OLEH
CANBERRA
April, 2009
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar isi ………………………………..………… iii
Ucapan terima kasih ……………………………….. v
Sistem transliterasi ………………………………… vi
Pengantar ……………………..…………………… vii
1. Pendahuluan ……………………………………… 1
2. Kandungan buku ………………………………… 2
3. Apakah khusyu’ itu ……………………………… 2
4. Roh (Ruh) termasuk rahasia Allah .......................... 12
5. Arti wajh (wajah) dalam al-Qur’ān ....................... 14
6. Keterangan tentang ayat 45-46 surah al-Baqarah .. 20
7. Arti kata s.abr dalam al-Qur’ān .............................. 25
8. Penggunaan ism al-fā‘il, (active participle, nomen
agentis), dan ism al-maf‘ūl (passive participle,
nomen patientis) dalam al-Qur’ān .......................... 28
9. Sebab turunnya ayat 183 dari surah al-Baqarah.... 33
10. Arti kata t.uma’nīnah dalam al-Qur’ān ……… 36
11. Apakah waktu duduk iftirasy tempat untuk ....
berkonsultasi dengan Allah? .................................. 44
12. Bacaan dan doa sebebelum, waktu sedang dan
sesudah berwudhu’ .............................................. 47
13. Apakah kita harus menghilangkan rasa takut
dalam mengerjakan shalat? .................................... 56
14. Apakah yoga itu? ................................................ 60
15. Ceramah Ustadh ‘Amr Khālid tentang Khusyu‘
dalam Shalat ………………………………… 80
16. Ketenangan jiwa oleh Mīkhā’īl Na‘īmah
(1889-1988) ………………………………… 91
Kesimpulan .............................................................. 93
iv
SISTEM TRANSLITERASI
Transliterasi dari tulisan/kata dalam bahasa Arab yang digunakan dalam
buku ini adalah gabungan dari sistem Library of Congress di Amerika Serikat dan
Islamic Studies, McGill University di Montreal, Kanada. Perbedaannya dengan
transliterasi Indonesia terutama pada 8 huruf, misalnya = th [ts], = sh [sy],
= s. [sh] dan = z. [zh]. Kata yang lazim di pakai seperti hadits, khusyu', shalat
dan zhalim ditulis dalam transliterasi Indonesia. Adapun nama Arab dapat juga
digunakan juga sistem transliterasi Indonesia apabila itu yang lebih umum dipakai.
Kata misalnya dapat dipakai madzhab atau mdhhab, tetapi kata lebih
banyak dipakai uma’nnah dari pada thuma'ninah. Untuk membedakan antara
huruf alif dan huruf hamzah dengan huruf ‘( عain), bilamana diperlukan, untuk
huruf عdigunakan tanda ‘, sedang untuk huruf alif atau hamzah digunakan
tanda ’, seperti kata ditulis dengan ‘ulamā’. Namun karena kata ini sudah
menjadi bahasa Indonesia, maka dapat ditulis biasa saja, seperti ulama.
a. Huruf mati:
= a atau ’ = b = t = th [ts] = j
= h. = kh = d = dh [dz] = r
= z =s = sh [sy] = s. [sh] = d. [dh]
= t. [th] = z. [zh] = ‘ = gh =f
= q = k = l = m = n
= h = w = y [atau i] = ’ (seperti alif)
b. Huruf hidup:
Pendek: Panjang:
Fath.ah --َ--- : = a = ـاā
Kasrah --ِ--- : = i = ـيī
D.ammah--ُ--- : = u = ـوū
vii
Pengantar
Para ulama berpendapat, bahwa bid‘ah yang dimaksud dalam hadits ini adalah
yang menyangkut ibadah, misalnya shalat dengan ruku’ dua kali atau sujud sekali saja.
Adapun hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari, sekalipun banyak
yang bid‘ah, tetapi masuk kategori bid‘ah yang dibolehkan, tidak termasuk bid’ah yang
diharamkan. Para ulama membagi bid‘ah kepada 5 bagian, seperti halnya segala
sesuatu masuk kedalam salah satu darikategori yang 5 itu, yaitu: wajib, sunnah, mubah
(dibolehkan), makruh dan haram. Dalam hal shalat kita harus lebih berhati-hati, jangan
sampai kita mengejar bid‘ah yang kita anggap wajib atau minimalnya sunnah, ternyata
termasuk bid‘ah yang makruh, apalagi haram. Na‘ūdhu billāh min dhālik.
Dalam kehidupan kita, banyak sekali hal yang kita sangka sebagai suatu
“kebetulan”, justru kerap terjadi berturut-turut. Hal ini menyebabkan kita berpikir, apakah
ini semua melulu kebetulan, atau memang sengaja ditakdirkan oleh Allah Yang Maha
Mengetahui supaya kita menyadarinya dan berbuat sesuatu dari kumpulan kebetulan
itu. Buku kecil yang “kebetulan” ada ditangan anda ini termasuk hasil dari sekian banyak
“kebetulan” itu.
Ketika saya berkunjung ke Makassar tahun lalu (2008) saya menemukan di
antara tumpukan buku pelajaran agama di sekolah yang tidak dipakai lagi, Buku
Kegiatan Amaliyah Ramadhan untuk SD/MI oleh Departement Agama Kantor Wilayah
Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2001. Adik saya, Syamsudduha, adalah guru
agama S.D.; almarhum suaminya, Drs. Alwi Mattebba, juga guru agama di PGA.; adik
saya yang satu lagi, Dra. Badriyah, juga guru agama, tapi saya tidak sempat bertanya
siapakah di antara mereka yang pernah memakai buku tersebut disekolah.
Dalam kunjungan saya ke Sydney, sembari mengunjungi adik saya yang
bungsu, Syamsiah, saya ke toko buku di Lakemba – wilayah yang sebagian besar
penghuninya beragama Islam, terutama orang Arab dari Lebanon, “kampung Arab”nya
Sydney, dimana imam mesjidnya, Syeikh Tajuddin al-Hilali, sering diwawancarai di TV
Australia - “kebetulan” saya menemukan buku terkenal yang sudah lama saya idamkan,
yaitu Fiqh Islam yang isinya perbandingan hukum Islam, terdiri dari 11 julid (kira-kira 14
000 halaman), karangan Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaylī. “Kebetulan” juga adik saya
membawa mobil, dan “kebetulan” keponakan saya Ervan ikut, sehingga ia bertugas
membawa buku-buku yang berat itu itu ke mobil. Belum selesai sampai di situ,
“kebetulan” pula saya melihat kaset-kaset kumpulan ceramah Ustādz ‘Amr Khālid
tentang ibadah, diantaranya menyangkut shalat khusyu’, dan “kebetulan” sedang diobral
(seharga kaset kosong), sehingga tidak ada alasan bagi saya untuk tidak membelinya
(kecuali jika saya sudah sok pintar dan merasa tidak perlu diceramahi, a‘ūdhu billāh!).
Buku-buku dan kaset ini semua menjadi bahan bacaan saya dalam menulis buku ini.
ix
1. Pendahuluan
2. Kandungan Buku
Buku Pelatihan shalat Khusyu' karya Abu Sangkan berisi 136 halaman.
Meskipun judulnya demikian, tetapi sebagian besar isinya adalah persiapan
untuk shalat khusyu, antara lain tentang shalat sebagai perjalanan ruhani (7
halaman), shalat merupakan pertemuan hamba dengan Allah (17 halaman),
mencoba konsentrasi (7 halaman), uma’nnah (11 halaman), wudu (4
halaman), dan persiapan untuk latihan relaksasi dan olah raga spiritual (4
halaman) - seluruhnya 70 halaman.
Pada halaman berikutnya barulah diterangkan tentang wudu', dengan
berdzikir yaitu dengan mengingat Allah Swt sambil membasuh anggota wudu’
(8 halaman). Sayang, dalam pembahasan tersebut tidak disebutkan bacaan-
bacaan ketika membasuh anggota-anggota wudu’, padahal bacaan ini juga
penting untuk persiapan menjalankan shalat khusyu’. Sesudah itu barulah
masuk ke topik buku, yaitu latihan shalat khusyu’ (29 halaman), yang berarti
kurang dari 1/5 dari isi buku.
1
Abu Sangkan, Pelatihan Shalat Khusyu': Shalat Sebagai Meditasi Tertinggi dalam
Islam, hlm. 3
4
2
Ibid., hlm. 81
5
.
... dari Abu Qatadah al-Ansari bahwa Rasulullah
s.a.w. shalat sambil membawa Umamah putri Zaynab
putri Rasulullah dan putri Abu’l-‘Ās. ibn Rabi’ah ibn
‘Abd Syams (dipundak beliau); kalau beliau sujud
beliau meletakkannya, dan kalau beliau berdiri
beliau membawanya (dipunggung ).
(HR Bukhari)
Hadits yang hampir sama dari Abū Qatādah diriwayatkan juga oleh
Imam Mālik3, Imam Muslim,4 Imam al-Nasā’ī,5 Ibn Khuzaymah,6 dan Ibn al-
Mundhir.7
3
Imam Mālik, al- Muwat.t.a’, juz 2, hlm.18.
4
Imam Muslim S.ah.īh. Muslim, juz 2, hlm. 150.
5
Imam al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, juz 4, hlm. 44.
6
Ibn Khuzaymah, S.ah.īh. Ibn Khuzaymah, juz 3, hlm. 404.
6
Pada hadits lain diriwayatkan pula bahwa Mu‘ādh (Mu'adz) bin Jabal
menyampaikan kepada Nabi bahwa seorang ma’mum waktu maghrib manakala
ia menjadi imam, berhenti jadi ma’mum lalu shalat sendiri. Nabi memanggil
orang tersebut, lantas ditanya mengapa ia berbuat dimikian. Jawabnya, karena
Mu‘ādh membaca ayat yang panjang-panjang, sedang hari sudah hampir
malam, sementara ia harus pergi menyirami pohon kurmanya. Alasan ini
diterima Nabi, bahkan Mu‘ādh sendiri dinasihati beliau agar tidak membaca
ayat panjang-panjang. Beliau tidak menyuruh sahabat Nabi tersebut mengulang
atau mengqada shalatnya, yang berarti shalatnya dianggap sah. Hadits-hadits itu
bunyinya sebagai berikut:
7
Ibn al-Mundhir, Al-Awsat., juz 5, hlm. 190.
7
Ini berarti, shalat tanpa khusyu’ sah-sah saja, sudah diterima Allah, sehingga
khusyu’ itu diperlukan hanya untuk meningkatkan nilai shalat kita.
