Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN OPERASI BARIS ELEMENTER (OBE) DAN EKSPANSI KOFAKTOR DALAM

DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS UMUM


MATA PELAJARAN MATEMATIKA SMA KURIKULUM 2013

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Matriks merupakan salah satu sub aljabar linear elementer yang menjadi bagian dalam
kurikulum. Kedudukan matriks dalam pembelajaran matematika SMA selalu ada dari
kurikulum terdahulu sampai pada yang teranyar yaitu Kurikulum 2013. Sifat-sifat matriks
yang dapat menyederhanakan dan memecahkan persoalan-persoalan kontekstual dianggap
sangat berguna sebagai materi pembelajaran peserta didik.

Dalam perkembangan kurikulum, kedudukan matriks tidak berubah. Khusus untuk


determinan dan invers matriks, kajian matriks dalam pembelajaran di sekolah hanya sebatas
pada matriks persegi 2x2 dan 3x3. Hal itu mungkin disebabkan oleh penyusunan muatan
kurikulum yang memperhatikan keinduktifan suatu materi sebelum menyimpulkan suatu
muatan secara deduktif. Peserta didik diajarkan untuk memahami hanya sebatas matriks 3x3.
Padahal masalah kontekstual yang dihadapi oleh peserta didik tidak sebatas pada persoalan
sederhana yang hanya mampu diselesaikan oleh matriks tersebut. Tingkatan persoalan yang
ditemui siswa haruslah dapat diselesaikan dengan menggunakan suatu formula umum, bukan
keinduktifan tapi suatu generalisasi.

Pada Kurikulum 2013, dalam menentukan invers matriks pada matematika SMA, muatan
kurikulum memberikan algoritma berupa pencarian determinan dan adjoin untuk menentukan
inversnya. Hal ini tentu saja memakan waktu yang berlarut-larut dibandingkan jika
pengenalan operasi baris elementer (OBE) sejak dini sudah ditanamkan kepada peserta didik.
Peserta didik dapat menentukan invers matriks persegi ukuran apapun dengan pendekatan
operasi baris elementer tanpa pusing mencari minor, kofaktor, adjoin bahkan determinan
matriksnya. Penyederhanaan ini penting karena OBE merupakan konsep dasar dalam aljabar
linear elementer. Haruslah hal ini dibawah ke ranah pendidikan menengah sebagai pengenalan
dan diajarkan secara wajib maupun dalam peminatan peserta didik.

B. Tujuan

Tujuan dari gagasan ilmiah ini adalah :

1. Menegaskan penggunaan adjoin dalam penentuan matriks dalam muatan materi matriks
Kurikulum 2013
2. Menentukan invers matriks menggunakan matriks elementer dalam muatan materi matriks
Kurikulum 2013
3. Menegaskan penentuan determinan matriks umum dalam muatan materi matriks
Kurikulum 2013

C. Manfaat
1. Sebagai bahan rekomendasi bagi perkembangan K13 khususnya mata pelajaran
matematika topik matriks
2. Sebagai bahan referensi bagi guru dalam melaksanakan dan merefleksi pembelajarannya
terkait topik matriks
2. KAJIAN PUSTAKA

A. Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014 telah mengeluarkan


kebijakan penataan implementasi Kurikulum 2013 melalui Permendikbud Nomor 160 Tahun
2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Berdasarkan kebijakan
tersebut implementasi Kurikulum 2013 dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran
2014/2015 semester 2 sampai dengan tahun pelajaran 2018/2019.

Kurikulum 2013 mengalami beberapa perkembangan dan perbaikan sejak digulirkannya


pada tahun 2013. Perbaikan kurikulum tersebut berlandaskan pada landasan kebijakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidian dan
Kebudayaan Nomor 160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum
2013. Pelaksanaan perbaikannya juga atas dasar masukan dari berbagai lapisan publik
(masyarakat sipil, asosiasi profesi, perguruan tinggi, dunia persekolahan) terhadap ide,
dokumen, dan implementasi kurikulum yang diperoleh melalui monitoring dan evaluasi dari
berbagai media. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi serta masukan publik tersebut,
terdapat beberapa masukan umum, antara lain adanya pemahaman yang kurang tepat oleh
masyarakat yang diakibatkan oleh format penyajian dan nomenklatur dalam Kurikulum 2013:
1. Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti 1 (KI-1) dan KD pada KI-2 yang
dianggap kurang logis dikaitkan dengan karakteristik mata pelaajaran;
2. terindikasi adanya inkonsistensi antara KD dalam silabus dan buku teks (baik lingkup
materi maupun urutannya);
3. belum ada pernyataan eksplisit dalam dokumen kurikulum tentang perlunya peserta didik
lebih melek teknologi;
4. format penilaian dianggap terlalu rumit dan perlu penyederhanaan;
5. penegasan kembali pengertian pembelajaran saintifik yang bukan satu-satunya
pendekatan dalam proses pembelajaran di kelas;
6. penyelerasan dan perbaikan teknis buku teks pelajaran agar mudah dipelajari oleh peserta
didik.
Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain,
dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan
menyelaraskan antara SKL, KI, KD, pembelajaran, penilaian, dan buku teks. Kehadiran
kurikulum 2013 dapat mendorong peserta didik untuk memiliki keterampilan Abad 21 yang
dibutuhkan dalam meniti kehidupan, seperti keterampilan berpikir kritis dan pemecahan
masalah (critical thinking and problem solving), keterampilan berkolaborasi (collaboration
skills), keterampilan berkreasi (creativities skills), dan keterampilan berkomunikasi
(communication skil ls).Perbaikan tersebut di atas dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan
kurikulum sebagai berikut.
1. Keselarasan (Alignment)
Antara dokumen SKL, KI, KD, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil
Belajar harus selaras dari aspek kompetensi, lingkup materi, nilai-nilai karakter, lietrasi,
dan keterampilan Abad 21 lainnya.
2. Mudah Dipelajari (Learnable)
Lingkup Kompetensi dan Materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari oleh
peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek pedagogis.
3. Mudah Diajarkan (Teachable)
Lingkup Kompetensi dan Materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh guru
sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran, karakteristik
kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan, sehingga dapat menguatkan
karakter dan meningkatkan keterampilan Abad 21 pada peserta didik.
4. Terukur (Measurable)
Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah
dirumuskan dan layak dilaksanakan.

