Anda di halaman 1dari 102

MAKALAH

“PRINCIPLIES OF INSTRUCTIONAL DESIGN”

CHAPTER 3-6

MATA KULIAH :
PENGEMBANGAN MATERI DAN DISAIN PEMBELAJARAN

MAHASISWA ORIENTASI IPA

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada penulis. Shalawat beserta
salam penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah menjadi
suri teladan dan rahmatanlil alamin. Berkat kodrat dan iradat-Nya akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas Mata kuliah Pengembangan Desain
Pembelajaran MIPA.
Tugas ini adalah kewajiban saya selaku Mahasiswa Program Doktor Ilmu
Pendidikan (S3) yang diampu oleh tim dosen 1. Prof. Dr. Elizar, M.Pd., 2. Prof.
Dr. Festiyed, M.S. pada Program Doktor Ilmu Pendidikan (S3) Pascasarjana UNP
(PPs UNP) Semester 2. Semoga allah SWT selalu memberikan keberkahan ilmu,
umur, kesehatan dan rizki kepada beliau. Amin. Tiada gading yang tak retak,
saran dan masukan terhadap isi dari tulisan ini penulis harapkan untuk
memberikan kemanfaatan kedepannya pada tulisan ini.

Padang, Februari 2019

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
BAB II CHAPTER REPORT …………………………………………………4
A. Jenis-Jenis Keterampilan Intelektual .......................................................4
1. Diskriminasi .......................................................................................5
2. Konsep Kongkret ...............................................................................6
3. Mendefinisikan Konsep .....................................................................7
4. Aturan .................................................................................................8
5. Pemecahan Masalah ...........................................................................8
B. Strategi kognitif ......................................................................................10
1. Macam-macam Strategi Belajar .........................................................10
a. Strategi Rehersal ............................................................................10
b. Strategi Elaborasi ...........................................................................10
c. Strategi Organisir ...........................................................................11
d. Strategi Monitoring Komprehensif ................................................11
e. Strategi Afektif ...............................................................................11
2. Sistem Organisasi Lainnya .................................................................12
3. Strategi Pembelajaran Kognitif ..........................................................14
C. Metakognisi ..........................................................................................15
D. Macam-Macam Keterampilan Intelektual Pada Subyek Sekolah ........17
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………….19
A. Jenis-Jenis Keterampilan Intelektual …………………………………...19
B. Strategi Kognitif ………………………………………………………..23
C. Metakognisi …………………………………………………………… 32
BAB IV PENUTUP ………………………………………………………….. 35
A. Simpulan ………………………………………………………………. 35
B. Saran…………………………………………………………………… 35
Daftar Pustaka ....................................................................................................36

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan
secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status
awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan
merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi.
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji
secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau
dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara
langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan hanya
berupa asumsi.
Sebagai suatu disiplin, desain pembelajaran secara historis dan tradisional
berakar pada psikologi kognitif dan perilaku. Namun istilah ini sering
dihubungkan dengan istilah yang berbeda dalam bidang lain, misalnya dengan
istilah desain grafis. Walaupun desain grafis (dari perspektif kognitif) dapat
memainkan peran penting dalam desain pembelajaran, namun keduanya adalah
konsep yang terpisah.
Banyak dasar dari bidang desain pembelajaran yang diletakan saat Perang
Dunia II, saat militer Amerika Serikat merasakan adanya kebutuhan untuk melatih
dengan cepat sejumlah besar orang untuk melakukan tugas teknis yang rumit
dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan penelitian dan teori dari B.F. Skinner
tentang operant conditioning, program pelatihan difokuskan pada perilaku yang
tampak. Tugas-tugas dibagi menjadi bagian-bagian, dan setiap bagian tugas
diperlakukan sebagai tujuan belajar terpisah. Pelatihan dirancang untuk
memberikan ganjaran bagi tampilan yang benar dan melakukan remedial bagi
tamilan yang salah. Diasumsikan bahwa semua siswa akan bisa memperoleh
penguasaan kemampuan bila diberi kesempatan untuk melakukan pengulangan
yang cukup dan umpan balik yang memadai. Setelah perang usai, keberhasilan
model pelatihan saat perang diulang kembali dalam pelatihan bisnis dan industri,
dalam jumlah yang lebih kecil di ruang kelas primer dan sekunder.

1
Pada tahun 1955, Benjamin S. Bloom mempublikasikan taksonomi yang ia
sebut sebagai tiga kawasan tujuan belajar: Kognitif (apa yang kita tahu atau
pikirkan), Afektif (yang kita rasakan, atau sikap yang kita miliki), dan Psikomotor
(apa yang kita lakukan). Taksonomi ini masih berpengaruh terhadap desain
pembelajaran. Dalam pertengahan kedua pada abad ke-20, teori belajar mulai
dipengaruhi oleh perkembangan komputer digital. Dalam tahun 1970an, banyak
pembuat teori mulai mengadopsi pendekatan "pemrosesan informasi" dalam
desain pembelajaran. David Merrill misalnya mengembangkan Component
Display Theory (CDT). Teori tersebut berkonsentrasi pada cara mempresentasikan
materi pembelajaran (teknik presentasi). Kemudian pada tahun 1980an sampai
1990an, teori muatan kognitif mulai menemukan dukungan empiris untuk
beragam teknik presentasi.
Kegiatan Pembelajaran merupakan sebuah kegiatan penyampaian
informasi terkait dengan materi pelajaran yang dilakukan oleh para tenaga
pendidik kepada para peserta didiknya. Saat ini dunia semakin berkembang
seiring dengan adanya kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan telah membawa
pengaruh yang besar terhadap kemajuan dalam kegiatan pembelajaran yang
berlangsung.
Makhluk Allah yang diberi kewajiban dalam mencari ilmu adalah
manusia. Yang mana ilmu tersebut berguna untuk bekal kehidupannya di dunia
maupun diakhirat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

‫ضة ِّلعلىَ ِّمكلل ِّممسسللمم‬ ‫طلل ل‬


‫ب ِّالسعسللم ِّفللريس ل‬
‫م‬
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”
Selain itu, dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang
berbunyi:

‫ل‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫لل‬


‫يلتسرفللع ِّالم ِّا ذيلن ِّلءالمنِموُا ِّمنِمكسم ِّلوا ذيلن ِّمأوتموُا ِّالسعسللم ِّلدلرلجاَمِت ِّلوالم ِّبلاَمِ ِّتلتسعلمملوُلن ِّلخبيم‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-Mujadalah :
11)

2
Dalam suatu kegiatan pasti memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai,
dan untuk mewujudkan tujuan tersebut memerlukan pengorbanan, usaha yang
maksimal dengan segala kemampuan yang ada. Keberhasilan dari tujuan yang
hendak dicapai dalam suatu kegiatan tergantung kepada kesungguh-sungguhan
pelaku kegiatan dalam menjalankan kegiatan tersebut untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Suatu kegiatan tanpa tujuan bagaikan sebuah kapal berlayar di
tengah lautan tanpa navigasi yang tak tau kemana arah tujuan yang akan dituju.
Sesuai dengan Al- Qur’an surat: Al- Anfal (53) yang berbunyi;

‫ك رمغغييةرا نيوعغمةة أغونغعغمغهاَ غعلغىى قغوومم غحتتىى يرغغييرروُاا‬ ‫ىغذلب غ‬


‫ك ببأ غتن ٱتلغ لغوم يغ ر‬
‫غماَ ببغأنفربسبهوم غوُأغتن ٱتلغ غسبميمع غعبليمم‬
Artinya: Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-
kali tidak akan merobah sesuatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada
sesuatu kaum, hingga kaum itu merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri,
dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,

Ayat ini menjelaskan tentang keberhasilan dari suatu tujuan itu tergantung
dari seberapa besar usaha yang dilakukan. Dalam dunia pendidikan pun segala
kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai suatu tujuan yakni melakukan suatu
perubahan-perubahan yang pasti kearah kemajuan, kearah perbaikan. Sardima AM
mengatakan bahwa tujuan dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai suatu
usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/ subyek
belajar, setelah menyelesaikan / memperoleh pengalaman belajar. Winarno
Surakhmad seperti yang dikutip Sardiman AM memberikan keterangan bahwa
rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah merupakan petujuk
praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus dibawa untuk
mencapai tujuan akhir. (Sardiman AM.2000:55).
Dengan demikian tujuan itu sesuatu yang diharapkan / diinginkan dari
subyek belajar, sehingga memberi arah, kemana kegiatan belajar-mengajar itu
harus dibawa dan dilaksanakan. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan karena

3
akan membantu mempermudah guru dalam mendisain program dan kegiatan
pengajaran, memudahkan pengawasan dan penilaian hasil belajar sesuai yang
diharapkan dan memberikan pedoman bagi siswa dalam menyelesaikan materi
dan kegiatan belajar.
Usaha untuk menganalisis tujuan pendidikan sudah dilakukan sejak dulu.
Herbert Spencer tahun 1860 menganalisis tujuan pendidikan dalam lima bagian
yang berkenaan dengan : (1). Kegiatan demi kelangsungan hidup; (2). Usaha
mencari nafkah; (3). Pendidikan anak; (4). Pemeliharaan hubungan dengan
masyarakat dan negara; (5). Penggunaan waktu senggang (Nasution, S.1999:17).
Di era tahun 50-an Ralph Tyler menerbitkan bukunya yang berjudul Basic
Principle of Curriculum and Instruction dimana ia melihat hubungan yang erat
antara unsur-unsur kurikulum yakni tujuan, bahan serta proses belajar-mengajar
dan evaluasi. Buah pikiran Tyler mendapat dukungan dari Benjamin S. Bloom, cs
yang menerbitkan buku The Taxonomy of Educational Objectives; Cognitive
Domain (1956), kemudian Taxonomi of Educational Objectives : Affective
Domain (1967) dan masih banyak peneliti yang lain yang melakukan pengkajian
terhadap tujuan pendidikan. (Nasution, S. 1999:18)
Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, baik yang didapat dari lembaga formal maupun informal.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan tujuan pendidikan yang tepat.
Tujuan pendidikan akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan
pribadi manusia, tentunya diimbangi dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu hal yang luhur karena hakikatnya kita akan terus
belajar sejak kita lahir sampai akhir hayat nantinya. Belajar merupakan sebuah
cara agar kita sebagai manusia dapat menjadi pribadi yang semakin baik dari hari
ke hari. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an

QS. Al-'Ankabuut (Al-'Ankabut) [29] : ayat 43

‫س ِ غوُغماَ يغوعقبلرغهاَ إبتل اولغعاَلبرموغن‬ ‫ك اولغومغثاَرل نغ و‬


‫ضبربرغهاَ بللتناَ ب‬ ‫غوُتبول غ‬

4
Artinya :Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

Ayat ini menjelaskan tentang Seorang yang terampil belajar ia akan


menjadi pembelajar bagi dirinya yang berbasis pada kesadaran bahwa kita adalah
ciptaan yang dicipta oleh Sang Pencipta dan dianugerahi daya cipta untuk
mencipta. Bila seseorang telah menjadi manusia pembelajar, ia akan dapat
menciptakan organisasi pembelajar, yakni organisasi yang terus menerus
memperluas kapasitas menciptakan masa depan. Seorang pembelajar akan lebih
memiliki tanggung jawab baik kepada Tuhan, kepada diri sendiri, dan kepada
sesama manusia. Seorang pembelajar akan memperoleh keterampilan belajar dan
akhirnya akan lebih manusiawi, sebagaimana penegasan Senge (dalam Harefa,
2000: 139), bahwa dari belajar individu akan: (1) menciptakan kembali
kepribadiannya, (2) melakukan sesuatu yang baru, (3) merasakan hubungan yang
lebih dalam dengan dunia, (4) dapat memperluas kapasitas proses pembentukan
kehidupan. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang desain pembelajaran
pada bab berikutnya.

5
BAB 2
CHAPTER REPORT
CHAPTER 3 : CAPAIAN PEMBELAJARAN
A. Pembelajaran dan Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah hal yang dilakukan seseorang yang
berkontribusi agar menjadi manfaat bagi masyarakat dan bisa dicapai melalui
belajar. Pada masyarakat primitif yang hidup dengan berburu, tujuan
pendidikan mereka adalah untuk mengajarkan anak mereka berburu. Pada
masyarakat demokrasi, baik dengan atau tanpa sekolah, pendidikan harus bisa
membangun pengetahuan, minat, impian, kebiasaan dan kekuatan tiap
individu untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
Tujuan pendidikan sebagai hasil pendidikan
Tujuan pendidikan adalah pernyataan dari hasil pendidikan. Mengarah
kepada aktivitas-aktivitas yang hanya mungkin dilakukan dengan belajar, yang
kemudian berubah menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang terencana.
Untuk mendisain pembelajaran, terlebih dahulu harus ditentukan kemampuan
manusiawinya baru kemudian tujuan pendidikannya.
Pembelajaran dan tujuannya
Perencanaan pembelajaran sering dilakukan dengan mengkhususnya pada
mata pelajaran tertentu, tidak seragam pada mata pelajaran lain di kurikulum.
Pembelajaran harus dirancang berbeda-beda untuk memastikan bahwa setiap
tujuan mata pelajaran dapat dicapai oleh siswa. Perbedaan terjadi karena
masing-masing membutuhkan rencana yang berbeda untuk pencapaian tujuan
pembelajarannya.
Perencanaan pembelajaran dapat disederhanakan dengan menetapkan
tujuan belajar untuk lima kategori utama dari kemampuan manusia.
Perencanaan pembelajaran dapat sangat disederhanakan dengan menetapkan
tujuan belajar untuk lima kategori utama dari kemampuan manusia.

6
B. 5 Kategori Capaian Pembelajaran
1. Keterampilan intelektual
Keterampilan intelektual adalah keterampilan yang menjadikan
seseorang mampu berinteraksi dengan lingkungan dalam bentuk simbol-
simbol dan konsep-konsep. Pembelajaran dimulai dengan membaca,
menulis, dan berhitung dan berlanjut pada apa yang diminati yang sesuai
dengan kepentingan individu dan kemampuan intelektualnya. Mempelajari
keterampilan intelektual berarti belajar tentang bagaimana melakukan
sesuatu, sehingga sering disebut dengan pengetahuan prosedural.
2. Strategi kognitif
Strategi kognitif merupakan kemampuan seseorang yang bisa
mengarahkannya untuk belajar, mengingat, dan bertingkah laku sesuai
pemikiran. Kemampuan ini bisa meningkat dalam periode yang lama
seiring dengan keuletan untuk terus belajar, belajar dan berpikir. Strategi
kognitif dapat dipilih oleh peserta didik sebagai modus memecahkan
masalah baru, jika hal tersebut sudah pernah dipelajari sebelumnya.
Contoh dari strategi kognitif adalah misalnya “bekerja mundur”,
mempertahankan informasi dari bacaan, inferensi / induksi. Strategi
bekerja mundur dilakukan jika ada masalah baru yang dihadapi dapat
efisien didekati dengan bekerja mundur secara bertahap dimulai dengan
tujuan yang akan dicapai oleh sebuah solusi. Strategi kognitif induksi
dapat dimasukkan untuk digunakan dalam banyak sekali situasi berpikir
dan belajar-situasi yang sangat besar bervariasi dalam sifat dideskripsikan
mereka
3. Informasi verbal
Informasi verbal adalah jenis pengetahuan yang dapat kita nyatakan
atau pengetahuan yang bersifat deklaratif. Pelajar biasanya memperoleh
banyak informasi dari pembelajaran formal. Banyak juga belajar dengan
cara insidental. Informasi tersebut disimpan dalam memori pelajar, tetapi
belum tentu "hafal" dalam arti bahwa hal itu dapat diulang secara verbal.

7
Sesuatu seperti inti dari ayat-ayat ayat panjang disimpan dalam memori
dan dapat diingat kembali dalam keadaan terpaksa untuk mengingatnya.
Informasi verbal mungkin juga penting untuk transfer belajar dari satu
situasi ke yang lain. Berbagai strategi kognitif dan keterampilan intelektual
bisa digunakan untuk menanggung pada masalah yang dihadapi siswa,
sehingga dihasilkan pengetahuan baru. Metode dasar yang biasa digunakan
oleh guru untuk menilai informasi apa yang telah dipelajari siswa adalah
dengan mengamati apakah peserta didik dapat mengkomunikasikan hal
yang ditanyakan dengan baik, secara lisan maupun tulisan.
4. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik adalah salah satu jenis yang paling jelas dari
kemampuan manusia. Keterampilan motorik harus dipelajari sebagai
bagian dari pembelajaran di sekolah formal. Misalnya menulis, yang dapat
digunakan setiap hari. Terlepas dari kenyataan bahwa pembelajaran
sekolah sebagian besar berkaitan dengan fungsi intelektual, kita tidak
mengharapkan peserta didik kurang dalam keterampilan motorik tertentu.
5. Sikap
Pengaruh sikap adalah untuk memperkuat reaksi positif atau negatif
individu terhadap beberapa orang, hal, atau situasi. Kekuatan sikap
masyarakat terhadap beberapa hal dapat diindikasikan dengan frekuensi
yang mereka pilih dalam berbagai keadaan. Dengan demikian, seorang
individu dengan sikap yang kuat ke arah membantu orang lain akan
menawarkan bantuan dalam banyak situasi, sedangkan seseorang dengan
sikap lemah akan cenderung membatasi tawaran bantuan untuk situasi
tersebut. Dianggap sebagai kemampuan manusia, sikap adalah keadaan
bertahan yang memodifikasi pilihan tindakan indiviual.
Sekolah-sekolah sering diharapkan untuk membangun sikap yang
disetujui secara sosial seperti menghormati orang lain, kegotong-
royongan, tanggung jawab pribadi, serta sikap positif terhadap
pengetahuan dan pembelajaran, dan sikap kepedulian. Pembelajaran
sekolah sebaiknya memiliki tujuan untuk membangun sikap positif

8
terhadap mata pelajaran yang dipelajari. Sering pula, pembelajaran sekolah
berhasil dalam memodifikasi sikap terhadap kegiatan yang memberikan
keindahan estetika.
Kinerja yang dipengaruhi oleh sikap adalah pilihan dari tindakan
pribadi. Kecenderungan untuk membuat pilihan tertentu seperti objek,
orang, atau peristiwa, mungkin lebih kuat dalam satu siswa daripada di
siswa lain. Perubahan sikap siswa akan terungkap sebagai perubahan
dalam kecenderungannya untuk memilih tindakan tertentu.
Tabel 1. Lima jenis Kapabilitas Pembelajaran
No Kapabilitas Contoh
1 Keterampilan Mengidentifikasi diagonal persegi panjang
intelektual Mendemonstrasikan penggunaan pronoun
yang diikuti presposision.
2 Strategi kognitif Menggunakan sebuah gambar untuk
mempelajari kosakata bahasa Inggris
Menyusun kembali sebuah pernyataan
3 Informasi verbal Menyatakan bunyi ketetapan amandemen ke-
empat konstitusi Amerika
4 Keterampilan Merencanakan pinggiran papan
motorik Mencetak huruf E
5 Sikap Memilih untuk membaca cerita fiksi ilmiah

Kemampuan manusia sebagai Tujuan Pembelajaran


Pembelajaran biasanya memiliki tujuan dalam beberapa kategori
kemampuan manusia. Kategori utama adalah lima kita telah dijelaskan.
Alasan utama untuk membedakan lima kategori ini adalah bahwa mereka
memungkinkan berbagai jenis kinerja manusia.
Sebagai contoh, pembelajaran dalam ilmu dasar memiliki tujuan
sebagai hasil belajar seperti (1) memecahkan masalah kecepatan, waktu,
dan percepatan; (2) merancang sebuah percobaan untuk memberikan tes
ilmiah dari hipotesis menyatakan; atau (3) menilai kegiatan ilmu
pengetahuan. Nomor satu jelas nama keterampilan intelektual dan, karena
itu, menyiratkan beberapa pertunjukan yang melibatkan operasi intelektual

9
siswa dapat menunjukkan dia bisa lakukan. Nomor dua berkaitan dengan
penggunaan strategi kognitif karena mengandung arti bahwa siswa akan
perlu untuk menunjukkan kinerja kompleks ini dalam situasi baru, di mana
sedikit panduan disediakan dalam pemilihan dan penggunaan aturan dan
konsep-konsep sebelumnya ia telah belajar Nomor tiga hubungannya
dengan sikap, atau mungkin dengan seperangkat sikap, yang akan
dipamerkan dalam perilaku sebagai pilihan tindakan diarahkan kegiatan
ilmiah.
C. Mendisain Pembelajaran Berdasarkan Kemampuan Manusiawi
Sudut pandang yang disajikan dalam bab ini adalah bahwa
pembelajaran harus selalu dirancang untuk memenuhi tujuan pendidikan.
Ketika tujuan dicocokkan dengan kebutuhan masyarakat, kondisi ideal ada
untuk perencanaan program total pendidikan. Ketika aktivitas manusia
berasal dari kebutuhan masyarakat yang kemudians dianalisis, mereka
menghasilkan satu set kemampuan manusia. Ini adalah deskripsi dari apa
yang seharusnya diketahui manusia dalam masyarakat tertentu dan
khususnya apa yang mereka harus tahu bagaimana melakukannya. Seperti
set kemampuan mungkin tidak akan memiliki kemiripan dekat dengan
kategori materi pelajaran tradisional dari kurikulum sekolah. Ada, tentu
saja, ada hubungan antara kemampuan manusia dan mata pelajaran
kurikulum, tapi mungkin tidak akan menjadi korespondensi sederhana.
Kebanyakan desain instruksional terpusat pada perencanaan pembelajaran
dan desain pembelajaran.

CHAPTER 4 : MACAM-MACAM PEMBELAJARAN


A. JENIS-JENIS KETERAMPILAN INTELEKTUAL

10
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan seseorang untuk
merespon atau menanggapi lingkungannya melalui simbol-simbol dan kosep-
konsep. Karena tingkat kompleksitas yang berbeda-beda dari proses berpikir
atau proses mental seseorang, maka keterampilan intelektual ini dibedakan
berdasarkan tingkat kompleksitasnya sesuai gambar berikut.

PROBLEM SOLVING

Involves the formation of

HIGHER ORDER RULES

Which require as prerequisites

RULES and DEFINE CONCEPT

Which require as prerequisites

CONCRETE CONCEPTS

Which require as prerequisites

DISCRIMINATIONS

Gambar 1. Tingkat Kompleksitas pada Keterampilan Intelektual

Pemecahan masalah mengharuskan seseorang untuk mengingat


beberapa aturan yang lebih sederhana, yang dipelajari sebelumnya tentang
konsep yang didefinisikan. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, peserta didik
harus telah mempelajari bebebrpa konsep konkret, dan untuk mempelajari
konsep-konsep ini, mereka harus dapat mengingat kembali beberapa

11
diskriminasi yang dipelajari sebelumnya. Berikut adalah jenis-jenis
keterampilan intelektual.
1. Diskriminasi
Diskriminasi adalah kemampuan membuat respon yang berbeda
terhadap rangsangan yang berbeda satu sama lain sepanjang satu atau lebih
dimensi fisik. Diskriminasi adalah jenis keterampilan intelektual yang
sangat dasar. Dalam menggambarkan karakteristik diskriminasi, serta jenis
lain dari keterampilan intelektual yang ada, kita perlu memperhitungkan
tiga komponen dari situasi belajar:
a. Kinerja yang diperoleh atau yang akan diakuisisi. Apa yang pelajar
akan dapat lakukan setelah mengetahui bahwa dia tidak mampu
melakukan yang sebelumnya?
b. Kondisi internal yang harus ada agar terjadi proses belajar. Ini terdiri
dari kemampuan yang diingat dari memori pelajar dan yang kemudian
menjadi terintegrasi ke dalam kemampuan baru yang diperoleh.
c. Kondisi eksternal yang memberikan rangsangan kepada peserta didik.
Ini mungkin berupa benda visual, simbol, gambar, suara, atau
komunikasi lisan bermakna.
Karakteristik diskriminasi, ditinjau dari tiga komponen dari situasi
belajar adalah:
a. Bentuk Kinerja
Ada respon yang menunjukkan bahwa pelajar dapat membedakan
stimulus yang berbeda pada satu atau lebih dimensi fisik.
b. Kondisi Internal
Dari sisi sensorik, perbedaan fisik harus menimbulkan pola yang
berbeda dari aktivitas otak. Jika tidak, individu hanya memiliki respon
yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan itu terdeteksi,
seperti dalam mengatakan yang sama dan berbeda. Tanggapan yang
diperlukan mungkin sesederhana menunjuk, membuat tanda centang,
atau menggambar lingkaran di sekitar objek digambarkan.
c. Kondisi Ekternal

12
Pembelajaran diskriminasi melibatkan kondisi eksternal tercermin
dalam beberapa prinsip pembelajaran yang paling umum berlaku.
Kontinuitas diperlukan karena respon harus mengikuti stimulus dalam
waktu singkat. Penguatan ini penting untuk belajar diskriminasi dan
dibuat berbeda untuk respon yang benar dan salah. Sebuah respon
yang menunjukkan perbedaan yang benar antara stimuli yang sama
atau berbeda diikuti dengan kegiatan yang akrab menyenangkan
(misalnya, berputar-putar tokoh-tokoh lain dari jenis yang sama),
sedangkan respon yang salah tidak diikuti oleh aktivitas tersebut.
Ketika penguatan terjadi dengan cara ini, diskriminasi akan segera
dipelajari. Pengulangan juga memainkan peran tertentu. Situasi
mungkin perlu diulang beberapa kali, agar perbedaan stimulus terpilih
yang benar. Pengulangan tambahan menjadi perlu ketika beberapa
diskriminasi sedang dipelajari, seperti ketika beberapa bentuk objek
yang berbeda harus dibedakan pada satu waktu.
2. Konsep Kongkret
Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk
mengidentifikasi stimulus sebagai anggota yang memiliki beberapa
karakteristik yang sama, meskipun rangsangan tersebut dapat dinyatakan
berbeda satu sama lain secara nyata. Sebuah konsep kongkret
mengidentifikasi properti objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan
sebagainya). Konsep seperti ini disebut kongkret karena kinerja manusia
yang dibutuhkan adalah pengakuan dari objek kongkret. Contoh properti
obyek bulat, persegi, biru, tiga, halus, melengkung, datar, dan sebagainya.
Perbedaan antara diskriminasi dan konsep adalah menanggapi perbedaan
dan mengidentifikasi sesuatu dengan nama atau cara lain. Kemampuan
mengidentifikasi konsep kongkret secara fundamental signifikan
digunakan untuk pembelajaran yang lebih kompleks.
Karakteristik konsep kongkret, ditinjau dari tiga komponen dari
situasi belajar adalah:
a. Bentuk Kinerja

13
Siswa mengidentifikasi kelas properti objek, termasuk posisi objek,
dengan "menunjuk ke" dua atau lebih anggota kelas.
b. Kondisi Internal
Dalam memperoleh konsep kongkret, diskriminasi harus diingat.
Dengan demikian, seorang individu yang sedang belajar konsep dua
harus mampu membedakan variasi dalam kualitas objek
c. Kondisi Eksternal
Contoh konsep disajikan, bervariasi secara luas dalam karakteristik
non relevan mereka, dan individu diminta untuk mengidentifikasi
masing-masing dengan menunjuk atau memilih keluar dari grup.
3. Mendefinisikan Konsep
Seorang individu dikatakan telah belajar mendefinisikan konsep
ketika ia bisa menunjukkan arti dari beberapa objek, peristiwa, atau
hubungan tertentu. Banyak konsep hanya dapat diperoleh sebagai
pendefinisian konsep dan tidak dapat diidentifikasi oleh "menunjuk"
mereka, karena merupakan konsep kongkret.
Karakteristik mendefinisikan konsep, ditinjau dari tiga komponen
dari situasi belajar adalah:
a. Bentuk Kinerja
Pelajar menunjukkan konsep dengan mengidentifikasi contoh konsep
yang merupakan komponen dari definisi dan menunjukkan sebuah
contoh dari hubungan mereka satu sama lain.
b. Kondisi Internal
Untuk memperoleh konsep menurut definisi, pelajar harus mengambil
semua konsep komponen termasuk dalam definisi, termasuk konsep-
konsep yang mewakili hubungan di antara mereka.
c. Kondisi Eksternal
Sebuah konsep yang didefinisikan dapat dipelajari dengan memiliki
demonstrasi dihadapan pelajar.
4. Aturan

14
Peserta didik menunjukkan bahwa ia mampu merespon hubungan
antara kelas objek dan peristiwa. Aturan termasuk di dalamnya kategori
lain selain mengklasifikasikan, bisa jadi berupa hubungan sama dengan,
mirip dengan, lebih besar dari, lebih kecil dari, sebelum, sesudah, dan lain
sebagainya.
Karakteristik aturan, ditinjau dari tiga komponen dari situasi belajar
adalah:
a. Bentuk Kinerja
Aturan ditunjukkan dengan menunjukkan bahwa itu berlaku untuk satu
atau lebih kasus konkret
b. Kondisi Internal
Dalam belajar aturan, pelajar harus mengambil setiap konsep
komponen aturan, termasuk konsep-konsep yang mewakili hubungan.
instruktur perlu mengasumsikan bahwa konsep-konsep ini telah
dipelajari sebelumnya dan dapat mudah diingat
c. Kondisi Eksternal
Biasanya, kondisi eksternal untuk aturan belajar melibatkan
penggunaan komunikasi verbal. Aturan dapat disampaikan kepada
peserta didik secara verbal, meskipun tidak selalu dengan cara yang
tepat. Tujuan dari pernyataan verbal tersebut adalah isyarat penataan
konsep dalam urutan yang benar oleh pelajar. Mereka tidak mengajar
pelajar proposisi lisan resmi mewakili aturan. Anggaplah, misalnya,
seorang guru bermaksud untuk memberikan aturan tertentu dalam.
5. Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari
proses pendidikan. Pendidik setuju bahwa sekolah harus memberikan
prioritas untuk mengajar siswa "bagaimana berpikir dengan jelas." Ketika
siswa bekerja, ia bisa memberikan solusi untuk masalah yang mewakili
peristiwa nyata, dan mereka terlibat dalam perilaku pemikiran. Dalam
mencapai solusi yang bisa diterapkan untuk masalah, siswa juga mencapai
kemampuan baru. Mereka belajar sesuatu yang dapat digeneralisasi untuk

15
masalah lain yang memiliki karakteristik yang formal yang sama. Ini
berarti mereka telah mengakuisisi aturan baru atau mungkin satu set baru
aturan.
Aturan memainkan peran penting dalam pemecahan masalah. Tidak
mungkin bagi seorang pelajar untuk memperoleh semua aturan yang
diperlukan untuk setiap situasi. Konsep dan aturan harus disintesis menjadi
bentuk kompleks baru bagi pelajar untuk mengatasi situasi masalah baru.
Pemecahan masalah untuk kelas tertentu dari tugas difasilitasi dengan
menambahkan untuk repertoar siswa keterampilan intelektual yang relevan
dengan tugas-tugas. Pemecahan masalah harus dianggap sebagai aktivitas
manusia yang menggabungkan konsep yang diperoleh sebelumnya dan
aturan dan bukan sebagai keterampilan generik.
Karakteristik pemecahan masalah, ditinjau dari tiga komponen dari
situasi belajar adalah:
a. Bentuk Kinerja
Kinerja membutuhkan penemuan dan penggunaan aturan yang
kompleks untuk mencapai solusi dari sebuah permasalahan individu.
Ketika aturan tingkat tinggi telah diperoleh, pelajar juga harus
mungkin menunjukkan penggunaannya dalam situasi fisik yang
berbeda tetapi secara formal lain yang serupa. Dengan kata lain, aturan
kompleks baru menunjukkan transfer belajar
b. Kondisi internal
Dalam memecahkan masalah, pelajar harus mengambil aturan
bawahan yang relevan dan informasi yang relevan. Hal ini
diasumsikan bahwa kemampuan ini telah dipelajari sebelumnya.
c. Kondisi eksternal
Pelajar dihadapkan dengan situasi sebenarnya atau situasi masalah
diwakili sebelumnya tidak ditemui. Isyarat dalam bentuk komunikasi
verbal yang minimal atau mungkin tidak ada sama sekali. Secara
umum, peserta didik terlibat dalam pembelajaran penemuan; mereka
menciptakan solusi yang mewujudkan aturan tingkat tinggi.

16
B. STRATEGI KOGNITIF
Dalam hal teori belajar modern, strategi kognitif adalah proses kontrol,
proses internal di mana peserta didik memilih dan memodifikasi cara mereka
menghadiri, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985).
1. Macam-macam Strategi Belajar
a. Strategi Rehersal
Dengan strategi ini, peserta didik melakukan praktek mereka
sendiri dari bahan yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling
sederhana, praktek ini hanya mengulangi untuk diri mereka sendiri
nama-nama item dalam daftar memerintahkan (misalnya, presiden AS
atau negara-negara). Dalam kasus tugas-tugas belajar yang lebih
kompleks, seperti belajar gagasan utama dari teks tercetak, latihan
dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan utama atau dengan
menyalin bagian-bagian dari teks.
b. Strategi Elaborasi
Dalam menggunakan teknik elaborasi, pelajar sengaja mengaitkan
item yang akan dipelajari dengan bahan mudah diakses lainnya. Dalam
belajar kosa kata bahasa asing, misalnya, kata asing dapat dikaitkan
dengan citra mental dari kata dalam bahasa Inggris yang membentuk
"link akustik" dengan kata yang memiliki makna yang benar
(Atkinson, 1975; Levin, 1981). Bila diterapkan belajar dari teks prosa,
kegiatan elaborasi termasuk parafrase, meringkas, mencatat, dan
menghasilkan pertanyaan dengan jawaban.
c. Strategi Organisir
Mengatur materi yang harus dipelajari dalam kerangka terorganisir
adalah teknik dasar strategi ini. Set kata-kata untuk diingat dapat diatur
oleh pelajar dalam kategori yang bermakna. Hubungan antara fakta
dapat diatur ke dalam tabel, yang memungkinkan penggunaan isyarat
penataan ruang untuk mengingat materi. Menguraikan gagasan utama
di bagian prosa dan menghasilkan organisasi baru untuk ide-ide adalah

17
metode lain. Peserta didik dapat memperoleh strategi yang mengatur
bagian-bagian teks menjadi beberapa jenis tertentu hubungan antara
ide-ide, seperti "perbandingan," "koleksi," dan "description" (Mever,
1981).
d. Strategi Monitoring Komprehensif
Strategi ini, kadang-kadang disebut strategi sebagai metacognitive
(Brown, 1978), berkaitan dengan kemampuan siswa menetapkan
tujuan untuk belajar, memperkirakan sukses dengan yang tujuan
terpenuhi, dan memilih strategi alternatif untuk memenuhi tujuan. Ini
adalah strategi yang memiliki fungsi pengawasan, kehadiran yang
menjadi jelas dalam membaca untuk memahami (Golinkoff, 1976).
Siswa telah diajarkan untuk mengembangkan pernyataan dan
pertanyaan mereka sendiri untuk digunakan dalam membimbing dan
mengendalikan kinerja mereka dalam pemahaman prosa
(Meichenbaum dan Asarnow, 1979).
e. Strategi Afektif
Teknik ini dapat digunakan oleh peserta didik untuk fokus dan
mempertahankan perhatian, untuk mengontrol kecemasan, dan
mengelola waktu secara efektif. Strategi tersebut dapat diajarkan
dengan membuat siswa menyadari operasi mereka dan memberikan
cara bagi mereka untuk berlatih penggunaannya (Dansereau, 1985;
McCombs, 1982).
2. Sistem Organisasi Lainnya
West, Farmer, and Wolff (1991) mengorganisasikan strategi kognitif
dalam kelompok diantaranya termasuk chunking, spasial, menjembatani,
dan serbaguna. Secara keseluruhan penulis mengidentifikasi dan
mengkategorikan lebih dari 28 strategi yang berbeda yang telah menjadi
subyek dari studi penelitian mereka.
Beberapa orang berpendapat bahwa strategi kognitif memiliki fungsi
yang berbeda dalam proses pengolahan informasi. Tabel 1 merangkum
model pemrosesan informasi.

18
Tabel 1. Fungsi Strategi Kognitif dalam Mendukung Tahapan Proses
Informasi
Proses Belajar Strategi Pendukung
Persepsi Selektif Menyoroti
Menggarisbawahi
Penyelenggara lanjutan
Pertanyaan tambahan
Menguraikan
Rehearsal Parafrase
Membuat Catatan
Mencitrakan
Menggaris
Chunking
Semantic Encoding Peta konsep
Taksonomi
Analogi
Aturan / Produksi
Skema
Retrieval Mnemonik
Mencitrakan
Kontrol Executif Strategi metakognitif (lihat skema tujuan,
Bab 9)

Persepsi selektif untuk tugas belajar verbal dapat difokuskan dengan


menggarisbawahi atau menyoroti kata-kata penting. Persepsi selektif untuk
tugas-tugas keterampilan intelektual dapat difasilitasi dengan menciptakan
harapan tentang hasil dari tugas belajar. Harapan ini dapat dicapai melalui
penggunaan menguraikan, pertanyaan tambahan, atau penyelenggara
muka.
Strategi Rehearsal dapat mendukung tahap lain dari pengolahan
informasi. Kita tahu, misalnya, informasi dapat hilang dari memori jangka
pendek kecuali berlatih. Kita juga tahu bahwa kapasitas memori jangka
pendek terbatas pada sekitar tujuh item yang terpisah. Akan terlihat bahwa
strategi citra dan parafrase mungkin melayani fungsi latihan. Strategi dari
menguraikan dapat melayani kedua fungsi persepsi selektif dan latihan.
Strategi chunking juga dapat digunakan untuk mengurangi jumlah item
terpisah yang diadakan dalam memori jangka pendek dengan
mengorganisir mereka ke dalam kategori umum lagi.

19
Semantic encoding adalah proses yang terlibat dalam memindahkan
informasi dari jangka pendek ke memori jangka panjang. Proses ini
melibatkan membuat informasi bermakna dengan mengikat ke struktur
informasi yang dipelajari sebelumnya (skema) atau mendirikan struktur
baru. Kaitan semacam ini difasilitasi melalui penggunaan peta konsep
dimana pelajar diaktifkan untuk melihat struktur materi yang akan
dipelajari. Peta konsep mungkin sangat membantu di mana struktur yang
ada lemah atau tidak ada. Analogi, di sisi lain, hanya mungkin untuk
bekerja dengan menghubungkan informasi baru dengan struktur yang ada.
Masih bantuan lain untuk encoding mungkin skema dalam bentuk cerita
yang memberikan konteks diuraikan untuk informasi baru yang akan
dipelajari.
Retrieval adalah proses memindahkan informasi dari jangka panjang
untuk memori jangka pendek. Sementara di memori jangka pendek, hal itu
dapat dikombinasikan dengan informasi baru dirasakan untuk membawa
jenis baru belajar. Kemudian dapat bertindak atau re-encoded dan kembali
ke memori jangka panjang. Sangat mungkin bahwa mnemonik dan
pencitraan mendukung proses pengambilan.
Proses kontrol eksekutif termasuk strategi metakognitif. Ini adalah
proses yang mengaktifkan dan memodulasi arus informasi selama belajar.
Strategi ini mungkin mengatur pemilihan pelajar strategi kognitif dalam
lingkungan belajar terstruktur. Berpikir-keras protokol telah digunakan
untuk menentukan peserta didik apa yang dilakukan selama proses
pemecahan masalah. Apa yang mereka lakukan tergantung pada harapan
atau tujuan mereka dan setelah strategi yang mereka telah digunakan di
masa lalu untuk mencapai tujuan tersebut. Strategi tertentu yang akan
dipilih diatur oleh skema tujuan (Gagne dan Merrill, 1990). Sebagai
contoh, jika seorang siswa akan belajar untuk tes (mengambil tes akan
menjadi tujuan), ia mungkin akan menggunakan strategi yang berbeda
daripada jika ia sedang mempersiapkan untuk mengajar keterampilan
(mengajar akan menjadi tujuan).

20
3. Strategi Pembelajaran Kognitif
Strategi kognitif adalah keterampilan kognitif yang memilih dan
memandu proses internal yang terlibat dalam belajar dan berpikir.
Perhatikan bahwa hal ini merupakan objek dari keterampilan yang
membedakan strategi kognitif dari kemampuan intelektual lainnya. Yang
terakhir, konsep dan aturan, yang berorientasi obyek lingkungan dan
peristiwa, seperti kalimat, grafik, atau persamaan matematika. Sebaliknya,
strategi kognitif memiliki objek sebagai proses kognitif pembelajar
sendiri. Tidak diragukan lagi, khasiat strategi kognitif individu memiliki
efek penting pada kualitas pengolahan informasi. Seorang pelajar dapat
menentukan, misalnya, bagaimana mudah ia belajar, seberapa baik ia
mengingat dan menggunakan apa yang telah dipelajari, dan bagaimana
lancar ia berpikir.
Karakteristik strategi pembelajaran kognitif, ditinjau dari tiga
komponen dari situasi belajar adalah:
a. Bentuk Kinerja
Kinerja strategi kognitif tidak dapat diamati secara langsung tetapi
harus disimpulkan dari pertunjukan penggunaan keterampilan
intelektual lainnya. Penyidik biasanya menemukan strategi dengan
meminta peserta didik untuk "berpikir keras" sementara mereka
belajar, mengingat, atau memecahkan masalah (Ericsson dan Simon,
1980). Namun, kesimpulan tentang kualitas pemahaman bacaan
mengungkapkan penggunaan strategi pemahaman; kesimpulan tentang
kualitas pembelajaran aturan baru trigonometri (misalnya)
mengungkapkan penggunaan pengorganisasian strategi; dan
kesimpulan tentang kualitas pemecahan masalah mengungkapkan
penggunaan berpikir strategi.
b. Kondisi internal
Pengetahuan sebelumnya (yaitu, keterampilan intelektual dan
informasi verbal) yang relevan dengan materi pelajaran yang harus

21
dipelajari untuk keterampilan intelektual lainnya. Namun, perlu dicatat
bahwa strategi kognitif sering memiliki struktur intrinsik yang
sederhana (misalnya, "menggarisbawahi gagasan utama," "membagi
masalah menjadi bagian-bagian").
c. Kondisi eksternal
Strategi ini mungkin sering disarankan kepada peserta didik dengan
komunikasi lisan atau menunjukkan kepada mereka dalam bentuk yang
sederhana. Bahkan anak-anak muda, misalnya, dapat merespon dengan
tepat terhadap saran bahwa mereka menggunakan strategi
pengorganisasian seperti mengelompokkan daftar kata-kata ke dalam
kategori yang bermakna. Dalam kasus lain, strategi kognitif hasil dari
belajar dengan penemuan. Kondisi yang menguntungkan selalu
tergantung pada penyediaan kesempatan untuk latihan.
C. METAKOGNISI
Pengolahan internal yang membuat penggunaan strategi kognitif untuk
memantau dan mengontrol proses belajar dan memori lainnya umumnya
dikenal sebagai metakognisi (Flavell, 1979). Dalam menghadapi masalah yang
harus dipecahkan, peserta didik mampu memilih dan mengatur kerja
keterampilan intelektual yang relevan dan membawa untuk menanggung
strategi kognitif yang berorientasi tugas. Strategi metakognitif tersebut, yang
mengatur penggunaan strategi lain, juga disebut sebagai "eksekutif" atau
"tingkat yang lebih tinggi." Peserta didik juga dapat menjadi sadar strategi
akan tersebut dan mungkin dapat menggambarkannya, dalam hal ini mereka
dikatakan memiliki pengetahuan metakognitif (Lohman, 1986). Model
perencanaan untuk pelatihan langsung dalam pengetahuan metakognitif
terlibat dalam banyak skema untuk kemampuan belajar dan pemecahan
masalah umum.
Secara garis besar, ada dua sudut pandang yang berbeda tentang asal-usul
strategi metakognitif (Derrv dan Murphy, 1986). Salah satunya adalah bahwa
mereka dapat diperoleh oleh peserta didik melalui komunikasi pengetahuan
metakognitif (yaitu, dengan informasi verbal) diikuti oleh praktek dalam

22
penggunaannya. Pendekatan ini dicontohkan oleh program dalam strategi
pemecahan masalah, seperti yang dijelaskan oleh Rubinstein (1975).
Pandangan kedua mengusulkan bahwa strategi metakognitif timbul dari
generalisasi dari sejumlah strategi berorientasi pada tugas tertentu, biasanya
setelah berbagai cukup pengalaman pemecahan masalah oleh pelajar.
Pandangan terakhir ini tampaknya didukung oleh bukti-bukti (Derry dan
Murphy, 1986).