Apakah khusyu’ itu? Menurut al-Rāghib al-As.fahānī (w.ca. 423 H/1034
M) dalam bukunya Mufradāt Alfādh al-Qur’ān, khusyu’ adalah
(kerendahan, kepatuhan, humbleness, submissiveness), yang keba-nyakan
digunakan untuk kepatuhan anggota badan, sedang kata d.arā‘ah kebanyakan
digunakan untuk kepatuhan hati (nurani).9 Adapun arti khusyu’ dalam al-
Qur’ān, al-Dāmaghānī )w. 478 H/1085 M) dan Ibn al-Jawzī (w. 597 H/1207 M)
menyebut empat menurut para ahli tafsir, yaitu:
1. (kerendahan diri, kepatuhan, humbleness, submissive-ness, and
self-abasement), seperti dalam al-Qur’ān:
“…dan merendahlah semua suara
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali
bisikan saja.” Q. 20:108) . “banyak muka pada
hari itu tunduk terhina” (Q. 88:2), dan .
“(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk
tunduk kebawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka
8
Abu Sangkan, Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 22-23.
9
Al-Rāghib al-As.fahānī, Mufradāt Alfā z. al-Qur’ān, hlm. 283
10
dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan
sejahtera” (Q 68:43). Jadi, khusyu’ dalam shalat adalah kita merendahkan
diri dan patuh kepada-Nya, dengan pandangan tunduk kebawah.
2. َ (persaan takut, fear), seperti:
“Maka Kami
memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan
kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-
perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan
cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (takut) kepada
Kami.” (Q.21:90). Jadi, khusyu‘ dalam shalat adalah kita merasa takut
kepada-Nya.
3. (kerendahan hati, humility, modesty, humbleness), seperti dalam al-
Qur’ān: “Dan mintalah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’
(rendah hati).” Q. 2:45). Jadi, khusyu’ dalam shalat menurut pengertian
ini, adalah merendahkan diri kepada-Nya.
4. (ketenangan anggota badan) dan ditambah oleh al-Dāmaghānī
(dan melemparkan pandangan ke tempat sujud),
seperti: “(yaitu) orang-orang yang khusyuk
(tenang) dalam shalatnya.” (Q. 23:2). Khusyu’ dalam shalat, menurut
10
ayat ini dan penafsiran para ahli tafsir, adalah tenang dan diamnya anggota
badan, tidak bergerak - yang difahami juga oleh Abu Sangkan sebagai
relaksasi anggota badan - ditambah dengan memusatkan pandangan ke
arah tempat sujud, agar dapat berkonsentrasi dan pikiran tidak mengawang-
awang.
Khusyu‘ dalam shalat menurut Ibn ‘Abbās (w. 67 H/678 M) adalah
takut dan diam,” sedang menurut Qatādah adalah “perasaan takut (dalam hati)
dan menundukkan pandangan”. Al-Awzā‘ī ketika ditanya tentang khusyu‘
10
Al-Dāmaghānī, Qāmūs al-Qur’ān, s.v. khushū‘, hlm. 158-159, dan Ibn al-Jawzī, al-
Wujūh wa ’l-Naz.ā’ir, s.v. khushū‘, hlm. 276-277.
11
11
Ibn al-Mundhir, al-Awsa, juz 5, hlm. 190-191.
12
Wahbah al-Zahayl, al-Fiqh al-Islā m wa Adillatuh, juz 2, hlm. 874.
12
13
Al-Fiqh al-Islā mī wa Adillatuh, juz 11, hlm. 913, 921, 932, 939.
13
14
Terjemahan Departemen Agama R.I.
15
Terjemahan Kementerian Urusan Agama, Arab Saudi.
14
Jadi apa arti rūh. pada ayat di atas ? Al-Dāmaghānī menyebutkan enam
arti rūh. dalam al-Qur‘ān, yaitu: rahmat, malaikat, Malaikat Jibril, wahyu, Nabi
Isa dan kehidupan yang ada pada makhluq yang mempunyai ruh. Sebagai
contoh untuk arti yang terakhir, ia menyebutkan ayat yang tersebut di atas .16
Seementara itu, al-As.fahānī menyebut ruh sebagai suatu yang menyebabkan
sesuatu hidup, bergerak, mencari kemanfaatan dan menghindari kemudaratan.
Sebagai contohnya, ia juga menyebutkan ayat di atas. Kemudian ia
memberikan arti lain seperti yang diberikan oleh al-Dāmaghānī di atas.
16
Al-Dāmaghānī,Qāmūs al-Qur’ān, hlm. 213.
17
Terjemahan Departemen Agama R.I.
15
Di sini kata h.anīfan (cenderung kepada agama yang benar, yaitu agama
monoteisme) diterjemahkan dengan “selurus-lurusnya”, sedang “dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”20,
diterjemahkan dengan “dan ruhku tidak terhambat oleh benda-benda (syirk), di
mana kata aku diterjemahkan dengan ruhku untuk menekankan ruh (roh) dalam
menjalankan shalat. Tetapi, barangkali Abu Sangkan lupa, jasad juga tidak
boleh dilupakan, karena manusia terdiri dari ruh dan jasad, keduanya
bertanggung jawab pada Hari Kemudian. Kata aku dan ruhku jelas sangat
berbeda. Kata aku termasuk di dalamnya ruh dan jasadku, sedang kata ruhku,
tidak termasuk di dalamnya jasadku. Dalam menyembah Allah, tidak hanya ruh
atau jasad saja yang menyembah, tetapi keduanya. Di akhirat, orang yang tidak
menyembah Allah berdosa dan akan disiksa Allah sesuai janji-Nya, bukan
hanya ruhnya, tetapi juga jasadnya, karena pada hari kebangkitan, jasad juga
dibangkitkan, dan masing-masing anggota jasad mengakui perbuatannya,
seperti yang diungkapkan dalam ayat al-Qur’ān di bawah ini:
18
Terjemahan Departemen Agama R.I.
19
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 16.
20
Terjemahan Departemen Agama R.I.
16
Sesungguhnya orang-orang
yang kafir kepada ayat-ayat Kami,
kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam
neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit
mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka
merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q. 4:56)
Disamping itu, ayat ini juga menunjukkan bahwa sejak 15 abad silam, Allah
telah menyatakan bahwa kulit adalah alat perasa yang merasakan dingin dan
panas, termasuk siksaan dalam neraka.
Pada halaman berbeda, Abu Sangkan menterjemahkan kembali ayat
tersebut di atas , sebagai berikut:
Kuhadapkan muka dan jiwaku kepada
Zat yang menciptakan langit dan bumi dengan
keadaan tunduk dan menyerahkan diri dan aku
bukanlah dari golongan kaum musyrikin.21
(Q. 6:79)
Di sini kata wajhī (lit. “mukaku”) diterjemahkan dengan “muka dan
jiwaku”. Terjemahan Departement Agama dengan “diriku” lebih tepat, karena
dalam bahasa Arab kata wajh (wajah, muka) kadangkala dimaksudkan
keseluruhan badan, bukan muka saja. Kawan sekamar saya dulu bernama
Abduh dari Yaman, yang bekerja sebagai penjual obat di Apotik Al-Kalali
(milik Ahmad al-Kalali asal Indonesia-Yaman) di Khamis Musyait, Arab Saudi,
pernah mengatakan bahwa si Anu itu (seorang dokter asal Pakistan), karena
sudah banyak ditolong dan sudah kaya, seharusnya memberikan ra’s ghanam
21
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 23.
17
22
Terjemahan Departemen Agama R.I.
23
Ibid.
18
24
Ibid.
25
Ibid.
19
26
Ibid.
27
Al-Mufradāt li-Alfāz. al-Qur’ān, hlm. 856
28
Terjemahan Departemen Agama R.I.
20
29
Ibn al-Jawzī, Nuzhat al-A‘yun al-Nawāz.ir, hlm. 617-618
30
Terjemahan Departemen Agama R.I.
21
31
Pelatihan Shalat Khussyu', hlm. 22.
22
Ibn Kathīr (Katsir) dalam menafsirkan ayat tadi (Q. 2:46) mengatakan
bahwa Allah menyuruh hamba-Nya menggunakan sabar dan shalat untuk
memperoleh kebaikan dunia-akhirat. Ia mengutip Muqātil bin H.ayyān yang
mengatakan, “Amalkan kesabaran dan shalat wajib untuk akhirat. Adapun
kesabaran di sini, menurut mereka [ahli tafsir] adalah puasa.” Dikatakanoleh Ibn
Kathir bahwa Mujahid (w. 103 H/722 M) juga berpendapat demikian. Al-
Qurubī (w. 671 H/1273 M) dan ulama yang lain mengatakan, itulah sebabnya
bulan Ramadan dikatakan “bulan kesabaran” sebagaimana termaktub dalam
literatur hadits. Pendapat yang lain mengatakan bahwa sabar pada ayat tersebut
berarti “menghindari kejahatan”. Itulah sebabnya “sabar” disebutkan bersama
dengan amal-amal ibadah yang lain, terutama “shalat.” Ibn Abī H.ātim juga
32
Al-Zamakhsharī, al-Kashshā f, Juz 1, hlm. 139.
23
menyampaikan bahwa ‘Umar bin Khattāb r.a. pernah berkata, “Ada dua macam
kesabaran: kesabaran yang baik adalah waktu mendapat mala-petaka, dan
kesabaran yang lebih baik adalah menghindari larangan-larangan Allah.”
Dikatakan pula oleh Ibn Kathīr bahwa al-H.asan al-Bas.rī (w. 110 H/728 M)
pernah juga berkata seperti itu.33
Perbedaan yang lain antara hasil terjemahan yang dibuat oleh
Departemen Agama dan Abu Sangkan terhadap Qur’an 2 (surah al-Baqarah)
ayat 45-46 adalah dalam lafal mulāqū rabbihim. Kendati keduanya sama-sama
dengan menggunakan kata akan, yaitu “mereka akan menemui Tuhan-nya”,
tetapi ada perbedaan pada kata ilayhi rāji‘ūn, Departemen Agama
menterjemahkan dengan “mereka akan kembali kepada-Nya”, sedang
terjemahan Abu Sangkan “mereka kembali kepada-Nya,” tanpa menggunakan
kata akan. Barangkali, dengan begitu, Abu Sangkan memaksudkan
pengertiannya yang lebih luas, yakni kita semua sedang dalam perjalanan
menuju akhirat, karena dunia hanya sekedar tempat singgah untuk beramal baik
sebanyak-banyaknya, sebagai bekal hidup untuk di akhirat kelak. Untuk
menguatkan pendapatnya, ayat ini dia gunakan sebagai dalil bahwa “orang yang
khusyu’ adalah orang yang mempunyai kesadaran ruhani (dzann) bahwa dirinya
sedang bertemu dengan Tuhannya.” Kata dzann yang artinya “keyakinan”
dalam ayat ini, diartikannya “kesadaran ruhani”, lalu ayat di atas ditafsirkan
“yang (sedang) meyakini bertemu dengan Tuhannya dan kepada-Nya mereka
kembali”. Di sini kata “akan” pada kata kerja “bertemu” dan “kembali” tidak
ada, karena yang dimaksudkannya adalah sedang dan bukan akan bertemu
dengan Tuhannya diwaktu shalat. Betul, waktu shalat kita menghadap Tuhan,
tetapi bukan dengan menggunakan ayat di atas sebagai dalil, karena ayat
tersebut menunjukkan masa depan di akhirat, tempat manusia akan kembali.