5. Bermakna untuk Dipelajari (Worth to be learnt)


Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta didik
sebagai bekal kehidupan.

B. Matriks
a. Definisi Matriks
Matriks adalah susunan bilangan atau fungsi yang diletakkan atas baris dan kolom serta
diapit oleh dua kurung siku. Bilangan atau fungsi tersebut disebut elemen atau entri
matriks. Lambang matriks dilambangkan dengan huruf besar sedangkan entri
dilambangkan dengan huruf kecil.
Contoh :
0,002 π
𝐴=
[ 3
2
8
0
‒4
]
Dalam matriks dikenal ukuran matriks yang disebut ordo yaitu banyaknya baris x
banyaknya kolom (tanda ‘x’ bukan menyatakan perkalian tetapi hanya sebagai pemisah)
Contoh :

𝑎 𝑎12 𝑎13
[
𝐵 = 𝑎11
21 𝑎22 𝑎23 ]
Matriks B berordo 2 x 3 dengan entri 𝑎11,𝑎12,𝑎13,𝑎21,𝑎22, 𝑑𝑎𝑛 𝑎23

Secara umum sebuah matriks dapat ditulis :

Penulisan yang lebih singkat : 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,n


Indeks pertama (i) menyatakan baris ke i dan indeks kedua (j) menyatakan kolom ke j.
Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak bernilai sama matriks
A dan B sama ditulis A = B

b. Jenis matriks
Terdapat beberapa matriks penting diantaranya :
1. Matriks persegi, yaitu matriks dimana banyak barisnya sama dengan banyak
kolomnya
Contoh :

Matriks di atas mempunyai ordo 3 ditulis A3 , sedangkan entri yang terletak pada diagonal
utamanya adalah 𝑎11,𝑎22,𝑎33

2. Matriks segitiga atas yaitu matriks persegi yang semua entri di bawah diagonal utama
bernilai 0.
Contoh :

3. Matriks segitiga bawah yaitu matriks persegi yang semua entri di di atas diagonal
utama bernilai 0.
Contoh :

4. Matriks diagonal yaitu matriks persegi yang semua entri di luar diagonal utamanya
bernilai 0
5. Matriks satuan yaitu matriks diagonal yang entri pada diagonal utama bernilai 1
dilambangkan dengan In dengan n menyatakan ordo matriks satuan.
6. Matriks skalar yaitu matriks diagonal yang semua entri pada diagonal utamanya
bernilai sama asalkan tidak 0.
7. Matriks 0 adalah matriks yang semua entrinya bernilai 0.
8. Matriks invers. Matriks persegi A dikatakan mempunyai invers jika terdapat matriks
B sedemikian hingga memenuhi AB = BA = I.

c. Operasi matriks
1. Penjumlahan matriks
Misalkan 𝐴 = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋, 𝐵 = ⌊𝑏𝑖𝑗⌋, dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,m
Jumlah matriks A dan B dinyatakan oleh C = A + B, yang memenuhi syarat :
Ordo A = ordo B
Aturan : 𝑐𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 {entri yang seletak dijumlahkan}

2. Perkalian matriks dengan skalar


Misalkan 𝐴 = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,m
Perkalian matriks dengan skalar k dinyatakan oleh C = kA, yang memenuhi :
Syarat : tidak ada.
Aturan : 𝑐𝑖𝑗 = 𝑘.𝑎𝑖𝑗 {setiap entri pada matriks A dikalikan dengan skalar k}

3. Perkalian dua matriks


Jika 𝐴 = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,m dan 𝐵 = ⌊𝑏𝑗𝑘⌋ dengan k =
1,2,3,....,p, perkalian dua matriks A dan B yang dinyatakan oleh C = AB memenuhi
syarat : banyak kolom A = banyak baris B
Aturan :
𝑚
𝑐𝑖𝑘 = ∑ 𝑎 .𝑏𝑖𝑗 𝑗𝑘
𝑗=1

{jumlah dari semua perkalian antara elemen A pada baris ke –i dengan elemen B pada
kolom ke – k}

4. Transpos matriks
Misalkan 𝐴 = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,m
Transpos matriks A yang dinyatakan dengan B = AT didefinisikan sebagai :
𝑏𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖
d. Sifat-sifat operasi matriks
Terhadap operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar, pada sifat berikut, ordo
matriks dianggap telah sesuai, sehingga operasi dapat dilakukan :

a. A+B=B+A {sifat komutatif}


b. (A + B) + C = A + (B + C) {sifat asosiatif}
c. A+O = O+ A = A {sifat matriks nol, identitas penjumlahan}
d. A+(-A) = -A+A = O {sifat negatif matriks}
e. k(A+B) = kA + kB {sifat distributif terhadap skalar k}
f. (k+l)A = kA + lA {sifat distributif terhadap skalar k dan l}
g. (kl)A = k(lA) {sifat asosiatif terhadap perkalian skalar}
h. 1A = A {sifat perkalian dengan skalar 1}
i. (A+B)T = AT + BT {sifat transpos matriks terhadap penjumlahan}

Terhadap operasi perkalian, penjumlahan, dan perkalian dengan skalar :

a. Pada umumnya berlaku sifat AB ≠ BA {tidak bersifat komutatif}


b. (AB)C = A(BC) {sifat asosiatif}
c. AI = IA = A {sifat matriks satuan, identitas perkalian}
d. AO = OA = O {sifat matriks 0}
e. Jika AB = O, tidak dijamin berlaku A =O atau B = O atau BA = O
f. (kA)B = k(AB) = A(kB)
g. (A+B)C = AC + BC
h. C(A+B) = CA + CB
i. (AB)T = BTAT {sifat operasi berbalik}
j. (kA) = k(A )
T T

C. Operasi baris elementer (OBE)


Operasi baris elementer (OBE) berasal dari pencarian solusi sistem persamaan linear
(SPL)menggunakan metode Eliminasi Gauss Jordan. Dengan metode Eliminasi Gauss Jordan,
hanya perlu mengubah bentuk SPL ke dalam matriks baris kemudian mereduksi
menggunakan prosedur operasi baris elementer menjadi matriks eselon baris tereduksi.
Matriks eselon baris tereduksi bercirikan :
1. Pada setiap baris, entri tak nol yang pertama adalah 1. Dan 1 ini disebut satu utama
2. Jika terdapat baris 0 diletakkan pada baris terbawah.
3. Pada dua baris yang berurutan, letak satu utama pada baris yang lebih bawah terletak
lebih ke kanan.
4. Pada setiap kolom jika terdapat satu utama, entri lain 0.

Untuk mengubah matriks lengkap tersebut diperlukan operasi yang tidak mengubah solusi
SPL yaitu Operasi baris elementer (OBE) dengan dengan cara :

1. Mengalikan satu baris dengan konstanta tak nol


2. Menukarkan tempat dua baris
3. Menjumlahkan kelipatan satu baris dengan baris yang lain.

D. Determinan
Determinan merupakan fungsi dari matriks persegi ke bilangan real.
Lambang determinan matriks A adalah det (A) atau |A|.
a. Determinan 2x2 dan 3x3
Untuk determinan 2 x 2, jika :
𝑎 𝑎12 𝑎11 𝑎12
[
𝐴 = 𝑎11
21
] |
𝑎22 maka det (A) = 𝑎21 |
𝑎22 = 𝑎11. 𝑎22 ‒ 𝑎12.𝑎21
Lambang |...| bukan lambang nilai mutlak tetapi lambang determinan.
Untuk determinan 3 x 3 digunakan satu aturan yang disebut Aturan Sarrus
Misalkan matriks A3x3.

Maka determinan A adalah :

= 𝑎11.𝑎22.𝑎33+𝑎12.𝑎23.𝑎31+𝑎13.𝑎21.𝑎32 ‒ 𝑎31.𝑎22.𝑎13 ‒ 𝑎32.𝑎23.𝑎11 ‒ 𝑎33.𝑎21.𝑎12

b. Ekspansi kofaktor
Misalkan Anxn = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ maka minor dari 𝑎𝑖𝑗 yang dilambangkan dengan 𝑀𝑖𝑗, adalah
determinan dari sub matriks A yang diperoleh dengan cara membuang semua entri pada
baris ke i dan semua entri pada kolom ke j. Sedangkan kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗 yang
dilambangkan oleh 𝐶𝑖𝑗 adalah (-1)i+j𝑀𝑖𝑗
Dengan didefinisikannya minor dan kofaktor, maka dapat didefinisikan determinan dalam
definisi berikut :
Misalkan Anxn = [𝑎𝑖𝑗], determinan daari A dideinisikan sebagai berikut :
Det (A) = 𝑎𝑖1𝐶𝑖1 + 𝑎𝑖2𝐶𝑖2 + … + 𝑎𝑖𝑛𝐶𝑖𝑛
{karena baris ke i menjadi acuan, disebut ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i}

