SkorNilai:
PEMECAHAN MASALAH
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini.
Dalam tugas ini, penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Drs.Daitin
Tarigan,M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika
yang telah memperkenankan kami menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Tak ada karya manusia yang benar-benar sempurna, demikian pula dengan tugas ini.
Saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan untuk menjadikan tugas ini tidak
hanya sekedar ide yang berujung pada sebuah gagasan tertulis, namun menjadi sebuah
kreativitas dan ungkapan nyata yang bermanfaat.
Medan,Mei 2020
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2
BAB I.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
A. Latar Belakang----------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
B. Rumusan Masalah------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
C. Tujuan Masalah---------------------------------------------------------------------------------------------------- 5
BAB II.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 6
PEMBAHASAN------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 6
PEMECAHAN MASALAH---------------------------------------------------------------------------------------------- 6
G. Pemahaman Konsep--------------------------------------------------------------------------------------------- 12
BAB III.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 17
PENUTUP------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 17
A. Kesimpulan------------------------------------------------------------------------------------------------------- 17
DAFTAR PUSTAKA---------------------------------------------------------------------------------------------------- 18
ii
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang diangkat pada makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dari masalah matematis?
2. Apa yang dimaksud dari pemecahan masalah?
3. Apa saja langkah-langkah pemecahan masalah itu?
4. Bagaimana mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis?
5. Apa yang dimaksud pemahaman konsep?
6. Apa saja indikator pemahaman konsep?
7. Bagaimana pengembangan instrumen pemahaman konsep?
C. Tujuan Masalah
Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang tidak terlepas dari masalah karena
berhasil atau tidaknya seseorang dalam matematika ditandai adanya kemampuan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bell (1978: 157) menyatakan bahwa pertanyaan
merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari keberadaaan situasi itu, mengakui
bahwa situasi itu memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan
pemecahan atau penyelesaian situasi tersebut. Menurut Dindyal (2005: 70), suatu situasi
disebut masalah jika terdapat beberapa kendala pada kemampuan pemecah masalah. Adanya
kendala tersebut menyebabkan seorang pemecah masalah tidak dapat mememecahkan suatu
masalah secara langsung.
Russeffendi (2006:326) mengemukakan bahwa sesuatu persoalan merupakan masalah
bagi seseorang, pertama bila persoalan itu tidak dikenalnya atau dengan kata lain orang
tersebut belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya. Kedua,
siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mental maupun kesiapan pengetahuan
untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan
masalah baginya, bila ia ada niat menyelesaikannya. Seringkali dalam menghadapi masalah,
siswa tidak dapat dengan segera memperoleh pemecahannya. Tugas guru adalah membantu
siswa untuk memahami makna kata-kata atau istilah dalam masalah tersebut, memotivasi
mereka untuk senantiasa berusaha menyelesaikannya dan menggunakan pengalaman yang
ada dalam memecahkan masalah, sehingga siswa tidak mudah putus asa ketika menghadapi
suatu masalah.
Krulik dan Rudnik (dalam Dindyal, 2005: 70) menggambarkan suatu masalah sebagai
suatu situasi yang memerlukan pemecahan dan seseorang tidak memiliki alat atau alur yang
nyata untuk memperoleh pemecahan. Sejalan dengan pendapat tersebut Hudojo (1988: 172)
menyatakan bahwa di dalam matematika suatu soal atau pertanyaan akan merupakan masalah
apabila tidak terdapat aturan atau hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk
menemukan jawaban tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pertanyaan
merupakan suatu masalah bagi siswa jika ia tidak dapat dengan segera menjawab pertanyaan
tersebut atau dengan kata lain siswa tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan
menggunakan prosedur rutin yang telah diketahuinya.
Sebuah pertanyaan dapat merupakan masalah bagi seseorang akan tetapi belum tentu
menjadi masalah untuk orang lain, demikian pula sebuah pertanyaan tidak selamanya menjadi
masalah bagi seseorang, artinya sebuah pertanyaan mungkin saja menjadi masalah pada
waktu tertentu, tetapi bukan masalah pada waktu yang lain. Ini menunjukkan bahwa masalah
bersifat subyektif bergantung pada waktu dan kemampuan seseorang. Sebagai contoh seorang
siswa SMP menemukan kesulitan saat ia disuruh menghitung tinggi sebuah segitiga, jika
diketahui panjang alas dan sudut alasnya. Namun setelah ia mempelajari perbandingan fungsi
trigonometri, ia dapat secara langsung menghitungnya sehingga pertanyaan tersebut bukan
lagi menjadi masalah baginya.
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya Dewey dan
Polya. Dewey (dalam Rothstein dan Pamela, 1990) memberikan lima langkah utama dalam
memecahkan masalah (1) mengenali/ menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi
pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2) mendefinisikan masalah: strategi
pemecahan masalah menekankan pentingnya definisi masalah guna menentukan banyaknya
kemungkinan penyelesaian; (3) mengembangkan beberapa hipotesis: hipotesis adalah
alternatif penyelesaian dari pemecahan masalah; (4) menguji beberapa hipotesis:
mengevaluasi kelemahan dan kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik.
Sebagaimana Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat dilakukan pada
setiap langkah pemecahan masalah. Proses tersebut terangkum dalam empat langkah
berikut: (1) memahami masalah (understanding the problem), (2) merencanakan
penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), (4)
memeriksa proses dan hasil (looking back).
Pada langkah merencanakan penyelesaian, diajukan pertanyaan di antaranya seperti:
Pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya diselesaikan? Dapatkah pengalaman
yang lama digunakan dalam masalah yang sekarang?
Pada langkah melaksanakan rencana diajukan pertanyaan. “Periksalah bahwa tiap
langkah sudah benar. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar?”
Dalam langkah memeriksa hasil dan proses, diajukan pertanyaan. “Dapatkah diperiksa
sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain?”
Langkah-langkah penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal dengan strategi
heuristik. Strategi yang dikemukakan Polya ini banyak dijadikan acuan oleh banyak orang
dalam penyelesaian masalah matematika. Berangkat dari pemikiran yang dikemukakan oleh
ahli tersebut, maka untuk menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan pemahaman
konsep sebagai prasyarat dan kemampuan melakukan hubungan antar konsep, dan kesiapan
secara mental. Pada sisi lain, berdasarkan pengamatan Soleh (1998), salah satu sebab peserta
didik tidak berhasil dalam belajar matematika selama ini adalah peserta didik belum sampai
pada pemahaman relasi (relation understanding), yang dapat menjelaskan hubungan antar
konsep. Hal itu memberikan gambaran kepada kita adanya tantangan yang tidak kecil dalam
mengajarkan pemecahan masalah matematika.
PEMAHAMAN KONSEP
F. Kemampuan Awal Matematika
Kemampuan awal matematika merupakan kemampuan yang dapat menjadi dasar untuk
menerima pengetahuan baru. Kemampuan awal matematika merupakan pondasi dan dasar
pijakan untuk pembentukan konsep baru dalam pembelajaran. Suatu proses pembelajaran
dapat dikatakan bermakna jika seorang mahasiswa telah dapat mengaitkan konsep-konsep
yang ada dalam benaknya dengan baik. Dari proses pertalian itu, ditemukanlah suatu
pengetahuan baru yang dapat digunakan dalam kehidupannya.
Ausubel (dalam Depdiknas: 2006) menyatakan bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki
mahasiswa akan sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Itulah
sebabnya para dosen harus mengecek, memperbaiki dan menyempurnakan pengetahuan para
mahasiswa sebelum membahas materi baru.
Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa kemampuan awal matematika
merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya siswa belajar.
Pemahaman materi yang menjadi dasar kemampuan awal dalam pemahaman konsep pada
materi berikutnya yang berhubungan. Siswa diarahkan belajar melalui suatu proses yang
berangsur-angsur secara bertahap dari konsep yang sederhana hingga ke pengertian yang
lebih kompleks. Sampai akhirnya siswa tersebut mengerti, memahami, menguasai dan
mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
G. Pemahaman Konsep
Paham berarti mampu menjelaskan sesuatu yang dipahami meskipun itu disajikan
dalam bentuk yang berbeda. Purwanto (1994: 44) menyatakan bahwa pemahaman adalah
tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi
serta fakta yang diketahuinya. Sedangkan Ernawati (2003: 8) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti
mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami,
mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa pemahaman adalah kemampuan memahami suatu pola serta
mengintepretasikannya dan menggunakannya dalam bentuk lain.
Pengertian konsep menurut Ruseffendi (1998: 157) adalah suatu ide abstrak yang
memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan objek atau kejadian itu
merupakan contoh dan bukan contoh dari ide tersebut. Menurut Gagne dalam Suherman, dkk.
(2003: 33), dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek
langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki,
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan mengetahui
bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep
dan aturan. Jadi, berdasarkan uraian di atas, konsep merupakan ide atau gagasan yang
diperoleh oleh siswa.
Konsep matematika menurut Bell (1978: 108) dapat diartikan sebagai suatu ide abstrak
tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat- 16 sifat yang sama
dari sekumpulan objek, sehingga seseorang dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan
objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau
bukan contoh dari pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari melalui
mendengarkan, melihat, menangani, dan berdiskusi.
Memahami suatu konsep pembelajaran akan memudahkan siswa untuk menyelesaikan
masalah meskipun bentuk masalah diubah. Hal ini sejalan dengan Hamalik (2002: 164) yang
menjelaskan bahwa konsep dapat berguna dalam suatu pembelajaran, yaitu untuk mengurangi
kerumitan, membantu siswa mengidentifikasi obyek-obyek yang ada, membantu mempelajari
sesuatu yang lebih luas dan lebih maju, dan mengarahkan siswa kepada kegiatan
instrumental.
Pembelajaran dengan pemahaman konsep sering menjadi bahan kajian yang sangat luas
dan mendalam dalam penelitian pendidikan. Dahar (1988:95) menyatakan bahwa belajar
konsep merupakan hasil utama pendidikan. Kemampuan memahami konsep menjadi
landasan untuk berpikir dan menyelesaikan masalah atau persoalan. Konsep-konsep itu akan
melahirkan teorema atau rumus. Agar konsep-konsep atau teorema-teorema dapat
diaplikasikan ke situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep
atau teorema-teorema tersebut.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan menafsirkan
konsep-konsep, memperkirakan, mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu
dipelajari serta mampu menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari itu.
Langkah-langkah dalam menanamkan suatu konsep berdasarkan penggabungan
beberapa teori belajar Bruner menurut Hudoyo (2003:123) antara lain teori konstruksi, teori
notasi, teori kekontrasan dan variasi serta teori konektivitas adalah sebagai berikut ini :
1. Pengajar memberikan pengalaman belajar berupa contoh-contoh yang
berhubungan dengan suatu konsep matematika dari berbagai bentuk yang
sesuai dengan struktur kognitif peserta didik.
2. Peserta didik diberikan dua atau tiga contoh lagi dengan bentuk pertanyaan.
3. Peserta didik diminta memberikan contoh-contoh sendiri tentang suatu konsep
sehingga dapat diketahui apakah peserta didik sudah mengetahui dan
memahami konsep tersebut.
4. Peserta didik mencoba mendefinisikan konsep tersebut dengan bahasanya
sendiri.
5. Peserta didik diberikan lagi contoh mengenai konsep dan bukan konsep.
6. Peserta didik diberikan drill untuk memperkuat konsep tersebut.
Konsep-konsep merupakan pilar-pilar pembangun untuk berpikir yang lebih tinggi.
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan,
mahasiswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu, ini menunjukkan bahwa
materi yang mempunyai pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan
diingatnya (Erman dkk., 2003:43).
Menurut Depdiknas (Fadjar, 2009:13), indikator kemampuan pemahaman konsep
sebagai berikut:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep;
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya);
3. Memberi contoh dan non contoh dari konsep;
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep;
6. Menggunakan prosedur atau operasi tertentu;
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Instrumen soal-soal tes pemahaman konsep ditulis berdasarkan kisi-kisi butir soal yang
telah disusun terlebih dahulu dengan indikator, kompetensi dasar, dan materi. Untuk
mendapatkan instrumen tes yang benar–benar valid atau dapat diandalkan dalam
mengungkapkan datapenelitian, maka instrumen tes tersebut disusun dengan langkah–
langkah sebagi berikut ini :
A. Kesimpulan
Branca, N.A. 1980. Problem Solving as A Goal, Proccess and Basic Skill. Dalam Krulik &
RE. Reys (ed). Problem Solving in School Mathematic. Virginia: NCTM Inc.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Fauzan, Ahmad. 2011. Modul 1 Evaluasi Pembelajaran Matematika: Pemecahan Masalah
Matematika. Evaluasimatematika.net: UNP.
Gagne, R.M. 1992. The Condition of Learning and Theory of Instruction. New York:
Rinehart and Winston.
Isrok’atun. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe STAD Siswa
SMP Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. Bandung: Tesis
SPs UPI. Tidak diterbitkan.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Polya, G. 1985. How to Solve it: A New Aspect of Mathematic Method(2 nd ed. ). Princenton,
New Jersey: Princenton University Press.
Rothstein & Pamela. 1990. Educational Psychology. New York: Mc. Graw Hill Inc.
Ruseffendi, ET. 1991a. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan
PGSD D2 Seri Kedua. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, ET. 1991b. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan
PGSD D2 Seri Kelima. Bandung: Tarsito.
Soleh, Muhammad. 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika di Sekolah. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Depdikbud.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK, Depdikbud
Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk
MeningkatkanPemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA.
Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung