Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Metode kontrasepsi mantap terdiri dari dua macam yaitu Metode Operatif
Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). Metode Operatif Wanita
(MOW) atau disebut dengan tubektomi adalah tindakan memotong tuba
fallopii/tuba uterina. Sedangkan Metode Operatif Pria (MOP) sering dikenal
dengan vasektomi yaitu tindakan memotong atau mengikat saluran vasdeferens.1
Sterilisasi (tubektomi) merupakan salah satu cara KB modern yang paling
efektif. Keefektifan metode sterilisasi tidak perlu diragukan lagi (98,85%) asal
dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Di
dalam pelaksanaan program, animo masyarakat terhadap sterilisasi sangat kurang.
Peserta sterilisasi sejak program KB dicanangkan pada tahun 1970 hingga saat ini
masih menunjukkan angka yang sangat sedikit. Rendahnya proporsi peserta KB
sterilisasi tentu saja tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap penurunan
angka kelahiran di Indonesia.2
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) memperlihatkan
bahwa pencapaian peserta KB mantap tubektomi hingga saat ini masih belum
menggembirakan. Hasil survei berskala nasional lain, yaitu Pemantauan PUS
Melalui Mini Survei Tahun 2010 menunjukan pencapaian peserta KB sterilisasi
masih rendah yaitu 2,2 % untuk tubektomi.2
Peserta KB baru secara Nasional sampai dengan bulan Agustus 2012
sebanyak 6.152.231 peserta. Untuk peserta tubektomi hanya sekitar 1,42%.
Mayoritas peserta KB baru bulan Agustus 2012, didominasi oleh peserta KB yang
menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yaitu
sebesar 82,26% dari seluruh peserta KB. Sedangkan peserta KB baru yang
menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP dan Implant
hanya sebesar 17,74%.2
Sekitar 180 juta wanita di seluruh dunia menggunakan tubektomi untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, dengan lebih dari tiga-perempat

1
akseptor tubektomi berada di Cina dan India. Di Inggris pada tahun 2001,
prevalensi tubektomi sebagai metode kontrasepsi tinggi pada wanita yang lebih
tua, diperkirakan 44% dari mereka berusia antara 45-49 tahun. Namun, sekarang
tampaknya mulai menurun sampai 30% sejak tahun 1996, prevalensi vasektomi
pada pria telah melampaui tubektomi di Inggris secara keseluruhan.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur
wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari
pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk
melakukan tubektomi pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah
melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan
rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui
maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu
persalinan atau pada masa interval.2,3
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang
mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat
keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut
tubektomi atau sterilisasi.3
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau
menghambat tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus.
Tindakan ini mencegah ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii.2
Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi merupakan tindakan
penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel
telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wania tidak akan turun.2

B. Jenis-Jenis
Tubektomi (MOW) menyebabkan perjalanan sel telur terhambat karena
saluran sel telur tertutup.3

Pada prinsipnya tubektomi dilakukan dengan membuat buntu atau oklusi


tuba uterine. Pendekatannya dapat dilakukan dengan operasi baik operasi
kecil (laparatomi mini) ataupun bersamaan dengan operasi sesar (seksio
caesaria). Oklusi tuba dapat dilakukan secara laparoskopik. Tuba dibuat
buntu dengan memasang cincin plastic (falopering) atau memasang klip atau
dengan menggunakan kalter listrik. Pada dasarnya sterilisasi laparoskopi

3
lebih mudah, lebih cepat, dan lebih nyaman untuk klien. Pada awal tahun
1990-an dilakukan uji coba penutupan tuba dengan menggunakan pellet
kuinakrin dan hasilnya cukup menjanjikan sebagai alternative sterilisasi
wanita tanpa operasi.2,3