Det (A) = 𝑎1𝑗𝐶1𝑗 + 𝑎2𝑗𝐶2𝑗 + … + 𝑎𝑛𝑗𝐶𝑛𝑗


{karena kolom ke j menjadi acuan, disebut ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j}

c. Sifat-sifat determinan dan reduksi baris


Sifat – sifat determinan :
1. Det (AB) = det (A). Det (B)
2. Det (AT) = det (A)
3. Jika A matriks diagonal, maka det (A) = 𝑎11.𝑎22.𝑎33….𝑎𝑛𝑛 {perkalian semua entri pada
diagonal utama}
4. Jika A matriks segitiga, maka det (A) = 𝑎11.𝑎22.𝑎33….𝑎𝑛𝑛 {perkalian semua entri pada
diagonal utama}
5. Jika Anxn maka det (kA) = kn. Det (A)
6. Det (A-1) = 1/det (A)
7. Jika A memuat baris atau kolom nol maka det (A) = 0
8. Terhadap operasi baris elementer, determinan mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Jika A’ diperoleh dari A dengan cara mengalikan suatu baris dari A dengan
konstanta k ≠ 0, maka det(A’) = k det (A)
b. Jika A’ diperoleh dari A dengan cara menukar dua baris, maka det(A’)= -det(A)
c. Jika A’ diperoleh dari A dengan cara menjumlahkan kelipatan suatu baris dengan
baris yang lain, maka det (A’) = det(A)
9. Jika A memuat dua baris yang saling berkelipatan atau dua kolom saling berkelipatan,
maka det(A) = 0
E. Invers matriks
Matriks persegi A = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ dengan i = 1,2,3,....,n dan j = 1,2,3,.....,n, disebut mempunyai invers
jika terdapat matriks A-1 sehingga
AA-1 = A-1A = I, dimana I adalah matriks satuan.
Jika A mempunyai invers, maka A disebut matriks tak singular, dan jika tidak maka disebut
matriks singular.
Jika A mempunyai invers, maka inversnya tunggal (unik).
Jika A matriks non singular, invers matriks A dicari dengan :
1
𝐴 ‒ 1 = 𝑑𝑒𝑡⁡(𝐴) 𝑎𝑑𝑗 (𝐴)

Dengan Adj (A) adalah transpos dari kofaktor A. Kofaktor didapat dari minor matriks yang
dijelaskan dalam determinan matriks

Sifat-sifat inver matriks :

a. (A+B)-1 = A-1 + B-1


b. (AB)-1 = B-1 A-1
c. (kA)-1 = (1/k) A-1
3. PEMBAHASAN

A. Generalisasi formula invers matriks


Dalam tatanan kurikulum matematika SMA yang berlaku di Indonesia baik itu kurikulum
terdahulu sampai pada kurikulum mutakhir K13, baik itu dalam standar isi maupun literatur
terkait pencarian invers sebuah matriks persegi didasarkan pada definisi dan formula baku
yaitu :
Jika A adalah matriks non singular, det (A) ≠ 0, maka A-1 menyatakan invers dari A dapat
ditentukan dengan :
𝐴 ‒ 1 = det1(𝐴)𝑎𝑑𝑗 (𝐴)
(1)

Dengan A-1 menyatakan invers matriks, det (A) adalah determinan matriks A dan adj (A)
adalah adjoin dari A.
Sub materi invers dalam materi matriks di Sekolah menengah juga hanya dikhususkan pada
pencarian matriks persegi ordo 2 x 2 dan 3 x 3 dengan menggunakan formula yang sama.
Suatu kebingungan bagi pembelajar adalah bahwa formula yang diberikan dalam materi
matriks tentang invers matriks 2x2 dan perbandingannya dengan invers matriks 3x3
kelihatannya berbeda bagi peserta didik.
𝐴= 𝑎 [ 𝑏
Untuk A2x2 dengan 𝑐 ]
𝑑 maka A-1 :
1 𝑑
[ ‒
𝐴 ‒ 1 = 𝑎𝑑 ‒ 𝑏𝑐 ‒ 𝑐 𝑎 𝑏
] (2)

Dan Untuk A3x3 dengan maka formula (1) yang tetap dipakai.

Proses pencarian invers pada dua ukuran matriks ini kelihatan berbeda karena memang
dibuat seperti berbeda, padahal sama. Mengapa tidak digunakan rumus umum pada (1)
[𝑑 ‒𝑏
]
untuk menjelaskan proses pencarian invers 2x2? Bukankah ‒ 𝑐 𝑎 adalah adj A2x2?
Proses pencarian adjoin dilakukan dengan mencari minor kemudian kofaktor barulah adjoin.

