Anda di halaman 1dari 11

LONG LIFE LEARNING

Tujuan pembelajaran:

1. Mengetahui kewajiban menuntut ilmu serta keutamaan dan urgensinya


2. Mengetahui berbagai klasifikasi ilmu
3. Memahami bahwa menuntut ilmu agama adalah sebuah kewajiban
4. Mengetahui dan dapat mempraktikkan adab-adab menuntut ilmu
5. Termotivasi untuk terus menuntut ilmu sepanjang hayat

Pokok Pembelajaran:

1. Kewajiban dan keutamaan menuntut imu


2. Klasifikasi ilmu : fardhu ‘ain, fardhu kifayah, sunnah, mubah, haram  dihubungkan
dengan pentingnya menuntut ilmu agama disamping ilmu umum
3. Adab menuntut ilmu
4. Pentingnya belajar seumur hidup (motivasi)

Sejenak Merenung

Gambaran kasus2 persoalan fiqh/agama yang berkaitan dengan kedokteran yang harus
diketahui dokter
Berikut ini adalah kisah nyata seorang pemuda yang sedang mengobrol ria dengan ibunya yang
sudah lama tak berjumpa. Nama dan tempat kejadian dirahasiakan untuk menjaga privasi.
Pemuda yang baru pulang dari bermain itu langsung menuju ruang makan. Perutnya terasa
sangat lapar sekali. Dia mengambil nasi beserta lauk-pauknya yang telah tersedia di meja
makan. Di ruang keluarga duduk Ibunya yang sedang menonton TV. Singkat cerita Ibu itu
memanggilnya..
Ibu : “Nak… Duduk sini dekat Ibu ya! Makannya disini aja. Sudah lama kita ga pernah ngobrol-
ngobrol” (panggilnya).
Anak : “Ada apa Bu, tumben ngajak ananda mengobrol ria??” (sambil membawa piring yang
berisi nasi dan lauk pauknya)
Ibu : “Sekarang kamu udah gede ya, ga terasa sudah 22 tahun berlalu…”
Anak : “Ya dong, masa kecil mulu… namanya juga orang hidup!”
Ibu : “Btw, waktu kecil dulu ibu sering lihat kamu Sholat, lha kenapa udah gede kamu jadi ga
pernah sholat lagi??”
Anak : “Hee..Hee… Ibu bisa aja, nyindir nih” (sambil menyuapkan nasi ke mulutnya)
Ibu : (meneruskan pertanyaan nya) “Kenapa sekarang kamu ga pernah ngaji lagi sama teman-
teman??”
Anak : “Bosen ngaji terus Bu, kan dulu udah pernah ngaji masa ngaji lagi” (jawabnya dengan
santai)
Ibu : “Owh.. mentang-mentang dulu udah pernah ngaji jadi sekarang kamu ga mau belajar
mengaji lagi!”
Anak : “Ya kan ngaji mah gitu-gitu aja… sedikit banyak ananda juga tau kok tentang agama
(baca: ISLAM)” (dengan percaya diri).
Ibu : “Ibu mau nanya nih ke kamu, kenapa kamu makan padahal dulu juga kan udah makan??”
(dengan nada yang lembut)
Anak : (mengerutkan keningnya) “Ibu ini ada-ada aja, klo ananda ga makan nanti ananda bisa
kurus dan lama-lama bisa mati! emangnya Ibu mau lihat ananda mati karena tidak makan?!”
(candanya )
Ibu : “Walaupun kamu makan, tetap saja suatu saat nanti kamu pasti akan mati!
Perhatikanlah… diri ini terdiri dari Jasmani dan Ruhani. Makan adalah salah satu contoh
pemenuhan kebutuhan jasmani. Salah satu contoh pemenuhan kebutuhan ruhani apa?? yaitu
salah satunya mengaji Al-Qur’an! mengaji itu sangat penting nak dan merupakan salah satu
cara untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah kita!”
Anak : “Iya.. Iya.. malah ceramah Ibu mah bawel…”
Ibu : “Ibu cuma ngingetin kamu karena Ibu sayang kamu. Ruhaniah pun harus dipenuhi
kebutuhannya, kalau ga maka ruhaniah itu akan kurus dan lama-lama mati. Ibu ga mau kamu
kurus-mati ruhaniahnya!!! Belajar agama itu seumur hidup nak, selama hayat dikandung badan
maka teruslah belajar mengaji Al-Qur’an. Yang harus diingat adalah mengaji Al-Qur’an itu bukan
hanya sekedar dibaca akan tetapi juga haruslah dimengerti-dipahami-diamalkan baik di diri
maupun sosial.”
Al-Qur’an wajib dijadikan pedoman, petunjuk hidup bagi seluruh mukmin, muslim yang harus
dilandingkan/ diaplikasikan menjadi hukum baik dikehidupan pribadi maupun kehidupan sosial
sehingga akan menghasilkan furqon.
Mari terus belajar dan ber-Islam yang bukan hanya sekedar identitas di KTP saja, bukan hanya
sekedar menjadi Islam karena faktor keturunan, bukan hanya sekedar menjadi Islam karena
ikut-ikutan (teman-orang tua/ nenek moyang).
Hayu kita rubah paradigma pola pikir bahwa belajar Agama itu cupu alias ucup, ga gaul, ga
maen, muka tua atau apa pun itu sebutannya karena hanya dengan terus belajar dan belajar
terus-menerus kita bisa mengerti-memahami-mengamalkan Islam secara Kaffah sesuai Al-
Qur’an dan Al-Sunnah.
http://rosendi.wordpress.com/2010/10/04/belajar-agama-itu-seumur-hidup/

