i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR SINGKATAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salah satu faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah status
gizi. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh (Almatsier, 2010). Pada remaja perempuandengan gizi lebih atau kurang
akan berpengaruh terhadap jumlah hormon estrogen dalam darah dan memberikan
dampak negatif terhadap sekresi gonadotropin-releasing hormone(GnRH) yang
dapat menghambat hipofisis anterior untuk mensekresikan hormon FSH (Gil, et
al., 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adnyani pada tahun 2013,
dengan menyebarkan kuesioner dan mengukur tinggi badan serta berat badan pada
siswi kelas X di SMA PGRI 4 Denpasar yang berjumlah 72 orang, ditemukan 33
siswi (86,3%) memiliki status gizi yang baik dan mengalami menstruasi yang
teratur. Sebanyak 19 siswi yang memiliki status gizi kurang mengalami
menstruasi yang tidak teratur. Penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2015) pada
125 siswi kelas XI di SMK N 4 Yogyakarta, ditemukan 4 siswi mengalami siklus
menstruasi teratur dengan status gizi normal dan 6 siswi mengalami siklus
menstruasi tidak teratur dengan status gizi kurang sebanyak 3 siswi dan lainnya
mengalami status gizi lebih.
Asupan makanan berkaitan dengan kebutuhan gizi. Kebutuhan gizi
yang harus dipenuhi berasal dari zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein dan
lemak. Jika kebutuhangizi tidak terpenuhi atau berlebih akan menyebabkan
ketidakteraturan siklus menstruasi (Dieny, 2014). Asupan karbohidrat akan
memenuhi kebutuhan kalori pada saat fase luteal, asupan protein mempengaruhi
panjangnya fase folikular dan asupan lemak mempengaruhi hormon reproduksi.
Asupan makanan yang berlebih nantinya akan diubah menjadi simpanan lemak
yang nantinya juga akan mempengaruhi hormon reproduksi (Paath, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitoayu, Pertiwi, dan
Mulyani (2017), mengenai kecukupan zat gizi makro dan siklus menstruasi pada
90 siswi di SMA Negeri 21 Jakarta, didapatkan siswi dengan asupan lemak tidak
baik 56,6%, dan 47% diantaranya mengalami siklus menstruasi tidak teratur, 65%
yang memiliki asupan protein tidak baik, 54% diantaranya mengalami siklus
2
menstruasi tidak teratur dan 83,2% asupan karbohidrat tidak baik, 61,5%
diantaranya mengalami siklus menstruasi tidak teratur.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian
hubungan antara status gizi dan asupan zat gizi makro dengan siklus menstruasi
pada siswi di SMA Negeri 1 Samarinda.
3
1.4.2. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi maupun
untuk pengembangan khasanah ilmu pengetahuan untuk penelitian siklus
menstruasi selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menstruasi
2.1.1 Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan
peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal
dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche sampai
menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi (Ganong, 2009).Pendarahan
menstruasi merupakan hasil interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon
dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor
lain di luar organ reproduksi (Prawirohardjo, 2011).
5
LH sama-sama menstimulasi folikel ovarium untuk mensekresi estrogen (Tortora
& Derrickson, 2009).
Lutenizing Hormone (LH) dapat merangsang transformasi jaringan
folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah
ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum
mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron. Korpus
luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya sekitar 8 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Kadar estrogen dan progesterone yang meningkat, akan
memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari, sehingga
menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum
akan lisis sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu
sendiri. Akibatnya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun. Penurunan
kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus dan pituitari dari
pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-hormon tersebut. Selanjutnya
pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk merangsang pertumbuhan folikel
baru di ovarium yang mengawali fase folikuler siklus ovarium berikutnya
(Guyton, 2014).
Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh
folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang
menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus
ovarium bersamaan dengan fase proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat
dalam kadar hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menyebabkan kontraksi
arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium tidak dialiri
darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan permulaan satu
siklus menstruasi baru (Guyton, 2014).
Progesteron disekresikan oleh sel-sel di korpus luteum. Progesteron dan
estrogen berfungsi untuk membantu persediaan dan pertahanan dinding
endometrium dan proses implantasi ovum. Kadar progesteron yang tinggi dapat
menghambat sekresi GnRH dan LH (Sherwood, 2014).
Ada beberapa hormon yang juga disekresikan selama siklus menstruasi,
yaitu relaksin dan inhibin. Relaksin diproduksi oleh korpus luteum setiap
bulannya. Hormon ini berfungsi untuk merelaksasi dinding enometrium dengan
6
menghambat kontraksi dari miometrium karena diperkirakan bahwa proses
implantasi terjadi pada saat keadaan dinding endometrium dalam keadaan
relaksasi. Inhibin disekresi oleh sel granulosa yang ada pada folikel yang sedang
berkembang dan oleh korpus luteum setelah ovulasi. Selain itu juga berfungsi
untuk menghambat sekresi FSH dan LH (Tortora & Derrickson, 2009).
7
masuk dalam pembuluh darah untuk membantu proses pembentukan dinding
endometrium untuk persiapan implantasi. Saat dinding endometrium menebal,
kelenjar kelenjar akan berkembang dan arteri-arteri akan memanjang kembali
dan mempenetrasi lapisan stratum fungsional. Fase preovulatorik juga disebut
dengan fase preproliferatif (Tortora & Derrickson, 2009).
c. Fase Ovulasi
Fase terjadinya rupture pada graafian folicle dan melepaskan oosit
sekunder ke dalam rongga pelvis, biasanya fase ini terjadi di hari ke 14 pada
28 hari siklus. Pada fase ini terjadi perlonjakan LH menyebabkan adanya
sekresi collagenase sehingga terjadi penurunan produksi kolagen yang pada
akhirnya menyebabkan proses inflamasi pada folikel. Prostaglandin akan
disekresikan sehingga menyebabkan kontraksi otot polos pada folikel
sehingga terjadi ruptur (Silverthorn, 2009).
d. Fase Postovulasi
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan sebelum terjadinya fase menstruasi
berikutnya, terjadi di hari ke-15 sampai hari ke-28 pada siklus 28 hari. Fase
ini juga disebut dengan fase luteal (Sherwood, 2014). Setelah folikel yang
ruptur melepaskan ovum, tersisa sel granulosa dan sel teka yang kemudian
akan kolaps dan menuju anthral space. Sel-sel tersebut akan berubah
strukturnya dan membentuk korpus luteum (Sherwood, 2014).
Korpus luteum berfungsi untuk mensekresi progesteron dan estrogen
jika terjadi pembuahan sampai terbentuknya plasenta, tetapi jika ovum tidak
dibuahi, maka korpus luteum akan mengalami degenerasi dan akan difagosit.
Setelah proses degenerasi korpus luteum selesai, maka siklus akan kembal ke
fase folikuler atau fase menstruasi (Sherwood, 2014).
8
Siklus menstruasi yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari).
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan
gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah
kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis, dan sebagainya.
(Sianipar,et al., 2009).
2. Oligomenorea
Siklus menstruasi lebih panjang (lebih dari 35 hari) tetapi jumlah perdarahan
tetap sama (Prawihardjo, 2011).
3. Amenorea
Amenorea dapat bersifat primer (yaitu, tidak pernah menstruasi) atau
sekunder (yaitu, sudah menarche, tetapi tidak ada periode selama 3 bulan
berturut-turut). Amenore primer adalah tidak adanya menstruasi pada umur
16 tahun denganadanya perkembangan pubertas normal atau pada umur 14
tahun dengan tidakadanya perkembangan pubertas normal. Amenore
sekunder terjadi karena disfungsi dari aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium
(HPO) (Sianipar,et al., 2009).
9
gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan
komposisi tubuh seseorang (Supariasa, Bakri & Fajar, 2013).Metode
antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan
protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan
epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti,
2015).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia
pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi
pada kasus yang lebih parah lagi, dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan
biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di
jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia
statis (Hartriyanti dan Triyanti, 2015).
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan
yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja
(Supariasa, Bakri & Fajar, 2013).
10
maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi
(Arisman, 2014).
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-
data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti
angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan
kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang
berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2015).
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi
dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis,
faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi
digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di
suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan
intervensi gizi (Arisman, 2014).
11
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (Hartriyanti dan Triyanti, 2015).
12
2.6 Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Siklus Menstruasi
Karbohidrat merupakan sumber peningkatan asupan kalori selama fase
luteal sehingga apabila asupan karbohidrat terpenuhi maka tidak akan terjadi
pemendekan fase luteal(Cheikh, 2009). Karbohidrat berperan penting dalam
pengaturan glukosa darah. Jika konsentrasi glukosa darah rendah akan
merangsang tubuh mengeluarkan hormon adrenalin yang dapat menghentikan
efektifitas progesteron (Mazarina, 2009).
Asupan protein hewani yang berlebih akan memperpanjang fase folikuler
ratarata 4,2 hari, peningkatan folicle stimulating hormone (FSH), dan penurunan
estradiol (E2) secara signifikan. Konsumsi daging yang kurang selama dua bulan
mengalami penurunan puncak luteinizing hormone (LH) dan pemendekan fase
folikuler rata-rata 3,8 hari. Tingginya konsumsi protein hewani meningkatkan
risiko terjadinya infertilitas akibat anovulasi dan konsumsi protein nabati dapat
mengurangi risiko terjadinya infertilitas(Paath, 2005).
Asupan lemak yang rendah maupun tinggi akan mempengaruhi kadar
GnRH dalam serum dan urin (Manuaba, 2009). Asupan rendah lemak akan
menyebabkan tiga efek utama yaitu siklus menstruasi memanjang dan meningkat
rata-rata 1,3 hari, lamanya waktu menstruasi meningkat rata-rata 0,5 hari, dan fase
folikuler meningkat rata-rata 0,9 hari (Paath, 2005).
Akumulasi asupan karbohidrat, protein maupun lemak yang berlebihan
akan diubah menjadi simpanan lemak. Tingginya simpanan lemak akan
menyebabkan terjadinya gangguan siklus menstruasi dengan akumulasi kadar
estrogen dalam tubuh (Wiknjosastro, 2010).
13
BAB III
KERANGKA KONSEP
Status Gizi
Asupan Zat
Gizi Makro
Penyakit
Reproduksi
Stres
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
14
3.2 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan antara status gizi dengan siklus menstruasi pada siswi
SMA Negeri 1 Samarinda
2. Terdapat hubungan asupan zat gizi makro dengan siklus menstruasi pada
siswi SMA Negeri 1 Samarinda
15
BAB IV
METODE PENELITIAN
16
Dengan menggunakan rumus di atas, maka perhitungan sampel adalah:
1,96 × 0,5 (1 − 0,5)591
𝑛=
0,052 (591− 1) + 1,96 × 0,52 (1 − 0,5)
289,59
=
1,965
= 147,37
= 147
17
responden atau melihat daftar ukuran rumah tangga (URT) yang ada untuk
memperkirakan URT. Data asupan yang telah didapat kemudian dikonversi ke
dalam gram (gr) dengan bantuan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
yang dikeluarkan boleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2011 dan dibandingkan
dengan angka kecukupan gizi (AKG) sesuai umur setiap responden.
18
Kriteria objektif : 1. Kurus yaitu nilai IMT/U pada -3 SD sampai dengan <-2
SD
2. Normal yaitu nilai IMT/U pada-2 SD sampai dengan 1
SD
3. Gemuk yaitu nilai IMT/U > 1 SD sampai dengan 2 SD
4. Obesitas yaitunilai IMT/U > 2 SD
3. Asupan Zat Gizi Makro
Definisi Operasional : Asupan nutrisi yang berupa karbohidrat, protein dan
lemak.
Cara ukur : Pengisian kuesioner food recall 2x24 jam
Alat ukur : Kuesioner food recall
Kriteria objektif : 1. Baik yaitu asupan zat gizi berdasarkan food recall≥
100%AKG
2. Sedang yaituasupan zat gizi berdasarkan food recall80-
90%AKG
3. Kurang yaitu asupan zat gizi berdasarkan food recall
70-80%AKG
4.Defisit yaitu asupan zat gizi berdasarkan food recall
<70% AKG
19
Excel 2013dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)versi
19.Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik dengan
menggunakan Microsoft Word 2013.
20
4.9 Alur Penelitian
Menetapkan populasi
dan sampel
Perizinan penelitian
Pengumpulan data
21
4.10 Jadwal Penelitian
Bulan
Kegiatan November Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Peneltian
Seminar Proposal
Penelitian
Revisi Proposal dan
Pengajuan Permohonan
Izin Penelitian di Komisi
Etik FK
Unmul
Pengambilan dan
Pengolahan Data
Penyusunan dan
Pembahasan
Seminar Hasil
Pembuatan draft
publikasi ilmiah
22
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, K. W. (2012). Hubungan Status Gizi dengan Siklus Menstruasi pada Remaja Putri
Kelas X di SMA PGRI 4 Denpasar. Skripsi, Universitas Udayana, Denpasar.
Almatzier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
American College of Obstetricians and Gynaecologists. (2015). Menstruation in girls and
adolescents: Using the menstrual cycle as a vital sign. Retrieved from
https://www.acog.org/Clinical-Guidance-and-Publications/Committee-
Opinions/Committee-on-Adolescent-Health-Care/Menstruation-in-Girls-and-
Adolescents-Using-the-Menstrual-Cycle-as-a-Vital-Sign.
Arisman. (2014). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Banudi, L. A. (2013). Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Begum, J., & Hossain A M: Nazneen, S. A. (2009). Menstrual pattern and common menstrual
disorders among students in Dinajpur Medical College. Journal of Nursing and
Health Science, 2(2), 37-43.
Brazier, Y. (2017). What you need to know about irregular periods. Medical News Today.
Retrieved from Medical News Today:
https://www.medicalnewstoday.com/articles/188635.php
Cheikh, I. (2009). Energy and nutrient intakes during different phases of the menstrual cycle
in females in the United Arab Emirates. Pubmed, 54(2), 124-128.
Cunningham, F. G. (2009). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Dasharathy, S. S. (2012). Menstrual Bleeding Among Regularly Menstruating Women.
American Journal of Epidemiology, 175(6), 536-545.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Gizi Seimbang. Retrieved from
http://gizi.depkes.go.id/
E-siong, T., Dop, M. C., & Winchiagoon, P. (2014). Proceding of the workshop on food
consumption survey in developing countries : Future Challenge. Food Nutrition and
Bulletin, 3(5), 127-135.
Ganong, W. F. (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC.
Gibson, S. R. (2005). Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University
Inc.
Gil, Y. C., Fagundes, R. M., Santos, E., Calvo, M. M., & Bernardine, J. D. (2009). Relation
of menstrual cycle and alimentary consumption of women. The European Journal of
Clinical Nutrtion and Metabolism, 4(3), 257-260.
Guyton, A. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
23
Hartriyanti, Y., & Triyanti. (2015). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Jones, D. L. (2012). Fundamental of Obstetrics and Gynaecology. New York: Elsevier.
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
Manuaba, I. B. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Nurlaila, Hazanah, S., & Shoufiah, R. (2015). Hubungan stres dengan siklus menstruasi pada
mahasiswa usia 18-21 tahun. Jurnal Husada Mahakam, 3(9), 452-521.
Paath, E. F. (2005). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Prawihardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Rizki, T. (2015). Hubunga Status Gizi dengan Keteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
kelas XI di SMK Negeri 1 Bantul. Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah,
Yogyakarta.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Silverthorn, D. U. (2013). Fisiologi manusia: sebuah pendekatan terintegrasi. Jakarta: EGC.
Sitoayu, L., Pertiwi, D. A., & Mulyani, E. Y. (2017). Kecukupan zat gizi makro, status gizi,
stres dan siklus menstruasi pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 13(3), 121-
128. Retrieved from https://journal.ugm.ac.id/jgki/article/view/17867
Supariasa, I. D., Bakrie, B., & Fajar, I. (2013). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suryatni. (2010). Buku Ajar Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. H. (2009). Principles of Anatomy and Physiology. Asia:
Wiley.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
24
LAMPIRAN
INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Kelas :
Alamat :
Bersedia menjadi responden penelitian dengan judul Hubungan Status Gizi dan
Asupan Zat Gizi Makro dengan Siklus Menstruasi pada siswi SMA Negeri 1
Samarinda dan akan memberikan jawaban sejujurnya demi kepentingan penelitian
ini.
Samarinda, ..................................
Peneliti Responden
25
Isilah pertanyaan dibawah ini dengan jelas dan lengkap.
A Identitas Responden
1. Nama Lengkap
2. Kelas
3. Tanggal Lahir
4. Usia
5. No Handphone
B. Data Antropometri
1. Berat Badan
2. Tinggi Badan
C. Data Menstruasi
26
D. Tidak
menstruasi
dalam 3 bulan
terakhir
27
Isilah formulir Food Recall 24 jam selama 2 hari dengan menulis semua jenis
makanan dan banyaknya makanan sesuai dengan makanan yang anda makan.
Hari ke 1
Bahan Makanan
Waktu Makan Nama Masakan Banyaknya
Jenis
URT gr*
Pagi/Jam
Siang/jam
Malam/Jam
Keterangan:
*tidak usah diisi
- Untuk ukuran rumah tangga (URT) bisa dilihat di lampiran
- Jenis bias dilihat di lampiran. Contoh: Karbohidrat
28
Hari ke 2
Bahan Makanan
Waktu Makan Nama Masakan Banyaknya
Jenis
URT gr*
Pagi/Jam
Siang/jam
Malam/Jam
29
Lampiran 2
Daftar Bahan Makanan Penukar (URT)
30
Daging babi 1 ptg kcl 25 Telur ayam negeri 1 btr bsr 60
Daging sapi 1 ptg sdg 50 Telur bebek 1 btr 60
Dadih sapi 2 ptg sdg 50 Telur puyuh 5 btr 60
Hati sapi 1 ptg sdg 50 Udang basah ¼ gls 50
Ikan asin 1 ptg kcl 25 Usus sapi 3 bulatan 75
31
Oyong (gambas) Tauge
Kangkung Tebu terubuk
Ketimun Terong
Tomat Cabe hijau besar
Kecipir
Pada sayuran kelompok B, satu porsi sayuran adalah 100 gram sayuran mentah dalam
keadaan bersih atau lebih kurang 1 gelas
Berat Berat
Bahan Makanan URT Bahan Makanan URT
(g) (g)
Alpokat ½ bh bsr 50 Mangga ½ bh bsr 50
Anggur 10 bj 75 Melon 1 ptg bsr 150
Apel ½ bh sdg 75 Nangka masak 3 bj 50
Belimbing 1 bh bsr 125 Nanas ¼ bh bsr 75
Duku 15 bh 75 Pepaya 1 ptg sdg 100
32
Jambu air 2 bh sdg 100 Pisang ambon 1 bh sdg 50
Jambu biji 1 bh bsr 100 Pisang raja sereh 2 bh kcl 50
Jambu bol ¼ bh sdg 75 Rambutan 8 bh 75
Jeruk manis 2 bh sdg 100 Salak 1 bh bsr 75
Kedondong 1 bh bsr 100 Semangka 1 ptg bsr 150
Kemang 1 bh bsr 100 Sirsak ½ gls 75
Sawo 1 bh sdg 50
Berat Bera
Bahan Makanan URT Bahan Makanan URT
(g) t (g)
Yoghurt 1 gls 200 Susu sapi 1 gls 200
Susu kambing ¼ gls 150 Tepung sari kedele 4 sdm 25
Susu kental ½ gls 100 Tepung susu skim 4 sdm 20
manis
Susu kerbau ½ gls 100 Tepung susu whole 5 sdm 25
33