Anda di halaman 1dari 12

Konsep Hemodialisa

A. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel.

Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut

dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi

permiabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah

manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat

lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada

ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner &

Suddarth, 2001).

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end

stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari

dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.

Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien

berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal ginjal

kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan

atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas

metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2006 ; Nursalam,

2006).

Hemodialisis adalah pengobatan yang bertujuan untuk menghapus akumulasi

sisa produk metabolik dan untuk memperbaiki komposisi elektrolit darah melalui

suatub pertukaran antara darah pasien dan cairan dialisa meniru cairan ekstraseluler

yang normal melintasi membran semipermeabel (Man, Zingraff, & Jungers, 1995)

Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi menjadi

tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis & Roshto, 2008).

1. Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang berkonsentrasi

rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. \

2. Difusi adalah proses perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah

konsentrasi yang rendah.

3. ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam membran

dialyzer yaitu dari tekanan tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis & Roshto,

2008)

B. Tujuan Hemodialisa

Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya

adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),

menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya

dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang

menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu

program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009). Dialisis didefinisikan

sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui membran semipermeabel sesuai

dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk


mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi

dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan memindahkan beberapa zat terlarut

seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan memindahkan zat terlarut lain seperti

bikarbonat dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul

merupakan penentu utama laju difusi. Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi,

sedangkan molekul yang susunan yang kompleks serta molekul besar, seperti fosfat,

β2microglobulin, dan albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti pcresol,

lebih lambat berdifusi. Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-

pori) di membran dengan bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh gradien

tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah proses yang dinamakan ultrafiltrasi

(Cahyaning, 2009)).

Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat

terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan

tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan

dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun

berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat

terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala

(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit

membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari

akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011). Hemodialisis tidak

mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada penderita PGK. Tindakan

hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil

metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki

gangguan keseimbangan basa pada penderita PGK (Levy, Morgan & Brown, 2004).
Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan

intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak

(Himmelfarb & Ikizler, 2010)

C. Indikasi

1. Gagal ginjal akut

2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit .

3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l 4. Ureum lebih dari 200 mg/dl

4. PH darah kurang dari 7,1

5. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

6. Intoksikasi obat dan zat kimia

7. Sindrom Hepatorenal

D. Kontra indikasi

Menurut wijaya, dkk 2013 menyebutkan kontra indikasi pada pasien yang

hemodialisa adalah

1. Hipertensi berat (TD >200/100 mmhg

2. Hipotensi (TD < 100 mmhg)

3. Adanya pendarahan hebat

E. Prinsip Hemodialisa

Tindakan Hemodialisa memiliki tiga prinsip yaitu: difusi, osmosis dan

ultrafiltrasi (Brunner & Suddart, 2010). Sisa akhir dari proses metabolisme didalam

darah dikeluarkan dengan cara berpindah dari darah yang konsentrasinya tinggi ke

dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah (Smeltzel et al, 2008). Ureum, kreatinin,

asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke cairan dialisat

karena unsure-unsur yang tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau

bicarbonate yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam
darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan

membrane dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik

diantara membrane dialysis (Prince & Wilson, 2005). Air yang berlebihan akan

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat

dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan; dengan kata lain air bergerak dari

daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien) ketekanan yang lebih rendah

(dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan tekanan

negative yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan negative

sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air

sehingga tercapainya keseimbangan. (Brunner & Suddart, 2010).

F. Proses Hemodialisa

Efektifitas hemodialisa dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu selama 4 – 5 jam

atau paling sedikit 10 – 12 jam perminggunya (Black & Hawk, 2005). Sebelum

dilakukan hemodilisa maka perawat harus melakukan pengkajian pradialisa,

dilanjutkan dengan menghubungankan klien dengan mesin hemodialisa dengan

memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler klien, yaitu akses untuk jalan

keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh. Arterio Venous (AV)

fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena kecendrungan lebih

aman dan juga nyaman bagi pasien. (Brunner & Suddart, 2010). Setelah blood line

dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisa dimulai. Saat dialysis darah

dialirkan keluar tubuh dan disaring didalam dialiser. Darah mulai mengalir dibantu

pompa darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk

mengantisipasi adanya hipotensi intradialisis. Infuse heparin diletakkan sebelum atau

sesudah pompa tergantung peralatan yang digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah

mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi
pertukaran darah dan sisa zat. Darah harus dapat keluar masuk tubuh klien dengan

kecepatan 200-400 ml/menit (Price & Wilson, 2005). Proses selanjutnya darah akan

meninggalkan dialiser. Darah meninggalkan dialiser akan melewati detector udara.