Materi

BUTUHNYA MANUSIA AKAN ILMU


Sebagaimana halnya makanan, yang dipergunakan manusia untuk kelangsungan hidup. Karena
seandainya keimanan tidak dipupuk dengan ilmu, maka ibarat tanaman menjadi layu bahkan
hancur. Sehingga tidaklah
terwujud keberadaan iman seorang kecuali dengan ilmu. Al Imam Ahmad menyatakan :
“Manusia sangat membutuhkan ilmu dari sekedar menyantap makanan dan minuman;
karena makanan dan minuman dibutuhkan oleh manusia sekali atau dua kali dalam sehari.
Sedangkan ilmu dibutuhkan setiap
saat.” (Thobaqot Al Hanabilah 1/147).

Jadi, kebutuhan manusia terhadap ilmu jauh lebih besar dibandingkan kebutuhannya terhadap
makanan dan minuman, bisa jadi kebutuhanmu terhadap makanan atau minuman dalamsehari
cukup satu atau dua kali. Berbeda dengan kebutuhanmu terhadapilmu, kadang engkau
membutuhkannya sebanyak dua puluh kali, lima puluhkali, bahkan lebih dalam sehari.

Manusia tidak akan mengetahui perkara halal-haram kecuali dengan ilmu. Untuk beribadah
engkau butuh ilmu. Di rumah engkau butuh ilmu, di pasar engkau butuh ilmu, bermu'amalah
engkau butuh ilmu, bahkan ketika menghadapi musuhmu pun engkau butuh ilmu; semakin
berkurangnya ilmu (akan menyebabkan) semakin bertambahnya kebodohan, kejelekan, serta
musibah yang akan menimpamu.

(red-bayangkan...korelasi pernyataan diatas dengan kondisi Indonesia saat ini... pas banget
kan!!!-)
Oleh karena itu, kewajiban seseorang dalam menuntut ilmu syar'i berlangsung sampai
menjelang wafat. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa
menyampaikan dakwah dan nasehat hingga menjelang wafat beliau. Diriwayatkan oleh Al
Hakim di dalam Mustadraknya dan dia berkata : -di atas syarat dua syaikh- dari hadits Anas
radliyallahu'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda :
“Dua keinginan yang tidak pernah merasa puas darinya : “Keinginan terhadap ilmu dan tidak
pernah merasa
puas darinya, dan keinginan terhadap dunia dan tidak pernah merasa puas darinya.”

MENCARI ILMU ADALAH IBADAH


Sebagian ulama berkata “Ilmu adalah shalat secara rahasia dan ibadah hati”. Tidak diragukan
lagi bahwa ilmu adalah ibadah, bahkan merupakan ibadah yang agung dan utama, sehingga
Allah menjadikannya sebagai bagian dari jihad fisabilillah. Allah berfirman dalam QS. At Taubah
: 122
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Yang dimaksud dengan liyatafaqqohuu adalah hendaknya ada kelompok orang yang benar-
benar melaksanakan tugas belajar.

Oleh karena itu, motivasi belajar dalam Islam bukanlah untuk mencari pekerjaan. Melainkan
sebagai wujud ibadah atau bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Karena bagian dari ibadah,
maka umat Islam harus melakukan sepanjang hidup. Inilah yang menjadi jawaban “Mengapa
seorang muslim mau belajar seumur hidup?”

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim dan muslimah” (HR. Ibnu Majah)
KLASIFIKASI ILMU
1. Ilmu yang diwajibkan untuk tiap individu (Fardhu 'Ain)
a) Ilmu pengetahuan tentang prinsip keimanan
i) Allah
ii) Malaikat
iii) Kitab-kitabNya
iv) RasulNya
v) Hari Akhirat
vi) Qodho dan Qodar
b) Ilmu pengetahuan tentang syariat-syariat Islam
i) Wudhu
ii) Sholat
iii) Zakat
iv) Puasa
v) Haji
c) Ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang diharamkan/dihalalkan
i) Babi
ii) Bangkai
iii) Riba
iv) Judi
v) Darah
d) Ilmu tentang muamalah atau kemasyarakatan
i) Perdagagangan
ii) Administrasi Negara
iii) Pemerintahan
Maksud kewajiban menuntut imu bagi setiap muslim, bukan berarti mempelajari
segala macam ilmu. Setiap muslim wajib mempelajari ilmu sesuai kondisi yang dibutuhkan.
Misalnya, bila ia telah berkewajiban sholat maka berarti ia wajib mengetahui ilmu tentang
sholat sehingga ia benar dalam melaksanakan sholatnya. Demikian pula menjadi wajib
memepelajari ilmu-ilmu lain yang menjadi sarana dalam melaksanakan yang wajib , karena
sarana yang menunjang kesempurnaan suatu yang wajib, maka hukumnya wajib pula.

2. llmu yang diwajibkan untuk kelompok (Fardhu Kifayah)


Ilmu jika ada satu atau beberapa dari sekelompok atau beberapa kelompok jamaah telah
memiliki atau melaksanakannya maka yang lainnya tidak lagi dituntut untuk memiliki atau
melaksanakannya. Namun jika tidak ada seorangpun yang memilikinya atau
melaksanakannya, maka semua orang berdosa, lebih-lebih pemimpin mereka (ulil amri)
Contoh : Ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu jenazah, ilmu falak, ilmu komputer, dll.

Para ulama klasik seperti Imam Ghozali dalam Ihya-nya sering mengemukakan ilmu tabib
(kedokteran) sebagai contoh ilmu fardhu kifayah. Mereka juga sepakat bahwa apabila
dalam masyarakat tidak ada yang mempelajari ilmu tersebut sehingga kesehatan
masyarakat terabaikan, maka setiap anggota masyarakat tersebut akan menanggung dosa
karena mengabaikan fardhu kifayah tersebut (kedokteran).

Teman... sekarang sudah tau kan... bagaimana hukumnya kita menuntul ilmu profesi ini... So,
jangan pernah sia-siakan kesempatan kita untuk kuliah di bidang kesehatan ini (dokter, perawat,
gizi) karena faedahnya memang sangat banyak dan itu juga untuk kemaslahatan umat..

3. Ilmu yang tercela


Dikatakan tercela karena :
a) Ilmu itu membawa kemudharatan bagi orang itu sendiri atau orang lain.
Seperti ilmu sihir, santet, pelet.
b) Ilmu itu menurut kebiasaan membawa kemudharatan kepada yang memiliki ilmu itu
sendiri. Seperti ilmu paranormal, peramal/nujum.

Inilah seklias tentang pembagian ilmu. Para ulama pun tidak kaku membagikan fardhu 'ain
adalah setiap ilmu agama dan fardhu kifayah adalah setiap ilmu dunia. Misalnya ilmu
agamapun ada yang tidak wajib (tidak fardhu 'ain) dipelajari, seperti ilmu tafsir atau ilmu
hadits. . Dua hal tersebut hukumnya juga fardhu kifayah, cukup ada satu orang atau lebih
yang mendalami ilmu tafsir atau ilmu hadits yang mensyarakatkan belajar sastra arab,
rijalul hadits, hafal ratusan ribu hadits dan syarat syarat berat lainnya. Masyarakat cukup
mendapatkan hasil instant dari ilmu tersebut berupa kitab kitab tafsir ataupun kitab kitab
hadits.

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU


1. Ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Azza Wa Jalla dan untuk
negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar, agar
bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang
atau niat yang sejenisnya, maka
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam telah memberi peringatan tentang hal ini dalam
sabdanya :
Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu dengan mengharap wajah Allah, tidaklah
ia mempelajarinya melainkan untuk memperoleh harta dunia, dia takkan
mendapatkan harumnya bau surga di hari kiamat (dikeluarkan oleh abu dawud
dengan sanad yang hasan)

Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA
atau Doktor, misalnya) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah
menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang
lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan
ilmu atau dalam mengajar. Niat ini Insya Allah termasuk niat yang benar.

2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain


Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk menghilangkan
kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus
mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan
tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain
dapat mengambil faedah dari ilmu kita.
Imam Ahmad berkata:
Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya:
Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syariat


Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk
membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada
seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus
membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana
tuntunan yang diajarkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam. Hal ini tidak ada yang
bias melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-
Qur'an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat


Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu
dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan
aqidah, karena persoalan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak
zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam masih
hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang
kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan


Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang
telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak
maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang
memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan
(digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan


Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang
terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang
kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja
sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
7. Mencari kebenaran dan sabar
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah
mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita
berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita
sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits
tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha
lagi mencari makna (pengertian) dari hadits tersebut.

Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa
bosan atau
keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar
satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan
mendapatkan apa dari yang kita tuntut.
Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya
pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak
bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil. (Na... ini kalo' kuliah..
jangan nerima mateng aja dari dosen... tapi coba di kroscek ke buku... siapa tau
dosennya lupa... namanya juga manusia.... selain itu... dengan begitu... kita akan
memiliki banyak referensi dan yang jelas menambah wawasan kita...)

HAKEKAT DAN KEUTAMAAN MENCARI ILMU


Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui
?
(QS. Az Zumar : 9)
 Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al Mujadilah:11)
 Abu Darda' r.a berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Siapa yang
melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke
surga. Dan para malaikat selalu meletakkan sayapnya menanungi para pelajar karena
senang dengan perbuatan mereka. Dan seorang alim dimintakan ampun oleh penduduk
langit dan bumi dan ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang alim atas orang ibadat
bagaikan kelebihan sinar bulan atas lain-lain bintang. Dan sesungguhnya ulama-ulama
(guru-guru) sebagai aris dari nabi-nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang
dinar atau dirham hanya mereka mewariskan ilmu agama, maka siapa yang telah
mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Dawud, At
Tirmidzi)
 Barangsiapa menempuh jalan menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
mudahkan baginya jalan menuju surga (H.R. Muslim)
 Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu),maka dia berada dalam
sabilillah hingga kembali (H.R. Tirmidzi,hasan)
 Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia
dalam (masalah) dien (agama). (H.R. Bukhori)

FAKTOR PENDUKUNG SOSOK PEMBELAJAR


Untuk mengetahui faktor pendukung sosok pembelajar maka kita hendaknya melihat ke dalam
diri sendiri bagaimana adab seorang pelajar dalam kehidupan ilmiyahnya sehingga ia bisa
menjadi pembelajar yang sukses.
1. Bercita-cita dalam menuntut Ilmu
Ini adalah perkara yang penting bagi para pelajar dalam menuntut ilmu, yaitu hendaklah
dia mempunyai tujuan dalam belajarnya bukan hanya sekedar menghabiskan waktu di
bangku kuliah, tapi hendaklah seorang pelajar itu mempunyai cita-cita. Dan diantara
cita-cita yang paling mulia adalah agar dengan ilmunya ia bisa menjadi imam (pemuka)
yang memimpin ummat islam di bidang ilmu pengetahuan.
2. Menjaga Ilmu dengan mencatatnya
Curahkan kemampuanmu untuk menjaga ilmu dengan mencatatnya, karena dengan
mencatat akan aman dari hilangnya ilmu itu, juga bias mempersingkat waktu kalau ingin
membahasnya saat dibutuhkan, terutama beberapa masalah ilmiyah yang terdapat
bukan pada tempat yang selayaknya. Dan diantara faedahnya yang paling besar adalah
saat sudah berusia lanjut dan kekuatan badan sudah melemah maka engkau masih
mempunyai ilmu yang masih bisa engkau tulis tanpa harus capek membahas dan
menelaahnya kembali.
3. Menjaga ilmu dengan mengamalkannya
Rasulullah telah menggambarkan tentang orang-orang yang diberi oleh Allah Ta'ala ilmu
sebagai air hujan yang menyirami bumi, maka bumi yang terkena air hujan itu ada tiga
macam :
a) Pertama, tanah tandus yang menelan air namun tidak bisa menumbuhkan
rerumputan. Ini permisalan orang yang sama sekali tidak memperhatikan ilmu, dia
tidak dapat mengambil manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
b) Kedua, tanah yang bisa menahan (menyerap) air namun tidak bisa menumbuhkan
tanaman. Merekalah para perawi hadits, mereka mampu menahan air sehingga
orang lain bisa minum dan mengairi sawah untuk menanam, namun diri mereka
sendiri tidak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya sekedar menghafalkannya.
c) Ketiga, tanah subur yang mampu menerima air dan menumbuhkan tanaman,
maka orang lain bisa mengambil manfaat dan bisa juga memberi makan bagi
hewan ternak mereka. Merekalah orang-orang yang diberikan oleh Allah ilmu dan
kefahaman, mereka bisa memberi manfaat bagi orang lain, begitu juga diri sendiri
bisa mengambil manfaatnya. (HR. Bukhari-Muslim, asal-usul hadits ini dari Abu
Musa)
4. Menjaga hafalan
Jagalah ilmumu dari waktu ke waktu, karena kalau tidak dijaga maka akan hilang, meski
bagaimanapun hebatnya ilmu itu. Dari 'Abdillah bin 'Umar bahwasanya Rasulullah saw
bersabda :
“Sesungguhnya permisalan orang yang menghafal Al Qur'an semacam pemilik unta
yang ditambatkan, kalau dia menjaganya (mengikatnya) maka dia tidak akan pergi,
namun jika dilepas dia akan pergi.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Malik)
Berkata al-Hafizh Ibnu 'Abdil Barr : Hadits ini menunjukkan bahwa siapapun yang tidak
menjaga ilmunya niscaya ilmu itu akan hilang, karena ilmu pada saat itu hanyalah Al
Quran. Kalau Al Quran saja yang dimudahkan oleh Allah dalam menghafalnya bisa hilang
kalau tidak dijaga, maka bagaimana dengan ilmu lainnya? Dan sebaik-baik ilmu adalah
manakala pokoknya dikuasai betul, sementara cabangcabangnya dipelajari dan bisa
mengantarkannya untuk taat kepada Allah serta bisa menunjukkan kepada perbuatan
yang diridhai-Nya.

URGENSI GURU BAGI PEMBELAJAR


Firman Allah dalam Q.S. at-Taubah : 122
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Yang dimaksud dengan berangkatnya sekelompok dari umat islam untuk memperdalam agama
islam adalah agar mereka menghadap para ulama, guru yang terpercaya yiatu mereka yang
mengajarkan dan mengamalkan ilmunya. Mendekat dan menghadap secara langsung,
menanyakan apa yangbelum diketahui dan mendiskusikan ynag diragukan.
Maka dengan sistem yang demikian intensif ini akan terbit otoritas lmiah dan kemampuan
intelektual sehingga lahirlah individu yang mengetahui kebenaran melalui perantara dalil-
dalilnya.
Allah swt berfirman, “...maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui
(Muhammad) tentang Dia.” (al-Furqan : 59) dan dalam firmanNya yang lain, “...maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (an-
Nahl : 43)
Oleh karena itu, apara pendahulu generasi muslim mensdyaratkan dalam mencari ilmu
hendaklah mendatangi sang ulama yang hadir dalam majelis-majelis ilmu. Tidak hanya cukup
dengan membaca buku-buku tanpa menghadap secara langsung. Karena apabila da
kesalahpahaman, merekalah yang akan menerangkan dan meluruskannya.

POTRET ULAMA
 Ibnu Taimiyyah
Al Hafizh Ibnu Abdul Hati, murid Ibnu Taimiyyah, menyebutkan beberapa sifat mulia
gurunya. Ia berkata, “jiwanya tak pernah merasa kenyang dengan ilmu, tak pernah puas
dengan menelaah, tak pernah letih melakukan penelitian.
Hampir setiap kali beliau menelaah satu bab dalam sebuah bidang ilmu, pasti akan
menciptakan beberapa bab yang baru dari satu bab terssebut. Selain itu, ia senantiasa
mendapatkan berbagai hal baru dari ilmu tersebut melebihi kemahiran para ahlinya.”
 Ibnu Uqail
Menjaga waktu dan kesibukannya dalam belajar dan menelaah buku.
Dalam sebuah tulisannya ada yang menyatakan,’Sesungguhnya, saya tak boleh sesaat
pun menyia-nyiakan waktu sayam, meskipiun lisan saya tak lagi melakukan kajian dan
diskusi, seta mata saya tak dapat lagi menelaah. Maka pada saat itu saya akan tetap
mengaktifkan otak dan pikiran saya, walaupun saya dalam keadaan sakit dan terbaring.’

Anda mungkin juga menyukai