.." jawabnya.
"Ohh, iya ding. Aku lupa, hhe.." pinta Miska.
"Ehh, anun nunggu Mella, sedang rapat di sie nya.." jelas Miska.
"Ohh, begitu.."
Namun, hal itu justru membuat bingung Miska. Kata 'teman' yang diucapkannya
membuat Misa semakin tak mengerti. 'Bukannya, ia anak baru? Apa sudah punya temab
disini? Lagian yang belum pulang hanya anak osis sie bela negara dan anak seni tari, apa dia
punya tem salah satu dari mereka?' tanya Mis dalam hati. Ia tak berani mengungkapkan.
25menit lebih telah berlalu. Kini hanya ada mereka berdua di depan gerbang. Mereka sama
sama mengobrol dengab asik. Penghuni sekolah sudah pada pulang, kecuali yang ekstra.
Tiba tiba Dhika terlonjak kegirangan,
"Yang mana?" Tanya Miska penasaran. Ia sapu seluruh pandangan ke arah sekolah.
Tak ada siapa siapa.
Miska segera melihat orang yang disebut teman oleh Dhika, ia sapu pandangan ke
arah timur. Dan, Blaiikk!! Betapa kagetnya dia. Sosok yang disebutnya teman ternyata
seorang cewek. Badannya tinggi, bajunya... bajunya putih terusan. Rambutnya panjang
terurai. Dan semakin dekat ke arah mereka, Miska semakin jelas melihatnya. Wajahnya,
pucat pasi seolah tak ada aliran darah. Sorot matanya tajam. Dan.. ah, tidak!! Kakinya tidak
menginjak tanah. Ia berjalan mengambang. Sosok apaan ini? Kepala Miska seolah mulai
berputar putar.
"Dia, temanku sejak kecil Miska, dia sangat baik.." jelas Dhika. Namun,
penjelasannya terasa kabur di telinga Miska. Tubuh Miska seolah ringan tak berasa. Semua
berputar putar, dan... Bruukk!! Miska limbung terjatuh.
Part 3: 2013
Miska melihat sosok aneh dalam hidupnya yang dianggap sebagai 'teman' dari Dhika.
Karena terkejut, ia tak mampu kuasai dirinya sendiri dan Miska akhirnya pingsan.
"Aku... aku ada dimana ini?" Tanya Miska sesaat setelah siuman.
"Tenang Miska, kamu ada di uks" jawab seorang cowok. Dia adalah Rangga, ketua
osis. Di samping Rangga duduk seorang cewek yang tak asing bagi Miska, dialah Mella.
"Tadi kami menemukan kamu di depan pintu gerbang, kamu pingsan. Ada apa? Lagi
nggak enak badan jangan dipaksa berangkat atuh, Non..." jelas Mella sembari menghampiri
tempat Miska berbaring. Miska seketika memeluk Mella erat sembari menangis.
"Ada apa dengan anak pindahan itu Mis?" Tanya Mella kemudian.
"Dia aneh, berteman dengan makhluk yang tak seperti kita. Dia.. dia aneh Mell.."
rintih Miska lagi.
"Serius Mis.. jadi kamu.. pingsan, berarti kamu?" Tanya Mella setengah tak percaya.
Miska mengangguk. Lantas Mella segera menghamburkan pelukannya kembali.
"Nggak papa, Ngga. Lain kali aku ceritain. Biar Miska tenang dulu," pinta Mella
sejenak.
"Yasudah kalau begitu, yang mau anter Miska siapa nih?" Tanya Rangga kemudian.
"Kamu lah, Ngga. Kamu kan pacarnya, gimana sih.." sergak Mella. Ya benar, Rangga
adalah pacar Miska sejak kelas 10.
Pagi harinya, Miska amat lesu. Menyusuri jalan tak seriang biasanya. Rasa lemas
seolah masih menguasai dirinya. Tiin..Tiinn... Suara klakson dari belakang memekikkan
telinga Miska. Ia menoleh.
