Anda di halaman 1dari 91

50 Status Pencerahan

Perjalanan merajut benang-benang


untuk sebuah jubah
Peradaban Islam

Seri 2

Muhammad Atim

Waqaf Ilmu
Semoga kumpulan status-status pencerahan sederhana ini dapat membuka
cakrawala kita terhadap tingginya nilai-nilai keislaman yang kita hayati
petunjuk-petunjuknya dalam merajut benang-benang untuk sebuah jubah
Peradaban Islam.

Mari bersama mengokohkan pijakan,


melangkah mengembalikan kejayaan Islam yang masih tertunda.

Muhammad Atim,
Cipatat, 06 September 2017

1 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Daftar Isi

1. Kesinambungan Amal ………………….……………………………. 5


2. I‟tikaf, Sepuluh Hari Menggapai Cinta Ilahi ………………. .. 6
3. Masjid, Tempat Cahaya Itu ……………………………………...... 7
4. Barisan Muda Pengubah Dunia .…………………………………. 8
5. Kekuatan Malam .............................………........................... 9
6. Para Peminang Bidadari …………………………………………….. 10
7. Menantang Kezhaliman …..…………………………………………. 11
8. Kebersamaan Ramadhan …..........…………………………....…... 13
9. Bangkit Menolang Kemungkaran ………………………………... 14
10. Keserasian Hati Yang Terpaut …………………………………….. 15
11. „Idul Fitri, Hari Raya Berbuka …………………………………… 17
12. Kampung Halaman ..…………………………………………………. 18
13. Penelusuran Nasab ………………………………………………........ 19
14. Masjid Agung …...................................................……………… 21
15. Ketika Anak Muda Diberi Tanggung Jawab ..…………………. 23
16. Berkelana Menuntut Ilmu ......………………………………………. 24
17. Talaqi Qira‟atul Kutub Anggakatan ke-3 ……………………….. 26
18. Lari Untuk Memperdalam Islam sama dengan
Lari untuk berperang ….......................................................... 28
19. Siapakah Komandan Anda ….................………………………….. 30
20. Siapa Mau Jadi Pejuang Akhirat ..………………………………….. 32
21. Kepada Siapa Kita Berwala (memberikan loyalitas)? ….…….. 34
22. Energi Al-Maidah 51 ..........................................................…. 36

2 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


23. Tunduk pada Islam ataukah Menundukkan Islam? ............. 38
24. Ketika Hukum Pandang Bulu, Dimanakah Keadilan? ......... 41
25. “Muslim” Yang Terjebak dalam Komunisme ........................ 44
26. Menuju Aksi Bela Islam III 212 ............................................. 46
27. Jangan Lemah Mengejar Musuh ............................................ 48
28. Ketika Aqidah menjadi Suatu Ilmu ........................................ 50
29. Sikap Kecurigaan dan Keterbukaan Yang Terbalik ............... 52
30. Pentingnya Taqyidul Ilmi (Mengikat Ilmu) ........................... 54
31. Tak Pernah Berhenti Berharap .............................................. 55
32. Sebuah Pertarungan ............................................................... 57
33. Jalan Da‟wah 1 ........................................................................ 59
34. Hajr Jamil ................................................................................ 60
35. Jalan Da‟wah 2 ........................................................................ 61
36. Agama dan Politik .................................................................. 62
37. Sederhananya Aqidah Dalam Islam ....................................... 64
38. Pengertian Salaf ....................................................................... 67
39. Mauritania: Rahim Para Ulama .............................................. 70
40. Bermula dari Rasa Takut ......................................................... 70
41. Kartini Bukan Kebanggaan Kita .............................................. 73
42. Pendidikan adalah Akar Peradaban ........................................ 74
43. Khilafah itu Ajaran Islam ......................................................... 75
44. Kekuatan Yang Terserak .......................................................... 77
45. Jika Anak Muda kembali kepada Al-Qur‟an ........................... 78
46. Karawang Kota Kenangan ....................................................... 79
47. Mencampurkan Laki-laki dan Perampuan

3 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


dalam satu Kelas ..................................................................... 80
48. Mau ikut Madzhab apa Mau
ikut Al-Qur‟an dan Hadits? .................................................... 82
49. Adakah Kemerdekaan Yang Sesungguhnya Itu? .................... 85
50. Belajar Ilmu Sosial (IPS) Kepada Pencetus Awalnya,
Ibnu Khaldun (w.808 H/1406 M) .......................................... 89

4 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(1) Kesinambungan Amal

(20-Juni-2016)

Kesempatan demi kesempatan,


banyak pekerjaan yang telah kita
selesaikan. Namun selesainya suatu
pekerjaan, bukanlah alasan yang
tepat untuk berbebas diri, membuang
jauh-jauh yang dianggap beban itu
untuk lepas selepas-lepasnya.
Meski ada jeda-jeda waktu
beristirahat untuk semakin
mengokohkan diri, suatu amal shaleh
itu harus disambung dengan amal
shaleh lain. Karena kampung dunia
ini untuk berlelah-lelah menumpuk
amal shaleh, sedangkan kampung
Akhirat untuk berni'mat-ni'mat menuai hasil. "Jika engkau telah
menyelasaikan suatu amal, maka bersungguh-sungguhlah melakukan
amal berikutnya." (Asy-Syarh: 7-8)
Lebih rugi lagi, jika kita telah berjerih payah membangun sesuatu,
tetapi dengan mudah begitu saja menghancurkannya.
Seperti santri yang telah bersusah-susah membangun kesholehan
dirinya; memperbenar dan membiasakan amal ibadah, menancapkan
nilai-nilai Islam, mendewasakan diri, merangkai ilmu demi ilmu di
dalam diri. Tetapi setelah menjadi alumni, itu semua dihancurkan begitu
saja. Ia menganggap telah bebas dari suatu "penjara", padahal Pesantren
adalah "taman indah penuh kasih sayang" yang bersedia untuk
membekali diri agar sukses menghadapi tantangan-tantangan hidup.
Hidup ini mesti terus menanjak. Jangan pernah merasa puas dengan
yang telah kita lakukan selama nafas masih berhembus. Karena di depan
kita masih ada tawaran surga yang lebih tinggi lagi.
Ilmu yang telah ada mesti ditambah dengan ilmu yang baru dan
terus menerus membuahkan lonjakan iman dan amal sholeh.

5 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Pengalaman demi pengalaman masih perlu terus kita lalui agar semakin
mendalami hikmah. Suatu tantangan yang telah kita hadapi, mesti
menguatkan kita menghadapi tantangan berikutnya yang lebih berat
lagi.
Kemuliaan itu tidak berpihak kepada orang yang rela berdiam diri
dalam kerendahan. Jangan menyerah dengan kondisi yang ada. Niat
dalam diri kita itu pasti menemukan jalannya.
Dan semua itu dapat kita lakukan atas pertolongan Alloh sembari
menyakinkan diri.
Teruslah melangkah hingga sampai di surga paling tinggi.

(2) I'tikaf; Sepuluh Hari Menggapai Cinta Sejati

(27-Juni-2016)

Ibarat orang akan memukul, ia


mengumpulkan tenaga sebanyak2nya agar
pukulan itu maksimal

Kita perlu menghayati masuk ke dalam diri


sedalam-dalamnya, agar mampu bergerak
keluar sejauh-jauhnya

I'tikaf memberikan energi ruh, untuk berkarya


lebih besar setelahnya.

Semoga tetap Istiqomah hingga akhir

Ada makna yg sudah diurai,

"Kalau kita memutuskan untuk masuk barisan pejuang di jalan Alloh,


tak perlu sedih dan takut, karena apa yg ada di langit dan di bumi, sama-
sama bertasbih, ikut ada dan mendukung"

Barisan pejuang di jalan Allah, Ash-Shaff : 1

6 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(3) Masjid, Tempat Cahaya Itu

(28-Juni-2016)

Ketika Allah menjelaskan


cahaya-Nya di atas
cahaya, seperti misykat
yg terdapat pelita, pelita
itu di dalam kaca, yg
kacanya saja seperti
kilauan mutiara, yg
dinyalakan dgn minyak zaitun,

Ia berada di rumah-rumah yg diizinkan ditinggikan asma-Nya, di dalam


Masjid

Dari sinilah bermula generasi hebat itu

Di sinilah berkumpul anak-anak akhirat, tak kalah keren dari anak-anak


dunia

Dari sinilah berpijak barisan pejuang di jalan Allah itu

Di sinilah Markaz para penggenggam iman itu, meski di tengah


terjangan fitnah

Yang dari lisan mereka ada da'wah pengubah wajah dunia

Yang akan mengalahkan lisan-lisan kotor penoda kesucian syiar-syiar


Allah

Yang begitu enteng mengayunkan lidah mencerca kebenaran,

Padahal perkataan itu besar mengguncangkan kemarahan Allah, kaburot


kalimatan takhruju min afwahihim,

Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi, Al-Kahfi : 5

7 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(4) Barisan Muda Pengubah Dunia

(29-Juni-2016)

Masih saja ada yang percaya


MITOS bahwa anak muda
identik dengan kenakalan,
dianggap wajar jika mereka
berbuat nakal

Allah memberikan cara pandang yang benar:

"... Sesungguhnya mereka adalah anak-anak muda yang beriman kepada


Tuhan mereka, dan Kami tambahkan untuk mereka petunjuk" (QS. Al-
Kahfi : 13)

Ashabul Kahfi adalah orang-orang yg kuat penggenggam iman meski di


tengah merebaknya fitnah pada masyarakatnya, mereka adalah anak
muda, bukan orang tua

Ini menjadi sunnatullah yg mesti diyakini. Masa muda adalah masa


kekuatan, kata Allah. Rosul pun memanggil dengan "syabab" yg berarti:
kuat, muda, baru, indah, tumbuh, dan awal segala sesuatu.

Ibnu Katsir memberi tafsir, "begitulah anak muda lebih mudah


menerima kebenaran dibanding orang tua, pembela Rasul pun
mayoritasnya anak-anak muda." Sejarah panjang membuktikan, anak-
anak muda beriman telah memperbaiki wajah dunia

Anak yg mencapai balig telah memiliki tanggung jawab sendiri. Tidak


mungkin Allah membebani tugas syariat kalau ia tidak punya modal
kekuatan memikulnya

Ilmu barat hanya memandang remaja balig dari sisi fisiknya saja, bahwa
telah tumbuh gejolak hawa nafsu seksualitasnya. Hingga kenakalan pun
dianggap wajar.

8 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Padahal, menurut ilmu pendidikan Islam, selain gejolak hawa nafsu
tumbuh, pada saat yang sama tumbuh pula gejolak ruhaninya, dan itu
menjadi benteng dari penyimpangan.

Tergantung kita mau mengarahkannya kepada gejolak yang mana.

Kalau di zaman Rasul anak-anak remaja yg belum balig sangat bersedih


karena tidak diajak jihad,

Tak maukah kita segera meyakini bahwa anak-anak muda itu "kekuatan
pengubah dunia"

*Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi

(5) Kekuatan Malam

(30-Juni-2016)

Wahai orang yang berselimut,


bangunlah!

Perintah untuk bangkit


memberi peringatan (al-
muddatsir) disusul dengan
perintah untuk bangkit
menegakkan malam (al-muzammil)

Da'wah ke jalan Allah, membutuhkan banyak kesabaran. Maka malam


adalah waktu untuk mengisi jiwa.

"Sesungguhnya bangun di malam hari, itulah yang lebih kuat tertancap


ke dalam hati dan bacaannya lebih berkesan" (al-muzammil : 6)

Inilah ketenangan malam yang memberikan kekuatan pada jiwa dalam


khusyu'nya shalat, hidupnya pentartilan Al-Qur'an, khidmatnya dzikir
dan doa, syahdunya kedekatan pada Allah.

9 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Ini pula yang menguatkan anak muda Ashabul Kahfi, menggenggam
iman di tengah terjangan fitnah, untuk bangkit secara lantang menolak
kemungkaran.

"Dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka bangkit lalu
mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi, kami
sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau
demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran"
(Al-Kahfi : 14)

*Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi

(6) Para Peminang Bidadari

(1-Juli-2016)

Mereka adalah orang-orang


istimewa, anak-anak akhirat yang
telah mencurahkan pikiran untuk
kehidupan akhirat, tak ada lagi
kegalauan terhadap duniawi

Bagaimana tidak tergiur, keni'matan surga begitu mendebarkan hati


untuk segera menggapainya. Yang membuat kesenangan dunia menjadi
tidak menarik

Wahai perempuan dunia, yang melihat ini, jangan kalian merasa iri,
mereka telah memutuskan untuk meminang bidadari-bidadari surga.

Di tengah gelora muda mereka, hati mereka telah tenang. Tak ada
keresahan apalagi kegilaan terhadap asmara cinta palsu, yang terus
didramatisasikan di tengah ke-"watado"-an zaman ini.

Tak galau hati mereka, ketika ada yang "ngata-ngatain" sebagai


"jomblo", tidak laku!

10 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Mereka menjawab dengan mantap, "Kata siapa tidak laku, aku sudah
ada yang nunggu di surga!"

Betapa jauh perbedaan bidadari surga dengan perempuan dunia.

Tak ada kotoran sedikit pun pada diri mereka. Kecantikannya yg


berkilau, menyilaukan bumi andaikan menatapnya. Abadi kecantikan,
kegadisan dan keharumannya. Diciptakan dari wewangian yg dengan
satu ludahnya saja, seluruh lautan di bumi ini menjadi tawar. Betapa
mesra, penuh cinta dan setia kepada pasangannya. Lalu
menyenandungkan nyanyian merdu untuk kekasihnya.

Wahai perempuan dunia, kejarlah peminang bidadari itu dengan iman


dan amal shalehmu, agar engkau lebih cantik dari seluruh bidadari
surga, dan menjadi ratunya di kerajaan surga.

Wisata ke alam akhirat, Al-Waqi'ah

(7) Menantang Kezhaliman

(2-Juli-2016)

Ketika ruhani telah membuncah,


mengharapkan apa yang di sisi Allah,
segala hambatan fisik sekeras apapun
tak menghalangi tekad untuk
berjuang

"Mereka itu (para sahabat Rasul


saw), tutur prajurit Romawi yang pernah ditawan muslimin kepada
rajanya, rahib (ahli ibadah) di malam hari dan perwira di siang hari"

Tak ada kemuliaan di dunia ini kecuali dengan jihad. Dari jihad paling
awal, menuntut ilmu Islam, hingga jihad paling tinggi, berperang di
jalan Allah.

11 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Di tengah lemahnya anak muda hari
ini, terlenakan kehura-huraan,
tercengengkan derita asmara, ter-
babakbelur-kan kebanggaan jahiliyah,
izinkan kami untuk mencintai jihad.

Karena anak muda itu berani


menantang resiko. Jangahlah salah berjuang hanya untuk nafsu diri,
cinta palsu, kebanggaan jahiliyah, meraup sedikit keuntungan duniawi.

Ini adalah perjuangan yang benar, yang tujuannya meninggikan kalimat


Allah. Yang membuat hidup menjadi mulia dan mati menjadi syahid.

Izinkan kami mendeklarasikan diri


sebagai para pembela agama Allah
(Anshorulloh), saat Islam hari ini
dihinakan dan umatnya dizhalimi.

Menyambut seruan Allah untuk


mempersiapkan jihad (i'dadul jihad),
agar kami selalu siap menyambut berbagai panggilan jihad. Jihad
dengan ilmu, amal, harta, ataupun senjata.

Hingga kami siap dan mampu, menantang dan melawan segala


kezhaliman yang terjadi, agar
musuh-musuh Allah itu menjadi
gentar.

Barisan pejuang di jalan Allah, Ash-


Shaff

12 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(8) Kebersamaan Ramadhan

(3-Juli-2016)

Tak ada kebersamaan seindah


Ramadhan.

Degup-degup hati menanti


adzan Maghrib. Dahaga mulai
hilang saat air segar membasahi
kerongkongan. Pahala pun sudah ditetapkan. Ada desir-desir
kebahagiaan yang mengalir dalam jiwa kita, orang-orang yang shaum.
Sebelum kebahagiaan berjumpa dengan-Nya

Saat ifthor bersama itu, ada kebahagiaan yang kita rayakan.


Kebahagiaan dalam taat. Betapa senangnya Allah melihat hamba-
hamba-Nya yg senang dalam ketaatan. Kita pun menerimanya dengan
hati penuh syukur

Di hangatnya sahur yang penuh berkah. Setelah melewati malam-malam


panjang, yang sengaja kita biarkan hidup dengan alunan syahdu Al-
Qur'an penuh tadabur, bersua dalam shalat, doa, dzikir dan penghayatan.

Tak terasa Ramadhan akan segera meninggalkan kita. Sudah seharusnya


memang kita bersedih akan kepergiannya. Dengan iringan harapan
dapat berjumpa kembali.

Setelah kita meneguhkan hati menjadi tamu Allah, jauh dari hiruk-pikuk
duniawi, dalam I'tikaf yang penuh makna. Telah banyak pelajaran yang
kita gali dari cahaya petunjuk-Nya, agar menerangi hari-hari kita
sepanjang nya. Kenangan ini semoga menjadi panduan.

Kalaulah bukan karena Ramadhan, mungkin bulan-bulan lain tak


diampuni. Begitulah ia diumpamakan -seperti penjelasan Ibnu Jauzi-
dengan Nabi Yusuf as terhadap saudara-saudaranya. Yang jumlahnya
sama-sama dua belas.

13 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Ramadhan betapa istimewa dibanding bulan lainnya seperti
istimewanya Yusuf as bagi Ya'kub as. Ia begitu tak tergantikan dan
tertandingkan.

Tetapi semoga Ramadhan selalu di hati yang membuat kita selalu


mendekat kepada-Nya.

(9) Bangkit Menolak Kemungkaran

(3-Juli-2016)

Allah akan meneguhkan hati kita


manakala kita mau bangkit. Itu
yang berlaku pada pemuda Ashabul
Kahfi,

"Dan Kami teguhkan hati mereka


ketika mereka bangkit, lalu (tanpa
jeda) mereka berkata "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi, kami
tidak akan pernah menyeru kepada tuhan selain-Nya, sungguh kami
telah mengatakan -jika demikian- sesuatu yang jauh dari kebenaran"
(Al-Kahfi : 14)

Banyak kemungkaran yang terjadi di sekitar kita di zaman penuh fitnah


ini. Ia ada di tempat umum, di jalanan, bahkan di tempat sekolah/kerja,
bahkan pula di dalam rumah.

Karena telah merata, kemungkaran yang sudah jelas pun dianggap biasa.
Dari mulai penyimpangan antar lawan jenis seperti kholwat, ikhtilat,
bersentuhan, pacaran, praktek riba, korupsi, sogok, kezhaliman, hingga
kekafiran dan kemusyrikan.

Menyaksikan itu semua, apakah kita diam saja? Pura-pura tidak tahu,
acuh, bahkan ikut terlibat, bahkan menikmati?

Jika tak ada keinginan untuk bangkit, selamanya kita akan tetap dalam
keterpurukan.

14 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Ashabul Kahfi telah memilih jalan perjuangan. Ketika fitnah (ujian
keimanan) yang berat berupa kemusyrikan dan kezhaliman merajalela di
masyarakatnya dan keluarganya di istana, -karena mereka anak-anak
pembesar- bangkit dengan tegas menolaknya di hadapan sang raja,
seraya siap menerima segala resiko.

Tujuh anak muda itu rela meninggalkan istana beserta kemewahannya,


menuju gua yang beralaskan bebatuan dan pasir. Jauh dari pemenuhan
kebutuhan. Demi memegang teguh iman mereka, tak ingin terpengaruh
oleh lingkungan buruknya.

Maka Allah meneguhkan hati mereka, menentramkannya pada


keimanan dan merasa bangga dengannya. Serta memberikan
pertolongan dengan kekuasaan-Nya, tertidur selama 309 tahun.

Begitulah iman itu mesti diselamatkan, fitnah mesti dijauhi. Jangan


menganggap diri kita kuat berada dalam fitnah. Menghindarinya adalah
cara yang lebih tepat.

Ketika kemungkaran ada di hadapan kita, pilihannya hanya: rubah


dengan tangan, kalau tidak mampu dengan lisan, dan kalau tidak
mampu dengan hati yang mengingkarinya. Tak ada lagi cara yang lebih
rendah dari itu, karena itu keimanan yang paling lemah.

Mari kita segera bangkit menolak kemungkaran yang terjadi. Semoga


Allah mengistiqomahkan barisan kita.

Allah Maha Besar dari segalanya. Allahu Akbar!

(10) Keserasian Hati Yang


Terpaut

(5-Juli-2016)

Ketika tujuh anak muda Ashabul


Kahfi itu lari dari kemungkaran
kaumnya masing-masing, satu

15 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


persatu mereka duduk di bawah pohon, mereka belum mengenal satu
sama lain. Suasana hening diwarnai kehati-hatian. Tetapi lisan mereka
terdorong untuk berucap, hingga bertemu pada satu kata: keimanan.

Lalu mereka menyemai makna


indah persaudaraan dalam iman.
Karena tak ada ukhuwah sejati
selain berlandas iman, dan iman
itu sejatinya membentuk ukhuwah.
Mereka beribadah bersama,
berjuang bersama.

Begitulah Allah menautkan hati


yang serasi dalam keimanan. "Dan Kami ikatkan hati-hati mereka ketika
mereka bangkit..."

Begitu pula Rasul memaklumatkan, "Ruh-ruh itu seperti tentara yang


terlatih, yang serasi bertautan dan yang ber-asing-an berlainan"

Maka tak perlu sedih saat terasa sendiri memegang prinsip keimanan,
karena akan ada yang hatinya serasi dengan kita.

"Kam fiinaa laisa minna wa kam


minna laisa fiinaa" "Berapa
banyak yang ada bersama kita
tetapi bukan bagian dari kita, dan
berapa banyak yang termasuk
bagian kita tetapi tidak ada
bersama kita"

Hingga kita tahu siapa sahabat


sejati yang berjuang bersama
kita. Untuk itulah syariat perang yang berat itu tujuannya "memisahkan
yang buruk (munafik) dari yang baik (mu'min).

16 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Jangan takut meninggalkan komunitas yang buruk, karena ada
komunitas yang sholih akan membersamai kita. Bersabarlah untuk tetap
bersama mereka.