1. Laparoskopi
Biasanya digunakan anestesia umum (AU), walaupun anestesia lokal
(AL) atau spinal lebih sering digunakan di AS dan negara berkembang yang
belum ada ahli anestesia. Pneumoperitoneum dibuat melalui inslufasi nitrosa
oksida atau karbondioksida ke dalam rongga peritoneum. Melalui sebuah insisi
sub-umbilikus kecil, trokar dan kanula dimasukkan kedalam abdomen yang
telah terisi gas tersebut dan trokar diganti oleh laparoskop. Dengan sumber
sinar serat optik tersambung, dilakukan inspeksi terhadap organ-organ panggul.
Forseps operasi dimasukkan melalui kanula kedua yang dimasukkan melalui
daerah suprapubis atau fosa iliaka. Strerilisasi ini dilakukan dengan diatremi
atau pemasangan penjepit (klip) atau cincin dikedua tuba. Setelah gas
dikeluarkan dari rongga peritoneum, instrumen dikeluarkan dan insisi kulit
ditutup dengan jahitan (benang yang dapat diserap atau tidak dapat diserap),
penjepit atau staples.3
Laparoskopi adalah sebuah prosedur minimal infasif, yang hanya
memerlukan sayatan minimal pada dinding perut (hanya 0,5 cm). Dengan
prosedur ini masa pulih pasca operasi lebih cepat, masa rawat singkat, resiko
pelengketan pasca operasi minimal dan pasien dapat kembali ke aktivitas
normal lebih cepat. Dalam bidang kebidanan dan kandungan cukup banyak
penyakit yang dapat ditangani, antara lain mioma (tumor jinak rahim), kista
indung telur, hamil diluar kandungan, endometriosis (nyeri haid), infertilitas
(sulit hamil), KB steril, perlengketan dalam perut, dan polikistik ovarium.3
a. Persiapan dan pelaksanaan
1) Laparoskopi tetap memerlukan pembiusan dan dilakukan dikamar
operasi.

4
2) Setelah pembiusan, dinding perut disayat pada daerah pusat atau
umbilikus sekitar 1cm.
3) Kemudian dimasukkan kamera kecil untuk melihat organ-organ didalam
rongga perut.
4) Setelah itu dibuat sayatan kedua dan ketiga pada dinding perut bagian
bawah, sedikit diatas tulang pinggul, diameter 0,5 cm, untuk
memasukkan alat-alat berupa stik sebagai pengganti tangan dokter. 3
Gambar Laparoskopi

2. Mini- laparotomi
Laparotomi dilakukan dengan membuat sayatan lebar pada dinding perut
sehingga tangan dokter dapat masuk ke dalam rongga perut dan melakukan
tindakan didalamnya. Tetapi dengan adanya laparoskopi maka tidak diperlukan
lagi sayatan lebar dan tangan dokter masuk kedalam rongga perut, tapi cukup
dengan menggunakan alat endoskopi canggih, berupa kamera dan alat-alat
operasi mini sebagai pengganti tangan dokter. 4

5
Laparotomi memanfaatkan insisi suprapubis kecil (3-5cm) menghindari
pemakaian instrumen-instrumen canggih dan dapat dilakukan hampir sama
cepatnya dengan sterilisasi laparoskopik. Uterus dimanipulasi dari vagina agar
tuba fallopi mendekati insisi. Tuba dikeluarkan melalui insisi dan dilakukan
pemasangan penjepit atau cincin. Cara lain, tuba dapat diligasi dengan
menggunakan berbagai metode, yang sebagian besar melibatkan eksisi
sebagian kecil tuba. Di Inggris, mini-laparotomi paling sering digunakan ketika
melakukan sterilisasi segera setelah melahirkan karena pada saat tersebut
uterus masih besar, panggul sangat vaskular, dan resiko laparoskopi
meningkat. Mini-laparotmi dapat dilakukan sebagai prosedur bedah tanpa
rawat inap tetapi banyak ahli bedah menganjurkan agar pasien menginap
semalam di rumah sakit. 4
3. Kolpotomi

Kolpotomi ada dua jenis yaitu:


1. Kolpotomi posterior(culdotomy)
a. Cara ini yang sering dipakai
b. Cul-de-sac atau cavum douglas, yang terletak diantara dinding
depan rectum dan dinding belakana uterus, dibuka melalui vagina
untuk sampai pada tuba fallopii.
Prosedur kolpotomi posterior :

1) Persiapan pre-operatif
Pengosongan kandung kencing sendiri(sebaiknya jangan
dilakukan kateterisasi)
Tindakan antisepsis pada perineum, vulva, dan vagina
dilakukan dengan penderita dalam posisi lithotomi
2) Neurolept-analgesia+anastesi local
Anestetik local disuntikkan pada pangkal ligamentum sacro-
uterinum
3) Insisi dinding vagina transversal sepanjang 3-5cm dengan
gunting atau scalpel