Untuk menegaskan pendapatnya dan menyalahkan penafsiran para ulama
terdahulu, yang mengatakan bahwa ayat mulāqū rabbihim (bertemu dengan
Tuhannya) adalah di Hari Kiamat, dikatakan-nya:
Maka bagi orang yang
mengartikan bahwa kembali atau
bertemu dengan Allah yang dimaksud adalah
nanti di akhirat saja, sangatlah tidak masuk akal,
karena jika pendapatnya demikian akan muncul
33
Ibn Kathīr, Tafsīr Ibn Kathīr.
24
34
Pelatihan Shalat Khusy', hlm. 24.
35
Ian T. Ramsey, “Pantheism”, Collier’s Encyclopedia, p. 935.
25
Ibn al-Jawzī memberi definisi s.abr yang agak berbeda dengan definisi
diberikan oleh al-Rāghib al-As.fahānī di atas , yaitu
“menahan diri dari apa yang diinginkan”. Setiap sesuatu yang menahan sesuatu
yang lain disebutkan telah “menyabarkannya,” dan sesuatu yang terlarang yang
dikatakan , adalah binatang yang dijadikan sasaran lemparan tombak
sampai mati. Dikatakan juga bahwa orang yang bersabar atas musibah adalah
orang yang sabar, karena ia menahan dirinya dari perasaan sedih, khawatir, dan
menyesal. Ibn al-Jawzī menyebutkan tiga arti dari s.abr (sabar) dalam al-Qur’ān,
sebagai berikut:
1. Sabar itu sendiri , dan inilah arti yang paling umum dalam al-
Qur’ān, misalnya,
“[…orang-orang bertaqwa] (yaitu) orang-orang yang bersabar, yang
benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah),dan
yang memohon ampun diwaktu sahur.” (Q. 3:17). (Lihat juga Q. 14:21 dan
Q. 38: 44).
2. Puasa , seperti ayat Dan mintalah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar (berpuasa) dan shalat. (Q.
2:45)
3. Kenekatan, keberanian, , seperti contoh yang diberikan oleh al-Farrā’,
yaitu:
“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan
siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api
neraka!” (Q. 2:175)
36
Al-Mufradā t, hlm. 474.
27
37
Ibn al-Jawzī, Nuzhat al-A‘yun al-Nawāz.ir, hlm. 387-388.
28
2:45), adalah bahwa (a) meminta pertolongan (kepada Allah) adalah berat; (b)
melakukan shalat adalah berat, kecuali bagi orang yang khusyu’, merendahkan
diri.38
Ayat ini diturunkan untuk menyabarkan orang-orang Islam atas
serangan dan ejekan orang-orang musyrik Makkah manakala mereka shalat
menghadap Ka’bah setelah mereka memindahkan arah kiblat dari Jerusalem ke
Ka’bah di Masjidil Haram. Orang-orang musyrik Mekkah mengatakan:
“Muhammad akan kembali kepada agama kita sebagaimana ia kembali ke kiblat
kita.” Karena itu, pengikut beliau disuruh meminta perlindungan-Nya dengn
bersabar dan mendirikan shalat. “Posisi sabar pada iman,” kata ‘Ali bin Abi
Talib r.a., “adalah seperti posisi kepala pada badan, tidak ada faedah badan
tanpa kepala.”39
38
Al-Samarqandī, Bah.r al-'Ulūm, bab 45, juz 1, hlm. 49.
39
Abū yyān, Tafsīr Bah.r al-Muh.īt., juz 2, hlm. 86.
29
40
Terjemahan Departemen Agama R.I.
41
Al-Rāghib al-As.fahānī Mufradāt Alfāz. al-Qur‘ān, hlm. 745.
30
42
Terjemahan Departemen Agama R.I.
43
Ibid.
44
Ibid.
45
Ibid.
31
46
Ibid.
32
(Q. 62:8)
47
Terjemahan Kementerian Urusan Agama Arab Saudi.
33
Kesimpulan:
Kata “menghadap Allah” dalam shalat tidak sama dengan “menemui”
Allah dalam shalat. Menghadap Allah tidak harus berada dihadapan-Nya,
sedang istilah “menemui Allah” digunakan dalam al-Qur’an hanyalah expressi
untuk “menemui Hari Kiamat, tempat kembali”. Nabi kita Muhammd s.a.w.
mengajarkan kita menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, sekurang-
kurangnya meyakini bahwa Ia sedang melihat kita saat kita menyembah-Nya.
Pada halaman 33 dari buku Pelatihan Shalat Khusyu' ini terdapat judul
“Mengapa shalat khusyu sulit didapatkan?” Kemudian dikutip ayat al-Qur’an,
”Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu” (Q. 2:185). Jika keduanya dihubungkan, seakan-akan berarti bahwa
melakukan shalat khusyu’ itu sukar, sedang Allah tidak menghendaki kesukaran
bagi kita, melainkan kemudahan, maka tidak perlu ada khusyu’ yang sukar itu
ketika melakukan shalat. Ini bukanlah yang dimaksud oleh Abu Sangkan,
penulis buku tersebut. Mungkin maksudnya, dengan mengikuti apa yang
terdapat dalam buku Pelatihan itu, apa yang dianggap “sulit” sebenarnya “tidak
sulit”, atau menjadi “tidak sulit”, karena Allah tidak menghendaki kesukaran
bagi kita, seperti yang dikatakan oleh Abu Sangkan dalam bukunya tersebut,
“Khusyu’ bukanlah sesuatu yang rumit tetapi bukan juga sesuatu yang
gampang.”48
Ayat 185 di atas sebenarnya diturunkan untuk memberikan keringanan
dalam melakukan puasa. Dikatakan oleh para ahli tafsir, ayat itu diturunkan
untuk meringankan bagi mereka yang lemah, sakit dan dalam perjalanan,
diizinkan tidak berpuasa dan meng-qada’ puasa guna melengkapi jumah puasa
48
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 42.
34
49
Al-Qurt.ubī, Tafsīr al-Qurt. ubī , juz 2, hlm. 314.
35
١٥٤
… dari Anas bin Malik
r.a. Nabi s.a.w. bersabda:
“Permudahlah, jangan mempersusah,
ringankanlah, dan jangan membuat
orang perpaling.”
(HR Bukhari dan Muslim)
٥
… dari ‘Ā’isyah r.a.
beliau berkata bahwa apabila
Rasulullah s.a.w. diharuskan memilih
dua hal beliau selalu memilih yang lebih
mudah dari keduanya selama bukan perbuatan
dosa, beliau adalah orang yang paling menjauh
dari berbuat dosa, dan Rasulullah s.a.w. tidak
pernah melakukan pemembalasan dendam
terhadap seseorang untuk dirinya mengenai
sesuatu apapun, kecuali pelanggaran atas
36
50
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 58-59.
37
51
Terjemahan Departemen Agama R.I.
52
Terjemahan Kementerian Urusan Islam, Arab Saudi .
38
(Q. 5:113)
They said: “We wish to eat thereof and to
satisfy our hearts (to be stronger in Faith), and
to know that you have indeed told us the truth
and that we ourselves be its witnesses.”
(Q. 5:113)
(Pengikut Nabi Isa a.s. minta kepada beliau agar Allah mengirimkan kepada
mereka hidangan dari langit agar bertambah keimanan mereka).
gerakan dalam shalat, tidak seperti gerakan mesin. Apabila kita membaca
bacaan sunnat di antara kedua gerakan dalam shalat, dengan sendirinya kita
berhenti sejenak dalam setiap gerakan shalat, misalnya waktu ruku’ ada yang
dibaca, waktu in’tidal ada bacaannya, juga waktu sujud dan duduk di antara
kedua sujud, semuanya ada yang dibaca dengan tenang (tidak bergerak), karena
bacaan-bacaan itu adalah ucapan yang diarahkan kepada Tuhan, karena kita
berbicara langsung dengan Allah Swt. Di sinilah pentingnya mengerti apa yang
dibaca itu agar tidak seperti mantra karena tidak dimengerti artinya.
T.uma’nīnah adalah salah satu rukun shalat menurut mazhab Maliki,
Hambali, dan sebagian pengikut Syafi‘i (sebagian lain menganggapnya syarat
dari rukun shalat). Adapun menurut madzhab Hanafi hukumnya wajib
berdasarkan perintah Nabi untuk melakukannya kepada seseorang yang
shalatnya tidak sah, yaitu hadits yang HR Abu Hurayrah, sebagai berikut:
Secara umum mereka sepakat bahwa t.uma’nīnah itu harus ada dalam shalat
berdasarkan hadits tersebut di atas.
Apakah t.uma’nīnah itu dalam shalat? Keempat mazhab memberikan
definisi yang hampir sama, sebagai berikut:
a. Hanafi:
53
Wahbah al-Zuhaylī, al-Fiqh al-Islā mī wa Adillatuhū, juz 2, hlm. 861-862.
54
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 56.
45
Meditation means
listening, and the meditative
46
55
Erich Schiffmann, Yoga, hlm. 306.
47
itu yang beliau ajarkan, tentu kita juga mengikutinya. Tetapi, bagaimana kalau
beliau tidak melakukannya, kemudian kita melakukannya, apakah ini tidak
menyalahi ajaran beliau? Mungkin pendapat ini berdasarkan hasil terjemahan
Abu Sangkan terhadap ayat dengan terjemahan
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,” sedang Departemen
Agama menterjemahkannya dengan “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat (Q. 2:46), seperti disebut di atas.
Lalu, bagaimana dengan ayat yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (Q. 29:45),
bukankah shalat telah menolong menghindari pelakunya dari perbuatan keji
dan mungkar? Ayat ini diterangkan oleh Ibn Kathr dalam tafsirnya, sebagai
berikut: “Shalat mempunyai tiga sifat: 1) ikhlas, yang mendorong pelaku shalat
untuk berbuat baik; (2) rasa takut yang menghalangi pelaku shalat dari berbuat
jahat; dan (3) ingat akan Allah, yaitu Qur’an (yang dibaca waktu shalat) yang
mengandung perintah dan larangan Allah. Kesimpulannya: kita minta tolong
kepada Allah dengan melakukan kesabaran dan mendirikan shalat, dan shalat
adalah alat yang digunakan Tuhan untuk mencegah kita dari berbuat keji dan
mungkar.
)
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap ucapan atau
perbuatan penting tidak dimulai dengan menyebut
[nama] Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung
maka ia terputus [kesempurnaannya]
(Musnad Ahmad, 17:397)
3. (bismillāhil ‘adzīm wal h.amdu lilāhi
‘alā dīnil islām), artinya, “atas nama Allah Yang Maha Agung dan pujian
untuk Allah atas agama Islam”. (Bacaan ini berdasarkan hadits Nabi riwyat
al-Tabrānī dari Abu Hurairah). Ada beberapa hadits Nabi tentang
pentingnya membaca h.amdalah (pujian kepada Allah Swt, yaitu al-hamdu
lillāh), antara lain sebagai berikut:
…
٥ ٦
… dari Abu Hurairah Pesuruh Allah s.a.w. bersabda:
“Setiap perbuatan penting tidak dimulai dengan pujian
[kepada Allah] akan terputus [kesempurnaannya].”
(Sunan Ibn Majah 6:5)
(Hadits yang isinya hampir sama diriwayatkan juga oleh
al-Nasā’ī dalam al-Sunan al- Kubrā, 6:127).
٤
… dari Abu Hurairah Pesuruh Allah s.a.w. bersabda:
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudu’, dan
Tidak ada wudu’ bagi orang yang tidak menyebut
Nama Allah Swt padanya.”
(Sunan Abu Da’ud, 1:141)
٤
… dari Abu Hurayrah, Pesuruh Allah bersabda:
“Tidak ada shalat bagi orang yang bertetangga
dengan mesjid kecuali di mesjid.”
(Sunan al-Dāraqut.nī, 4: 239)
Maksudnya adalah tidak ada shalat yang lebih baik bagi orang yang
tinggal dekat mesjid kecuali di mesjid; sama halnya dengan ungkapan
(“tidak ada pemuda selain ‘Ali”), maksudnya adalah tidak ada pemuda sehebat
Ali, bukan berarti bahwa hanya Alilah yang pemuda.
56
Wahbah al-Zuhaylī, al-Fiqh al-Islāmī, juz 1, hlm. 394
50
57
Muhammad al-Ghazālī, al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl
al- h.adīth, hlm. 65.
51
Doa ini dibaca oleh Nabi waktu mulai berwudu menurut riwayat al-
Tirmidzi dari Abu Hurairah.
2. Waktu membasuh telapak tangan
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri,
dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang
yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan),
“Mengapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena
itu rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu itu.”
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya,
maka mereka berada di dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal didalamnya.
(Q. 3:106-107)]
“Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha
Esa, tidak ada sekutu bagi-NYa, dan saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan pesuruh-Nya.”
Membaca syahadat ini menurut hadits riwayat Muslim, Abu Da’ud dan
Ibnu Majah dari ‘Umar bahwa Nabi s.a.w. bersabda bahwa barangsiapa
membacanya sesudah berwudu’ dengan sempurna, Allah akan membuka
pintu sorga yang delapan itu untuk dimasukinya menurut pilihannya.
58
Bukhari, Sahih Bukhari, juz3, hlm.287, dan juz 22, hlm. 447; Muslim, Sahih Muslim,
juz 1, hlm. 425; Abu Da’ud, Sunan Abu Da’ud, juz 12, hlm. 370; Tirmidhi, Sunan al-
Tirmidhi, juz 10, hlm. 147; dan Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz 12, hlm. 334.
56
59
Zuhaylī, al-Fiqh al-Islāmī, juz 1, hlm. 408-409; Buku Kegiatan Amaliyah Ramadhan,
hlm. 3-5.
60
Pelatihan Shalat Khusyu', hlm. 66.
57
Sahabat Nabi sendiri, yaitu ayah dari Mut.arrif menyaksikan Nabi menangis
waktu sedang shalat, seperti yang disampaikannya dalam hadits di bawah ini:
61
Faried F. Saenong, “In Search of Barakka’ and Authenticity” hlm. 10-11; H.
Muhammad Ruslan, M.A. ed. et al., Ulama Sulawesi Selatan, hlm. 19-22; 140-141;
248-256; 259-260; 320-324.
62
Ibn ‘Abbās, Kitāb Gharīb al-Qur’ā n, hlm. 64.
59
takut dan kuatir itu ada, bukan seperti menghadapi sahabat kental di mana kita
dapat releks dan santai - tapi hati-hati juga, jangan sampai salah ngomong dan
melukai perasaannya. Suatu lolucon bahasa Arab yang isinya mengagumi
seseorang, setelah saya terjemahkan kedalam bahasa Indonesia, ternyata
dianggap menghina.
Perlu saya sampaikan di sini suatu kejadian luar biasa seputar shalat.
Pada malam kedelapan bulan Ramadhan (tahunnya tidak disebutkan), Perdana
Menteri Palestina, Isma‘il Haniyyah, menjadi imam dalam shalat tarawih di
Mesjid bagian Barat di perkemahan pantai di bagian barat kota Ghaza. Kala itu,
kota Ghaza sudah setahun lebih diblokade Israel. Dalam shalatnya, beliau
membaca surah al-A‘rāf (7), lalu sampai pada ayat 128 dan 129, yang bunyinya
sebb.:
yang dihadapi di luar shalat. Ini berarti, beliau tidak membawa-bawa masalah
di luar shalat pada waktu shalat, apalagi menunggu solusi masalah tersebut dari
Allah pada waktu duduk iftirasy.
Nah, pada konteks inilah Abu Sangkan, penulis Pelatihan Shalat
Khusyu', mengajarkan kepada kita bahwa shalat mirip dengan yoga, untuk
mencari ketenangan dan kedamaian.
Apakah Yoga itu? Yoga berasal dari bahasa Sanskerta yang kata kerjanya
adalah yuj, yang artinya “mengontrol” (to control), “memasang kuk (to yoke)”,
dan “menyatukan” (to unite). Dikatakan bahwa yoga mempunyai 38 arti, antara
lain, “penggabungan” (joining), “penyatuan”, “kesatuan” (uniting, union), dan
“cara” (mode, manner, means).Yoga berkenaan dengan disiplin mental dan
fisik yang berasal dari India. Orang yang mempraktekkan yoga dinamakan
yogi. (Yogi perempuan dinamakan yogini).
Menurut The New Hutchinson 20th Century Encyclopedia (1980),
Yoga (Sanskrit, union). A system of Hindu philosophy,
characterized by belief in personal deity with whom it is possible
to attain mystical and ecstatic union by the practice of hypnosis and
complicated and prolonged system of mortification of the senses, e.g.,
by abstract meditation, induced apathy, rigidity of posture, ascetic
practices, concentration of mind on one particular point, etc….
Yoga (bah. Sanskerta, penyatuan): Suatu system filsafat Hindu,
yang cirinya adalah kepercayaan kepada dewa peribadi yang
dengannya dapat dicapai penyatuan secara mistik dan estatik
melalui praktek hipnotis dan sistem yang rumit dan panjang
dalam membunuh perasaan, misalnya dengan meditasi
yang abstrak, kelesuan yang dirangsang, postur (sikap
badan) yang kaku, praktek asetik (pertapa), konsentrasi
pikiran pada suatu point (titik), dan sterusnya...
63
Stephen Cross, The Elements of Hinduism, hlm. 51.
64
http://www.wikipedia.org/wiki/Yoga.
62
yang suci dan meminum airnya.65 Adapun jalan kecil yang dapat ditempuh
oleh orang Hindu untuk mencapai Moksha (surga) ada empat, yaitu:
1. The Path of Love/Devotion, yaitu cinta dan pengabdian dengan memilih
dewa atau dewi tertentu, lalu mempersembahkan hidup untuk
menyembahnya; dewa atau dewi yang disembah inilah sesuatu yang
paling penting baginya.
2. The Path of Knowledge, yaitu pengetahuan dengan mempelajari agama
Hindu dengan saksama dari seorang guru sebagai penunjuk jalan.
3. The Path of Right Action/Doing Your Best, yaitu perbuatan yang benar
(amal saleh), melakukan kewajiban (dharma) dengan sebaik-baiknya
tanpa mengharapkan imbalan. Banyak orang Hindu menganggap bahwa
jalan inilah yang paling baik untuk orang biasa.
4. The Path of Yoga/Meditation, yaitu Anda memusatkan pikiran sekuat-
kuatnya, sehingga Anda melupakan segala sesuatu di sekeliling Anda.
Jalan ini hanya dapat dilakukan apabila pikiran Anda bebas dari
pekerjaan, rumah, atau keluarga dan lain-lain yang dapat Anda
kuatirkan.66
Dalam agama Islam dikatakan bahwa orang yang mendekatkan diri
kepada Allah, Allah juga lebih mendekatkan diri kepadanya, seperti dalam
hadits sebagai berikut:
65
Anita Ganeri, What do we know about Hinduism, hlm. 14.
66
Sue Penney, Hinduism, hlm. 24-25; Anita Ganeri, What do we know about Hinduism,
hlm. 14, 15.
63
67
Sunan al-Tirmidī, juz 12, hlm. 33
68
Tirmidhī, Sunan al-Tirmidhī, juz 12, hlm. 33
64
Mintalah, maka
akan diberikan kepadamu;
carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu.
(Matius 7:7)
Akhir-akhir ini dilaporkan semakin banyak cedera terjadi sebagai akibat dari
yoga. Karena itu orang harus berhati-hati.69
Dengan kata lain, yoga pada asalnya adalah suatu usaha untuk
menyatukan diri dengan dewa dalam agama Hindu. Caranya: menghipnotis diri
dan menghilangkan perasaan dengan meditasi, sikap badan tertentu dan
bertapa. Di Barat yang tidak beragama Hindu, usaha untuk menyatu dengan
seorang dewa ditiadakan, dan yoga dijadikan sebagai suatu sistem relaksasi
dan latihan mental serta fisik untuk mencapai ketenangan jiwa. Inilah yang
dimaksud oleh Abu Sangkan dalam bukunya tersebut, yaitu orang Islam
memperoleh relaksasi dengan shalat, sebagaimana orang Barat mendapat
relaksasi dengan yoga.
Oleh karena kata “yoga” pada asalnya berarti “penyatuan dengan
dewa”, dan mengandung elemen spiritual dari agama Hindu, pada tahun 2008
di Malaysia yang agama resminya Islam dan di Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, majlis ulamanya melarang praktek yoga
tersebut untuk orang Islam. Pada hari Minggu, 25 Januari 2009, kira-kira 700
orang ulama bertemu di Padang Panjang mengeluarkan fatwa bahwa praktek
yoga itu haram bagi orang Islam disebabkan oleh elemen agama Hindu pada
yoga itu. Ulama di Mesir dan Singapura juga melarangnya dengan alasan yang
serupa. Fatwa ini ditentang oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Abdullah
Badawi, yang menganggap bahwa fatwa itu keterlaluan; orang Islam dapat
melakukan yoga asal tidak membaca mantera yang ada hubungnnya dengan
ritual Hindu.70
Demikian pula pendapat ulama di India, termasuk ulama dari Darul
Ulum di Deoband. Mereka berpendapat bahwa tidak ada larangan bagi ummat
Islam untuk melakukan yoga. Adapun nyanyian mantra seperti om yang
69
http://en.wikipedia.org/wiki/Yoga_as_exercise_or_alternative_med...
70
http://www.guardian.co.uk /commentisfree/belief/2009/jan/27/istan
66
mempunyai konotasi agama tidak perlu dalam yoga, dan orang Islam dapat
menggantinya dengan membaca ayat-ayat Qur’ān atau hal-hal yang
berhubungan dengan Allah. Maulana Abdul Khaliq Madrasi, utusan wakil
Rektor Darul Ulum, menyampaikan kepada harian The Indian Express, sebagai
berikut:
Yoga is a form of exercise. If some words,
which are supposed to be chanted while performing
it, have religious connotations, the Muslims need not
utter those. They can instead recite verses from
the Quran or praise Allah or remain silent.
71
http://www.indianexpress.com/news/deoband-intervenes-muslims...
67
72
Erich Schiffman, Yoga, hlm. 305.
73
Erich Schiffman, Yoga, hlm. 305.
74
Kenneth R. Pelletier, Mind as Healer, Mind as Slayer, hlm. 197-8; 217; 224.
69
Kita mengejar manfaat dari yoga, tetapi kita juga berusaha untuk
menghindari segi negatifnya seperti membaca mantranya atau melakukan sikap
badan yang mungkin membahayakan, semisal jungkir-balik. Apabila terasa ada
keraguan, lebih baik ditinggalkan, karena ada lagi kaedah usul fikih yang
mengatakan:
75
Drury, The Healing Power, p. 110.
70
adalah untuk menikmati hubungan yang kekal dengan Vishnu (Wisynu), yaitu
dewa yang memelihara alam.76
Agama Islam tidak mengenal lingkaran lahir dan mati (samsara), juga
tidak mengenal reinkarnasi yang terdapat dalam agama Hindu dan Buddha,
yaitu perpindahan roh orang mati kepada tubuh lain, tergantung keadaannya
pada waktu hidup di dunia; orang jahat, misalnya, dapat lahir kembali sebagai
binatang. Sebagai contoh, ada suatu cerita bahwa ada seorang janda bermimpi
berbicara dengan suaminya dan menanyakan keadaannya. Si suami menjawab:
“Pemandangan indah sekali!”
“Tentu enak tinggal di surga,” kata janda itu.
“Siapa bilang saya di surga?” kata sang suami, “saya adalah seekor
sapi jantan di padang rumput Montana.”
Orang yang meninggal dunia menurut agama Islam tidak akan kembali
lagi ke dunia ini, tetapi ruhnya tinggal di alam kubur yang disebut alam
barzakh, sambil menunggu datangnya Hari Kiamat. Karena itu, tidak ada
second chance kembali ke dunia untuk berbuat baik bagi orang yang sudah
meninggal. Allah berfirman:
(Demikianlah keadaan
orang-orangkafir itu), hingga apabila
datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah
aku (kedunia), agar aku berbuat amal yang saleh
terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan
yang diucapkannya saja. Dan dihadapan
mereka ada dinding sampai hari
76
http://e.wikipedia.org/wiki/Hinduism.
71
mereka dibangkitkan.
(Q. 23:99-100)
77
Drury, The Healing Power, hlm. 110.
75
daerah otak ruas tulang punggung yang paling atas, otot-otot bahu, mata dan
lain-lain yang ada pada ujung kaki terpijat.78
Adapun manfaat shalat Tahajjud, Mohammad Sholeh, seorang dosen
IAIN Surabaya membuat penelitian dengan disertasinya yang berjudul
“Pengaruh Sholat Tahajjud terhadap Peningkatan Perubahan Response
Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi”
Dengan disertasi tersebut, ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu
kedokteran pada program Pasca Sarjana Universitas Surabaya pada tahun
2007. Dikatakannya bahwa apabila kita melakukan shalat Tahajjud secara
rutin, tepat gerakannya, khusu', dan ikhlas, niscaya akan terbebas dari infeksi
dan kanker.79
Di antara keistimewaan shalatnya orang Islam, adalah sebb.
a. Sikap badan dan gerakannya tidak ada yang berbahaya, dan dapat dilakukan
oleh setiap orang yang sehat. (Bagi orang yang sakit, cukup bergerak
dengan isyarat dan bacaan di dalam hati. Bagi perempuan yang datang
bulan, ditunggu sampai bersih dari haid).
b. Shalat adalah suatu ibadah, kepatuhan kepada Allah, dan yang
melakukannya mendapat pahala.
c. Shalat dapat dilakukan setiap waktu dan tempat yang bersih, kecuali waktu
matahari sedang terbit, sedang berada di zenith (puncak yang tertinggi
dicakrawala), dan waktu sedang terbenam. Shalat ini adalah shalat
mutlak, tidak terikat oleh shalat lima waktu. Jumlah raka’atnya sedikitnya
satu raka’at sampai tidak terbatas. Apabila waktu mulai masuk shalat
tidak diniatkan berapa raka’atnya, maka sewaktu-waktu shalat itu dapat
dihentikan. Shalat-shalat yang lain di antaranya adalah Shalat Malam,
Shalat Duha, Shalat Hajat, Shalat Tobat, Shalat Tasbih, dan Shalat
Gerhana.
Apabila suatu waktu, dan ini tidak mustahil, shalat ini terasa sangat
bermanfaat, seperti yoga dengan diketemukannya faedah-faedah shalat,
78
http://mustdhani.blogspot.com/2008/11/shalat-untuk-pengobatan- dan-kesehatan.
html
79
http://blog-artikel-menarik.blogspot.com/2008/01/shalat- tahajjud-meninggkatkan-
kekebalan.html
76
80
Funk & Wagnalls. Standard Dictionary, 1974, s.v. Om.
81
Webster’s. Popular Encyclopedia, s.v. Om.
82
Funk & Wagnalls. Standard Dictionary, 1974, s.v. Shakti dan Devi.
83
Sue Penney, Hinduism, hlm. 11.
77
;
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya
(dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan
agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas
segala agama, walaupun orang-orang
musyrik tidak menyukai.
(Q. 9:33; 61:9)
Barangsiapa mencari
agama selain agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya, dan dia
di akhirat termasuk orang-
orang yang rugi. (Q. 3:85)
Menurut Mujāhid dan al-Suddī (w. 127 H./745 M), ayat ini turun
berkenaan dengan al-H.ārith bin Suwayd yang menjadi murtad bersama dengan
12 orang lainnya dan bergabung dengan orang-orang kafir di Mekkah. Setelah
78
ayat ini turun, saudaranya yang bernama al-H.alās ibn Suwayd al-Ans.ārī,
mengirim berita kepada al-H.ārith agar bertobat. Ibn ‘Abbas yang juga
meriwayatkan berita ini mengatakan bahwa setelah ayat ini turun al-H.ārith
bertobat dan menjadi Muslim kembali.84 Karena itu, kata al-Zamakhsharī, tidak
didapati suatu agama yang lain yang menyerupai Islam sebagai agama yang
benar. .85
84
Al-Qurt.ubī, Tafsīr al-Qur t.ubī, juz 4, hlm. 128.
85
Al-Zamakhsharī, al-Kashsh ā f, juz 1, hlm. 139.
79
٢٤
Katakanlah: Siapakah Yang memberi
rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?
“ Katakanlah: “Allah, dan sesungguhnya kami
atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada
dalam kebenaran atau dalam kesesatan
yang nyata. ” (Q. 34:24)
86
Al-Qurt.ubī, Tafsīr al-Qur t.ubī, juz 12, hlm. 173; juz 14, hlm. 198. Tafsīr Ibn Kathīr,
juz 6, hlm. 517.
87
Al-Zamakhsharī, al-Kashshāf, juz 5, hlm. 357.
81
- Orang yang tidak kusyu’ dalam shalat, shalatnya terasa berat dilakukan. Allah
berfirman, ...dan sesungguhnya yang
demikian itu [yaitu shalat] sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk,...” (Q. 2:45)
- Nilai shalat: shalat adalah jalan utama untuk mengenal Allah. Tanpa
shalat Anda tidak akan mengenal Allah, padahal mengenal Allah adalah
rahasia wujud. Mengapa kita diciptakan Allah? Untuk mengenal dan
mengabdi kepada-Nya. Allah berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (Q. 51:56).
- Kasihan Anda kalau hidup di dunia ini tanpa mengenal Allah. Cukuplah
kemuliaan bagi Anda bahwa Anda mempunyai Rabb [Tuhan Yang ditaati,
Memiliki dan Memelihara], dan cukuplah kebanggaan Anda bahwa Anda
adalah hamba-Nya. Ibn Taymiyyah (w. 728 H/1328 M) pernah berkata:
“Kasihan penduduk dunia, meninggalkan dunia tetapi tidak merasakan
yang paling nikmat padanya.” Ketika ditanya, apakah yang paling nikmat di
dunia, beliau menjawab, “Cinta Allah, ”
- Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari seorang sahabat
disuruh mengulang shalatnya sampai tiga kali, karena shalatnya belum
dianggap sah. Lalu beliau mengajarnya bahwa harus ada t.uma’nīnah pada
waktu ruku’, berdiri dari ruku’, sujud, duduk sesudah sujud, dan waktu
sujud berikutnya.
- Dalam hadits lain Nabi s.a.w. pernah mengatakan bahwa orang yang yang
tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, adalah mencuri [mencuri
waktu] dalam shalat.
- Ketika Nabi s.a.w. ditanya tentang orang yang mengalihkan perhatiannya
dalam shalat, beliau menjawab, itu adalah pencurian yang dilakukan setan
terhadap orang yang sedang melakukan shalat tersebut.
- Dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang yang mengalihkan perhatiannya
dalam shalat, seolah-olah Allah berkata kepadanya, “Apakah ada Tuhan
selain Aku, apakah ada yang lebih baik daripada Aku, yang lebih pemurah
daripada Aku?”
82
88
Ibn al-Mundhir, al-Awsat.
83
mengetahui apa yang kammu baca…” ternyata ada orang yang lebih parah
dari pada mabuk.
- Allah menyuruh kita bukan hanya sekedar melakukan shalat, tapi mendirikan
shalat, yaitu (“dirikanlah shalat”), bukan dengan perintah
(“shalatlah”), karena tidak setiap orang yang shalat telah mendirikan
shalat, yaitu menyempurnakan shalat . Orang yang sekedar shalat
saja ( dicela Allah dengan firman-Nya
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu)
orang-orang yang lalai dalam shalatnya” (Q. 107:4-5). [Ket. Ibn Qutaybah
(w. 276 H/889 M) dalam menerangkan arti (lit. “mendirikan
shalat”) mengatakan (“tetap melakukannya pada waktunya”);89
adapun al-Rāgib al-As.fahānī (w. ca. 425 H/1034 M) dalam menerangkan
ayat “mendirikan shalat” (Q. 5:55) mengatakan artinya
adalah (“tetap melakukannya dan memeliharanya”)].90
- Nabi menyuruh Bilal untuk adzan untuk shalat agar beliau beristirahat
dengannnya, bukannya beristirahat dari padanya.
- Anas r.a. menceriterakan bahwa beliau suatu waktu masuk ke mesjid dan
melihat sesuatu yang disangkanya sebatang pohon, ternyata Nabi s.a.w.
sedang shalat, lalu berdirilah disamping beliau (sebagai ma’mum). Nabi
membaca surah al-Baqarah, dan Anas mengharap agar beliau sujud
(maksudnya ruku’) setelah membaca seratus ayat, ternyata beliau baca
terus, dan Anas mengharap beliau ruku’ setelah selesai membaca surah al-
Baqarah. Ternyata Nabi baca terus surah Al Imran, dan Anas mengharap
beliau sujud setelah membaca seratus ayat, ternyata Nabi baca terus. Anas
mengharap Nabi ruku’ setelah selesai membaca surah Al ‘Imran. Ternyata
Nabi membaca surah al-Nisā’, dan mengharap Nabi ruku’ setelah membaca
seratus, ayat. Ternyata Nabi baca terus sampai akhir surah, sehingga timbul
pikirannya untuk meninggalkan Nabi shalat sendirian. Apabila Nabi
membaca ayat yang berkaitan dengan surga, beliau memohon surga kepada
Allah. Apabila beliau membaca ayat yang berkaitan dengan neraka, beliau
89
Ibn Qutaybah, Tafsīr Gharīb al-Qur’ā n, hlm. 31.
90
Al-Rāghib al-Is,.fahānī, Mufradāt, p. 690.
84
diam lalu berdoa agar dijauhkan dari neraka. Kemudian Nabi ruku’ yang
lamanya hampir seperti lama berdirinya, di mana beliau banyak berdoa,
sedang lamanya berdiri beliau dari ruku’ hampir sama waktu ruku’. Lalu
Nabi sujud di mana lamanya hampir sama lamanya saat beliau berdiri dari
ruku’ di mana beliau memperbanyak doa.
[Ket. 1. Doa-doa yang Nabi s.a.w. baca waktu shalat, baik waktu ruku’,
i‘tidal dan sujud dapat dilihat dalam buku-buku pedoman shalat; 2. Shalat
Nabi yang panjang waktu shalat sendirian, tidaklah bertentangan dengan
perintah beliau untuk memperpendek shalat waktu shalat berjama’ah; 3.
Urutan bacaan Nabi, dari surah al-Baqarah, lalu surah Āl ‘Imrān, kemudian
surah al-Nisā’ memberikan indikasi bahwa urutan surah yang ada dalam al-
Qur’ān sekarang, sedikitnya ketiga surah yang tersebut di atas, adalah dari
Nabi sendiri, bukan dari sahabat].
- Rabī‘ah ibn Ka‘b menceriterakan bahwa beliau melayani Nabi di waktu siang
dan tidur di (dekat) pintu rumah beliau. Didengarnya Nabi mengucapkan
berkali-kali (“maha suci Tuhanku”) sampai ia tertidur. Ketika
bangun didengarnya Nabi masih mengucapkannya berulang-ulang. Pada
suatu hari Nabi memanggilnya dan menyuruhnya meminta sesuatu kepada
beliau. Ia minta ditunda untuk memikirkan apa yang akan dimintanya,
sambil berkata kepada dirinya “Jangan sekali-kali engkau meminta sesuatu
yang duniawi.” Maka berkatalah Rabī‘ah, “Wahai Pesuruh Allah, saya
meminta agar saya menyertaimu di surga.” “Apakah ada lagi selain itu?”
tanya Nabi. Rabī‘ah menjawab, “Tidak, demi Allah Yang mengutus engkau
dengan kebenaran, saya tidak menghendaki selain dari itu.” Nabi berkata,
“Usahakanlah untuk memperbanyak sujud.” [maksudnya shalat].
- Di antara orang-orang yang shalatnya khusyu’ adalah Sufyan al-Tsauri
(Sufyān al-Thawrī, w. 161 H/778 M). Kalau Anda dapat melihatnya shalat
sekarang, Anda akan mengira bahwa ia akan meninggal sekarang juga,
karena amat khusyu’nya.
- Abdullah Ibn al-Zubayr ibn ‘Awwām (2-72 H/624-692 M), ketika
diberitahu bahwa telapak kakinya yang kena kanker harus dipotong,
menolak untuk diberi obat bius atau dipegang, tapi berpesan untuk
melakukannya waktu ia sedang sujud dalam shalat.
85
- Aِl-Hasan ibn Ali (3-50 H/625-671 M) apabila mulai masuk shalat kelihatan
sangat bersusah payah, merendahkan diri dan mukanya berubah (pucat).
Ketika ditanya mengapa demikian, jawabnya karena beliau sedang
menghadap Allah.
- Ali ibn Abi Talib (w. 40 H/661 M) ketika berwudu’ gemetar. Ketika ditanya,
“O, Amirul Muminin, mengapa Anda gemetar?” beliau menjawab:
“Sekarang saya sedang membawa amanah (yaitu tugas-tugas keagamaan)
yang pernah ditawarkan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
tapi semua menolak, sedang saya mengambilnya. [Ayat yang dimaksud Ali
r.a., adalah:
sampai hanya aurat yang lahir saja yang ditutup, sedangkan di dalam (hati)
telanjang karena penuh dengn dosa dan maksiat. [Ket.: Dosa yang
dimaksud di sini adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa besar seperti berjudi
dan minum minuman keras hanya dapat diampuni Allah dengan bertobat].
- Ketika Anda menghadap kiblat, sedang hati Anda membelakanginya, itu
adalah aib. Kemudian Anda berniat untuk mendirikan shalat dan bertakbir,
“Allahu Akbar”, Allah Maha Besar, yang berarti tidak ada yang lebih besar
dari pada Allah, lebih besar dari pada dunia dan segala isinya. Jika hati
Anda masih memikirkan selain-Nya, maka Dia menyaksikan atas
kebohongan hati Anda.
- Anda mengangkat tangan waktu bertakbir berarti Anda telah meninggalkan
urusan dunia.
- Anda berdiri [tidak boleh duduk bagi yang sanggup berdiri] dihadapan
Allah, mata diarahkan ke tempat sujud, jangan sampai pandangan itu
diangkat. Dalam keadaan seperti inilah manusia menghadap Allah, seperti
yang disebutkan dalam ayat “…(yaitu) hari
(ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (Q. 83:6)
- Tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri menunjukkan adab yang paling
tinggi terhadap Allah.
- Ingatlah bahwa Allah memperhatikan shalat kita. Kalau kita mengalihkan
pandangan atau pikiran kita terhadap yang lain selain Allah, seolah-olah
Allah berkata, “Apakah ada yang lain yang lebih baik dari pada Aku?”
- Dalam sebuah hadts qudsi, Allah berfirman bahwa apabila hamba-Nya
yang sedang shalat itu membaca “Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam,” maka Allah berfirman, “Hamba-Ku telah memuji-
Ku.” Ketika ia membaca “Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang,” maka Allah berfirman, “Hamba-Ku telah mengagungkan-
Ku.” Ketika ia membaca “Yang menguasai hari pembalasan,”
maka Allah berfirman, “Hamba-Ku telah memuji-Ku ”…
- Apakah dikala Anda memuji Allah dan Allah menyatakan bahwa Anda
telah memuji-Nya, pikiran Anda kearah lain? Rasakanlah kebesaran Allah
ketika Anda mengucapkan “Tuhan semesta alam.” Rasakanlah
88
- Sesudah membaca tah.iyyat ucapkanlah salam kepada Nabi, dan pada waktu
itu juga Nabi menjawab salam Anda, sebagaimana yang disebutkan dalam
sebuah hadits bahwa salam yang disampaikan kepada beliau sampai dan
beliau menjawab salam itu. Jangan sampai pikiran Anda melayang-langan
ketika mengucapkan salam itu.
- Sesudah itu ucapkanlah salam kepada diri sendiri dengan mengucapkan
assalāmu ‘alaynā (“semoga keselamatan ada pada kami”).
- Selanjutnya, ucapkanlah salam kepada hamba-hamba Allah yang saleh,
dengan mengucapkan wa ‘alā ‘ibādillāhi’s.-s.ālih.īn (“dan kepada hamba-
hamba Allah yang saleh”). Orang-orang saleh itu sangat kita perlukan,
karena kita tidak dapat hidup sendiri, kita perlu orang lain, yaitu mereka.
- Sambil mengucapkan syahadat, yaitu penyaksian bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad pesuruh Allah, angkat dan luruskanlah
telunjuk Anda. Menurut kebiasaan, dalam memberikan kesaksian dilakukan
dengan lisan atau tulisan, mulut yang berbicara atau tangan yang menulis.
Dalam tasyahhud keduanya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan Muhammad pesuruh Allah.
- Kita akhiri shalat kita dengan menoleh kekanan sambil memberi salam
kepada para malaikat yang ada di sebelah kanan kita, lalu menoleh kekiri
dan memberi salam kepada para malaikat yang ada di sebelah kiri kita.
- Setelah selesai shalat bacalah,
dengan sebaik-baiknya.
Doa ini maksudnya, minta pertolongan Allah agar shalat berikutnya
menjadi lebih baik.
[Ket.: Doa ini adalah pesan Nabi kepada Mu‘ādh bin Jabal, seperti
berikut:
Ketenanga Jiwa
Kesimpulan
Khusyu‘ dalam shalat adalah melakukannya dengan khidmat dan
kerendahan diri, menghayati sekaligus menghadirkan dalam pikiran gerakan-
gerakan yang kita lakukan sebagai pengabdian kepada Allah, seperti
menundukkan kepala dan menundukkan pandangan ketempat sujud, - bukan
sebagai gerakan robot - dan mengikuti apa kita baca (tadabbur) – bukan
sebagai membaca mantra yang sering kita tidak tahu artinya. Maka dari itu,
sangat penting untuk mengerti bacaan-bacaan kita. Waktu kita ruku’, kita
mengakui keagungan-Nya dengan perbuatan dan pernyataan dari bacaan
kita. Demikian juga waktu sujud, kita merendahkan diri dengan serendah-
rendahnya dan meletakkan kepala kita sujud ke tanah sambil mengakui-Nya
sebagai Allah Yang Maha Tinggi, melalui bacaan yang kita baca waktu sujud.
Ketika kita membaca al-Fatihah misalnya, kita berbicara kepada Allah dengan
memuji-Nya, mengakui keagungan-Nya, dan meminta hidayat daripada-Nya.
Begitu juga bacaan-bacaan lainnya waktu ruku‘, sujud dan membaca tahiyyat.
Sekalipun khusyu‘ tidak termasuk keharusan untuk sahnya shalat, tetapi
ia termasuk salah satu dari sekian banyak sunnah dalam shalat untuk
menambah kualitas shalat kita. Bacaan-bacaan yang kita baca sebelum,
sewaktu, dan sesudah mengambil air wudu’ sangat membantu untuk memasuki
shalat dengan khusyu‘.
T.uma’nīnah adalah diamnya anggota badan pada lima tempat: ruku’,
i‘tidāl (berdiri dari ruku‘), sujud pertama, duduk sesudah sujud pertama
dan sujud kedua. Tanpa t.uma’nīnah ini shalat kita tidak sah. Apabila
kita membaca bacaan-bacaan tertentu pada kelima tempat ini dengan
pelan-pelan dan merasa yakin bahwa lamanya sudah cukup, berarti
kita sudah melakukan t.uma’nīnah. Kalau kita sujud lebih lama lagi, dari
segi kesehatan lebih baik.
Kalau dalam t.uma’nīnah anggota badan harus diam pada 5 tempat
tersebut di atas, maka dalam khusyu’ anggota badan harus diam selain waktu
berpindah posisi, di mana gerak itu harus ada. Jadi, secara umum, khusyu'
mengharuskan diamnya anggota badan mulai dari memulai sampai
menyelesaikan shalat. Orang yang banyak melakukan gerakan yang tidak
perlu di mana ia harus diam - seperti menggaruk-garuk kepala, mengancing
baju, mengantongi kembali pena yang jatuh waktu ruku’ dan lain-lain -
menunjukkan bahwa ia tidak/kurang khusyu’.
94
Yoga adalah semacam “shalat” bagi orang Hindu dan mantra adalah
semacam “Fatihah”nya dan bacaan-bacaan lain di dalamnya. Sikap badan
dalam yoga selain bermanfaat untuk kesehatan dapat juga membuat cedera,
laksana pisau bermata dua. Sebaliknya, setiap gerakan dalam shalat mudah
dilakukan, bermanfaat untuk kesehatan dan tidak pernah membuat cedera.
Allah sengaja membuatnya mudah dilakukan untuk setiap orang yang sehat,
supaya tidak ada alasan baginya untuk tidak shalat. Adapun orang yang sakit,
kalau badannya sama sekali tidak dapat bergerak, cukup dengan isyarat,
dengan hati dan lidahnya. Jika ia tidak dapat menggerakkan lidahnya, cukup
dengan hati. Tampaknya lebih mudah, tetapi sebenarnya ia lebih susah karena
ia harus ingat selalu di mana posisinya dalam shalat: sedang berdirikah, sedang
dudukkah dan pada rakaat berapa ia berada, disamping mengingat
bacaannya.
Faedah shalat dari segi rohani sudah bukan hal yang baru lagi. Kita
sama-sama pernah mengalami dan merasakannya. Adapun faedahnya dari
segi jasmani sudah mulai bermunculan, diketemukan oleh para dokter dibidang
mereka masing-masing. Dr. Hembing Wijayakusuma, misalnya, ahli pengobatan
tradisional Timur dan Barat termasuk accupunctur mengatakan faedah shalat
dari segi kesehatan, mulai dari berdiri sampai memberi salam. Demikian juga
Dr. Mohammad Sholeh telah menemukan bahwa shalat thajjud dapat
meningkatkan ketahanan tubuh imunologik dan dapat dijadikan suatu
pertahanan terhadap serangan kanker. Maka dari itu bukan hal yang mustahil
di masa mendatang apabila faedah-faedah shalat dari segi kesehatan
diketemukan terus sehingga ia dapat menyaingi popularitasnya yoga di negeri
Barat. Karena memang, dari segi apapun, shalat memiliki kelebihan ketimbang
yoga. Dari segi postur (sikap badan), misalnya, postur pada shalat jauh lebih
baik dari pada postur pada yoga, sebab shalat adalah ciptaan Allah, dibuat
sebagai suatu cara untuk menyembah-Nya, termasuk perintah untuk menghadap
kiblat, yaitu Ka‘bah. Sedangkan yoga adalah ciptaan manusia, untuk
memperlancar hubungan dengan dewa/dewi melalui meditasi, yang konon
diciptakan Patanjali dari India, yang hidup kira-kira tahun 150 sebelum Masehi.
Belum lagi jika dilihat dari segi bacaan-bacaan dalam shalat yang umumnya
diambil dari ayat-ayat suci al-Qur'an (firman Allah), tentu tak dapat
dibandingkan dengan mantra dalam yoga yang dibikin manusia.
Pada konteks inilah, berlaku rumus bahwa setiap yang diharamkan
dalam Islam selalu ada penggantinya. Minuman keras diharamkan, sebagai
penggantinya adalah, air susu, air jus, air madu dan lain-lain. Daging babi
haram, maka penggantinya adalah, daging sapi, daging kambing, dan lain-
95
lain. Kalau yoga juga dianggap haram untuk orang Islam oleh sebagian ulama,
terutama majlis ulama di Indonesia, Malaysia, Mesir dan Singapura, lalu apa
penggantinya? Shalat itulah, dan banyak sekali macamnya, termasuk shalat
sunnah yang tidak ada hubungannya dengan shalat lima waktu, seperti shalat
Duha, shalat Tahajjud, shalat Tasbih dan shalat Mutlak. Shalat Mutlak ini dapat
dilakukan kapan saja – selain waktu yang tidak dibolehkan shalat, yaitu waktu
matahari sedang terbit, sedang berada dipuncak cakrawala (zenith) dan waktu
sedang tenggelam. Kalau tidak diniatkan berapa rakaatnya, dapat dilakukan
seberapapun rakaatnya, dan berhenti kapan saja, sekalipun hanya satu rakaat.
Ustadz ‘Amr Khālid dalam ceramahnya tentang khusyu’ dalam shalat
menekankan perlunya konsentrasi dan meninggalkan urusan dunia sejak waktu
mulai mengangkat tangan saat takbiratul-ihram, mengikuti dalam hati bacaan-
bacaan yang dibaca dan mengerti gerakan-garakan lahiriah dalam shalat.
Setiap gerakan lahiriah ada refleksinya dalam hati. Waktu kita mengucapkan
syahadat, naik saksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, pernyataan itu
dikuatkan dengan perbuatan, yaitu gerakan telunjuk yang diluruskan. Dalam
kehidupan sehari-hari biasanya pernyataan kita biasanya cukup dengan lisan
atau tulisan.
Ustadz ‘Amr Khālid memberikan contoh orang-orang yang shalatnya
khusyu, seperti Sufyan al-Tsauri (Sufyān al-Thawrī) dan H.ātim. Karena
khusyu’nya Sufyan al-Tsawri orang yang melihatnya mengira ia segera akan
meninggal dunia. Begitu pun H.ātim yang dalam shalatnya membayangkan
Ka‘bah di hadapannya, titian pada telapan kakinya, surga di sebelah
kanannya, neraka di sebelah kirinya, Malakul Maut (malaikat yang tugasnya
mencabut nyawa makhluk hidup) di belakangnya, Nabi memperhatikan
shalatnya, dan ia menganggap inilah shalatnya yang terakhir. Setelah selesai
melakukan shalat, ia masih bertanya-tanya apakah shalatnya ini diterima Allah.
Kita juga bertanya-tanya, apakah dalam melakukan shalat khusyu’ ini
Sufyan al-Tsauri dan Hatim, berada dalam keadaan releks sebagaimana yang
diajarkan dalam buku Pelatihan Shalat Khusyu' karya Abu Sangkan tersebut?
Mengapa AGH. Muhammad As‘ad, pendiri pesantren tertua di Sulawesi Selatan
dan guru para ulama-besar di daerah itu, masih juga tidak rileks karena tangan
dan kepala beliau selalu gemetar setiap memasuki shalat? Dapatkah orang
yang gemetar menghadapi sesuatu juga releks? Wallahu a‘lam!!!
96
Kata Penutup
Alhamdu lillah, segala puji bagi Allah, salam dan salawat atas
junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w., kepada sahabat dan keluarga beliau,
demikian juga para pengikut beliau yang menjunjung tinggi ajaran dan
bimbingan beliau, amin.
Selesai sudah Anda membaca buku kecil ini, dan jika di dalamnya
Anda merasa telah mendapat suatu informasi tentang shalat khusyu’ menurut
apa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah, dan kerap
disampaikan pada pengajian dan ceramah agama, saya, sebagai penulis, sudah
merasa bahagia dan telah mencapai tujuan yang dicita-citakan, lebih-lebih jika
Anda mengamalkannya. Jika demikian, alangkah baiknya jika Anda beri juga
kesempatan kepada orang lain untuk membacanya.
Sebaliknya, jika Anda merasa buku kecil ini kurang memuaskan,
semoga Anda masih juga mendapat pahala dari Allah lantaran membacanya,
karena Anda telah berusaha menambah ilmu, kendati yang dibaca kurang
memuaskan. Itu tidak mengurangi kegembiraan penulis, dan menjadi suatu
kehormatan karena Anda masih sempat membacanya. Semoga jerih payah
menulisnya mendapat pahala dari Allah SWT, karena mengikuti perintah Allah,
“…maka berlomba-lombalah kamu (dalam
berbuat) kebaikan.” (Q. 2:148 dan 5:48). Semoga amal ibadah kita diterima
Allah dan shalat kita bertambah khusyu’, sehingga hubungan kita lebih dekat
dengan Allah dan dengan hamba-hamba-Nya yang saleh.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. selesai mendirikan Ka‘bah dengan anaknya
Ismā‘īl, mereka berdoa, dan doa itu pula penulis baca setelah selesai menulis
buku kecil ini sebagai bentuk persembahan:
ر
"Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
” (Q. 2:127)
.
97
Lampiran A
MANTRA
Mantra adalah suara, suku kata, kata, atau sejumlah kata yang dapat
membuat suatu perubahan (transformasi). Macamnya banyak, tergantung
kepada madzhab dan filsafat yang ada hubungannya dengan mantra. Tujuannya
bermacam-macam, termasuk suatu upacara agama untuk menumpuk harta,
menghindari bahaya dan membasmi musuh.
Mantra yang sudah menjadi bagian penting dari tradisi agama Hindu
dan sudah menjadi praktek tradisi dalam agama Buddha, Sikh dan Janinisme
berasal dri tradisi Veda di India. Pada tradisi spirituil di Timur mantra dapat
digunakan untuk memelihara pikiran dari keinginan mendasar dari naluri atau
kecondongan kepada materialisme dengan memusatkan pikiran kepada suatu
idée spirituil, sepert “Saya adalah suatu manifestasi dari kesadaran ilahi.”
Dalam agama Hindu suara yang timbul dari mantra yang dibaca
berulang-ulang getarannya dapat membangunkan tenaga hidup spirituil, yaitu
Kundalini, bahkan dapat merangsang cakra (“chakra”). Cakra adalah
“lingkungan yang berbutar dari aktivitas bioenergetik yang memancar dari saraf
ganglia yang utama yang bercabang dari tulang punggung.” 91 Untuk
menghitung mantra digunakan malas, yaitu tali tasbih yang berisi 108 butir
manik-manik yang digantung di leher, misalnya membaca mantra Om (Aum)
Syanti, Syanti, Syanti (“Om Damai, Damai, Damai). Dalam agama Buddha
Tibet mantra yang paling populer adalah Om (Aum) Mani Padme Hum (Hung)
yang mempunyai arti simbolik yang bertingkat-tingkat dan banyak dibaca orang
Tibet pada jam-jam kerja mereka.92
91
http://en.wikipedia.org/wiki/chakra.
92
http://en.wikipedia.org/wiki/Mantra
98
Adapun arti dari mantra om mani padme hum disampaikan oleh Tenzin
Gyatso, yaitu Dalai Lama XIV dalam ceramahnya pada Kalmuck Mongolian
Buddhist Center, New Jersey di Amerika Serikat tanpa disebutkan tanggalnya.
Isinya antara lain sebagai berikut:
93
Lama Zopa Rimpoche, The Benefits of Chanting om mani padme hum.
http://www.fpmt.org/teachings/lzr /ommanibenefits.asp.
99
94
http://www.dharmaweb.org/index.php/On_the_meaning_of_Om_MANI_PADME_HU
M,_by_Tenzin_Gyats
100
Lampiran B
Sya‘ir Mīkhā’īl Na‘īmah, Not dan Lagunya
Keterangan
1. Dalam membaca syair di atas, apabila suku kata dalam huruf tebal ditekan
membacanya, maka akan terjadilah irama yang seperti berikut: --.- -.- *
-.- -.- .
2. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia dapat juga dibaca menurut irama
sebagai berikut:
-.-.-.- * -.-.-.- misalnya
Atap rumahku besi (“dari” tidak dibaca)
Rumahku dari batu
Datanglah angin ribut
Merataplah O pohon, dan seterusnya.
3. Bagi yang dapat membaca not musik dan ingin menyanyikannya dalam
bahasa Indonesia, dapat mencobanya dengan menyesuaikan iramanya.
4. Bagi mereka yang sedang mempelajari bahasa Arab, diharapkan sya’ir ini
dapat juga menolong mereka untuk menambah perbendaharaan kata-kata
bahasa Arab mereka.
Bibliografi
A. Buku
Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia, 1984.
Buku Kegiatan Amaliyah Ramadhan untuk SD/MI oleh Departement Agama
Kantor Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2001
Collier’s Encyclopedia. 24 vols. London and New York: P.F. Collier, Inc.,1989.
Cross, Stephen. The Elements of Hinduism. Brisbane: Element Books Ltd.,
1994.
Drury, Nevill. The Healing Power: A Handbook of Alternative Medicine and
Natural Health. French’s Forest, NSW: The Australia & New Zealand
Book Co. Ltd., 1981.
Echols, John M. and Shadily, Hassan. An English-IndonesianDictionary. Ithaca
and London: Cornell University Press, 1975.
Funk & Wagnalls. Standard Dictionary of the English Language. New York:
Funk & Wagnalls, 1974.
Ganeri, Anita. What Do We Know about Hinduism? Hove, East Sussex:
Macdoland Young Books, 1995.
Holy Bible: New International Version. East Brunswick, N.J.: International
Bible Society, 1984.
The New Hutchinson 20th Century Encuclopedia (ed. E.M. Horsley.
Hutchinson, Australia, 1977.
The Hutchinson Softback Encyclopedia (Unabridged). Oxford: Helicon
Publishing Ltd, 1992.
Interpretation of the Meanings of the Noble Qur’an in the English Language.
Riyadh: Ministry of Islamic Affairs, Endowments, Da‘wah and
Guidance, n.d.
Pelletier, Kenneth R. Mind as Healer, Mind as Slayer. London: George Allen &
Unwin, 1978.
Penney, Sue. Hinduism. Oxford: Heinemann Library, 1997.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Agama R.I., 2004.
Ruslan, H. Muhammad M.A. ed. et al., Ulama Sulawesi Selatan; Biografi
Pendidikan & Dakwah. Makassar: Komisi Informasi dan Komunikasi
MUI, 1428 H/207 M.
Schuffmann, Erisch. Yoga: The Spirit and Practice of Moving Into Stillness.
New York: Pocket Books, 1996.
103
B. CD
Program Maktabah Syāmilah
١٣٠٢ ٧٠١)
104
C. Internet
http://blog-artikel-menarik.blogspot.com/2008/01/shalat-tahajjud-
meninggkatkan-kekebalan.html
http://en.wikipedia.org/wiki/chakra
http://en.wikipedia.org/
http://e.wikipedia.org/wiki/Hinduism
http://en.wikipedia.org/wiki/Mantra
http://en.wikipedia.org/wiki/Yoga_as_exercise_or_alternative_med....
http://www.fpmt.org/teachings/lzr/ommanibenefits.asp).
http://www.guardian.co.uk /commentisfree/belief/2009/jan/27/istan
http://www.indianexpress.com/news/deoband-intervenes-muslims...
http://mustdhani.blogspot.com/2008/11/shalat-untuk-pengobatan-dan-
kesehatan.html
http://www.dharmaweb.org/index.php/On_the_meaning_of_
Om_MANI_PADME_HUM,_by_Tenzin_Gyats
D. Kaset
[ ]
Kaset Ceramah Ustadz ‘Amr Khālid tentang Khusyu‘ dalam Shalat (tanpa
tanggal)
105
E. Makalah
Saenong, Faried F. “In Search of Barakka’ and Authenticity: Global Network
of Pesantren and ‘Ulamā’ in South Sulawesi (Indonesia).” Makalah yang
disampaikan dalam Konferensi Internasional SSRC “Inter-Asia
Connection,” Dubai (21 Peb. 2008).
106
Pengarang
Dr. Muhammad Amin A. Samad (lebih dikenal dengan Amin Samad)
lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan pada tahun 1938. Ia memperoleh gelar
Ph.D. dari University of Melbourne, Australia (tempat ia pernah membantu
dosen dn mahasiswa mempelajari tata bahasa Bugis pada Departemen
Linguistik selama beberapa bulan), M.A. dari Institute of Islamic Studies,
McGill University, Montreal, Kanada (di mana ia pernah menjadi dosen
pembantu dalam bahasa Arab selama setahun), Diploma dari Ma‘had al-Dirāsāt
al-Islāmiyyah (Institut Studi Islam), dan Lc. dari Cairo University, Kairo, Mesir.
Ia mengajar bahasa Arab dan studi Islam pada Lac la Biche Muslim Association
di Lac la Biche, Alberta, Canada, dan bekerja sebagai Sekretaris dan Pembantu
Imam pada al-Rasheed Mosque, Edmonton, Alberta, Canada.
Dari tahun 1969 sampai 1973, lelaki yang karib dipanggil Amin Samad
ini mengajar bahasa Inggris di (al-Madrasah al-Mutawassit.ah,
SMP) di (al-Khad.rā’), (Sabt Tanūmah), dan (Khamīs
Musha t.) dekat kota (Abhā) di derah (‘Asīr), Arabia Selatan, Arab Saudi.
Dari tahun 1996 sampai 1998, ia pernah menjadi asisten professor pada
Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (International Islamic University
Mayasia) di Petaling Jaya (sebelum pindah kampus ke Gombak, Kuala
Lumpur), Slangor, Malaysia, dalam mata kuliah Sciences of the Qur’ān (ilmu-
ilmu al-Qur’ān), Sciences of the Hadīth (ilmu-ilmu Hadits) dan Sīrah (Riwayat
Hidup Nabi Muhammad s.a.w.).
Pada thun 2004, Amin Samad melawat ke Eropa (Prancis, Spanyol, Italia,
Monako, dan Swis), Maroko, Malta, Mesir, Turki, Kanada dan Amerika Serikat.
Karena lawatan ini sangat berkesan baginya, ia berharap bias segera
menyelesaikan tulisannya mengenai perjalanan panjang tersebut dan bentuk
buku, dan dapat membagi kesan-kesannya itu kepada para pembaca. Kini, ia
menetap di Canberra, Australia.