Hingga kebersamaan yang sejati itu akan tiba waktunya, di akhirat


kelak. "Dan apabila jiwa-jiwa dipasangkan". Saat kita menyemai
majelis-majelis kebersamaan yang indah penuh ceria di taman-taman
surga.

Dari Ashabul Kahfi ke Ashabul Masjid

(11) Idul Fitri, Hari Raya Berbuka

(6-Juli-2016)

Tepat sebuah syair


mengingatkan hakikat hari
raya;

‫ إًَا‬# ‫نيش انعيد نًٍ نثش انجديد‬


‫انعيد نًٍ خاف يىو انىعيد‬

"Hari raya bukanlah bagi


yang memakai pakaian baru # tetapi 'Id itu bagi yang takut terhadap hari
yang dijanjikan"

‫ إًَا انعيد نًٍ طاعاجّ جزيد‬# ‫نيش انعيد نًٍ نثش انجديد‬

"Hari raya itu bukanlah bagi yang memakai pakaian baru # tetapi 'Id itu
bagi yang ketaatannya bertambah"

‫ إًَا انعيد نًٍ غفزت نّ انذَىب‬# ‫نيش انعيد نًٍ ججًم تانهثاس وانزكىب‬

"Hari raya itu bukanlah bagi yang berhias dengan pakaian dan
kendaraan # tetapi 'Id itu bagi yang diampuni dosa-dosanya"

Setelah pagi hari Ramadhan kita shaum dengan penuh ketaatan,

17 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


pagi ini Allah memberikan karunia-Nya agar kita berbuka, bersama-
sama merayakan dengan penuh rasa syukur

dalam ni'matnya ketupat, opor, dan aneka suguhan makanan dan


minuman. diperindah dengan ni'mat kekeluargaan dan persaudaraan

alangkah besarnya karunia Allah

semoga Allah menerima amal ibadah kita semua. membarukan hati,


jiwa, iman, amal shaleh, dengan tetap dalam ketaatan dan berbakti
dengan yang terbaik.

Mohon maaf lahir dan batin

Kami sekeluarga mengucapkan,

‫جقثم هللا يُا ويُكى‬

(12) Kampung Halaman

(9-Juli-2016)

Tempat kelahiran begitu


berharga bagi setiap orang. Di
sanalah pertama kali ia menatap
dunia penuh tanya. Saat itulah
dimulai perjalanan manusia
yang berliku-liku

Tak terasa, kini dunia telah banyak berubah. Asam garam telah banyak
bercampur dengan bumbu-bumbu kehidupan. Dari masa yang telah
terlampaui itu kita bisa banyak belajar, karena di depan ada sisa-sisa
hidup yang menunggu ukiran-ukiran amal kita.

Mudik ke kampung halaman tak sebatas tradisi tanpa arti, tetapi ada
pelajaran menapaki tilas-tilas hidup kita.

18 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Meskipun mungkin ada pertanyaan gurau, "Kamu mudik ke kampung
halaman? di halaman berapa ya?"

Kita jawab dengan penuh arti, "Di halaman pertama kisah hidup kita"

Tiga perempuan ini tidak asing bagi saya. Terngiang dahulu saat mereka
kecil, bermain-main bersama dengan kepolosannya yang masih kanak-
kanak.

Kini mereka telah menginjak dewasa. Bahkan sudah ada yang siap
menjadi pendamping hidup mereka.

Ka Fiah, Eli sareng Mariah, putri bibi sareng amang, nasehat aa mah
kade sing getol ibadah sareng kedah tiasa ngajaga diri. Tong hilap oge
mun bade nikah wawartos nya.

*Di atas tanah kelahiran, Kampung Bojong sari kec. Tirta Mulya
Karawang.

(13) Penelusuran Nasab

Muhammad Atim bin Sarlemon bin Sulaiman bin Mansyur bin Gutul

(9-Juli-2016)

Ziarah ke kerabat dan ke makam,


tak boleh menjadi tradisi tiap
tahun yang tanpa makna. Apalagi
jika diiringi dengan ritual yang
berbau kemusyrikan. Malah
menyisakan dosa.

Bukankah kita juga dianjurkan ziarah kubur, untuk lebih mengingatkan


pada kematian? Yang di alam kubur itu telah terputus amalnya, tapi
masih ada kesempatan bagi kita untuk mendoakannya. Selebihnya, kita
bisa menyambung kebaikan-kebaikannya.

19 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Ada satu perintah yang seringkali kita lupakan, khususnya di negeri kita
ini. Yaitu: menelusuri nasab. Rosululloh saw telah mencontohkan
menjaga nasabnya. Orang-orang Arab biasanya kuat menjaga nasabnya.
Sebenarnya ia bukan khusus budaya Arab. Tetapi bagi setiap muslim.

Bukankah Alloh telah bersumpah


"Demi ayah dan anaknya" (QS. Al-
Balad: 3). Ini merupakan isyarat
pentingnya nasab. Perlu kita
telusuri, kita keturunan siapa
(nasab) dan apa kelebihan dan
karya yang telah dicapai oleh
leluhur kita (hasab). Agar kita dapat mewarisinya.

Dalam kesempatan yang sebentar, saya berusaha


menelusuri nasab saya. Hanya sampai empat nama.
Terbentur kendala kurang apiknya pendahulu kita
mencatat kelahiran dan kematian, terlebih saya tidak
dibesarkan di daerah ayah saya.

Jika merunut sejarah, awal mula disebarkannya Islam


di Karawang oleh Syekh Hasanuddin bin Yusuf Idhofi
yang dikenal dengan Syekh Quro bersama muridnya diantaranya Syekh
Abdurrahman, Syekh Maulana Madzkur, Nyai Subang Larang, dan
Syekh Bentong. Anak Syekh Quro yang bernama Syekh Ahmad
menjadi penghulu pertama di Karawang. Terlebih Syekh Quro dan
Syekh Bentong menetap di Lemah Abang Wadas yang merupakan
daerah dekat kakek-kakek saya. Adakah garis keturunan dengan
mereka? Wallohu A'lam

Sudah sampai mana penelusuran nasab anda? Barangkali ada yang


bertemu nasabnya dengan saya?

20 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(14) Masjid Agung

(11-Juli-2016)

Wajar jika masjid menjadi simbol bagi umat Islam, karena ia tempat
suci yang dihormati. Di sanalah tempat penghambaan puncak seorang
hamba. Dari sana pula bermula cahaya terang yang akan menerangi ke
setiap pelosok negeri.

Namun tak cukup sekedar simbol. Masjid mesti


dikembalikan fungsinya sebagai pusat kegiatan
dan syi'ar bagi da'wah Islam.

Sepanjang sejarah Islam, kebesaran Islam itu


selalu dimulai dari masjid. Bukankah ketika
Rosululloh saw hendak mendirikan negara di
Madinah, yang pertama beliau bangun adalah
masjid?

Di masjidlah beliau mendidik generasi,


merekatkan ukhuwah, mengatur negara,
menangani berbagai masalah, menyalurkan
kesejahteraan umat, memusatkan pengajaran
ilmu dan pergerakan da'wah Islam, mempersiapkan strategi perang,
hingga menjadikannya tempat nyaman bagi fakir dan musafir

Sangat miris dengan kondisi hari ini, masjid hanya


menjadi simbol tanpa makna. Terlebih masjid agung
yang ada di setiap daerah. Ketika ia hanya menjadi
tempat berkumpul segelintir orang tua yang tak lagi
punya gairah. Alun-alun di depannya hanya menjadi
tongkrongan kaum muda memadu asmara, atau
wisata para ahli rumah melepas kepenatannya.

Tak akan ada kebangkitan di umat ini ketika


masjidnya tidak dimakmurkan. Bukan oleh
keangkuhan segelintir kaum tetua yang merasa

21 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


hanya miliknya. Ketika anak kecil dilarang bermain-main di dalam
masjid dengan alasan berisik, ketika anak-anak muda tidak diajak, tidak
diberi tempat, tidak dipersilahkan untuk adzan, tidak didorong menjadi
imam dan khotib jika telah mampu. Akhirnya generasi ini semakin jauh
dari masjid.

Seusai shalat Isya, masjid itu segera digembok, karena takut


kemalingan. Mengapa tidak diberikan kesempatan bagi para penghamba
beribadah malam, atau ruang istirahat bagi si fakir dan musafir, atau
sebatas tempat bercahaya bagi anak-anak sekolah mengerjakan PRnya,
agar mereka selalu dekat dengan masjid?

Padahal, bukankah masjid itu tempat yang ramah anak, bahkan ketika
Rosul bermain kuda-kudaan bersama cucunya, bahkan saat shalat pun
sujud beliau lama karena membiarkan cucunya hingga puas menaiki
kudanya, bahkan sikap ramah beliau saat cucunya kencing di badan
beliau ketika beliau tiduran di masjid?

Lebih tahu mana, kita apakah Rosululloh saw dalam memuliakan


masjid?

Bukankah para pejuang beliau kebanyakannya adalah anak-anak muda


belia yang melekat dengan masjid?

Beliau membuat masjid mudah diakses oleh siapapun, hingga masjid


menjadi dambaan hati dan pusat kegiatan bagi semua orang beriman.

Muhammad Al-Fatih, sang panglima terbaik yang telah menaklukkan


konstantinopel berpesan : "Jika suatu masa kelak kamu tidak lagi
mendengar bunyi bising dan gelak ketawa anak-anak riang diantara shaf
shaf solat di masjid masjid, maka sesungguhnya takut lah kalian akan
kejatuhan generasi muda kalian masa itu"

Masjid Agung yang ada di setiap daerah, menyimpan sejarah besar yang
menjadi saksi bagi da'wah para ulama dan da'i leluhur kita, yang mesti
kita teruskan perjuangannya.

22 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(15) Ketika Anak Muda Diberi Tanggung Jawab

(17-Juli-2016)
Seringkali di zaman ini
orang tua menganggap,
memperlakukan dan
memposisikan anak muda
sebagai anak kecil. Ini kesalahan
besar. Anggapan itu sangat
berpengaruh terhadap kenyataan. Ketika anak sudah mencapai usia
balig, itu adalah usia tanggung jawab, usia taklif. Posisinya sejajar
dengan orang dewasa dan tua, karena telah sama-sama
mempertanggung-jawabkan pahala dan dosa di hadapan Alloh SWT.
Ketika anak muda tidak diberi porsi tanggung jawab, segalanya
dilakukan oleh yang tua, akan diarahkan kemanakah potensi yang besar
dalam diri mereka itu? Kita pun sudah bisa menyaksikan sendiri
jawabannya. Banyak energi mereka disalurkan kepada yang sia-sia. Dan
banyak yang selalu berdalih, "biarkan mereka masih kanak-kanak". Dan
betullah, mereka tetap menjadi kanak-kanak.
Sebagai orang tua tak perlu khawatir akan berebut amal dengan
anak muda. Semua memiliki peran masing-masing. Bukankah suatu
generasi itu akan berganti? Dan memang harus diakui, anak muda lebih
kreatif, "lebih mudah menerima kebenaran dan mengikuti petunjuk"
seperti kata Ibnu Katsir.
Lihatlah bagaimana sikap orang tua yang memberi kepercayaan dan
mendorong anak muda kepada tanggung jawab serta anak muda yang
penuh hormat kepada orang tua diperankan keteladanannya oleh Abu
Bakar Ash-Shiddiq kepada Usamah bin Zaid. Abu Bakar ketika menjadi
kholifah yang usianya sekitar 60 tahun mengangkat Usamah yang
usianya sekitar 18 tahun menjadi panglima perang melawan Romawi.
Abu Bakar berjalan pasti menuju Jurf mengantar pasukan Usamah
dan memerintahkan Usamah untuk berangkat. Saat itu Abu Bakar
berjalan kaki bersama pasukan karena tunggangannya dikendarai oleh
Abdurrahman bin Auf sedangkan Usamah menaiki kendaraannya.
Usamah berkata dengan penuh hormat, "Wahai Kholifah Rosululloh,

23 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


engkau naik kendaraan atau aku yang turun". Abu Bakar menjawab
dengan sikap legowo kepada anak muda, "Demi Alloh, engkau tak usah
turun dan aku tidak akan naik". Seraya meminta izin kepada Usamah
agar Umar tidak ikut bersama pasukan agar tetap menemani Abu Bakar.
(Al-Bidayah wan Nihayah, Jilid 7, hal.11)
Namun tentu, tanggung jawab yang akan diemban oleh mereka saat
menginjak balig, mesti dipersiapkan terlebih dahulu. Bukankah
Rosululloh saw mendorong orang tua untuk memerintahkan anaknya
sholat ketika mencapai usia tujuh tahun, sebuah tanggung jawab paling
besar dalam hidup manusia, dan membolehkan memukulnya jika
menolak di usia sepuluh tahun?
Pemersiapan itu bahkan dimulai sejak usia tamyiz (7 tahun ke atas
sebelum balig). Bahkan juga dimulai sejak masa kanak-kanak awal
dengan memberi kasih sayang, keteladanan dan pentalqinan. Hingga
ketika balig, mereka siap mengemban tanggung jawab hidupnya. Orang
tua pun sudah harus merelakan mereka untuk berkelana mencari ilmu
sebagai bekal mereka berkarya.

*Penyambutan kedatangan santri baru PPI 153 Al-Firdaus

(16) Berkelana Menuntut Ilmu

(18-Juli-2016)

Ada pola sikap yang terbalik dari


orang tua terhadap anaknya. Ketika
masih usia bayi dan kanak-kanak,
orang tua sering meninggalkannya
dengan alasan sibuk pekerjaan. ASI
pun kurang maksimal diberikan.
Bahkan ada yang menaruhnya di
kulkas untuk diberikan ke anaknya oleh pembantu, padahal Al-Qur'an
mengajarkan, bukan hanya memberikan ASInya yang penting, tetapi
proses pemberiannya (yurdhi'na). Usia kanak-kanaknya yang harusnya
milik orang tuanya khususnya ibunya dengan kasih sayang penuh,

24 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


malah banyak dilalui bersama pembantu atau dititipkan ke penitipan
anak.

Namun anehnya, ketika anak beranjak remaja (balig), orang tua malah
over perhatian, oper protektif. Ingin selalu bersamanya, tak rela untuk
berpisah dengannya.

Ini pola sikap yang terbalik. Dan inilah yang menjadikan generasi ini
menjadi tidak berkualitas. Harusnya kasih sayang dan perhatian
dicurahkan sepenuhnya oleh orang tua ketika masa bayi dan kanak-
kanak. Itu usia milik orang tua. Makanya dalam Islam, anak boleh
menerima hadits, yang artinya mulai belajar dari guru sejak usia lima
tahun. (Lihat Shohih Bukhori dengan judul "kapan dibenarkan anak
kecil mendengar hadits"). Sebelum itu, sepenuhnya hak orang tua. Jika
orang tua kehilangan usia itu, tak akan ada lagi gantinya. Maka jangan
heran jika kemudian orang tua tidak hadir dalam kehidupan sang anak.

Sejak usia lima tahun, sang anak perlahan belajar dari orang lain dan
intensitas bersama orang tua perlahan berkurang. Puncaknya di usia
balig, ketika sang anak sudah siap secara tangguh mengemban
hidupnya. Saat itu orang tua harus sudah siap melepasnya untuk
berkelana mencari ilmu sebagai bekalnya mengukir karya-karya dalam
hidupnya. Biarkanlah sang anak bertarung dengan kerasnya tantangan
kehidupan, agar ia menjadi kuat dan dewasa.

Orang tua harus memperbaiki pola sikapnya terhadap anaknya sesuai


yang digariskan Islam. Agar anak-anaknya menjadi generasi sholeh
yang tangguh pembela Islam. Bahkan Umar bin Khattab berpesan:
"Biasakanlah hidup dengan cara keras karena ni'mat ini tidak abadi".
Jangan memanjakan sang anak apalagi di usia balig. Bukankah
kesuksesan itu dapat dicapai dengan kerja keras dan bersusah-susah
terlebih dahulu?

Jangan menghalangi anak mengejar cita-citanya dengan memaksanya


untuk tetap berada di rumah, apalagi dengan tanpa pemberian
pendidikan yang benar.

25 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Imam Syafi'i menyenandungkan pentingnya berkelana menuntut ilmu
dalam syairnya, diantara petikannya : "Berdiam diri di tempat tinggal,
bagi orang yang berakal dan beradab, bukanlah suatu ketentraman,
maka tinggalkanlah negeri dan berasing dirilah. Berkelanalah, kamu
akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang kau tinggalkan.
Berlelah-lelahlah karena ni'matnya hidup ada setelah lelah berjuang".

Beliau telah melaksanakannya, berkelana mendatangi para ulama untuk


belajar kepada mereka: "Aku adalah anak yatim yang berada dalam
pendidikan ibuku, lalu beliau mengantarkanku ke Kuttab, manakala aku
telah khotam hapalan Al-Qur'an, aku masuk masjid, aku berada dalam
majelis-majelis ulama." (Ibnu Abdil Bar, Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi,
1: 473)

Jadilah seperti ibu Imam Malik bin Anas yang menyiapkan dan
berpesan kepada imam Malik ketika hendak pergi menuntut ilmu. Imam
Malik mengisahkan: "Ibuku menyiapkan sorbanku waktu aku kecil
sebelum aku pergi ke halaqoh-halaqoh ilmu, lalu berpesan: "Wahai
Malik, ambillah dari syaikhmu adab sebelum ilmu".

(17) Talaqi Qiroatul Kutub angkatan ke-3

(4-September-2016)
Harapan untuk mengembalikan
umat agar cinta ilmu mesti terus
disuburkan. Karena umat Islam ini
akarnya adalah ilmu, jika akarnya
telah hilang maka menjadi kian
rapuh pribadinya. Dan iman yang
menancap kokoh di dalam jiwa, tak dapat diraih tanpa ilmu.
Para ulama telah menghabiskan sepanjang usia mereka dengan
ilmu. Bahkan Ibnu Rusyd Al-Qurthubi penulis kitab Bidayatul Mujtahid
(secara intensif saya mengkajinya, lihat muhaatim.blogspot.com) tidak
pernah meninggalkan aktifitas bergelut dengan ilmu dari sejak kecilnya
baik dengan membaca, menelaah, mengajar, menulis, dll, kecuali hanya

26 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


dua hari saja, yaitu hari ketika wafat ayahnya dan hari pertama
pernikahannya.
Hal itu karena para ulama, dengan ilmu, mereka menginginkan
amal yang terbaik, petunjuk yang terbaik, cara hidup yang terbaik, karya
yang terbaik, serta balasan yang terbaik di surga kelak. Tidakkah kita
menginginkan seperti mereka?
Kita bisa bayangkan di zaman yang alat tulis tidak secanggih
sekarang, justru hari ini kita tercengang dengan berjilid-jilid banyaknya
kitab karya-karya mereka, yang justru kita belum bisa berkarya satu pun
yang menyamai karya mereka, yang katanya di zaman serba canggih.
Lalu apakah yang akan kita torehkan di sisa hidup yang sebentar
ini?
Betapa beruntung menapaki jalan orang-orang mulia. Mari sedikit
demi sedikit merangkai menjelajah ilmu-ilmu warisan para ulama. Agar
dapat meneladani mereka.
Selalu ada generasi pilihan di
setiap jenjangnya. Insan-insan yang
siap mengemban kekayaan ilmu
Islam.

Meski terkadang tak konsisten


setelah lulus, walaupun harapannya
mereka menjadi generasi Aisyah, para ulama dari kalangan perempuan,
tetapi paling tidak mereka telah diakrabkan dengan kitab-kitab warisan
para ulama yang sangat berharga itu.

Karena sesungguhnya teman terbaik itu adalah buku, yang dapat


membimbing kita di jalan Islam. Sahabat sejati itu adalah ilmu yang
menjadi pelipur di kala duka, dan pendamai jiwa di kala galau.
Tanpanya, hidup kita menjadi tidak berarti.

Maka, kesibukan yang terbaik itu adalah bergelut dengan ilmu. Dan
gudang ilmu-ilmu Islam yang kaya itu kuncinya adalah memahami
bahasa Arab dan mampu membaca kitab, tak cukup sekedar terjemahan.