6
Insisi vertical menyebabkan timbulnya jaringan parut di fornix
posterior dengan akibat timbul dyspareunia.
2. Kolpotomi anterior
a. Sudah jarang dilakukan pada saat sekarang (di Jepang yang masih
suka melakukannya)
b. Tuba fallopii dicapai melalui peritoneum vesico-uterina.
c. Dibuat insisi vertical pada fornix anterior vagina, kandung kencing
didorong, peritoneum dibuka, kemudian uterus diputar sehingga
terlihat tuba falopii.
d. Cara ini lebih sulit dan resiko perlukaan kandung kencing lebih
besar dibandingkan dengan kolpotomi posterior.
e. Mungkin dalam kasus-kasus tertentu, cara ini berguna misalnya
bila ada sistokel, dilkukan kolpotomi anterior untuk kontap sambil
sekaligus memperbaiki sistokelnya.

4. Cara oklusi tuba falopii

Cara oklusi tuba falopii adalah dengan ligasi tuba falopii. Ligasi atau
pengikatan tuba falopii untuik mencegah perjalanan dan pertemuan
spermatozoa dan ovum . tekhnik ligasi tuba falopii antara lain:

1. Ligasi biasa
Ligasi biasa jarang dikerjakan lagi sekarang karena angka kegagalan
tinggi. Pernah dicoba untuk melakukan ligasi dengan dua ikatan tetapi
menyebabkan terjadinya hydrosalpinx diantara dua ikatan sehingga cara
ini tiadak dipakai lagi.
2. Ligasi +penjepitan tuba falopii
Teknik Madlener
Bagian tengah tuba falopii diangkat sehingga membentuk suatu loop.
Dasar dari loop dijepit dengan klem kemudian diikat dengan benang yang
tidak diserap(silk,silicon).
3. Ligasi + pembelahan/pembagian+penanaman

7
Ada dua teknik ligasi ini, yaitu :
Teknik irving
a. Tuba falopii diikat pada 2 tempat dengan benang yang dapt diserap
kemudian dibagi diantara kedua ikatan.
b. Ujung atau puntung proximal ditanamkan dalam myometrium
uterus
c. Ujung atau puntung distal ditanamkan kedalam mesosalpinx
Teknik wood

a. Pars ampularis tuba falopii dibelah /dibagi(division)


b. Kedua ujung atau puntung yang dibelah atau dibagi diikat dengan
benang yang dapat diserap
c. Ujung /puntung medial ditanamkan kedalam kantong yang dibuat
dalam mesosalpinx.
Teknik Cooke
Suatu segmen tuba fallopii dijepit dan dirusak, kemudian ujung
proximal ditanamkan dalam ligamentum rotundum.
4. Ligasi + Reseksi tuba fallopii
Ada empat teknik dalam ligasi ini, yaitu :
a. Salpingektomi
Sebagai suatu cara kontap wanita yang biasa / rutin , tidak / jarang
dikerjakan karena prosedurnya luas, reversibilitas tidak ada dan
morbiditas lebih tinggi ( perdarahan )
b. Teknik Pomeroy
1) Merupakan teknik kontap wanita yang paling sering dikerjakan.
Bagian tengah tuba fallopii dijepit dengan klem lalu diangkat
sehingga membentuk suatu loop. Dasar dari loop diikat dengan
benang yang dapat diserap ( plain catgut ). Bagian loop diatas
ikatan dipotong.
2) Dengan diserapnya benang ikatan maka ujung-ujung tuba
fallopii akan saling terpisah.

8
3) Teknik Pomeroy memusnahkan tuba fallopii sepanjang kurang
lebih 3-4 cm.
Gambar teknik pomeroy

c. Teknik Pritchard’s = Teknik Parkland

1) Suatu segmen kecil dari tuba fallopii dipisahkan dari


mesosalpinx.
2) Masing-masing ujung dari segmen tersebut diikat dengan
benang chromic kemudian dipotong diantara kedua ikatan dan
segmen tuba fallopii dibuang.

9
d. Fimbriektomi Kroener
Bagian 1/3 distal tuba fallopii diikat dengan dua ikatan benang silk
dan ujung fimbrae dieksisi. Pada teknik ini tidak didapatkan
gangguan suplai darah ovarium.
5. Ligasi + Reseksi + Penanaman tuba fallopii
Ada dua teknik dalam ligasi ini,yaitu :
a. Reseksi Cornu
Merupakan prosedur yang ekstensif yang memerlukan laparotomi.
Utero tubal junction diikat dengan benang yang dapat diserap.
Insisi tuba fallopii proximal dari ikatan, membebaskannya dari
mesosalpinx kemudian membuang 1 cm dari tuba fallopii.
Myometrium uterus disekitarnya dieksisi terbentuk baji( untuk
mencegah endometriosis dan kehamilan ektopik ) dan bagian
proximal dari segmen distal tuba fallopii ditanam kedalam
ligamentum latum.
b. Teknik Uchida
1) Larutan garam fisiologis- adrenalin ( 1 : 1000 ) disutikan
dibawah serosa pars ampularis, sehingga terjadi spasme
vaskuler local dan pembengkakan dari mesosalpinx, dan
terjadi pemisahan dari permukaan serosa dengan bagian
muskularis tuba fallopii.
2) Serosa diinsisi dan dibebaskan kebelakang.
3) Segmen sepanjang 5 cm dari bagian proximal tuba fallopi
diputuskan / dipotong, ujung yang pendek diikat dengan
benang yang tidak diserap dan segmen tuba fallopii dibuang.
Maka ujung tuba fallopii yang telah diikat secara otomatis
membenamkan dirinya dibawah serosa .
4) Pinggir dari insisi serosa dikumpulkan sekitar ujung distal
tubafallopii dan diikat secara ikatan rangkaian kantong
sehingga tuba fallopii ditinggalkan menonjol ke dalam cavum
abdomen

10
5. Elektro-koagulasi / termo koagulasi (fulgurasi)

Elektro-koagulasi adalah tindakan membakar suatu segmen dari


tuba falopi dengan arus listrik frekuensi tinggi atau dengan panas,
sehingga terjadi oklusi dari tuba falopii.
Dikenal 2 macam elektro-koagulasi :
a. Elektro-koagulasi Uni polar
- Dikembangkan pada tahun 1960 an
- Arus listrik mengalir dari forsep laparoskop melalui tubuh
wanita ke suatu lempeng logam yang diletakan di bawah
bokong atau paha wanita.
- Bahaya koagulasi Unipolar dapat terjadi luka bakar pada
jaringan atau organ lain, terutama luka bakar usus
- Elektro-koagulasi Uni polar merusak 20-50 % dari tuba falopi
b. Elektro-koagulasi Bipolar
- Dikembangkan pada tahun 1970an, untuk mengurangi
terjadinya luka bakar usus.
- Arus listrik mengalir di antara kedua jepitan dari forsep
laparoskop sehingga hanya sebagian kecil saja dari tuba falopi
yang terlibat.

6. Thermo-koagulasi

Merusak Tuba falopi dengan panas sehingga shock dan


luka bakar elektrik tidak terjadi pada jaringan/organ lain.Thermo-
koagulasi belum banyak dipakai dan efektivitasnya masih belum
diketahui dengan jelas. Dengan memakai aliran listrik voltase rendah
(6 volt ) atau temperature rendah(umumnya <1400C), resiko
terjadinya luka pada jaringan/organ sekitarnya dapat dikurangi.

7. Penjepit/ klip
Berbagai penjepit (klip) telah dirancang untuk menyumbat tuba.
Penjepit ini hanya merusak tuba dengan panjang minimal sehingga

11
penyambungan tuba kembali akan lebih mudah tetapi kita perlu
memastikan bahwa keseluruhan lebar tuba telah terjepit. Sebagian ahli
bedah secara rutin memasang dua penjepit di masing-masing tuba.
Penjepit yang mungkin paling sering digunakan di Inggris adalah klip
hulka-Clemens yang terbuat dari baja anti karat dan suatu polikarbonat,
dan klip filshie yang lebih kecil yang terbuat dari titanium yang dilapisi
oleh karet silikon.
8. Metode nonbedah
Sejumlah bahan kimia pernah dicoba kemampuannya untuk
menyumbat tuba fallopi dengan meneteskannya ke dalam tuba secara
langsung atau melalui uterus. Bahan kimia yang paling banyak dikenal
adal kuinakrin. Butiran kuinakrin dimasukkan ke dalam rongga uterus
melalui kanalis servikalis denga suatu alat pemasang (inserter) alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang telah dimodifikasi. insersi zat
kimia telah dilakukan insersi 2 kalisecara terpisah dengan jangka waktu 1
bulan yang akan menyebabkan peradangan, fibrosis dan oklusi segmen
intramural tuba. Efektivitas dapat ditingkatkan dengan menambah adjuvan
berupa anti prostaglandin atau dengan meningkatkan jumlah insersi
kuinakrin. Metode ini lebih murah daripada sterilisasi bedah, dan dapat
dilakukan oleh petugas nonmedis. Sebuah pengujian di Vietnam
melaporkan angka kegagalan 2,6% setelah 1 tahun (Hieu et al., 1993).
Namun, Indian Medical Research Council pada tahun 1998 menghentikan
uji mereka karena angka kegagalan yang sangat tinggi dan saat ini di india
pemakaina kuinakrin untuk sterilisasi wanita dilarang. Minat pada metode-
metode nonbedah kembali menigkat pada separuh terakhir tahun 1999 dan
saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian mengenai toksikologi
kuinakrin. 4
C. Keuntungan dan Kekurangan
1. Keuntungan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kelebihan
dari tubektomi antara lain:

