Anda di halaman 1dari 10

0|Page

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
UndangUndang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, ditetapkan
bahwa pembangunan transmigrasi dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki
keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem
pengembangan ekonomi wilayah. Kawasan Transmigrasi dibangun dan
dikembangkan di kawasan perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan dengan pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem
pengembangan.Pembangunan
pengembangan.Pembangunan Kawasan Transmigrasi dirancang secara holistik dan
komprehensif sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pedesaan/Wilayah
Kabupaten dalam bentuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi
Permukiman Transmigrasi.
Dalam UU No 29 tahun 2009 juga disebutkan bahwa perencanaan kawasan
transmigrasi adalah perencanaan kawasan yang mempunyai fungsi utama
budidaya, dalam bentuk Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT), Perencanaan
Kawasan Transmigrasi pada setiap Kawasan Transmigrasi, yang menghasilkan :
a. Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) berupa R-WPT dan R-LPT
b. Rencana Perwujudan Kawasan Transmigrasi.
RKT dapat berupa Rencana Tata Ruang WPT atau Rencana LPT.
Pengembangan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) diarahkan untuk
mewujudkan pusat pertumbuhan baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru,
sedangkan pengembangan Lokasi Permukiman Transmigrasi diarahkan untuk
mendukung pusat pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang
sebagai Kawasan Perkotaan Baru.
Wilayah Pengembangan Transmigrasi merupakan bentuk kawasan transmigrasi
yang dikembangkan dari kawasan perdesaan menjadi sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan dengan pusat pertumbuhan baru sebagai KPB.Wilayah Pengembangan
Transmigrasi terdiri atas: beberapa SKP, dan salah satu SKP yang dikembangkan
menjadi KPB.
Sedangkan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) merupakan bentuk
kawasan transmigrasi yang dikembangkan daripusat pertumbuhan yang ada atau
yang sedang berkembang menjadi KPB yang memiliki keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan dengan beberapa SKP sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam.
Rencana Perwujudan Kawasan Transmigrasi merupakan rencana
pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan untuk mewujudkan

1|Page
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
UndangUndang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, ditetapkan
bahwa pembangunan transmigrasi dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki
keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem
pengembangan ekonomi wilayah. Kawasan Transmigrasi dibangun dan
dikembangkan di kawasan perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan dengan pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem
pengembangan.Pembangunan
pengembangan.Pembangunan Kawasan Transmigrasi dirancang secara holistik dan
komprehensif sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pedesaan/Wilayah
Kabupaten dalam bentuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi
Permukiman Transmigrasi.
Dalam UU No 29 tahun 2009 juga disebutkan bahwa perencanaan kawasan
transmigrasi adalah perencanaan kawasan yang mempunyai fungsi utama
budidaya, dalam bentuk Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT), Perencanaan
Kawasan Transmigrasi pada setiap Kawasan Transmigrasi, yang menghasilkan :
a. Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) berupa R-WPT dan R-LPT
b. Rencana Perwujudan Kawasan Transmigrasi.
RKT dapat berupa Rencana Tata Ruang WPT atau Rencana LPT.
Pengembangan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) diarahkan untuk
mewujudkan pusat pertumbuhan baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru,
sedangkan pengembangan Lokasi Permukiman Transmigrasi diarahkan untuk
mendukung pusat pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang
sebagai Kawasan Perkotaan Baru.
Wilayah Pengembangan Transmigrasi merupakan bentuk kawasan transmigrasi
yang dikembangkan dari kawasan perdesaan menjadi sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan dengan pusat pertumbuhan baru sebagai KPB.Wilayah Pengembangan
Transmigrasi terdiri atas: beberapa SKP, dan salah satu SKP yang dikembangkan
menjadi KPB.
Sedangkan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) merupakan bentuk
kawasan transmigrasi yang dikembangkan daripusat pertumbuhan yang ada atau
yang sedang berkembang menjadi KPB yang memiliki keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan dengan beberapa SKP sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumberdaya alam.
Rencana Perwujudan Kawasan Transmigrasi merupakan rencana
pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan untuk mewujudkan

1|Page
kawasan transmigrasi menjadi satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi
wilayah, yang terdiri atas Rencana pembangunan kawasan
transmigrasidanRencana pengembangan
pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi
Dalam PP No.3 Tahun 2014 disebutkan bahwa Rencana Pembangunan Kawasan
Transmigrasi meliputi :
a. Rencana pembangunan
pembangunan SKP yang merupakan
merupakan rencana rinci SKP.
b. Rencana pembangunan KPB
c. Rencana pembangunan SP
d. Rencana pembangunan Pusat SKP
e. Rencana pembangunan Prasarana dan Sarana
Sarana
Yang keseluruhannya dilaksanakan dengan mengikut sertakan masyarakat
setempat melalui musyawarah.
Setiap SKP yang dimaksud diatas terdiri atas sekurang-kurangya tiga SP dan
sebanyak-banyaknya 6(enam) SP, yang salah satunya disiapkan menjadi Desa
Utama sebagai pusat SKP atau menjadi pusat KPB.Saat ini ketersediaan lahan
untuk pembangunan
pembangunan kawasan transmigrasi baru sudah
sudah sangat terbatas dan masih
adanya desa-desa setempat yg terisolir. Maka salah satu upaya yang dilakukan
pemerintahadalahmerencanakan pemukiman yang terintegrasi dengan
penduduk lokal/ desa dalam satu kesatuanadministrasi desa, berupa SP Pugar
. Untuk desa-desa yang berada disekitar calon pemukiman transmigrasi dan tidak
memiliki akses ke pusat pertumbuhan akan dihubungkan ke pemukiman
transmigrasi dan akan dimasukkan dalam deliniasi SKP dan SP tersebut selanjutnya
disebut SPTempatan, SP-SP baik SP baru, SP Pugar maupun SP tempatan
direncanakan mengarah ke pembentukan satu-kesatuan kawasan ekonomi dalam
sistem pengembangan ekonomi wilayah , sehingga wujud SKP tidak hanya berupa
SKP baru akan tetapijuga berupa SKP yang terintegrasi antara SP baru, SP Pugar.
Dengan demikian Satuan-satuan Pemukiman yang akan direncanakan dalam
SKP dapat berbentuk :
a. SP-Baru;
b. SP-Pugar;
c. SP-Tempatan.

1.2. Maksud ,Tujuan Dan Sasaran Penyusunan Rencana Rinci SKP


Maksud dari penyusunan
penyusunan Rencana Rinci SKP adalah mewujudkan
mewujudkan rencana
tata ruang SKP yang mendukung terciptanya Kawasan Transmigrasi secara aman,
produktif dan berkelanjutan yang dapat mengintegrasikan antara permukiman
penduduk setempat dengan permukiman transmigrasi.

2|Page
 Adapun tujuannya adalah
adalah menyusun:
1. Rencana Tata
Tata Ruang SKP (Struktur Ruang
Ruang dan Rencana
Rencana Peruntukan
Peruntukan SKP);
2. Rencana Pengembangan Usaha Pokok;
3. Rencana Jenis transmigrasi
transmigrasi yang akan dilaksanakan;
dilaksanakan;
4. Rencana Penataan Persebaran penduduk dan kebutuhan SDM sesuai
dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan SKP;
5. Indikasi program utama pembangunan SKP;
6. Rencana tahapan pembangunan SKP.
Sasaran dari perencanaan ini adalah untuk :
1. Terwujudnya keterpaduan program pembangunan kawasan transmigrasi
transmigrasi
dengan sektor terkait;
2. Tersedianya informasi areal yang
yang dapat dilanjutkan studi
studi RTSP
RTSP beserta
prakiraan daya tampung dan pola kegiatan usahanya;
3. Terarahnya pembangunan pemukiman-pemukiman transmigrasi;
4. Terciptanya keselarasan,
keselarasan, keserasian,
keserasian, keseimbangan
keseimbangan antar
antar lingkungan
permukiman transmigrasi
transmigrasi dan desa-desa setempat dalam kawasan;
kawasan;
5. Terciptanya investasi masyarakat di dalam kawasan;
6. Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan
masyarakat/swasta;
 Adapun fungsi /manfaat perencanaan
perencanaan SKP ini adalah
adalah ;
1. Mengetahui prioritas sarana dan
dan prasarana kawasan
kawasan yang perlu dibangun;
2. Mengetahui type –type SP transmigrasi (SP Baru, SP Pugar, SP Tempatan) di

dalam SKP ;
3. Mengetahui batas areal yang perlu dilaksanakan
dilaksanakan konsolidasi
konsolidasi lahan untuk
pembangunan pemukiman transmigrasi;
4. Mengetahui areal-areal yang dapat dilakukan studi RTSP ;

5. Mengetahui perkiraan kualifikasi SDM yang dibutuhkan untuk pembangunan

kawasan transmigrasi;

1.3. Landasan Hukum


 Acuan yang dipergunakan untuk penyusunan rencana rici SKP ini disusun
dan dilandasi oleh berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya:
khususnya:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009
2009 tentang Perubahan Undang-Undang
No.15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik

3|Page
Indonesia Tahun 2009 Nomor 131); dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1997 Tentang Ketransmigrasian (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3682, Transmigrasi Penduduk, Swakarsa, Wilayah, dan
Daerah, Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 37);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 30, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472);
4. PP No 3 Tahun 2014 TentangPelaksanaan UU No15 Tahun 1997Tentang
Ketransmigrasian Sebagaimana Telah Diubah dengan UU Nomor 29 Tahun
2009 TentangPerubahan Atas UU No 15 Tahun 1997Tentang
Ketransmigrasian
5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan
Perkotaan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);
6. Undang Undang no 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman berupa KPB.

II. RUANG LINGKUP


2.1. Ruang Lingkup Wilayah Studi
 Areal yang direncanakan SKP meliputi 5.000 ha s/d 10.000 ha (didalam
batas administrasi kecamatan), Untuk SKP yang didominasi calon SP-SP pugar,
luas potensial untuk pembangunan Permukiman Transmigrasi sekurang-
kurangnya 30% dari luas areal SKP dan mengacu pada hasil R-WPT yang
disempurnakan dengan batas- batas alam yang didapat dari peta dasar baru
skala 1 : 20.000.

2.2. Ruang Lingkup kegiatan penyusunan Rencana-SKP


Secara singkat ruang lingkup kegiatan penyusunan Rencana SKP mengikuti
tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan;

4|Page
2. Pengumpulan data sekunder;
3. Sosialiasi di Lapangan mengenai Rencana SKP Integrasi;
4. Survai Pendahuluan ( Pengumpulan data Primer);
a. Survai Topografi
b. Survai Tanah
c. Survai Iklim dan Hidrologi
d. Survai Potensi Hutan
e. Survai Penggunaan Lahan dan Konsolidasi Lahan
f. Survai ketata ruangan
g. Survai demografi dan Sos-budaya (FGD, Interview)
h. Survai potensi ekonomi (potensi pasar , FGD, Interview)
i. Survai sarana dan prasarana
5. Analisa awal di lapangan;
a. Analisa kontek regional
b. Analisa Kesesuaian Lahan
c. Analisis Tata Ruang
d. Analisis areal potensial
6. Penyusunan draft Struktur SKP Integrasi;
Rekomendasi Type SP Baru, SP Pugar dan SP Tempatan
7. Musyawarah tentang rencana SP Pugar;
8. Identifikasi lahan yang akan diserahkan ;
a. Pemetaan lokasi
b. Survai pengunaan lahan
c. Batas kepemilikan lahan bila ada
d. Pengecekan kondisi fisik
9. Analisis lanjutan ;
a. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana
b. Analisis Potensi ekonomi
c. Analisis demografi dan sosial budaya
d. Analisis Penentuan Komoditas unggulan/potensial
e. Analisis Pra kelayakan usaha
10. Penyusunan Rencana Teknis Satuan Pengembangan Kawasan;
a. Tujuan, sasaran dan konsep perwujudan SKP
b. Luasan SKP

5|Page
c. Rencana Struktur Ruang SKP Integrasi
d. Prakiraan Daya Tampung
e. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang SKP
f. Rencana Pengembangan Pola Usaha Pokok
g. Rencana Jenis Transmigrasi Yang akan dilaksanakan
h. Rencana Penataan Persebaran penduduk dan kebutuhan SDM
sesuai dengan Daya Dukung Alam dan Daya Tampung Lingkungan
SKP
i. Rencana Pembangunan/Pengembangan Prasarana dan Sarana SKP
 j. Tahapan pembangunan SKP dan Indikasi Program
11. Rekomendasi konsolidasi lahan.
Secara lebih detail setiap tahapan diatas dapat diuraikan sebagai berikut.

2.2.1. Persiapan
1. Studi Literatur
Pada tahap persiapan, perlu dilakukan Studi literatur. Hal ini dimaksudkan
untukmengetahui informasi awal mengenai kawasan yang akan di studi.

2. Pembuatan Peta Dasar skala 1 : 20.000 dengan luasan 5.000  – 10.000 Ha


Menggunakan citra penginderaan jauh sebagai sumber peta dasar seperti
citra foto udara maupun citra satelit (Landsat, SPOT, IKONOS, Quickbird,
World View 2, Geoeye).

3. Interpretasi Citra lansat


Tujuan Interpretasi Citra Satelit adalah untuk mengetahui kondisi penutupan
lahan awal areal studi melalui kunci interperetasi.Kelas-kelas penutupan
lahan yang akan diinterpretasi dari citra satelit mengikuti kenampakan yang
ada di lokasi.

2.2.2. Pengumpulan data sekunder


Data sekunder untuk kawasan dan desa-desa yang masuk kawasan studi ,
meliputi:
1. Fisik ;
2. Sebaran desa dan batas administrasi nya;
3. Data sosial;
4. Data sebaran sarana data pertanian.

6|Page
2.2.3. Sosialisasi Lapangan mengenai Rencana SKP
Melakukan pertemuan dengan aparat-aparat kecamatan, desa dan
tokoh/kelompok masyarakat yang ada di dalam areal SKP untuk :
1. Sosialisasi hasil RWPT/RLPT;
2. Sosialisasi konsep SKP Integrasi;
3. Kesepakatan pelaksanaan survei R-SKP Integrasi;
4. Menuangkan hasil kesepakatan dalam Berita Acara.

2.2.4. Survai Lapangan Pendahuluan


1. Survai Topografi
Survei topografi untuk R-SKP Integrasi ada 2 hal yaitu survei
pengukuran kemiringan dan survei identifikasi lahan yang diusulkan untuk
dilaksanakan konsolidasi lahan Hasil pengkuran lahan adalah berupa Data
dan peta Kemiringan Lahan dengan format dan skala sesuai Peta Dasar.
Survai Lapangan dengan melakukan pengukuran kemiringan lahan
untuk memastikan kemiringan lahan dengan teknik pemetaan sebagai berikut:
a. Membuat kerangka pemetaan
 Agar pemetaan areal berada dalam Sistem Pemetaan Dasar Nasional
maka Kerangka pemetaan harus diikatkan kepada titik referensi berupa
Titik Kontrol Nasional yang berada didekat lokasi. Apabila tidak ditemukan
titik kontrol nasional, maka dapat dipilih suatu titik pada peta dasar yang
dapat dikenali pada peta dan mudah dicari di lapangan.
Pengukuran kerangka pemetaan dilakukan sebagai berikut:
1) Direncanakan kerangka pemetaan sedemikian rupa, dapat berupa loop
tertutup atau berupa base line. Bila areal survai luas, untuk
memudahkan pengambilan data lapangan dan memudahkan
interpolasi data di atas peta, maka lebih baik menggunakan base line
sebagai kerangka pemetaan.
2) Jarak base line ke batas areal survai tidak boleh lebih dari 3 Km, bila
lebih harus dibuat base line yang sejajar dengan base line pertama.
3) Pemasangan Patok Beton (BM) setiap jarak 3 Km atau sekitar 60 titik
polygon, sebagai titik control pengukuran. Sebagai titik control bantu
dibuat dari Bahan PVC di cor beton (BL), dipasang setiap jarak 1 Km.

7|Page
4) Patok BM dibuat dengan ukuran 15 cm x 15 cmx 80 cm, ditanam
dengan bagian didalam tanah 60 cm. Patok BL menggunakan pipa
PVC diameter 4 inchi, panjang 80 cm, ditanam dengan bagian didalam
tanah 50 cm.
5) Pengukuran Base line menggunakan alat ukur theodolite dengan
kelengkapannya. Ketelitian pembacaan theodolite untuk sudut
horizontal minimal 30".
6) Pengukuran base line dilakukan pulang pergi atau merupakan loop
tertutup.
7) Sudut horizontal diamati dengan pembacaan ke target belakang
bacaan biasa, lalu ke target depan bacaan biasa, lalu dengan posisi
teropong luar biasa target depan dibaca luar biasa, kemudian
diarahkan ke target belakang bacaan luar biasa (B B,LB LB).
8) Bersamaan dengan pengukuran horizontal dilakukan pengukuran beda
tinggi dengan metoda tachymetry. Selisih beda tinggi pembacaan
Biasa dan Luar Biasa ke target belakang tidak boleh lebih dari 2 mm,
demikian juga untuk target depan.
9) Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur pulang pergi.
10) Jarak antara dua titik polygon yang berurutan 50 m maksimum 100m.
11) Tingkat ketelitian pengukuran base line disyaratkan sebagai berikut:
- Ketelitian sudut: 4’√n (n= jumlah titik polygon)
- Ketelitian linier jarak: 1/2000
- Ketelitian beda tinggi: 60 mm√DKm (D= jumlah jarakdalam Km)
b. Membuat jalur pengamatan rintisan dengan interval 500 meter, jalur
rintisan dibuat tegak lurus terhadap base line dimaksudkan agar
memudahkan dalam menginterpolasi data yang diperoleh dilapangan.
Data yang diperoleh melalui jalur pengamatan adalah data topografi,
kemiringan lahan, tanah, penggunaan tanah dan hutan. Salah satu data
yang perlu diamati adalah data kemiringan lahan yang akan digunakan
sebagai masukan dalam perencanaan permukiman.
1) Data kemiringan lahan yang diperoleh dari data DEM maupun citra
satelit perlu dilakukan pengcekan lapangan , pengamatan merata pada
setiap kelas kemiringan lahan dan menyebar di seluruh areal survai.

8|Page

Anda mungkin juga menyukai