27 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(18) Lari Untuk Memperdalam Islam Seperti Lari Untuk
Berperang
(2-September-2016)
Selalu ada makna menarik dari uraian
Syekh Thohir bin „Asyur dalam tafsirnya
At-Tahrir wat Tanwir, karena kepiawaian
beliau dalam menelaah bahasa Al-Qur‟an,
sehingga tersingkaplah kemu‟jizatan bahasa
Al-Qur‟an yang lafadz-lafadznya sangat rapih dan mengandung makna
yang mandalam. Berkenaan dengan ayat berikut,
ِ ‫الِّن ِن ولِي‬
ِ ِ ِ ٍِ ِ ِ ِِ ِ
‫نِ ُرواْ قَ ْوَم ُه ْم‬ُ َ ّ ‫َّهواْ ِف‬
ُ ‫َوَما َكا َن الْ ُم ْؤمنُو َن ليَنفُرواْ َكآفًَّة فَلَ ْوالَ نَ َفَر من ُك ِّل ف ْرقَة ّمْن ُه ْم طَآئ َفةٌ لّيَ تَ َفق‬
‫إِ َذا َر َج ُعواْ إِلَْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم ََْي َِ ُرو َن‬
“Dan tidak sepatutnya orang-orang Mu’min itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi untuk Tafaquh Fi Diin (memperdalam agama) dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, agar mereka dapat menjaga diri.” (QS. At-Taubah: 122)
Beliau menjelaskan bahwa di antara keindahan penjelasannya,
memberikan pembanding pada bentuk kalimat tahridh (memberi
dorongan kuat) untuk berperang dengan bentuk kalimat tahridh pula
untuk menuntut ilmu. Yaitu, dorongan kuat untuk berperang dengan
kalimat “Tidak layak bagi penduduk Madinah dan yang di sekitarnya
berupa orang-orang Arab badui untuk tertinggal perang dari
Rosululloh”, dan dorongan kuat untuk menuntut ilmu dengan kalimat
“Tidak layak bagi orang-orang beriman untuk berangkat seluruhnya ke
medan perang, mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi untuk tafaqquh fid diin.” Yang kedua-duanya
menggunakan huruf Lam Al-Juhud, yang berfungsi sebagai dorongan
meninggalkan sejauh-jauhnya yang dilarang. Artinya, baik pergi ke
medan jihad atau pun mendalami agama Islam, kedua-duanya adalah
keharusan yang ditekankan, kedua-duanya adalah wajib kifayah. Tentu
jihad yang dimaksud di sini adalah perang yang dinamakan Sariyah
(yang tidak dipimpin langsung oleh Rosululloh saw tetapi beliau
mengirimkan utusan) yang hukumnya fardu kifayah, bukan perang yang

28 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


disebut Ghozwah yang dipimpin langsung oleh beliau yang hukumnya
fardu „Ain.
Selain itu, perhatikan pula penggunaan kata nafaro yang berarti lari
baik untuk berperang maupun untuk memperdalam agama. Untuk
berperang Alloh SWT menyebut ‫ لِيَ ْن ِف ُروا‬dan untuk memperdalam agama
Alloh SWT menyebut ‫نَ َفَر‬. Ini mengandung makna, kita didorong untuk
lari mengejar ilmu dan memperdalam agama seperti halnya kita lari
menuju medan perang.
Seperti halnya berangkat menuju medan perang diperlukan
persiapan dan perlengkapan maka untuk menuntut ilmu Islam pun
diperlukan hal yang sama. Di medan perang dibutuhkan kesungguhan
dan kesabaran dalam menghadapi musuh, begitu pula saat menuntut
ilmu dibutuhkan kesungguhan dan kesabaran melawan hawa nafsu
sendiri yang akan menghalanginya dari keberhasilan dalam menuntut
ilmu. Terlebih, dalam konteks ini Alloh SWT menggunakan kata
tafaqquh yang berarti bersusah payah mencapai fiqih, sedangkan fiqih
itu sendiri bermakna pemahaman yang mendalam. Untuk itulah Alloh
SWT memberikan kebaikan kepada orang yang mencapai fiqih.
ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫عن معا ِون َة ر ِضي هللا عْنو ق‬
ُ‫ َم ْن نُِرد هللاُ بِو َخْي ًرا نُ َف ّق ْهو‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسلَّ َم نَ ُق ْو ُل‬ َّ ِ‫ت الن‬
َ ‫َِّب‬ ُ ‫ ََس ْع‬:‫ال‬ ُ َ ُ َ َ َ َُ ْ َ
‫ رواه البخاري‬.‫ِف ال ِِّّنْ ِن‬
“Dari Muawiyyah ra ia berkata, Aku mendengar Nabi saw bersabda:
“Siapa yang Alloh kehendaki kebaikan terhadapnya, maka Alloh
menjadikannya faqih dalam agama.” (HR. Bukhori)
Berjihad dan menuntut ilmu kedua-duanya menempati kedudukan
yang sangat penting dalam masyarakat muslim. Dengan jihad akan
diraihlah kemuliaan Islam, tersebarnya da‟wah dan semakin
memperluas kekuasaan Islam yang menyebarkan keadilan. Dan dengan
ilmu Islam yang mendalam akan tegaknya bangunan masyarakat yang
kokoh yang mampu memikul tugas mengurus bumi dengan petunjuk-
Nya.

29 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(19) Siapakah komandan anda?

(18-Oktober-2016)

Menghadapi kehidupan yang rumit ini,


manusia tidak dibiarkan kebingungan dengan
keterbatasan akalnya. Alloh menurunkan
wahyu sebagai petunjuk. Dengan jaminan,
siapa yang mengikuti petunjuk itu, akan
mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan.

Bagi orang beriman, wahyu itu menjadi komandan dalam hidupnya. Al-
Qur'an merangkaikan konsep, Rosul mencontohkan dan menjabarkan.
Jadilah ia petunjuk yang sempurna dan lengkap, yang siap dijalankan
oleh orang yang beriman.

Komando wahyu itu telah dijalankan oleh para sahabat dan orang yang
mengikuti setelahnya dalam setiap aktifitas hidup mereka. Baik itu
aktifitas ritual ibadah, akhlaq, keluarga, pendidikan, sosial, ekonomi,
budaya, militer, pemerintahan, politik, dan tak ada satu aspek kehidupan
pun yang tidak dikomandoi oleh wahyu.

Mereka tak berani mendahulukan pemikiran mereka dari wahyu apalagi


menentangnya, mereka selalu ingat, "Wahai orang-orang beriman!
Janganlah kalian mendahului Alloh dan Rasul-Nya". (QS. Al-Hujurot :
1). Mereka selalu tunduk dan patuh kepadanya, karena itulah makna
dari Islam yang berarti tunduk patuh dan berserah diri secara total.
"Tidak layak bagi orang beriman laki-laki dan perempuan apabila Alloh
dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, mereka memiliki
pilihan dalam urusan mereka" (QS. Al-Ahzab : 36).

Wahyu itu dijadikan komando baik yang disebutkan secara jelas


(shorih) maupun yang dipahami melalui ijtihad, tak ada seorang alim
pun yang menentang perkara yang shorih seperti kewajiban sholat lima
waktu dan keharaman memilih pemimpin kafir. Dalam hal ijtihad, bisa
saja mereka berbeda, tetapi semua dalam rangka komitmen kepada
wahyu. Bahkan mereka mengikuti komando wahyu dalam hal-hal yang

30 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


tersembunyi melalui isyarat-isyarat yang terdapat di dalamnya, seperti
Ibnu Abbas memahami dekatnya ajal Rosul melalui isyarat turunnya
surat An-Nashr. Dan itu semua bisa dilakukan dengan cara
menTADABURInya.

Di zaman ini begitu miris ketika komando orang beriman itu dikurung
dalam ruang yang sangat sempit, kemana-mana kita dipaksa jangan
bawa-bawa agama, jangan bawa-bawa Al-Qur'an-Hadits. Jadilah hawa
nafsu menjadi komando, orang-orang kafir berduit menjadi komandan.
Teori-teori dan pemikiran manusia dijunjung tinggi, wahyu pun
dikesampingkan, alih-alih mentadaburinya, ia dilirik hanya kalau wahyu
itu dianggap membenarkan teori pemikiran manusia yang dijunjung
tinggi itu. Betapa tidak beradabnya kita kepada Alloh dan Rasul-Nya.

Padahal bangkitnya umat ini ketika kembali kepada petunjuk wahyu.


Bukalah mata kita bahwa Al-Qur'an ini mu'jizat, sumber ilmu yang
dapat menjawab setiap permasalahan dan mengkomandoi setiap
pergerakan. Peradaban kita akan maju jika komando segala ilmu dan
amal kita adalah wahyu. Pemahaman sejarah kita telah jauh melenceng
dari komando wahyu, aktifitas berekonomi kita telah jauh melenceng
dari komando wahyu, praktek pendidikan kita juga begitu, belum lagi
politik dan yang lainnya.

"Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka baginya kehidupan


yang sempit, dan Kami membangkitkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta" (QS. Thoha : 124).

Contoh sederhananya, kalau anda mengajar ilmu pengetahuan alam,


ilmu sosial, matematika, atau apapun dahulukanlah petunjuk wahyu
dalam ilmu yang anda sampaikan, ia menjadi komando dalam setiap
ilmu yang anda ajarkan. Bukankah Al-Jazari menemukan mesin
penggerak hasil dari mentadaburi ayat "Dan Kami jadikan dari air
segala sesuatu yang hidup" (Al-Anbiya : 30), begitu pula Ibnu Haitsam
membuat teori penglihatan dari ayat, "Dan tidaklah sama antara
kegelapan dan cahaya" (Fathir : 20). Bahkan As-Suyuthi menghimpun
ilmu-ilmu yang diistinbat dari ayat Al-Qur'an dalam kitab ulumul
qur'annya.

31 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Di zaman ini pun, ada Dr. Jamil Al-Qudsi yang menemukan teori nutrisi
keseimbangan setelah mengkaji Al-Qur'an, begitu pula Syekh Az-
Zindani yang menemukan obat aids dari pentadaburannya terhadap Al-
Qur'an dan hadits.

Jika kita tetap berpaling dari komando wahyu ini, berapa yang tersisa
dari makna keislaman kita?

(20) Siapakah Mau Menjadi Pejuang Akhirat?

(20-Oktober-2016)

Tiba-tiba saja muncul "gerombolan" dari tanah


gersang. Disangkanya mereka anjing-anjing
kelaparan yang hendak memangsa dunia.
"Kirimkan saja harta ini, kayaknya mereka sedang
lapar", begitu pinta seorang pemimpin Romawi
kepada prajuritnya. Dengan angkuhnya atas
kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki, menganggap gerombolan
itu bisa diselesaikan dengan harta. Namun ternyata, gerombolan itu
menolaknya dengan tegas. Siapakah gerombolan itu?

Gerombolan itu adalah manusia-manusia beriman yang telah


mendapatkan tarbiyah dari Rasulullah saw. Munculnya para panglima
dan prajurit serta para ahli dalam berbagai bidang kehidupan yang hebat
dari padang pasir yang tak dilirik sebelumnya, bak air hujan yang deras,
yang hendak menyegarkan seluruh pelosok bumi. Mereka membawa
agama yang suci, yang hendak meninggikan derajat manusia.

Mereka adalah para pejuang akhirat. Ketika dua negara adidaya,


Romawi dan Persia bertanya-tanya tentang misi mereka. Dari mulai
panglima tertinggi, pemimpin pasukan hingga prajurit, memiliki
jawaban yang sama. Mereka diutus Alloh semata-mata untuk :
"Mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk
menuju penghambaan kepada Sang Khaliq, dari sempitnya dunia kepada

32 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


keluasan dunia dan akhirat, dari kezhaliman agama-agama kepada
adilnya Islam".

Salah jika mengukur para pejuang akhirat ini dengan kepentingan-


kepentingan duniawi, mendapat bayaran, jabatan, kemapanan hidup.
Jikapun dunia telah tunduk -dan memang telah tunduk- mereka tetap
memilih jalan hidup sederhana, jalan hidup zuhud. Karena bagi mereka
apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan kekal. Rasulullah saw
menangis ketika banyak harta dibawa dari Bahrain. Umar pun menangis
ketika banyak harta dibawa ketika Persia ditaklukkan. Khawatir orang
Islam tertipu oleh harta.

Rasulullah saw lebih memilih tinggal di rumah yang sempit dan tidur
beralaskan tikar kasar yang membekas di punggung beliau. Umar
menangis melihatnya. "Para raja Romawi dan Persia hidup enak di
istana mereka, Engkau ini utusan Alloh lebih mulia dari mereka,
mengapa seperti ini?" Rasul menjawab, "Wahai Umar, tidakkah engkau
ridho, biarkan bagi mereka dunia dan bagi kita akhirat!"
Salah jika menganggap mereka itu haus pada dunia. Tak ada lagi tempat
dalam diri mereka untuk dunia kecuali sedikit, sebatas kebutuhan saja
yang tidak membuat mereka meminta-minta. Mereka telah menjual diri
dan harta mereka untuk surga. Bahkan salah satu prajurit Romawi yang
menjadi tahanan pun bersaksi, "Mereka adalah rahib (ahli ibadah) di
malam hari dan para ksatria di siang hari".
Para pejuang akhirat itu terus berusaha menegakkan agama Allah.
Menyuarakan keadilan. Mensosialisasikan sistem Islam yang bersumber
dari hukum Alloh. Al-Qur'an dan Hadits selalu jadi panduan bagi setiap
pemikiran dan pergerakan.

Hari ini banyak para pejuang dunia. Ada pejuang komunisme, pejuang
liberalisme, pejuang kapitalisme, pejuang hawa nafsu dunia, pejuang
kekafiran dan kesesatan, pejuang popularitas, pejuang yang penting
dapat untung (uang).

33 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(21) Kepada siapa kita ber-wala (memberikan loyalitas) ?

(24-Oktober-2016)

Hari ini Al-Maidah 51 masih menjadi


tren, semoga saja ini menjadi awal
kesadaran yang menyeluruh agar umat
kembali kepada petunjuk Al-Qur'an
dalam masalah kepemimpinan, politik
dan negara, karena ia adalah sistem Islam yang kokoh.

Surat Al-Maidah merupakan surat terakhir turun dalam periode


Madinah yang berisi banyak sistem dan hukum sosial dan negara,
sebagai panduan bagi Rosul untuk menjalankan negara, dan seharusnya
juga oleh kita hari ini.

Ayat 51 jika kita lanjutkan bacanya hingga ayat 66, itu sebenarnya
kesatuan tema yang diberi judul oleh Sayyid Quthb dengan "Haramnya
ber-wala kepada orang kafir dan sifat orang-orang yang ber-wala kepada
mereka" (Fi Zhilalil Qur'an).

Jika kita telah akrab dengan ilmu tafsir, aqidah atau bahasa Arab, kita
akan paham makna al-wala yang berarti loyalitas atau kecintaan dan
pembelaan. Orangnya disebut "Wali" dan bentuk majemuknya "Auliya",
berarti orang yang terjadi timbal balik loyalitas antara kita dengan dia,
saling cinta, saling bela. Bentuknya bisa berupa teman setia, pemegang
suatu urusan, pemimpin, atau pelindung.

Seperti Ubadah bin Shomit yang melepaskan al-walanya (dalam arti


teman setia) kepada orang Yahudi setelah turun ayat ini. Kecuali Ibnu
Ubay sang tokoh munafik yang tetap ber-wala kepada Yahudi. Seperti
juga Umar bin Khattab memarahi Abu Musa Al-Asy'ari agar memecat
seorang Kristen yang menjadi juru tulis, karena ia masuk al-wala dalam
arti pemegang urusan.

Bahkan Alloh menyebut diri-Nya sebagai wali bagi orang-orang


beriman yang berarti terjadi timbal balik loyalitas, Dia mencintai kita

34 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


dan menjadi pelindung, dan kita mencintai-Nya dan menaati-Nya.
Sebagaimana juga dijelaskan makna ini di Al-Maidah 54.

Tak ada loyalitas kepada orang kafir, apalagi yang telah jelas-jelas
memerangi Islam, begitu juga kepada para pengikutnya. Kepada orang
kafir yang tidak memerangi kita saja kita hanya diperintahkan untuk
bertoleransi, berbuat baik, bersikap adil dan membuat perjanjian untuk
saling menjaga keamanan. Tidak untuk loyalitas. Karena loyalitas
dengan toleransi dua hal yang sangat berbeda, hanya orang-orang
paham agama saja yang dapat membedakannya. Loyalitas kita hanya
kepada Alloh, Rasul-Nya dan orang beriman, seperti dalam Al-Maidah
55.

Ketika Ahok melecehkan dan mempermainkan agama dan Al-Qur'an


kita, itu telah dijelaskan di ayat 57. Dan ayat 52-53 menyingkap para
pengikutnya semisal Nusron. Di hati mereka ada penyakit, mereka
bersegera membela dan mendukungnya dengan berbagai macam cara
meski dengan tipu dan fitnah. Mereka takut kena bencana atau kerugian
kalau tidak membelanya, karena memang mereka mencari keuntungan.
Tapi Alloh tegaskan, semoga mereka menyesal nanti karena telah
dekatnya kemenangan. Dan apa yang telah mereka lakukan membuat
amalnya gugur, rugi dunia akhirat, bahkan telah murtad dari Islam.

Jika kita menyadari hal ini, semoga memang benar-benar telah dekat
kemenangan itu. Karena memang orang yang ber-wala kepada Alloh,
Rasul-Nya dan orang beriman mereka itulah golongan Alloh
(Hizbullah) dan merekalah para pemenang (al-gholibun).

Semoga kita menang menjatuhkan hukuman pada Ahok, kafir harbi


yang telah menista Al-Qur'an, serta mengalahkan para pembelanya. Dan
semoga kemenangan hakiki bagi kita dapat kita raih, yaitu tegaknya
Islam di Indonesia ini.

35 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(22) Energi Al-Maidah 51

(4-November-2016) - 411

Betapa dahsyatnya ayat ini.


Membangunkan kesadaran muslim
bahwa mereka memiliki sesuatu yang
paling berharga melebihi harta,
keluarga, bahkan diri mereka sendiri.
Ketika satu ayat ini saja dilecehkan oleh
sang durjana Ahok, dianggap sebagai
alat untuk membohongi umat Islam agar tidak memilih dirinya, dan para
penyampainya dari para ulama, ustadz dan siapapun yang punya
kesadaran berda'wah disebut sebagai para pembohong, padahal ia masih
menjabat sebagai gubernur DKI. MUI sebagai representasi ulama
Indonesia memfatwakan pelecehan ini. Namun MUI disepelekan
bahkan dilecehkan dan nyaris dibubarkan. Umat pun bangkit membela
Al-Qur'an dan ulama.

Tidak memilih orang kafir sebagai pemimpin adalah sesuatu yang qoth'i
dalam Islam. Artinya tidak bisa dirubah dan ditafsirkan lain. Dan ayat
Al-Qur'an ini suci tidak bisa dibiarkan para pelecehnya. Jutaan umat
Islam pun bertamu ke istana menuntut hukum dan adili Ahok yang tak
kunjung diproses serta terkesan dilindungi dan dijaga, namun sang
presiden enggan bertemu. Mengabaikan jutaan rakyatnya sendiri.
Bahkan para ulama dan umat Islam yang melakukan aksi damai dan
bermartabat ini harus dilukai oleh tembakan gas air mata dari polisi,
yang dipicu oleh para provokator yang menyusup. Namun
keganjilannya, mengapa justru tembakan diarahkan kepada ulama dan
peserta aksi bukan fokus melerai para perusuh? Hingga insiden ini
menimbulkan korban jiwa dari peserta aksi, semoga mereka syahid.
Aksi ini terjadi tanggal 4-11 yang jika digabungkan membentuk kata
"Lillah" dalam bahasa Arab yang berarti untuk Alloh. Ini menjadi
isyarat kuat bahwa aksi ini murni untuk membela agama Alloh bahkan
yang menggerakkan dan mendanai pun semata-mata datang dari Alloh.
Tidak ada bayaran dari partai politik atau siapapun untuk kepentingan
pribadi.

36 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Presiden meski ia menyatakan akan memproses hukum ahok, tetapi ia
bersikap tendensius menyalahkan para pendemo. Kabarnya Senin ahok
akan ditetapkan sebagai tersangka. MPR akan mengawalnya hingga 2-3
minggu. Umat Islam tetap bersabar dan menganggap ini sebagai
kemenangan. Namun jika dibohongi lagi umat akan kembali turun untuk
berjihad melawan kezhaliman ini.

Lihat dan rasakanlah, betapa dahsyatnya satu ayat ini yang


membangkitkan gelora umat Islam. Ini adalah energi yang kuat yang
dapat mengawal dan menuntun muslimin. Maka inilah saatnya untuk
kembali kepada Al-Qur'an. Ia adalah panduan dan hukum sejati umat
Islam. Teruslah rasakan energi demi energi dari ayat-ayat Al-Qur'an
untuk membangkitkan umat, agar berjuang dan raih kemenangan.
Hingga tegaknya Al-Qur'an dan Sunnah di negeri kita tercinta ini.

Orang-orang berhaluan liberal, kapitalis dan komunis tidak akan paham


perjuangan ini. Mereka akan menuduh primitif, sara, radikal dan teroris
jika kita berjuang menegakkan syariat Islam, satu-satunya hukum yang
adil, dengan makna adil yang sebenar-benarnya. Mereka terus berusaha
menjegal Islam ditegakkan dengan berbagai macam cara.
Dibenturkanlah dengan Pancasila dan kebhinekaan padahal sejak awal
dibangun ia tidak bertentangan. Islam ada ruang di negeri ini dan
memang berhak, karena pemeluknya adalah mayoritas dan pejuang
kemerdekaan negeri ini adalah para ulama dan mujahid Islam. Jadi
kalau Islam ditegakkan dengan dasar Al-Qur'an dan Sunnah negeri ini
akan damai, maju dan sejahtera kenapa harus dihalangi? Sudah menjadi
bukti sejarah bahwa banyak non-muslim yang hidup damai di bawah
pemerintahan Islam.

Kalangan liberalis, kapitalis dan komunis ini selalu melarang Islam


bicara politik, Islam mengurusi negara, sedangkan mereka begitu bebas
saja bicara politik dan segala hal, bebas saja merusak negara. Ini sebuah
ketidakadilan dan kepicikan mereka. Bahkan mereka sering mencibir
nilai-nilai dan simbol-simbol Islam, mestinya kita juga bangkit melawan
mereka. Yang disayangkan mereka beragama Islam yang telah tercekoki

37 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


pemikiran mereka, dan kita jangan ragu mengatakan bahwa mereka
adalah orang-orang munafik, sepanjang mereka tidak bertaubat.

Perjuangan ini harus kita teruskan agar Islam bisa memberikan keadilan
dan kedamaian di negeri ini.

(23) Tunduk pada Islam ataukah menundukkan Islam?

(15-November-2016)

Orang yang belajar Islam itu perlu dicek


niat dan metodenya, apakah nanti
berujung untuk tunduk pada Islam,
ataukah menundukkan Islam. Tunduk
dengan segala ketentuan yang telah jelas, dari sistem aqidah, syariah
dan akhlaqnya. Ataukah menundukkan Islam sesuai akal picik dan hawa
nafsunya.

Cara pertama dilalui oleh para ulama rabbani, dimana semakin


bertambah ilmu semakin bertambah pula ketundukkannya kepada Alloh.
Semakin bertambah iman dan amal sholehnya. Inilah yang digambarkan
dalam QS. Fathir : 28, "Sesungguhnya yang takut kepada Alloh dari
hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama".

Jalan para ulama ini bukanlah jalan yang telah terkubur oleh zaman lalu
tak bisa digali kembali. Jalan ini terus dilalui oleh orang-orang pilihan.
Ia tetap ada hingga akhir zaman. Karena tidak mungkin Alloh
membiarkan hamba-Nya tersesat. Bahkan sudah menjadi janji-Nya,
untuk tetap menjaga kemurnian agama-Nya dan orang-orang yang
senantiasa berada di jalan-Nya.

Waris mewarisi ilmu itu tetap berjalan hingga saat ini bahkan sampai
kapan pun. Karena ilmu dalam Islam jelas sumbernya dan terjaga sanad
ketersambungannya.

38 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Jalan ini juga bukanlah jalan yang telah kuno yang telah tersisihkan oleh
zaman. Sebagaimana sumbernya (Al-Qur'an dan Sunnah) yang tak
pernah habis dipakai zaman. Tapi ia senantiasa memberikan petunjuk
baru yang dapat menyelesaikan permasalahan di setiap zaman. Karena
memang kemukjizatannya. Begitu pula para ulama dengan kedalaman
ijtihad mereka, mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang
baru. Bahkan sudah menjadi janji Alloh melalui rasul-Nya, bahwa di
setiap abad akan ada ulama yang memperbaharui agama-Nya.

Hal itu karena dalam sistem ajaran Islam yang jelas ini, ada hal-hal yang
tsawabit (tetap) yang tidak akan pernah mengalami perubahan, yang
berupa dasar-dasar dari agama ini semisal rukun iman, dan ada pula hal-
hal yang mutagoyirot, yang menerima perubahan berupa cabang-cabang
dari agama ini semisal alat da'wah, yang memungkinkan untuk
diperbaharui.

Sedangkan jalan yang kedua, yang justeru berujung menundukkan Islam


sesuai akal picik dan hawa nafsunya, ini digambarkan dalam QS. Al-
A'raf : 175, yang menjadikan ilmunya untuk kepentingan dunia dan
hawa nafsunya. Bahkan seperti anjing yang selalu menjulurkan
lidahnya, sebagai perumpamaan kerakusannya.

Di zaman modern ini, jalan ini ditempuh oleh para orientalis yang
menyadari bahwa Islam tidak bisa dikalahkan dari luar, tetapi justru dari
dalam. Maka mulailah mereka melakukan study-study Islam, yang
tujuannya telah jelas, semata-mata mencari-cari celah untuk diserang
dan merusak tatanan ajaran Islam. Mereka belajar Islam bukan untuk
mengetahui hakikatnya, dan menyingkap kebenarannya untuk diikuti,
tetapi mereka bertindak menghakimi Islam.

Dibuatlah metode sendiri untuk mempelajari Islam yang tak dikenal


dalam tradisi keilmuan Islam. Digulirkanlah metode hermeneutika
untuk memahami nash-nash Al-Qur'an. Untuk mempelajari hadits, fiqih,

39 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


sejarah dan sebagainya mereka memiliki metode sendiri yang tidak ada
kaitannya dengan keilmuan Islam.

Dibuat pula istilah-istilah yang mencerminkan kerancuan pemikiran.


Seperti Islam inklusif, ekslusif, progresif, liberal, pluralis, sosialis,
radikalis, dsb. Untuk memecah belah juga mereka mengelompokkan
umat Islam menjadi: fundamentalis, modernis, tradisionalis, moderat,
dsb.

Sayangnya, jalan kedua ini diikuti oleh kalangan muslim sendiri.


Banyak anak-anak muda muslim yang belajar ke mereka, lalu pulang ke
negerinya masing-masing menyebarkan cara belajar Islam seperti itu.
Tak terkecuali di Indonesia. Banyak anak muda muslim yang telah
memilih jalan kedua ini. Mereka tak tertarik dengan cara pertama. Hal
itu dikarenakan masih sangat minimnya pengenalan mereka
terhadapnya, ataupun karena sudah tertanam dalam benak mereka
bahwa itu adalah cara yang kuno. Dan memang, kebanyakan perguruan
tingginya telah didominasi oleh metode belajar Islam ala orientalis barat
tersebut.

Maka bermunculanlah para mahasiswa dan sarjana-sarjananya yang


secara indentitas muslim, secara sadar ataupun tidak mereka
menempatkan posisi mereka di luar agamanya sendiri. Dengan
mengkritik sekeras-kerasnya, memandang secara negatif setiap apapun
yang bersumber dari Islam, membela kesesatan, merendahkan para
ulama, dan sebaliknya mengagumi para orientalis. Akal mereka telah
terjungkir balik. Mereka pun bangga menjadi liberalis dan sekularis,
yang memandang Islam secara liberal dan sekuler.

40 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(24) Ketika hukum pandang bulu, dimanakah keadilan?

(16-November-2016)

Meskipun Ahok telah berstatus


tersangka, namun ia tidak ditahan.
Tidak seperti aktivis HMI yang
langsung ditangkap dan ditahan,
begitu pula tersangka-tersangka yang
lainnya. Ada apa? Apakah memang
pihak polisi masih bermain-main dan bersandiwara? Dan apakah status
"tersangka" ini hanya sebatas tipuan belaka?

Bagi suatu bangsa yang mengaku bernegara hukum dan taat pada
hukum, seharusnya hukum itu diberlakukan bagi semua tanpa pandang
bulu. Semua lapisan masyarakat mesti tunduk pada hukum tersebut.
Tidak ada perbedaan antara si miskin dan si kaya, antara orang biasa
dan orang terpandang, antara rakyat dan pejabat, dan antara yang
dipimpin dengan yang memimpin. Agar tidak ada suatu kezhaliman dan
kesewenang-wenangan.

Namun, terkadang manusia itu picik, lebih mementingkan kepentingan


pribadi daripada kemaslahatan bersama. Lebih merasa enak meraup
keuntungan materi daripada bersusah payah berbuat untuk orang
banyak. Hukum pun akhirnya dibeli dengan uang. Standar ganda pun
diterapkan, agar hukum itu berlaku pada orang lain, dan tidak pada
dirinya. Inilah orang yang mengikuti hawa nafsunya.

Ini sebenarnya disebabkan oleh orientasi hidup manusia sendiri yang


menjadikan materi sebagai ukuran keberhasilan. Inilah yang dinamakan
dengan paham materialisme. Jargon keadilan, persaudaraan dan
kemanusiaan, hanya sebagai penghias bibir belaka. Sebenarnya mereka
berkehidupan rimba, tak ubahnya binatang yang berebut makan dan
kesenangan hidup. Kehidupan fisik yang diagungkan, sementara ruhnya
telah mati sebelum terpisah dari jasad.

Jika materialisme yang didorong hawa nafsu cenderung kepada


kesewenang-wenangan, picik dan zhalim, lalu dari manakah sumber
41 | 50 Status Pencerahan – Seri 2
keadilan dan kebaikan? Ia bersumber dari ruh yang terdidik untuk
berbuat baik. Apa yang mendidiknya? Itulah keimanan.

Iman yang sebenarnya bagi seorang muslim, adalah yang


mendorongnya mau bersusah payah di dunia, ridha untuk tidak dapat
untung secara materi, karena berharap balasan di negeri akhirat yang
abadi. Iman kepada Tuhan yang hakiki, Alloh yang maha Esa. Iman
yang telah ditegakkan hujjahnya. Iman yang telah terbukti kemu'jizatan
kitab sucinya dan sempurna sunnah Rasul-Nya.

Jika manusia yang telah tertundukkan oleh hawa nafsunya, mampukah


ia menjadi penegak hukum, apalagi pembuat hukum? Tentu tidak. Yang
ada justeru bertindak mempermainkan hukum dan menjadikannya untuk
kepentingan dirinya.

Bagi seorang muslim, berhukum kepada hukum Alloh adalah suatu


kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Karena itu bagian dari
keimanannya. Jika saat ini negeri-negeri muslim khususnya Indonesia
belum berhukum kepada hukum Alloh, itu karena umat muslim yang
memiliki kemampuan untuk menerapkannya tidak memiliki kekuasaan,
ditambah dengan kurangnya kesadaran umat muslim meski mayoritas
terhadap kewajiban ini.

Hukum yang diberlakukan di Indonesia, meski tidak semuanya


bertentangan dengan syariat Islam, tetapi ia semata-mata dibuat oleh
manusia dan bersumber dari manusia. Sehebat dan seteliti apapun
manusia membuat hukum, tentu akan banyak kecacatan karena
terbatasnya akal manusia. Hukum itu akan terus berubah-rubah setiap
saat, mereka akan berteori dan bereksperimen, sampai jika umat muslim
ini sadar, akan sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada hukum yang
memberi keadilan dan kesejahteraan yang sesungguhnya selain hukum
Alloh.

Di sinilah Alloh menggugah kita, "Bukankah Alloh adalah hakim yang


seadil-adilnya?" (QS. At-Tiin: 8). "Apakah hukum jahiliyah yang
mereka kehendaki, siapakah yang lebih baik hukumnya selain daripada
hukum Alloh, bagi kaum yang yakin?" (QS. Al-Maidah : 50)

42 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Hukum Alloh ini jelas sumbernya, Al-Qur'an dan Sunnah. Karena
dalam segala sesuatu tidak akan terlepas dari hukum Alloh. Karena
Alloh bertanya, "Apakah manusia mengira akan dibiarkan begitu saja?"
(QS. Al-Qiyamah : 36). Artinya tanpa pertanggung jawaban dan hukum
yang mengikatnya. Alloh telah menjelaskan hukum-hukum yang qoth'i,
yang telah jelas tanpa bisa diperselisihkan. Adapun hukum yang zhonni
yang masih membutuhkan pengamatan, di sanalah peran ulama yang
mumpuni untuk melakukan ijtihad. Di sini harus dipahami, ulama
bukanlah membuat hukum, tetapi semata-mata menyampaikan hukum
Alloh berdasarkan ijtihad.

Hukum Alloh yang dapat memberi keadilan, kemakmuran dan


ketentraman, bagi seorang muslim mestinya tidak diragukan lagi.
Apalagi secara empiris pun, telah terbukti dalam sejarah kepemimpinan
Islam. Sejak zaman Rasulullah ‫ملسو هيلع هللا ىلص‬, khulafairrasyidin dan seterusnya.
Keadilan dan kemakmuran tidak hanya dirasakan oleh manusia
termasuk non-muslim saja, bahkan oleh binatang dan alam sekalipun. Di
zaman Umar bin Abdul Aziz misalnya, tidak ada serigala yang
memangsa domba, karena domba adalah hak bagi manusia yang
menggembalanya. Ketika seorang penggembala Arab Badui yang jauh
dari informasi kota mengetahui seekor dombanya dimakan serigala, ia
segera berkata "ini Khalifah pasti telah meninggal dunia", dan memang
benarlah sang Khalifah telah meninggal ketika itu.

Rasulullah ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬dan para khalifahnya adalah para penegak hukum Alloh
yang adil. Dengan keimanan yang telah tertanam, mereka
memberlakukan hukum tanpa pandang bulu, bahkan tanpa berpikir
resiko kerugian menimpa diri mereka.

Aisyah ‫ رضي هللا عُها‬meriwayatkan bahwa orang Quraisy telah


disibukkan oleh perkara seorang perempuan dari Bani makhzum
(kabilah terpandang) yang telah mencuri. Mereka berkata, "siapa yang
hendak berbicara kepada Rasulullah saw tentangnya?" Mereka berkata,
"Siapa lagi yang berani berbicara selain Usamah bin Zaid ُّ‫رضي هللا ع‬
orang kesayangan Rasulullah ‫ملسو هيلع هللا ىلص‬. Maka Usamah pun berbicara kepada
beliau, maka Rasulullah ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬bersabda,

43 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


"Apakah kamu memberi pembelaan dalam suatu hukum had dari had-
had Alloh?"

Kemudian beliau berdiri lalu berkhutbah, kemudian bersabda,

"Sesungguhnya yang telah mencelakakan orang-orang sebelum kalian,


apabila seorang terpandang dari mereka mencuri, mereka
membiarkannya dan apabila seorang yang lemah mencuri, mereka
menegakkan hukum had terhadapnya. Maka demi Alloh, kalaulah
Fatimah binti Muhammad ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬mencuri, maka akulah yang memotong
tangannya!" (HR. Bukhari-Muslim)

(25) "Muslim" yang terjebak dalam komunisme

(25-November-2016)

Bagi kaum komunis, meski mengaku muslim,


tapi sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari
atheis dan materialis, yakni "tidak ada Tuhan,
dan kehidupan hanyalah materi". Maka wajar
Marx berseloroh "agama adalah candu
masyarakat". Ini muslim yang telah tercerabut dari keislamannya.
Bagaimana tidak, konsep Islam bertolak belakang. Bagi Islam, tiada
Tuhan selain Alloh, Dialah Sang Pencipta segala makhluk. Makhluk ada
bukan karena evolusi teori darwinisme, yang menjadi landasan juga
bagi komunisme. Tapi ia hasil penciptaan yang sempurna. Dialah Alloh
yang Maha Mengatur, Menguasai. Dialah yang memberikan hukum
untuk diterapkan demi kedamaian dan kesejahteraan.

Sang komunis akan berapologis, "inikan hanya sistem ekonomi saja,


aqidahnya tetap islam". Justru apologi ini dapat menghilangkan makna
keislamannya sendiri. Yakni ia menuduh bahwa Islam tidak sempurna,
sehingga memerlukan sistem dan paham yang lain. Ia menganggap
bahwa berislam hanya urusan aqidah saja, sedangkan urusan lainnya
dibiarkan bebas. Ia tidak mengerti bahwa Islam ini adalah agama yang
sempurna, sistem ajarannya lengkap, mengatur seluruh aspek
kehidupan. Bagian-bagiannya tak bisa dipisahkan. Kita diseru, "Wahai

44 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan dan
janganlah mengikuti langkah-langkah syetan, begitu firman Alloh dalam
Al-Qur'an. Bahkan sang komunis lupa bahwa komunisme lahir dan
tidak bisa dilepaskan dari atheisme (anti-tuhan dan agama). Maka wajar,
bagi mereka agama dijadikan sebatas permainan dan alat belaka.

Memang komunisme lahir sebagai respon dari kapitalisme. Para pemilik


modal yang semena-mena, buruh hanya dijadikan alat tanpa diberi
kesejahteraan yang layak, menguasai hasil-hasil bumi dan produksi dan
mengesampingkan hak rakyat. Maka lahirlah komunisme yang
menuntut persamaan hak. Sama rasa, sama rata, begitu slogan mereka.
Menggulirkan kepemilikan bersama dan tidak mengakui hak individu,
kemudian harta benda dan hasil produksi diatur oleh suatu negara atau
apapun dari kelompok mereka. Justru yang lahir juga kesemena-
menaan. Membela rakyat hanya sebatas bualan belaka, pada
kenyataannya juga menyengsarakan rakyat. Revolusi berdarah adalah
cara mereka yang keji. Berapa juta jiwa yang dimusnahkan tanpa hak
oleh kumunisme? Pengaturan ekonomi menjadi hak perut kelompok
mereka yang semena-mena, bahkan tak segan-segan menghabisi yang
berseberangan dengan mereka. Komunisme tak lain hanyalah
menghadapi kezhaliman kapitalis dengan kezhaliman pula. Namun
sebenarnya, karena keduanya adalah saudara kandung yang lahir dari
rahim yang sama, yaitu atheisme dan materialisme, maka akhirnya
mereka bergandengan tangan demi suatu kepentingan materi, dan
menghadapi musuh bersama: ISLAM.

"Muslim" yang terjebak dalam komunisme, betapa sempit pikiran


mereka, terjerat dalam sistem-sistem ekonomi materialis. Andai saja
mereka mau membaca sejarah peradaban Islam dan mengkaji Islam
secara lebih dalam, maka mereka akan menyadari bahwa muslim tak
butuh dengan paham-paham tersebut, bahkan kita dilarang mengikuti
langkah-langkah syetan yang mengelabui tersebut,

Islam telah meretas jalan sistem sosial dan ekomomi yang


berkesejahteraan. Islam mengakui adanya hak individu dan kelompok
secara adil dan seimbang. Bahkan tak hanya hak, namun kewajiban pun
ditetapkan. Hak individu dibatasi dengan adanya kewajiban berzakat

45 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


dan infak serta anjuran waqaf, infak dan shodaqoh. Dalam harta orang
kaya ada hak orang fakir miskin. Orang yang tidak peduli dengan orang
miskin, anak yatim dan menolak memberi meskipun barang-barang
yang sederhana, diangga sebagai pendusta agama, pendusta hari
pembalasan. Dalam praktek-praktek ekonomi ada hukum dan aturannya
yang mengikat, agar tidak terjadi kezhaliman dan sewenang-wenangan.
Bahkan jika anda mempekerjakan orang, berilah makan sebagaimana
anda makan, pakaian seperti anda berpakaian, dan jika membebaninya
di luar kemampuannya, maka bantulah ia. Berikan pula upahnya
sebelum keringatnya kering. Begitulah Rasulullah saw menggariskan
sistem Islam yang memberikan keadilan sebenar-benarnya, bukan
bualan belaka. Dalam kepemilikan bersama pun diantaranya beliau
menyatakan, "kalian bersyerikat dalam tiga hal: air, api dan padang
rumput"

(26) Menuju Aksi Bela Islam III 212

(30-November 2016)

Tiba-tiba saja umat Islam bangkit dari seluruh


penjuru Indonesia bagaikan air bah yang tak bisa
terbendung lagi. Dari mulai aksi 1, 2, hingga kini
menjelang 3. Semangat itu tak pernah surut. Ia
malah terus menggelinding mematahkan segala
bentuk tudingan, membungkam mulut-mulut para pencibir. Segala
upaya untuk menghalangi aksi ini menjadi gagal total. Usaha melobi
ormas untuk memecah belah, tipuan status tersangka pada ahox, hingga
pelarangan transportasi. Kini Ikhwan kita dari Ciamis telah menjadi
pahlawan dengan memilih berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta. Ini
menjadi bukti nyata, ketika iman itu menancap, terlalu murah bualan-
bualan itu di hadapan harga diri menjunjung tinggi Al-Qur'an dan
kemuliaan Islam.

Ini yang tidak bisa dipahami oleh logika politik, logika uang, logika
kekuasaan, logika pencitraan, atau logika apapun. Ini hanya soal hati.
Soal keimanan. Soal ghirah. Soal cinta pada Alloh. Soal komitmen

46 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


terhadap agama. Ya, mereka kaget melihat kenyataan umat Islam ini.
Karena mereka mengukur dengan logika sempit mereka.

Seperti pula kagetnya kaum seperti mereka, bangsa Romawi dan Persia.
Ketika tiba-tiba saja dari gurun pasir yang tandus, bermunculan para
mujahid. Yang malamnya mereka ahli ibadah, dan siangnya ksatria tak
kenal gentar. Dikiranya mereka orang-orang yang lapar, bergerak demi
bayaran. Sekali-kali tidak! Tak ada yang menggerakkan mereka kecuali
Alloh, oleh sebab keimanan yang menentram dalam jiwa. Umat Islam
adalah umat yang satu, yang tak tersekat oleh tempat dan waktu. Mereka
mengemban misi mulia. Menebar kasih sayang bagi seluruh alam.

Kini, dengan izin dan skenario Allah, umat ini mulai bangkit dari
tidurnya. Digerakkan oleh perasaan yang sama, tujuan dan amanah yang
sama. Melupakan segala perbedaan yang sering dijadikan alat oleh
musuh-musuh Islam untuk memecah belah. Untuk bersatu padu,
melebur diri dalam ikatan persaudaraan iman, yang tak akan mampu
terputuskan jika telah kuat.

Aksi mengawal penegakkan hukum terhadap sang penista agama ini,


bukan hanya soal apakah aksi ini akan didengar, ditanggapi, dipenuhi
tuntutannya atau tidak. Toh yang Allah nilai adalah usaha bukan hasil.
Tetapi ini juga terkandung makna besar tentang kebangkitan umat,
kesatuan umat, syi'ar Islam, menampakkan kekuatan umat Islam,
menggetarkan musuh-musuh Allah, menampilkan kemuliaan Islam.

Seperti aksi Umrah Hudaibiyyah Rasulullah saw yang menjunjung


tinggi kedamaian, hingga disepakatinya perjanjian damai Hudaibiyyah.
Aksi ini pun tak lebih dari itu, yang tujuannya melaksanakan ibadah
bersama, shalat Jum'at seraya berdzikir dan berdoa. Demi tegaknya
keadilan, tentu dengan cara damai, bahkan super damai.

Dari sinilah diharapkan, umat Islam Indonesia yang berharga diri tinggi
menjunjung agamanya. Yang tidak hanya bangkit ketika Al-Qur'an
dihina, tetapi juga terus bangkit menegakkan kehidupan yang mulia
berlandaskan Al-Qur'an. Cahaya petunjuk yang senantiasa memberi
solusi bagi setiap permasalahan.

47 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Munculnya generasi baru yang akan mengubah wajah Indonesia ini.
Yang sifat mereka adalah: Allah mencintai mereka, dan mereka
mencintai Allah, lemah lembut terhadap orang-orang beriman, perkasa
terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah dan tidak
takut terhadap celaan orang-orang yang mencela. (Al-Maidah: 54).

Seperti halnya aksi damai Hudaibiyyah yang mengundang janji


kemenangan setelahnya (Fathu Makkah), maka itu pula yang diharapkan
dari aksi ini.

Allohu Akbar! Alloh Maha Besar dari segala apapun juga.

(27) Janganlah lemah mengejar musuh

(14-Desember-2016)

Suatu kekalahan yang menimpa,


ternyata tidak boleh membuat kita
lemah untuk bangkit kembali
mengejar musuh.

Banyak luka yang terasa di perang Uhud. Paman Nabi saw yang
tercinta, Hamzah bin Abdul Muttalib ra, sang singa Allah, harus syahid
bahkan dengan sayatan pedang di tubuh untuk dikeluarkan hatinya.
Belum lagi Mush'ab bin Umair ra, sang anak muda yang hijrah dari
necis ke zuhud, harus tertebas kedua tangannya yang memegang
bendera. Bahkan bendera pun masih ditelungkupkan di antara dada dan
lehernya tanpa kedua tangan. Hingga akhirnya terbunuh, dan kain
kapannya tak mampu menutupi seluruh tubuhnya. Jika kain itu
ditutupkan ke kakinya maka wajahnya terbuka, dan jika ditutupkan ke
wajahnya maka kakinya terbuka. Kain pun ditutupkan ke wajahnya,
sedangkan kakinya ditutup dengan rerumputan idkhir. Meski tidak
banyak kerugian secara materi, tetapi gugurnya para mujahid
menyisakan kesedihan yang mendalam, hingga tangis Rasul pun terisak-
isak. Shofiah tak kuasa melihat jasad saudaranya, Hamzah, dalam
kondisi seperti itu. Dan tercatat yang gugur di pihak muslimin sebanyak

48 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


70 orang. Bahkan Rasul sendiri mengalami luka yang cukup perih.
Bahkan luka itu masih terasa hingga sebulan lamanya. Beliau terpukul
di bagian lambung, gigi taring, bahu, bahkan dua besi menusuk pipi
beliau yang mulia.

Namun sifat orang beriman tidak boleh larut dalam kesedihan. Tetapi
segera bangkit kembali mengejar musuh untuk menunjukkan kekuatan.
Perang Uhud yang terjadi pada 7 Syawal 3 H, esok harinya 8 Syawal 3
H, beliau diperintah beserta muslimin untuk kembali mengejar musuh
yang dikhawatirkan masih belum puas menghabisi muslimin. Perang ini
dikenal dengan perang Hamraul Asad.

Alloh SWT memerintahkan,

"Dan janganlah kalian lemah untuk mengejar musuh. Jika kalian


terluka, maka sesungguhnya mereka pun terluka sebagaimana kalian
terluka, tetapi kalian berharap dari Alloh apa yang mereka tidak
berharap. Alloh Maha Mengetahui, Maha Bijaksana". (QS. An-Nisa :
104)

Maka beliau berpesan, "Yang boleh bergabung bersama kami hanyalah


orang-orang yang sebelumnya bergabung dalam perang Uhud". Hingga
tiba di Hamraul Asad untuk menghadang mereka. Ada kabar bahwa
pasukan musyrikin yang dipimpin Abu Sufyan akan kembali menyerang
dan meluluhlantakkan Madinah. Rasul saw dan para sahabat siap
menghadang mereka. Namun setelah ditunggu selama tiga hari mereka
tidak kunjung datang.

Inilah suatu kekuatan orang-orang beriman. Meski setelah terluka,


namun tetap saja membuat para musuh itu gentar.

Ibrohnya :

Kita jangan merasa lemah untuk terus mengejar sang penista agama,
ahoax, sampai ia masuk penjara. Meski dari aksi ke aksi banyak
menyisakan luka, kita harus tetap bangkit untuk menampakkan
kekuatan. Karena mereka pun mendapat luka dari perjuangan kita.

49 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Bedanya, kita berharap pertolongan, kemenangan, bahkan syahid dari
Alloh, sedangkan mereka tidak berharap itu. Pelindung kita adalah
Alloh, sedangkan mereka tidak punya pelindung. Dan kita tidak
membutuhkan orang-orang munafik dalam perjuangan ini.

(28) Ketika Aqidah Menjadi Suatu Ilmu

(7-Januari-2017)

Agama Islam adalah apa yang datang dari Alloh


berupa wahyu baik langsung (Al-Qur'an) ataupun
dengan lafazh Nabi-Nya (Hadits). Islam
menjelaskan 3 tema besar : Aqidah, Syariat dan
Akhlaq; yang terangkum dalam hadits Jibril
masyhur dengan istilah : Islam=Syariat, Iman=Aqidah dan
Ihsan=Akhlaq. Ketiga tema tersebut menjawab semua kebutuhan sesuai
unsur dalam diri manusia, Islam ditujukan kepada fisik, Iman kepada
akal dan Ihsan kepada ruh.

Dalam wahyu ini ada yang dilalah (pemberi petunjuk makna)nya qoth'i
(makna pasti), ada pula yang zhanni (membutuhkan curahan pikiran
untuk memahaminya/ijtihad). Dalam yang qoth'i itu seluruh kaum
muslimin tidak boleh ada perbedaan karena dia dasar Islam, dan tidak
boleh diklaim oleh madzhab tertentu, sedangkan dalam yang zhanni dari
sanalah muncul madzhab, yang memungkinkan adanya perbedaan.
Masing-masing madzhab itu tidak ada yang 100% benar, karena
tersimpulkan oleh pemikiran manusia, dan manusia tidak ma'shum. Ada
yang benarnya dan ada yang salahnya.

Benarnya dapat pahala dua dan salahnya satu pahala karena berangkat
dari ijtihad. Di sini masing-masing madzhab tidak boleh guluw
(melampaui batas) menganggap madzhabnya sendiri yang benar
sedangkan di luarnya sesat. Sekali lagi ini dalam masalah yang zhanni,
sedangkan dalam masalah qoth'i yang merupakan dasar agama, jika ada
yang menyelisihinya, tentu kita katakan sesat.

50 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Dalam masalah Aqidah pun demikian, tidak semuanya qoth'i, meski
kebanyakannya, tetapi juga ada yang zhanni. Dalam hal zhanni inilah
para ulama fleksibel dalam tradisi perbedaan pendapat, meski diantara
mereka sangat kuat dan tegas dalam berhujjah.

Istilah Ahlus Sunnah itu muncul untuk membedakan dari aliran-aliran


bid'ah dalam Aqidah, yang memang perbedaannya telah keluar dari jalur
dasar Islam.

Sedangkan dalam Ahlus Sunnah, dalam hal-hal zhanninya, tentu ada


perbedaan. Dari sinilah muncul tiga madzhab besar yang sama-sama
Ahlus Sunnah, yaitu madzhab Ahlul Hadits (Imam Ahmad) yang hari
ini dikenal dengan manhaj salaf, kemudian Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah.

Dari sanalah terbentuk ilmu Aqidah, yang terdapat kesepakatan dan


terdapat pula perbedaan. Hal itu menuntut kita untuk tidak guluw, tidak
fanatik madzhab, apalagi mengkafirkan hanya karena perbedaan dalam
ruang lingkup ini. Ilmu ini bisa dinamakan ilmu Aqidah/i'tiqod
(menamai dengan mayoritas pembahasannya meskipun ada yang zhanni
yang tidak sampai pada i'tiqod), ilmu tauhid (menamai dengan
pembahasan terpenting yaitu mengesakan Alloh), atau juga ilmu Kalam
(menamai dengan salah satu pembahasannya yaitu Kalamullah). Laa
musyahata fil isthilah ba'da ittifaqil ma'na (tidak perlu ada perselisihan
dalam istilah setelah ada kesepakatan dalam makna).
Sejak Rasul saw menyebarkan risalahnya, tidak ada perubahan dalam
dasar Aqidah dan cakupannya, hanya saja fokus pembahasan di setiap
zaman bisa berbeda. Ibnu Taimiyyah fokus membahas sisi sifat Alloh
untuk menjawab syubhat pada zamannya, Ibnu Abdil Wahhab
memfokuskan pembasan tauhid ibadah dan kesyirikannya untuk
menjawab permasalahan di zamannya, begitu pun Sayyid Quthb
memfokuskan sisi tauhid hukmiyyah -atau masih bagian tauhid
uluhiyyah / ibadah dalam arti kemestian tauhid itu berhukum kepada
hukum Alloh -tentu dengan pemahaman yang benar- karena menurut
beliau itulah yang penting difokuskan terhadap realitas yang ada. Kita
pun bisa memfokuskan bahasan tertentu untuk menjawab syubhat yang
tengah terjadi. Namun sayangnya kebanyakan muridnya salah

51 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


memahami, menganggap bahwa aqidah terbatas apa yang difokuskan
bahasannya oleh guru mereka.

Dalam menyikapi perbedaan dalam memahami agama ini, kita dituntut


untuk mengikuti yang rojih (pendapat paling kuat) yang kita dapatkan
hasil usaha kita, karena al-'amal bir rojih wajibun laa rojih
(mengamalkan yang rojih itu wajib bukan rojih -dalam hukumnya-
Masih banyak kitab-kitab dalam Aqidah yang perlu dijelajahi agar tidak
guluw, fanatik madzhab, agar memahami inti persoalan, dalam lintas
madzhab Ahlus Sunnah.

Paling tidak ini sebagai peta awal penjelajahan.

(29) Sikap KECURIGAAN dan KETERBUKAAN yang terbalik

(11-Januari-2017)

Kaum fanatik golongan : terhadap yang


tidak segolongan, tidak semanhaj, tidak
semadzhab, meskipun sesama muslim,
bersikap sinis, mentahdzir, mencurigai
perkataan dan gerak-geriknya, menyebar
aibnya, menutup diri bahkan tak mau menyapa, pendapatnya dianggap
sampah, ketika mendebatnya, mendebat dengan sekeras-kerasnya
hingga tak ada lagi adab, seakan persaudaraan di atas iman itu sudah
tidak ada.

Kaum liberal : terbuka menerima segala apa saja dari orang kafir,
hingga melunturkan identitas keislamannya pun dianggap tidak
masalah. Hingga tak ada lagi standar keilmuan yang telah dibangun
secara kuat oleh para ulama Islam. Kedudukan para orientalis dan
tokoh-tokoh kafir disejajarkan dengan para ulama Islam, bahkan lebih
dijunjung tinggi.
Dua-duanya adalah sikap melampaui batas.
Dan lucunya,

Pada saat yang sama, kaum fanatik golongan bersikap dingin-dingin

52 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


saja terhadap konspirasi dan usaha-usaha orang kafir dalam
menyesatkan umat Islam, mereka malah melemparkan lagi kesalahan
kepada orang muslim di luar golongannya. Begitu pun kaum liberal,
ketika mereka sangat terbuka terhadap orang kafir justru sangat sulit
menerima dari kalangan muslimin termasuk para ulamanya. Mereka
mengkritik keras para ulama Islam, tetapi tumpul kritik mereka kepada
para orientalis dan tokoh-tokoh kafir junjungan mereka.

Padahal seharusnya,

Kita mesti menerima perbedaan pandangan dari sesama muslim,


bersikap lemah lembut, rendah hati, saling mengayomi, menumbuhkan
persaudaraan yang kuat meski dalam perbedaan organisasi, manhaj, dan
madzhab. Jangan mudah menyesatkan apalagi mengkafirkan, agama ini
mudah bagi siapa saja yang berpegang teguh pada dasar-dasarnya, tidak
rumit dan sulit yang bisa dipahami dan diyakini oleh orang awam
sekalipun. Sedangkan perbedaan-perbedaan para ulama itu hanya dalam
masalah ijtihadiyyah, yang menunjukkan keluwesan agama ini.
Disinilah indahnya persatuan dalam perbedaan.

Sementara terhadap orang-orang kafir, kita mesti curiga dan waspada


setiap makar yang mereka lancarkan termasuk dengan serangan
pemikiran yang menghancurkan. Meskipun tetap ada sikap rahmat dan
adil kepada mereka. Tidak begitu saja menerima dari mereka, tetapi
dengan sangat teliti, dan jika ada manfaat ilmu ataupun peradaban maka
boleh kita menerimannya dengan syarat tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.

Kedua-dua kelompok tersebut telah kehilangan makna "Asyiddau 'alal


kuffar, ruhamaau bainahum"

53 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(30) Pentingnya Taqyidul Ilmi (Mengikat Ilmu)

(23-Januari-2017)

Sebagaimana perintah Nabi saw, “Ikatlah


ilmu dengan buku” (Hadits sahih riwayat
Hakim dll), atau hadits mauquf yang
dinisbatkan kepada Anas bin Malik ra
“Ikatlah ilmu dengan tulisan”.

Bahkan Allah SWT menekankan


pentingnya tulisan dan buku dalam Al-
Qur‟an. Di antaranya isyarat dalam ayat “Ia (Musa) berkata, “ilmu
tentangnya di sisi Tuhanku di dalam kitab, Tuhanku tidak sesat dan
tidak lupa”. (QS. Thaha : 52).

Ini menjadi tradisi ulama. Di antaranya, Imam Syafi‟i menjadikan


malamnya tiga bagian; untuk shalat, tidur dan menulis. Bila ada satu
masalah yang terpikirkan beliau langsung menuliskannya, bahkan
pernah dalam satu malam beliau harus terbangun sebanyak 20 kali
untuk menuliskan ilmu. Syekh Muhammad bin Thayyib Al-Baqillani,
setiap malam dalam masa yang panjang, tidak tidur sebelum menulis
sebanyak 20 lembar. Ibnu Rusyd Al-Qurthubi setiap hari selalu sibuk
dengan ilmu, termasuk menulis, kecuali hanya dua hari saja ketika
malam pertama pernikahannya dan hari ketika ayahnya wafat. Inilah
yang menjadi jawaban, mengapa sekarang jika kita membuka turats
karya para ulama begitu mencengangkan. Pada saat alat-alat dan
fasilitas untuk menulis tidak semudah sekarang.
Untuk itulah Imam Bukhari mengkhususkan suatu bab dalam kitab ilmu
dalam shahihnya “Bab Menulis Ilmu”. Dan Al-Khatib Al-Baghdadi
menulis satu buku khusus “Taqyidul Ilmi”.
Dalam buku tersebut, Al-Khatib Al-Baghdadi mengemukakan dalam
satu fasal “Kitab menjaga ilmu” diantaranya, Imam Syafi‟i rh berkata,
“Ketahuilah –rahimakumulloh- bahwa ilmu ini akan lari seperti larinya
unta, maka jadikanlah buku-buku sebagai penjaganya dan pena-pena
sebagai pemeliharanya”. Bahkan orang menulis dan menghapal, itu
lebih kuat daripada menghapal saja. Imam Ahmad bin Hanbal rh

54 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


membandingkan hal itu, “Telah menceritakan kepada kami suatu kaum
dari hapalan mereka, dan kaum yang lain dari kitab-kitab mereka, maka
kaum yang menceritakan dari kitab-kitab mereka lebih mutqin.

Tetapi tidak sekedar menulis. Namun sesuai dengan kaidah yang


dilakukan oleh Al-Khalil bin Ahmad rh : “Aku tidak mendengar sesuatu
(ilmu) kecuali aku menuliskannya, aku tidak menulis sesuatu kecuali
aku menghapalnya, dan aku tidak menghapal sesuatu kecuali aku
mendapat manfaat dengannya.”

(31) Tak Pernah Berhenti Berharap

(31-Januari-2017)

Kondisi sulit yang dihadapi umat Islam


saat ini, jangan membuat kita putus
harapan. Allah SWT menyiapkan dua
kemudahan untuk satu kesulitan. "Fainna
ma'al 'usri yusro. Inna ma'al 'usri yusro."
Kita perlu menumbuhkan terus gelombang semangat, meski di tengah
terpaan badai yang dahsyat. Justru di sebalik terpaan demi terpaan yang
dahsyat, ada kemenangan yang dekat, jika kita mampu menjalaninya.
Jalan surga itu tak pernah sepi dari terpaan kesulitan, penderitaan,
goncangan, sampai dipuncak ujian, ketika dari lisan Rasul dan orang-
orang beriman keluar perkataan, "kapankah tiba pertolongan Allah?"
Justru saat itulah Allah menegaskan, "ketahuilah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu dekat!" (Lihat QS. Al-Baqarah : 204).

Rasulullah saw mesti selalu menjadi muara keteladanan. Jejak hidupnya


tak boleh lengah untuk menjadi panduan yang ditapaki. Ujian yang
dihadapinya dan para sahabatnya, mesti menjadi cermin bagi kita,
bahwa apa yang kita alami saat ini, belum seberapa dibanding mereka.

Jika hari ini, hak-hak kita ditekan, aspirasi kita dibungkam, kejujuran
kita didustakan, kedustaan mereka dijujurkan, penistaan mereka yang
menyayat hati kita dianggap biasa, sedangkan kritik kita yang
proporsional dianggap penistaan yang dengan mudah mereka

55 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


kriminalkan, memang begitulah kondisi umat Islam di bawah kekuasaan
musuh, di sepanjang sejarah. Tapi tak seperti itu, jika mereka di bawah
kekuasaan Islam. Inilah yang membedakan derajat umat Islam di
banding umat lainnya, selalu bersikap adil kepada siapapun. Makanya
umat Islam menjadi saksi bagi umat lain di akhirat kelak karena selalu
menegakkan keadilan.

Tak perlu risau kita dianggap berbuat makar oleh mereka, karena
sesungguhnya merekalah yang selalu berbuat makar. "Ingatlah -kata
Allah- ketika orang-orang kafir senantiasa berbuat MAKAR terhadapmu
(Rasulullah, termasuk juga umatnya), agar mereka
MEMENJARAKANMU, atau membunuhmu, atau mengusirmu.
Mereka berbuat makar, dan Allah membalas makar mereka. Allah
sebaik-baik pembalas makar." (QS. Al-Anfal : 30).

Maka, kita tak boleh berhenti berharap dengan terus menjalani petunjuk
Allah, agar kemenangan itu dapat kita raih. Boleh saja ada yang gugur
dalam perjuangan ini, karena sesungguhnya Allah berkehendak
mengambilnya sebagai syuhada. Kita mesti meyakini kaidah "gugur
satu tumbuh seribu", karena sejak awal risalah Islam ini diserukan,
bukankah jumlah pemeluknya terus bertambah? Allah berkuasa
mendatangkan para tentara-Nya silih berganti, sambung menyambung
dalam perjuangan. Karena perjuangan ini bukan tentang siapa di antara
makhluk-Nya, tetapi tentang kebenaran yang tak pernah bisa
dikaburkan. Sepayah apapun mereka mengaburkan kebenaran, tetaplah
kebenaran itu terang benderang, yang malamnya saja bagaikan siang, di
mata orang-orang beriman. Dan untuk Sang Maha Hidup, Pemberi
pertolongan dan Pelindung sejati, yang membuat perjuangan ini selalu
hidup, siapapun pelaku perjuangan tersebut dan kapanpun masanya.
Karena dengan mengenali kebenaran, kita akan mengenal para
pengembannya, bukan sebaliknya

56 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(32) Sebuah Pertarungan

(10-Februari-2017)

Menyadari ini sebuah pertarungan.


Ketika mereka menyerang, kita serang
balik. Tak ada diam dan mundur dalam
peperangan, kecuali untuk mengatur
strategi.

Jangan terprovokasi dan terkesima dengan tuduhan dan pembentukan


opini dari musuh, itu semata-mata untuk menutupi kebobrokan mereka.
Jangan takut ketika sekecil apapun kesalahan dari kita (umat Islam)
dikriminalisasi, apalagi dengan rekayasa fitnah yang murahan,
sedangkan sebesar apapun kesalahan dan kezhaliman mereka, dianggap
biasa saja, begitu mudah dimaafkan tanpa tersentuh proses hukum yang
benar.

Kita selalu diwanti-wanti dan dicari-cari melanggar hukum, padahal


merekalah pelanggar hukum sejati. Kasus korupsi mereka tutupi, penista
agama mereka lindungi. Begitu lihai lisan mereka menyematkan citra
buruk bahwa aksi demi aksi yang kita lakukan, termasuk hari ini 112,
bermuatan agenda politik. Pertanyaannya, apakah mereka tidak sedang
melaksanakan agenda politik, memenangkan si penista agama? Hari ini
mereka mengerahkan aparat, pejabat kacung, ulama-su (bejat), media-
media penipu, orang-orang bayaran, termasuk anak-anak alay doyan
glamour untuk memenangkan si penista agama.

Ketika tak ada lagi tempat mendapat keadilan di negeri ini, maka mari
kita berlindung pada Allah Pemilik segala kekuatan, Sang Maha Adil.
Lalu kita bentuk kekuatan, gelorakan persatuan di seluruh pelosok
negeri. Dan yakinlah, semakin kita dicekik dan ditekkan, maka akan
muncul kekuatan baru. Seperti ketika Nabi saw dicekik dan dipukul oleh
Abu Jahal, maka datanglah kekuatan dengan masuk Islamnya Hamzah
sang singa Allah.

Ini sekali lagi pertarungan, ketika kita dibungkam untuk jangan

57 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


berpolitik, justru mereka dengan mulusnya menjalankan agenda politik.
Ini tidak fair. Politik kita lawan dengan politik. Naif sekali mengatakan
agama Islam terlalu suci dihubungkan dengan politik. Anda tidak tahu
bung, anda tidak paham agama kami jangan berbicara masalah agama
kami seperti junjungan anda yang berbicara seenaknya tentang Al-
Qur'an. Agama kami menyuruh untuk berpolitik memenangkan Islam,
menegakkan Islam sebagai pilar keadilan dan penebar kasih sayang
seluruh alam.

Tindakan makar dan merusak NKRI selalu mereka alamatkan kepada


kita, justru merekalah sebenarnya sedang berbuat makar untuk
menguasai negeri, menguras habis sumber dayanya, memiskinkan
rakyatnya, menancapkan penjajahan yang menyayat hati, yang
bertentangan dengan keutuhan NKRI yang merdeka.

Andaipun kita punya kesalahan dalam berjuang untuk Islam ini, karena
memang kita manusia, namun yakinlah kesalahan kita tak seberapa
dibanding mereka, dan kita punya cara yang elegan dalam mengatasi
kesalahan tersebut. Ketika pasukan Abdullah bin Jahsy di sariyah An-
Nakhlah melakukan keteledoran menyerang di bulan Rajab (bulan yang
diharamkan berperang), inlah yang dijadikan opini besar-besaran oleh
musuh Islam bahwa pihak Muhammad telah melakukan pelanggaran.
Rasulullah saw tidak menyetujui tindakan Abdullah bin Jahys, untuk itu
beliau membayar diyat seorang yang dibunuh dan membebaskan dua
tawanan. Namun Allah SWT mengingatkan, "...Membunuh di bulan
yang diharamkan memang dosa besar, tetapi menghalang-halangi dari
jalan Allah, kufur kepada-Nya, menghalang-halangi dari Masjidil
Haram, mengusir penduduknya, itu lebih besar lagi dosanya di sisi
Allah, dan fitnah (menimpakan penindasan terhadap muslimin) itu lebih
besar dari pembunuhan itu." (QS. 2:217). Dan Allah telah mengampuni
kesalahan Abdullah dan pasukannya itu.

Penyerangan opini media penipu begitu bising di telinga kita. Ini tidak
bisa dibiarkan. Ketika kita mengusir metro tv dan kompas jangan
dianggap sebagai tindakan yang tidak demokratis, justru merekalah
yang tidak demokratis dengan berita-berita dan opini-opini yang
menyerang, tendensius, tidak adil, menyudutkan dan mendiskreditkan

58 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Islam dan umatnya, bahkan menyebarkan hoax dan fitnah. Akan efektik
jika kita tak lagi mendengarkan ocehan mereka. Kita hanya menjadikan
media-media kita, wartawan dan pencari fakta kita sebagai acuan dari
strategi dan pergerakan kita. Seperti halnya di zaman Rasulullah saw,
ketika opini disebarkan melalu media syair. Abu Azzah sang penyair
musuh menyebarkan kebencian bahkan penghinaan terhadap Nabi saw,
ketika dalam tawanan badar ia akan dibunuh tetapi kemudian dimaafkan
karena ia berjanji tidak mengulangi lagi, tetapi ia mengkhianati
Rasulullah saw dua kali dengan mengulanginya lagi, akhirnya
Rasulullah saw menyuruh sahabat untuk memenggalnya saat tertangkap
dalam perang Hamraud Asad. Oleh karena itu, mari kita penggal
(boikot) media-media penipu itu.