12
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan)
b. Tidak mempengaruhi proses me nyusui (breastfeeding)
c. Tidak bergantung pada faktor senggama
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).5

2. Kekurangan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kekurangan
dari tubektomi antara lain:
a. Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak
dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
b. Anda mungkin akan menyesal di kemudian hari karena memilih
metode ini. Ini bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang
benar-benar mantap memilih metode ini.
c. Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek
setelah dilakukan pembedahan
d. Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
e. Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah
jika yang dilakukan adalah proses laparoskopi
f. Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS.5

D. Sasaran Tubektomi
1. Yang dapat Menjalani Tubektomi
a. Usia >26 tahun
b. Memiliki keturunan > 2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

2. Yang Sebaiknya tidak Menajali Tubektomi


a. Hamil

13
b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
f. Belum memberikan persetujuan tertulis
g. Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit
jantung dan paru yang berat

E. Penatalaksanaan klinis
1. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik umum sebaiknya mengidentifikasi adanya risiko
untuk anestesia dan semua faktor yang mungkin merupakan
kontraindikasi atau menimbulkan komplikasi operasi, misalnya
riwayat operasi abdomen atau kegemukan yang berlebihan.
b. Pemeriksaan panggul, untuk menyingkirkan adanya patologi
misalnya, kista ovarium atau fibroid, harus dilakukan dan apabila
diindikasikan juga dilakukan pemeriksaan apusan serviks.
2. Penentuan waktu pelaksanaan operasi dan anjuran praoperasi
a. Sterilisasi dapat dilakukan kapan saja pada siklus menstruasi. Sebelum
operasi harus dilakukan pemeriksaan kehamilan apabila wanita mengalami
keterlambatan menstruasi atau merasa dirinya hamil.
b. Kuretase rutin saat prosedur untuk mencegah kehamilan fase luteal tidak
dianjurkan dan berisiko bertentangan dengan Abortion Act.
c. Kontrasepsi reversibel sebaiknya dilanjutkan sampai saat operasi. Pil
kombinasi tidak perlu dihentikan sebelum sterilisasi karena risiko
komplikasi tromboembolus dapat diabaikan. Apabila terdapat AKDR in
situ, maka alat tersebut harus dikeluarkan, kecuali apabila operasi
dilakukan pada pertengahan siklus dan telah terjadi hubungan intim dalam
beberapa hari sebelumnya.
d. Pasca persalinan
- Minilap: didalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
- Laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
Pasca keguguran

14
- Triwulan pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik (minilap atau laparoskopi).
- Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik (minilap saja).
Sterilisasi segera setelah melahirkan atau aborsi disini lebih besar
kemungkinannya disesali dan seperti telah dibahas sebelumnya memiliki
resiko lebih banyak.
e. Daerah pubis atau abdomen tidak perlu dicukur sebelum laparoskopi atau
mini-laparoskopi.

Proses Tubektomi

3. Anjuran pasca operasi


a. Insisi kulit yang ditutup dengan benang yang dapat diserap tidak
memerlukan terapi lebih lanjut. Apabila digunakan klip atau benang tidak
diserap maka alat-alat tersebut harus diangkat sebelum pasien dipulangkan,
atau dibuat janji untuk mengangkatnya di rumah. Luka biasanya sembuh
dalam 10 hari
b. Mungkin terdapat sedikit memar dan rasa tidak nyaman di sekitar luka
selama beberapa hari
c. Gas yang tertinggal di rongga peritoneum sering menyebabkan rasa tidak
nyaman di perut atau nyeri bahu selama 24-48 jam
d. Sebagian besar wanita dapat kembali bekerja dalam 48 jam setelah sterilisasi

