Anda di halaman 1dari 8

J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 23, No.

2, Juli 2016: 241-248

KOADAPTASI PETANI DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM PERTANIAN


PADA BUDIDAYA UBI KAYU DI DESA RANCAMANGGUNG KABUPATEN SUBANG
(Farmers Coadaptation in Agroecosystem Management of Cassava Cultivation
in Rancamanggung Village - Subang District)

Carolina* dan Fithria Novianti


Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jalan KS Tubun No. 5 – Subang.
*
Penulis korespondensi. Tel: 0260-412878. Email: carolina.4q@gmail.com.

Diterima: 12 Januari 2016 Disetujui: 17 Maret 2016

Abstrak
Ubi kayu (Manihot esculenta) menjadi tanaman pokok sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat petani
di Desa Rancamanggung Kabupaten Subang selama tiga dekade. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa mitos ubi kayu
sebagai tanaman boros nutrisi dapat dipatahkan. Berdasarkan hal itu, dilakukan sebuah studi kasus yang bertujuan untuk
mengenali inovasi pengelolaan ekosistem pertanian ubi kayu yang diterapkan oleh masyarakat petani di desa tersebut.
Fokus diarahkan pada petani kecil pengelola lahan kurang dari 2000m2. Secara umum petani kecil ditengarai sebagai
komunnitas yang lebih rentan terhadap terhadap tekanan ekonomi yang kerap ditunjukkan melalui ekploitasi lingkungan
berlebihan. Wawancara mendalam dan observasi langsung dilakukan untuk menggali fenomena lapangan. Dapat
disimpulkan bahwa petani kecil di Desa Rancamanggung telah menunjukkan kemampuannya dalam mendayagunakan
potensi lokal dengan baik. Penyesuaian terhadap dinamika ekosistem pertanian,Hal ini dibuktikan dengan kemampuan
memenuhi permintaan pasar terhadap ubi kayu, yang cenderung meningkat. Di dalam keterbatasan sumber daya yang
dikelola, pemenuhan permintaan pasar tersebut dipenuhi dengan melakukan inovasi pengelolaan ekosistem pertaniannya
sehingga jumlah dan mutu hasil panen tetap dapat terjaga dalam jangka waktu panjang.
Kata kunci: ekosistem pertanian, inovasi, Manihot esculenta, petani kecil, ubi kayu.

Abstract
Cassava (Manihot esculenta) has been the main income generating crop for most farmers in Rancamanggung
Village of Subang District during the last three decades. The phenomenon is breaking the myth about cassava as nutrient
removal crop. Based on the observed fact, a case study was conducted to gain thorough understanding of the
agroecosystem management performed by cassava farmers in the area. Focus was directed towards smallholders
performance who manage less than 2000 m2 area of agricultural land. It is a common belief that smallholders are more
prone to economic pressure leading to excessive environmental exploitation. Indepth interview and direct observation
were conducted to explore field phenomenon. However, it is found that the smallholder farmers in Rancamanggung
Village show their capability to reasonably optimize local resources. Adaptation to the dynamics of agroecosystem was
indicated by their ability to fulfill the increasing market demand. Despite resources limitation, the smallhoder farmers
continue to perform by managing their agroecosystem without any sign of productivity nor quality declination in a long
period of time.
Keywords: agroecosystem, cassava, innovation, Manihot esculenta, smallholders.

PENDAHULUAN kuintal/ha di tahun 2010, menjadi 229,91 kuintal/ha


pada tahun 2014 (Anonim, 2014).
Ubi kayu (Manihot esculenta Linn) merupakan Upaya intensifikasi dalam kurun waktu panjang
tanaman pangan penting di Indonesia yang seringkali menimbulkan dampak negatif bilamana
dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak dikelola dengan baik. Banyak kasus penurunan
pakan dan bahan baku untuk berbagai industri. mutu lingkungan terjadi, baik dalam bentuk
Produksi lahan pertanian penghasil ubi kayu menurunnya kandungan nutrisi dalam tanah atau
cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke juga ledakan populasi hama tanaman yang
tahun. Hal ini karena pemerintah mencanangkan mengganggu tidak hanya produktivitas akan tetapi
strategi intensifikasi diantaranya melalui penanaman juga keberlanjutan (Ruysschaert dkk., 2007;
bibit unggul, serta penggunaan pupuk dan pestisida Mwango dkk., 2014). Akan halnya ubi kayu,
sebagai upaya meningkatkan produktivitas. Ruysschaert dkk. (2007) dan Howeler (2014)
Keberhasilan ditunjukkan melalui peningkatan mengemukakan melalui kasus yang ditemui di
produktivitas lahan, yang semula adalah 202,17 berbagai negara bahwa ubi jayu tergolong tanaman
242 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2