(33) Jalan Da’wah 1

(25-Februari-2017)

Sebelum penaklukan Khaibar, benteng terakhir


Yahudi, Ali radiyallahu 'anhu sebagai panglimanya
diberi pesan terlebih dahulu oleh Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam, "Allah memberi hidayah kepada
seseorang melalui perantaraanmu, itu lebih baik
bagimu dari unta merah (harta terbaik orang Arab ketika itu)".

Bayangkan kepada Yahudi saja, bangsa yang sangat membangkang,


masih ada harapan agar mereka menerima hidayah, dan di saat mereka
akan ditaklukkan.

Ini mengandung pesan betapa pentingnya da'wah itu disampaikan.


Kepada siapapun, dari berbagai kalangan. Baik melalui lisan ataupun
tulisan.

Kalaulah bukan karena semangat ini, juga karena ancaman ayat Al-
Qur'an terhadap yang menyembunyikan ilmu, niscaya tangan ini tidak
akan tergerak untuk menulis, juga lisan tidak akan tergerak untuk
bertutur, menjalankan tugas da'wah dan menyampaikan amanah ilmu.

59 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Tak perlu ada orang mengira pamer ilmu dan menuduh sok suci. Para
da'i itu bukanlah manusia sempurna, mereka hanya sedang
melaksanakan tugas da'wah. Jika untuk da'wah itu pribadinya mesti
sempurna dulu, tentu tidak akan ada yang berda'wah, sedangkan da'wah
itu sendiri adalah kewajiban. Jika bukan kita, lalu siapa lagi? Tentu
sambil terus memperbaiki diri.

Ya Allah, mudahkanlah tangan ini untuk terus menggoreskan karya-


karya penuh manfaat yang memang telah menjadi tekad terpancarkan
dalam ide-ide pemikiran, juga tutur lisan yang mampu menembus hati
menjadi wasilah sampainya hidayah, serta diri yang senantiasa selaras
dan menanjak dalam keshalehan.

(34) Hajr Jamil

(14-Maret-2017)

Allah saja yang Maha Agung dan Maha Mulia,


masih ada manusia yang mengingkari-Nya,
membenci-Nya bahkan menistakan-Nya.
Bahkan Dia memberitahu, hanya sedikit saja
dari hamba-Nya yang bersyukur kepada-Nya.

Maka apalah lagi kita makhluk yang lemah, banyak kekurangan dan tak
luput dari dosa. Sudah pasti akan ada yang membenci bahkan menghina
dan menjatuhkan, disamping ada yang suka dan senang.

Maka petunjuk terindah dari Allah adalah,

"Bersabarlah dari apa yang mereka katakan, dan tinggalkanlah mereka


dengan cara yang elok (hajron jamilaa)" (QS. Al-Muzzammil: 10).

Tak perlu menghiraukan mereka, berusaha menghindari. Menyibukkan


diri dengan yang dapat membangkitkan optimis dan selalu membangun
sikap positif.

60 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Masih ingatkah dengan orang muflis (bangkrut) yang Rasulullah saw
jelaskan, yaitu orang yang membawa pahala shalat, shaum dan zakat
tetapi habis dibayarkan kepada orang yang ia cederai kehormatannya,
karena mencelanya, menuduhnya, merampas haknya, menumpahkan
darahnya dan memukulnya. Bahkan masih kurang, maka dosa orang itu
dilimpahkan kepadanya.

Di balik kesabaran itu ternyata ada keuntungan. Para pencela dan


pembenci itu tanpa sadar sedang memberikan keuntungan pada kita.
Mereka siap untuk melimpahkan pahala mereka dan menanggung dosa-
dosa kita, yang kita sendiri sebenarnya tidak siap menanggungnya.

Bersyukurlah.

(35) Jalan Da’wah 2

(24-Maret-2017)

Sebuah peringatan itu disampaikan


sesungguhnya karena suatu kewajiban.
Disamping terus menempa keshalehan diri
adalah suatu kewajiban, mengingatkannya
kepada orang lain juga merupakan
kewajiban. Dan semua peringatan itu sesungguhnya ditujukan paling
inti kepada dirinya. Karena mewaspadai dari adzab Allah itu, ternyata
tidak cukup dengan menshalehkan diri sendiri, tetapi juga mesti dengan
memancarkan keshalehan itu kepada sekitarnya. Bukankah Allah akan
menyamaratakan adzab-Nya kepada suatu tempat yang zhalim meski di
sana terdapat orang shaleh, bahkan adzab-Nya pertama kali Ia timpakan
kepada orang shaleh itu karena ia diam dari kezhaliman? Jadi tak perlu
ada rasa memandang orang yang memberi peringatan itu sebagai orang
yang sok sholeh, karena satu sama lain berkewajiban saling
mengingatkan, dengan perasaan cinta dan kasih sayang agar bersama-
bersama dapat terhindar dari adzab neraka, na'udzu billah.

61 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Kalau untuk menyampaikan peringatan itu, sang penyampainya mesti
shaleh terlebih dahulu, bahkan dalam tarap yang sempurna, siapakah di
antara kita yang berani mengatakan dirinya shaleh?

Selevel Imam Syafi'i rahumahullah saja tidak berani mengatakan dirinya


shaleh. Begitu tawadhunya beliau, meski dengan ketinggian ilmu dan
amal beliau, yang kaum muslimin di sepanjang masa siap menjadi
saksinya. Karena memang seperti itulah sikap para ulama dan orang-
orang shaleh sesungguhnya. Dalam syairnya beliau mengatakan,

َّ ‫أ ُ ِحةُّ ان‬
َ ‫صا ِن ِحيٍَْ َونَضْثُ ِي ُْ ُه ْى َوأ َ ْر ُجى أ َ ٌْ أَََا َل تِ ِه ُى ان َّشفَا‬
َ‫عة‬

‫ع ِة‬ َ ِ‫اصي َوإِ ٌْ كَُُّا َص َىا ًء فِي ْانث‬


َ ‫ضا‬ ِ َ‫ارجُُّ ْان ًَع‬
َ ‫َوأ َ ْك َزُِ َي ٍْ جِ َج‬

"Aku mencintai orang-orang shaleh dan aku bukan termasuk mereka


Aku berharap mendapatkan syafaat dari mereka
Dan aku membenci orang yang perdagangannya adalah maksiat
Meskipun keadaan kita sama dalam barang dagangannya"

(36) Agama dan politik

(25-Maret-2017)

Kalau ada orang yang mengatakan politik


harus dipisahkan dari agama, seyogyanya
ia mempelajari lagi ajaran agama Islam
ini. Tentu belajarnya kepada ulama yang
telah memahamkan Islam dengan benar,
bukan kepada orientalis. Inilah kacaunya
kita saat ini, belajar Islam bukan kepada ahlinya, tapi kepada orang yang
sejak awal tujuannya ingin menghancurkan Islam. Akhirnya merebaklah
"ulama" Suu. Kalaulah Islam ini hanya sebatas syahadat yang diucapkan
dimulut dan ibadah-ibadah ritual belaka, lalu apa alasan orang-orang
kafir menentang habis-habisan ketika itu, menyakiti Rasul dan terus
berusaha membunuhnya, dan menyiksa sahabat-sahabatnya? Kalau
sebatas ucapan bibir dan ritual, tentu tidak akan mengganggu mereka.
Itu artinya mereka mengkhawatirkan kekuasaan mereka. Sistem sosial

62 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


dan politik yang mereka bangun sekehendak nafsu mereka itu, sangat
takut sekali digantikan dengan sistem Islam. Dan kebanyakan para raja
dan penguasa di muka bumi yang didakwahi oleh Rasul saw, menolak
Islam karena mereka sadar, Islam adalah sistem lengkap yang mengatur
kehidupan. Itulah yang memicu banyak perang yang mesti dilalui
muslimin.

Bukankah sejak awal da'wah Rasulullah saw sudah mengatakan kepada


orang-orang kafir itu, "Ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalian akan
menang. Ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kamu akan menguasai orang-
orang Arab dan orang-orang Ajam (non-Arab)." Masya Allah, beliau
sudah berbicara masalah kekuasaan! Berarti agama ini memang datang
dengan misi politik. Bukankah yang mendorong para sahabat mati-
matian menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia dan kemudian
berhasil melakukan berbagai "futuhat" termasuk bisa sampai ke
Indonesia, dengan misi, ketika ditanya apa misi kalian? Mereka
menjawab, "Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari
penyembahan kepada makhluq menuju penyembahan kepada Khaliq,
dari sempitnya dunia kepada keluasan dunia dan akhirat, dari
kezhaliman agama-agama kepada adilnya Islam". Tentu bukan
gambaran politik yang pahami kebanyakan orang sekarang bahwa
politik itu kotor. Dan itu sebenarnya karena politik dipisahkan dari
Islam -meski para politikusnya mengaku muslim-. Politik Islam itu
bersih tanpa ada intrik-intrik dan kepentingan-kepentingan sesaat dan
licik. Karena menjalankan kekuasaan dan politik itu sesungguhnya
amanah yang sangat besar, bukan ajang meraih prestise dan aji
mumpung. Amanah menjalankan hukum Allah yang menjadi penawar
bagi segala permasalahan manusia, dan -tidak bisa tidak- untuk
tegaknya keadilan.

63 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(37) Sederhananya Akidah Dalam Islam

(28-Maret-2017)

Ketika Jibril 'alahis salam berwujud seorang


manusia duduk berdempetan langsung dengan
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menanyakan
beberapa hal dalam rangka menguji, setelahnya beliau berkata kepada
Umar, "sesungguhnya ia adalah Jibril yang datang kepada kalian
mengajarkan agama kalian".

Maka agama ini tersimpul dalam tiga rukunnya, Islam, Iman dan Ihsan.
Islam khitobnya kepada jasad yang berkaitan dengan amal-amal
lahiriyah termasuk kategori ilmu syariat dan fiqih. Sedangkan iman
khitobnya kepada akal yang kemudian menjadi keyakinan-keyakinan
termasuk kategori ilmu akidah. Dan Ihsan khitobnya kepada ruh
termasuk kategori ilmu akhlaq atau dalam istilah lain ilmu tasawuf.

Akidah ternyata dasarnya simpel, hanya dalam enam rukun iman: iman
kepada Alloh, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-
kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan
iman kepada qodho dan qodar (takdir baik dan buruk).

Siapapun yang mengimani 6 rukun iman tersebut secara global, maka ia


telah menjadi orang beriman. Adapun rincian-rincian masalahnya tidak
setiap orang beriman harus mengetahuinya karena sudah masuk wilayah
ijtihad dan dari wilayah ijtihad itu lahirlah madzhab. 6 rukun iman ini
tidak boleh diklaim sebagai madzhab tertentu, itu bukan madzhab tetapi
itu adalah agama yang datang dari Alloh. Madzhab hanya dalam
masalah-masalah ijtihadiyah yang menimbulkan perbedaan pemahaman.
Dalam permasalahan ijtihadiyah dalam ilmu akidah inilah setiap muslim
tidak boleh mengklaim hanya madzhabnya yang benar sedangkan yang
lainnya menyimpang. Dan ketidaktahuan atau tidak meyakininya karena
ijtihadnya terhadap diantara permasalahan rinci akidah tidak serta merta

64 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


membuat orang tersebut tersesat dari Islam, seperti ijtihadnya Ibnu
Khaldun yang tidak meyakini adanya imam Mahdi karena menurut
beliau tidak ada hadits yang shahih berkenaan dengannya. Bahkan
Aisyah ra sendiri awalnya tidak meyakini adanya adzab kubur sampai
kemudian Rasulullah saw memberitahunya.

Adapun orang-orang atau kelompok yang dinyatakan sesat dan keluar


dari Islam karena memang menyelisihi dasar aqidah Islam yaitu enam
rukun iman tersebut. Syiah disebut sesat karena rukun imannya berbeda,
Al-Qur'an menurutnya telah terjadi perubahan, dst, Mu'tazilah
menafikan sifat-sifat Alloh yang memang telah ditetapkan oleh Alloh,
dst.

Adapun madzhab Al-Atsari (sekarang dikenal dengan Salafi), Al-


Asy'ari dan Al-Maturidi, mereka tidak menyelisihi dasar-dasar aqidah,
mereka semua mengimani dan membenarkan semua yang datang dari
Alloh dan rasul-Nya, hanya saja mereka berbeda dalam memahami
sebagian kecil tentang sifat-sifat Alloh. Semua sepakat tidak boleh ada
tahrif (merubah), tamtsil (menyerupakan dengan makhluk), ta'thil (tidak
menganggap/menafikan) dan takyif (menjelaskan bagaimana), namun
mereka berbeda pendapat tentang boleh tidaknya "ta'wil". Al-Atsari
tidak membolehkan adanya ta'wil dan hanya memilih manhaj tafwidh
(menyerahkan urusan pada Alloh), walaupun sebenarnya tanpa disadari
mereka menempuh ta'wil juga. Sedangkan Al-Asy'ari dan Al-Maturidi
membolehkan ta'wil dan memilih manhaj ta'wil dan tentu juga disertai
tafwidh. Semua madzhab tersebut memiliki dasar dari salaf, maka dalam
hal ini sebenarnya tidak boleh mengklaim hanya kelompoknya saja yang
mengikuti salaf, maka istilah salafi ini sebenarnya tak kurang menuai
kritik karena terkesan memonopoli. Misalnya ta'wil itu ada dasarnya
dari sahabat, para sahabat menta'wil sifat maiyyah 'aamah (kebersamaan
Allah secara umum) yaitu dalam ayat "wahuwa ma'ahum ainama
kaanuu", dita'wil dengan ilmu dan ihathoh (meliputi), jadi maksud
bersama disitu mengetahui dan meliputi.

65 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Contoh Atsari menempuh ta'wil adalah ketika mengkategorikan wajah,
tangan dst adalah bagian dari sifat Alloh. Dimana ada tiga kategori,
yaitu sesuatu merupakan sifat Allah seperti Yang Maha mengetahui,
mendengar, melihat, dst, yang termasuk perbuatan Alloh seperti merasa
senang, menciptakan, datang, dst, dan ada pula yang tidak diketahui
apakah ia termasuk sifat atau perbuatan seperti wajah, tangan, betis, dst.
Madzhab Atsari menyebutnya sebagai sifat, apakah Rasul saw
menyebut sebagai sifat? Tidak, tentu ini bagian dari ta'wil. Karena
sebenarnya ketika suatu lafadz tidak mungkin dipahami secara
hakikatnya maka saat itu lafadz harus dita'wil. Dan menurut argumen
Asy'ari kalau ayat-ayat ahkam boleh dita'wil kenapa ayat-ayat aqidah
tidak boleh? Padahal semuanya dari Alloh (kullun min indillah). Ta'wil
ini menjadi perlu menurut Asy'ari untuk mewaspadai terjerumus pada
takyif terlebih tamtsil bagi orang awam, ketika disebutkan Alloh
memiliki tangan, dan memang terdapat dalam banyak ayat dan hadits
yang shahih, dikhawatirkan orang awam membayangkan bentuknya
bagaimana bahkan menyerupakan dengan makhluk, untuk itulah mereka
menempuh ta'wil bahwa yang dimaksud tangan di situ maksudnya
kekuasaan.

Kaum muslimin mestinya lapang hati terhadap perbedaan tersebut,


karena semuanya dalam posisi ijtihad, jika benar dapat dua pahala dan
jika salah dapat satu pahala. Tidak perlu fanatik dan menyesatkan orang
berbeda pendapat. Kalau anda memilih di antara pendapat tersebut
silahkan saja kemukakan hujjah-hujjah yang menguatkannya, dan
dengan begitu bukan berarti mengecilkan pendapat yang berbeda. Inilah
sikap ilmiah. Dan jangan malah menyerang kepada pribadi secara
subjektif, itu bukan akhlaq ulama. Maka dalam hal ini, mari kita
mengakui, selain imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyyah, Ibnul
Qoyyim, Adz-Dzahabi, Ibnu Kasir, dan ulama-ulama lain dalam
madzhab Atsari sebagai ulama, begitu pula kita anggap sebagai ulama
dari kalangan Asy'ari seperti imam Abu Hasan Al-Asy'ari, Abu Hamid
Al-Ghazali, Al-Baqillani, Ar-Razi, Al-Juwaini, Al-Qurthubi, Ibnu Hajar

66 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Al-'Asqolani, As-Suyuthi, dst, begitu pula dari madzhab Al-Maturidi,
Abu Manshur Al-Maturidi, An-Nasafi, At-Tiftazani, Al-Jurjani, As-
Samarqondi, dst. Dan di zaman ini pun selain mengakui Ibnu Utsaimin,
Al-Albani, Bin Baz, dll, kita mesti mengakui sebagai ulama Yusuf Al-
Qardhawi, Abdullah bin Bayyih, Ad-Dadaw Asy-Syanqithi, Al-Qurah
Dagi, begitu pula Al-Buthi, dll. Rahimahumulloh wa hafizhahumulloh
jami'an.

(38) Pengertian SALAF

(11-April-2017)

1. Menurut bahasa maknanya ma


madho wa inqodho (apa-apa yang telah
berlalu dan telah lewat). Lawan kata
dari "kholaf" yang datang belakangan.
Orang Arab biasa menggunakan kata "salafuna" yang berarti pendahulu
kita, nenek moyang kita, menunjukkan suatu kebanggaan. Ini bisa kita
gunakan untuk menyebut para pendahulu kita dari orang-orang shaleh
sebagai suatu kebanggaan, dari Rasulullah saw, para sahabat, tabi'in,
tabiut tabi'in, dan seterusnya sampai orang tua kita yang telah wafat
mendahului kita. Misalnya, ulama tanah air kita, "Buya Muh. Natsir,
Buya Hamka, Hasyim Asy'ari, A. Hassan, adalah salaf kita". Di sini,
salaf memiliki keutamaan dibanding kita yang kholaf, karena mereka
telah mewariskan ilmu dan karya amal untuk kita yang pahalanya lebih
banyak dan terus mengalir untuk mereka. Mereka dinisbatkan kepada
kita adalah salaf kita, sedangkan kita adalah kholaf mereka. Sedangkan
kita dinisbatkan kepada generasi setelah kita, kita adalah salaf mereka
dan mereka adalah kholaf kita.

2. Kata Salaf yang digunakan sebagai istilah untuk menyebut tiga


generasi awal yang sholeh yaitu generasi Rasulullah saw dan para
sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in, atau untuk menyebut generasi pertama
saja. Jika dikatakan mengikuti manhaj Salaf dalam pengertian ini,

67 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


artinya mengikuti jalan mereka dalam beragama "secara umum"
misalnya menerima ijma mereka, misalnya ijma sahabat dalam jam'ul
Qur'an (pengumpulan Al-Qur'an) pada masa Khalifah Abu Bakar ra
sebagai suatu dalil yang qoth'i, berdalil dengan al-Qur'an, kemudian
Sunnah, kemudian ijtihad. Jika terdapat perbedaan pendapat di antara
mereka maka diambil yang rojih (lebih kuat) menurut kemampuan
penelitian yang dilakukan. Inilah yang disebut manhaj salaf. Maka
dalam hal pengertian ini setiap muslim harus bermanhaj salaf, karena
kalau tidak mengambil ilmu dari mereka, yang secara sanad sampai
kepada Rasulullah saw, lalu dari siapa lagi? Dan manhaj salaf dalam
pengertian ini bukanlah milik golongan tertentu dan madzhab tertentu,
tetapi ia milik seluruh muslimin. Adapun dalam masalah2 khusus dalam
wilayah ijtihad, seperti banyak dalam masalah fiqih dan sedikit dalam
masalah aqidah, dimana para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in pun
berbeda pendapat, tidaklah mengikuti salah satu pendapat mereka
disebut manhaj salaf sedangkan yang lainnya tidak, karena mereka
sama-sama salaf tapi berbeda pendapat, mengikuti manhaj salaf di sini
maksudnya secara umum, yaitu mengikuti yang kita anggap paling kuat
berdasarkan hujjah.

3. Kata Salaf yang digunakan untuk menyebut madzhab tertentu dalam


aqidah. Yaitu yang telah digariskan oleh imam Ahmad, kemudian
dipertegas oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qoyyim rh.
Karena ini suatu madzhab, maka sifatnya sebagai sebuah ijtihad. Sama
dengan ijtihad ulama lain dalam madzhab yang berbeda yaitu madzhab
Asy'ari dan Maturidi. Di sinilah banyak yang terkecoh, mengikuti
madzhab salaf dalam pengertian ini dianggapnya adalah mengikuti
manhaj salaf dalam pengertian yang kedua, sehingga siapa yang
menyalahinya dianggap sesat dan keluar dari Islam. Padahal madzhab
salaf ini bukanlah madzhab para sahabat, bukan pula madzhab tabi'in,
karena pada zaman mereka belum ada madzhab, madzhab baru muncul
pada zaman tabi'ut tabi'in karena tuntutan situasi yang memang berbeda
dari sebelumnya. Baik imam Ahmad, Al-Asy'ari maupun Al-Maturidi

68 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


sama-sama berijtihad dalam memahami nash-nash aqidah misalnya
berkenaan dengan sifat-sifat Allah dan semuanya memiliki dalil yang
kuat dari pendahulu mereka. Kalau madzhab hanbali tidak
menggunakan ta'wil, sedangkan madzhab Asy'ari dan Maturidi
menggunakan ta'wil, keduanya2 punya dalil yang kuat. Misalnya, ta'wil
itu juga pernah dilakukan oleh para sahabat dalam satu sifat Alloh yaitu
berkenaan dengan "maiyyah 'aamah" (kebersamaan Allah secara umum
dalam ayat "wahuwa ma'ahum ainama kaanuu") kata bersama disitu
ditakwil dengan arti al-'ilmu wal ihathoh (maksudnya Allah mengetahui
dan meliputi mereka). Ini wilayah ijtihad dalam hal masalah furu' dalam
aqidah. Tidak boleh mengklaim bahwa madzhabnya saja yang benar
sedangkan yang lainnya sesat. Makanya penamaan madzhab hanbali
dengan madzhab salaf sedangkan Asy'ari dan Maturidi disebut madzhab
kholaf, ada para ulama yang tidak setuju karena terkesan memonopoli
bahwa madzhab salaf lah yang benar, yang bersumber dari para sahabat
sedangkan yang lainnya tidak. Tentu monopoli seperti ini tidak benar
bahkan bisa terjerumus pada kezaliman. Dalam hal ini kita dituntut
bersikap adil dan inshaf. Penyebutan kata salaf dan orangnya disebut
salafi dalam pengertian ini, memang baru muncul belakangan, karena
sebelumnya dikenal dengan madzhab Atsari. Boleh saja digunakan
istilah salaf dalam pengertian ini asal jangan ada sikap monopoli seperti
tadi. Karena baik madzhab Atsari, Asy'ari dan Maturidi adalah sama-
sama ahlussunah yang berada dalam koridor kebenaran karena
menerima semua yang datang dari al-Qur'an dan Hadits yang berijtihad
dalam memahaminya, dan tidak menutup kemungkinan mereka semua
terjatuh kepada kesalahan, karena mereka tidak ma'shum.