Dengan menggunakan definisi minor kofaktor :


Misalkan Anxn = ⌊𝑎𝑖𝑗⌋ maka minor dari 𝑎𝑖𝑗 yang dilambangkan dengan 𝑀𝑖𝑗, adalah determinan
dari sub matriks A yang diperoleh dengan cara membuang semua entri pada baris ke i dan
semua entri pada kolom ke j. Sedangkan kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗 yang dilambangkan oleh 𝐶𝑖𝑗 adalah
(-1)i+j𝑀𝑖𝑗

𝐴= 𝑎 [ 𝑏
Misalkan 𝑐 ]
𝑑 maka :

𝑐11 = ( ‒ 1)1 + 1.𝑀11 = ( ‒ 1)1 + 1.𝑑 = 𝑑

𝑐12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑀12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑐 =‒ 𝑐

𝑐21 = ( ‒ 1)2 + 1.𝑀21 = ( ‒ 1)2 + 1.𝑏 =‒ 𝑏

𝑐22 = ( ‒ 1)2 + 2.𝑀22 = ( ‒ 1)2 + 2.𝑎 = 𝑎

𝐶 = ‒𝑑𝑏
[ ‒𝑐
Maka ]
𝑎 ,

𝑇
Adjoin ditentukan dengan 𝐶 maka
𝐴𝑑𝑗 = 𝐶𝑇 = ‒𝑑𝑐
[ ‒𝑏
𝑎 ]
Didapat bahwa definisi adjoin A tetap berlaku bagi rumus (2).

Ketika peserta didik diarahkan untuk menemukan invers matriks 3x3, mereka tidak perlu
diperkenalkan formula (1) lagi karena sudah tertanam sejak mereka mengenal invers matriks
2x2.

Pola umum ini akan tetap dapat dipakai dalam matriks ukuran berapapun. Generalisasi ini
diperlukan agar peserta didik tidak menyimpan banyak formula berbeda dalam memorinya
hanya untuk satu tujuan yang sama.

B. Pencarian invers menggunakan matriks elementer


Jika dalam muatan materi matematika SMA, invers matriks hanya didapat menggunakan
determinan dan adjoin, maka sebenarnya terdapat suatu algoritma yang lebih simpel dan
reliabel untuk mencari invers matriks taitu dengan menggunakan matriks elementer.

Definisi: Matrik elementer adalah matrik persegi yang diperoleh dari matrik satuan yang
sesuai, yang dikenai hanya oleh satu Operasi Baris Elementer.

Contoh matriks elementer :


0 ,𝐸 = 1 0 0 1 0 ‒5 1 0 0
𝐸1 = 1
[
0 ‒3 2 ]0
0 [ 0
1 0] [
1 ,𝐸3 = 0
0
1
0 1 ] [
0 ,𝐸4 = 0
0
0
1
0
0 ]
E1 diperoleh dari matriks satuan berordo 2x2 yang dikenai satu Operasi Baris Elementer yang
pertama yaitu mengalikan baris kedua dengan konstanta -3.E2 diperoleh dari matriks satuan
3x3 yang yang dikenai satu Operasi baris elementer yang kedua yaitu menukar baris kedua
dengan baris ketiga. Sedangkan E3 dikenai Operasi Baris elementer yang ketiga yaitu
menjumlahkan kelipatan (-5) baris ke tiga dengan baris pertama. Sedangkan matriks E4
bukan merupakan matriks elementer karena tidak mungkin melakukan Operasi Baris
Elementer sehingga matriks satuan menjadi matriks yang baris keduanya bernilai 0.

Perkalian matrik elementer dengan sebarang matriks yang sesuai dari sebelah kiri, akan
mempunyai pengaruh, sebagaimana melakukan operasi baris elementer terhadap matriks
tersebut. Demikian juga Perkalian matrik elementer dengan sebarang matriks asalkan
memenuhi syarat perkalian dua matriks dari sebelah kanan mempunyai efek sebagaimana
operasi kolom elementer dikenakan pada matriks tersebut.
Keistimewaan yang lain, setiap operasi baris elementer yang mengubah matrik satuan
menjadi matrik elementer, mempunyai lawan, yang mengubah matrik elementer menjadi
matrik satuan. Kenyataan ini ditabelkan di bawah ini:

OBE yang mengubah I menjadi E OBE yang mengubah E menjadi I


Mengalikan satu baris dengan konstanta c ≠ 0 Mengalikan 1 baris dengan 1/c
Menukar baris ke i dengan baris ke j Menukar baris ke i dengan baris ke j
Menjumlahkan kelipatan k kali baris ke i dengan Menjumlahkan kelipatan k kali baris
baris ke j ke i dengan baris ke j
Setiap matrik elementer mempunyai invers dan inversnya adalah matrik elementer yang
diperoleh dari lawan operasinya. Jika A matrik bujursangkar nxn, dan matrik A ekivalen
baris dengan matrik satuan In, maka dapat ditemukan m matrik elementer, sehingga jika
dikalikan dengan matrik A, maka matrik A tersebut menjadi matrik satuan, misalkan:

Em ... E2 E1 A=In

Karena setiap matrik elementer mempunyai invers, maka jika dilakukan perkalian dengan
invers masing-masing matrik elementer, didapat:

E1-1 E2-1 ... Em-1Em ... E2 E1 A = E1-1 E2-1 ... Em-1In


Atau
A = E1-1 E2-1 ... Em-1In
Persamaan di atas menyatakan bahwa matrik A mempunyai invers. Sebaliknya jika A
mempunyai invers, berarti dipenuhi hubungan:
A-1A = I
Dengan mengambil
A-1= Em ... E2 E1 In

karena matrik invers tunggal, maka diperoleh, jika A mempunyai invers, maka A ekivalen
baris dengan matrik satuan I.