yang memboroskan nutrisi tanah. Oleh karena itu METODE PENELITIAN


diperlukan perhatian dan upaya khusus bilamana
dijadikan tanaman pokok di suatu hamparan dalam Waktu dan Lokasi
jangka waktu panjang, Kasus yang dialami Thailand Penelitian ini dilakukan pada periode Januari –
menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia, Juni 2013 di Desa Rancamanggung Kecamatan
degradasi mutu lingkungan yang cenderung tidak Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
terbalikan terjadi sebagai akibat dari penanaman ubi Barat. Wilayah Desa Rancamanggung dipilih
kayu secara intensif (Tongchure dan Hoang, 2013; sebagai lokasi studi karena terkenal sebagai
Howeler, 2014). Oleh karena itu, mengetahui penghasil ubi kayu berkualitas bagus, khususnya
strategi terbaik dalam mengelola lahan pertanian sebagai bahan baku olahan pangan. Kecamatan yang
untuk budidaya ubi kayu menjadi informasi terletak di sisi tenggara Kabupaten Subang ini
signifikan. Hal ini mengingat peran strategisnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumedang
sebagai komoditas ketahanan pangan, yang dapat yakni Desa Baregbeg Kecamatan Tannjungmedar di
menjadi sumber penghasilan bagi petani, sehingga sisi timur, dan Desa Jingkang Kecamatan
dalam budidayanya memerlukan input sarana Tanjungmedar di sisi utara. Sementara itu, batas
produksi dan tenaga kerja memadai layaknya selatan adalah Desa Sindanglaya dan di sisi barat
komoditas komersial lainnya (Fermont dkk., 2010). adalah Desa Gandasoli yang keduanya termasuk
Berkaitan dengan hal itu maka, fenomena yang Kecamatan Tanjungsiang. Sebagian besar penduduk
ditemukan di Desa Rancamanggung, Kecamatan Desa Rancamanggung merupakan petani
Tanjungsiang, Kabupaten Subang adalah fakta pembudidaya padi dan ubi kayu. Dibandingkan
penting. Kenyataan bahwa masyarakat petani di desa dengan 10 desa lainnya di Kecamatan Tanjungsiang,
tersebut telah memanfaatkan lahan pertaniannya proporsi penduduk desa Rancamanggung yang
selama tiga dekade terus menerus untuk budidaya membudidayakan ubi kayu adalah yang terbesar.
ubi kayu adanya penurunan produktivitas, adalah
data yang layak dikaji. Sehubungan dengan hal itu, Prosedur dan Analisis Data
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk Penelitian dilakukan dengan menggunakan
mengenali strategi pengelolaan ekosistem pertanian studi kasus sebagai pendekatan dalam memperoleh
ubi kayu yang dilakukan oleh petani di Desa data dan informasi. Pendekatan ini dipilih untuk
Rancamanggung. Diharapkan akan diperoleh memahami fenomena koadaptasi petani dengan
informasi bermanfaat bagi terbangunnya suatu ide lingkungan pertaniannya melalui strategi
penanganan lahan pertanian budi daya ubi kayu yang pengelolaan agroekosistem budidaya ubi kayu.
bekelanjutan. Kasus ini memenuhi kriteria yang disarikan oleh Yin

Kecamatan
Tanjungsiang

Desa
Rancamanggung

Kecamatan
Tanjungsiang

Gambar 1. Letak geografis Desa Rancamanggung Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Juli 2016 CAROLINA & NOVIANTI : KOADAPTASI PETANI 243

