Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anthracosis batubara adalah penyakit akibat inhalasi debu batubara

sehingga terjadi penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi

jaringan paru terhadap tumpukan debu tersebut. Pneumokoniosis batubara

disebut juga antrakosis atau coal workers’ pneumoconiosis. Penyakit ini juga

sering disebut black lung disease karena gambaran rontgen paru menunjukkan

adanya warna hitam yang merupakan penumpukan debu batubara di paru.

(Suma’mur, 2011)

Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau

pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti

pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut

bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan

bakar batubara. Paru-paru hitam merupakan akibat dari terhirupnya serbuk

batubara dalam jangka waktu yang lama. Merokok tidak menyebabkan

meningkatnya angka kejadian paru-paru hitam, tetapi bisa memberikan efek

tambahan yang berbahaya bagi paru-paru. Resiko menderita paru-paru hitam

berhubungan dengan lamanya dan luasnya pemaparan terhadap debu batubara.

Kebanyakan pekerja yang terkena berusia lebih dari 50 tahun (Puspita, 2011)

Berdasarkan data dari penelitian larasati pada tahun 2015 data tentang

prevalensi antrakosis bervariasi di tiap negara di dunia. Hasil penelitian di

Amerika menunjukkan adanya peningkatan prevalensi kematian akibat


antrakosis pada pekerja tambang batubara, yaitu 471 kasus pada tahun 2008

menjadi 486 kasus pada tahun 2010. Usia pekerja yang terkena antrakosis berat

relatif masih muda, yaitu dibawah 50 tahun. Di China, kasus antrakosis sebesar

48% dari total kasus pneumokoniosis. Di Australia, terdapat lebih dari 1000

kasus pneumokoniosis dimana 6%- nya merupakan pneumokoniosis batubara

Di Indonesia, data nasional tentang prevalensi antrakosis masih belum ada.

Data yang ada masih terbatas pada penelitian-penelitian berskala lokal pada

berbagai industri yang berisiko terjadi gangguan saluran pernapasan akibat

batubara. Prevalensi gangguan saluran pernapasan pada pekerja suatu tambang

batubara, yaitu 6% obstruksi dan 7,8% restriksi (Razi dkk, 2008). Sebesar 54,9%

pekerja yang berada di bagian coal handling PT PJB unit pembangkit Paiton

mengalami gangguan faal paru restriktif (Puspita, 2011).

Hasil penelitian lain pada pekerja boiler batubara di PT Indo Aciditama Tbk.

sebanyak 25% mengalami restriksi ringan, 65% mengalami restriksi sedang, dan

10% lainnya normal (Asna, 2013). Semua hasil penelitian tersebut menunjukkan

terdapat pekerja yang mengalami restriksi paru dan berhubungan dengan

paparan debu batubara. Hal tersebut tidak dapat diabaikan bahwa kemungkinan

pekerja tersebut dapat mengalami antrakosis (Harrianto, 2010).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengendalian pada kejadian antrakosis di perusahaan tambang

batubara X ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengendalian kejadian anthrakosis di perusahaan tambang

batubara X

2. Tujuan Khusus

a. untuk mengetahui upaya pencegahan kejadian antrakosis

b. untuk penaatalaksanaan kejadian antrakosis

Anda mungkin juga menyukai