69 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(39) Mauritania: Rahim Para Ulama

(19-April-2017)

Para ibu di Mauritania akan MALU jika


anaknya telah menginjak usia 7 tahun
belum menghapal 30 juz Al-Qur'an.
Masya Allah!

Memang kehidupan mereka masih baduy, di tengah padang pasir


dengan fasilitas yang masih sangat sederhana. Tapi tradisi keilmuan
mereka sungguh sangat tinggi. Sudah jamak di kalangan mereka yang
hapal ribuan hadits dengan sanad dan berbagai matan ilmu.

Dari sebuah tempat pendidikan bernama Mahzharah, lahirlah banyak


ulama yang sangat hebat. Tak ada tandingannya dari berbagai perguruan
tinggi manapun.

Kemuliaan seseorang itu terletak pada ilmu Islam dan ketaqwaan yang
melekat pada dirinya, bukan pada harta kekayaan dan pencapaian
materi.

Lalu apa yang sudah kita lakukan di tengah mewahnya fasilitas?

(40) Bermula dari rasa takut

(20-April-2017)

Ketika seseorang takut dirinya akan


celaka, maka dia akan mencari tahu cara agar
dirinya selamat. Dia tidak akan merasa
tentram sebelum memahami cara tersebut
dengan jelas.

Begitulah landasan belajar dalam Islam. Bermula dari rasa takut


kepada Allah, takut akan siksaan-Nya. Seorang mu‟min yang telah
beriman kepada Allah, rasa takutnya akan mendorong dirinya mencari
70 | 50 Status Pencerahan – Seri 2
tahu cara agar selamat. Tidak ada seorang manusia pun yang
mengetahui cara tersebut. Hanya Allahlah yang mengetahuinya. Maka
Allah menurunkan cara tersebut melalui rasul-Nya berupa wahyu.
Wahyu itu kemudian diajarkan kepada umatnya, dan secara turun-
temurun diajarkan, hingga menjadilah ilmu-ilmu Islam, yang keaslian
wahyu tersebut telah dijamin penjagaannya oleh Allah SWT.

Bukankah pada awalnya Rasulullah saw memperingatkan umatnya


dari siksa yang keras agar tertanam rasa takut dalam dirinya? Saat
pertama kali beliau mengumumkan da‟wahnya di atas bukit Shafa
beliau bersabda, “Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan bagi
kalian sebelum datangnya adzab yang keras!”. Bahkan beliau
memperingatkan perkabilah dan perorang, “Wahai bani Ka’b bin Luay,
selamatkan diri kalian dari neraka! Wahai bani Murrah bin Ka’b,
selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai bani Abdi Syams,
selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai bani Abdi Manaf,
selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai bani Hasyim,
selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai bani Abdul Muttalib,
selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah
dirimu dari neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa berbuat apapun
terhadap diri kalian di hadapan Allah, selain kalian memiliki tali rahim,
maka aku akan membasahinya menurut kebasahannya.” (HR. Muslim,
kitab Iman, bab tentang firman Allah dan berilah peringatan kepada
kerabatmu yang dekat).

Rasa takut inilah yang mendorong para sahabat untuk bersemangat


dan berlomba-lomba belajar kepada Rasulullah saw. Ketika turun ayat,
“Wahai orang-orang beriman! Jagalah diri kalian dan keluarga kalian
dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, padanya
ada malaikat yang bengis lagi keras, mereka tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan mereka
mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (QS. At-Tahrim
: 6), para sahabat paham bahwa cara menjaga diri dan keluarga dari

71 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


siksa neraka adalah dengan belajar ilmu Islam serta mengamalkan ilmu
tersebut. Maka Ali ra misalnya menafsirkan ayat tersebut, “Ajarkanlah
mereka adab, ajarkanlah mereka ilmu.” (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, hal.
167). Karena memang, perintah yang pertama kali turun sebelum
perintah-perintah syariat adalah perintah untuk belajar ilmu wahyu yang
diturunkan oleh Allah, yaitu “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dan Tuhanmu maha pemurah. Yang telah mengajarkan
melalui perantaraan pena. Yang telah mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (QS. Al-„Alaq : 1-5).

Rasa takut yang melandasi aktifitas belajar itu, tidaklah berarti


menjadi hilang ketika kita telah selesai belajar. Namun ia tetap
dipelihara, bahkan sampai pada puncaknya ketika seseorang telah
mencapai derajat ulama atau ahli ilmu. “Hanyalah yang sangat takut
kepada Allah dari hamba-hamba-Nya itu adalah para ulama.” (QS.
Fathir : 28). “Tidaklah layak bagi orang-orang beriman untuk
berangkat seluruhnya ke medan perang, mengapa tidak dari setiap
golongan dari mereka ada sekelompok orang yang berangkat untuk
memahami dengan mendalam (tafaquh) terhadap agama, agar mereka
memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali
kepada mereka, semoga mereka bersikap mawas diri.” (QS. At-Taubah
: 122). Karena rasa takut itu akan terus menjadi energi bagi orang
berilmu yang mendorongnya untuk segera beramal dengan ilmu
tersebut, untuk segera menempuh jalan yang telah dipahaminya dengan
penuh perjuangan. Bahkan aktifitas belajar mengajar itu selalu bermuara
pada rasa takut kepada Allah. Perhatikan pada ayat diatas, untuk murid
dikatakan “semoga mereka bersikap mawas diri”, berarti pula selalu
berhati-hati, selalu memiliki rasa takut. Dan untuk guru dikatan, “agar
mereka memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah
kembali kepada mereka”, ini adalah tugas guru kepada murid, yaitu
menanamkan dalam diri mereka rasa takut kepada Allah, memberi
mereka peringatan terhadap siksa yang pedih. Lalu mengapa saat ini

72 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


proses belajar mengajar dalam pendidikan kita, sangat susah untuk
membawa nama Allah, mengaitkan ilmu yang kita ajarkan untuk
mengingat Allah, terlebih dapat mengarahkan mereka agar takut kepada
Allah?

Kita tidak boleh merasa puas dengan ilmu yang telah diraih, karena
kita diajarkan untuk terus menambahnya, “Dan berdoalah, Ya Tuhanku
tambahkanlah untukku ilmu.” (QS. Thaha : 114). Perintah untuk belajar
itu bukanlah dengan menghasilkan pemahaman yang ala kadarnya,
tetapi mesti dengan pemahaman yang mendalam sebagaimana termuat
dalam kata tafaquh. Karena memang, ilmu yang mendalam itu akan
berkaitan dengan setiap amal yang kita lakukan dengan teliti, karena
sedikitpun tidak ada yang lengah dari pengetahuan dan penglihatan
Allah SWT, dan Allah maha teliti dalam menghisab setiap amal kita.
Oleh karena itu, kita mesti teliti dan mendalam dalam mempelajari ilmu,
agar pengamalannya pun bisa dipertanggungjawabkan secara teliti.
Belajar ilmu Islam ini, selain sebagai usaha yang sungguh-sungguh
untuk bisa selamat dari neraka, juga penentu bagi derajat kita di surga.
Semakin berkualitas ilmu yang kita pelajari, selanjutnya semakin
berkualitas iman dan amal kita, dan itulah yang menentukan tingginya
derajat kita di surga. Wallahu A’lam.

Menggali akar pendidikan Islam, Muhammad Atim.

(41) Kartini bukan Kebanggaan Kita

(21-April-2017)

Saatnya sebagai umat Islam Indonesia


menyusun sejarahnya sendiri, karena walau
bagaimana pun sejarah itu tergantung sudut
pandang. Para ulama dan mujahid yang telah mengislamkan dan
memerdekakan Indonesia, merekalah yang layak kita kenang dan
memberi inspirasi dalam perjuangan. Jangan kita anggap enteng
pengaruh sejarah itu. Khususnya yang diajarkan untuk anak-anak didik

73 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


kita. Kartini bukanlah bagian dari sejarah kita. Dia hanya membawa ide
feminisme (kesetaraan gender), yang menyamaratakan laki-laki dan
perempuan, yang tentu bertentangan dengan Islam yang menempatkan
laki-laki dan perempuan pada tempatnya sesuai fitrahnya, dalam Al-
Qur'an dengan jelas dikatakan,

‫ونيش انذكز كاألَثى‬

"Tidaklah sama antara laki-laki dan perempuan" (QS. Ali Imran : 36)

(42) Pendidikan adalah Akar Peradaban

(21-April-2017)

Ketika sekarang kita bersemangat ingin


menerapkan Islam di Indonesia, kita
butuh pemimpinnya, ulama-ulamanya
yang mumpuni, muftinya,
qodhi/hakimnya, tentara dan
kepolisiannya yang menerapkan Islam, para muhtasib yang mengawasi
berjalannya pasar sesuai Islam, para pengusahanya yang paham fiqih
buyu', masyarakatnya yang bercara hidup Islam, pertanyaannya
sudahkah kita siapkan itu semua?

Dari manakah orang-orang itu dipersiapkan? Jawabannya dari


PENDIDIKAN.

Sementara wajah pendidikan kita hari ini sedang carut marut diguyur
dengan materialisme yang menjadikan lembaga pendidikan sebagai alat
untuk menghasilkan uang, tujuan belajar adalah untuk kerja dan kerja,
mencari uang, bahkan menjadi buruh. Komersialisasi aktifitas
pendidikan. Dan tak terkecuali di lembaga pendidikan Islam, sudah
merambah ke dunia pesantren.

Tradisi pendidikan Islam yang sejatinya wajib dijalani setiap muslim


telah tercemari oleh budaya jahiliyah. Para penjajah telah berhasil
mencemari aktifitas pendidikan kita, yang kemudian tak sadar

74 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


diteruskan oleh pemerintahan kita. Kita perlu belajar, bagaimana para
ulama pendahulu kita di negeri ini menjalankan pendidikan. Dahulu
pendidikan pesantren benar-benar menjadi basis lahirnya para ulama
dan mujahid yang menandingi pendidikan yang dijalankan kolonial
Belanda.

Maka perlu untuk menggali kembali akar pendidikan Islam, baik dari
para pendahulu kita di negeri ini, terlebih kepada sumber acuan
pendidikan kita yaitu sistem yang telah dijalankan oleh Rasulullah saw
kepada para sahabatnya, yang kemudian dilanjutkan secara sambung
menyambung oleh para ulama dan orang-orang sholeh berikutnya.
Merekalah tokoh-tokoh teladan kita dalam pendidikan.

Menggali kembali tradisi pendidikan dan keilmuan Islam, yang


kemudian kita coba terapkan dalam pendidikan kita, adalah sebuah
upaya yang mesti kita lakukan. Karena perbaikan pendidikan itu bukan
di tangan orang lain, tapi di tangan kita khususnya para guru.

Peradaban kita tergantung pendidikan kita.

Dengan menggali warisan ilmu para ulama baik terdahulu maupun


kontemporer. Yang hasil penggaliannya bidznillah akan dishare baik
dalam bentuk tulisan maupun kajian secara lisan dalam sebuah program
yang saya beri nama "Menggali Akar Pendidikan Islam"

(43) Khilafah itu Ajaran Islam

(4-Mei-2017)

Khilafah itu bukan hanya milik HTI (Hizbut Tahrir


Indonesia) tapi milik seluruh umat Islam. Karena sudah
menjadi kewajiban yang ditetapkan oleh syariat dan
disepakati oleh para ulama untuk mengangkat seorang
pemimpin (Khalifah) bagi seluruh muslimin di dunia.
Dan untuk menuju ke arah sana, tentu tidak mudah, perlu perjuangan
berat dan proses yang panjang secara bertahap, terlebih setelah
terpecah-pecahnya muslimin. Khilafah bukan masa lalu, tapi ia masa

75 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


depan sebagaimana dikabarkan Nabi saw dalam hadits yang shahih,
"Khilafah 'ala manhajin nubuwwah".

Namun meski umat Islam belum memiliki Khalifah, mereka tetap


berkewajiban menjalankan syariat Islam, apapun bentuk negaranya.
Undang-undang yang dibuat di negara itu mesti adalah implementasi
dari syariat Islam, karena bagi muslim tidak boleh membuat hukum
selain dari hukum Alloh, karena ia konsekwensi dari Islam itu sendiri,
kalau ada orang mengaku muslim tapi menolak syariat Islam, ia harus
syahadat lagi. Karena konsekwensi syahadat adalah tunduk dan patuh
menjalankan semua hukum Allah, secara kaffah, tidak boleh sebagian-
sebagian. Meski belum mampu menjalankan seluruhnya, namun tetap
wajib untuk berusaha ke arah sana.

Syariat Islam itu tidak bertentangan dengan Pancasila, dan sebaliknya


Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Coba teliti adakah kata-kata
dalam Pancasila yang bertentangan dengan Islam? Menjalankan
Pancasila adalah menjalankan sebagian dari syariat Islam, dan
menjalankan syariat Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Bahkan
istilah-istilah dalam Pancasila itu istilah-istilah Islam; adil, beradab,
kerakyatan, hikmah, permusyawaratan, perwakilan. Malah, kata
demokrasi itu tidak ada dalam Pancasila yang ada adalah musyawarah,
mestinya pengangkatan pemimpin kalau beradaskan Pancasila adalah
dengan musyawarah bukan dengan demokrasi, terlepas dari ada
persamaan dan perbedaan di antara keduanya, dan itu adalah bagian dari
syariat Islam.

Kalau masih ada yang fhobia dengan syariat Islam, mestinya ia belajar
tentang hakikat syariat Islam yang sebenarnya jangan mengikuti opini-
opini yang memberikan citra buruk. Kalau orang sudah paham, maka ia
akan tahu bahwa syariat Islam itu aturan yang sangat indah dan yang
memberikan keadilan yang sesungguhnya. Aturan yang bisa ditegakkan
ditengah kemajemukan yang memberikan keadilan bagi seluruhnya,
yang memberi rahmat bukan hanya bagi muslim tapi juga bagi non-
muslim. Orang beriman tidak perlu lagi ragu dengan syariat Islam,
karena keraguan bukanlah keimanan, tinggal ia lebih mendalaminya

76 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


kemudian menjelaskannya kepada non-muslim sembari
membuktikannya.

(44) Kekuatan Yang Terserak

(7-Mei-2017)

Anak muda, kekuatan yang terserak.


Alangkah hebatnya jika disatukan dalam
sinergi. Tak perlu sama dalam keilmuan
dan kemampuan, karena setiap orang
punya kelebihan yang bisa dibagi dalam
kebersamaan dan kebekerjasamaan. Bergerak dalam jalur ilmu,
merencanakan kemanfaatan bagi diri dan sekitar, mengeksekusi segala
kesepakatan dan yang mungkin dilakukan. Tak perlu muluk-muluk yang
tak mampu dijangkau, karena prestasi dan kebesaran itu sebenarnya
adalah ide sederhana yang direalisasikan.

Jika mereka punya sejarah kepahlawanan tentang pemuda, kita pun


sama. Hanya bedanya, kita pada jalan keimanan. Memilih yang termulia
untuk diperjuangkan, perjuangan di jalan Alloh. Berseksama menebar
cahaya ilmu Islam yang menjadi solusi bagi semua permasalahan
kehidupan, menggairahkan da'wah agar
setitik cerah kembali singgah di hati yang
lelah karena hidup yang banyak masalah,
sembari merajut ukhuwah dalam amal-
amal yang penuh berkah. Untuk
membuktikan bahwa hidup bukan hanya
soal perut dan hiasan dunia, tapi ada
keyakinan iman yang mesti diperjuangkan.

Tak ada iming-iming dunia dan raupan keuntungan materi. Apalagi


proyek-proyek pragmatis untuk sebuah politik dan komersialisasi. Tidak
sama sekali. Hanya saja kita punya keyakinan, jika kita membela agama
Alloh, Alloh pasti membela kita. Mencukupkan segala kebutuhan kita,
bahkan memberi keberkahan.

77 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Sudah menjadi sunnatulloh bahwa di tangan anak mudalah segalanya
bisa berubah. Ketika kanak-kanak yang hanya pasrah pada lingkungan
yang menentukan arah, di masa tua yang kadang sempit langkah dalam
balutan segala kecemasan dan kurungan pola pikir yang lemah tak lagi
bergairah. Maka pemudalah penantang segala resiko. Karena masa
muda adalah kekuatan di antara dua kelemahan.

*Musyker tahun ke-2 pemuda persis pc. Cipatat, kab. Bandung Barat,
30-4-2017

(45) Jika Anak Muda Kembali Kepada Al-Qur’an

(7-Mei-2017)

Alangkah indah jika anak muda saat ini


kembali kepada Al-Qur'an. Telah sekian lama
kebanyakan kita meninggalkan Al-Qur'an
entah karena suatu kesibukan, padahal
kesibukan mana yang lebih besar daripada
bersama sang Pencipta dalam hidangan Kalam suci-Nya? bahkan
mungkin telah berkurang rasa bangga itu kepadanya.

Banyak sudah dan tak terasa yang menceraikan kita dari Al-Qur'an dan
kebanggaan padanya. Suguhan-suguhan teknologi yang melenakan,
cerita-cerita fiktif imajinatif yang membuat hidup dalam khayalan
sembari mengabaikan kisah-kisah menakjubkan pilihan Alloh, seabreg
tips dan buku-buku howto untuk bahagia hidup tanpa melirik petunjuk
jitu dari Al-Qur'an, aneka hiburan dan musik diayunkan tanpa mau
merasakan indahnya lantunan Al-Qur'an yang memberi ketenteraman,
hingga tumpukan kertas berisikan pemikiran yang dianggap brilian dari
komunisme, liberalisme, sekularisme, hellenisme, hedonisme,
humanisme, dan segudang ekstasi pemikiran yang membingungkan,
sambil melecehkan ayat-ayat yang penuh mu'jizat yang mengguguli
segala logika.

Maka menjelang Ramadhan, bulannya Al-Qur'an, saat yang tepat untuk


merapat mendekat lekat dalam sajian lezat penuh ni'mat, Al-Qur'an yang

78 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


kaya akan rahmat dan syafaat. Menjadikannya bagian inti dari
kesibukan. Karena bagi orang beriman, ia adalah obat yang
menyembuhkan segala penyakit, pemberi ketentraman dan kebahagiaan.
Ia adalah lautan inspirasi, motivasi, solusi, prediksi yang pasti, dan
panduan bagi semua gerak langkah. Tak ada jalan hidup yang tidak
ditunjuki oleh Al-Qur'an. Penjelas bagi segala sesuatu, jawaban bagi
segala permasalahan. Segala pemikiran manusia menjadi payah tak
berdaya di hadapan kehebatan kata, susunan, kerapihan, keserasian,
dialog yang ditujukan, segala fakta yang menantang untuk dibuktikan,
kabar gaib yang rinci yang mencengangkan, yang mengantarkan pada
ilmu keyakinan yang tak bisa lagi terbantahkan. Menancapkan sentuhan
mendalam pada alam batin dan realita. Maka adakah pemikiran yang
mengungguli lautan makna Al-Qur'an ketika kita mendataburinya?

Maka dalam rangka mengembalikan kebanggaan kita pada Al-Qur'an,


untuk kemudian bersahabat dekat dengannya dalam bacaan, hapalan,
pelajaran, pengamalan dan penyampaian, maka kembali kita menggali
kemu'jizatannya yang meliputi mu'jizat dalam penjelasan (i'jaz bayani),
dalam mengajak (i'jaz da'awi), dalam mendidik (i'jaz tarbawi), dalam
memberi hukum syari'at (i'jaz tasyri'i), dan dalam kebenarannya yang
bisa dibuktikan melalui fakta-fakta ilmiah sepanjang zaman (i'jaz 'ilmi).

*Sebait penjelasan dalam tema "Kemu'jizatan Al-Qur'an", Ta'lim


pemuda persis Cipatat, Al-Furqon Rajamandala, 7-05-2017.

(46) Karawang Kota Kenangan

(29-Juni-2017)

Di sinilah bertumbuh kembang. Menjalani awal kisah


hidup yang terkenang. Di antara sesawah pematang.
Yang kadang berlompat senang, berjelajah riang, beradu
tantang, hingga beratap malang dan berkeras
membangkang. Hidup yang dulu bayang-bayang, kini
telah benderang seterang siang. Meski masa lalu yang
terkenang tak mudah hilang, pada garis yang membuat
tenang ataupun gersang, hingga waktu berselang dan episode berulang,

79 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


hidup tak boleh tumbang dan harus menang. Apalagi merasa terbuang
bagai binatang jalang. Karena hidup bukan soal uang dan barang,
apalagi soal rangginang dan kacang, tapi ia adalah jalan juang yang
bergelombang dan penuh aral merintang. Hidup perlu setegar karang
agar tak gampang hengkang. Juga dirancang agar tidak centang
perenang. Hingga berakhir gemilang dan cemerlang. Bukan untuk
dipandang orang, bukan pula untuk kedudukan yang disandang, tapi
cukuplah disayang Alloh yang Maha Penyayang.

Berkunjung datang di Karawang.

Di jalan yang lengang, panjang, tak berlubang, dan tak begitu


menantang.

(47) Mencampurkan Laki-Laki Dan Perempuan Dalam Satu Kelas

(19-Juli-2017)

Muhammad bin Suhnun (w.256 H/869 M),


salah seorang ulama yang menulis kitab
dalam bidang pendidikan, dalam kitab beliau,
Adab Al-Mu‟allimin (Adab Para Guru),
berkata : “Suhnun (w.240H/854 M), ayah beliau, seorang ulama besar
madzhab Maliki berkata : “Aku tidak menyukai guru yang mengajar
anak-anak perempuan dan mencampurkannya dengan anak laki-laki,
karena hal itu adalah kerusakan bagi mereka.” (Adab Al-Mu‟allimin,
hal.117).