(2003) bahwa studi kasus layak dilakukan bila (a) terletak di areal bertopografi pegunungan dengan
fokus penelitian adalah untuk menelusur jawaban ketinggian 700 m dpl seluas 551,605 ha. Jumlah
terhadap pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”; penduduk yang berada di desa tersebut adalah 2.846
(b) manipulasi terhadap perilaku obyek studi tidak orang, 1494 di antaranya berumur produktif.
mungkin dilakukan dan (c) perlu peliputan berbagai Sebagian besar penduduk usia produktif, yakni
hal relevan dengan fenomena yang dikaji. Melalui 74,5% bekerja di sektor pertanian. 825 orang
studi kasus, terbuka peluang untuk melakukan diantaranya bekerja sebagai petani pemilik lahan dan
eksplorasi fenomena lapangan, yang kemudian dapat 288 orang bekerja sebagai buruh tani (Anonim,
diarahkan untuk membangun teori, mengevaluasi 2013).
program atau pun merancang suatu intervensi Selain bertanam padi di sawah, petani
(Baxter dan Jack, 2008). umumnya memiliki lahan kebun yang ditanami ubi
Teknik pengumpulan data yang digunakan kayu sebagai tanaman pokok sumber pendapatan
adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan keluarga. Ubi kayu yang dihasilkan dari
instrumen berupa daftar pertanyaan. Observasi agroekosistem wilayah ini dikenal bertekstur bagus
langsung dilakukan khususnya terhadap kegiatan dan bercita-rasa enak sehingga memiliki harga jual
budidaya ubi kayu yang merupakan sumber mata yang relatif tinggi. Dikenal dengan nama “sampeu
pencaharian pokok petani Desa Rancamanggung – mangu”, ubi kayu tersebut adalah varietas Adira – II
Kecamatan Tanjungsiang. Sampel yang dipilih yang ditanam secara turun-menurun.. Kalau pun ada
adalah petani yang mengelola lahan dengan luas varietas lain yang ditanam di kebun petani,
maksimal 2000 m2 dan telah berusahatani singkong jumlahnya tidak signifikan dan umumnya hanya
setidaknya selama 10 tahun. Data dan informasi untuk dikonsumsi sendiri.
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif agar Ubi kayu yang dihasilkan dari kebun petani,
fenomena lapangan dapat digambarkan secara utuh. sebagian besar dipasarkan ke luar wilayah
Alasan utama dipilihnya petani yang mengelola kabupaten. Pasar besar Caringin di Kotamadya
lahan relatif sempit adalah karena petani kecil Bandung merupakan salah satu penampung
merupakan entitas yang rentan terhadap tekanan, potensial. Hasil bumi yang dimanfaatkan oleh
baik ekonomi, maupun lingkungan (Lasco dkk., penduduk sekitar desa, dimanfaatkan oleh usaha
2014). Oleh karena itu, upaya untuk memperoleh kecil pengolah ubi kayu seperti pengrajin pembuat
hasil maksimal dari keterbatasan luasan lahan keripik singkong, gitrek, opak. Ubi kayu lokal yang
pertanian biasanya ditunjukkan melalui pemanfataan berdiameter kecil sekitar 3-5 cm, digunakan oleh
sumber daya yang cenderung menciptakan tekanan pabrik tapioka lokal. Dengan kata lain, pemanfaatan
terhadap lingkungan (Mulyadi, 2011). Diasumsikan ubi kayu hasil lahan pertanian di Desa
bahwa untuk memperoleh hasil dari pengelolaan Rancamanggung cukup optimal. Semuanya dapat
lingkungan yang diharapkan, akan ada upaya untuk diserap oleh pasar. Kalau pun ada yang tersisa,
beradaptasi terhadap kondisi ekosistem pertanian adalah untuk penganan keluarga sendiri. Hal yang
yang dikelola (Vignola dkk., 2015). Oleh karena itu berkembang dari waktu ke waktu adalah luasan
pengamatan ditujukan pada pola budidaya lahan, produksi, diikuti oleh jumlah usaha kecil
komoditas yang diterapkan dan memperoleh data pengolah singkong. Fakta ini mengindikasikan
serta informasi relevan sehingga terwujud suatu bahwa keberadaan ubi kayu di lingkungan sendiri
interaksi petani dengan lingkungannya yang tidak mampu menjadi pemicu kreativitas masyarakat lokal
eksploitatif. Berdasarkan fenomena tersebut, dalam mendayagunakannnya sebagai bahan baku
digunakan sudut pandang ekologi dimana suatu bagi kegiatan usaha rakyat, yang potensial untuk
unsur tidak berdiri sendiri akan tetapi terhubung dijadikan aset bagi pembangunan desa.
melalui ikatan interaksi di dalam suatu sistem
(Berkes dan Folke, 1991; Levin, 1998; Marten, Pola Kelola Ekosistem Pertanian Berdasarkan
2008). Penekanan dalam pembahasan diarahkan Ruang dan Waktu
pada prinsip interaksi antara manusia dan Selama tiga dekade, petani membudidayakan
lingkungannya yang kemungkinan telah melalui ubi kayu karena permintaan pasar yang tinggi. Baik
proses koadaptasi sebagai sebuah konsekuensi dari pasar lokal, maupun dari luar daerah. Untuk
perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai memenuhi permintaan pasar tersebut, petani
komponen ekosistem (Walker, 2004) melakukan pengelolaan lahan pertanian mengikuti
dinamika perubahan lingkungan baik iklim, kondisi
HASIL DAN PEMBAHASAN tanah, serta potensi ekosistem sekitar. Perubahan
musim yang membuat lingkungan mikro
Gambaran Umum Desa Rancamanggung agroekosistem berubah pun telah dikenal dengan
Desa Rancamanggung di Kecamatan baik oleh para petani, sehingga dapat digambarkan
Tanjungsiang Kabupaten Subang di Jawa Barat, siklus pola penanaman ubi kayu dalam setahun
244 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2

secara umum adalah pada Tabel 1. Hanya di bulan- oge kedah istirahat, teu tiasa di dur” (seperti hal nya
bulan tanpa air saja (usum katiga : musim kemarau), manusia, tanah juga membutuhkan istirahat, tidak
petani mengatur diri agar tidak melakukan bisa terus-terusan dieksploitasi).
penanaman bibit ubi kayu. Petani membiarkan lahan tidak ditanami
Menurut para petani, bulan Oktober adalah selama waktu tertentu untuk “memulihkan diri” agar
waktu tanam yang baik. Hal ini karena ketersediaan ketika pada waktunya harus ditanami, tanah sudah
air mencukupi dan temperatur lingkungan sesuai siap untuk dikelola lagi.Lamanya lahan beristirahat
dengan kebutuhan. Bila hujan, maka penyiapan sangat tergantung pada keinginan petani dan juga
lahan dapat dilakukan secara lebih mudah, karena ketersediaan air di dalam tanah. Tingkat kelembaban
tanah menjadi basah dan mudah digemburkan. Kerja tanah yang menjadi ukuran, tidak dapat
penyiapan lahan sepenuhnya dilakukan secara dikuantifikasi, namun petani telah mempunyai
manual menggunakan cangkul. Dalam siklus tanam referensi yang diperoleh dari pengalaman panjang
ubi kayu di Rancamanggung tidak ada sentuhan membudidayakan ubi kayu. Biasanya bila air di
mekanisasi. Selain karena membutuhkan biaya tanah masih mencukupi, petani hanya akan
besar, tidak digunakannya sistem mekanisasi adalah mengistirahatkan lahan selama 1-2 minggu untuk
karena topografi lahan yang memiliki kemiringan 40 kemudian langsung dicangkul kasar. Secara biologi,
– 59%, sehingga sulit mengoperasikan mesin tampaknya “air tanah mencukupi” yang dimaksud
pertanian dalam pengolahan tanah. adalah air tanah dalam kondisi kapasitas lapang.
Hampir semua petani memberikan waktu untuk Kondisi ini memberikan ruang cukup untuk
lahan beristirahat selama kurang lebih 1 bulan pertumbuhan tunas dan akar menembus tanah
sesudah panen (Tabel 2). Lahan sama sekali tidak (Howeler, 2014). Dengan kata lain, kondisi tanah
ditanami apapun, dengan alasan “siga urang, taneuh

Tabel 1. Waktu tanam ubi kayu pada tahun 2013


Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des
Penanaman √ √ √ √ √ √ √ √ √
ubi kayu
Keterangan : Usum katiga pada bulan Juli-September, lahan diistirahatkan.

Tabel 2. Perilaku ekologis petani kecil dalam membudidayakan ubi kayu


No. Kegiatan % gulma Bulan ke- Keterangan
penutup tanah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyiapan lahan 5 √ Sesudah pencangkulan kasar,
(pencangkulan kasar, dan biasanya kebun dibiarkan 2 minggu;
penghalusan tanah, serta sebelum kemudian tanah dihancurkan
perataan tanah) dan dihaluskan.
Pemberian pupuk kandang di lubang
tanam. Dibiarkan 1-2 minggu
(Bahasa Sunda: ngasakkeun)
Jarak tanam 1 x 1 m atau 1 x 1,2 m
tergantung kesuburan tanah
2 Tanam kacang tanah 10 √ Jarak tanam umum: 30 cm x 30 cm.
3 Pengoyosan ke-1 – 25 √ Ngoyos: membersihkan lahan dari
sekaligus tanam ubi kayu gulma yang tidak diinginkan
4 Panen kacang tanah 25 √ Pemberian NPK 0,5 sampai 2 kw /
dilanjutkan dengan Ha tergantung mutu tanah yang
pengoyosan ke-2 ditunjukkan melalui pertumbuhan
anakan ubi kayu
5 Pemeliharaan 25 √
6 Pengoyosan ke-3 40 √ Mencabuti gulma, dan
membenamkannya di tanah sekitar
titik tanam
7 Pemeliharaan 10 √
8 Panen ubi kayu 20 √ Kadang umur 8 bulan, ubikayu sudah
siap dipanen. Panen dilakukan
serentak di satu kebun. Biasanya
singkong langsung diambil oleh
pembelinya.
9 Panen ubi kayu 20 √
10 Lahan istirahat √
Sumber : Data primer, (2013).
Juli 2016 CAROLINA & NOVIANTI : KOADAPTASI PETANI 245