Dari hasil di atas, cara praktis mendapatkan invers dari suatu matrik persegi, yaitu dengan
melakukan serangkaian operasi baris elementer secara bersamaan antara matrik A dengan
matrik satuan I, dengan target mengubah matrik A menjadi matrik satuan I dan akibatnya
didapatlah perubahan matrik I menjadi matrik A-1, jika A tidak bisa menjadi matrik satuan,
berarti A tidak mempunyai invers.

Dengan hal ini, menjadi jelas bahwa untuk mencari invers sebuah matriks, terdapat sebuah
bentuk umum yaitu dengan menggunakan pendekatan matriks elementer. Peserta didik akan
diajarkan secara dini untuk mengenal reduksi baris dalam Operasi baris Elementer yang
berguna dalam penyelesaian masalah- masalah lain seperti sistem persamaan linear, operasi
vektor dan sebagainya.
Dengan menggunakan matriks elementer, akan dibuktikan bahwa
𝐴= 𝑎 [ 𝑏
Untuk A2x2 dengan 𝑐 ]
𝑑 maka A-1 :
𝐴 ‒ 1 = 𝑎𝑑 1‒ 𝑏𝑐 ‒𝑑𝑐 ‒𝑎𝑏
[ ]
𝐴= 𝑎 [ 𝑏
𝑐 ] [1
𝑑 . Matriks satuan yang bersesuaian dengan A adalah 𝐼2 = 0
0
1 ]
[𝑎𝑐 𝑏
𝑑
|1 0
|0 1 ] Menyandingkan matriks A dengan matriks I

𝑏 1 0
[ 1 𝑎
𝑐 𝑑
|𝑎
|0 1 ] Baris pertama didapat dengan mengalikan
baris pertama dengan 1/a
𝑏 1 0

[ ]
1 | 𝑎 Baris kedua didapat dengan mengalikan
𝑎 baris pertama dengan( –c) dan
0 𝑑𝑎 𝑎‒ 𝑏𝑐 | ‒𝑎𝑐 1 menjumlahkannya dengan baris kedua
1

[ ]
𝑏 | 𝑎 0 Baris kedua didapat dengan mengalikan
1 𝑎 𝑎
0 1 |𝑑𝑎‒‒𝑐𝑏𝑐 𝑑𝑎 𝑎‒ 𝑏𝑐 baris kedua dengan 𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐
𝑑 ‒𝑏

[ ]
Baris pertama didapat dengan mengalikan
1 0 |𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐 𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐
0 1 | ‒𝑐 𝑎 ‒𝑏
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐 𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐 baris kedua dengan 𝑎 dan
menjumlahkannya dengan baris pertama.

Terlihat bahwa matriks A telah direduksi menjadi matriks I2 sedangkan matriks di sebelah
kanannya adalah invers dari matriks A tersebut.
𝑑 ‒𝑏
𝐴 ‒1
=
[
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐
‒𝑐
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐 =
𝑎
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐
]1 𝑑
𝑑𝑎 ‒ 𝑏𝑐 ‒ 𝑐 [ ‒𝑏
𝑎 ]
Hasil terakhir yang didapat ekuivalen dengan (2).
Sebagai contoh, akan disajikan sebuah matriks 2 x 2 dan 3x3 dan dengan menggunakan
matriks elementernya akan dicari invers dari matriks terkait.

1. Menentukan invers dari [ ‒52 ‒1


3 ]
[ ‒52 ‒ 1 |1 0
3 |0 1 ] Menyandingkan matriks A dengan matriks I

1 1 |‒1
[ 2
5 3
2 0
| 0 1 ] Baris pertama didapat dengan mengalikan
baris pertama terdahulu dengan (-1/2)

1 1 |‒1
[ ]
Baris kedua didapat dengan mengalikan baris
2 2 0 pertama dengan( –5) dan menjumlahkannya
0 1 | 5
2 2 1 dengan baris kedua terdahulu
1 1 1
[ 2 |‒2 0
0 1 | 5 2 ] Baris kedua didapat dengan mengalikan baris
kedua dengan 2

[10 0 |‒3
1 | 5
‒1
2 ] Baris pertama didapat dengan mengalikan
‒1
baris kedua dengan 2 dan
menjumlahkannya dengan baris pertama
terdahulu.

Dengan cara yang sederhana didapat :


𝐴 ‒ 1 = ‒53
[ ‒1
2 . ]
12 ‒3 7

2. Menentukan invers dari


‒3
15 [ 1
‒3
‒2
7 ]
12 ‒3 7 |1 0 0
[ ‒3
15
1
‒3
‒ 2 |0
7 |0
1
0
0
1 ] Menyandingkan matriks A dengan matriks I

‒3 1 ‒ 2 |0 1 0
[ 12
15
‒3
‒3
7 |1
7 |0
0
0
0
1 ] Menukarkan posisi baris pertama dan kedua
‒3 1 ‒ 2 |0 1 0
[ 0 1
0 2
‒ 1 |1 4 0
‒ 3 |0 5 1 ] Baris kedua didapat dengan mengalikan
baris pertama dengan 4 dan
menambahkannya ke baris kedua terdahulu
Baris ketiga didapat dengan mengalikan
baris pertama dengan 5 dan
menambahkannya dengan baris ketiga
terdahulu
‒3 0 ‒ 1| ‒ 1 ‒3 0
[ 0 1
0 0
‒ 1| 1
‒ 1| ‒ 2
4 0
‒3 1 ] Baris pertama didapat dengan mengalikan
baris kedua dengan (-1) dan
menjumlahkannya dengan baris pertama
terdahulu.
Baris ketiga didapat dengan mengalikan
baris kedua dengan (-2) dan
menjumlahkannya dengan baris ketiga
terdahulu
‒3 0 0 | 1 0 ‒1
[ 0 1
0 0
0 | 3
‒ 1| ‒ 2
7
‒3
‒1
1 ] Baris pertama didapat dengan mengalikan
baris ketiga dengan (-1) dan menjumlahkan
dengan baris pertama terdahulu
Baris kedua didapat dengan mengalikan
baris ketiga dengan (-1) dan menjumlahkan
dengan baris kedua terdahulu
0 | ‒31 0 1

[ ]
1 0 Mengalikan baris pertama dengan (-1/3)
3 Mengalikan baris ketiga dengan (-1)
0 1 0 |
‒ 1| 3 7 ‒1
0 0 2 3 ‒1

Terlihat bahwa matriks A telah direduksi menjadi matriks I3 sedangkan matriks di sebelah
kanannya adalah invers dari matriks A tersebut.
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa pemecahan masalah invers sebuah matriks dapat
lebih mudah diselesaikan menggunakan matriks elementer daripada menggunakan adjoin
yang memerlukan algoritma cukup rumit dan berbelit-belit.

C. Pencarian determinan menggunakan ekspansi kofaktor


Determinan yang sedang dipelajari di SMA pada kurikulum 2013menerapkan solusi praktis
dimana pencarian determinan 2 x 2 didapat dengan mudah yaitu :
𝑎 𝑎12 𝑎11 𝑎12
A
[
= 𝑎11
21
]
𝑎22 maka det (A) = 𝑎21 | |
𝑎22 = 𝑎11. 𝑎22 ‒ 𝑎12.𝑎21
Dan untuk determinan matriks ordo 3x3 ditentukan dengan metode Sarrus :
Misalkan matriks A3x3.

Maka determinan A adalah :


= 𝑎11.𝑎22.𝑎33+𝑎12.𝑎23.𝑎31+𝑎13.𝑎21.𝑎32 ‒ 𝑎31.𝑎22.𝑎13 ‒ 𝑎32.𝑎23.𝑎11 ‒ 𝑎33.𝑎21.𝑎12

Namun definisi determinan tidak segampang itu. Metode penemuan determinan di atas
hanya merupakan cara praktis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matriks
berukuran 2x2 dan 3x3. Tetapi konsep determinan sebenarnya adalah permutasi dari
setiap elemen dalam matriks atau menggunakan definisi kofaktor yang bersifat rekursif.
Definisi ini berlaku untuk setiap jenis matriks persegi.

Misalkan Anxn = [𝑎𝑖𝑗], determinan dari A dideinisikan sebagai berikut :


Det (A) = 𝑎𝑖1𝐶𝑖1 + 𝑎𝑖2𝐶𝑖2 + … + 𝑎𝑖𝑛𝐶𝑖𝑛
{karena baris ke i menjadi acuan, disebut ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i}

Det (A) = 𝑎1𝑗𝐶1𝑗 + 𝑎2𝑗𝐶2𝑗 + … + 𝑎𝑛𝑗𝐶𝑛𝑗


{karena kolom ke j menjadi acuan, disebut ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j}

𝐴= 𝑎[ 𝑏
Untuk A2x2 dengan ]
𝑐 𝑑 maka menentukan determinan dapat dilakukan dengan
eskpansi kofaktor sepanjang baris pertama sebagai berikut :
𝑐11 = ( ‒ 1)1 + 1.𝑀11 = ( ‒ 1)1 + 1.𝑑 = 𝑑

𝑐12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑀12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑐 =‒ 𝑐

Det (A) = a.d + b(-c) = ad – bc

determinan juga dapat dilakukan dengan eskpansi kofaktor sepanjang kolom kedua sebagai
berikut :

𝑐12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑀12 = ( ‒ 1)1 + 2.𝑐 =‒ 𝑐

𝑐22 = ( ‒ 1)2 + 2.𝑀22 = ( ‒ 1)2 + 2.𝑎 = 𝑎

Det (A) = b(-c) + da = ad – bc

Tampak bahwa ekspansi kofaktor baris maupun kolom mempunyai hasil yang sama.
Pola yang sama juga terlihat pada matriks 3x3.
Misalkan :
𝑎11 𝑎12 𝑎13

[
𝐴 = 𝑎21
𝑎31
𝑎22
𝑎32
𝑎23
𝑎33 ]
𝑎 𝑎23
|
𝑐11 = ( ‒ 1)1 + 1.𝑀11 = ( ‒ 1)1 + 1. 𝑎22
32
|
𝑎33 = 𝑎33𝑎22 ‒ 𝑎23𝑎32
1 + 2 𝑎21 𝑎23
𝑐12 = ( ‒ 1) 1+2
.𝑀12 = ( ‒ 1) |
.𝑎
31
|
𝑎33 =‒ (𝑎33𝑎21 ‒ 𝑎23𝑎31)
𝑎 𝑎22
|
𝑐13 = ( ‒ 1)1 + 3.𝑀13 = ( ‒ 1)1 + 3. 𝑎21
31
|
𝑎32 = (𝑎32𝑎21 ‒ 𝑎22𝑎31)
Det (A) = 𝑎11𝑐11 + 𝑎12𝑐12 + 𝑎13𝑐13

Det (A) = 𝑎11(𝑎33𝑎22 ‒ 𝑎23𝑎32) + 𝑎12( ‒ (𝑎33𝑎21 ‒ 𝑎23𝑎31)) + 𝑎13(𝑎32𝑎21 ‒ 𝑎22𝑎31)

Det (A) = 𝑎11𝑎33𝑎22 ‒ 𝑎11𝑎23𝑎32 ‒ 𝑎12𝑎33𝑎21 + 𝑎12𝑎23𝑎31 + 𝑎13𝑎32𝑎21 ‒ 𝑎13𝑎22𝑎31

Det (A) = 𝑎11𝑎33𝑎22 + 𝑎12𝑎23𝑎31 + 𝑎13𝑎32𝑎21 ‒ (𝑎11𝑎23𝑎32 + 𝑎12𝑎33𝑎21 + 𝑎13𝑎22𝑎31)

Hasil di atas sama dengan penentuan determinan dengan menggunakan metode Sarrus.
Metode ekspansi kofaktor ini dapat diperumum untuk semua jenis matriks persegi yang tidak
ada formula praktis untuk menyelesaikannya. Inilah konsep determina yang sebenarnya.
4. KESIMPULAN

Dari Kajian Operasi Baris Elementer (obe) dan Ekspansi Kofaktor dalam determinan dan invers
matriks umum mata pelajaran matematika sma kurikulum 2013 dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
A. Muatan kurikulum matematika K2013 tentang materi matriks harus dirubah sesuai dengan
tuntutan kurikulum itu sendiri. Roh K2013 menyatakan bahwa peserta didik harus
menemukan dan menentukan konsep bukan memakai solusi praktis tanpa mengetahui
konsep sebenarnya. Dalam pembelajaran matriks, untuk menentukan invers tidak serta merta
diterapkan cara pendek namun adanya konsep matematika yang menyertai penyelesaian
sebuah masalah. Pencarian invers matriks menggunakan minor, kofaktor dan adjoin
merupakan konsep umum yang harus diterapkan mulai dari matriks sederhana 2x2. Dengan
memahami konsep ini, ketika peserta didik dihadapkan dengan masalah kontekstual yang
direpresentasikan dalam matriks berukuran lebih besar maka peserta didik sudah mampu
untuk menyelesaikannya.
B. Bahwa penggunaan matriks elementer untuk menentukan invers sebuah matriks lebih
konseptual, reliabel, mudah dimengerti dan dipahami dari pada menggunakan konsep
adjoin. Peserta didik hanya perlu diarahkan untuk mereduksi matriks bersesuaian menjadi
matriks satuan menggunakan operasi baris elementer. Dengan pemahaman tentang operasi
baris sejak dini, maka peserta didik mampu memahami aljabar linear dalam tingkatan yang
lebih tinggi. Pemahaman tentang operasi baris elementer juga mampu membawa peserta
untuk memahami metode Eliminasi Gauss Jordan dalam menyelesaikan masalah lain seperti
sistem persamaan linear dan operasi vektor. Karena itu matriks elementer haruslah
dimasukkan sebagai alternatif untuk menentukan invers matriks dalam muatan materi
kurikulum 2013.
C. Determinan sebagai fungsi real dari matriks perlu mendapat perhatian khusus dalam
pengembangan materi. Formula praktis untuk menentukan determinan 2x2 yang didoktrin
langsung kepada peserta didik sebaiknya tidak ada lagi dalam materi matriks. Peserta didik
harus mampu mempermutasikan matriks atau melakukan ekspansi kofaktor secara dasar
untuk menentukan formula determinan. Dengan mengetahui ekspansi kofaktor, peserta tidak
dibingungkan dengan metode praktis pencarian determinan 2x2 biasa ataupun aturan Sarrus
yang tidak relevan untuk matriks ukuran tinggi. Metode ekspansi kofaktor dapat dipakai
siswa dalam semua jenis ukuran matriks persegi. Generalisasi yang sangat penting ini
hendaknya menjadi hal utama dalam pembelajaran matematika.

Anda mungkin juga menyukai