Al-Qabisi (w.324 H/935 M), muridnya Ibnu Suhnun, dalam kitabnya


tentang pendidikan Ar-Risalah Al-Mufashsholah li ahwalil muta‟allimin
wa ahkam al-mu‟allimin wa al-muta‟allimin (Risalah yang rinci tentang
keadaan para pelajar, dan hukum-hukum berkenaan dengan para guru
dan para pelajar), hal 131, berkata : “Merupakan kebaikan bagi mereka,
dan pandangan yang baik terhadap mereka, agar tidak mencampurkan
antara laki-laki dan perempuan.”

80 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Hal ini tidak asing, karena mereka adalah para ulama yang memahami
syariat Islam. Dan secara fitrah pun, laki-laki dan perempuan memiliki
tabiat yang berbeda, mereka dapat berkelompok dan berkembang
dengan jenis mereka sendiri. Tak perlu ada pencampuran (ikhtilat)
karena justeru menimbulkan kerusakan dalam diri mereka.

Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur‟an,

‫ْش انذَّك َُز ك َْاأل ُ َْثَى‬


َ ‫َونَي‬
“Tidaklah sama antara laki-laki dan perempuan.” (QS. Ali Imran : 36).

Rasulullah saw menyebut dalam hadits bahwa anak yang berusia


sepuluh tahun sudah harus dipisahkan tempat tidurnya antara laki-laki
dan perempuan. Ini bisa diqiyaskan dengan memahami „illat hukumnya,
yaitu agar tidak timbul kerusakan akibat syahwat yang sudah mulai
muncul, maka berlaku pula untuk kelas belajar, kelompok, komunitas,
dan lain sebagainya.

Abu Dawud meriwayat dalam sunannya, dalam bab kapan seorang anak
diperintahkan shalat, hadits no.495, dari Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya,
dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : “Perintahkanlah
anak-anak kalian (mencakup laki-laki dan perempuan) untuk shalat (dan
apa-apa yang berkaitan dengan syarat-syaratnya) ketika mereka berusia
tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) ketika
mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka dalam
tempat tidur.” Hal itu supaya mereka terbiasa dan akrab dengannya. Al-
Munawi berkata dalam Fathul Qadir syarah Al-Jami‟ Ash-Shagir :
“Pisahkanlah di antara anak-anak dalam tempat tidur mereka yang
mereka tidur padanya apabila mereka mencapai usia sepuluh tahun,
sebagai bentuk kewaspadaan dari kerusakan-kerusakan syahwat, jika
mereka (bersama) saudari-saudari perempuan.” (Lihat „Audul Ma‟bud
„ala Syarhi Sunan Abi Dawud, hal.264).

81 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


(48) Mau Ikut Madzhab Apa Mau Ikut Al-Qur'an Dan Hadits ?

(20-Juli-2017)

Ada sedikit khowatir (bersitan pikiran)


dalam masalah fiqih,

MAU IKUT MADZHAB APA MAU IKUT


AL-QUR'AN DAN HADITS ?

Sependek penelusuran saya sampai saat ini, pertanyaan ini ko rasanya


tidak tepat ya. Masa madzhab dibenturkan dengan Al-Qur'an dan
Hadits. Ini berarti tidak faham makna dari madzhab itu. Madzhab
bukanlah suatu agama. Bukanlah menambah-nambah sesuatu yang baru
(bid'ah) di luar Al-Qur'an dan Hadits. Madzhab hanyalah pemahaman
dari Al-Qur'an dan Hadits sendiri. Ia adalah "metodologi dalam
memahami dan berinteraksi dengan nash-nash Al-Qur'an dan Hadits".
Di sana ada dasar-dasarnya, dan ada cabang-cabang yang dibangun di
atas dasar itu. Makanya ia hanya berlaku dalam masalah ijtihadiyah,
masalah zhonni (tidak tegas) dari nash itu. Adapun masalah yang qoth'i
(tegas), bukan wilayah madzhab, seperti 6 rukun iman dan 5 rukun
Islam, itu adalah hal-hal yang dasar dari agama Islam, tidak boleh
diklaim madzhab tertentu.

Ilmu fiqih itu sangat mendalam, tidak bisa satu dua ayat atau hadits
dalam satu masalah langsung disimpulkan, tapi perlu mengumpulkan
berbagai dalil (jam'ul Adillah), kemudian diramu, lalu disimpulkan,
setelah itu pun perlu memahami realitas (waqi') untuk menerapkannya
terhadap peristiwa tertentu. Nah, para imam dan ulama madzhab itu
sangat banyak menguasai (menghapal dan memahami) hadits, terlebih
Al-Qur'an, mereka juga menguasai perangkat-perangkat untuk
memahaminya dan menerapkannya.

Jadi pertanyaan yang tepat, kamu memahami Al-Qur'an dan Hadits yang
zhonni dengan madzhab apa? Hanya saja di zaman ini ada orang yang

82 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


berafiliasi dengan madzhab tertentu seperti sebagian orang Indonesia
bermadzhab Syafi'i, dan memang sejak lama hal itu telah dikenal
sebagaimana ditulis oleh Ibnu Batutah dalam kitab rihlahnya. Dan
adapula yang tidak berafiliasi dengan madzhab tertentu, namun
sejatinya mereka juga mengambil dari para ulama madzhab itu dengan
memilih pendapat yang paling kuat menurut mereka. Namun pada
hakikatnya setiap orang baik berafiliasi kepada madzhab tertentu atau
tidak, berkewajiban untuk memilih dan mengikuti pendapat yang paling
kuat sepengetahuannya, dan itu bisa berbeda-beda. Bermadzhab bukan
berarti tidak boleh berbeda dengan pendapat imam madzhab, karena
para imam madzhab itu pun mengingatkan agar jangan mengambil
pendapatnya tanpa tahu dalilnya. Seperti imam Nawawi yang
bermadzhab Syafi'i berbeda dalam beberapa masalah dengan imam
Syafi'i sendiri, misalnya jika imam Syafi'i menganggap makruh air yang
terjemur matahari, imam Nawawi tidak menyetujuinya.

Lalu, kenapa harus berafiliasi dengan madzhab tertentu jika memang


diketahui banyak yang salahnya? Ya itu tadi jawabannya, bermadzhab
bukan berarti tidak boleh berbeda, hanya saja metodologi yang
digunakannya sama sehingga perbedaan itu tidak banyak. Dan namanya
juga ijtihad pasti ada benar dan salahnya. Sama juga dengan orang yang
tidak berafiliasi madzhab tertentu, ada benar dan salahnya.

Bukankah bermadzhab itu menimbulkan sikap taqlid? Jika dibaca lagi


tentang peringatan imam madzhab di atas tentu tidak. Taqlid hukumnya
haram bagi yang bisa memahami dalil-dalilnya, bisa berijtihad. Tapi
apakah semua orang bisa berijtihad? Tentu tidak, banyak orang yang
awam. Nah bagi mereka justru wajib bertaqlid, dalam arti mengikuti
pendapat imam/ulama yang dipercaya ilmunya meskipun ia sendiri tidak
tahu dalil-dalilnya, berdasarkan ayat, "Tanyakanlah kepada ahli ilmu,
jika kalian tidak mengetahui".

Lalu bukankah pendapat imam-imam madzhab itu banyak tidak ada


dalilnya? Ketika kita bertanya, apa dalilnya? Perlu diketahui, dalil dasar

83 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


itu memang Al-Qur'an dan Hadits, tapi kan ada dalil yang lain yang
dipahami dari dua sumber itu juga seperti ijma, qiyas, istishhab, saddu
dzaro'i, dll. Belum cara beristidlal dari dalil itu seperti memahami
manthuq-mafhumnya, muthlaq-muqoyyadnya, 'am-khosnya, dan
sebagainya. Termasuk juga memahami qowa'id fiqih dan maqoshid
syar'inya. Lagi pula apakah pantas kita menuduh para imam madzhab
seperti imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi'i, imam Ahmad,
yang tinggi keshalihan dan ilmunya, mereka berkata dalam urusan
agama ini tanpa ilmu? Padahal kata Allah, tidak ada yang lebih zalim
daripada orang yang mengadakan kebohongan terhadap-Nya. Di
samping kita meyakini bahwa mereka tidak ma'shum.

Jadi, bisa jadi kita mendengar atau membaca ada pendapat imam
Madzhab lalu tidak ada dalilnya, hanya karena kita tidak tahu saja,
bukan benar-benar tidak ada. Ketika kita mempelajari fiqih melalui
madzhab tertentu, karena memang madzhab itu adalah suatu madrasah
pembelajaran fiqih, kita misalnya mempelajari matan-matan yang berisi
pendapat tanpa dalilnya, maka jangan terburu-buru memvonis tidak ada
dalilnya. Karena matan itu sendiri bervariasi, ada yang menyebut satu
pendapat saja, ada yang menyebut perbedaan pendapat di satu madzhab
itu, ada yang menyebut dengan dalilnya, dan sebagainya. Lagi pula
pembelajaran fiqih dalam madzhab itu sangat sistematis, ada
tahapannya, tahap awal memang biasanya dengan matan yang berisi
kesimpulan-kesimpulannya agar mudah dihapal, dan biasanya guru
yang mumpuni akan menjelaskan dengan dalil-dalilnya, setelah itu
mempelajari syarahnya, lalu kemudian membandingkan dengan
madzhab lain, lalu mentarjih (mengambil yang lebih kuat). Seperti
dalam madzhab Syafi'i, kita pertama belajar matan Abu Syuja', lalu
syarahnya misalnya Kifayatul Akhyar, yang dijelaskan disana dalil-
dalilnya dan perbedaan pendapatnya, lalu belajar juga Al-Wajiz imam
Ghazali dan Al-Minhaj imam Nawawi yang permasalahannya lebih
meluas lagi, lalu Al-Majmu Syarah Muhadzdzab karya imam Nawawi
yang merupakan perbandingan (muqoronah) dengan madzhab lain serta

84 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


mentarjih pendapat. Dan perlu diketahui juga, ilmu fiqih semakin
berkembang seiring adanya permasalahan-permasalahan baru di setiap
zaman yang memerlukan ketelitian dalam berijtihad.

Wallohu A'lam.

(49) Adakah kemerdekaan yang sesungguhnya itu?

(16-Agustus-2017)

Banyak manusia yang terbelenggu, tidak


bebas, tidak merdeka. Ada orang yang
terbelenggu oleh penjajahan atau
perbudakan orang lain, tapi berapa
banyak yang terbelenggu oleh dirinya
sendiri baik dengan pikiran atau hawa nafsunya. Seringkali pikiran yang
sempit dan tertutup membelenggu sikap orang bahkan memaksakan
kehendaknya kepada orang lain. Pikiran yang sempit pada akhirnya
membelenggu pikiran itu sendiri untuk menjalankan fungsinya. Seperti
orang yang menyangka bahwa patung-patung dan hewan-hewan itu
adalah tuhan, ia tunduk dan merendah padanya, tanpa mau membuka
pikiran, benarkah tuhan seperti itu? Seperti pula orang yang merasa
sampai pada kebenaran dalam pikirannya lalu ia memaksakannya
kepada orang lain, bahkan dengan segala anarkisme yang pernah terjadi
dalam sejarah manusia.

Ada pula yang terbelenggu oleh hawa nafsunya. Segala keinginan yang
dicampuri angan-angan selalu menjajah diri tanpa disadari, harta, tahta,
bahkan keluarga, yang semua itu terkumpul dalam cinta buta, seringkali
memperbudak manusia.

Maka, Islam menawarkan makna kemerdekaan yang sesungguhnya.


Sebuah agama dengan wahyu yang terpelihara, dengan segala bukti
yang tinggi.

85 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


Semua manusia diajak untuk memerdekakan diri dari segala
penghambaan dan ketundukan kepada semua makhluk, untuk diarahkan
kepada Sang Khaliq satu-satunya, menghamba dan tunduk hanya
kepada-Nya.

Ajakan itu bukanlah paksaan. Maka jelas dalam prinsipnya, “Tidak ada
paksaan untuk memeluk agama Islam”, “Siapa yang berkehendak
silahkan beriman, dan siapa yang berkehendak silahkan kafir”. Tapi
tentu setiap perbuatan itu ada balasan dan konsekwensinya. Kewajiban
sebagai muslim hanyalah beribadah, berda‟wah, dan juga secara khusus
menjadi khalifah. Tunduk dan taat kepada Allah, mengajak tanpa
memaksa, serta menjalankan peran di muka bumi ini dengan
menegakkan aturan Allah, mengadakan perbaikan dan memakmurkan
bumi. Untuk itu, dalam banyak ayat Allah mengingatkan kepada Rasul-
Nya bahwa kewajibannya adalah memberi peringatan dan
menyampaikan, bukan memaksa. Maka dalam mengajak pun kita
diperintahkan agar melakukannya dengan cara yang paling baik.

Manusia diberikan kebebasan untuk berfikir, berpendapat, menentukan


pilihan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi pada saat yang sama
kezhaliman dan kejahatan itu tidak diizinkan, karena bisa jadi ia
kebebasan bagi seseorang, tetapi justeru ia merupakan penistaan
terhadap kebebasan orang lain. Jadi, kebebasan yang dikehendaki Islam
adalah kebebasan secara bersama-sama. Dan itulah kebebasan yang
sesungguhnya.

Renungkanlah apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam peristiwa


Fathu Makkah. Ketika kekuasaan sudah di tangan kaum muslimin
ketika itu. Meskipun sebelumnya beliau dan para sahabat disakiti oleh
orang-orang musyrik Makkah. Beliau bertanya kepada mereka,
“Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?” “Engkau
adalah saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia”, jawab
mereka. Beliau memaafkan mereka seperti Nabi Yusuf as yang
memaafkan saudara-saudaranya. Beliau berkata kepada mereka,

86 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


“Pergilah kalian, kalian bebas”. Lihatlah, Rasulullah saw tidak memaksa
mereka untuk masuk Islam, tetapi memberi kebebasan kepada mereka,
tetapi dengan begitu secara sadar mereka berbondong-bondong masuk
ke dalam Islam.

Inilah yang menjadi misi Islam, yang kemudian dilanjutkan oleh para
sahabat. Suatu ketika seorang sahabat, prajurit Islam, Rib‟i bin „Amir
ditanya oleh Rustum, panglima Persia tentang misi apa yang dibawanya.
Ia menjawab, “Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari
penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Sang
Khaliq, dari sempitnya dunia kepada keluasan dunia dan akhirat, dan
dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Islam.” Untuk misi
inilah, kaum muslimin terus berdakwah dan berjihad.

Lalu, apakah berda‟wah itu tidak mengganggu kebebasan orang lain?

Tentu tidak. Yang mengganggu kebebasan orang lain adalah memaksa


dan berbuat jahat kepadanya. Dalam kehidupan manusia sudah lumrah
antara satu sama lain saling berinteraksi, bertransaksi, dan saling
memberikan tawaran. Seperti halnya berdagang, menawarkan barang
atau jasa kepada orang lain, selama tidak disertai pemaksaan, tentu itu
adalah suatu hal yang wajar. Maka begitu pula berda‟wah. Apalagi
landasan da‟wah adalah cinta dan kasih sayang, yaitu kita menginginkan
agar orang lain itu selamat.

Lalu bagaimana dengan menerapkan aturan atau hukum Islam bukankah


itu bisa mengganggu kebebasan orang lain khususnya non-muslim?

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kebebasan yang


sesungguhnya bukanlah kebebasan orang perorang saja, tetapi
kebebasan secara bersama-sama. Oleh karena keinginan dan pikiran
setiap orang itu berbeda, maka perlu dibuat kesepakatan. Oleh karena
itu, dalam Islam prinsip musyawarah sangat dijunjung tinggi. Jangan
sampai suatu pihak mengklaim atas nama kebebasan, tetapi pada saat

87 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


yang sama menistakan kebebasan orang lain. Seperti halnya orang non-
muslim memiliki hak untuk menjalankan agamanya, orang Islam pun
memiliki hak untuk menjalankan agamanya. Menjalankan seluruh
aturan dan hukum Islam bagi orang Islam adalah hak sekaligus
kewajiban. Namun dalam penerapannya tentu dengan rumusan-rumusan
yang telah dipahami oleh para ulama.

Dalam sebuah negara yang majemuk, seperti halnya juga Madinah


tempat Rasulullah saw memimpin yang kental dengan
kemajemukannya, perlu dibuat kesepakatan dan perjanjian. Maka
Rasulullah saw pun membuat kesepakatan dalam Piagam Madinah. Di
sinilah hak setiap orang diberikan, dan berusaha secara bersama-sama
menghilangkan kezhaliman. Jika suatu kezhaliman terjadi, maka tidak
bisa dibiarkan, untuk itulah umat Islam diperintahkan untuk berjihad
melawan kezhaliman tadi. Karena adanya jihad dalam arti perang itu
disebabkan adanya kezhaliman.

Di sini perlu dipahami bersama, bahwa semua aturan dalam syariat


Islam itu adalah untuk kemaslahatan seluruh manusia, bukan untuk
orang Islam saja. Ada syariat Islam yang berkaitan dengan kewajiban
individu muslim, dan itu dapat diterapkan oleh orang Islam saja, serta
tidak boleh dipaksakan kepada non-muslim, namun ada juga syariat
Islam yang berkaitan dengan hukum sosial dan pidana, ini bisa
diterapkan secara bersama-sama dengan kesepakatan. Jika non-muslim
dapat memahami dan menyetujuinya, ini dapat diterapkan. Dan berapa
banyak non-muslim yang merasa tentram dengan sistem syariat Islam
ini. Dan tugas kita adalah memahamkan manusia kepada sistem syariat
Islam yang mulia ini.

Dengan kesepakatan itu, tentu suatu hal yang wajar jika sebuah sanksi
diberlakukan kepada yang melanggar, dan itu bukanlah mengganggu
kebebasan orang lain, justeru untuk menjaga kebebasan bersama. Untuk
itulah Rasulullah saw mengusir orang-orang yahudi dari Madinah
karena melanggar perjanjian yang sudah disepakati bersama. Untuk

88 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


itulah orang-orang yang berbuat kriminal diberikan sanksi sesuai
dengan yang telah ditentukan oleh Allah. Termasuk mengapa orang
yang murtad itu sanksinya harus dibunuh? Tentu setelah diminta untuk
bertobat terlebih dahulu. Karena ia telah melanggar perjanjiannya, yaitu
dengan masuk Islam ia berarti berjanji untuk tunduk kepada syariat
Islam dan memegang teguh Islam, ketika ia murtad berarti ia melanggar
perjanjiannya. Maka wajarlah jika sanksinya seperti itu.

Jika ada orang yang mencuri, tentu kita semua sepakat itu sebuah tindak
kriminal yang mesti diberikan sanksi. Bagi orang Islam, sanksi untuk
pencuri itu sudah ditentukan oleh Allah SWT dalam syariat-Nya, tidak
bisa ditawar-tawar lagi, ia harus tunduk kepada aturan Allah yang
mengandung hikmah besar bahwa sanksi yang ditentukan itulah yang
dapat mengobati penyakit kriminal tersebut. Maka para pemimpin dan
pejabat muslim di suatu negara ia berkewajiban untuk menerapkan
hukum Allah dan memperjuangkannya. Dalam negara demokrasi, jika
mayoritas menyetujuinya, apa yang menghalanginya untuk diterapkan?
Tentu tidak masalah. Jika non-muslim punya hak untuk berjuang dalam
negara demokrasi, maka umat Islam pun punya hak untuk berjuang
menjalankan kewajibannya terhadap hukum Allah. Namun
permasalahannya, ketika hak-hak umat Islam itu dijegal dan terus-terus
dizhalimi, inilah yang menjadi alasan mengapa umat Islam harus
berjihad. Tentu dengan cara yang tidak menimbulkan kemungkaran
yang lebih besar.

(50) Belajar ilmu sosial (IPS) dari pencetus awalnya, Ibnu Khaldun.
(w.808 H/1406 M)

(18-Agustus-2017)

Awalnya beliau menulis sebuah muqoddimah untuk


ilmu sejarah yang ditulisnya, beliau mengatakan bahwa
berita yang berisi wahyu, kebenarannya cukup diteliti
dengan menganalisa perowinya, sedangkan untuk

89 | 50 Status Pencerahan – Seri 2


berita selain wahyu tidak cukup, melainkan mesti dengan mengetahui
karakter-karakter peradabannya (thabi'ah al-'umron), dengan
mencocokan dan menimbang dengan kaidah-kaidahnya. Maka beliau
pun menuliskan karakter-karakter itu, keadaan-keadaan manusia dan
menyusun kaidah-kaidahnya. Beliau merasa, ini menjadi ilmu tersendiri
yang tidak ada ilmuwan yang menulis secara khusus sebelumnya.
Beliau menamakan ilmu ini dengan al-'umron al-basyari wa al-ijtima' al-
insani (Peradaban dan Sosial Manusia).

Beliau mengatakan, "Akan kami jelaskan dalam kitab ini hal-hal yang
dialami manusia akibat aktifitas sosial mereka, berupa unsur-unsur
peradaban dalam kerajaan, mata pencaharian, ilmu dan profesi. Hal itu
kami uraikan dengan argumen-argumen yang dapat menyingkap
kebenaran sehingga menjadi jelas bagi kalangan awam maupun khusus,
menepis kesalahpahaman dan menghilangkan keraguan" (Muqoddimah
Ibnu Khaldun, hal.65-66, Terjemahan Pustaka Al-Kautsar).

Dalam buku ini beliau telah membahas banyak ilmu sosial yang
berkembang saat ini, seperti geografi, pendidikan, ekonomi, politik, dan
tentu saja ilmu sejarah, dsb.

Dan tentu saja, beliau seorang ulama Islam banyak mendasarkan ilmu-
ilmu sosial yang dibahasnya dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan
Hadits.

Inilah yang harus diketahui oleh generasi umat Islam sekarang, serta
dipelajari dan didalami agar kita tidak melupakan kebesaran para ulama
kita.

90 | 50 Status Pencerahan – Seri 2

Anda mungkin juga menyukai