Darah yang sudah disaring kemudian dialirkan kembali kedalam tubuh melalui akses

venosa (Hudak & Gallo, 1999). Dialysis diakhiri dengan menghentikan darah dari

klien, membuka selang normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan

darah pasien. Pada akhir dialysis, sisa akhir metabolism dikeluarkan, keseimbangan

elektrolit tercapai dan buffer system telah diperbaharui (Brunner & Suddart, 2010).

G. Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis

Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen

dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan

kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan

lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan

yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati

tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran

limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane

semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2006). Tiga prinsip yang mendasari

kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam

darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang

memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah

(Lavey, 2011). Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan

konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan

gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi

(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi

pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan

penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2011)).

H. Akses sirkulasi darah pasien

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan femoralis,

fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat

dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter

femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian

segera dan sementara (Barnett & Pinikaha, 2007). Fistula yang lebih permanen

dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara

menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena

secara side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula

tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap

digunakan (Brruner & Suddart, 2011). Waktu ini diperlukan untuk memberikan

kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena fistula berdilatasi dengan baik

sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum

ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan

mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali

(reinfus) darah yang sudah didialisis (Barnett & Pinikaha, 2007). Tandur dapat dibuat

dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah arteri atau vena dari materia gore-tex

(heterograf) pada saat menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis.

Ttandur dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula

(Brunner & Suddart, 2008).

I. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis


Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya

memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit

ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan

kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2012). Pasien hemodialisis harus

mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang

merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien

hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas

asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.

Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-

buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan

dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan

natrium dibatasi 40120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.

Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong

pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara

dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau

atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida

jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk

memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan

tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus

dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010)

J. Komplikasi Hemodialisa

Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbedabeda

untuk setiap pasien. Menurut Brunner dan Suddart (2010) salah satu komplikasi

selama hemodialisis adalah hipertensi.


1. Intradialytic Hypotension (IDH) : Intradialytic Hypotension adalah tekanan darah

rendah yang terjadi ketika proses hemodialisis sedang berlangsung. IDH terjadi

karena penyakit diabetes millitus, kardiomiopati, left ventricular hypertrophy

(LVH), status gizi kurang baik, albumin rendah, kandungan Na dialysate rendah,

target penarikan cairan atau target ultrafiltrasi yang terlalu tinggi, berat badan

kering terlalu rendah dan usia diatas 65 tahun,

2. Kram otot; Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena target

ultrafiltrasi yang tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah.

3. Mual dan muntah Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri, sering

menyertai hipotensi dan merupakan salah satu presensi klinik disequillibrium

syndrom. Bila tidak disertai gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit hepar

atau gastrointestinal.

4. Sakit kepala; Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat

dan disequillibrium syok syndrome (DDS).

5. Emboli udara; Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara

kedalam pembuluh darah selama prose hemodialisis.

6. Hipertensi Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa diakibatkan karena

kelebihan cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan natrium

dan kalsium, karena erythropoietin stimulating agents dan pengurangan obat anti

hipertensi.

K. Bentuk/ gambaran peralatan yang digunakan

1. Dialiser atau Ginjal Buatan Terdiri dari membran semi permeabel yang

memisahkan kompartemen darah dan dialisat.

2. Dialisat atau Cairan Dialisis Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama

dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan
bahan kimia saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu

besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien

minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi

pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk

dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan

oleh pabrik komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.

3. Sistem Pemberian Dialisat Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi

otomatis dan alat mengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio

konsentrat-air.

4. Aksesori Peralatan

a. Perangkat Keras, terdiri dari :

1) Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin

2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi

dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.

b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :

1) Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan

pasien.

2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap

darah.

3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.

5. Komponen Manusia/Pelaksana Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai

keahlian dalam menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teorits

dan praktikal dalam lingkungan klinik. Aspek yang lebih penting adalah

pemahaman dan pengetahuan yang akan digunakan perawat dalam memberikan

asuhan pada pasien selama dialisis berlangsung.


L. Persiapan pra dialisis

Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa

akan beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk

itu sebelum proses hemodialisa, perlu dikaji terlebih dahulu tentang : - Diagnosa

penyakit - Tahap penyakit - Usia - Masalah medis lain - Nilai laboratorium -

Keseimbangan cairan dan elektrolit - Keadaan emosi

 Persiapan peralatan

Jarum arteri, Selang normal saline , Dialiser , Bilik drip vena, Detektor, Port

pemberian obat, Pemantau tekanan arteri, Pompa darah, Sistem pengalir dialiser,

Pemantau tekanan vena, Jarum vena, . Penginfus heparin. Beberapa aspek yang

mempunyai hubungan erat dengan masalah keperawatan antara lain : Ginjal

buatan, Dialisat, Pengolahan Air, AksesDarah, Antikoagulan, tekhnik

Hemodialisa,
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Smeltzer, Suzanne C

dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai