Anda di halaman 1dari 58

Laporan Kasus

ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA

Oleh :

Siti Makkiah

1830912320120

Pembimbing :

dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.A (K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

2019
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... v

DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... vi

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1

B. TUJUAN PENULISAN .................................................................. 3

C. MANFAAT PENULISAN ............................................................... 3

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4

A. DEFINISI ......................................................................................... 4

B. KLASIFIKASI ................................................................................. 4

C. EPIDEMIOLOGI ............................................................................. 6

D. FAKTOR RISIKO ........................................................................... 7

E. PATOFISIOLOGI ............................................................................ 8

F. GEJALA KLINIS ............................................................................. 11

G. DIAGNOSIS .................................................................................... 13

H. TERAPI .......................................................................................... 14

BAB III: LAPORAN KASUS ................................................................. 24

BAB IV: PEMBAHASAN ....................................................................... 42

BAB V: PENUTUP .................................................................................. 49

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Hematopoesis. ......................................................................... 10

2.2 Patofisiologi Leukemia mieloblastik akut .............................. 11

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi AML menurut WHO .............................................. 5

2.2 Klasifikasi AML menurut FAB ................................................ 6

2.3 Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML .............. 14

2.4 Prognosis AML. ........................................................................ 23

iv
DAFTAR SINGKATAN

ADE : Arabinase, Daunorubicin, & Etoposide

ALL : Acute Lymphoblastic Leukemia

AML : Acute Myeloblastic Leukemia

AMLK : Acute Megakaryoblastic Leukemia

ASCT : Autologous Stem Cell Transplantation

BMA : Bone Marrow Aspiration

CVC : Central venous catheter

DAT : Daunorubisin, Cytosine arabinase & Thioguanine

DPT : Difteri, Pertusis, Tetanus

ECOG : Eastern Cooperative Oncology Group

EF : Ejection Fraction

FAB : French American British

HTLV-1 : Human T-Cell Leukemia Virus-1

PCR : Polymerase Chain Reaction

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SEER : Surveillance, Epidemiology, and End Results

SIRS : Sistem Informasi Rumah Sakit

SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit

SriKanDI : Sistem Registrasi Kanker di Indonesia

WHO : World Health Organization

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami banyak

perubahan dalam banyak bidang setiap saat, perubahan ini membuat negara

Indonesia mengalami transisi epidemiologi dimana pola penyakit bergeser dari

penyakit infeksi ke penyakit degenerative. Sebelum masalah penyakit menular

dapat diselesikan penyakit tidak menular sudah banyak bermunculan. Salah satu

penyakit tidak menukar tersebut adalah kanker darah atau leukemia.1

Menurut data Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (SriKanDI) tahun

2005-2007 menunjukkan bahwa leukemia merupakan kanker tertinggi yang


2
terjadi pada anak yaitu sebesar 2,8 per 100.000 kasus. Data registrasi kanker di

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM mencatat kasus leukemia akut

baru sebanyak 426 dari 741 (57,5%) kasus keganasan yang didiagnosis antara

tahun 2007-2010. Dari semua kasus leukemia akut tersebut, acute myeloblastic

leukemia (AML) ditemukan pada 93 anak atau 21,8%.3

Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan pada kejadian leukemia dapat

dilihat berdasarkan angka ketahanan hidup (survival rate). Dengan mengikuti

perjalanan penyakit dapat diketahui berapa lama pasien dapat bertahan hidup.

Pada pasien leukemia angka ketahanan hidup yang dipakai sebagai tolak ukur

adalah 5 tahun. Jika seseorang penderita dapat bertahan selama 5 tahun sejak

1
mendapatkan pengobatan maka pasien tersebut dinyatakan sembuh dari

leukemia.1

Tingkat kelangsungan hidup anak-anak dengan AML saat ini telah

meningkat menjadi sekitar 70%. Peningkatan ini telah dicapai akibat stratifikasi

risiko yang lebih baik dan intensifikasi rejimen kemoterapi. Perawatan AML pada

masa anak-anak harus disesuaikan dengan berbagai faktor risiko biologis untuk

menghindari perawatan yang berlebihan pada pasien dengan prognosis yang baik

dan memberikan kemoterapi yang memadai untuk meningkatkan hasil terapi pada

pasien dengan prognosis yang kurang menguntungkan.1,4

Untuk 5 tahun yang sama tingkat ketahanan hidup untuk pasien yang

didiagnosa AML adalah sekitar 14%. Perbedaan ketahanan hidup pada pasien

leukemia dapat disebabkan beberapa hal diantaranya adalah usia saat terdiagnosis,

jenis kelamin, ras dan tipe leukemia, selain itu ketahanan hidup penderita

leukemia tergantung pada kelengkapan terapi, dan respon terhadap terapi dan

pengobatan.1

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien AML adalah

ketersediaan obat, adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Efek samping

sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok,

granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis,

miokarditis dan sebagainya. Masalah selama pengobatan yang dihadapi adalah

terjadinya relaps (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi

penyakit AML dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita AML yang diterapi.4

2
B. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai

acute myeloblastic leukemia, khususnya terhadap pendekatan deteksi dini dan

komplikasi.

C. Manfaat Penulisan

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi tenaga

medis maupun paramedis terkait pendekatan diagnosis melalui deteksi dini dan

memahami komplikasi acute myeloblastic leukemia sehingga dapat meningkatkan

kualitas perawatan pada pasien-pasien tersebut.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Acute Myeloblastic Leukemia (AML) merupakan penyakit keganasan yang

ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang

bersifat sistemik dan secara malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan

penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada

kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang

disebut myeloblast yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak

sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML,

mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi

ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. 8,9

B. Klasifikasi

AML adalah penyakit heterogen sehubungan dengan morfologi,

immunophenotyping, bekerja sama dengan garis germinal (germline) dan kelainan

genetik somatik yang mendasarinya, serta perilaku klinis. Standar proses diagnostik

AML didasarkan pada kombinasi morfologi, sitokimia, immunophenotyping,

sitogenetika dan karakterisasi molekul dari leukemia yang berasal dari sumsum tulang

atau darah tepi10 Setiap pasien AML dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi,

diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta

penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat membantu

dalam memberikan terapi yang terbaik.11

4
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh

French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut

menjadi 7 subtipe.12-17 dan ada pula klasifikasi dari World Health Organization (WHO),

yang memperhitungkan penyimpangan kariotipe dan molekuler. Sedangkan

pemeriksaan sitokimia dan immunophenotyping umumnya digunakan untuk

membedakan AML dari Acute lymphoid leukemia (ALL), yang selanjutnya

diklasifikasikan AML sesuai dengan garis keturunan sel asal dan tahap diferensiasi di

mana penangkapan diferensiasi terjadi.18

Tabel 2.1 Klasifikasi AML menurut WHO18

5
Tabel 2.2 Klasifikasi AML menurut FAB10

Subtipe Menurut FAB Nama Lazim


(French American British) ( % Kasus)
Leukemia Mieloblastik Akut dengan
MO
diferensiasi Minimal (3%)
Leukemia Mieloblastik Akut tanpa maturasi
M1
(15-20%)
Leukemia Mieloblastik Akut dengan maturasi
M2
granulositik (25-30%)
M3 Leukemia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukemia Mielomonositik Akut (20%)

Leukemia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)
Leukemia Monositik Akut (2-9%)
M5
Eritroleukemia (3-5%)
M6
Leukemia Megakariositik Akut (3-12%)
M7

C. Epidemiologi

Berdasarkan data International agency for research on cancer WHO pada tahun

2008 Insiden leukemia diseluruh dunia adalah 5 per 100.000 penduduk dengan angka

kematian 3,6 per 100.000 penduduk. Insidens leukemia di Australia pada tahun 2002

adalah sebesar 11,6 per 100.000 penduduk. Diikuti negara-negara lain yaitu

Newzealand 10,1, Eropa Barat 85, Asia Timur 5, dan Asia Tenggara 2,7.1

Di Indonesia angka kejadian leukemia terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

tahun 2006, kasus leukemia (5,93%) berada pada peringkat kelima setelah kanker

payudara, kanker leher rahim, kanker hati dan saluran empedu intrahepatik, limfoma

6
non Hodgkin dari seluruh pasien kanker rawat inap rumah sakit di Indonesia.1 Melalui

penelitian yang dilakukan di RSCM, ditemukan bahwa leukemia merupakan jenis

kanker yang paling banyak terjadi pada anak dengan usia dibawah 15 tahun (30-40%)

disusul tumor otak (10-15%) pada anak dan kanker retinoblastoma (10-12%).1 Di

Jerman Barat, proporsi AML 13,1% sedangkan di Amerika Serikat 15,6%. 6 Di

Yogyakarta, insiden AML sebesar 8/1.000.000. Angka tersebut menghasilkan proporsi

AML terhadap leukemia akut sebesar 27,7%.7 Proporsi ini cukup tinggi apabila

dibandingkan dengan negara barat.19

D. Faktor Risiko

Sampai saat ini beum diketahui apa yang menjadi penyebab terjadinya leukemia

pada manusia namun ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

leukemia. Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Berikut

beberapa factor risiko yang dapat menyebabkan leukemia:20-24

Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di

Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini.

Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi.

Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan

tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.

Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida

Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan

Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat

menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents.

7
Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan

rasio manfaat-risikonya.

Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka

kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia

pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita AML.

Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang

disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko terjadinya AML.

Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,

asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu

hamil yang mengkonsumsi alkohol.

Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-

cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia

adalah retrovirus dan virus leukemia feline.

Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan

pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas)

pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang

dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.

E. Patofisiologi

Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian

berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel

induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi

menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit.25

8
Sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu komponen dalam darah yang

berfungsi sebagai pembasmi bibit penyakit / bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES

(sistem retikuloendotel) melalui darah dan juga sebagai pengangkut / membawa zat

lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Leukosit dibentuk di

dalam sumsum tulang dan disimpan dalam sumsum sampai diperlukan di sistem

sirkulasi. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, leukosit

digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit dan agranulosit. Granulosit merupakan

leukosit yang memiliki granula sitoplasma yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan

basofil sedangkan agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma yang terdiri

dari limfosit dan monosit.2

Leukemia terjadi akibat adanya proliferasi sel leukosit yang abnormal, dan ganas

yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maka maturasi sel dapat

terganggu, sehingga jumlah sel darah putih immatur meningkat dan menekan

pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel immatur tersebut dapat

masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga

menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.25

AML merupakan leukemia yang terjadi pada seri myeloblastic, meliputi neutrofil,

eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan sebagainya. Patogenesis utama AML

adalah adanya blockade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel

myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) akibat terjadinya akumulasi blast di sumsum

tulang. Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan

menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ

9
lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.

Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan

bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ

lainnya.25

Gambar 2.1 Hematopoesis2

10
Gambar 2.2 Patofisiologi AML2

Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan

sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi

sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.22

F. Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel

darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi

tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut.

Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 11,26,27:

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata

didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML

11
dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan

badan ini sebanding dengan anemia.

b. Demam

Demam didapatkan pada 75 % penderita yang mengidap AML. Umumnya demam

ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu

demam juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi

lain.

c. Perdarahan

Gejala lain yang sering terjadi adalah fenomena perdarahan, dimana penderita

mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, ptekie, epitaksis, purpura dan lain-lain.

Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.23

d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat

badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat

badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.

e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini

disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang

mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML16:

a. Kepucatan, takikardi, murmur

12
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat

karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom

kardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

b. Pembesaran organ-organ

Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abdomen

atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.

Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga spleenomegali kecuali jika terjadi

infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,

misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).

Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,

multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi

sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 %

M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.24

G. Diagnosis

Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan darah

tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan immnunophenotype,


10,22
karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Aspirasi sumsum

tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat mutlak untuk

menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.22

Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute

megakaryoblastic leukemia (AMLK), myeloblastic leukemia dengan diferensiasi

13
minimal dan leukemia myeloblastic/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan

genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel 2 berikut18:

Tabel 2.3 Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML18

H. Terapi

Pengobatan yang diberikan pada kasus AML umumnya adalah pemberian

kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus yang terindikasi.

Hambatan utama pengobatan AML adalah kemampuan pasien memperoleh obat

kemoterapi sangat rendah. Sejak mulai ada jaminan kesehatan bagi warga kurang

mampu di Indonesia, hambatan tersebut sebagian dapat teratasi, sehingga diharapkan

keberhasilan pengobatan AML mengalami peningkatan.29

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi supportif, simptomatis dan

kausatif. Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan

14
produksi sumsum tulang dan melakukan perawatan di rumah sakit.26 Terapi supportif

dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb pasien

melalui tranfusi darah. Pada AML, terapi supportif tidak menunjukkan hasil yang

memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klinis

yang muncul seperti seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom

tumor lisis, selain itu kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik

spektrum luas dengan segera dan transfusi trombosit sebagai profilaksis juga

memegang peranan penting dalam upaya survival.26 Yang paling penting adalah terapi

kausatif yaitu dilakukannya kemoterapi yang terbagi atas fase induksi dan fase

konsolidasi, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh

pasien AML.24 Karena penyakit ini berkembang dengan sangat cepat, maka pasien

yang sudah terdiagnosis harus segera diterapi.27,28

Keluaran dari terapi AML menunjukkan angka kematian tinggi yaitu 54% dan

angka loss to follow-up 37%. Kematian pada fase induksi dan fase konsolidasi

merupakan yang tertinggi yaitu masing-masing 38% dan 34%. Penyebab utama

kematian adalah infeksi berat atau sepsis (62%) dan perdarahan akibat

trombositopenia.29 Namun berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML

pada anak dapat mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien

yang tidak berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia

resistan dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau

akibat efek samping pengobatan itu sendiri.26 Pasien dianggap remisi apabila hasil

aspirasi sumsum tulang setelah menjalani 1 blok fase induksi, jumlah sel blast

menunjukkan kurang dari 5%. Apabila sel blast >5% dianggap gagal remisi4 Faktor

15
prognostik untuk menilai kemungkinan gagal remisi pada AML adalah pasien yang saat

didiagnosis memiliki jumlah trombosit <20.000/μL, jenis kelamin laki-laki, AML M5,

hepatomegali, dan sel blast >15% pada 14 hari pasca kemoterapi fase induksi. Angka

remisi yang rendah kemungkinan terkait dengan jenis protokol yang diberikan, faktor

prognostik, dan pemberian kemoterapi yang tidak sesuai jadwal.30

Kemungkinan lain penyebab angka remisi yang rendah adalah toksisitas obat

yang menyebabkan jadwal kemoterapi dimodifikasi menjadi kurang intensif. Sebagian

besar pasien yang menjalani fase induksi pada umumnya mengalami aplasia berat dan

menderita infeksi berat. Komplikasi infeksi banyak terjadi karena tidak adanya fasilitas

ruang isolasi yang baik. Faktor lain yang diduga menyebabkan angka remisi rendah

adalah ketersediaan obat kemoterapi. Sebagian besar pasien tidak mampu membeli obat

sendiri atau tidak memiliki jaminan kesehatan.29

Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap

individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah

atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan,

pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.24

Pengobatan pasien dengan AML seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum

mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias

sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit)

dan hal ini menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.31

Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya

regimen terapi untuk anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan

16
dengan agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling

banyak digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin.26

Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk

memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum

tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif

setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor

keluarga.26 Berikut disebutkan 2 fase terapi AML yaitu27,28:

1. Terapi Induksi

Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan

sebagai sel blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥ 100.000/μL. Terapi

induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi (cystosine

arabinoside atau cytarabine dan anthracycline antibiotic). Untuk pasien usia 18-60 tahun

terapi yang diberikan adalah: Tiga hari anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2,

idarubicin 10-12 mg/ m2, atau anthracenedione mitoxantrone 10-12 mg/m2 ), dan 7 hari

cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal dengan “3 + 7” merupakan

standar terapi induksi. Respons komplit tercapai pada 60-80% pasien dewasa yang lebih

muda. Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa dengan pasien yang

lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3 hari anthracycline (daunorubicin 45-60 mg/m2

atau alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari cytarabine 100-200 mg/m2 infus

kontinu). Penurunan dosis dapat dipertimbangkan secara individual. Pada pasien dengan

status performa kurang dari 2 serta tanpa komorbiditas, respons komplit tercapai pada

sekitar 50% pasien.8,9

17
Kedua jenis obat ini dimasukkan melalui CVC (Central venous catheter) atau

central line. Selama dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan allopurinol.

Allopurinol bukan obat kemoterapi. Obat ini diberikan untuk membantu mencegah

pembentukan kembali produk-produk sel leukimia yang sudah hancur dan membantu

ginjal untuk mengekskresikannya.8,9

2. Terapi Konsolidasi

Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah kekambuhan dan

eradikasi minimal residual leukemia dalam sumsum tulang. Biasanya untuk mencegah

kekambuhan, digunakan regimen yang sama dan dosis kemoterapi yang sama atau lebih

tinggi seperti yang digunakan pada terapi induksi. Pada beberapa kasus dimana risiko

kekambuhannya tinggi, kemoterapi yang intensif perlu untuk dilakukan berbarengan

dengan transplantasi sel induk.8,9

a. Terapi Nutrisi

Komplikasi perawatan lain yaitu berkaitan dengan nutrisi yang melibatkan

interaksi obat-obatan. Misalnya, metotreksat menghambat metabolisme folat.

Siklosporin mengubah kalium dan magnesium homeostasis, yang dapat menyebabkan

kadar serum menipis yang membutuhkan pengisian nutrisi. Steroid menginduksi

hiperglikemia, retensi cairan, pertambahan berat badan (massa lemak) yang

mengakibatkan perubahan komposisi tubuh, kelainan elektrolit, dan meningkatkan

kebutuhan kalsium, zink, vitamin D dan C dengan penggunaan jangka panjang.

Peningkatan yang signifikan dalam massa lemak jangka panjang (komposisi tubuh yang

berubah) telah dilaporkan pada pasien anak dengan leukemia yang diberikan steroid

bersamaan dengan metotreksat.36

18
Hormon leptin adalah pengatur utama nafsu makan dan rasa kenyang.

Peningkatan kadar leptin mengatur nafsu makan dan meningkatkan pemanfaatan energi.

Penelitian pada pasien kanker telah menunjukkan bahwa kadar leptin tidak meningkat

selama penurunan berat badan yang menunjukkan bahwa hormon leptin tidak terlibat

dalam pemicu anoreksia pada leukemia.36

Sejumlah besar anak-anak yang menerima radiasi atau kemoterapi mengalami

mucositis oral. Mucositis adalah peradangan mukosa akibat radiasi atau obat

kemoterapi. Lesi yang disebabkan oleh mucositis dapat meningkatkan risiko infeksi

sistemik, rasa sakit yang signifikan dan perdarahan oral mengurangi atau menghambat

asupan oral dan meningkatkan risiko malnutrisi (kurang gizi). Perawatan mulut yang

sering sangat penting untuk anak dengan leukemia.36

Pengobatan Pelengkap dan Alternatif, juga dikenal sebagai CAM

(Complementary and Alternative Medicine), adalah sekelompok produk, praktik

perawatan medis dan kesehatan yang tidak dianggap sebagai bagian dari pengobatan

konvensional. Suplemen makanan dapat terdiri dari satu atau lebih bahan makanan yang

meliputi vitamin, mineral, herbal, asam amino, dan tumbuhan lainnya yang dikonsumsi

melalui mulut dalam bentuk kapsul, cairan, pil atau tablet. Alasan penggunaan yang

paling sering pada individu dengan kanker adalah untuk membantu mengatasi efek

samping yang merugikan dari pengobatan konvensional, untuk menambah terapi

antikanker konvensional, dan untuk mencegah keganasan sekunder. Diperkirakan

bahwa antara 35 dan 50% anak-anak dengan kanker di AS menggunakan suplemen

makanan dan 6% hingga 91% menggunakan CAM.36

19
Pada pasien yang sedang dalam fase pengobatan ditemukan mengalami penurunan

kadar anti oksidan terutama vitamin C, selenium, dan vitamin E. Beberapa perawatan

kanker menyebabkan stres oksidatif (ketidakseimbangan pro-oksidan dan anti oksidan

tubuh) sebagai bagian dari metode tindakan mereka untuk menghancurkan sel-sel

kanker sehingga perlunya asupan tambahan antioksidan tersebut.36

b. Terapi Supportif

Pencegahan penyakit menular

Kebersihan pribadi, perawatan gigi, dan mencuci tangan (yang terakhir juga bagi

keluarga dan pengasuh) sangat penting untuk pencegahan infeksi.Tindakan pencegahan

harus dilakukan untuk melindungi pasien dari bakteri atau jamur di lingkungan

mereka.37

Infeksi jamur invasif adalah utama penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien

dengan neutropenia berkepanjangan. Sebuah tinjauan percobaan yang dilakukan secara

acak pada penderita AML ditemukan terjadinya penurunan yang signifikan dalam

mortalitas terkait infeksi jamur dan infeksi jamur invasif pada pasien yang diberikan

profilaksis anti jamur daripada plasebo. Profilaksis anti jamur dapat diberikan dengan

itraconazole, posaconazole, atau amfoterisin. 37

Infeksi bakteri adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada pasien

neutropenia setelah kemoterapi untuk AML. Antibiotik secara signifikan menurunkan

kematian dan risiko semua penyebab kematian pada uji coba profilaksis dengan

kuinolon, meskipun tetap memiliki efek samping dan terjadinya resistensi. Antibiotik

profilaksis harus diberikan setelah kemoterapi untuk AML. 37

20
Growth Factor

Banyak studi telah menunjukkan bahwa myeloid growth factor, baik GM-CSF atau

G-CSF, mempercepat pemulihan neutrofil dalam 2 sampai 5 hari, dapat mengurangi

penggunaan antibiotik, durasi demam, dan jumlah hari yang dihabiskan di rumah sakit,

dan tidak menghambat recovery platelet, atau memiliki efek yang merugikan oleh

stimulasi pertumbuhan sel leukemia. Namun, penggunaan faktor pertumbuhan tidak

berdampak pada kelangsungan hidup. Sehingga penggunaanya hanya direkomendasikan

kasus-kasus individu (misalnya, infeksi berat sebelum pemulihan neutrofil),

penggunaan growth faktor dapat dipertimbangkan. 37

Transfusi

Transfusi trombosit secara dramatis mengurangi mortalitas akibat perdarahan di

AML.Untuk bertahun-tahun, transfusi trombosit diberikan untuk menjaga jumlah

trombosit di atas 20x109/L. American Society of Clinical Onkologi Guidelines

merekomendasikan ambang batas 10x109/L untuk transfusi trombosit profilaksis. Selain

jumlah trombosit, perdarahan mukosa, infeksi, mucositis parah, dan demam harus

dipertimbangkan dalam penilaian risiko perdarahan dan harus meningkatkan ambang

batas transfusi. Transfusi sel darah merah diperlukan untuk menjaga tingkat hemoglobin

diatas 8g/dL, terutama pada pasien thrombositopenia. 37

I. Prognosis

Faktor prognosis paling penting untuk kelangsungan hidup AML pada anak adalah

respon awal terhadap pengobatan dan tergantung penyimpangan genetik dan molekuler

yang mendasarinya. Sebagai contoh, translokasi MLL t (1;11) (q21;q23) dikaitkan

dengan sangat hasil yang menguntungkan pada anak dengan AML dan sebaliknya,

21
tingkat kelangsungan hidup yang buruk dilaporkan pada AML dengan translokasi t

(6;11) (q27;q23) dan t (10;11) (p12;q23) [80,81].18

Lowenberg et al juga mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3 kelompok

berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable), menengah

(intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik meliputi

pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal, infiltrasi sel blas

multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik terhadap

kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak ditemukan

leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan hidup 2 tahun kedepan
22
(2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% Sedangkan kelompok

dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun atau < 2 tahun, ditemukan dua

atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas pada banyak organ, kadar leukosit >

20.000/mm3, respon yang buruk terhadap kemoterapi induksi, resisten terhadap

multidrug therapy, serta ditemukannya leukemia ekstramedullar dan leukemia

sekunder.16 Angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi

kelompok ini adalah 10-20%.9 Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah

adalah peralihan dari baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak

termasuk dalam kelompok prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2

tahun kedepan (2 years survival rate) sekitar 40-50% .14

22
Tabel 2.4 Prognosis AML

23
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

A. Identitas Penderita

Nama : An. FO

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat & tanggal Lahir : Desa Jone, 11 Oktober 2011

Umur : 7 Tahun 6 bulan

Tanggal MRS : 28 Maret 2019

B. Identitas Orang tua

Ayah Ibu

Nama : Tn. S Nama : Ny. AS

Umur : 37 tahun Umur : 31 tahun

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : IRT

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat Ibu : Desa Jone Kec.Tanah Grogot

Alamat Ayah : Desa Jone Kec.Tanah Grogot

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien, tanggal 2 April 2019 pukul 15.27

WITA

24
A. Keluhan Utama

Pucat

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RS. Panglima Sebaya. Keluhan utama saat

pasien datang ke RS. Panglima Sebaya di Tanah Grogot adalah pucat. Pucat

muncul secara mendadak diseluruh tubuh pasien. Kemudian pasien langsung

dibawa ke RS. Panglima Sebaya dan mendaptkan transfusi darah sebanyak 3

kantong dan dirawat disana selama 3 hari. Di RS panglima Sebaya pasien

dilakukan pengecekkan lab darah dan menurut ibu pasien didapatkan sel darah

putih yang tinggi dalam darah sehingga pasien di rujuk ke RSUD Ulin

Banjarmasin.

Pasien masuk RSUD Ulin Banjarmasin setelah 1 hari keluar dari RS.

Panglima Sebaya yaitu pada tanggal 28 Maret 2019 . Saat dilakukan anamnesis

pertama kali (2 april 2019) ibu pasien tidak megeluhkan adanya keluhan pada

anaknya. Menurut ibu pasien sebelum terjadinya pucat diseluruh tubuh, pasien

mengalami demam kurang lebih 3 hari yang muncul mendadak,suhu demam

dirasakan naik dan turun kemudian menghilang dengan pemberian paracetamol

syrup. Selain itu kurang lebih 1 bulan sebelumnya ibu pasien mengeluhkan bahwa

pasien mudah lelah dan terjadi penurunan nafsu makan. Mudah lelah terjadi saat

pasien beraktivitas seperti bermain dengan teman sebaya dan bersepeda. Sehingga

aktivitas pasien dibatasi oleh ibu pasien karena pasien tampak lemas jika

beraktivitas berlebihan. Nafsu makan pasien menurun sehingga pasien hanya

makan 1-2x sehari dengan porsi yang lebih sedikit dari biasanya. Tidak ada

25
riwayat mual, muntah, sakit kepala, gusi bengkak, epistaksis, lebam pada kulit,

pegal-pegal, nyeri perut, pembengkakan pada perut, BAK merah dan BAB hitam.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluhan serupa, riwayat kanker darah pada keluarga disangkal

E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat Antenatal

Ibu tidak melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin, hanya 4 kali ke

bidan selama kehamilan. Dikarenakan ibu mengetahui dirinya hamil setelah usia

kehamilan 5 bulan dan saat kehamilan berusia 1-4 bulan ibu bekerja di POM

bensin bagian operator pengisian minyak.

Riwayat Natal

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : bergerak aktif, langsung menangis dan tidak biru

Berat badan lahir/Usia hamil : 2800 gram/39 minggu

Panjang badan lahir : Ibu lupa

Lingkar kepala : Ibu lupa

Penolong : Bidan

Tempat : RS Tanah Grogot

F. Riwayat Neonatal

Riwayat sakit pada saat neonatus disangkal.

G. Riwayat Perkembangan :

26
- Tiarap : 4 bulan

- Merangkak : 4 bulan

- Duduk : 5 bulan

- Berdiri : 9 bulan

- Berjalan : 10 bulan

- Saat ini : Anak telah bersekolah kelas 1 SD, lingkungan pergaulan pasien

terbatas dikarenakan pasien mudah lelah sehingga hanya diam dirumah.

H. Riwayat Imunisasi

Dasar Ulangan
Nama
(umur dalam hari/bulan) (Umur dalam bulan)
BCG Umur 0 hari 1 kali pemberian
Polio 1 2 3 4 4 kali pemberian
bulan bulan bulan bulan
Hepatitis B 2bulan 3 bulan 4bulan 3 kali pemberian
DPT 2bulan 3 bulan 4bulan 3 kali pemberian
Campak 9 bulan 1 kali pemberian

Imunisasi lengkap, ibu mengaku mengikuti semua pelayanan di puskesmas.

I. Makanan

Sejak lahir pasien minum ASI sampai usia 1,5 bulan. Dalam sehari pasien

minum ASI tidak menentu banyaknya. Setelah usia lebih dari 1,5 bulan pasien

berhenti minum ASI dan dilanjutkan dengan pemberian susu formula dikarenakan

ASI berhenti keluar, susu formula diberikan sampai usia 4 tahun. MPASI mulai

diberikan saat usia 6 bulan berupa biskuit dan bubur / nasi tim hingga usia 11

bulan. Dari umur 12 bulan hingga sekarang, pasien mengonsumsi nasi dan lauk

pauk dan tidak menyukai sayur-sayuran. Pasien mengonsumsi nasi dan lauk pauk

sebanyak 3 kali sehari porsi makanan dewasa. Selama 1 bulan terakhir pasien

hanya makan 1-2 kali sehari dengan porsi makan yang berkurang dari biasanya.

27
J. Riwayat Keluarga

Susunan keluarga :

No. Nama Umur L/P Keterangan


1. Tn. S 37 tahun L Sehat
2. Ny. AS 31 tahun P Sehat
3. An. F 12 tahun L Sehat
4. An. F 7 tahun L Sakit
5. An. F 4 tahun P Sehat

K. Riwayat sosial lingkungan

Pasien tinggal bersama dengan orang tua. Pasien tidur sekamar dengan

saudara yang paling tua. Rumah pasien memiliki ventilasi yang baik, ruangan

rumah terdiri atas 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Rumah pasien terbuat dari

bangunan semi permanen disebuah gang yang padat penduduk. Jarak antara

rumah dengan rumah yang lain cukup dekat. Rumah jauh dari tempat pembuangan

sampah dan pasar. Air yang digunakan untuk dikonsumsi adalah air galon

sedangkan air untuk mandi dan mencuci berasal dari air PDAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK

28
Tanggal : 2 April 2019 pukul 15.27 WITA

Umur : 7 tahun 6 bulan

Berat badan : 19 kg

Tinggi badan : 112 cm

LK : 50 cm

LILA : 16 cm

LPT : 0,769 m2

Status Gizi menurut CDC NCHS 2000

BBI : 20 kg

BB/U : <P5 Underweight

TB/U : <P5 Short

BB/TB : 95% Normal

HA : 5 Tahun 6 Bulan

A. Tanda vital

Kesadaran : Compos mentis GCS : E4V5M6

Denyut nadi : 98 x/menit Kualitas : Kuat angkat, regular

Suhu : 36,4°C

CRT : <3 detik

Respirasi : 22 kali/menit

SaO2 : 99% tanpa oksigen

B. Kulit

Kulit berwarna kuning langsat, turgor kulit kembali cepat (< 3 detik), kelembaban

cukup. Tidak didapatkan sianosis, pucat, hemangioma dan ikterik pada kulit.

29
C. Kepala/ leher

Kepala : Bentuk kepala normosefali, tidak ada benjolan dan masa, serta

UUB dan UUK telah menutup

Rambut : Rambut tebal dan lurus serta berwarna hitam. Distribusi rambut

merata

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-) massa/hematom (-/-)

pupil isokor, reflek cahaya +/+,

Telinga : Simetris, sekret (-/-), serumen minimal, nyeri tekan (-/-)

Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, chonca tidak edem dan

hiperemi, secret (-), pernapasan cuping hidung (-).

Mulut : Simetris, tidak ada labiopalatoskisis (-), mukosa bibir lembab,

stomatitis (+) sebanyak 4 buah.

Lidah : Bentuk normal, warna merah muda, tidak ada tremor.

Faring : Hiperemis (-).

Tonsil : Hiperemis (-), ukuran T1/T1, detritus (-/-), tidak ada

pseudomembran.

D. Leher

Pembesaran KGB (-) dan massa (-) peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-), kelenjar

tiroid tidak teraba

E Toraks

1. Dinding dada/paru :

30
Inspeksi : bentuk simetris, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor disemua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

2. Jantung :

Inspeksi : Iktus terlihat

Palpasi : Apeks; ICS V linea midclavicularis sinistra.

Perkusi

Batas kanan :ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri :ICS V linea midclavicularis sinistra

Batas atas :ICS II linea parasternal sinistra

Auskultasi

Suara dasar : S1>S2, tunggal, murmur (-), gallop (-)

F. Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak massa, pelebaran vena dan kelainan kulit perut

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Supel, Distensi (-), Nyeri tekan (-) disemua regio,

hepatospleemnomegali (-), massa (-).

G. Ekstremitas :

Range of motion : Terbatas akibat nyeri (-) , Parese (-)

Akral hangat :(+)

Massa : tidak ada massa

31
Tonus otot :
Kuat Kuat
Kuat Kuat

H. Genitalia

Jenis kelamin laki-laki. Hipospadia (-) Epispadia (-)

l. Neurologi

Refleks pupil : Langsung (+/+), tak langsung (+/+)

Meningeal sign : kaku kuduk (-) brudzinski 1 & 2 (-)

Refleks Fisiologis : Bisep (+/+), Trisep (+/+) Patella (+/+), Acilles (+/+)

Refleks Patologis : Babinski (-/-), Schaeffner (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim

(-/-)

J. Anus

Paten, hemmoroid (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel 3.1 Laboratorium 28 Maret 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,0 12,00 – 15,60 g/dL
Leukosit 43,8 4.65 – 10.3 ribu/uL
Eritrosit 4,65 4,00 – 5,30 juta/uL
Hematokrit 38,4 37,00 – 47,00 vol%
Trombosit 130 150.000 – 450.000 rb/ul
RDW-CV 15,2 12,1 – 14,0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 81,1 75,0 – 96,0 Fl
MCH 26,8 28,0 – 32,0 Pg
MCHC 35,2 33,0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Gran% 65,3 50,0 – 70,0 %
Limfosit% 29,7 25,0 – 40,0 %
MID% 4,8 4,0 – 11,0 %
Gran# 4,38 2,50-7,00 ribu/ul

32
Limfosit# 1,99 1,25 – 4,0 ribu/ul
MID# 0,32 0,30-1,00 ribu/ul
PROTROMBIN TIME
Hasil PT 10,1 9,9-13,5 detik
INR 0,94 - -
Control Normal PT 10,8 - -
Hasil APTT 26,9 22,2-37,0 detik
Control Normal APTT 24,8 - -
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH 1027 225 – 450 mg/dl
GINJAL
Ureum 16 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,30 0,7 – 1,4 mg/dL
Asam Urat 6,4 3,4 – 7,0 mg/dL
HEPAR
SGOT 37 5-34 lU/l
SGPT 21 0-55 U/l

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan sumsum tulang pasien tanggal 1 April 2019

Hitung Jenis Total (%) Nilai normal (%)


GRANULOPOIESIS 93,0 40,1-65,5
Myeloblast 60,0 0,3-1,3
Promielosit 0,0 0,9-3,7
Mielosit 7,5 9,9-19,5
Metamielosit 3,5 11,3-23,4
Batang 4,5 6,2-15,5
Segmen 9,0 3,6-11,9
Basofil 0,5 0-0,4
Eosinofil 7,0 0,9-4,7
Monosit 1,0 0,5-2,2
ERITROPOIESIS 3,0 22,3-44,9
Rubriblas 0,0 0,1-1,7
Prorubrisit 0,0 1,2-3,9
Rubrisit 0,0 8,0-18,3
Metarubrisit 3,0 11,4-29,6
SISTEM LIMFOID 4,0 3,6-17,2
Limfosit 4,0 4,50-19,1
Plasmosit 0,0 0,3-2,2
Sel tidak dikenal Tidak ditemukan
Rasio M:E 31:1 2-4 : 1

Kesan:

33
Sumsum tulang tampak hiperseluler. Aktifitas sistem granulopoiesis meningkat

dengan rasio M: E 31:1. Didapatkan peningkatan sel blast dengan morfologi

besar, kromatin halus, sitoplasma banyak, nukleoli 2-4, Auer rod (+)

mengesankan myeloblast (60%) di dalam sumsum tulang.

Kesimpulan:

Gambaran sumsum tulang seperti ini mengesankan suatu Acute Myeloblastic

Leukemia type M1 (AML-M1)

PEMERIKSAAN IMMUNOPHENOTYPING 1 APRIL 2019

CD 34 positif, cyMPO positif, CD 7 positif

Kesimpulan

Bias tipe myeloid lineage dengan aberrant CD 7

V. RESUME

Nama : An. FO

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat & tanggal Lahir : Tanah Grogot, 1 Desember 2011

Umur : 7 tahun 6 bulan

Keluhan Utama : Pucat

Uraian :

An. FO merupakan rujukan dari RS. Panglima Sebaya. Keluhan utama saat pasien

datang ke RS. Panglima Sebaya di Tanah Grogot adalah pucat. Pucat muncul

secara mendadak diseluruh tubuh pasien. Kemudian pasien langsung dibawa ke

RS. Panglima Sebaya dan mendaptkan transfusi darah sebanyak 3 kantong dan

dirawat disana selama 3 hari. Di RS panglima Sebaya pasien dilakukan

34
pengecekkan lab darah dan menurut ibu pasien didapatkan sel darah putih yang

tinggi dalam darah sehingga pasien di rujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin. Pucat

muncul mendadak dan terlihat seluruh tubuh pasien. Pucat muncul mendadak

setelah kurang lebih 1 bulan sebelumnya anak sering merasa lelah dan terjadi

penurunan nafsu makan. Pasien merasa lelah terutama setelah bermain dengan

teman sebaya dan bersepeda. Nafsu makan pasien menurun sebelumnya pasien

makan 3x sehari sebanyak porsi makan orang dewasa dan berkurang menjadi 1-2x

sehari dengan porsi makan yang lebih sedikit. Tidak ada riwayat mual, muntah,

sakit kepala, gusi bengkak, epistaksis, lebam pada kulit, pegal-pegal, nyeri perut,

pembengkakan pada perut, BAK merah dan BAB hitam

Pemeriksaan Fisik :

Denyut jantung : 98 x/menit

Suhu : 36,4 °C

Respirasi : 22 kali/menit

CRT : <3 detik

Berat Badan : 19 kg

Panjang Badan : 112 cm

Status Gizi : BB/TB 95% Gizi baik

Kulit : Warna kuning langsat, pucat (-)

Kepala : Normal

Rambut : Normal

Mata : Normal

Hidung : Normal

35
Telinga : Normal

Mulut : Stomatitis (+) sebanyak 4 buah di mukosa mulut

Leher : Normal

Toraks : Normal

Abdomen : Normal

Ekstremitas : Normal

Susunan saraf : Tidak ada deficit neurologis

Genitalia : Normal

Anus : Normal

VI. DIAGNOSIS

Acute Myeloblastic Leukemia type M1 (AML-M1)

VII. PENATALAKSANAAN

Hidrasi IVFD D5 ½ NS 1925 ml/24 jam

Po allopurinol 2x100 mg

8. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

36
9. FOLLOW UP
GRAFIK Nama: Fatih Oktapian
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tanggal April April April April April April April April April April April April April April April April
2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019
Hari ke Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 Ke-21
Subjektif
Demam - - - - - - - + - - - - - - - -
Bintik merah - - - - - - - - - - - - - - - -
Pucat - - - - - - - - - - - - - - - -
Perdarahan - - - - - - - - - - - - - - - -
Mual/muntah + + + + - + + - - - - - - - - -
Nyeri - - - - + + + + - - - - - - - -
Diare 4 kali
- - - - - - - (lendir - - - - - - - -
darah)
Makan/minum Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu Nafsu
+ + + makan makan makan makan makan makan makan makan makan makan + + +
< < < < < < < < < <
Objektif
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
HR RR T April April April April April April April April April April April April April April April April
2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019
200 40 42°C

180 35 41°C

160 30 40°C

140 25 39°C

120 20 38°C

100 15 37°C
37
80 10 36°C

60 5 35°C

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tanggal April April April April April April April April April April April April April April April April
2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019
Hari ke Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 Ke-21
SpO2 tanpa Oksigen 98% 97% 97% 98% 98% 99% 98% 99% 98% 98% 99% 99% 98% 97% 97% 98%
Turgor kulit cepat
+ + + + + + + + + + + + + + + +
kembali (<3 detik)
Kulit: Ptekie - - - - - - - - - - - - - - - -
Sianosis - - - - - - - - - - - - - - - -
Anemis - - - - - - - - - - - - - - - -
Ikterik - - - - - - - - - - - - - - - -
Mata : Anemis + - - - - - - - - - - - - - - -
Mulut : Stomatitis Mulai Mulai
+ + + + + + + + + + + + + perbai perbai -
kan kan
Toraks : Retraksi - - - - - - - - - - - - - - - -
Abdomen :
- - - - - - - - - - - - - - - -
Hepatosplenomegali
Ekstremitas : Akral
+ + + + + + + + + + + + + + + +
hangat
Assesment Acute Myeloblastic Leukemia type M1 (AML-M1)
Planning
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tanggal April April April April April April April April April April April April April April April April
2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019
Hari ke Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 Ke-21
IVFD D5 ½ NS
+ + + + - + + + + + + + + + + +
1972,5 ml /24 Jam
PO Allopurinol
+ + + + + + + + + + + + + + + +
2x100 mg
38
Ketricin zalf 0,1%
- - - + + + + + + + + + + + + +
5 gr
Enystin drop 3x0,5ml
- - - + + + + + + + + + + + + +
Inj.Ondansentron
- - - + - + + - - - - - - - - -
4mg/2ml (iv)
Inj. Ampicillin
3x800 mg
- - - - - - - + + + + + + + + +
Inj. Gentamycin
1x100 mg
Zinc 1x20mg
Oralit 200 cc/ BAB - - - - - - - + - - - - - - - -
cair
Transfusi PRC 1 Kolf - - - - - - - - - - - - - + - -
Observasi KU & + + + + + + + + + + + + + + + +
TTV
Pemeriksaan Lab Darah
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tanggal April April April April April April April April April April April April April April April April
2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019 2019
Hari ke Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 Ke-21
HEMATOLOGI
-Hb - - 12,7 - - 11,8 - - - - - - - 9,1 - 10,7
-Leu - - 39,0 - - 19,6 - - - - - - - 9,2 - 5,9
-Eritrosit - - 4,73 - - 4,43 - - - - - - - 3,38 - 3,90
-Hematokrit - - 40,0 - - 37,6 - - - - - - - 29,0 - 33,4
-Trombosit - - 101 - - 85 - - - - - - - 29 - 69
-RDW-CV - - 14,6 - - 14,3 - - - - - - - 13,6 - 13,5
-Ret-H - - - - - 35 - - - - - - - - - 36
-Retikulosit% - - - - - 0,4 - - - - - - - - - 0,4
-Retikulosit# - - - - - 18200 - - - - - - - - - 14400
MCV,MCH,MCHC
-MCV - - 84,6 - - 84,9 - - - - - - - 85,8 - 85,6
-MCH - - 26,8 - - 26,6 - - - - - - - 26,9 - 27,4
-MCHC - - 31,8 - - 31,4 - - - - - - - 31,4 - 32,0
39
HITUNG JENIS
-Gran% - - 26,9 - - 56,7 - - - - - - - 65,3 - 81,6
-Limfosit% - - 14,1 - - 17,8 - - - - - - - 29,7 - 13,8
-Monosit% - - 58,4 - - - - - - - - - - 3,4
-MID% - - - - 25,1 - - - - - - - 4,8 - -
-Gran# - - 10,48 - - 11,09 - - - - - - - 4,38 - 4,80
-Limfosit# - - 5,50 - - 3,49 - - - - - - - 1,99 - 0,81
-Monosit# - - 22,78 - - - - - - - - - - 0,20
-MID# - - - - 4,92 - - - - - - - 0,32 - -
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH - - - - - - - - - - - - - 297 - -
GINJAL
Ureum - - - - - - - - - - - - - 24 - -
Kreatinin - - - - - - - - - - - - - 0,48 - -
Asam Urat - - - - - - - - - - - - - 4,1 - -
HEPAR
SGOT - - - - - - - - - - - - - 15 - -
SGPT - - - - - - - - - - - - - 9 - -
REMATIK
CRP - - - - - - - - - 24,0 - - - - - -
ELEKTROLIT
Natrium - 140 - 139 - - - - - - - - - 138 - -
Kalium - 2,8 - 3,9 - - - - - - - - - 4,1 - -
Chloride - 119 - 106 - - - - - - - - - 105 - -

40
Pada tanggal 18 April 2019, pasien diizinkan pulang dan pengobata lanjutan akan dilakukan pada tanggal 26 April 2019.

41
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada makalah ini dibahas sebuah laporan kasus anak laki-laki 7 tahun 6

bulan dengan diagnosis Acute Myeloblastic Leukemia (AML) yang dirawat di

ruang Hematologi Onkologi anak RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien merupakan

rujukan dari RS. Panglima Sebaya. Keluhan utama saat pasien datang ke RS.

Panglima Sebaya di Tanah Grogot adalah pucat. Pucat muncul secara mendadak

diseluruh tubuh pasien. Kemudian pasien langsung dibawa ke RS. Panglima

Sebaya dan mendaptkan transfusi darah sebanyak 3 kantong dan dirawat disana

selama 3 hari. Di RS panglima Sebaya pasien dilakukan pengecekkan lab darah

dan menurut ibu pasien didapatkan sel darah putih yang tinggi dalam darah

sehingga pasien di rujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin.

Menurut ibu pasien sebelum terjadinya pucat diseluruh tubuh, pasien

mengalami demam kurang lebih 3 hari yang muncul mendadak,suhu demam

dirasakan naik dan turun kemudian menghilang dengan pemberian paracetamol

syrup. Selain itu kurang lebih 1 bulan sebelumnya ibu pasien mengeluhkan bahwa

pasien mudah lelah dan terjadi penurunan nafsu makan. Mudah lelah terjadi saat

pasien beraktivitas seperti bermain dengan teman sebaya dan bersepeda. Sehingga

aktivitas pasien dibatasi oleh ibu pasien karena pasien tampak lemas jika

beraktivitas berlebihan. Nafsu makan pasien menurun sehingga pasien hanya

makan 1-2x sehari dengan porsi yang lebih sedikit dari biasanya. Tidak ada

42
riwayat mual, muntah, gusi bengkak, epistaksis, lebam pada kulit, pegal-pegal,

nyeri perut, pembengkakan pada perut, BAK merah dan BAB hitam.

Keluhan yang sangat sering dikemukakan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-

rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau

diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga


26,27
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia. Pasien ini

didapatkan keluhan utama datang ke rumah sakit dengan pucat. Selain itu kurang

lebih 1 bulan sebelumnya ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien mudah lelah dan

terjadi penurunan nafsu makan.

Demam didapatkan pada 75 % penderita yang mengidap AML. Umumnya

demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.

Pada waktu demam juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan

tanda-tanda infeksi lain.26,27 pasien mengalami demam kurang lebih 3 hari yang

muncul mendadak,suhu demam dirasakan naik dan turun kemudian menghilang

dengan pemberian paracetamol sirup.

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah

pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan

simptom kardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,

sinkope dan angina.29 Pada pasien ini tidak didapatkan adanya gejala dan tanda

anemia saat datang di RSUD Ulin karena sudah mendapatkan transfusi darah di

RS Panglima Sebaya sebelumnya.

43
Semakin berat dan lama keadaan neutropenia, maka makin mudah dan berat

infeksi yang terjadi. Infeksi yang terjadi pada pasien yang mengalami febrile

neutropenia ditangani dengan pemberian antibiotika berspektrum luas pada saat

timbul infeksi.32 Pada pasien ini diberikan 2 antibiotik Inj. Ampicillin 3x800 mg

dan Inj. Gentamycin 1x 100 mg.

Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin,

sediaan darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan

immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).10,


22
Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration/BMA) merupakan

syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis

leukemia akut.22 Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan BMA dengan

gambaran Sumsum tulang tampak hiperseluler. Aktifitas sistem granulopoiesis

meningkat dengan rasio M: E 31:1. Didapatkan peningkatan sel blast dengan

morfologi besar, kromatin halus, sitoplasma banyak, nukleoli 2-4, Auer rod (+)

mengesankan myeloblas (60%) di dalam sumsum tulang mengesankan suatu

Acute Myeloblastic Leukemia type M1 (AML-M1).

Pengobatan yang diberikan pada kasus AML umumnya adalah pemberian

kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus yang

terindikasi.30 Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif,

simptomatis dan kausatif. Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif

dengan menekan produksi sumsum tulang dan melakukan perawatan di rumah

sakit.26 Terapi supportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus

dan menaikkan kadar Hb pasien melalui tranfusi darah. Pada AML, terapi

44
supportif tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi

simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klinis yang muncul seperti

seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor lisis, selain

itu kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas

segera dan transfusi trombosit sebagai profilaksis juga memegang peranan penting

dalam upaya survival.26 Yang paling penting adalah terapi kausatif yaitu

dilakukannya kemoterapi yang terbagi atas fase induksi dan fase konsolidasi,

dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien

AML.24

Mekanisme patogenesis, manifestasi klinis dan pengobatan anemia pada

leukemia digambarkan sebagai hipoplasia "preleukemik" pada sumsum tulang.

Dalam beberapa kasus, terutama pada leukemia akut dan metaplasia myeloblastic,

kelainan bentuk sel darah merah, yaitu poikilositosis, sferositosis dan leptositosis,

tampaknya menjadi penyebab utama terjadinya hemolisis.38

Ketidakmampuan sumsum tulang untuk merespon, karena berbagai alasan,

terhadap peningkatan permintaan akan eritropoiesis yang dipaksakan oleh

percepatan penghancuran sel darah merah dan/atau oleh kehilangan darah

merupakan mekanisme patogenetik umum yang sering dijumpai dalam leukemia

pada semua jenis. Pengamatan yang dikutip menekankan titik bahwa leukemia

adalah sekelompok penyakit di mana kelainan seluler sama sekali tidak terbatas

pada leukosit. Sehingga anemia pada leukemia termasuk dalam anemia

hipokromik mikrositik.38 Pada pasien ini kesan laboratorium anemia normositik

normokromik karena sudah ditransfusi di RS sebelumnya.

45
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan

sebagai blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥ 100.000/μL. Terapi

induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi (cystosine

arabinoside atau cytarabine dan anthracycline antibiotic). Untuk pasien usia 18-60

tahun terapi yang diberikan adalah: Tiga hari anthracycline (daunorubicin 60

mg/m2, idarubicin 10-12 mg/ m2, atau anthracenedione mitoxantrone 10-12

mg/m2 ), dan 7 hari cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal

dengan “3 + 7” merupakan standar terapi induksi. Respons komplit tercapai pada

60-80% pasien dewasa yang lebih muda. Pasien ini diberikan terapi methotrexate

intratekal dan cytarabine. Selama dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan

allopurinol. Allopurinol bukan obat kemoterapi. Obat ini diberikan untuk

membantu mencegah pembentukan kembali produk-produk sel leukimia yang

sudah hancur dan membantu ginjal untuk mengekskresikannya.8,9 Pasien ini

diberikan terapi allopurinol 2x100 mg.

Saat dosis kumulatif daunorobicin mencapai 550 mg/mL, risiko efek

samping pada jantung meningkat, termasuk gagal jantung, kardiomiopati dilatasi

hingga kematian. Efek kardiotoksik dari doksorubisin ditunjukkan oleh penurunan

fosforilasi oksidatif di mitokondria. Oksigen reaktif yang muncul dari interaksi

doksorubisin dengan enzim fosforilase. Daunorubicin dikontraindikasikan pada

kasus dimana fungsi jantung sangat menurun dengan fraksi ejeksi kurang dari

45%.40 Pada pasien ini diberikan terapi daunorubisin 35 mg dengan hasil

pemeriksaan ekokardiografi pada tanggal 11 April 2019 didapatkan fungsi jantung

normal.

46
Pasien dengan kemoterapi mempunyai risiko terkena sariawan sebesar 30-

75%. Sariawan terjadi karena kerusakan pada sel epitel akibat pemberian terapi

yang melalui dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

kemoterapi mengganggu produksi, kematangan dan penggantian sel epitel;

sedangkan secara tidak langsung disebabkan karena depresi sumsum tulang akibat

pemberian kemoterapi, yang menyebabkan terjadinya neutropenia dan

trombositopenia, sehingga terjadi peningkatan risiko perdarahan dan infeksi.

intratekal.33 Pada pasien ini mengalami sariawan sehingga diberikan terapi enystin

drop 3x0,5ml dan ketricin zalf 0,1% 5gr.

Obat kemoterapi menyerang sel epitel mukosa pada usus yang mempunyai

sifat yang cepat tumbuh dan jika tidak ada pergantian sel meukosa yang baru, sel

ini akan atrofi dan mengalami inflamasi. Mukosa yang terinflamasi akan

menghasilkan lendir yang merangsang peristaltik. Hal inilah yang menyebabkan

diare. Obat kemoterapi yang menyebabkan diare umumnya metrotexate,

hydroxyuera dan dactinomycin.34 Oleh sebab itu pda pasien ini diberikan terapi

Zinc 1x20mg dan oralit 200cc/ BAB cair pada tanggal 10 april 2019 dikarenakan

adanya diare.34

Obat kemoterapi menyebabkan iritasi pada mukosa lambung dan duodenum

yang kemudian merangsang pusat muntah di sistem saraf pusat. Kemoterapi juga

menyebabkan aktivasi sistem saraf pusat obstruksi, pengosongan lambung

terlambat, dan reaksi inflamasi. Obat- obat kemoterapi yang dapat menyebabkan

mual dan muntah yaitu Methotrexate, Vincristine, Daunorubicin.33 Pasien sempat

47
mengalami mual dan muntah sehingga diberikan injeksi ondancentron 4 mg

intravena.

Kelelahan pada pasien yang menjalani kemoterapi disebabkan oleh anemia

dan penurunan nafsu makan yang menyebabkan berkuranganya kebutuhan energi.

Kemoterapi mengakibatkan terjadinya pelepasan zat sitokin dan interleukin yang

merangsang hipotalamus untuk menurunkan rasa lapar yang mengakibatkan

terjadinya penurunan nafsu makan sehingga kebutuhan energi dalam tubuh tidak

tercukupi. Menurut ibu pasien setelah menjalani kemoterapi selama 3 hari nafsu

makan pasien mengalami penurunan.35

48
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus anak laki-laki berusia 8 tahun yang dirawat di

ruang hematologi onkologi anak RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis leukemia

myeloblastik akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pucat dan

telah dilakukan transfusi darah sebanyak 3 kolf dan pada pemeriksaan fisik tidak

didapatkan lagi adanya anemis. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan

laboratorium leukositosis, pemeriksaan sumsum tulang didapatkan gambaran AML-

M1. Pada pasien telah dilakukan pemberian kemoterapi fase induksi yaitu

daunorubicin, cytarabine dan methotrexate.

49
DAFTAR PUSTAKA

1.Simanjorang C. Perbedaan ketahanan hidup 5 tahun pasien ALL dan AML di


rumah sakit kanker “dharmais” Jakarta. Universitas Indonesia: tesis. 2012.

2.Suryani E, Salamah U, Wiharto, Wijaya AA. Identifikasi penyakit acute


myeloid leukemia(AML) menggunakan system berdasarkan morfologi sel darah
putih studi kasus: AML2 dan AML4. SEMANTIK. 2014:193-199.

3.Sjakti HA, Gatot D, Windiastuti E. Hasil pengobatan leukemia mieloblastik


akut pada anak. Sari Pediatri.2012;14(1):40-45.

4.Anwar Cindy, Widyaningsih Made. Acute Myeloid Leukamia.[ internet] FK


Udayana. 2017 [ cited 12 April 2019 ]. Available from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ae97d96d7b3a36c778ca43
6020f67ca5.pdf.

5.Rahmadin B, Wahid I, Yaswir R. Profil penderita leukiemia mieloblastik akut di


bagian penyakit dalan RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2017;6(3):495-501.

6.Czuczman MS, Dodge RK, Stewart CC, Frankel SR, Davey FR, Powell BL, et
al. Value of immunophenotype in intensively treated adult acute myeloblastic
leukemia: cancer and leukemia Group B study. Blood. 2009;93(11):3931-3940.

7.Preti HA, Huh YO, O'Brien SM, Andreeff M, Pierce ST, Keating M, et al.
Myeloid markers in adult acute myeloid leukemia. Correlations with patient and
disease characteristics and with prognosis. Cancer. 2015;76(9):1564-70.

8.Fiere D, Extra JM, David B, Witz F, Vernand JP, Gastaut JA, et al. Treatment of
adult with acute myeloid leukemia. Semin Oncol. 2007;14(2):64-69.

9.Hoelzer D, Thiel E, Löffler H, Bodenstein H, Plaumann L, Büchner T, et al.


Intensified therapy in acute myeloid and acute undifferentiated leukemia in
adults. Blood. 2014;64(1):38-47.

10. Creutzig, U, Heuvel-Eibrink, Gibson B, Dworzak, MN, Adachi S, Bont, E, et


al. Diagnosis and management of acute myeloid leukemia in children and
adolescents: Recommendations from an international expert panel. Blood. 2012;
120:3187–3205.

11.Fiere D, Archimbaud E, Extra JM, Marty M, David B, Witz F, et al. Treatment


of adult acute myeloid leukemia. Preliminary results of a trial from the French
Group. Haemato Blood Transfusi. 2007;30:125-130.

12. Fiere D, Extra JM, David B, Witz F, Vernand JP, Gastaut JA, et al. Treatment
of adult acute myeloid leukemia. Semin Oncol. 2007 Jun. 14(2):64-69.

13.Hoelzer D, Thiel E, Löffler H, Bodenstein H, Plaumann L, Büchner T, et al.


Intensified therapy in acute myeloid and acute undifferentiated leukemia in
adults. Blood. 2014 Jul. 64(1):38-47.

14.Durrant IJ, Prentice HG, Richards SM. Intensification of treatment for adults
with acute myeloid leukaemia: results of U.K. Medical Research Council
randomized trial UKALL XA. Medical Research Council Working Party on
Leukaemia in Adults. Br J Haematol. 2007;99(1):84-92.

15.Cuttner J, Mick R, Budman DR, Mayer RJ, Lee EJ, Henderson ES, et al. Phase
III trial of brief intensive treatment of adult acute myeloid leukemia comparing
daunorubicin and mitoxantrone: a CALGB Study. Leukemia. 2011;5(5):425-31.

16.Dekker AW, Veer MB, Sizoo W, Haak HL, Lelie J, Ossenkoppele G, et al.
Intensive postremission chemotherapy without maintenance therapy in adults with
acute myeloid leukemia. Dutch Hemato-Oncology Research Group. J Clin Oncol.
2017;15(2):476-482.

17.Mandelli F, Annino L, Rotoli B. The GIMEMA ALL 0183 trial: analysis of


10-year follow-up. GIMEMA Cooperative Group, Italy. Br J Haematol.
2016;92(3):665-672.

18. Rooij J, Zwaan M, Eibrink M. Pediatric AML: from biology to clinical


management. Journal of clinical management.2015;4:127-149.

19.Supriyadi E, Widjajanto PH, Purwanto I, Cloos J, Veerman AJ, Sutaryo S.


Incidence of childhood leukemia in Yogyakarta, Indonesia, 1998-2009. Pediatric
Blood Cancer.2011;57:588-93.

20.Arlin ZA, Feldman EJ, Finger LR, Ahmed T, Mittelman A, Cook P, et al.
Short course high dose mitoxantrone with high dose cytarabine is effective
therapy for adult myeloid leukemia. Leukemia. 2011;5(8):712-724.

21.Weiss M, Maslak P, Feldman E, Berman E, Bertino J, Gee T, et al. Cytarabine


with high-dose mitoxantrone induces rapid complete remissions in adult acute
myeloid leukemia without the use of vincristine or prednisone. J Clin Oncol.
2016;14(9):2480-2488.

22.Weiss MA, Heffner L, Lamanna N, et al. A randomized trial demonstrating the


superiority of cytarabine with high-dose mitoxantrone compared to a standard
vincristine/prednisone-based regimen as induction therapy for adult patients with
AL abstract. Presented at: Annual Meeting of the American Society of Clinical
Oncology. J Clin Oncol. 2015;25:6516-6522.

23. Kantarjian H, Thomas D, O'Brien S, Cortes J, Giles F, Jeha S, et al. Long-term


follow-up results of hyperfractionated cyclophosphamide, vincristine,
doxorubicin, and dexamethasone (Hyper-CVAD), a dose-intensive regimen, in
adult acute myeloid leukemia. Cancer. 2014;1(12):2788-2795.

24. Hoelzer D, Ludwig WD, Thiel E, Gassmann W, Löffler H, Fonatsch C, et al.


Improved outcome in adult B-cell acute myeloid leukemia. Blood. 2016;
87(2):495-508.

25.Ludwig WD, Rieder H, Bartram CR, Heinze B, Schwartz S, Gassmann W, et


al. Immunophenotypic and genotypic features, clinical characteristics, and
treatment outcome of adult pro-B acute myeloid leukemia: results of the German
multicenter trials. Blood. 2008;92(6):1898-1909.

26. Cancer Facts& Figures 2016. American Cancer Society. 2016. [cited 8 April
2019 ]. Available from :
http://www.cancer.org/acs/groups/content/@research/documents/document/acspc-
047079.pdf

27.NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Acute Myeloid Leukemia.


2018 [cited 8 April 2019] available from :
https://www.nccn.org/patients/guidelines/aml/files/assets/common/downloads/Sur
veyQuickGuide_waldenstroms.pdf?uni=d5cbd756cc6de7624ed182b15b3b70f5

28. Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, Resta DJ, Reese SF, Ford JM, et al.
Activity of a specific inhibitor of the BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis
of chronic myeloid leukemia and acute myeloid leukemia with the Philadelphia
chromosome. N Engl J Med. 2011 Apr 5. 344(14):1038-42.

29.Sjakti Hikari A, Gatot A, Windiastuti E. Hasil pengobatan leukemia


mieloblastik akut pada anak. Sari Pediatri.2012;14(1):40-45.

30. Wells RJ, Arthur DC, Srivastava A, Heerema NA, Le Beau M, Alonzo TA,
dkk. Prognostic variables in newly diagnosed children and adolescents with acute
myeloid leukemia: Children’s Cancer Group Study 213. Leukemia 2002 ;16:601-
610.

31. Thomas DA, Faderl S, Cortes J, O'Brien S, Giles FJ, Kornblau SM, et al.
Treatment of Philadelphia chromosome-positive acute myeloid leukemia with
hyper-CVAD and imatinib mesylate. Blood. 2014 Jun 15. 103(12):4396-407.

32. Nurbaety B, Perwitasari DA, Andalusia R. Penggunaan antibiotic pada pasien


leukemia akut dewasa dengan febrile neutropenia setelah pemberian kemoterapi
agresif di RS. Kanker Dharmais Jakarta. Media Farmasi. 2014;11(2):179-188.

33. Selwood, K. (2008). Side Effect Of Chemotherapy. West Sussex : John Willey
& Sons.

34. ( Newton, S., Hickey, K., & Marrs, j. (2009). Mosby,s Oncology nursing
advisor : A Comprehensive Guide To Clinical Practice . Missouri: Mosby
Elseiver.).

35. Vitkauskaite, E., Juozaityte, E., Drukteniene, J., Bunevicius, R. 2011. A


Systematic Review of Cancer Related Fatigue. Biological Psychiatry and
Psychopharmacology. 13.).

36. Owens JL, Hanson SJ, McArthur JA, Mikhailov TA. The need for evidence
based nutritional guidelines for pediatric acute lymphoblastic leukemia patients:
acute and long-term following treatment. Nutrients. 2013;5(11):4333–4346.

37. Im HJ. Current treatment for pediatric acute myeloid leukemia. Blood Res.
2018;53(1):1–2.

38. Buttarello M. Laboratory diagnosis of anemia: are the old and new red cell
parameters useful in classification and treatment, how? Int J Lab Hematol.
2016;38(1):123-32.

40. Hiona A, Lee AS, Nagendran J, et al. Daunorubicin Induced Cardiomyopathy


via Preservation of Mitochondrial Function. The Journal of thoracic and
cardiovascular surgery. 2011;142(2):396-403.

Anda mungkin juga menyukai