"Haii, Mis.." Betapa kagetnya ia saat tahu siapa yang menyapanya. Dhika. Namun
Miska mencoba untuk tenang.
"Kemarin lagi nggak enak badan ya, untung ada temenmu kemarin yang nolong, aku
sempat khawatir.." jelas Dhika.
"Emh. I..iiya, anu, lagi sedikit pusing, iya.. pusing. Hehe" Miska kikuk.
"Yuk bareng aja, udah mau bel loh ini, aku bonceng" tawar Dhika.
"Ooh, begitu. Yaudah aku duluan yah" pinta Dhika. Miska hanya mengangguk
tersenyum.
Sayang sekali, sekarang ia hanya bida menatap punggung Dhika dari jauh, anaknya
keren, sopan, baik, pinter juga. Sayangnya, ada yang tidak beres.
Tiinn...
"Kamu ini, ngagetin aja" jawab Miska sekenanya. Laku mereka melaju. Dan tak lama
sampai di tempat tujuan.
Bel istirahat berbunyi. Para siswa berhamburan keluar. Ada yang ke kantin, koperasi,
lapangan, dan perpustakaan. Namun Miska masih saja duduk dibangku. Dia ogah ogahan
keluar kelas.
"Mis.. kantin yuk," ajak Mella. Miska hanya diam. Mella tahu maksudnya kalau
Miska tak menyetujui.
"Ehh Mis, apa ke perpus aja yuk, ngisi waktu kosong," ajak Mella lagi.
Miska sebenarnya masih males, tetapi daripada hanya bengong di kelas, mending di buat ke
perpus lebih baik, pikirnya. Lastas ia menerima tawaran Mella.
Di perpus, tak sengaja ia melihat Dhika sedang asik membaca buku di sudut ruangan
yang kurang begitu enak untuk digunakan membaca. Mella yang tadinya penasaran dengan
anak pindahan itu, mengajak Miska untuk menghampirinya. Miska pun menyetujui, mereka
berjalan ke arah Dhika. Suara srat sret srat sret dari sepatu mereka membuyarkan keasikan
Dhika dalam membaca. Dhika menengok ke arah sumber suara.
"Ehh, hai.. kalian juga disini.." sapa Dhika yang disapa hanya tersenyum sembari
ingin bergabung dengan Dhika. Miska kemudian menarik kursi yang ada di sampingnya.
Sementara Mella menarik kursi yang berada tepat di depan Dhika.
Dan anehnya, Mella seolah tak kuat menariknya. Begitu berat.
"Ehh.. jangan," sergah Dhika secepatnya. Mella seketika terpaku, susah bergerak, dan
tetiba tubuhnya seolah menjadi berat untuk dikuasai. Dan, Bruukk!! Mella terjatuh tepat di
depan kursi yang akan ditariknya. Seluruh ruangan perpus menjadi riuh manakala Mella
pingsan.
Tubuh Mella limbung di perpustakaan, tepatnya persis depan bangku yang tadinya
berhadapan dengan Dhika. Semua pengunjug perpustakaan onar dibuatnya.
Miska sempat mencuri pandang ke arah Dhika sesaat setelah Dhika membantu mengangkat
Mella hingga depan pintu perpustaan. Miska melihat dengan mata kepala sendiri bahwa
Dhika benar-benar sedang berbicara dengan kursi didepannya. Sungguh aneh.
"Ini, sangat aneh" ucap Mekka sesaat setelah siuman, kini ia masih terbaring di
tempat tidur.
"Aneh bagaimana Mell?" Tanya Agil. Pacar Mella, anggota basket SMA Bhakti
Mulia.
"Sudahlah Mell, kamu belum sembuh betul, jangan mengada yang enggak enggak
dulu. Pikirkan kondisimu dulu, Mell.." sewot Miska lembut.
"Kalian ini ngomong apaan sih?" Tanya Agil penasaran. Memang ia sama sekali tak
mengerti.
"Ada apa dengan anak pindahan itu?" Sembur Agil kemudian. Miska hanya terdiam.
"Dia aneh. Mungkin jiwanya sedikit terganggu. Sampai harus berteman dengan
makhluk halus.." jelas Mella, kekasih Agil.
"Hah.. aku nggak paham. Berteman dengan makhluk halus? Maksudnya..." Agil
memotong pembicaraannya. Lidahnya kelu. Tenggorokannya mulai kering. Mereka bertiga
saling tatap tak percaya.
"Oke, pasti kamu juga belum percaya karena belum mengalami sendiri, mau bukti?"
Tantang Mella.
"Tapi sebaiknya jangan sendiri deh, Gil.. aku telfon aa Rangga dulu," Miska
melanjutkan. Ia lantas merogoh ponselnya dan memencet nomor seseorang.
"Bisa ke uks sebentar nggak, A'? Mau minta tolong," pinta Miska.
"A' Rangga, aa nanti ada acara nggak pulang sekolah?" Timpal Miska kemudian.
"Nggak ada, mau ajak jalan yah? Mau deh.." lagi-lagi Rangga menggurau. Ketua Osis
ini memang humoris, tapi tak kalah tampan juga.
"Ihh, enggak. Aku mau pulang, itu.. si Agil yang mau ajakin jalan, hehe. " Miska
membalas bergurau.
"Lahh, kok aku yang disalahin. Awalnya gimana sekarang gimana" Agil cemberut.
"Ini hlo, Ngga. Nanti kamu mau temenin Agil nyelidikin si Dhika kan?" Tanya Mella
pelan.
"Kemarin Miska yang dibuat pingsan, sekarang aku. Apa nggak aneh itu?" Sergah
Mella.
"Ntar lu ikut gue aja, Ngga. Gampang. Gue yang atur," pinta Agil.
Bel pulang sekolah berbunyi. Para siswa segera berhamburan keluar kelas. Semua
riuh, ramai. Banyak mobil jemputan berlalu lalang. Sepeda motor berjalan kesana kemari.
Dua pasang mata telah mengamati pintu gerbang dengan seksama. Dua pasang mata itu milik
Rangga dan Agil. Mereka mengamati sosok yang sedang mondar mandir di depan pintu
gerbang. Dia adalah Dhika, yang menjadi objek pengamatan.
Rangga dan Agil mengamati dari jarak 20 meter. Berlindung di belakang kelas paling
ujung. Lima belas menit telah berlalu. Kini mereka berdua sudah mulai jenuh. Apalagi
sekolah sudah sepi sekali. Mereka berdua memutuskan untuk segera pulang.
Namun saat mereka ingin berjalan pulang, mereka melihat Dhika dari kejauhan yang tampak
kegirangan seolah tengah menyambut datannya seseorang.
Mereka akhirnya melihat sosok yang datang. Orangnya cewek, rambutnya panjang.
Rangga dan Agil penasaran dengan siapa orang itu, apakah sekolah ditempat yang sama atau
tidak, mereka akhirnya berjalan maju. Berlindung di bawah pohon akasia. Dan sekitar 10
meter dari gerbang sekolah.
Dari situ, mereka bisa melihat dengan jelas siapa yang datang.
Seorang cewek, dengan baju putih terusan. Wajahnya pucat pasi tanoa ekspresi, seolah tak
ada aliran darah. Rambutnya panjang dibiarkan terurai. Dan... kakinya tidak menginjak tanah!
Astaga!
Mereka berdua tercengang. Saling tatap sama lain seolah tak percaya. Matanya saling
berpandangan. Karena mereka sama sama lelaki, maka tak mungkib sampai jatuh pingsan
seperti yang dialami Miska maupun Mella.
"Kita punya misi baru," bisik Rangga pada Agil kemudian setelah mereka berdua
percaya perkataan Mella.
Part 5: 2013
Setelah Rangga dan Agil mengetahui dengan mata kepala mereka, mereka akhirnya
yakin dengan apa yang diceritakan oleh kekasihnya masing-masing. Sosok cewek yang
dianggap sebagai 'teman' Dhika memang ada dan bukan termasuk jenis manusia. Mereka
bergidik. Hingga susah melangkahkan kaki untuk pulang.
Paginya, Rangga, Miska dan Mella bertemu di ruang Osis. Tak lupa juga Agil,
walaupun dia tidak menjadi anggota Osis, tetapi mereka berempat sudah bersepakat untuk
berkumpul di ruang Osis pagi itu.
"Sekarang, gue udah percaya apa yang kalian bicarakan," Rangga membuka
pembicaraan.
"Enggak lah, paling itu si Agil yang hampir jatuh, saking kagetnya. Untung gue tahan,
jadi kami nggak ketahuan," jelas Rangga.
"Sudah sudah, sekarang apa yang musti kita lakukan? Sebelum ada yang lain pada
tahu. Kasihan juga sama Dhika," Miska menimpali.
"Jadi, kamu gitu beb?" Rangga nimbrung. Agak sedikit sensitif mendengar perkataan
Miska.
"Bukaan, A'. Maksudnya, apa yang musti kita lakuin, bukankah Dhika juga manusia
seperti kita, wajib dong.. kita menolong," jelas Miska.
"Tunggu Mis, aku malah jadi khawatir, jangan jangan si Dhika bukan bangsa kita
lagi," celetuk Agil.
"Husst.. jaga omonganmu yank, gimanapun.. Miska bener Ngga, kita jangan main ego
dulu deh. Yuk, bahas rencana kita apa nih?" Mella nimbrung. Sejenak semuanya terdiam.
"Bagaimana kalau kita nanya ke teman, dimana alamat rumah Dhika?" Kembali
Rangga membuka pembicaraan.
"Aduh, siapa yang tahu alamat Dhika coba? Kan belum ada yang akrab, apalagi dia
anak baru, belum ada yang berani ngomong sama dia juga, kecuali pacar lu tuh," Agil sewot.
"Haduh, punya otak diputer dikit kali yank. Dia kan guru bp, pastinya punya arsip
alamat semua siswa dong.." pinta Mella.
Sesampainya di ruang bp, mereka benar bertemu dengan bu Hana. Segera beliau
mempersilakan mereka duduk.
"Tumben kalian pagi-pagi kesini? Ada keperluan apa? Kok ada Agil juga?" Semprot
bu Hana.
"Iya bu, Agil nggak mau Mella kabur bu, hehe.." protes Agil sekenanya. Lantas
mereka tertawa sejenak. Tak lama, Miska melirik Rangga, dan dia tahu apa yang dimaksud
sekenanya.
"Maaf bu, sebelumnya kedatangan kami kesini ingin meminta bantuan dari ibu,"
Rangga memulai percakapan.
"Hlooh, tumben kalian meminta alamat cowok. Apa Rangga sama Agil nggak marah
nih?" Gurau bu Hana.
"Kalau untuk kepentingan, kami nggak masalah bu, hehe" sergah Rangga.
"Kenapa nggak Kalian tanya langsung saja sama orangnya?" Kembali bu Hana
bertanya.
"Nah, itu masalahnya Bu. Kalau orangnya normal sih, kami berani meminta
langsung," Mella menimpali.
"Ya sudah, kalian tenang.. biar ibu ambilkan buku arsip siswa dulu ya.." pinta bu
Hana.
Setelah mengambil buku arsip siswa. Bu Hana membuka lembar demi lembar buku
itu. Dan kini sudah sampai pada huruf D. Sesaat kemudian, bu Hana menemukan nama Dhika
terpampang.
~bersambung