Strategi Pemecahan Masalah


Sejumlah strategi yang digunakan oleh orang dewasa dalam memecahkan
masalah secara lisan dijelaskan oleh Wickelgren (1974). Ini termasuk (1)
menyimpulkan konsepsi diubah dari "kodrat," (2) mengklasifikasi urutan
tindakan secara acak memilih mereka, (3) memilih tindakan pada setiap
keadaan tertentu dari masalah yang lebih dekat dengan tujuan ("mendaki
bukit") , (4) mengidentifikasi kontradiksi yang membuktikan tujuan tidak
dapat dicapai dari kodrat, (5) melanggar masalah menjadi bagian-bagian, dan
(6) bekerja mundur dari pernyataan tujuan. Strategi seperti ini jelas berlaku
untuk "asah otak" dalam masalah aljabar atau semacam geometris.
Program yang dirancang untuk mengajarkan strategi pemecahan masalah
yang kritis ditinjau oleh Poison dan Jeffries (1985). Mereka menunjukkan
adanya tiga model yang berbeda dari pemecahan masalah yang bersandar pada
asumsi yang berbeda, dan saat ini dapat didamaikan dengan satu sama lain.
a. Model 1 membuat asumsi bahwa pemecahan masalah keterampilan umum
(seperti yang disebutkan sebelumnya) dapat langsung diajarkan dan akan
menunjukkan generalisasi ke situasi lain.
b. Model 2 menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah umum
dapat diajarkan tetapi tidak secara langsung. Sebaliknya, strategi umum
yang paling mungkin untuk mengembangkan secara tidak langsung
dengan generalisasi dari strategi tugas spesifik. Ada, tentu saja, bukti
diandalkan bahwa jenis terakhir dari strategi (seperti strategi untuk

23
memecahkan masalah mekanis atau untuk membangun bukti geometris)
dapat mudah diperoleh.
c. Model 3 berpendapat bahwa instruksi langsung dalam strategi pemecahan
masalah umum yang efektif dalam membangun strategi hanya lemah yang
membantu pemecahan masalah sangat sedikit, meskipun mereka secara
luas digeneralisasikan (contoh: memecah masalah menjadi bagian-bagian).
Dalam mengestimasi nilai strategi pemecahan masalah umum untuk
program instruksional, salah satu hal yang harus mempertimbangkan adalah
temuan studi kontras kemampuan ahli dengan orang-orang dari pemula, di
berbagai bidang (Gagne dan Glaser, 1986). Secara umum, penelitian tersebut
menunjukkan bahwa para ahli tidak menggunakan strategi pemecahan
masalah yang lebih baik daripada pemula, melainkan mereka mendekati
masalah dengan basis pengetahuan yang lebih besar dan lebih terorganisir.
Pengetahuan terorganisir ahli meliputi informasi verbal serta keterampilan
intelektual.

D. MACAM-MACAM KETERAMPILAN INTELEKTUAL PADA


SUBYEK SEKOLAH
Macam-macam pembelajaran dapat dibedakan oleh (1) kelas kinerja
mereka memungkinkan, (2) kondisi internal dan eksternal yang diperlukan
untuk terjadinya mereka, dan (3) kompleksitas proses internal yang mereka
membangun di memori individu.
Subjek sekolah mungkin pada satu waktu atau yang lain melibatkan salah
satu jenis kemampuan belajar. Namun, frekuensi yang mereka temui dalam
berbagai mata pelajaran sekolah bervariasi. Contoh diskriminasi dapat
ditemukan dalam mata pelajaran SD seperti menulis surat dan membaca
musik. Sebaliknya, ada beberapa contoh dari jenis, dan banyak lagi konsep
didefinisikan, dalam pelajaran sejarah. Namun, beberapa contoh diskriminasi
juga terjadi dalam studi awal bahasa asing, yang dapat dilakukan di kelas
sembilan. Di kelas yang sama, penulisan komposisi sangat sering melibatkan
konsep didefinisikan dan aturan tetapi tampaknya tidak memerlukan

24
pembelajaran diskriminasi atau konsep yang konkret. Dalam hal ini,
pembelajaran yang diperlukan keterampilan sederhana yang telah dicapai
tahun lalu.
Setiap subjek sekolah dapat dianalisis untuk mengungkapkan relevansi
semua jenis pembelajaran. Tapi ini tidak selalu pelajaran praktis karena
penyajian subjek dalam kelas tertentu mungkin mulai dengan asumsi bahwa
jenis sederhana pembelajaran telah dicapai. Dalam diskriminasi tertentu
keterampilan sederhana harus dipelajari sebelum siswa dapat maju ke konsep,
aturan, dan pemecahan masalah yang bisa mewakili tujuan utama dari kursus.

25
CHAPTER 5

A. Informasi Verbal (Pengetahuan)


Informasi verbal juga disebut sebagai pengetahuan verbal. Nama
lainnya adalah pengetahuan deklaratif. Banyak informasi yang dipelajari dan
disimpan dalam memori sebagai hasil dari pembelajaran di sekolah. Tentu
saja juga terdapat banyak informasi yang diperoleh di luar sekolah seperti
membaca buku, majalah, surat kabar, dan dengan program radio dan televisi.
Dari fakta ini, terlihat dengan sangat jelas bahwa belajar tidak hanya
disediakan pada pembelajaran. Komunikasi yang disediakan oleh berbagai
media bisa mengajak banyak orang untuk belajar, karena mereka yang
mendengar atau melihat atau membaca akan memiliki keterampilan
intelektual dasar untuk mengiterpretasikannya.
Namun, dalam pembelajaran di sekolah, ada banyak keadaan di mana
seseorang mendapatkan lebih banyak kepastian belajar daripada berbagai
komunikasi di luar sekolah. Ada dua alasan utama untuk mendapatkan tingkat
kepastian belajar yang tinggi dalam pembelajaran informasi (pengetahuan).
Informasi tertentu mungkin diperlukan bagi pelajar untuk mempelajari suatu
topik atau subjek. Tentu saja, beberapa informasi yang diperlukan hanya
dapat dilihat dalam buku atau sumber lain. Alasan kedua untuk mempelajari
informasi adalah bahwa sebagian besar informasi tersebut dapat berguna
secara terus-menerus bagi individu tersebut sepanjang hidupnya. Semua
orang perlu mengetahui nama-nama huruf, angka, objek umum, dan sejumlah
fakta tentang diri mereka dan lingkungan mereka untuk menerima dan
memberikan komunikasi. Banyak informasi faktual seperti itu diperoleh
secara informal tanpa perencanaan formal. Selain itu, seorang individu dapat
memperoleh banyak informasi faktual dalam satu atau beberapa bidang
tertentu.

26
Ketika informasi diorganisasikan sebagai fakta-fakta dan generalisasi
yang saling berhubungan secara bermakna, itu biasanya disebut sebagai
pengetahuan. Jelas, informasi yang dimiliki oleh individu-individu dalam
suatu bidang studi, biasanya diorganisasikan sebagai kumpulan pengetahuan.
Pengetahuan adalah kendaraan untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Penyelesaian masalah membutuhkan keterampilan intelektual tertentu serta
strategi kognitif. Ini adalah alat yang dimiliki individu yang memungkinkan
mereka untuk berpikir jernih dan tepat.
Singkatnya, jelas bahwa sejumlah alasan penting dapat diidentifikasi
untuk pembelajaran informasi, apakah ini dipahami sebagai fakta,
generalisasi, atau sebagai struktur pengetahuan yang bermakna. Informasi
faktual diperlukan dalam mempelajari keterampilan intelektual yang semakin
kompleks dari suatu subjek atau disiplin. Jenis dan kategori tertentu dari
informasi faktual harus dipelajari karena diperlukan untuk komunikasi yang
berkaitan dengan urusan kehidupan sehari-hari. Informasi sering dipelajari
dan diingat sebagai kumpulan pengetahuan yang terorganisir. Pengetahuan
umum, khususnya yang mencerminkan warisan budaya, sering dianggap
penting dalam memungkinkan komunikasi yang diperlukan untuk berfungsi
sebagai warga negara dari suatu komunitas atau bangsa. Selain itu,
pengetahuan umum semacam itu terlibat dalam pemikiran reflektif dan
pemecahan masalah bagi manusia.

B. Belajar Informasi Verbal


Informasi verbal dapat disajikan kepada peserta didik dalam berbagai
cara. Bisa jadi dalam bentuk komunikasi lisan atau dalam bentuk kata-kata
yang dicetak dan ilustrasi. Informasi lisan yang disajikan untuk belajar dapat
bervariasi dalam jumlah dan dalam pengorganisasiannya.
1. Belajar Label
Mempelajari label berarti memperoleh kemampuan membuat
respon verbal yang konsisten untuk objek atau kelas objek sedemikian
rupa bahwa itu "bernama". Informasi dalam bentuk ini hanyalah sebuah

27
rantai lisan singkat. Rujukan ke tubuh besar penelitian tentang
pembelajaran rekan lisan dipasangkan dapat ditemukan dalam banyak
teks (misalnya, Hulse, Egeth, dan Deese, 1980; Kausler, 1974).
Belajar menamai obyek dalam arti label sangat berbeda dari
belajar arti nama itu. Ungkapan terakhir ini menyiratkan perolehan
konsep, yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk mengetahui bahwa
benda sebagai sebuah konsep, siswa harus mampu mengidentifikasi
contoh yang berfungsi untuk mendefinisikan dan membatasi hal yang
akan dilabelinya.
Dalam prakteknya, nama untuk sebuah konsep sering dipelajari
pada saat konsep itu sendiri dipelajari. Meskipun pemberian nama
mungkin mudah bagi satu atau dua benda pada satu waktu, kesulitan
meningkat dengan cepat ketika beberapa nama yang berbeda untuk
beberapa objek atau banyak nama untuk banyak objek harus dipelajari
sekaligus. Situasi seperti ini muncul dalam belajar sekolah ketika siswa
diminta untuk memperoleh nama-nama satu set pohon, satu set daun,
atau himpunan anggota dalam kabinet presiden. Dalam kasus apapun,
belajar label adalah kegiatan yang sangat bermanfaat. Di antara
kegunaannya yaitu dapat menetapkan dasar untuk komunikasi antara
pelajar dan guru atau antara pelajar dan buku pelajaran.
Belajar dari penamaan dapat dibantu dengan menggunakan teknik
menemonik. Strategi ini biasanya membawa perbaikan yang luar biasa
dalam asosiasi yang dipasangkan saat belajar (Rohwer, 1970).
Pembelajaran kosakata bahasa asing adalah contoh lain dari tugas di
mana teknik mnemonik dapat dimanfaatkan dengan baik (Pressley,
Levin, dan Delaney, 1982).
2. Belajar Fakta
Fakta adalah pernyataan lisan yang mengungkapkan hubungan
antara dua atau lebih objek atau peristiwa bernama. Fakta didefinisikan
sebagai pernyataan verbal dan bukan rujukan atau acuan.

28
Siswa belajar sejumlah fakta sehubungan dengan pelajaran
mereka di sekolah. Beberapa di antara fakta tersebut terisolasi dalam arti
yang tidak terkait dengan fakta-fakta atau badan informasi lainnya. Fakta
terisolasi dapat dipelajari dan diingat tanpa alasan jelas. Fakta juga dapat
terhubung dengan bentuk informasi yang lebih besar, seperti fakta
tentang budaya, ekonomi, dan geografi negara-negara lain, termasuk
negara asal siswa.
Belajar fakta-fakta dari nilai yang jelas kepada siswa memiliki
dua alasan utama. Yang pertama karena fakta tersebut mungkin penting
untuk hidup sehari-hari. Alasan kedua karena fakta digunakan dalam
pembelajaran lebih lanjut.
Berkenaan dengan fungsi fakta sebagai elemen dalam
pembelajaran keterampilan atau informasi tambahan, jelas bahwa fakta-
fakta tersebut dapat dilihat dalam buku-buku referensi atau tabel ketika
belajar lebih lanjut. Fakta yang mungkin untuk digunakan lagi dan lagi
mungkin juga disimpan dalam memori. Perancang pembelajaran
memiliki kewajiban memutuskan fakta seperti apa yang digunakan dalam
belajar, yakni (1) frekuensi penggunaan suatu fakta, (2) frekuensi
penggunaan referensi relatif (3) pentingnya suatu fakta sehingga harus
diingat seumur hidup.
a. Kinerja
Kinerja yang menunjukkan fakta yang telah dipelajari terdiri
dari menyatakan, baik secara lisan maupun tertulis, hubungan yang
memiliki bentuk sintaksis kalimat.
b. Kondisi Internal
Untuk akuisisi dan penyimpanan, pengetahuan deklaratif
dalam jaringan terorganisir perlu diakses dalam memori, dan fakta
baru diperoleh harus berhubungan dengan jaringan ini (E. D. Gagne,
1985). Misalnya, untuk mengetahui dan mengingat bahwa Gunung
Whitney adalah puncak tertinggi di benua Amerika Serikat, jaringan
proposisi yang terorganisir (yang mungkin berbeda untuk setiap

29
pelajar) perlu diakses, yang mungkin mencakup klasifikasi puncak
dan rentang gunung, seperangkat kategori gunung di Amerika
Serikat, dan informasi tentang berbagai gunung yang mencakup
Gunung Whitney. Fakta baru dikaitkan oleh pelajar dengan sejumlah
fakta lain dalam jaringan yang lebih besar ini.
c. Kondisi Eksternal
Secara eksternal, komunikasi verbal, gambar, atau isyarat lain
disajikan sebagai pengingat siswa dari jaringan pengetahuan yang
lebih besar yang dikaitkan dengan fakta baru. Fakta baru kemudian
disajikan, biasanya dengan cara pernyataan verbal. Komunikasi juga
menyarankan asosiasi yang akan diperoleh. Elaborasi dari fakta baru
mungkin menguntungkan dengan menghadirkan fakta-fakta lain.
Penyediaan juga perlu dibuat untuk latihan dari fakta baru atau
pengulangan dalam bentuk review spasi.
3. Belajar Mengorganisasi Pengetahuan
Fakta besar yang saling berhubungan, seperti yang berkaitan
dengan peristiwa sejarah atau kategori seni, ilmu pengetahuan, atau
sastra, dapat dipelajari dan diingat. Seperti halnya dengan belajar dari
fakta tunggal, jaringan pemikiran yang merupakan pengetahuan baru
menjadi terkait dengan jaringan pemikiran yang lebih besar yang sudah
ada di memori. Mengorganisir informasi lisan akan menghasilkan ide-ide
baru yang berhubungan dengan set informasi yang telah tersimpan dalam
memori. Pengorganisasian seperti, ketika dilakukan selama belajar,
membantu dalam pengambilan nanti informasi dengan menyediakan
isyarat afektif untuk pengambilan (E. D. Gagne, 1985). Tabel periodik
unsur kimia, misalnya, selain memiliki pemikiran teoritis, juga
membantu siswa kimia untuk mengingat nama-nama dan sifat-sifat dari
sejumlah besar elemen. Semakin sangat terorganisir informasi ini
diperoleh sebelumnya, semakin mudah bagi siswa untuk memperoleh dan
mempertahankan setiap mengingat fakta baru yang dapat berhubungan
dengan struktur terorganisir ini.

30
a. Kinerja
Substansi paragraf atau bagian lain dari prosa tampaknya
harus dipelajari dan dipertahankan dengan cara yang melindungi
makna tetapi belum tentu fakta-fakta komponen rinci yang
terkandung dalam paragraf atau ayat-ayat (Reynolds dan Flagg,
1977). Ide-ide yang lebih umum tampaknya ingat lebih baik daripada
yang lebih spesifik (Meyer, 1975). Rincian sering "dibangun" oleh
pelajar, tampaknya sesuai dengan skema umum (Spiro, 1977) yang
merupakan inti dari cerita atau bagian.
b. Kondisi Internal
Seperti dalam kasus fakta individual, pembelajaran dan
penyimpanan unit yang lebih besar dari informasi verbal
diselenggarakan terjadi dalam konteks jaringan pemikiran yang
saling berhubungan dan terorganisir sebelumnya disimpan dalam
memori pembelajar. Ini mungkin bahwa pengetahuan yang baru
dipelajari adalah dimasukkan ke dalam struktur bermakna lebih
besar (Ausubel, Novak, dan Hanesian, 1978), atau mungkin bahwa
informasi baru terkait dengan jaringan pemikiran sudah di memori
pembelajar (RM Gagne, 1985).
c. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal yang mendukung pembelajaran dan retensi
set terorganisir informasi verbal berhubungan dengan penyediaan
isyarat. Isyarat tersebut memungkinkan pelajar untuk mencari
berhasil untuk informasi di lain waktu dan, dengan demikian, untuk
mengambilnya untuk digunakan.
Isyarat perlu menjadi seperti khas mungkin untuk
menghindari gangguan antara pemikiran disimpan. Kekhasan isyarat
dapat dipastikan dengan memperkenalkan rangsangan mudah diingat
(seperti pantun) dalam materi yang harus dipelajari dan dengan
mengurangi kebingungan dengan lainnya, ide yang sama.
Mengorganisir ide-ide komponen ke dalam tabel adalah metode lain

31
untuk meningkatkan kekhasan isyarat (Holley dan Dansereau, 1984).
Elaborasi adalah teknik lain yang meningkatkan pengambilan.
Dengan menambahkan informasi terkait dengan ide-ide baru untuk
dipelajari, peserta didik menambahkan lebih banyak isyarat untuk
pencarian.
Kondisi eksternal lain yang berperan dalam retensi prosa
yang bermakna adalah penerapan strategi atensi oleh pelajar. Saran
dari "apa yang harus dicari" atau "apa yang harus diingat" dapat
dibuat untuk pembelajar sebelum pembelajaran dimulai; ini mungkin
memiliki efek mengaktifkan strategi kognitif untuk belajar. Sebuah
saran dapat diberikan langsung atau tidak langsung oleh pertanyaan
dimasukkan dalam teks (cf. Frase, 1970). Metode lain melibatkan
penggunaan organizer muka (Ausubel, Novak, dan Hanesian, 1978;
Mayer, 1979), suatu bagian singkat diberikan sebelum teks yang
akan dipelajari, yang memiliki efek berorientasi pelajar untuk apa
yang harus diingat di suatu bagian berikutnya.
Pengulangan telah lama dikenal memiliki efek yang ditandai
pada mengingat informasi, dan ini benar apakah seseorang
berhadapan dengan fakta terisolasi atau dengan tubuh yang lebih
besar dari informasi. Kerja efektif pengulangan, bagaimanapun,
adalah dalam memberikan kesempatan spasi bagi pelajar untuk
mengingat informasi yang telah ia pelajari. Proses diberlakukan
ketika informasi diambil dari memori rupanya faktor yang paling
penting dalam mengingat informasi tersebut.

C. Sikap
Akan sulit untuk menekankan pentingnya aspek sikap dalam
pembelajaran di sekolah. Pertama-tama, seperti yang terlihat jelas bagi
mereka yang mengajar, bagaimana sikap siswa terhadap bersekolah,
bagaimana mereka bekerja sama dengan guru dan sesama siswa, terhadap

32
memberikan perhatian pada komunikasi yang dilakukan kepada mereka, dan
terhadap tindakan belajar itu sendiri.
Sikap toleransi dan kesopanan terhadap orang lain sering disebut
sebagai tujuan pendidikan di sekolah. Sikap positif terhadap pembelajaran
biasanya dinyatakan sebagai tujuan pendidikan yang sangat penting. Sikap
umum juga sering disebut dengan nilai-nilai, di mana sekolah-sekolah dan
lembaga-lembaga sosial lainnya diharapkan berkontribusi dan memengaruhi
sikap atau nilai-nilai tersebut. Ini adalah sikap yang berkaitan dengan perilaku
sosial seperti yang tersirat oleh kata-kata keadilan, kejujuran, kedermawanan,
dan moralitas istilah yang lebih umum (lih. R. M. Gagne, 1985, hlm. 226-
228). Apa pun isi dari suatu sikap, ia berfungsi memengaruhi "mendekati"
atau "menghindari". Dengan melakukan hal itu, suatu sikap dengan fasih
mengatur perilaku individu. Maka masuk akal jika beberapa prinsip umum
pembelajaran yang berlaku adalah untuk perolehan dan perubahan sikap.
1. Definisi Sikap
Sikap adalah pernyataan yang kompleks yang mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap orang-orang, hal-hal, dan peristiwa tertentu.
Banyak peneliti telah mempelajari dan ditekankan dalam tulisan-tulisan
mereka bawa konsepsi sikap sebagai sistem kepercayaan (Festinger,
1957). Pandangan ini berfungsi untuk menunjukkan aspek kognitif dari
sikap. Penulis lain berurusan dengan komponen afektif mereka, perasaan
mereka menimbulkan atau yang menemani mereka, seperti dalam
keinginan dan tidak menyukai. Hasil dalam "domain afektif" belajar
dijelaskan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964).
Ada beberapa jenis teori tentang sifat dan asal sikap. Sebuah
tinjauan komprehensif dari teori utama dan implikasinya terhadap
instruksi disajikan oleh Martin dan Briggs (1986). Para penulis ini
menjelaskan prosedur untuk desain instruksional yang mengintegrasikan
tujuan afektif dan kognitif.
Sikap mungkin timbul dari beberapa keyakinan dan bahwa hal itu
bisa disertai dan disegarkan oleh emosi. Maka definisi sikap adalah

33
keadaan internal yang mempengaruhi pilihan individu dari tindakan
pribadi terhadap beberapa objek, orang, atau peristiwa (RM Gagne,
1985).
Bagian dari definisi ini membutuhkan beberapa komentar. Sikap
adalah keadaan internal, disimpulkan dari pengamatan (atau sering, dari
laporan) perilaku individu; itu bukan perilaku itu sendiri. Jika kita
mengamati orang memasukkan bungkus permen karet dalam keranjang
sampah, kesimpulan tidak dapat dibuat dari yang satu contoh saja bahwa
orang yang memiliki sikap positif terhadap membuang sampah pribadi,
atau sikap negatif terhadap polusi, dan tentu saja tidak sikap terhadap
bungkus permen karet. Pilihan tersebut adalah sebuah tindakan pribadi.
Dengan demikian, seseorang dapat memilih untuk membuang bungkus
permen karet atau tahan sampai keranjang sampah berguna.
Definisi ini menyiratkan bahwa sikap harus diukur dalam hal
tindakan pribadi yang dipilih oleh individu. Dalam beberapa kasus,
pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan observasi selama periode
waktu. Langkah-langkah sikap karena itu sering didasarkan pada laporan
diri pilihan dalam situasi yang dijelaskan dalam kuesioner.
2. Belajar untuk Membangun Sikap
Metode pengajaran yang akan digunakan dalam membangun
sikap yang diinginkan sangat berbeda dari yang berlaku untuk
pembelajaran keterampilan intelektual dan informasi verbal (RM Gagne,
1985). Salah satu cara dengan menggunakan komunikasi persuasif
(McGuire, 1969).
a. Metode langsung
Ada metode langsung dalam membangun dan mengubah
sikap, yang kadang-kadang terjadi secara alami dan tanpa
perencanaan sebelumnya. Metode langsung tersebut juga dapat
digunakan sengaja. Setidaknya, hal ini berguna untuk memahami
bagaimana perubahan sikap dapat terjadi.

34
Respons terkondisikan dari jenis klasik (lih. R. M. Gagne,
1985, hlm. 24-29) dapat membangun sikap pendekatan atau
penghindaran terhadap beberapa kelas objek tertentu, peristiwa, atau
orang. Bertahun-tahun yang lalu, Watson dan Rayner (1920)
mendemonstrasikan bahwa seorang anak dapat dikondisikan untuk
"takut" (yaitu, untuk menjauh dari) hewan tertentu. Meskipun
temuan ini mungkin tidak memiliki kegunaan pedagogis spesifik,
tetapi untuk menyadari bahwa sikap dapat dibentuk dengan cara ini
dan bahwa beberapa sikap yang dibawa siswa ke sekolah mungkin
bergantung pada pengalaman pengkondisian sebelumnya.
Kecenderungan untuk menghindari hewan tertentu dapat menjadi
contoh sikap yang memiliki asal-usul mereka dalam peristiwa
pengkondisian sebelumnya. Secara teori, hampir semua sikap
mungkin dibuat dengan cara ini.
Metode langsung dari pembelajaran sikap yang memiliki
kegunaan lebih untuk situasi sekolah didasarkan pada gagasan
mengatur kontinjensi penguatan (Skinner, 1968). Jika keterampilan
baru atau elemen pengetahuan yang harus dipelajari diikuti oleh
beberapa aktivitas yang disukai atau bermanfaat, sedemikian rupa
bahwa yang terakhir ini bergantung mencapai tujuan, ini
menggambarkan prototipe dasar pembelajaran, menurut Skinner.
Generalisasi dari prinsip belajar ini adalah kontinjensi
penguatan, akan terlihat bahwa sukses di beberapa prestasi belajar
cenderung mengarah pada sikap positif terhadap kegiatan itu. Orang-
orang muda memperoleh sikap pasti positif terhadap ice skating
ketika mereka mencapai beberapa keberhasilan itu. Siswa
mengembangkan sikap positif terhadap mendengarkan musik klasik
ketika mereka menyadari bahwa mereka mampu mengenali bentuk
dan tema musik mengandung.

35
b. Metode Tidak Langsung
Sebuah metode yang membangun atau mengubah sikap disebut
dengan Human Modeling (Bandura, 1969, 1977). Ini disebut sebagai
metode tidak langsung karena rantai peristiwanya merupakan
prosedur untuk belajar yang lebih lama daripada yang diperlukan
pada metode langsung. Lebih jauh, seperti namanya, metode ini
beroperasi melalui agensi manusia lain, nyata atau imajiner.
Siswa dapat mengamati dan belajar sikap dari banyak macam
model manusia. Pada tahun-tahun awal, orang tua berfungsi sebagai
model untuk tindakan, seperti memberi contoh dari keadilan,
simpati, kebaikan, kejujuran, dan sebagainya. Saudara kandung yang
lebih tua atau anggota keluarga lainnya mungkin memainkan peran
yang sama seperti ini. Selama tahun-tahun sekolah, guru dapat
menjadi model untuk perilaku, mulai dari TK sampai perguruan
tinggi. Namun varietas pemodelan manusia tidak terbatas pada
sekolah. Tokoh masyarakat dapat menjadi model, sebagaimana atlet
terkemuka, atau ilmuwan terkenal, atau seniman. Hal ini tidak
penting bahwa orang yang berfungsi sebagai model manusia dilihat
atau diketahui secara pribadi mereka dapat dilihat di televisi atau di
film. Bahkan, mereka bahkan dapat baca di buku.
Model manusia harus menjadi seseorang yang dihormati
peserta didik. Selain itu, karakteristik yang diinginkan dari model
yang dianggap sebagai kredibel dan kuat (Gagne, 1984). Pengamatan
harus dibuat dari model membuat jenis yang diinginkan dari pilihan
tindakan pribadi, seperti dalam menunjukkan kebaikan, menolak
obat-obatan berbahaya, atau membersihkan sampah. Seorang guru
model dapat dilihat untuk membuang pujian konsisten dan tidak
memihak. Setelah dirasakan tindakan, apa pun itu, pelajar juga harus
melihat bahwa tindakan tersebut mengarah ke kepuasan atau
kesenangan pada bagian dari model.

36
Karakteristik penting dari sikap dan kondisi untuk
pembelajaran mereka, menggunakan pemodelan manusia, dirangkum
dalam paragraf berikut.
1) Kinerja
Sikap diindikasikan sebagai pilihan dari keseluruhan aksi
dan tingkah laku. Tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai
dampak positif maupun dampak negatif terhadap objek,
peristiwa atau seseorang.
2) Kondisi Internal
Sikap menghormati, mematuhi, menghargai, dan
sebagainya harus diberikan dan ditanamkan dalam diri pelajar
dengan human model ini. Keterampilan intelektual dan
pengetahuan berkaitan dengan perilaku yang ditunjukkan oleh
guru (model) harus telah dipahami sebelum sikap itu ditiru oleh
pelajar. Misalnya, sikap penolakan terhadap obat-obatan
terlarang harus didahului dengan pengetahuan tentang nama-
nama umum obat-obatan.
3) Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal dapat digambarkan sebagai urutan
langkah berikut:
a) Penunjukan sikap oleh guru (model) haruslah menarik dan
masuk akal.
b) Ingatkan kepada pelajar kapan sikap tesebut berlaku dan
pada situasi tertentu.
c) Komunikasi atau demonstrasi yang dilakukan guru (model)
dilakukan dengan tindakan.
d) Komunikasi atau demonstrasi yang dilakukan guru (model)
ditunjukkan dengan rasa senang atau kepuasan dengan hasil
perilaku tersebut.
Tentu saja, modifikasi langkah ini mungkin ketika model
manusia tidak langsung terlihat dan ketika kinerja yang

37
diinginkan tidak dapat langsung diamati. Salah satu bentuk yang
modeling manusia adalah bermain peran, di mana pilihan model
aktor tindakan setelah orang-orang dari yang dibayangkan bukan
orang yang sebenarnya. Seorang mahasiswa memainkan peran
seorang supervisor pekerjaan berpikiran adil dipengaruhi oleh
pilihan yang dibuat oleh itu (imajiner) orang. Pemodelan
manusia juga berlangsung selama diskusi kelas bantalan pada
masalah sosial atau pribadi. Dalam situasi seperti itu, lebih dari
satu sudut pandang menuju pilihan tindakan pribadi
kemungkinan akan disajikan. Pemimpin diskusi menjadi, pada
dasarnya, model manusia yang mempengaruhi pembentukan
sikap.
Guru jelas perlu menghargai pentingnya peran
pemodelan manusia jika tidak ada alasan lain selain untuk dapat
menghargai sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh siswa di
hadapan mereka. Sangat mungkin bahwa guru-guru siswa
kemudian ingat sebagai "guru yang baik" adalah orang-orang
yang memiliki model sikap positif.
3. Beberapa Pedoman untuk Mengubah Sikap
Berikut daftar pedoman yang harus dipertimbangkan agar sikap
bisa menjadi hasil dari pembelajaran:
a. Memberikan siswa informasi tentang alternatif pilihan yang
memungkinkan.
b. Memberitahu siswa tentang pro dan kontra yang ada terkait dengan
perilaku yang dipilihnya. Kebanyakan perilaku terjadi karena
memiliki konsekuensi positif bagi individu atau karena sudah
menjadi kebiasaan. Penting untuk membahas biaya dan manfaat
jangka panjang terkait dengan perilaku baru. Informasi tentang biaya
dan manfaat dapat disajikan sebagai informasi verbal, atau
konsekuensi mungkin dialami oleh pelajar dalam situasi simulasi
pembelajaran.

38
c. Memberikan model yang relevan dengan perilaku yang diinginkan.
"Lakukan seperti yang saya katakan," tidak seefektif pesan jika
disampaikan dengan "Lakukan seperti yang saya lakukan."
d. Pastikan bahwa lingkungan mendukung perilaku pilihan yang
diinginkan.
e. Tepatkan perilaku yang diinginkan ke dalam kerangka yang lebih
besar. Sikap adalah cerminan nilai-nilai. Misalnya, jika seseorang
menghargai diri mereka sebagai bagian penting dari suatu
komunitas, mereka akan membuat perilaku pilihan yang berbeda
daripada jika mereka merasa tidak dipentingkan.
f. Mengidentifikasi dan mengajarkan keterampilan yang membuat
perilaku pilihan yang diinginkan dapat terjadi.
g. Memperhatikan dan menghargai perilaku pilihan siswa.
h. Jangan sengaja menghukum perilaku yang diinginkan.
i. Biarkan siswa sendiri menentukan prilaku yang diinginkan
j. Gunakan strategi pembelajaran alternatif seperti simulasi, bermain
peran, proses kolaboratif, atau pengalaman yang melibatkan lain di
mana manfaat dari perilaku yang diinginkan menjadi jelas.
k. Jangan menggabungkan satu pilihan perilaku dengan pilihan yang
lain yang tidak sesuai.

D. Keterampilan Motorik
Respon motorik yang digabungkan dengan kinerja yang lebih
kompleks disebut keterampilan motorik. Kadang-kadang disebut sebagai
keterampilan motorik perseptual atau keterampilan psikomotorik, tetapi frasa
ini tampaknya tidak menghasilkan arti tambahan yang berguna. Mereka
menyiratkan bahwa kinerja keterampilan motorik melibatkan indera dan otak
serta otot.

39
1. Karakteristik Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik adalah kemampuan yang mendasari kinerja
yang hasilnya tercermin dalam kecepatan, akurasi, kekuatan, atau
kelancaran gerakan tubuh. Di sekolah, keterampilan ini ada pada seluruh
kurikulum di setiap zaman dan termasuk kegiatan yang beragam seperti
menggunakan pensil dan pena, menulis dengan kapur, menggambar,
lukisan, menggunakan berbagai alat ukur, dan, tentu saja, terlibat dalam
berbagai permainan dan olahraga. Ketika keterampilan motorik
dipraktikkan, maka akan memunculkan program motorik dengan gerakan
terampil tanpa umpan balik dari indera (Keele, 1973). Peningkatan
kelancaran dan waktu yang dihasilkan dari praktik keterampilan motorik
dianggap oleh Adams (1977) tergantung pada umpan balik yang bersifat
internal dan eksternal. Umpan balik internal mengambil bentuk
rangsangan dari otot dan sendi yang membentuk jejak persepsi, semacam
citra motorik yang bertindak sebagai referensi terhadap yang pelajar
menilai kesalahan pada percobaan praktik berturut-turut. Umpan balik
eksternal sering diberikan oleh pengetahuan hasil, indikasi eksternal
untuk pelajar tingkat kesalahan. Saat praktik berlangsung, peningkatan
keterampilan semakin tergantung pada jenis umpan balik internal dan
pada tingkat yang lebih rendah pada pengetahuan hasil yang diberikan
secara eksternal.
Biasanya, keterampilan motorik dapat dibagi menjadi bagian
keterampilan yang merupakan kinerja total dalam arti bahwa mereka
terjadi secara bersamaan atau dalam urutan temporal.
2. Belajar Keterampilan Motorik
Pembelajaran keterampilan motorik yang paling baik dilakukan
adalah dengan praktik berulang. Tidak ada cara untuk menghindari
praktek ini jika ingin meningkatkan akurasi, kecepatan, dan kelancaran
keterampilan motorik. Praktek yang dilakukan terus menerus dapat
membawa perbaikan dalam keterampilan motorik (Fitts dan Posner,
1967; Singer, 1980).

40
a. Kinerja
Kinerja keterampilan motorik adalah keterampilan intelektual
(prosedur) yang melibatkan urutan gerakan aktivitas otot.
b. Kondisi Internal
Kebiasaan sehari-hari yang mengatur prosedur keterampilan
motorik harus diambil dari sebelum belajar atau harus dipelajari
sebagai langkah awal. Adapun keterampilan bagian yang akan
membentuk keterampilan total, mereka akan tergantung pada
pengambilan respon individu atau secara berantai.
c. Kondisi Eksternal
Untuk belajar dari kebiasaan sehari-hari, guru memberikan
salah satu dari beberapa jenis komunikasi untuk pelajar. Sebuah
check list yang menunjukkan urutan gerakan yang diperlukan dapat
disajikan, dengan harapan bahwa itu akan dipelajari sebagai bagian
dari praktek. Gambar atau diagram dapat digunakan untuk
menunjukkan urutan diperlukan. Untuk perbaikan akurasi,
kecepatan, dan kualitas keterampilan bagian, serta keterampilan
total, pelajar terlibat dalam praktek, mengulangi gerakan yang
diperlukan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan dalam setiap
kasus. Keterampilan yang ditingkatkan dengan praktek dilanjutkan
dengan iringan umpan balik (Singer, 1980).

41
CHAPTER 6 : PESERTA DIDIK

A. KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK


Peserta didik memiliki kualitas tertentu yang berhubungan dengan
pembelajaran misalnya, mereka dapat mendengar komunikasi secara lisan
yang disampaikan padanya dan membaca komunikasi pada halaman yang
tercetak. Masing-masing peserta didik dapat bervariasi dalam derajat yang
berbeda antara pelajar satu dengan pelajar lainnya, seorang peserta didik
mungkin dapat membaca teks dengan sangat cepat, sedangkan yang lain
membaca perlahan dan terbata-bata. Ini adalah kualitas yang mungkin
berhubungan dengan masukan sensorik menuju pengolahan internal,
penyimpanan, dan pengambilan informasi, dan akhirnya ke organisasi
tanggapan peserta didik.
1. Kualitas Bawaan
Beberapa kualitas individu yang berhubungan dengan pembelajaran
biasanya merupakan bawaan. Misalnya, ketajaman visual, meskipun
mungkin dibantu oleh lensa buatan, adalah properti dasar sistem sensorik
seseorang yang "dibangun dalam" dan yang tidak dapat diubah dengan
belajar.
Kualitas peserta didik lainnya dapat mempengaruhi belajar pada
saat-saat pengolahan informasi yang lebih penting untuk perencanaan
pembelajaran. Kecepatan dan efisiensi adalah kualitas individu lain yang
merupakaan bawaan.
Karakteristik bawaan secara genetik ini tidak dapat diubah desain
instruksional dengan cara belajar. Sebaliknya, pembelajaran harus
dirancang sedemikian rupa untuk menghindari melebihi kapasitas
manusia.
2. Kualitas yang Dipelajari
Selain kualitas yang mungkin dibawa dari lahir, dan karena itu tahan
terhadap perubahan dengan belajar, ada satu set besar karakteristik yang
dipelajari.

42
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual yang khas dianggap disimpan sebagai
serangkaian konsep yang sintaksis secara terorganisir. Secara khusus,
diyakini bahwa aturan memiliki bentuk fungsional disebut produksi
oleh Newell dan Simon (1972).
Pengetahuan prosedural lazim digunakan untuk merujuk kepada
suatu set yang disimpan pada keterampilan intelektual. Produksi
dianggap sebagai entitas yang disimpan, yang memiliki sifat sintaksis
dan pemikiran semantik. Keterampilan intelektual biasanya terdiri dari
aturan dan konsep yang sederhana. Tujuan instruksional biasanya
menjadi target yang dipelajari dan menjadi prasyarat untuk
memperoleh keterampilan. Ketika diambil dari memori, keterampilan
kompleks mudah mengaktifkan keterampilan intelektual sederhana ini
karena mereka adalah komponen yang nyata.
2. Strategi kognitif
Selain merupakan prosedur mental, strategi juga merupakan
bentuk keterampilan intelektual. Strategi dapat dipahami sebagai
produksi dan diwakili dengan cara itu. Ada dua karakteristik strategi
kognitif yang terkenal. Pertama, strategi kognitif adalah prosedur yang
mengatur pemilihan dan penggunaan keterampilan intelektual, dengan
demikian strategi "self-editing" dapat digunakan hanya ketika
keterampilan intelektual pembuatan kalimat dan frase pembuatan yang
sudah dikenal. Kedua, struktur strategi tidaklah kompleks, itu hanya
masalah bertanya empat pertanyaan terkenal.
3. Informasi Verbal
Pengetahuan bisa ditempatkan sebagai pemikiran individual atau
sebagai jaringan pemikiran yang terorganisasi di sekitar ide pusat atau
konsep umum.
Saat pencarian memori membuat kontak dengan pemikiran
tunggal, dan pemikiran lainnya yang saling terkait "dibawa ke pikiran"
juga. Prosesnya dikenal sebagai penyebaran aktivasi (Anderson, 1985)

43
dan dianggap sebagai dasar untuk pengambilan pengetahuan dari
kumpulan memori jangka panjang. Ketika pelajar mencoba untuk
mengingat satu gagasan, pencarian awal tidak hanya mengaktifkan
gagasan itu tapi juga juga yang terkait.
4. Sikap
Sikap dalam memori tampaknya agak rumit dan sulit untuk
mewakili secara skematis. Untuk sikap, apa yang disimpan dalam
memori akan muncul untuk menjadi (1) pilihan tindakan pribadi,
seperti yang diperagakan oleh model manusia; (2) representasi dari
standar perilaku untuk diri yang mencerminkan standar model
manusia; dan (3) perasaan kepuasan yang berasal dari penguatan
tindakan yang dipilih atau dari penguatan perwakilan, seperti yang
dijelaskan dalam bab sebelumnya. Pada kenangan yang tersimpan
mungkin merupakan disposisi emosional yang timbul dari kebutuhan
untuk menolak ide kontras atau keyakinan yang dipercaya.
Sikap juga kemungkinan akan tertanam dalam pemikiran
kompleks yang saling berhubungan. Hal ini sering mempengaruhi
pilihan tindakan pribadi sehingga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
situasional. Sikap terjadi dalam jaringan pemikiran yang
diselenggarakan oleh situasi. Seseorang mungkin memiliki sikap
kerapian, misalnya, yang berlaku untuk situasi menyimpan alat-alat
dapur tapi itu tidak berlaku untuk penyimpanan kertas di meja kerja.
Ketika memori situasi dihidupkan kembali, pengambilan benda-benda
dan peristiwa biasanya membawa serta kebangkitan sikap juga.
Yang paling penting untuk representasi dari sikap dalam memori
model manusia (atau demonstrasi) adalah pilihan tindakan pribadi.
Model manusia dikenang sebagai orang yang mengagumkan dan salah
satu yang baik, kredibel dan kuat (RM Gagne, 1985).
5. Keterampilan Motorik
Memori inti dari keterampilan motorik tampaknya terdiri dari
program bermotor sangat terorganisir dan terletak terpusat (Keele,

44
1968). Program tersebut dihasilkan oleh praktek, menjadi
terotomatisitas, dan responsif terhadap variasi rangsangan eksternal
dan umpan balik kinestetik. Keterampilan motorik memiliki beberapa
prasyarat seperti halnya dengan keterampilan intelektual. Satu set
komponen sederhana dari keterampilan motorik kadang-kadang mudah
untuk diidentifikasi, dan kadang-kadang tidak.
Bahkan lebih penting sebagai aspek penyimpanan keterampilan
motorik adalah prosedur, atau subroutine eksekutif, biasanya dipelajari
sebagai komponen awal dari keterampilan motorik (Fitts dan Posner,
1967). Urutan dasar gerakan, tidak memiliki kehalusan yang
diperlukan dan waktu, memiliki karakter keterampilan intelektual
(aturan prosedural). Prosedur tersebut mungkin telah diperoleh sebagai
prasyarat untuk keterampilan motorik atau dipelajari dalam tahap awal
latihan. Ketika keterampilan motorik tidak digunakan selama bertahun-
tahun, subroutine eksekutif kemungkinan akan tetap utuh, meskipun
kinerja telah menjadi ragu-ragu dan kasar. Seseorang akan ingat
bagaimana jarinya memainkan klarinet, meskipun kualitas musik
kinerja dapat menunjukkan efek dari lamanya tidak digunakan.

B. ORGANISASI MEMORI
Organisasi yang dipelajari dan disimpan dalam memori jangka panjang
dapat dengan mudah dianggap sebagai pemikiran (baik deklaratif dan
prosedural), sebagai gambar dan sebagai program motorik. Memori dapat
diatur dalam jaringan yang saling berhubungan, dapat dicari dan dipanggil oleh
siswa untuk memenuhi kebutuhannya dalam beberapa kegiatan atau
pembelajaran yang lebih lanjut.
Jaringan yang mewakili berbagai macam kemampuan belajar disebut
dengan skema, di mana ide-ide diatur dalam hal topik atau penggunaan fungsi
umum. Konsepsi yang lebih umum dari kemampuan yang disimpan peserta
didik adalah gagasan tentang kemampuan. Kemampuan diukur dengan tes
psikologi, yang menjadi sampel kualitas kinerja di sejumlah bidang kegiatan.

45
Beberapa jenis kemampuan adalah verbal, numerik, visual, dan ruang. Ini
biasanya dibedakan menjadi kemampuan yang lebih spesifik seperti kefasihan
lisan, penalaran numerik, memori untuk bentuk visual, orientasi spasial, dan
sejenisnya (Cronbach, 1970; Guilford, 1967).
Karakteristik umum lainnya dari peserta didik termasuk dalam domain
afektif dan kepribadian. Hal ini disebut sebagai sifat dan termasuk kualitas
kecemasan dan motivasi belajar (Tobias, 1986). Pentingnya kemampuan dan
sifat-sifat sebagai kualitas manusia terletak pada kemungkinan apakah itu dapat
mempengaruhi belajar tergantung pada perbedaan sifat pelajaran. Dengan
demikian, peserta didik dengan kemampuan verbal yang tinggi dapat merespon
dengan baik untuk pelaajran yang terdiri dari teks tertulis. Peserta didik yang
sangat cemas dapat belajar dari pelajaran yang memiliki struktur yang sangat
terorganisir.
C. SKEMA
Skema adalah organisasi elemen memori (pemikiran, gambar, dan sikap)
yang mewakili satu set besar informasi yang berarti berkaitan dengan konsep
umum (Anderson, 1985). Bisa berarti kategori objek seperti rumah, kantor,
pohon, furniture. Terlepas dari subjek, skema berisi fitur umum tertentu untuk
satu set objek atau peristiwa yang terkandung dalam kategori tersebut. Dengan
demikian, skema untuk rumah berisi informasi tentang fitur seperti bahan
bangunan, kamar, dinding, atap, jendela, dan fungsi hunian manusia. Fitur ini
disebut slot, untuk menyiratkan bahwa nilai-nilai mereka mengambil yang ada
untuk "diisi" (berapa banyak jendela, jenis atap, dan sebagainya).
Setiap orang telah membangun skema yang berbeda pada suatu kegiatan.
Perbedaan-perbedaan ini perlu dipertimbangkan untuk perencanaan
pembelajaran yang isinya terkait dengan skema.
Dalam pendekatan belajar dari pembelajaran baru yang disajikan, peserta
didik diberi tugas dengan berbagai skema yang sudah dalam ingatan mereka.
Dalam belajar aritmatika, anak-anak dapat memecahkan masalah-masalah
tertentu dengan mengacu pada skema perubahan, menggabungkan, atau
membandingkan (Riley, Greeno, dan Heller, 1983).

46
West, Farmer, dan Wolff (1991) membedakan antara skema pengetahuan
dan skema proses. West (1981) percaya bahwa skema mengontrol persepsi.
Artinya, seorang individu melihat suatu peristiwa atau stimulus hanya mengacu
pada skema. Skema mengarahkan perhatian terhadap rangsangan yang relevan
(atau mungkin lebih tepat, membuat stimulus yang relevan); dan dalam
hubungannya dengan pengetahuan yang ada, memberikan makna terhadap
suatu peristiwa. Pandangan ini menyiratkan bahwa belajar adalah tindakan
yang sangat pribadi. Namun, sejauh bahwa skema dipelajari sebagai fungsi dari
pengalaman pertumbuhan masyarakat yang lebih atau kurang homogen, kita
mungkin mengharapkan bahwa individu akan memiliki dan mengaktifkan
skema proses yang sama.
Pembelajaran harus menyadari adalah bahwa individu memiliki
pengetahuan dan proses yang berbeda skema. Oleh karena itu, apa yang
mungkin jelas bagi sebagian besar siswa mungkin tidak masuk akal sama
sekali bagi siswa lainnya. Adanya keterampilan prasyarat penting atau
pengetahuan yang hilang membuat siswa sulit atau tidak mungkin untuk
memberikan stimulus kepada siswa. Solusi pembelajaran dalam hal ini adalah
dengan mengajarkan prasyarat sebelum memasuki pelajaran utama.
1) Kemampuan dan Sifat
Kinerja manusia dipengaruhi oleh kemampuannya. Faktor ini
berkaitan dengan seberapa baik masalah baru dapat diselesaikan telah
(Cronbach, 1970). Secara umum, kemampuan siswa dapat dinilai dengan
tes psikologi untuk mengetahui kecenderungan karakteristik stabil setiap
individu manusia, bertahan selama jangka waktu yang lama, dan tidak
diubah oleh pembelajaran atau praktek.
Kualitas lain dari individu mencerminkan kepribadian dan biasanya
disebut sebagai sifat. Aspek-aspek kinerja manusia, seperti kemampuan,
juga bertahan selama periode yang relatif lama dan tidak mudah
dipengaruhi oleh pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah mereka.

47
1. Pembagian Kemampuan
Merupakan pertanyaan yang belum terjawab, manakah yang
paling berguna, mengukur perbedaan individu dalam kemampuan umum
(atau kecerdasan) atau mengukur sejumlah pembagian kemampuan.
Kemampuan tersebut tidak benar-benar berbeda antara satu dengan yang
lain. Berbagai pembagian kemampuan telah diusulkan dan diteliti. Di
antara sistem terbaik dikenal untuk mengklasifikasikan kemampuan
adalah dari Thurstone (1938) dan Guilford (1967), yang mencakup
indikasi dari jenis sistem yang digunakan untuk mengukur masing-
masing kemampuan, yakni Reasoning, Verbal comprehension, Number
facility, Spatial orientation, Associative memory dan Memory span.
2. Ciri-ciri
Kecenderungan orang untuk merespon dengan cara yang khas
untuk berbagai situasi tertentu menimbulkan kesimpulan bahwa mereka
memiliki ciri-ciri kepribadian stabil tertentu (Cronbach, 1970; Corno
dan Snow, 1986). Banyak jenis ciri-ciri kepribadian telah ditetapkan dan
dipelajari pada siswa dari berbagai usia dan jenis. Beberapa ciri-ciri
yang paling banyak dipelajari semacam ini adalah prestasi motivasi
(McClelland, 1965), kecemasan (Tobias, 1979), locus of control
(Weiner, 1980), dan self-efficacy (Bandura, 1982).

D. SISWA SEBAGAI PESERTA DALAM PEMBELAJARAN


Siswa mempelajari hal baru dari pembelajaran yang sudah dirancang
sebelumnya. Namun terkadang pada beberapa subjek, siswa sudah memiliki
pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan padanya. Sering juga, siswa
memiliki pengetahuan yang menjadi prasyarat untuk pembelajaran materi
baru. Selain hubungan langsung antara efek disimpan sebelum belajar dan
pembelajaran baru, mungkin ada kemampuan umum perbedaan peserta didik,
yang dapat menguntungkan jika diperhitungkan dalam mendesain
pembelajaran.

48
1) Merancang Pembelajaran untuk Siswa yang Beragam
Setiap jenis karakteristik siswa memiliki implikasi yang berbeda
dalam mendesain pembelajaran. Efek yang paling langsung dari memori
sebelum belajar dapat dilihat pada entitas yang disebut kemampuan
belajar, yang meliputi keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi
kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Pengambilan keputusan jenis
ini diperoleh dari ingatan sebelumnya yang memiliki pengaruh tertentu
pada pembelajaran materi baru. Efek yang sama hasil dari penarikan
kembali informasi yang terorganisir dalam bentuk skema, yang dapat
memberikan dukungan langsung kepada pemenuhan tugas pembelajaran
baru. Efek yang lebih tidak langsung adalah sifat-sifat yang dimiliki siswa.
Disposisi tersebut tidak masuk secara langsung ke dalam pembelajaran
baru, tetapi mereka mungkin sangat mempengaruhi kemudahan yang
dilakukan saat proses belajar.
Ketika tugas pembelajaran baru dilakukan, pelajar dimulai dengan
beberapa jenis struktur memori yang sudah ada. Jenis efek yang diberikan
oleh apa yang telah dipelajari sebelumnya tergantung pada tujuan
pembelajaran baru (Gagne, 1980).
1. Pembelajaran Baru pada Keterampilan Intelektual
Mempelajari keterampilan intelektual sangat dipengaruhi oleh
keterampilan intelektual lainnya. Biasanya, ini adalah keterampilan
dan konsep yang sederhana, yang diturunkan menjadi komponen yang
sebenarnya dari keterampilan yang baru akan dipelajari (RM Gagne,
1985). Hasil analisis semacam ini dapat dinyatakan sebagai hirarki
belajar.
Agar efektif untuk mempelajari pelajaran baru, keterampilan
prasyarat harus benar-benar dipelajari. Kondisi lain yang
mempengaruhi kemudahan belajar adalah jumlah isyarat yang tersedia
untuk proses pencarian memori. Menanamkan keterampilan prasyarat
yang terorganisir pada skema dapat memberikan efek yang baik pada
pembelajaran.

49
2. Pembelajaran Baru pada Strategi Kognitif
Strategi kognitif pada pembelajaran awal juga dapat diambil dari
pelajaran sebelumnya. Keterampilan prasyarat juga dibutuhkan untuk
mendukung strategi kognitif ini. Untuk memperoleh strategi ini,
pelajar harus memanfaatkan keterampilan sebelumnya dari jenis
berikut: (1) mengidentifikasi tujuan masalah, dan (2) menempatkan
serangkaian langkah-langkah dalam latar belakang.
Skema juga dapat memberikan isyarat untuk pengambilan
strategi dan sebagai keterampilan prasyaratnya. Strategi bekerja
mundur berorientasi pada domain tugas, dapat diambil karena
sebanding dengan strategi lain yang digunakan dalam masalah yang
berbeda. Seluruh skema yang mewakili masalah yang sebelumnya
dihadapi dapat diambil untuk mengungkapkan analogi.
Tujuan dari pembelajaran dalam strategi kognitif adalah untuk
mengasah perkembangan bakat. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai
dengan tugas yang menggunakan kemampuan yang telah sebagian
dikembangkan dan melanjutkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
3. Pembelajaran Baru pada Informasi Verbal
Pembelajaran baru dan penyimpanan informasi verbal baru
memerlukan sejumlah keterampilan intelektual yang relevan dengan
pemahaman dan penggunaan bahasa. Termasuk di dalamnya sinonim
dan metafora dalam arti kata, aturan sintaks dalam pembentukan
kalimat, dan sequencing logis dari ide-ide di antara pemikiran terkait.
Hal ini keterampilan dasar pemahaman bahasa dan penggunaan yang
sangat mempengaruhi bagaimana peserta didik dapat dengan mudah
memperoleh pengetahuan baru dari berbagai deklaratif dan kuantitas
pengetahuan tersebut akan tersedia dalam ingatan jangka panjang
mereka.
Pembelajaran informasi verbal baru sangat dipengaruhi oleh
pengambilan informasi yang dipelajari sebelumnya. Isyarat yang
diberikan oleh informasi saat belajar diyakini mengaktivasi konsep

50
dalam memori jangka panjang yang menyebar ke item lain dalam
jaringan pemikiran proses yang dikenal sebagai penyebaran aktivasi
(Anderson, 1985).
Informasi verbal yang dipelajari sebelumnya yang diambil untuk
memasukkan informasi baru terjadi paling sering dalam bentuk skema.
Bentuk informasi verbal membawa arti dari konsep pengorganisasian.
Skema mengandung slot di mana informasi baru dilengkapi, dan ini
membantu untuk memastikan kemudian recall. Merancang
pembelajaran dari informasi verbal mengharuskan guru untuk
mencoba menentukan skema apa yang sudah tersedia pada siswa.
Mengukur kemampuan pemahaman verbal bisa digunakan untuk
mengevaluasi strategi kognitif yang berkaitan dengan pemahaman
kelancaran dan penggunaan bahasa.
4. Pembelajaran Baru pada Sikap
Ketika peserta didik memperoleh sikap baru, pengambilan
keterampilan intelektual yang relevan dan informasi verbal mungkin
penting. Sebagai contoh, sebuah sikap peduli keselamatan mengenai
penanganan zat kimia tertentu mungkin memerlukan jenis
keterampilan intelektual yang memungkinkan estimasi konsentrasi zat
tersebut. Sikap yang terlibat dalam mengikuti diet mungkin
memerlukan penggunaan keterampilan intelektual dipelajari
sebelumnya yang memungkinkan perhitungan asupan kalori. Untuk
sejumlah alasan, informasi verbal mungkin juga penting untuk
pembelajaran modifikasi sikap. Jika model manusia digunakan untuk
berkomunikasi pilihan tindakan pribadi, informasi yang dipelajari
sebelumnya harus tersedia yang mengidentifikasi model sebagai
familiar, orang dihormati dan membuktikannya bahwa ia kredibilitas.
Bentuk yang paling khas untuk informasi verbal penting dalam
pembelajaran sikap adalah skema. Dalam hal ini, skema memiliki
fungsi yang mewakili situasi atau situasi di mana sikap akan
ditampilkan. Situasi sosial yang situasional juga mempengaruhi hal ini.

51
5. Pembelajaran Baru Pada Keterampilan Motorik
Untuk belajar keterampilan motorik baru memerlukan aturan
prosedural pada keterampilan intelektual. Ini adalah aspek belajar
keterampilan motorik yang disebut oleh Fitts dan Posner (1967)
sebagai tahap pembelajaran kognitif awal. Apapun tingkat
keterampilan dapat berasal dari praktek, prosedur harus selalu diikuti
untuk perbaikan keterampilan. Prosedur dapat terjadi dan diambil
sebagai bagian dari skema.
6. Motivasi Siswa
Salah satu ciri yang harus dipertimbangkan ketika merancang
instruksi adalah motivasi siswa. Motivasi didefinisikan oleh Good dan
Brophy (1990) sebagai “suatu konstruksi hipotetis untuk menjelaskan
inisiasi, arah, intensitas dan ketekunan perilaku yang diarahkan pada
tujuan". Dengan kata lain, ada kekuatan yang menyebabkan seorang
pelajar untuk terlibat dalam belajar, memusatkan perhatian pada tujuan
belajar tertentu, atau melakukan pekerjaan ekstra pada tugas. Motivasi
tidak dapat diukur secara langsung.
Penyebab motivasi bisa dari ekstrinsik (eksternal) atau intrinsik
(internal). Salah satu jenis motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu.
Lainnya adalah persetujuan sosial. Dengan memahami apa faktor
internal yang memotivasi orang, kita dapat merancang pembelajaran
untuk memotivasi. Kita bisa membangun pertanyaan yang
membangkitkan rasa ingin tahu, atau kita dapat menambahkan peluang
untuk interaksi sosial dan persetujuan sosial. Kondisi eksternal siswa
juga mengaktifkan proses motivasi. Namun, tidak semua individu
termotivasi oleh hal yang sama. Artinya, situasi tertentu dapat
memotivasi satu siswa karena sebelum belajar, pengalaman, atau
harapan, tetapi tidak dengan siswa lain.
Keller (1987) telah mengembangkan model desain motivasi yang
ia sebut ARCS, akronim untuk kategori berikut kondisi motivasi:
perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan. Model ARCS adalah

52
sintesis dari pemikiran dan pedoman dari berbagai teori motivasi yang
berbeda. Tujuan dari model ARCS adalah untuk membuat teori dan
penelitian di bidang motivasi lebih mudah diterapkan dalam
pembelajaran yang sebenarnya.

53
BAB 3
PEMBAHASAN
CHAPTER 3
A. Pembelajaran dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai
usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan lebih
baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran bagi
peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis
dalam berpikir.
Pengertian pendidikan secara Etimologi atau asal-usul, kata Pendidikan
dalam bahasa inggris disebut dengan education, dalam bahasa latin pendidikan
disebut dengan educatum yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana
kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak,
sedangkan Duco berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, Secara
Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan
diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Lalu apa pengertian dari pendidikan yang selama ini dijalani
manusia. Menurut KBBI kata pendidikan datang dari kata “didik” dengan
memperoleh imbuhan “pe” serta akhiran “an”, yang artinya langkah, sistem atau
perbuatan mendidik.
Kata pendidikan secara bahasa datang dari kata “pedagogi” yaitu “paid”
yang artinya anak serta “agogos” yang artinya menuntun, jadi pedagogi yaitu
pengetahuan dalam menuntun anak. Sedang secara istilah pengertian pendidikan
adalah satu sistem pengubahan sikap serta perilaku seorang atau kelompok dalam

54
usaha mendewasakan manusia atau peserta didik lewat usaha pengajaran serta
kursus.
Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal.
Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang
telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementtrian
suatu negara seperti di sekolah pendidikan memerlukan sebuah Kurikulum untuk
melaksanakan perencanaan penganjaran. Sedangkan pendidikan non formal
adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai
pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang lain.
Tujuan pendidikan jika ditinjau dari luas jangkauan lembaga, maka dikenal
stratifikasi tujuan. Terdapat tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional,
tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Dari stratifikasi itulah dikenal hierarki.
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu suatu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai pada tingkat nasional hasil pencapaiannya akan terwujud bila warga
negara yang berkepribadian nasional, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air. Dan lebih
jelas lagi dapat dilihat pada UU No 20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 yang
berbunyi sebagai berikut : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Istitusional , yakni merupakan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai pada tingkat lembaga pendidikan. Hasil pencapaian dari tujuan
institusional ini berwujud tamatan sekolah yang mampu melaksanakan bidang
pekerjaan tertentu dan atau mampu dididik lebih lanjut menjadi tenaga profesional
dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu pula (misalnya pendidikan SD,
SMP, SMU, PT).(Sardiman AM.2000.63).
Tujuan Kurikuler, adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada
tingkat mata pelajaran atau bidang studi-bidang studi. Hasil pencapainya akan

55
berwujud siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran ataubidnag studi yang
diperlajarinya. (Sardiman AM.2000.64)
Tujuan Instruksional atau Tujuan Pengajaran, yakni tujuan pendidikan
yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran. Hasil pencapaiannya berwujud siswa
yang secara bertahap terbentuk wataknya, kemampuan berpikirnya, ketrampilan,
teknologinya.Tujuan instuksional sering pula disebut sebagai tujuan
pengajaran. Tujuan pengajaran pada kurikulum 1994 dikenal dengan
Tujuan Instuksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus. Pengertian
TIU menurut beberapa ahli antara lain adalah :
Menurut Gene E. Hall dan Howarld L. Jones, TIU adalah pernyataan
umum mengenai hasil suatu program pengajaran. Menurut Dirk dan Carey, TIU
adalah suatu pernyataan yang menjelaskan mengenai apakah kemampuan yang
harus dimiliki oleh siswa setelah ia selesai mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan
menurut Briggs, TIU adalah pernyataan umum mengenai tujuan akhir dari
program pengajaran. (Sardiman AM.2000.66-67)
Dengan melihat beberapa pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa
Tujuan Instruksional Umum adalah tujuan pembalajaran setelah siswa
menyelesaikan suatu materi pelajaran, dan untuk mengetahui atau membuktikan
ketercapainnya tujuan-tujuan umum dapat dilihat pada tujuan yang lebih khusus
(TIK).

56
Untuk Kurikulum 2006 yang, istilah Tujuan pembelajaran atau tujuan
isntruksional menggunakan istilah kompetensi. Standar kompetensi merupakan
kemampuan pada aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik yang diharapkan
dikuasai, didemonstrasikan, atau ditampilkan oleh peserta didik setelah
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu. Sedangkan kompetensi dasar
merupakan kemampuan pada pada aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik yang
diharapkan dikuasai, didemonstrasikan, atau ditampilkan oleh peserta didik
setelah menyelesaikan suatu pokkok bahasan tertentu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Tujuan pendidikan adalah hal yang
dilakukan seseorang yang berkontribusi agar menjadi manfaat bagi masyarakat
dan bisa dicapai melalui belajar.

Tujuan pendidikan sebagai hasil pendidikan


Menurut John Dewey Tujuan pendidikan adalah membentuk anak menjadi
anggota masyarakat yang baik, yaitu anggota masyarakat yang mempunyai
kecakapan praktis dan dapat memecahkan problem sosial sehari-hari dengan baik.
Tujuan pendidikan adalah pernyataan dari hasil pendidikan. Mengarah kepada
aktivitas-aktivitas yang hanya mungkin dilakukan dengan belajar, yang kemudian

57
berubah menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang terencana. Untuk mendisain
pembelajaran, terlebih dahulu harus ditentukan kemampuan manusiawinya baru
kemudian tujuan pendidikannya.
Belajar adalah berubah merupakan definisi klasik yang masih dapat
dipertahankan, karena paling relevan dengan keberadaan sekolah sebagai agen
perubahan. Definisi yang inklusive ini mengakomodasi semua tujuan belajar, dari
tujuan terendah yakni mengetahui fakta sampai ke tujuan tertinggi yakni
kemampuan memecahkan masalah. Sekolah sebagai agen perubahan dan tempat
berkembagnya aspek intelektual (head-on), moral (heart-on) dan keterampilan
(hand-on) tidak dapat direduksi hanya untuk salah satu tujuan belajar saja.
Sekolah akan kehilangan makna jika menekankan pada salah satunya dengan
mengabaikan yang lain, karena tujuan awal diadakannya sekolah ialah untuk
membekali siswa dengan berbagai aspek intelektual dan emosional yang
fundamental sehingga ia cerdas, bermoral dan terampil. (Harefa, 2000)
Learning to learn, belajar untuk belajar, tumbuh dari sinergi antara
intelektual dan moral yang terekspresi dari hasil belajar otentik (actual outcomes)
dalam bentuk karya dan perilaku. Dimilikinya keterampilan belajar untuk belajar
oleh siswa, dengan sendirinya akan dikuasi sejumlah aspek lain, termasuk
keterampilan untuk hidup. Keterampilan belajar bukan keterampilan tunggal tetapi
merupakan garis kontinum yang bermula dari titik awal kehidupan dan berakhir
pada akhir hidup manusia itu sendiri. Keterampilan belajar merupakan salah satu
potensi dan tugas asasi manusia yang kuantitas dan kualitasnya dipengaruhi faktor
eksternal. Pendidikan adalah faktor eksternal dalam bentuk rekayasa sistematis
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterampilan belajar. Berbagai cara
telah dilakukan para pakar untuk menumbuhkan keterampilan belajar, diantaranya
model pembelajaran berpikir yang dikembangkan Purwadhi (2000) yang telah
teruji dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis yang pada
akhirnya dapat menumbuhkan keterampilan belajar (skill to learn).
Tujuan akhir dari terampil belajar ialah dimilikinya kemampuan
memecahkan masalah secara bertanggung jawab. Tanggung jawab ini memiliki
makna yang sangat dalam, melampaui kemampuan-kemampuan lain yang

58
diperoleh dari belajar. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut, harus dilampuai dua
tujuan antara, yakni:
1. Mampu mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya,
dan
2. Dapat berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap
potensinya, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya-
seutuhnya dengan cara menjadi diri sendiri. (Harefa, 2000: 136).

Pembelajaran bagi tumbuhnya keterampilan belajar juga dirasa sebagai


salah satu kebutuhan mendasar bagi negara maju dalam menyongsong era global
sebagaimana penegasan Goh Chok Tong, P.M. Singapore, pada The Singapore
Expo (2001), bahwa kurikulum harus lebih menekankan pada kemampuan
berpikir kreatif dan kritis serta pemecahan masalah. Kemampuan ini dapat tumbuh
jika siswa menghargai keterkaitan antar disiplin ilmu, menggunakan prosedur
pemecahan masalah dan keterampilan berkomunikasi serta mau bekerja dalam
kelompok kerja. Dorongan terhadap siswa untuk menghargai berbagai disiplin,
tertib prosedur, serta berbagai aspek lain yang diperlukan dalam kehidupan dan
interaksi dengan sesamanya menunjukan bahwa siswa perlu memiliki berbagai
keterampilan yang kompleks. Keterampilan-keterampilan itu dapat diperoleh dari
proses keterampilan belajar.
Keterampilan belajar yang pertumbuhannya memerlukan berbagai
prasyarat tersebut se arah dengan konsep “Menjadi Manusia Pembelajar” yang
ditulis oleh Harefa (2000). Harefa (2000: 53) menulis apa yang diingatkan Jakob
Sumardjo bahwa manusia hidup untuk belajar (learning how to be), bukan belajar
untuk hidup (learning how to do). Hidup untuk belajar searah dengan perlunya
keterampilan belajar, dan belajar untuk hidup searah dengan belajar terampil.
Hidup untuk belajar berarti mengeluarkan segenap potensi dirinya untuk membuat
dirinya nyata bagi sesamanya. Belajar untuk hidup berarti upaya mendapatkan
pekerjaan. Hidup untuk belajar lebih esensial, karena belajar bukan hanya
pelatihan tetapi proses untuk menjadi diri sendiri.

59
Seorang yang terampil belajar ia akan menjadi pembelajar bagi dirinya
yang berbasis pada kesadaran bahwa we created by the Creator to be creature with
creativity (Harefa, 2000: 119). Bahwa kita adalah ciptaan yang dicipta oleh Sang
Pencipta dan dianugerahi daya cipta untuk mencipta. Bila seseorang telah menjadi
manusia pembelajar, ia akan dapat menciptakan organisasi pembelajar, yakni
organisasi yang terus menerus memperluas kapasitas menciptakan masa depan.
Seorang pembelajar akan lebih memiliki tanggung jawab baik kepada Tuhan,
kepada diri sendiri, dan kepada sesama manusia. Seorang pembelajar akan
memperoleh keterampilan belajar dan akhirnya akan lebih manusiawi,
sebagaimana penegasan Senge (dalam Harefa, 2000: 139), bahwa dari belajar
individu akan: (1) menciptakan kembali kepribadiannya, (2) melakukan sesuatu
yang baru, (3) merasakan hubungan yang lebih dalam dengan dunia, (4) dapat
memperluas kapasitas proses pembentukan kehidupan.
Pembelajaran dan tujuannya
Pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru, perencana bahan atau
sumber, pakar kurikulum, dan lain-lain yang tujuannya adalah untuk
mengembangkan sebuah rencana yang diorganisasikan untuk mendorong kegiatan
belajar. Perencanaan sistem pembelajaran dilakukan oleh semua pihak yang
terkait, seperti pemerintah, masyarakat, lembaga, perusahaan dan lain-lain.
Namun dalam pelaksanaan pembelajaran, perencanaan dilakukan oleh guru.
Perencanaan pembelajaran memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tujuan berisi sasaran yang akan dicapai dari pembelajaran. Dalam
perencanaan, tujuan dianalisis terlebih dahulu sebagai bagian dari perencanaan.
Menentukan tujuan baik secara menyeluruh maupun tujuan setiap mata pelajaran.
Jadi, dapat disimulkan bahwa dalam setiap mata pelajaran, tentunya tidak
hanya memiliki tujuan yang tunggal namun memiliki beberapa tujuan. Misalnya
kemampuan siswa yang dikembangkan dalam satu mata pelajaran, dapat berupa
kemampuan kognitif maupun kemampuan afektif. Dalam pembelajaran khususnya
matematika, tujuan pembelajaran diwujudkan dalam kompetensi dasar yang
diharapkan bisa dicapai siswa setelah pembelajaran. Setiap kompetensi memiliki

60
ciri khas tersendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan
perencanaan yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya.

B. 5 Kategori Capaian Pembelajaran


Perencanaan pembelajaran diperlukan guna mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan tujuan pembelajaran berupa sasaran kemampuan-
kemampuan siswa yang dikembangkan sebagai hasil dari pembelajaran. Ada
beberapa kategori asil belajar menurut Gagne, yaitu keterampilan intelektual,
informasi verbal, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Rencana
pembelajaran yang dibuat menyesuaikan dengan kategori kemampuan yang akan
dikembangkan.

1. Keterampilan Intelektual
Dalam pembelajaran kemampuan utama yang diukur sebagai hasil
pencapaian belajar adalah kemampuan kognitif siswa. Menurut Gagne,
keterampilan kognitif merupakan kemampuan yang membuat individu menjadi
berkompeten. Tujuan mata pelajaran menguraikan beberapa kompeten yang harus
dicapai siswa. Dari situlah guru melaksanakan pembelajaran secara formal dengan
menyampaikan ilmu kepada siswa agar mencapai kompetensi.
Sebagai contoh dalam pembelajaran matematika, kompetensi yang harus
dicapai seperti ‘Menentukan luas selimut dan volume tabung, kerucut, dan bola’,
‘Menaksir dan mengitung luas permukaan bangun datar dan bangun ruang yang
tidak beraturan dengan menerapkan kombinasi geometri dasarnya’ atau
‘Menentukan peluang suatu kejadian sederhana secara empirik dan teoritik’.
Keterampilan intelektual dibedakan lagi berdasarkan jenisnya, seperti
diskriminasi-diskriminasi, konsep-konsep konkret, konsep-konsep redefinisi,
aturan-aturan, yaitu kemampuan merespons hubungan-hubungan antara objek-
objek dan kejadian-kejadian, aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan merespons
hubungan-hubungan antara objek-objek dan kejadian-kejadian secara lebih
kompleks dan yang terakhir memecahkan masalah.
Merancang pembelajaran dengan sasaran meningkatkan keterampilan
intelektual siswa dapat dimulai dari menganalisis kemampuan dasar siswa. Dari

61
hasil analisis ini maka guru dapat mengetahui sampai mana pengetahuan yang
siswa dapatkan sebelumnya. Hasil analisis ini penting agar guru dapat membuat
rancangan pembelajaran yang tepat untuk siswa. Setelah analisis, guru dapat
menentukan materi yang sesuai dengan siswa, aktivitas-aktivitas yang akan
dilakukan siswa, pendekatan pembelajaran yang akan digunakan guru dan yang
paling penting guru dapat menentukan arah tujuan pembelajaran yang tepat untuk
siswa.
2. Strategi kognitif
Strategi kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam keterampilan.
Kemampuan ini mampu mengatur individu itu sendiri, mulai dari mengingat,
berpikir, dan berperilaku. Hal ini menjadi tujuan utama dalam pendidikan untuk
mengembangkan kreativitas siswa dalam pemecahan masalah. Ada lima jenis
strategi-strategi kognitif, antara lain; strategi-strategi menghafal, strategi-strategi
elaborasi, strategi-strategi pengaturan, strategi-strategi pemantauan pemahaman,
dan strategi-strategi afektif.
Jika strategi kognitif disematkan pada pembelajaran matematika, maka
terdapat kompetensi-kompetensi yang harus ditanamkan pada siswa.
Pembelajaran matematika ditujukan agar siswa tidak hanya menghafal rumus-
rumus matematika saja, tetapi juga dapat mengaitkan pokok bahasan sebelumnya
yang relevan, mengelompokkan konsep-konsep menjadi kategori yang bermakna;
misal materi geometri dimensi satu yaitu titik, dimensi dua yaitu titik dan garis
yang membentuk bangun datar, dan dimensi tiga yaitu titik, garis, bidang, bangun
ruang., kemudian belajar dengan mengetahui proses yang sedang dilakukan dan
yang terakhir belajar dan memusatkan perhatian.
Dalam upaya untuk mengembangkan strategi kognitif anak, maka guru
melakukan perencanaan pembelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut;
kinerja, kondisi internal dan kondisi eksternal. Strategi kognitif merupakan
kemampuan yang datangnya dari dalam individu itu sendiri. Oleh karena itu guru
harus mengetahui karakteristik yang dimiliki siswa. Kapasitas intelektual dari
siswa berbeda-beda, karena faktor keturunan/genetik memiliki pengaruh. Guru

62
tidak bisa memaksakan semua siswa memiliki pemikiran yang seragam antara
satu dan lainnya.
Kondisi internal dan eksternal pembelajaran walaupun berpengaruh tidak
langsung terhadap strategi kognitif seseorang juga tetap diperhatikan. Dalam
rangka memecahkan masalah, siswa diharapkan memiliki beberapa strategi
kognitif. Berdasarkan kemampuan kognitif yang dimilikinya siswa melakukan
seleksi. Setelah menemukan pengetahuan yang dapat digunakan sebagai dasar
pemecahan masalah, siswa membutuhkan strategi kognitif lainnya untuk
menyelesaikan masalah tersebut, seperti proses atau urutan langkah yang harus
dikerjakan dan lain-lain.
Kondisi eksternal saat pembelajaran juga dibutuhkan siswa, artinya
seseorang harus mengorganisir peristiwa-peristiwa eksternal sedemikian rupa
untuk menambah kemungkinan tercapainya strategi kognitif yang diharapkan.
Pembelajaran diharapkan berada pada kondisi yang menyenangkan dan memberi
kesempatan siswa untuk berpikir. Oleh karena itu dalam perancangan
pembelajaran, guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang mendukung
untuk siswa berpikir.
3. Informasi Verbal
Dalam kegiatan belajar, informasi verbal seperti nama bulan, hari, angka,
kota, Negara, dsb terkam dalam ingatan. Kemampuan verbal yang didapatkan
siswa dari belajar secara sadar maupun tak sadar menjadi kompetensi yang harus
ditingkatkan. Kemampuan verbal menyangkut bagaimana siswa menyampaikan
informasi maupun berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis berupa
susunan kata-kata.
Kemampuan verbal yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika
meliputi mengomunikasikan persoalan matematika baik menggunakan kalimat
sehari-hari maupun mengubahnya dalam bentuk kalimat matematika. Selain itu
juga mengenalkan simbol-simbol yang terdapat pada matematika berikut
penggunaannya.
Perencanaan pembelajaran yang disusun guru meliputi melatih siswa
untuk menyampaikan kembali apa yang mereka peroleh. Strategi ini sering

63
dilakukan dengan pembelajaran yang bentuknya diskusi kelompok. Siswa diminta
menjelaskan kembali apa yang mereka peroleh dari diskusi tersebut. Guru juga
melatih siswa bagaimana menjelaskan sebuah persoalan matematika secara runtut.
Menyebutkan hal-hal yang diketahui, hal yang ditanyakan, kemudian menjelaskan
penyelesaian secara terurut.
4. Kemampuan motorik
Sebuah keterampilan motorik adalah salah satu jenis kemampuan manusia
yang paling jelas untuk diamati. Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa
untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan mekanisme otot yang dimiliki.
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita
dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot,
serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Keterampilan motorik dalam pembelajaran matematika antara lain dapat
menggunakan alat peraga matematika dengan baik. Menggunakan peralatan sepeti
busur, jangka, penggaris dan lain-lain. Selain itu kemampuan siswa dalam
menggambarkan bangun-bangun geometri dua dimensi maupun tiga dimensi.
Pembelajaran yang mengembangkan kemampuan ini dapat disusun dengan
banyaknya praktek siswa untuk menggunakan alat peraga matematika, maupun
alat-alat matematika terebut. Kemampuan ini merupakan yang paling dapat dilihat
karena memiliki hasil konkret. Guru dapat menilai kemampuan siswa apakah
sudah berkembang atau belum dengan mengamati koordinasi siswa dalam
menggunakan alat-alat tersebut.
5. Sikap
Di samping kemampuan kognitif, kemampuan afektif siswa juga menjadi
salah salah satu kemampuan yang harus dikembangkan. Sikap merupakan
kemampuan mereaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu, dan
situasi. Kemampuan afektif siswa dinilai dari bagaimana respon siswa yang tepat
dalam menghadapi situasi tertentu.
Dalam pembelajaran matematika, terdapat banyak sikap yang dapat
dikembangkan seperti berpikir kreatif, rasa ingin tahu yang tinggi, bertanggung-
jawab dan sabar. Dalam merancang pembelajaran yang mengembangkan

64
kemampuan sikap siswa, guru apa mengamati respons siswa misalnya ketika
dihadapkan pada persoalan matematika, ataupun saat diskusi kelas. Guru bias
mengamati bagaimana sikap siswa, apakah antusias dalam mengerjakan
matematika maupun dalam diskusi kelas atau tidak.

C. Mendisain Pembelajaran Berdasarkan Kemampuan Manusiawi


Pembelajaran harus selalu dirancang untuk memenuhi tujuan pendidikan.
Ketika tujuan dicocokkan dengan kebutuhan masyarakat, kondisi ideal ada
untuk perencanaan program total pendidikan. Desain pembelajaran adalah
pengembangan secara sistematis dari spesifikasi pembelajaran dengan
menggunakan teori belajar dan pembelajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran. Proses perancangan dan pengembangan ini meliputi segala
proses analisis kebutuhan pembelajaran, tujuan dan pengembangan sistem
untuk mencapai tujuan, pengembangan bahan dan aktivitas pembelajaran, uji
coba dan evaluasi dari seluruh pembelajaran dan aktivitas peserta didik.
Desain pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai berikut:
instructional design is the practice of maximizing the effectiveness,
efficiency and appeal of instruction and other learning experiences. The
process consists broadly of determining the current state and needs of the
learner, defining the end goal of instruction, and creating some "intervention"
to assist in the transition. (Desain pembelajaran merupakan kegiatan
memaksimalkan keefektifan, efisiensi dan hasil pembelajaran dan pengalaman
pembelajaran lainnya
Kegiatan tersebut meliputi penentuan keadaan awal, kebutuhan peserta
didik, menentukan tujuan akhir dan menciptakan beberapa perlakuan untuk
membantu dalam masa transisi tersebut. Di bagian lain dijelaskan desain
pembelajaran adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang
digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran. Gagne (1985) menyatakan bahwa desain pembelajaran disusun
untuk membantu proses belajar peserta didik, proses belajar tersebut memiliki
tahapan saat ini dan tahapan jangka panjang. Shambaugh dalam (Wina
Sanjaya, 2009 : 67) menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai
berikut. An intellectual process to help teachers systematically learners

65
needs and construct structures possibilities to responsively addres those
needs. (Sebuah proses intelektual untuk membantu pendidik menganalisis
kebutuhan peserta didik dan membangun berbagai kemungkinan untuk
merespon kebutuhan tersebut). Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh
Gentry (1985: 67), bahwa desain pembelajaran berkenaan dengan proses
menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan
serta merancang media yang dapat digunakan untuk keefektifan pencapaian
tujuan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran berdasarkan
kemampuan manusiawi merupakan suatu kegiatan mendesain pembelajaran
diawali dengan menganalisis kebutuhan peserta didik, menentukan tujuan
pembelajaran, mengembangkan bahan dan aktivitas pembelajaran, yang di
dalamnya mencakup penentuan sumber belajar, strategi pembelajaran, langkah-
langkah pembelajaran, media pembelajaran dan penilaian (evaluasi) untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil evaluasi tersebut
digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan
produktivitas proses pembelajaran.

CHAPTER 4
A. JENIS-JENIS KETERAMPILAN INTELEKTUAL

66
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan seseorang untuk
merespon atau menanggapi lingkungannya melalui simbol-simbol dan kosep-
konsep. Karena tingkat kompleksitas yang berbeda-beda dari proses berpikir
atau proses mental seseorang, maka keterampilan intelektual ini dibedakan
berdasarkan tingkat kompleksitasnya yaitu dimulai dari diskriminasi, kosep
kongkrit, aturan dan mendefinisikan konsep, aturan tingkat tinggi dan
pemecahan masalah.
Pemecahan masalah mengharuskan seseorang untuk mengingat
beberapa aturan yang lebih sederhana, yang dipelajari sebelumnya tentang
konsep yang didefinisikan. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, peserta didik
harus telah mempelajari bebebrpa konsep konkret, dan untuk mempelajari
konsep-konsep ini, mereka harus dapat mengingat kembali beberapa
diskriminasi yang dipelajari sebelumnya.
Tingkat proses berpikir atau proses mental menurut Gagne, sedikit
berbeda dengan tingkatan proses berpikir yang dikemukakan oleh Bloom dan
Anderson. Namun pada hakikatnya, proses berpikir yang dikemukakan oleh

Gagne, Bloom dan Anderson memiliki beberapa kesamaan. Taksonomi  Hasil

revisi Anderson pada ranah kognitif adalah: 

1. Mengingat

Kata­kata   operasional   yang   digunakan   adalah   mengurutkan,

menjelaskan, mengidentifikasi,   menamai,   menempatkan,   mengulangi,

menemukan kembali.
2. Memahami
Kata-kata operasional yang digunakan adalah menafsirkan,
meringkas mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan,
membeberkan.

3. Menerapkan

67
Kata-kata operasional yang digunakan adalah melaksanakan,
menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih,
menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.
4. Menganalisis
Kata-kata operasional yang digunakan adalah menguraikan,
membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur,
mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan,
menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.
5. Mengevaluasi
Kata-kata operasional yang digunakan adalah menyusun hipotesi,
mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
6. Berkreasi
Kata-kata operasional yang digunakan adalah merancang, membangun,
merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.
Dalam  berbagai  aspek dan  setelah  melalui  revisi, taksonomi  Bloom

tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu

informasi  sehingga dapat dimanfaat  dalam  kehidupan  sehari­hari. Beberapa

prinsip didalamnya adalah (1)  Sebelum kita memahami sebuah konsep maka

kita harus mengingatnya terlebih dahulu, (2) Sebelum kita menerapkan maka

kita   harus   memahaminya   terlebih   dahulu,   (3) Sebelum   kita   mengevaluasi

dampaknya   maka   kita   harus   mengukur   atau   menilai,   (4) Sebelum   kita

berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan,

menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui.

Pentahapan   berpikir   seperti   itu   bisa   jadi   mendapat   sanggahan   dari

sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak semua tahap

seperti   itu   diperlukan.   Contohnya   dalam   menciptakan   sesuatu   tidak   harus

melalui   pentahapan   itu.   Hal   itu   kembali   pada   kreativitas   individu.   Proses

68
pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model pentahapan

itu   sebenarnya   melekat   pada   setiap   proses   pembelajaran   secara

terintegrasi. Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir

seperti   itu   karena   dalam   kenyataannya   siswa   seharusnya   berpikir   secara

holistik. Ketika kemampuan itu dipisah­pisah maka siswa dapat kehilangan

kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen­komponen yang sudah

terpisah.   Model   penciptaaan   suatu   produk   baru   atau   menyelesaian   suatu

proyek   tertentu   lebih   baik   dalam   memberikan   tantangan   terpadu   yang

mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.

Disisi   lain,   tingkat   kompleksitas   keterampilan   intelektual   yang

dikemukakan   oleh   gagne,   memiliki   kesesuaian   dengan   teori   piaget   tentang

proses kognitif.  Teori Piaget tentang proses kognitif anak memiliki beberapa


tahapan :
1. Skema
Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan
skema (kerangka kognitif atau kerangka referensi). Sebuah skema adalah
konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai
untuk mengorganisasikan atau menginterpretasikan informasi. Skema bisa
merentang dari skema sederhana (seperti skema sebuah mobil) sampai
skema kompleks (seperti skema tentang apa yang membentuk alam
semesta). Anak usia enam tahun yang mengetahui bahwa lima mainan
kecil dapat disimpan di dalam kotak kecil berukuran sama berarti ia sudah
memanfaatkan skema angka atau jumlah.
2. Asimilasi

Piaget mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas
cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka yaitu asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan

69
pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada. Yakni dalam
asimilasi, anak mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu tema.
3. Akomodasi

Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri (skema pengetahuan


mereka) pada informasi baru. Yakni, anak menyesuaikan skema mereka
dengan lingkungannya.
4. Organisasi

Piaget juga mengatakan bahwa untuk memahami dunianya, anak-anak


secara kognitif mengorganisasikan pengalaman mereka. Organisasi adalah
konsep Piaget yang berarti usaha mengelompokkan perilaku yang terpisah-
pisah kedalam urutan yang lebih teratur, kedalam system fungsi kognitif.
Setiap level pemikiran akan diorganisasikan. Perbaikan terus menerus
terhadap organisasi iniadalah bagian inheren dari perkembangan.
5. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi suatu mekanisme yang dikemukakan Piaget untuk menjelaskan


bagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran
selanjutnya. Pergeseran ini terjadi saat anak mengalami konflik kognitif
(disekuilibrium) dalam usahanya memahami dunia. Pada akhirnya, anak
memecahkan konflik ini dan mendapatkan keseimbangan atau ekuilibrium
pemikiran. Piaget percaya bahwa ada gerakan kuat antara keadaan
ekuilibrium kognitif dan disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi
bekerjasama dalam menghasilkan perubahan kognitif (Santrock, 2008:
47).

Dari penjelasan Teori Piaget tentang proses kognitif diatas, dapat kita
ambil persamaannya dengan tingkat kompleksitas keterampilan intelektual
menurut Gagne bahwa proses kognitif yang tertinggi adalah pemecahan
masalah atau pemecahan konflik. Kemampuan pemecahan masalah
merupakan tujuan utama dari proses pendidikan. Pendidik setuju bahwa

70
sekolah harus memberikan prioritas untuk mengajar siswa "bagaimana
berpikir dengan jelas." Ketika siswa bekerja, ia bisa memberikan solusi untuk
masalah yang mewakili peristiwa nyata, dan mereka terlibat dalam perilaku
pemikiran. Dalam mencapai solusi yang bisa diterapkan untuk masalah, siswa
juga mencapai kemampuan baru. Mereka belajar sesuatu yang dapat
digeneralisasi untuk masalah lain yang memiliki karakteristik yang formal
yang sama. Ini berarti mereka telah mengakuisisi aturan baru atau mungkin
satu set baru aturan.

B. STRATEGI KOGNITIF
Dalam hal teori belajar modern, strategi kognitif adalah proses kontrol,
proses internal di mana peserta didik memilih dan memodifikasi cara mereka
menghadiri, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985).
1. Macam-macam Strategi Belajar
Ada beberapa strategi belajar menurut Gagne yaitu strategi
rehersal, strategi elaborasi, strategi pengorganisasian, strategi pemantauan
pemahaman dan strategi afektif. Dengan strategi rehersal, peserta didik
melakukan praktek mereka sendiri dari bahan yang dipelajari. Dalam
bentuk yang paling sederhana, praktek ini hanya mengulangi untuk diri
mereka sendiri nama-nama item dalam daftar memerintahkan (misalnya,
presiden AS atau negara-negara). Dalam kasus tugas-tugas belajar yang
lebih kompleks, seperti belajar gagasan utama dari teks tercetak, latihan
dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan utama atau dengan
menyalin bagian-bagian dari teks.
Dalam menggunakan teknik elaborasi, pelajar sengaja mengaitkan
item yang akan dipelajari dengan bahan mudah diakses lainnya. Dalam
belajar kosa kata bahasa asing, misalnya, kata asing dapat dikaitkan
dengan citra mental dari kata dalam bahasa Inggris yang membentuk "link
akustik" dengan kata yang memiliki makna yang benar (Atkinson, 1975;
Levin, 1981). Bila diterapkan belajar dari teks prosa, kegiatan elaborasi

71
termasuk parafrase, meringkas, mencatat, dan menghasilkan pertanyaan
dengan jawaban.
Mengatur materi yang harus dipelajari dalam kerangka terorganisir
adalah teknik dasar strategi pengorganisasian. Set kata-kata untuk diingat
dapat diatur oleh pelajar dalam kategori yang bermakna. Hubungan antara
fakta dapat diatur ke dalam tabel, yang memungkinkan penggunaan isyarat
penataan ruang untuk mengingat materi. Menguraikan gagasan utama di
bagian prosa dan menghasilkan organisasi baru untuk ide-ide adalah
metode lain. Peserta didik dapat memperoleh strategi yang mengatur
bagian-bagian teks menjadi beberapa jenis tertentu hubungan antara ide-
ide, seperti "perbandingan," "koleksi," dan "description" (Mever, 1981).
Selanjutnya adalah strategi pemantauan pemahaman, kadang-
kadang disebut strategi sebagai metacognitive (Brown, 1978), berkaitan
dengan kemampuan siswa menetapkan tujuan untuk belajar,
memperkirakan sukses dengan yang tujuan terpenuhi, dan memilih strategi
alternatif untuk memenuhi tujuan. Ini adalah strategi yang memiliki fungsi
pengawasan, kehadiran yang menjadi jelas dalam membaca untuk
memahami (Golinkoff, 1976). Siswa telah diajarkan untuk
mengembangkan pernyataan dan pertanyaan mereka sendiri untuk
digunakan dalam membimbing dan mengendalikan kinerja mereka dalam
pemahaman prosa (Meichenbaum dan Asarnow, 1979).
Terakhir adalah strategi afektif. Teknik ini dapat digunakan oleh
peserta didik untuk fokus dan mempertahankan perhatian, untuk
mengontrol kecemasan, dan mengelola waktu secara efektif. Strategi
tersebut dapat diajarkan dengan membuat siswa menyadari operasi mereka
dan memberikan cara bagi mereka untuk berlatih penggunaannya
(Dansereau, 1985; McCombs, 1982).
Dalam psikologi pendidikan juga terdapat istilah gaya belajar yang
memiliki kemiripan konsep dengan strategi kognitif yang dikemukakan
oleh Gagne. Gaya belajar sangat berbeda maknanya dengan kemampuan.
Gaya belajar adalah cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan

72
kemampuannya. Masing-masing gurupun memiliki gaya belajar yang
berbeda karena individu sangat bervariasi sehingga ada ratusan gaya
belajar yang dikemukakan oleh para pendidik dan psikolog. Gaya belajar
yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang pembelajaran
adalah gaya impulsive dan reflektif (Santrock, 2008: 156).
Gaya impulsif disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid
cenderung bertindak cepat atau menggunakan lebih sedikit waktu untuk
merespon dan merenungkan akurasi waktu dari sebuah jawaban. Namun,
murid yang impulsive seringkali lebih banyak melakukan kesalahan.
Sedangkan murid yang reflektif lebih banyak menggunakan waktu untuk
merespon dan merenungkan akurasi waktu dari sebuah jawaban (Santrock,
2008: 156).
Riset terhadap implusivitas dan refleksi telah memengaruhi
pendidikan. Dibandingkan murisd yang impulsive, murid yang reflektif
lebih mungkin melakukan tugas dibawah ini :
a. Mengingat informasi yang terstruktur
b. Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks
c. Memecahkan problem dan membuat keputusan (Santrock, 2008: 156).

Dalam mengkaji gaya impulsive dan reflektif, walaupun


kebanyakan murid belajar dengan lebih baik saat mereka menggunakan
gaya reflektif, ada beberapa anak yang bias belajar secara cepat, tepat dan
bias membuat keputusan sendiri. Bereaksi cepat adalah strategi buruk
hanya jika anda berhadapan dengan jawaban yang salah. Juga, beberapa
anak reflektif mungkin terlalu sibuk berkutat dengan satu problem dan
kesulitan untuk memecahkannya. Disinilah peran guru untuk tetap
mempertahankan gaya reflektifnya, tetapi tetap bisa mencapai solusi.
Selain gaya impulsive dan reflektif, gaya belajar yang paling
banyak didiskusikan adalah gaya mendalam dan dangkal. Gaya mendalam
dan dangkal maksudnya sejauh mana murid mempelajari materi pelajaran
dengan suatu cara yang membantu mereka memahami makna materi (gaya
mendalam) atau sekedar mencari apa-apa yang perlu dipelajari (gaya

73
dangkal). Guru harus mengetahui gaya belajar masing-masing siswa agar
guru bias memotivasi anak dengan gaya belajar dangkal agar berpikir lebih
mendalam (Santrock, 2008: 156).
2. Pemrosesan Informasi
West, Farmer, and Wolff (1991) mengorganisasikan strategi
kognitif dalam kelompok diantaranya termasuk chunking, spasial,
menjembatani, dan serbaguna. Secara keseluruhan penulis
mengidentifikasi dan mengkategorikan lebih dari 28 strategi yang berbeda
yang telah menjadi subyek dari studi penelitian mereka.
Beberapa orang berpendapat bahwa strategi kognitif memiliki
fungsi yang berbeda dalam proses pengolahan informasi. West, Farmer,
and Wolff (1991) merangkum model pemrosesan informasi yaitu persepsi
selektif, pengulangan, pengkodean semantic, retrieval dan control
eksekutif.
Persepsi selektif untuk tugas belajar verbal dapat difokuskan
dengan menggarisbawahi atau menyoroti kata-kata penting. Persepsi
selektif untuk tugas-tugas keterampilan intelektual dapat difasilitasi
dengan menciptakan harapan tentang hasil dari tugas belajar. Harapan ini
dapat dicapai melalui penggunaan menguraikan, pertanyaan tambahan,
atau penyelenggara muka.
Strategi Rehearsal dapat mendukung tahap lain dari pengolahan
informasi. Kita tahu, misalnya, informasi dapat hilang dari memori jangka
pendek kecuali berlatih. Kita juga tahu bahwa kapasitas memori jangka
pendek terbatas pada sekitar tujuh item yang terpisah. Akan terlihat bahwa
strategi citra dan parafrase mungkin melayani fungsi latihan. Strategi dari
menguraikan dapat melayani kedua fungsi persepsi selektif dan latihan.
Strategi chunking juga dapat digunakan untuk mengurangi jumlah item
terpisah yang diadakan dalam memori jangka pendek dengan
mengorganisir mereka ke dalam kategori umum lagi.
Semantic encoding adalah proses yang terlibat dalam
memindahkan informasi dari jangka pendek ke memori jangka panjang.

74
Proses ini melibatkan membuat informasi bermakna dengan mengikat ke
struktur informasi yang dipelajari sebelumnya (skema) atau mendirikan
struktur baru. Kaitan semacam ini difasilitasi melalui penggunaan peta
konsep dimana pelajar diaktifkan untuk melihat struktur materi yang akan
dipelajari. Peta konsep mungkin sangat membantu di mana struktur yang
ada lemah atau tidak ada. Analogi, di sisi lain, hanya mungkin untuk
bekerja dengan menghubungkan informasi baru dengan struktur yang ada.
Masih bantuan lain untuk encoding mungkin skema dalam bentuk cerita
yang memberikan konteks diuraikan untuk informasi baru yang akan
dipelajari.
Retrieval adalah proses memindahkan informasi dari jangka
panjang untuk memori jangka pendek. Sementara di memori jangka
pendek, hal itu dapat dikombinasikan dengan informasi baru dirasakan
untuk membawa jenis baru belajar. Kemudian dapat bertindak atau re-
encoded dan kembali ke memori jangka panjang. Sangat mungkin bahwa
mnemonik dan pencitraan mendukung proses pengambilan.
Proses kontrol eksekutif termasuk strategi metakognitif. Ini adalah
proses yang mengaktifkan dan memodulasi arus informasi selama belajar.
Strategi ini mungkin mengatur pemilihan pelajar strategi kognitif dalam
lingkungan belajar terstruktur. Berpikir-keras protokol telah digunakan
untuk menentukan peserta didik apa yang dilakukan selama proses
pemecahan masalah. Apa yang mereka lakukan tergantung pada harapan
atau tujuan mereka dan setelah strategi yang mereka telah digunakan di
masa lalu untuk mencapai tujuan tersebut. Strategi tertentu yang akan
dipilih diatur oleh skema tujuan (Gagne dan Merrill, 1990). Sebagai
contoh, jika seorang siswa akan belajar untuk tes (mengambil tes akan
menjadi tujuan), ia mungkin akan menggunakan strategi yang berbeda
daripada jika ia sedang mempersiapkan untuk mengajar keterampilan
(mengajar akan menjadi tujuan).
Memori atau ingatan adalah retensi informasi. Para psikolog
pendidikan mempelajari bagaimana informasi diletakkan atau disimpan

75
dalam memori, bagaimana ia dipertahankan atau disimpan setelah
disandikan (encoded), dan bagaimana ia ditemukan atau diungkap
kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari. Dewasa ini, para
psikolog pendidikan menyatakan bahwa adalah penting untuk tidak
memandang memori dari segi bagaimana anak menambahkan sesuatu ke
dalam ingatan, tetapi harus dilihat dari segi bagaimana anak menyusun
memori mereka (Santrock, 2008: 312).
Istilah memori merujuk pada kemampuan pembelajar untuk secara
mental menyimpan hal-hal yang telah mereka pelajari sebelumnya.
Contohnya penyimpanan pengetahuan dan keterampilan yang telah
dipelajari sebelumnya selama satu kurun waktu. Sedangkan istilah
penyimpanan (storage) merujuk pada proses proses menempatkan
informasi baru ke dalam memori. Pelajar jarang menyimpan informasi
persis seperti yang mereka terima. Alih-alih mereka melakukan
pengkodean, dengan memodifikasi informasi dengan suatu cara. Orang-
orang cenderung mengkode intisari ketimbang informasi kata demi kata.
Pada suatu titik setelah Anda menyimpan informasi dalam memori, Anda
mungkim mendapati bahwa Anda perlu menggunakannya. Proses
mengingat informasi yang telah disimpan sebelumnya (menemukannya
dalam memori) disebut pemanggilan (retrieval) (Ormrod, 2008: 274).
Pemrosesan informasi dalam memori atau penataan memori
menurut Santrock adalah sebagai berikut:

Encoding Penyimpanan Pengambilan


(memasukkan (mempertahankan (mengambil
informasi kedalam informasi dari informasi dari
memori) waktu ke waktu) gudang memori)

Gambar 2. Pemrosesan informasi dalam memori


Sumber: Santrock, 2008: 313)

Para psikolog kognitif banyak yang percaya bahwa memori


mungkin memiliki tiga komponen kunci:

76
a. Sensory Register

Sensory register adalah komponen memori yang menyimpan


informasi yang Anda terima, yaitu input lebih kurang dalam bentuk
yang asli atau belum dikode. Untuk menyimpan informasi kapanpun,
pembelajar perlu memindahkannya ke dalam memori kerja. Langkah
pertama dalam proses ini adalah atensi (perhatian). Banyak psikolog
kognitif percaya bahwa informasi dalam sensory register yang tidak
menarik perhatian orang hilang dari system memori.
b. Memory Kerja (Jangka Pendek)

Memory kerja adalah komponen memori dimana kita tetap


memusatkan perhatian pada informasi untuk waktu yang singkat selagi
kita berusaha memahaminya. Pada dasarnya, memori kerja merupakan
komponen yang melakukan sebagian besar kerja mental dalam system
memori, karenanya diberi nama memori kerja. Contohnya, di sanalah
tempat kita berpikir tentang isi kuliah, menganalisa satu alinea buku
teks atau menyelesaikan masalah.
Informasi yang disimpan dalam memori kerja tidak bertahan
lama (mungkin lima atau dua puluh detik paling lama). Karenanya
komponen ini kadang disebut dengan memori jangka pendek. Proses
menyimpan informasi baru dalam memori jangka panjang biasanya
melibatkan pengambilan informasi lama yang sudah disimpan.
Para ahli masa lalu percaya bahwa pengulangan (rehearsal)
juga merupakan suatu cara menyimpan informasi baru dalam memori
kerja. Dengan kata lain, jika kita cukup sering mengulang fakta pada
diri kita sendiri, pada akhirnya fakta itu akan dapat tersimpan.
Kelemahan utama menggunakan pengulangan adalah kita hanya
sedikit, atau tidak dapat mengaitkan antara informasi baru an informasi
yang telah disimpan dalam memori jangka panjang.. dengan demikian
kita terlibat dalam pembelajaran hafalan yang mempelajari informasi

77
dalam bentuk yang relative tidak ditafsirkan, tanpa berusaha
memahami atau memberikan makna padanya (Ormrod, 2008: 285).
c. Memori Jangka Panjang

Memori jangka panjang adalah tempat dimana pembelajar


menyimpan pengetahuan dan keyakinan umum mereka tentang dunia,
hal-hal yang mereka pelajari disekolah, dan ingatan mereka tentang
berbagai peristiwa dalam kehidupan pribadi mereka. Disanalah juga
tempat mereka menyimpan pengetahuan tentang bagaimana
melakukan berbagai hal, seperti bagaimana mengendarai sepeda,
mengayunkan tongkat bisbol, dan menyelesaikan soal pembagian yang
panjang. Sebagian besar informasi yang disimpan dalam memori
jangka panjang saling berkaitan.

Berikut adalah gambar model system memori manusia :

Inpu Sensory Hilan Hilan


Hilan
t Register g g
Memori Kerja Memori g
(Jangka Pendek) Jangka
Panjang
Atens Pemrosesan
Inpu mendalam
t i (mengaitkan
informasi
baru dengan
pengetahuan
awal)

Gambar 3. Sebuah model system memori manusia


Sumber : Ormrod, 2008 : 276.

Untungnya, kita tidak perlu mengingat semua hal. Namun kadang


kita mengalami kesulitan mengingat apa yang benar-benar kita perlukan.
Salah satu kemungkinan penjelasan terhadap “lupa” adalah kegagalan
untuk menyimpan informasi jangka panjang yang tidak pernah dicapai
untuk diingat. Mungkin kita tidak memberi perhatian pada sepotong

78
informasi, sehingga tidak pernah masuk melampaui sensory register. Atau
mungkin setelah memerhatikannya, kita tidak melanjutkan
memprosesnya, sehingga masuk tidak lebih jauh dari memori kerja.
Kegagalan untuk menyimpan bukan suatu alasan atau penjelasan atas
hilangnya informasi, melainkan merupakan salah satu kemungkinan
alasan bahwa orang yang berpikir telah mempelajari sesuatu tidak dapat
mengingatnya dikemudian hari (Ormrod, 2008: 307).
Para psikolog telah mengajukan beberapa penjelasan mengapa
orang secara actual lupa pada hal-hal yang sebelumnya telah mereka
simpan dalam memori jangka panjang. Ada emapt kemungkinan yang
menyebabkan pembelajar kadang-kadang lupa:
a. Kegagalan untuk memanggil kembali

Salah satu alasan kita lupa adalah ketidakmampuan untuk mengingat.


Kita tidak dapat menemukan informasi yang disimpan dalam memori
jangka panjang. Kadang kita tidak sengaja menemukan informasi
tersebut di kemudian hari, ketika mencari sesuatu yang lain. Namun
kadang kita tidak pernah mengingatnya, mungkin karena kita
mempelajarinya dengan cara menghafal atau tidak memiliki petunjuk
pemanggilan yang cukup untuk membantu pencarian kita dalam
memori jangka panjang.
b. Kesalahan rekonstruksi

Kadang kita mengingat bagian dari suatu informasi yang kita cari dari
memori jangka panjang namun tidak dapat mengingat seluruhnya.
Dalam situasi semacam ini, kita dapat mengisi kesenjangannya dengan
menggunakan pengetahuan umum dan asumsi kita tentang dunia.
Namun meskipun diisi secara logis, kesenjangan tersebut tidak selalu
terisi dengan benar, suatu bentuk lupa yang disebut kesalahan
rekonstruksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesalahan rekonstruksi
bermakna konstruksi memori yang logis namun salah dengan

79
menggabungkan informasi yang dipanggil dari memori jangka panjang
dengan pengetahuan dan keyakinan umum seseorang tentang dunia.
c. Interferensi

Interferensi merupakan fenomena dimana sesuatu yang disimpan


dalam memori jangka panjang menghambat kemampuan seseorang
untuk mengingat sesuatu yang lain dengan benar. Atau, kegagalan
dalam menggali informasi karena terhalang oleh informasi lain.
Interferensi sering terjadi jika berbagai potongan informasi yang kita
simpan di memori saling menghalangi satu sama lain, semuanya
bercampur baur. Interferensi terutama dapat terjadi bila berbagai item
memiliki kesamaan dan bila dipelajari dengan hafalan ketimbang
dengan cara bermakna atau nemonik.
d. Kerusakan

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, beberapa psikolog percaya


bahwa informasi mungkin melemah seiring waktu dan mungkin
menghilang bersamaan, terutama jika tidak sering digunakan. Para
teoris kerap menggunakan kata kerusakan (decay) ketika
menggambarkan proses pemudaran bertahap ini. Jadi decay merupakan
pelemahan secara bertahap informasi yang disimpan dalam memori
jangka panjang, terutama jika informasi tersebut jarang digunakan
(Ormrod, 2008: 309).

Pendekatan pemrosesan informasi sangat penting untuk diketahui


dan dipahami oleh pendidik yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Pendekatan pemrosesan informasi merupakan pendekatan kognitif
dimana anak mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi
berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah
proses mengingat dan cara berpikir.

C. METAKOGNISI

80
Pengolahan internal yang membuat penggunaan strategi kognitif untuk
memantau dan mengontrol proses belajar dan memori lainnya umumnya
dikenal sebagai metakognisi (Flavell, 1979). Dalam menghadapi masalah yang
harus dipecahkan, peserta didik mampu memilih dan mengatur kerja
keterampilan intelektual yang relevan dan membawa untuk menanggung
strategi kognitif yang berorientasi tugas. (Lohman, 1986). Model perencanaan
untuk pelatihan langsung dalam pengetahuan metakognitif terlibat dalam
banyak skema untuk kemampuan belajar dan pemecahan masalah umum.
Pendapat Gagne ini sangat sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
Santrock mengenai konsep transfer dalam kajian psikologi pendidikan. Salah
satu tujuan kognitif kompleks yang penting bagi murid adalah mampu
memahami apa yang telah mereka pelajari dan mengaplikasikannya ke situasi
yang baru. Salah satu tujuan sekolah adalah murid mempelajari sesuatu yang
dapat mereka aplikasikan di luar sekolah. Sekolah juga tidak efektif jika murid
mendapat nilai matematika yang bagus tapi dia tidak bisa memecahkan
problem aritmatika saat bekerja (Santrock, 2008: 377).
Transfer merupakan kemampuan mengapliksikan pengalaman dan
pengetahuan yang dimilikinya untuk mempelajari atau memecahkan problem
dalam situasi baru. Tipe-tipe transfer dapat dikarakteristikkan sebagai berikut.
1. Transfer dekat

Transfer dekat merupakan transfer pembelajaran ke situasi yang sama


dengan situasi dimana pembelajaran sebelumnya terjadi. Contohnya ketika
murid belajar mengetik di mesin ketik dan kemudian menggunakan
kemampuannya untuk mengetik keyboard computer.
2. Transfer jauh

Transfer jauh berarti transfer pembelajaran ke situasi yang sangat berbeda


dari situasi pembelajaran sebelumnya. Misalnya, apabila murid
mendapatkan tugas paruh waktu di perusahaan arsitektur dan
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di pelajaran geometri di sekolah
utuk membantu arsitek menganalisis problem spasial yang sangat berbeda

81
dengan apa yang murid temui di pelajaran geometri di sekolah, maka di sini
terjadi transfer jauh.
3. Transfer jalur rendah

Transfer jalur rendah merupakan transfer pembelajaran ke situasi lain yang


terjadi secara otomatis dan sering secara tidak sadar. Ini sering terjadi
dalam keahlian yang sering dipraktikkan di mana tidak dibutuhkan
pemikiran reflektif. Misalnya, ketika seorang pembaca yang kompeten
menemui kalimat baru dalam bahasa ibu mereka, mereka bisa membacanya
secara otomatis.
4. Transfer jalur tinggi

Transfer jalur tinggi adalah transfer yang dilakukan dengan banyak usaha
dan secara sadar. Misalnya, murid mungkin belajar tentang subgoaling
(menentukan tujuan perantara) di kelas matematika. Beberapa bulan
kemudian seorang murid memikirkan bagaimana subgoaling bisa
membantunya menyelesaikan tugas pekerjaan rumah yang panjang di
pelajaran sejarah. Ini adalah transfer jalur tinggi (Santrock, 2008: 380).
Faktor-faktor yang memengaruhi transfer:
1. Belajar yang bermakna mendorong transfer yang lebih baik daripada
belajar dengan menghafal
2. Semakin menyeluruh sesuatu dipelajari, semakin besar kemungkinannya
ditransfer ke situasi yang baru
3. Baik transfer positif maupun transfer negative lebih umum terjadi ketika
suatu situasi yang baru itu sama atau paling tidak tampak mirip dengan
situasi sebelumnya.
4. Prinsip dan teori lebih mudah ditransfer daripada fakta-fakta yang terpisah-
pisah.
5. Contoh yang banyak dan bervariasi dan kesempatan latihan meningkatkan
probabilitas transfer
6. Transfer lebih umum terjadi ketika informasi dan keterampilan disadari
sebagai bebas konteks daripada terkait konteks
7. Transfer meningkat ketika lingkungan budaya mendorong dan
mengharapkan transfer (Ormrod, 2008: 392).

82
Dalam mengestimasi nilai strategi pemecahan masalah umum untuk
program instruksional, salah satu hal yang harus mempertimbangkan adalah
temuan studi kontras kemampuan ahli dengan orang-orang dari pemula, di
berbagai bidang (Gagne dan Glaser, 1986). Secara umum, penelitian tersebut
menunjukkan bahwa para ahli tidak menggunakan strategi pemecahan
masalah yang lebih baik daripada pemula, melainkan mereka mendekati
masalah dengan basis pengetahuan yang lebih besar dan lebih terorganisir.

83
1
CHAPTER 5

Matriks Perbandingan dengan Teori Lain


Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
Dimensi Informasi Verbal Kognitif Pengetahuan
Pengetahuan Informasi verbal merupakan Ranah kognitif merupakan segi Pengetahuan merupakan penguasaan
kemampuan untuk mengkomunikasi- kemampuan yang berkaitan dengan aspek- konsep, teori, metode, dan/atau falsafah
kan secara lisan pengetahuannya aspek pengetahuan, penalaran, atau bidang ilmu tertentu secara sistematis yang
tentang fakta-fakta. Informasi verbal pikiran. diperoleh melalui penalaran dalam proses
diperoleh secara lisan, membaca buku Adapun dimensi kemampuan ini adalah pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa,
dan sebagainya. sebagai berikut: penelitian dan/atau pengabdian kepada
Adapun dimensi kemampuan ini 1. Pengetahuan Faktual masyarakat yang terkait pembelajaran.
adalah sebagai berikut: Pengetahuan faktual meliputi elemen-
3. Label elemen dasar yang digunakan oleh para
Mempelajari label berarti pakar dalam menjelaskan, memahami,
memperoleh kemampuan membuat dan secara sistematis menata disiplin
respon verbal yang konsisten untuk ilmu mereka. Pengetahuan faktual
objek atau kelas objek sedemikian berisikan elemen-elemen dasar yang
rupa bahwa itu "bernama". harus diketahui siswa jika mereka akan
4. Fakta mempelajari suatu disiplin ilmu atau
Fakta adalah pernyataan lisan yang menyelesaikan masalah dalam disiplin
mengungkapkan hubungan antara ilmu tersebut. Pengetahuan faktual
dua atau lebih objek atau peristiwa terbagi menjadi dua subjenis yaitu: (1)

1
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
bernama. Fakta didefinisikan pengetahuan tentang terminologi; dan
sebagai pernyataan verbal dan (2) pengetahuan tentang detail-detail
bukan rujukan atau acuan. dan elemen-elemen yang spesifik.
5. Mengorganisasi Pengetahuan 2. Pengetahuan Konseptual
Kemampuan untuk Pengetahuan konseptual mencakup
mengkoordinasikan serta pengetahuan tentang kategori,
mengembangkan proses berpikir klasifikasi, dan hubungan antara dua
dengan cara merekam, membuat atau lebih kategori pengetahuan yang
analisis dan sintesis lebih kompleks dan tertata.
Pengetahuan konseptual meliputi
skema, model, mental, dan teori yang
mempresentasikan pengetahuan
manusia tentang bagaimana suatu
materi kajian ditata dan distrukturkan,
bagaimana bagian-bagian informasi
saling berkaitan secara sistematis, dan
bagaimana bagian-bagian ini berfungsi
bersama.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah
“pengetahuan tentang cara” melakukan
sesuatu. Pengetahuan ini mencakup
pengetahuan tentang keterampilan,

2
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
algoritma, teknik, dan metode, yang
semuanya disebut dengan prosedur.
4. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan
dimensi baru dalam taksonomi revisi.
Pencantuman pengetahuan
metakognitif dalam kategori dimensi
pengetahuan dilandasi oleh hasil
penelitian-penelitian terbaru tentang
peran penting pengetahuan siswa
mengenai kognisi mereka sendiri dan
kontrol mereka atas kognisi itu dalam
aktivitas belajar.

Analisis:
Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan
atau disebut juga kapabilitas. Salah satu kapabilitas yang bersifat kognitif yang dikemukakan oleh Gagne adalah Informasi Verbal. Menurut Gagne
informasi verbal merupakan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya. Gagne membagi dimensi ranah ini menjadi
tiga, yaitu label, fakta, dan pengorganisasian pengetahuan. Label berarti kemampuan membuat respon verbal untuk suatu objek bahwa objek
tersebut memiliki nama. Fakta adalah kemampuan untuk mengungkapkan hubungan antara dua atau lebih objek atau peristiwa yang bernama.
Pengorganisasian pengetahuan adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam,
membuat analisis dan sintesis. Jika dibandingkan dengan dimensi kognitif Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa ranah ini

3
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
terdiri dari empat dimensi, yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, terlihat adanya perbedaan.
Kemampuan Label dan Fakta yang disampaikan Gagne merupakan satu dimensi yang sama menurut Bloom Revisi dan Kurikulum 2013,
yaitu Dimensi Faktual. Dijelaskan oleh Anderson dan Krathwohl bahwa kemampuan tersebut melingkupi pengetahuan tentang simbol verbal dan
nonverbal, misalkan kata, angka, tanda, dan gambar (terminologi) dan meliputi semua informasi yang mendetail dan spesifik, seperti mengamati
sebuah peristiwa dengan mengenali setiap faktor dan detail-detail terjadinya peristiwa tersebut (detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik).
Kemudian dimensi terakhir yang disampaikan oleh Gagne adalah kemampuan mengorganisasi pengetahuan, yaitu kemampuan untuk
mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis. Pada dimensi Bloom Revisi dan
Kurikulum 2013, kemampuan ini dibagi menjadi dua, yaitu pengetahuan konseptual dan prosedural. Pengetahuan konseptual meliputi skema,
model, mental, dan teori yang mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana
bagian-bagian informasi saling berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama. Pengetahuan prosedural mencakup
pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan metode, yang semuanya disebut dengan prosedur.
Dari perbandingan tersebut, dimensi yang dinyatakan oleh Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 lebih mudah dipahami secara mendetail dan
kehierarkiannya juga lebih terlihat, sehingga kemampuan-kemampuan ini lebih menjadi lebih mudah dirumuskan tujuan pembelajarannya dan
untuk dilakukan penilaian. Selain itu Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 menjelaskan tentang pengetahuan metakognitif yang tidak dijelaskan oleh
Gagne.
Sedangkan pada Kurikulum Perguruan Tinggi (KKNI), dimensi ranah ini tidak dijelaskan. Hal ini karena pada perguruan tinggi kompetensi
yang hendak dicapai sudah kompleks, capaian belajar mahasiswa tidak nilai dari dimensi-dimensi tersebut. Dengan mengacu pada deskripsi CP
KKNI dalam Standar Nasional DIKTI, unsur pengetahuan yang hendak dicapai pada perguruan tinggi harus menunjukkan dengan jelas
bidang/cabang ilmu atau gugus pengetahuan yang menggambarkan kekhususan program studi, dengan menyatakan tingkat penguasaan, keluasan,
dan kedalaman pengetahuan yang harus dikuasai lulusannya. Hasil rumusan pengetahuan harus memiliki kesetaraan dengan Standar Isi
Pembelajaran dalam SN DIKTI.
Sikap Sikap Afektif Sikap
Sikap adalah pernyataan yang Ranah afektif merupakan kemampuan Sikap merupakan perilaku benar dan

4
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
kompleks yang mempengaruhi yang mengutamakan perasaan, emosi, dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi
perilaku seseorang terhadap orang- reaksi-reaksi yang berbeda dengan dan aktualisasi nilai dan norma yang
orang, hal-hal, dan peristiwa tertentu. penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan tercermin dalam kehidupan spiritual dan
Sikap adalah keadaan internal, yang berkaitan aspek-aspek emosional, sosial melalui proses pembelajaran,
disimpulkan dari pengamatan (atau seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan pengalaman kerja mahasiswa, penelitian,
sering, dari laporan) perilaku individu; terhadap moral dan sebagainya. dan/atau pengabdian kepada masyarakat
itu bukan perilaku itu sendiri. yang terkait pembelajaran.
Metode pengajaran yang dapat
digunakan dalam membangun sikap
adalah sebagai berikut:
7. Metode Langsung, yaitu metode
yang dilakukan dengan sengaja oleh
pendidik, seperti dengan melakukan
demonstrasi.
8. Metode Tidak Langsung atau Human
Modeling, yaitu metode yang
dilakukan dengan cara siswa
mengamati dan belajar sikap dari
banyak macam model manusia.
Analisis:
Menurut Gagne, sikap adalah pernyataan yang kompleks yang mempengaruhi perilaku seseorang terhadap orang-orang, hal-hal, dan
peristiwa tertentu. Sikap adalah keadaan internal, disimpulkan dari pengamatan perilaku individu. Berdasarkan pengertian tersebut, esensi dari teori
ini hampir sama dengan yang dinyatakan oleh Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 walaupun dengan redaksi yang berbeda, bahwa ranah ini

5
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
merupakan kemampuan yang berhubungan dengan kawasan emosional. Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 menyatakan bahwa afektif merupakan
kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang
berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Namun pada Kurikulum 2013 yang
tercantum pada Permendikbud No. 65 Tahun 2013, ranah ini dibagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual merupakan kemampuan yang berkenaan
dengan penghargaan dan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianutnya, sedangkan sikap sosial adalah kemampuan yang berkenaaan dengan
penghayatan dan pengamalan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-
aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan.
Sedangkan pada Kurikulum Perguruan Tinggi (KKNI), ranah sikap disampaikan dengan lebih kompleks, dipadukan dengan kebudayaan
sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran,
pengalaman kerja mahasiswa, penelitian, dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran, sehingga unsur sikap harus
mengandung makna yang sesuai dengan rincian unsur sikap yang ditetapkan di dalam SN DIKTI. Penambahan pada unsur sikap dimungkinkan bagi
program studi untuk menambahkan ciri perguruan tinggi pada lulusan atau bagi program studi yang lulusannya membutuhkan sikap-sikap khusus
untuk menjalankan profesi tertentu.
Keterampilan Keterampilan Motorik Psikomotor Keterampilan
Keterampilan motorik adalah Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang Keterampilan merupakan kemampuan
keterampilan yang melibatkan indera berkaitan dengan aspek-aspek melakukan unjuk kerja dengan
dan otak serta otot. Keterampilan keterampilan jasmani. menggunakan konsep, teori, metode, bahan,
motorik adalah kemampuan yang dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui
mendasari kinerja yang hasilnya pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa,
tercermin dalam kecepatan, akurasi, penelitian dan/atau pengabdian kepada
kekuatan, atau kelancaran gerakan masyarakat yang terkait pembelajaran.
tubuh Unsur ketrampilan dibagi menjadi dua yakni
keterampilan umum dan keterampilan

6
Aspek yang
Gagne Bloom Revisi dan Kurikulum 2013 Kurikulum PT (KKNI)
Diamati
khusus yang diartikan sebagai berikut:
1. Keterampilan umum merupakan
kemampuan kerja umum yang wajib
dimiliki oleh setiap lulusan dalam rangka
menjamin kesetaraan kemampuan
lulusan sesuai tingkat program dan jenis
pendidikan tinggi; dan
2. Keterampilan khusus merupakan
kemampuan kerja khusus yang wajib
dimiliki oleh setiap lulusan sesuai dengan
bidang keilmuan program studi.

7
Analisis:
Menurut Gagne keterampilan motorik adalah kemampuan yang mendasari
kinerja yang hasilnya tercermin dalam kecepatan, akurasi, kekuatan, atau
kelancaran gerakan tubuh, sedangkan menurut Bloom Revisi, kawasan
psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
jasmani. Berdasarkan pengertian tersebut, esensi dari teori ini hampir sama
dengan yang dinyatakan oleh Bloom Revisi walaupun dengan redaksi yang
berbeda, bahwa ranah ini merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
kawasan motorik. Ranah psikomotor ini tidak hanya berkaitan dengan pendidkan
fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain, seperti menulis dengan tangan dan
pengolahan kata juga membutuhkan gerakan. Namun pada Kurikulum 2013,
kemampuan ini dijelaskan lebih mendetail, seperti yang tercantum pada
Permendikbud No. 65 Tahun 2013, bahwa ranah ini dibagi menjadi dua, yaitu
keterampilan konkret merupakan keterampilan yang berkenaan dengan
keterampilan peserta didik dalam menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta. Keterampilan abstrak
adalah keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan peserta didik dalam
mengembangkan apa dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta mampu
bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai
dengan kaidah keilmuan.
Sedangkan pada Kurikulum Perguruan Tinggi (KKNI), ranah keterampilan
disampaikan dengan lebih kompleks, yaitu kemampuan melakukan unjuk kerja
dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang
diperoleh melalui pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau
pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran. Unsur keterampilan
umum harus mengandung makna yang sesuai dengan rincian unsur ketrampilan
umum yang ditetapkan di dalam SN DIKTI. Penambahan pada unsur
keterampilan dimungkinkan bagi program studi untuk menambahkan ciri
perguruan tinggi pada lulusan. Unsur keterampilan khusus harus menunjukkan
kemampuan kerja di bidang yang terkait program studi, metode atau cara yang
digunakan dalam kerja tersebut, dan tingkat mutu yang dapat dicapai, serta
kondisi/proses dalam mencapai hasil tersebut. Lingkup dan tingkat keterampilan
harus memiliki kesetaraan dengan lingkup dan tingkat kemampuan kerja yang
tercantum di dalam deskripsi CP KKNI menurut jenis dan jenjang pendidikan.
Jumlah dan macam keterampilan khusus ini dapat dijadikan tolok ukur
kemampuan minimal lulusan dari suatu jenis program studi yang disepakati.

1
CHAPTER 6
Menurut analisa kami setiap siswa dapat dipastikan memiliki
perilaku dan karkteristik yang cenderung berbeda. Dalam pembelajaran,
kondisi ini penting untuk di perhatikan karena dengan
mengindentifikasikan kondisi awal siswa saat akan mengikuti
pembelajaran dapat memberikan informasi penting untuk guru dalam
pemilihan strategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagimana menata
pelajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran yang
efektif dan sesuai dengan karakteristik perseorangan siswa sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna.
Di Indonesia kegiatan menganalisa kemampuan dan karakter siswa
dalam mengembangkan pembelajaran merupakan pendekatan yang
menerima siswa apa adanya dan untuk menyusun system pembeajaran atas
dasar keadaan siswa tersebut. Dengan demikian, mengidentifikasi
kemampuan awal dan karakteristik siswa adalah tujuan untuk menetukan
apa yang harus di ajarkan dalam pembelajaran yang akan di laksanakan,
karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk menentukan prasyarat
dalam menyeleksi siswa sebelum pelajaran.
karakteristik pelajar mempengaruhi pembelajaran tentang bahan
instruksional meliputi beberapa pengelolaan memori. Kemampuan
intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan kemampuan
motorik berpengaruh langsung terhadap pembelajaran hal baru. Bentuk
lain dari pengelolaan memori dicerminkan oleh kemampuan
mengungkapkan ide yang diukur oleh tes psikologi yang meliputi
kemampuan nalar dan kemampuan angka. Semua itu merupakan ukuran
bagi kualitas manusia yg dapat memperkirakan seberapa baik.
Di Indonesia karakteristik pelajar diantaranya berhubungan dengan
kesenangan dan efektivitas, hal tersebut berpengaruh pada proses
pembelajaran dalam memberikan arahan untuk melakukan suatu tugas.
Para perancang pembelajaran memerlukan perhitungan keadaan hasil dari
belajar, seperti yang telah dijelaskan bab sebelumnya, dan faktor-faktor

2
tersebut berpengaruh pada hasil belajar peserta didik yang berbeda.
Setelah semuanya telah di perhitungkan, memungkinkan si perancang
pembelajaran menetapkan tugas yang akan diberikan. Anak-anak ataupun
orang dewasa mengalami proses belajar yang sama, hanya saja berbeda
dalam hal kemampuan kognitif, skema belajar, perilaku belajar.Implikasi
dari berbagai perbedaan tersebut terangkum dalam tabel 6.3.
Karakteristik Desain prosedur baru untuk
pelajar belajar
Kemampuan Intelektual Memberikan rangsangan (1)
membuat keterampilan baru dari rangsangan
yang diberikan, (2) kecerdasan kognitif yang
dibawa sejak lahir, dan (3) keterampilan
dasar melibatkan informasi yang diperoleh,
sikap belajar, dan keterampilan motorik
belajar .
Strategi kognitif Memberikan pembelajaran yang akan
disampaikan disesuaikan dengan
kemampuan kognitif setiap anak.
Informasi secara lisan Informasi baru yang diperoleh
biasanya penambahan dari informasi yang
telah diperoleh sebelumnya. Hal itu
berpengaruh pada sikap belajar siswa dalam
memperlakukan informasi tersebut apakah
sesuai dengan informasi yang ingin
diketahui.
Sikap atau perilaku Menumbuhkan motivasi dalam sikap
dan perilaku belajar.
kemampuan motoric Merangsang kemampuan motorik
anak dengan memberikan stimulus serta
melatih siswa dalam merespon stimulus yang
diberikan
Skema dan bagan Dalam pembelajaran yang tidak kalah
penting adalah mengaktifkan skema yang

3
berguna untuk membantu belajar hal baru
yang membantu mengasah keterampilan
intelektual, strategi kognitif, informasi lisan,
sikap, keterampilan motorik.
Kemampuan Tugas yang diberikan disesuaikan
dengan kemampuan kognitif anak.
Contoh: menggunakan bahan bacaan
untuk mempermudah anak dalam
memperoleh informasi.
Sifat atau ciri-ciri Setiap anak memiliki sifat dan ciri-
ciri yang berbeda dalam proses
pembelajaran. Untuk itu guru dapat
melakukan petunjuk untuk menuntun siswa
dalam memahami materi.

Atas strategi pembelajaran berhubungan dengan keterampilan


intelektual dan kognitif biasanya membantu belajar hal baru. kemampuan
intelektual dan kognitif dapat dilatih melalui informasi yang diperoleh dari
informasi, informasi yang diperoleh tersebut akan menimbulkan sikap
belajar siswa, sikap belajar yang dimaksud adalah apakah informasi
tersebut dapat membantu rasa ingin tahu ataupun tugas yang diberikan.
Kemampuan motorik dapat dilatih dengan seringnya memberikan
stimulus agar siswa dapat terlatih untuk merespon stimulus yang
diberikan. Skema juga berperan penting dalam membantu menerima
sebuah informasi. Dari skema tersebut dapat melatih kemampuan siswa
pada sisi kognitif, tetapi dikarenakan kemampuan setiap siswa berbeda
maka peran guru disini yaitu memberikan arahan dalam proses
pembelajaran dengan memberikan bahan ajar berupa bacaan hal tersebut
akan menimbulkan sifat atau ciri-ciri belajar anak yang berbeda peran guru
disini juga membantu anak memahami informasi tersebut agar
mempermudah mereka dalam menerima informasi.

4
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan

5
Capaian pembelajaran yang dibahas adalah pembelajaran dan tujuan
pendidikan, tujuan pendidikan sebagai hasil pendidikan, pembelajaran dan
tujuannya, kategori capaian pembelajaran dan mendisain pembelajaran
Berdasarkan Kemampuan Manusiawi. Makalah ini menekankan pada 5
kategori capaian pembelajaran yang dilihat dari hasil belajar siswa yaitu:
1. keterampilan intelektual
2. strategi kognitif
3. informasi
4. keterampilan motoric
5. sikap
Jika dilihat secara kompleks belajar bukan hanya aktivitas yang
dikerjakan secara individu. Belajar membutuhkan komponen-komponen lain
yang berkaitan di dalamnya, seperti pengajar, materi yang dipelajari, sarana
dan prasarana belajar dan lain sebagainya. Sedangkan pembelajaran adalah
cara yang digunakan oleh guru, perencana bahan atau sumber, pakar
kurikulum, dan lain-lain yang tujuannya adalah untuk mengembangkan
sebuah rencana yang diorganisasikan untuk mendorong kegiatan belajar.

B. Saran
Agar capaian pembelajaran dapat terlaksana dengan baik seharusnya guru
mengacu kepada 5 kategori capaian pembelajaran. Salah satu upaya untuk
mengembangkan capaian pembelajaran guru harus melihat Kapasitas intelektual
dari siswa, dimana kapasitas dari masing-masing siswa sangatlah berbeda-beda,
salah satu penyebabnya adalah faktor keturunan/genetik yang memiliki pengaruh
yang sangat dominan. Dimana seorang guru tidak bisa memaksakan semua siswa
untuk memiliki pemikiran yang seragam antara satu dan lainnya. Untuk itulah
guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga
siswa dapat berfikir kreatif dan aktif.
DAFTAR PUSTAKA

6
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airasian, P. W., Cruikshank, K. A., Mayer, R.
E., Pintrich, P. R., et al. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assissing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New
York: Longman.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2014. Panduan Penyusunan Capaian


Pembelajaran Lulusan Program Studi. Jakarta: Kemenristekdikti

Gagne, M. Robert. Briggs, J. Leslie. and Wager, W. Walter. 1992. Principles of


Instructional Design. Fourth Edition. USA: Harcourt Brace College
Publishers.
Goh Chok Tong. 2001. Shaping Lives, Molding Nation. PM’s Keynote Address.
Speech
Harefa, Andreas. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Kompas.

Khairani, Makmun. 2014. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Krathwohl, D. R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. Theory


into Practice, 41(4).

Mustafa, Ahmad. 1996. Tafsir al –Maraghi, jilid V. Baerut: Daar al-Fikr.

Nasution, S.1999.Teknologi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara.

Nuh dkk, 1991. Kamus Indonesia-Arab dan Arab-Indonesia. Jakarta: Bentara


Antar Asia.

Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan. Alih bahasa Amitya Kumara.
Jakarta: Erlangga.
Rahardjo, Dawam. 1996. Ensiklopedi Alquran; Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina.

Sadiman AM.2000.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Alih bahasa Tri Wibowo B.S.,
Jakarta: Kencana.
Slavin, Robert E. 2008. Educational Psycology : Theory and Practice. Alih
bahasa Marianto Samosir. Jakarta: PT. Indeks.

7
Suharsimi Arikunto.2001.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Bumi
Aksara.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai