Anda di halaman 1dari 10

Nama Peserta: dr.

Nadine Dianesepta

Nama Wahana: PKM Senen

Topik: Impetigo Non-


Bulosa Kasus: 6 Maret 2019
Tanggal
Nama Pasien: An. E No. RM : 00385XX

Tanggal Presentasi: 4 April 2019 Nama Pendamping: dr. Anna


Hasnaini

Tempat Presentasi: PKM Senen

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi  Anak

Dewasa Lansia

Deskripsi: Laki-laki, usia 9 tahun.

Tujuan: Melakukan diagnosis, menatalaksana, serta mencegah terjadinya


komplikasi

Bahan
Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit
bahasan:

Cara Presentasi
 Diskusi Email Pos
membahas: dan diskusi

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis:

Impetigo non bulosa

Diagnosis Banding

Ektima, herpes simpleks, dermatitis seboreik, dermatitis atopi

1
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

Pasien An. E usia 9 tahun datang dibawa ibunya ke poli MTBS dengan keluhan sekitar

bibir seperti bengkak dan ada lenting kekuningan di sekitarnya sejak seminggu. Ibu

pasien tidak tahu bagaimana bentuk awalnya, namun pasien tampak sering menggaruk-

garuk sekitar mulutnya. Pasien tidak mengeluhkan nyeri, rasa panas atau kebas pada area

mulutnya. Keluhan hanya di sekitar mulut, tidak ada penyebaran. Tidak ditemukan lesi

serupa di tangan maupun kaki. Menurut ibu pasien, pasien sering main namun jarang

cuci tangan dan kaki setelahnya. Kuku pasien tampak panjang dan kotor di sela-sela

kukunya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah terkena cacar air/varicella, dan pasien sering mengalami batuk dan pilek.

5. Riwayat Pengobatan:

Belum diberikan pengobatan sebelumnya.

6. Riwayat Keluarga dan Lingkungan:

Tidak ada keluhan yang serupa atau keluhan kulit lainnya pada keluarga atau

teman-teman
7. Riwayat pasien.
Sosial/Kebiasaan:

Keluarga pasien tampak tidak terlalu memperhatikan kebersihan pasien.

2
1. Subjektif

Pasien An. E usia 9 tahun datang dibawa ibunya ke poli MTBS dengan

keluhan sekitar bibir seperti bengkak dan ada lenting kekuningan di sekitarnya sejak

seminggu. Ibu pasien tidak tahu bagaimana bentuk awalnya, namun pasien tampak

sering menggaruk-garuk sekitar mulutnya. Pasien tidak mengeluhkan nyeri, rasa

panas atau kebas pada area mulutnya. Keluhan hanya di sekitar mulut, tidak ada

penyebaran. Tidak ditemukan lesi serupa di tangan maupun kaki. Menurut ibu

pasien, pasien sering main namun jarang cuci tangan dan kaki setelahnya. Kuku

pasien tampak panjang dan kotor di sela-sela kuku jari tangannya.

2. Objektif

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : tidak diukur

Nadi : 85 x/menit

Suhu : 37.2 oC

Pernafasan : 20 x/menit

BB : 26.2 kg

PB : 129 cm

Status Generalis
1. Kepala : Normocephali

2. Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

3. Telinga : Tidak terdapat kelainan

3
4. Hidung

Bagian luar : Tidak terdapat deformitas


Septum : Tidak terdapat deviasi
Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
Cavum nasi : Tidak ada perdarahan

5. Mulut dan Tenggorok

Bibir : terdapat krusta kekuningan dan pustule <0.5cm berjumlah 4 di sekitar


bibir, eritema (-) edema (-)
Gigi-geligi : terdapat beberapa caries gigi
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak terdapat ulkus
Lidah : normoglosia, tidak kotor
Tonsil : ukuran T1/T1, tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

6. Leher

Bendungan vena : tidak ada bendungan vena


Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah

7. Kelenjar Getah Bening

Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher


Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

8. Thorax

Paru-paru
 Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat statis dan
dinamis

 Palpasi : gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax

 Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada
linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-
lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra.

 Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada
kedua lapang paru

Jantung
 Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

4
 Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis
sinistra

 Perkusi :

Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra


Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar murmur
maupun gallop

9. Abdomen

Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit,
tidak terdpat pelebaran vena
Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, maupun nyeri
lepas, pada pemeriksaan ballottement didapatkan hasil negative
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok CVA,
ballotment (-)
Auskultasi : bising usus positif 2x/menit, intensitas sedang

10. Ekstremitas

Tidak tampak deformitas, akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak terdapat oedema
pada keempat ekstremitas.

Status Dermatologis
Regio : Regio oralis
Efloresensi : Tampak pustul-pustul dan vesikel berjumlah 4, krusta berwarna kekuningan
di sekeliling labia oris.

Lesi di sekeliling labia oris

5
3. Assessment

I. DIAGNOSIS KERJA

Impetigo non bulosa / Impetigo krustosa

II. DIAGNOSIS BANDING

Ektima, dermatitis seborrheic, dermatitis atopi

4. Planning

PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa:
1. Menjelaskan kepada ibu pasien dan pasien bahwa penyakit ini dapat menular.
2. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan tubuh dengan rajin cuci tangan dengan
air bersih mengalir dan sabun, mencuci kaki dan mandi yang bersih terutama setelah
anak bermain.
3. Mengajari ibu pasien untuk mengompres krusta agar mudah lepas dengan kompres
NaCl.

Medikamentosa:
Sistemik:
 Cetirizin 1 x 10 mg diminum malam hari.

Topikal :
 Gentamycin salep 0.1% dioleskan 2x sehari di lesi sekitar mulut.

PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad sanationam : Bonam

Ad fungsionam : Bonam

6
Pembahasan: Impetigo Nonbulosa

DEFINISI
Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri, berupa lepuh atau bercak luka
terbuka pada kulit, yang kemudian menimbulkan kerak berwarna kuning atau cokelat.
Penyakit ini bisa menular karena kontak secara langsung antara kulit dengan kulit atau dengan
barang-barang perantara, seperti handuk, baju, atau peralatan makan yang telah
terkontaminasi bakteri.
Impetigo lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Tingginya interaksi fisik
dengan teman-teman sebaya di lingkungan sekolah atau taman bermain membuat anak-anak
lebih sering menjadi korban impetigo.
Berdasarkan gejalanya, impetigo dibagi dua, yaitu:
o Impetigo bulosa, ditandai dengan kulit yang melepuh dan berisi cairan. Kemunculan
impetigo bulosa biasanya juga disertai dengan demam dan pembengkakan kelenjar
getah bening.
o Impetigo nonbulosa/krustosa, ditandai dengan munculnya bercak-bercak merah,
seperti luka yang meninggalkan kerak berwarna kuning kecokelatan. Meski tidak
melepuh, impetigo nonbulosa lebih menular dibandingkan dengan impetigo bulosa.

ETIOLOGI
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus beta hemoliticus grup-A
(Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan patogen primer pada impetigo krustosa
dan ektima. Namun di negara berkembang, Streptococcus beta hemoliticus grup-A masih
menjadi penyebab utama impetigo nonbulosa.
Penularan bakteri ini dapat terjadi melalui kontak fisik langsung dengan penderita atau
melalui perantara, seperti baju, handuk, serbet, dan sebagainya yang sebelumnya dipakai
penderita. Bakteri akan lebih mudah menginfeksi seseorang yang memiliki luka, misalnya
luka akibat gigitan serangga, terjatuh, atau teriris benda tajam. Bisa juga karena luka yang
ditimbulkan oleh infeksi kulit lain, seperti eksim, kudis, atau infeksi kutu.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan impetigo di antaranya:
1. Melakukan aktivitas yang rentan terjadi kontak kulit, misalnya olahraga bela diri, bola
basket, atau sepak bola.
2. Lingkungan yang padat. Bakteri penyakit impetigo lebih mudah menular di
lingkungan ramai yang mana intensitas interaksi orang-orangnya tinggi.

7
3. Usia kanak-anak. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak berusia 2-5 tahun,
dimana sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sempurna.
4. Suhu lembap dan hangat. Bakteri penyebab impetigo lebih mudah berkembang biak
pada tempat yang lembap dan hangat.
5. Lemahnya sistem kekebalan tubu Sistem kekebalan tubuh yang lemah akan membuat
seseorang mudah terinfeksi bakteri.
6. Menderita diabetes. Luka yang dimiliki penderita diabetes akan memudahkan bakteri
impetigo untuk masuk dan menginfeksi kulit.
7. Memiliki luka terbuka pada kulit. Kuman penyebab impetigo dapat masuk melalui
luka kecil pada permukaan kulit, seperti luka gigitan serangga atau ruam kulit.

PATOGENESIS
Proses kolonisasi kuman pada kulit melibatkan reseptor spesifik terhadap kuman pada sel
pejamu yang akan berikatan dengan adesin, yaitu antigen pada dinding sel kuman. Komponen
utama adesin pada streptokokus dan stafilokokus adalah techoic acid, sedangkan pada
reseptor hospes berupa fibronektin. Kulit yang intak biasanya resisten terhadap kolonisasi
bakteri penyebab impetigo, hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya reseptor fibronectin
untuk perlekatan adesin techoic acid yang terdapat pada S. aureus dan Streptococcus grup A.

GEJALA KLINIS
1. Munculnya bercak merah menyerupai luka yang tidak terasa sakit, namun gatal.
2. Bercak bisa menyebar dengan cepat ketika disentuh atau digaruk, kemudian berganti
menjadi kerak berwarna kecokelatan.
3. Setelah kerak yang ukurannya sekitar 2 sentimeter ini kering, yang tersisa adalah
bekas berwarna kemerahan.
4. Bekas berwarna kemerahan ini dapat sembuh tanpa bekas dalam jangka waktu
beberapa hari atau minggu.

DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo biasanya dibuat berdasarkan riwayat dan gejala klinis. Pemeriksaan
laboratorium dengan kultur bakteri dan tes sensitivitas direkomendasikan untuk
mengidentifikasi adanya bakteri MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) bila
ditemukan adanya outbreak impetigo, atau adanya glomerulonefritis post-infeksi
streptococcus. Pemeriksaan level serum IgM pada kasus impetigo rekuren pada pasien dengan

8
status karier S. aureus yang negatif dan tidak memiliki faktor predisposisi. Pemeriksaan
serum IgA, IgM, dan IgG dilakukan untuk melihat status adanya imunodefisiensi.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding yang didapat diantaranya :
1. Ektima: tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning dengan dasar ulkus, biasanya
berlokasi pada tungkai bawah.
2. Dermatitis Atopik: memiliki keluhan gatal, kemerahan, kulit bersisik, biasanya di
temukan lesi krusta pada permukaan ekstensor, pipi atau kulit kepala.
3. Herpes Simplex Virus: berupa vesikel yang berdasar eritem pecah sehingga
menimbulkan erosi yang dikelilingi oleh krusta, terjadi pada kulit dan bibir.
4. Dermatitis Seboroik: Kulit bersisik berwarna putih atau kuning terjadi di area kulit
yang berminyak selain kulit kepala, seperti wajah, ketiak, telinga, dan dada yang
terasa gatal atau seperti terbakar.

PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
1. Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid.
2. Edukasi untuk membatasi penularan agar menjaga higiene perorangan dengan baik
Medikamentosa
1. Topikal
o Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas kalikus
1/5000, asam salisilat 0.1%, rivanol 1%, larutan povidone iodine 1% dilakukan
3 kali sehari masing-masing ½ - 1 jam selama keadaan akut.
o Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2%,
atau gentamycin 0.1% dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.
2. Sistemik
o Lini pertama
o Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-
anak 25-50 mg/kgBB/hari per oral terbagi dalam 4 dosis.
o Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari per oral;
anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis.
o Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.

9
o Lini kedua
o Azitromisin 1x500mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250mg (hari 2-5).
o Klindamisin 15mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
o Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral, anak-anak 20-
50mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis.

KOMPLIKASI
Glomerulonefritis akut.
PROGNOSIS
Impetigo dapat sembuh tanpa pengobatan dalam 2 minggu tanpa sekuele.
Quo ad vitam: bonam.
Quo ad sanactionam: bonam.
Quo ad functionam: bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. 2011. Impetigo. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Cole. Charles., MD, Gazewood, John., MD. 2007. Diagnosis and Treatment
of Impetigo. American Family Physician : USA.
3. Koning S., R, van der Sande., AP, Veragen., et all. 2012. Intervention for
Impetigo. The Cochrane Collaboration: Amsterdam.
4. L. Lisa. 2016. Impetigo. Di akses dari
http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview#a3 pada tanggal 5
April 2019.
5. B. Cassandra. 2016. Atopic Dermatitis in Emergency Medicine Clinical
Presentation. http://emedicine.medscape.com/article/762045-clinical#b2
diakses pada 5 April 2019
6. P. Swetha. 2016. Pediatric Herpes Simplex Virus Infection.
http://emedicine.medscape.com/article/964866-overview diakses pada
tanggal 5 April 2019
7. Lee, Peter. 2003. Pyodermas: Staphylococcus aureus, Streptococcus, and
Other Gram-Positive Bacteria. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 6th Edition

10

Anda mungkin juga menyukai