yang kondusif untuk berlangsungnya proses mengatur waktu tanam ditunjukkan pula oleh petani
pertumbuhan tunas dikenali dengan baik oleh petani. di Adamawa, Nigeria terhadap perubahan iklim yang
Melalui pola tersebut, produktivitas lahan membutuhkan berbagai penyikapan (Adebayo dkk.,
mencapai rata-rata 207,9 kuintal ubi kayu per hektar, 2012). Mengacu pada parameter langkah
atau di bawah rata-rata produksi ubi kayu Indonesia pengelolaan pertanian berlereng ramah lingkungan
pada tahun 2014 yakni 229,91 kuintal per hektar seperti dikemukakan oleh Sutrisno dan Heryani
(Anonim, 2014). Tingkat produktivitas itu dicapai (2013), dapat dikemukakan bahwa komunitas petani
melalui penerapan pola kelola ekosistem pertanian ubi kayu di Desa Rancamanggung telah menerapkan
yang mengombinasikan karakter biologi tanaman strategi konservasi tanah dan air. Keterampilan
ubi kayu dengan tanaman sela kacang tanah atau dalam mengelola lahan pertaniannya berjalan sekitar
jahe, kencur, jagung manis. tiga dekade dan menjadi kearifan yang dimiliki tidak
Kacang tanah merupakan tanaman sela pilihan saja oleh perorangan akan tetapi komunitas, serta
utama petani ubi kayu. Petani lebih menyukai memiliki peluang penerapannya secara
kacang tanah karena pemeliharaannya yang lebih berkelanjutan.
mudah dan kanopi tanaman ketika sudah umur panen Pemikiran untuk selalu dapat memperoleh hasil
– tidak mengganggu tanaman ubi kayu yang sudah terbaik dari lahan yang ditangani dalam kurun waktu
berumur 3 bulan. Tumpangsari dengan tanaman yang panjang, membuahkan strategi pengelolaan
kacang tanah tidak akan membuat kebun menjadi ekosistem pertanian yang sekaligus mampu
hieum (Bahasa Indonesia : teduh ternaungi oleh mempertahankan kekhasan wilayah sebagai
kanopi tanaman), kondisi yang dihindari ketika produsen ubi kayu berkualitas, khususnya varietas
memelihara kebun ubi kayu. Naungan yang banyak “mangu”. Bila petani di Kabupaten Soppeng
akan mengakibatkan meningkatnya populasi hama mengelola lahan pertaniannya dengan pengaruh
kumbang uret atau kuuk (Famili : kearifan lokal sehingga mereka mampu
Exopolishipoleuca) yang menyukai kelembaban menunjukkan perilaku berwawawasan lingkungan
tinggi. (Mulyadi, 2011), petani ubi kayu di Desa
Kacang tanah ditanam di awal musim tanam di Rancamanggung menunjukkan perilaku
hamparan lahan ubi kayu. Selama 100 hari berada di pemeliharaan lingkungan pertaniannya dengan
kebun ubi kayu, tanaman kacang tanah tersebut tidak motivasi mempertahankan sumber penghasilan
akan mengganggu perkembangan tanaman pokok, keluarga secara turun temurun. Dari penjelasan
justru membantu menyebarkan N yang terikat oleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa petani ubi kayu
Rhizobium di akar kacang tanah (Howeler, 2014). di Rancamanggung adalah komunitas yang telah
Struktur morfologis perakaran kacang tanah pun beradaptasi terhadap ekosistem.
membantu menggemburkan tanah dimana tanaman
tersebut berada sehingga ubi kayu yang sedang ada Interaksi Agroekosistem dalam Penerapan
di periode pertumbuhan akan dapat memanfaatkan Inovasi Budidaya Ubi kayu
situasi mikroklimat yang dibutuhkan. Lahan pertanian merupakan aset pokok
Dengan kata lain kombinasi ubi kayu dengan penunjang kehidupan petani yang dikelola agar
kacang tanah memenuhi 2 tujuan yakni memperoleh mampu memberikan manfaat berkelanjutan. Hal itu
penghasilan tambahan yang diperlukan untuk merupakan pola pikir umum yang dimiliki oleh
membiayai pemeliharaan ubi kayu sampai panen, petani dalam mempertahankan kehidupannya dari
dan untuk mendapatkan tambahan nutrisi dan berbagai tekanan yang harus dihadapi (Beckford,
perbaikan mutu tanah yang disiapkan untuk 2009) yang juga menjadi acuan pikir petani ubi kayu
pertumbuhan tanaman ubi kayu. Tumpang sari Desa Rancamanggung. Pengalaman bertahun-tahun
biasanya diterapkan sebagai strategi untuk mengelola lahan pertanian inilah yang kemudian
memenuhi peran ekonomi dan ekologi dari menjadi suatu kearifan khas tersendiri yang
agroekosistem (Setiawan, 2009), demikian pula terkadang tidak terapresiasi. Pada kenyataannya
yang ditemukan di komunitas petani kecil petani dapat menghasilkan inovasi yang terbukti
pembudidaya ubi kayu Desa Rancamanggung mampu menopang kehidupannya. Apresiasi
Kabupaten Subang tersebut. terhadap fenomena ini menjadi penting mengingat
Uraian di atas menggambarkan perilaku petani bahwa di dalam progress perkembangan ekonomi,
ubikayu di Desa Rancamanggung Subang dalam peran dan posisi petani - khususnya petani kecil –di
mengelola lahan pertaniannya merupakan upaya dalam ekosistem pertanian seringkali diabaikan
penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang (Beckford, 2009; Soetjipto, 2008).
dinamis. Petani yang menunjukkan upaya adaptasi Petani ubi kayu Desa Rancamanggung paham
terhadap dinamika lingkungan melalui berbagai bahwa tingkat produktivitas lahan akan sangat
strategi penanganan sumber daya alam termasuk tergantung pada mutu tanah kebun mereka. Dengan
246 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2

memperhatikan pertumbuhan tanaman ubi kayu,


mereka akan mengambil keputusan jenis dan jumlah
input terhadap tanah yang dibutuhkan. Itu pula yang
menyebabkan tidak ada jawaban akurat terhadap
pertanyaan jumlah input saprodi yang diaplikasikan
pada lahan. Tergantung pada kondisi lahan saat
penanaman dan di masa pertumbuhan ubi kayu,
dosis pemberian pupuk berkisar antara 50 – 200
kg/ha. Kisaran tersebut mengindikasikan ketajaman
daya analisis petani terhadap lingkungan nya dengan
keyakinan bahwa input pupuk kimia hanya
digunakan ketika benar-benar dibutuhkan. Indikator
yang menjadi patokan mereka adalah kinerja Gambar 2. Interaksi agroekosistem di Ranca-
pertumbuhan tanaman ubi kayu di bulan pertama. manggung.
Warna daun, jumlah daun, dan kecepatan tumbuh di
masa 30 hari sesudah tanam akan menentukan pertaniannya. Simbiosis mutualisma inilah yang
tindakan lanjut terhadap tanah pertaniannya. terwujud di ekosistem pertanian ubi kayu Desa
Di periode 10 tahun terakhir, ketika peternakan Rancamanggung.
ayam semakin marak di lingkungan sekitar, maka
terwujudlah interaksi antar sistem (Gambar 2). Dari Koadaptasi : Fenomena Petani Ubi Kayu dan
peternakan ayam diperoleh pupuk kandang yang Lingkungan Pertaniannya
dimanfaatkan, baik untuk perbaikan tanah di lahan Koadaptasi adalah sebuah fenomena yang
sawah terutama di ladang padi gogo maupun untuk dapat terjadi karena proses adaptasi di suatu wilayah
kebun singkong. Biasanya pada waktu proses geografi tertentu atau terhadap suatu situasi yang
penyiapan lahan, dibutuhkan pupuk kandang yang dihadapi dalam periode waktu tertentu (Marten,
jumlahnya sekitar 10 ton / Ha. Kebutuhan terhadap 2008). Keberhasilan petani kecil pembudidaya ubi
kompos ini terpenuhi dengan baik sejak maraknya kayu di Rancamanggung dalam mempertahankan
peternakan ayam di beberapa desa di Kecamatan mutu lingkungan pertaniannya dalam periode waktu
Tanjungsiang, termasuk di Rancamanggung dan tiga dekade merupakan wujud dari sebuah proses
desa yang berdekatan. koadaptasi. Hal itu membuktikan bahwa mereka
Kompos dari kotoran ayam pada akhirnya adalah komunitas yang mampu beradaptasi bersama
menjadi pendukung penting terhadap keberlanjutan dengan perubahan ekosistem. Dapat disimpulkan
dari kemampuan lahan kebun menopang kegiatan bahwa terbukanya peluang pasar ubi kayu “mangu”
budidaya ubi kayu. Sebelum marak dengan telah mengubah rona lingkungan pertanian Desa
peternakan ayam, masyarakat Desa Rancamanggung Rancamanggung secara signifikan. Semula, ubi
mengenal pemanfaatan kotoran kambing dan sapi kayu merupakan tanaman sela, berubah menjadi
sebagai kompos yang dibutuhkan untuk tanaman pokok di hamparan lahan pertanian.
memperbaiki mutu tanah pertanian mereka. Mereka Perubahan ini membutuhkan penyesuaian perilaku
juga telah memahami dengan baik bagaimana ekologis terhadap lingkungan biotis maupun abiotis.
membuat kompos yang siap untuk digunakan, dan Penyesuaian juga ditunjukkan dengan kecermatan
sangat menyadari bahwa mutu tanah pertanian petani kecil dalam memanfaatkan sumber daya lokal
mereka akan terjaga bilamana aplikasi kompos dan berinteraksi dengan agroekosistem setempat
dilakukan secara teratur. Berdasarkan keterangan (Gambar 2).
petani, waktu aplikasi kompos adalah ketika Hubungan resiprokal antar sistem tersebut
penyiapan lahan, dengan harapan tanaman muda memberikan manfaat jangka panjang berupa
dapat memperoleh nutrisi cukup untuk terjaganya mutu lingkungan yang diindikasikan dari
pertumbuhannya karena telah dibantu oleh produktivitas lahan dan mutu produk ubi kayu yang
penggemburan tanah sehingga memudahkan akar dihasilkan. Upaya untuk mempertahankan mutu
untuk tumbuh menembus tanah. Pembuatan kompos lingkungan dengan menerapkan usaha tani
dari kotoran ayam ini merupakan ide yang prospektif konservasi adalah juga adalah strategi adaptasi yang
untuk memperbesar kontribusi peternakan ayam diterapkan oleh komunitas petani di hulu DAS
terhadap keluarga petani. Pendayagunaan kotoran Jeneberang Sulawesi Selatan (Nuraeni dkk. 2013).
ayam memang diperlukan untuk meningkatkan Upaya mengadaptasi diri dengan kondisi lingkungan
kontribusinya pada pendapatan keluarga (Mukhtar, adalah perilaku ekologis yang terbangun dari proses
2013), di sisi lain membantu petani yang interaksi di periode waktu yang tidak pendek
memerlukan asupan nutrisi tambahan bagi tanah dimotivasi oleh harapan mempertahankan
Juli 2016 CAROLINA & NOVIANTI : KOADAPTASI PETANI 247

produktivitas lahan pertanian dalam waktu yang menjaga kemampuan lahan pertanian menunjang
panjang (Santoso, 2006; Derbile dan Laube, 2014). kegiatan budidaya ubi kayu secara berkelanjutan.
Fenomena di Rancamanggung membuktikan Inovasi terus-menerus tersebut merupakan
bahwa petani kecil mengelola sumber daya alam wujud koadaptasi petani dengan lingkungan
tanpa harus dipengaruhi oleh sifat konsumtif pertaniannya yang dilakukan berdasarkan
materialistik yang dapat menimbulkan tindak kepercayaan bahwa terdapat batas kemampuan
eksplotatif terhadap ekosistem (Armawi, 2013). lingkungan dalam mendukung kinerja budidaya
Bahkan sebagai komunitas petani kecil, ternyata tanaman. Pengertian tersebut mendasari keputusan
mereka tidak berhenti berinovasi. Inovasi ekologi untuk mengelola agroekosistem ubi kayu dengan
yang dihasilkan bersama berjalannya waktu memanfaatkan berbagai sumber daya lokal, baik
mengindikasikan bahwa sebagai komunitas petani produk samping kegiatan peternakan, maupun
kecil, proses demand-driven, diupayakan untuk tetap gulma di hamparan lahan ubikayu.
dapat dipenuhi tanpa harus mengorbankan
keberlanjutan dukungan ekosistem. UCAPAN TERIMAKASIH
Konflik sosio-ekologis pada eksploitasi sumber
daya alam yang didorong oleh pandangan Tanpa dukungan dari Pusat Pengembangan
individualistik-materialistik yang sebetulnya Teknologi Tepat Guna LIPI dan Balai Penyuluh
potensial terjadi (Armawi, 2013), pada kasus budi Pertanian Kecamatan Tanjungsiang, pengenalan
daya ubi kayu di wilayah studi, tidak terjadi. terhadap masyarakat Tanjungsiang tidak akan dapat
Fenomena tersebut merupakan indikasi kapasitas dilakukan. Terimakasih secara khusus disampaikan
sosio-ekologis yang baik bagi pemenuhan pada penyuluh pertanian lapangan, M. Subarnas dan
kebutuhan sosio-ekonomi petani yang memiliki Edeng Sopia yang membantu melancarkan
berbagai keterbatasan. Kapasitas sosio-ekologis pelaksanaan pengamatan lapangan; dan keluarga
yang merupakan menjadi modal penting dalam Pak Aman - Bu Maryati di Sindang Laya –
mempertahankan diri dari tekanan faktor external, Tanjungsiang yang membuka mata kami terhadap
baik dalam benntuk tekanan ekonomi maupun sosial potensi sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
(Walker dkk. 2004). Gambaran tersebut DAFTAR PUSTAKA
membuktikan bahwa peran petani kecil dalam skema
strategis pembangunan desa tidak dapat diabaikan. Adebayo, A.A., Onu, J.I., Adebayo, E.F., dan
Seringkali petani hanya diletak-dudukan sebagai Anyanwu, S.O., 2012. Farmers’ Awareness,
obyek dan bukan subyek penting yang seharusnya Vulnerability and Adaptation to Climate
memperoleh manfaat dari berbagai tindak strategis Change in Adamawa State, Nigeria. British
pembangunan desa, atau terjadi bias perlakuan Journal of Arts and Social Sciences, 9(2):104-
terhadap petani yang memiliki lahan luas dengan 115.
status sosial – ekonomi tinggi (Altieri, 2002). Altieri, M., 2002. Agroecology: The Science of
Upaya tata kelola sumber daya lokal seperti Natural Resource Management for Poor
ditunjukkan oleh petani kecil pembudidaya ubi kayu Farmers in Marginal Environment.
di Rancamanggung Kabupaten Subang, layak untuk Agriculture, Ecosystems & Environment.
dikaji lebih dalam –khususnya dari sisi sosio- 1971:1-24
ekologis – sehingga dapat dijadikan acuan secara Anonim, 2013. Kecamatan Tanjungsiang dalam
utuh bagi perancang strategi pengembangan Angka. Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten
ekosistem pertanian berbasis komoditas ubi kayu. Subang, Subang.
Suatu langkah antisipatif penting bagi Indonesia Anonim, 2014. Luas Panen- Produktivitas-
yang mencanangkan kebijakan kedaulatan pangan Produksi Tanaman Ubi Kayu Seluruh
dalam skema pikir pembangunan inklusif Provinsi. Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. http://www.pertanian.go.id/
KESIMPULAN ap_pages/ mod/datalimatahun (Diakses
tanggal 18 Desember 2015).
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Armawi, A., 2013. Kajian Filosofis terhadap
Desa Rancamanggung Kecamatan Tanjungsiang Pemikiran Human-Ekologi dalam
Kabupaten Subang, petani kecil yang mengelola Pemanfaatan Sumberdaya Alam. Jurnal
lahan pertanian seluas 500 – 2000 m2 beradaptasi Manusia dan Lingkungan, 20(1):57-67.
dengan terus-menerus melakukan inovasi budidaya Baxter, P. dan Jack, S., 2008. Qualitatitive Case
di agroekosistem ubi kayu. Inovasi yang diterapkan Study Methodology : Study Design and
untuk memenuhi fungsi ekonomi dan fungsi sosial Implementation for Novice Researchers. The
dari ubi kayu, secara sadar juga dilakukan untuk Qualitative Report, 13 (4): 544-559.
248 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2

Beckford, C.L., 2009. Sustainable Agriculture and Harvesting in Usambara Mountains,


Innovation Adoption in a Tropical Small- Tanzania: The Case of Carrot, Onion and
Scale Food Production System: The Case of Potato. International Journal of Plant & Soil
Yam Minisetts in Jamaica. Sustainability, Science, 4(1):18-28.
1(1):81-96. Nuraeni, Sugiyanto, dan Zaena, 2013. Usahatani
Berkes, F. dan Folke, C., 1993. A Systems Konservasi di Hulu DAS Jeneberang (Studi
Perspective on the Interrelationships between Kasus Petani Sayuran di Hulu DAS
Natural, Human-Made and Cultural Capital. Jeneberang Sulawesi Selatan). Jurnal
Ecological Economics, 5(1):1-8. Manusia dan Lingkungan, 20(2):173-183.
Derbile, E.K., dan Laube, W., 2014. Local Ruysschaert, G., Poesen, J., Verstraeten, G., dan
Knowledge Flows for Reducing Vulnerability Govers, G., 2007. Soil Loss Due to Harvesting
of Rain-fed Agriculture to Environmental of Various Crop Types in Contrasting Agro-
Change: Patterns and Drivers of Flow in Ecological Environments. Agriculture,
North-Eastern Ghana. Information and Ecosystem and Environment, 120:153-165.
Knowledge Management. 4(7):24-39. Santoso, I., 2006. Eksistensi Kearifan Lokal pada
Fermont, A.M., Babirye, A., Obiero, H.M., Abele, Petani Tepian Hutan dalam Memelihara
S., dan Giller, K.E., 2010. False Beliefs on The Kelestarian Ekosistem Sumber Daya Hutan.
Socio-Economic Drivers of Cassava Jurnal Wawasan, 11(3):11-16.
Cropping. Journal of Agronomy Sustainable Setiawan, E., 2009. Kearifan Lokal Pola Tanam
Development, 30:433-444. Tumpang Sari di Jawa Timur. Agrovigor,
Howeler, R., 2014. Sustainable Soil and Crop 2(2):79-88.
Management of Cassava in Asia. Centro Soetjipto, 2008. Adaptasi Geografi Masyarakat
International de Agricultura Tropical. Cali. Petani Madura di Pedukuhan Baran Kelurahan
Lasco, R.D., Delfino, R.J.P., Catacutan, D.C., Buring Malang. Jurnal MIPA, 37(1):97-102.
Simelton, E.S. dan Wilson, D.M., 2014. Sutrisno, N., dan Heryani, N., 2013. Teknologi
Climate Risk Adaptation by Smallholder Konservasi Tanah dan Air untuk Mencegah
Farmers: the Roles of Trees and Agroforestry. Degradasi Lahan Pertanian Berlereng. Jurnal
Current Opinionn in Environmental Litbang Pertanian, 32(3):122-130.
Sustainability, 6:83-88. Tongchure S., dan Hoang N., 2013. Cassava
Levin, S.A., 1998. Ecosystems and the Biosphere as Smallholders’ Participation in Contract
Complex Adaptive Systems. Ecosystems, Farming in Nakhon Ratchasrima Province,
1:43-436. Thailand. Journal of Social and Development
Marten, G.G., 2008. Human Ecology - Basic Sciences, 4(7):332-338.
Concepts for Sustainable Development. Third Vignola, R, Harvey, C.A., Bautista-Solis, P.,
Edition. Earthscan Publication, London. Avelino, J., Rapidel, B., Donatti, C. dan
Mukhtar, 2013. Pengembangan Usahatani Ternak Martinez, R., 2015. Ecosystem-based
Ayam Buras oleh Petani Miskin di Teluk Adaptation for Smallholder Farmers:
Kulisusu Kabupaten Buton Utara Provinsi Definitions, Opportunities and Constraints.
Sulawesi Tenggara. Jurnal Manusia dan Agriculture, Ecosystems and Environment,
Lingkungan, 20(2):164-172. 211:126-132.
Mulyadi, 2011. Pengaruh Kearifan Lokal, Locus of Walker, B., Holling, C.S., Carpenter, S.R., dan
Control, dan Motivasi terhadap Perilaku Kinzig, A., 2004. Resilience, Adaptability and
Berwawasan Lingkungan Petani dalam Transformability in Social–Ecological
Mengelola Lahan Pertanian di Kabupaten Systems. Ecology and Society, 9(2):5.
Soppeng. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Yin, R.K., 2003. Case Study Research: Design and
18(1):60-67. Methods. Third Edition. Thousand Oaks,
Mwango, S.B., Msanya, B.M., Mtakwa, P.W., Sage, California.
Kimaro, D.N., Deckers, J., Poesen, J., Lilanga,
S., dan Sanga, S., 2014. Soil Loss Due to Crop

Anda mungkin juga menyukai