15
e. Penyembuhan luka mini-laparotomi memerlukan waktu beberapa hari lebih
lama dan pasien sebauknya menghindari mengangkat benda berat selama
sekitar 3minggu
f. Sterilisasi wanita dapat segera efektif dan aktivitas seksual dapat pulih saat
pasien menginginkanya
Penanganan Atas Komplikasi Yang Mungkin Terjadi
Komplikasi Penanganan
Infeksi Luka Apabila terlihat infeksi luka, obati
dengan anti biotik. Bila terdapat
abses, lakukan drainase dan obati
seperti yang terindentifikasikan.
Demam pasca operasi (> 380C) Obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan.
Luka pada kandung kemih, Mengacu ke tingkat asuhan yang
intestinal (jarang terjadi) tepat. Apabila kandung kemih atau
usus luka dan diketahui seaktu
operasi, lakukan reparasi primer.
Apabila ditemukan pasca operasi,
dirujuk ke rumah sakit yang tepat bila
perlu.
Hematoma (subcutan) Gunakan packs yang hangat dan
lembab di tempat tersebut. Amati: hal
ini biasanya akan berhenti dengan
berjalannya waktu tetapi
membutuhkan drainase bila ekstensif.
Emboli gas yang diakibatkan oleh Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat
laparoskopi (sangat jarang terjadi) dan mulailah resusitasi intensif,
termasuk: cairan intravena, resusitasi
kardiopulmonar, dan tindakan
penunjang kehidupan lainnya.

16
Rasa sakit pada lokasi pembedahan Pastikan tidak adanya infeksi atau
abses dan obati berdasarkan apa yang
ditemukan.
Perdarahan superfisial (tepi-tepi Mengontrol perdarahan dan obati
kulit atau subcutan) berdasarkan apa yang ditemukan.

4. Instruksi kepada klien


a. Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi
aktivitas normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas
normal dalam waktu 7 hari setelah pembedahan).
b. Hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai
kembali melakukan hubungan intim, hentikanlah bila ada perasaan kurang
nyaman.
c. Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
d. Kalau sakit minumlah 1 atau 2 tablet analgetik (penghilang rasa sakit) setiap
4-6 jam.
e. Jadwalkanlah sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14
hari setelah pembedahan. (petugas akan memberitahu tempat layanan ini
diberikan).
f. Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau
tanda-tanda yang tidak biasa.
5. Informasi umum
a. Nyeri bahu selam 12-24 jam setelah laparoskopi relative lazim dialami
karena gas (CO2 atau udara) dibawah diafragma, sekunder terhadap
pneumoperitonium.
b. Tubektomi efektif setelah operasi.
c. Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. (apabila menggunakan
metode hormonal sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat
meningkat setelah pembedahan).

17
d. Tubektomi tidak memberikan perlindungan PMS termasuk virus AIDS.
Apabila pasangannya beresiko pasangan tersebut sebaiknya menggunakan
kondom bahkan setelah tubektomi.
6. Efek Samping
a. Reaksi alergi anestesi
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi
karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau
pemberian anestesi lokal yang melebihi dosis. Reaksi ini dapat terjadi pada
saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar atau kecil.
b. Infeksi atau abses pada luka
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi
alat operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik
perawatan luka pasca operasi. Gejala ini umumnya terjadi karena kurang
diperhatikannya strerilitas alat dan ruangan, kurang sempurnanya persiapan
operasi teknik dan perawatan luka pasca operasi
c. Perforasi rahim
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu
kuat kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang
kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi
rahim hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim, pasca keguguran).
Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi
tubuh manusia
d. Perlukaan kandung kencing
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan
kandung kencing. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi
serta anatomi tubuh manusia
e. Perlukaan usus

18
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur,
teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta
keadaan anatomi tubuh yang rumit. Terangkan mengenai teknik yang
dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia
f. Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di
daerah mesosalping.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Emilia, Ova, dkk. 2015. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

2. Hartanto, Hanafi. 2013. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta :

Pustaka Sinar Harapan.

3. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2012. Operasi Tubektomi. Jakarta : EGC.

4. Wiknjosastro, Hanifa.2014.Teknologi Kontrasepsi, ed. III. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka.

5. Doengoes, Marilyn E. 201 : Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian alat kontrasepsi. Ed 3. Jakarta : EGC.

6. Nanda. 2015. Diagnosis Nanda: Definisi & Klasifikasi 2015-2066. Jakarta

: prima Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai