Anda di halaman 1dari 20

Parenting Nabawiyah

VISI KELUARGA MUSLIM


Ustadz Achmad Arief Rosjidi
Balikpapan, 28 Januari 2017

“​Kita ini kalau belajar parenting, kita sudah belajar dari siapa saja, buku apa
saja, barat dan lain sebagainya, tetapi kadang kita lupa belajar dari Nabi, sudah
belum? Menjadi suami seperti yang diinginkan Rasulullah, sudah belum? Menjadi istri
seperti Ummahatul Mukminin, sudah belum?”
Ustadz Budi Ashari, Lc

Parenting Nabawiyah di pusat, Depok, berlangsung sama setiap bulan, akan


tetapi peserta harus:
1. Mengisi journal
2. Mengerjakan tugas, apa tugasnya?
a. Aplikasi apa yang harus di lakukan di rumah dari materi yang di dapat?
b. Sebelumnya evaluasi dulu, selama ini sudah di kerjakan belum?
c. Jika sudah, apa lagi yang akan di tingkatkan?
3. Setiap semester aka nada penilaian dan raport dari tugas-tugas yang di kerjakan.

Parenting Nabawiyah ini lahir dari satu konsep :”​Kita ingin menyontoh utuh plek
​ stadz Budi Ashari, Lc.
dari Nabi”-U
Jadi Parenting Nabawiyah tidak sedang berbicara konsep yang baru, kenapa?
Karena bisa jadi konsep yang baru itu mengaburkan kita pada esensi konsep Islam.
Parenting Nabawiyah Menggunakan konsep abad 1 Hijriyah. Menjadi PR kita,
generasi ini harus mengikuti generasi pertama. Ketika Rasulullah membina para
shahabat, itu semua adalah konsep yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita
sehari-hari. Rasulullah memiliki istri 11, dan beliau bisa me-​manage keluarga beliau
bahkan beliau menjadi yang terbaik dalam hal keluarga. Contohnya, setiap pagi dan
petang beliau menyapa seluruh istri beliau. Ini termasuk hal yang sepele, akan
tetapi, sudahkah kita menyapa istri kita?
Rumah tangga itu, menjadi ibu adalah pekerjaan 24 jam tanpa gaji, bayarannya
hanya di depan: Mahar. Maka saya tidak habis pikir jika suami mengeksploitasi
istrinya untuk bekerja. Padahal tugas mencari nafkah itu tugas siapa? Lelaki yang
seperti ini tidak pantas untuk menjadi kepala keluarga. Dalam Islam, suami haram
menggunakan harta istri sepeserpun. Jika istri, di perbolahkan mengambil harta
suami secukupnya.
Kisah Hindun istri Abu Sufyan ketika sudah masuk Islam, beliau bertanya,”Ya
Rasulullaah, suamiku itu pelit, bolehkah aku mengambil hartanya”. Perlu di ingat
bahwa Abu Sufyan ini saudagar kaya. Maka Rasulullah menjawab: “Ambillah
secukupnya”.
Ada beberapa pelajaran dari kisah ini yang bisa kita ambil:
1. Jadi suami jangan pelit, apalagi sama anak istri sendiri. Bukan malah dermawan
sama anak istri orang, tapi pelit sama keluarga sendiri.
2. Di bolehkan oleh Rasul untuk para istri mengambil harta suami secukupnya
kebutuhan kita. Jangan sampai tanpa ada kebutuhan, istri mengambil harta
suami tanpa seizinnya.

Menjadi trainer parenting ini bukan hal yang sederhana, mengapa? karena yang
diuji langsung adalah keluarga kita. Oleh karena itu, jangan menyampaikan apa yang
belum terjadi di keluarga kita.

POTENSI USIA MUDA


“Ingat Lima perkara; sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum
miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati”
(HR. Tirmidzi, Hakim, Ahmad dalam Az Zuhd, Baihaqi dalam Syu’abul Iman, di
shahihkan oleh Al Albani; lihat Shahih At Targhib wat Tarhib dan Shahih Al
Jami’ Ash Shaghir)

Dalam ilmu parenting, ayah memiliki peran yang luar biasa. Karena ayah punya
power yang tidak dimiliki seorang istri. Seorang ibu mengajarkan kebaikkan kepada
anak seharian dari pagi sampai sore, tapi didikan itu bisa runtuh dalam sekejap
karena peran ayah yang berkesan bagi anak.
Rasulullah punya keteladanan, bagaimana beliau bersikap pada istrinya,
menjawab semua permasalahan yang ada. Beliau punya ketegasan juga kelembutan.
Tidak benar jika kita berfikir Rasulullah itu selalu lembut, tapi juga salah jika kita
katakan beliau selalu tegas. Kalau bahasa saya, Rasulullah itu tarik ulurnya pas.
Pernah tidak para suami disini menegur istrinya dengan bahasa yang menurut kita
agak kasar, istrinya di setan-setan-in? Syetan di bawa-bawa ketika menegur
istrinya? Rasulullah pernah. Ketika menegur ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha.
“Wahai ‘Aisyah, syetanmu sedang datang”
Mungkin bagi kita yang tidak biasa, itu kasar banget. Tapi silahkan di cek
riwayatnya, hadistnya shahih dari ‘Aisyah sendiri.
Pelajarannya apa?
Kalau urusan berteman dengan syetan, Rasulullah saw tidak pernah kompromi.
To the point. Sama seperti ketika kita melihat anak kita bermain dekat stop kontak
listrik, kita langsung bertindak meski anak kita tidak paham teori arus listrik. Apa
kita harus menjelaskan pelan-pelan? Tidak, keburu anak kita mati.
Dari materi ini (Visi Keluarga Muslim), kita harus paham Rasulullah saw itu
pengennya kita seperti apa, menjadi keluarga yang bagaimana, Qur’an merintahkan
kita harus bagaimana sih? dan lain sebagainya. Di materi lainnya kadang berjudul,
“Visi Nabi untuk generasi Abad 21”, walau tidak ada riwayat secara jelas nabi
menyebutkan tentang Abad 21. Tapi kita bisa lihat bahwa gambaran beliau tentang
masa kita sudah banyak terbukti. Bagaimana Rasulullah saw menggambarkan
ummat Islam banyak namun seperti buih di lautan. Sudah terbukti, bukan? Beginilah
kondisi ummat Islam saat ini, kita jauh dari masa generasi Nabi saw.
Kalau kita belajar tentang sejarah, salah satunya tentang Khilafah Utsmani
misalkan, Yang kita kenal ada Muhammad Al-Fatih. Akan tetapi kita harus paham
bahwa ada salah satu Sulthan yang mencapai puncak kebesaran Turki di salah satu
keturunan beliau, Sulthan Sulaiman Al-Qanuni. Yang namanya saja menggetarkan
musuh. Ya, Izzah kaum muslimin. Pernah suatu masa, dalam pertempuran, Panglima
musuh sudah melepaskan pedangnya karena sudah menyerah, hingga pedang itu di
ambil Sulthan, “ambil pedangmu, pegang pedangmu, tidak ada nyerah-nyerah, kita
bertarung hingga kamu yang mati atau aku”. Beginilah Izzah (kemuliaan) kaum
muslimin. Ketika orang-orang kafir berlaku sombong, Sulthan membalas
kesombongan mereka. Nah, Izzah seperti ini harus hadir kembali di kaum Muslimin.
Melihat kembali hadist Nabi saw tentang di taklukkannya dua kota,
konstantinopel atau Roma :
َ ‫ﱠﺔ َﻓ َﻘ‬
‫ﺎل‬ ُ ‫ﱠﺔ أَ ْو ُرو ِﻣﯿ‬
ُ ‫ﻻ ُﻗ ْﺴ َﻄ ْﻨ ِﻄﯿِﻨﯿ‬ ً ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أَ ﱡي اﻟْ َﻤ ِﺪﯾَﻨَﺘﯿْﻦ ُﺗ ْﻔَﺘ ُﺢ أَ ﱠو‬ ُ ‫ُﺳِﺌ َﻞ َر ُﺳ‬
َ ِ‫ﻮل اﷲ‬
ِ
ً ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻣ ِﺪﯾَﻨ ُﺔ ِﻫ َﺮ ْﻗ َﻞ ُﺗ ْﻔَﺘ ُﺢ أَ ﱠو‬
َ ‫ﻻ َﯾ ْﻌِﻨﻲ ُﻗ ْﺴ َﻄ ْﻨ ِﻄﯿِﻨﯿ‬
‫ﱠﺔ‬ َ ِ‫ﻮل اﷲ‬ ُ ‫َر ُﺳ‬
Rasulullah saw. pernah ditanya, “Kota​ ​manakah yang dibebaskan lebih dulu,
Konstantinopel atau Roma?”​ ​Rasul menjawab,​ ​“Kotanya Heraklius dibebaskan lebih
dulu, yaitu Konstantinopel”​ (HR Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim)
Ini menjadi percakapan di Abad 1 Hijriyah.
Bahkan itu terjadi setelah 850 tahun kemudian, karena terjadi 11 kali ekspansi,
bahkan ada shahabat, Abu Ayyub ra yang di makamkan di sana. Namun tidak ada
yang berhasil hingga Muhammad Al-Fatih menaklukkannya.
Satu hal yang kita ambil, Rasulullah menyampaikan tentang hal yang terjadi 850
tahun kemudian, dan sampai hari ini hanya satu kota yang sudah di taklukkan, tapi
satu kotanya belum. Saya hanya berfikir sederhana, jika jarak antara hadist Rasul
hingga takluknya konstantinopel 850 tahun, jarak antara takluknya konstanstinopel
antara Roma, taruhlah jarak semisal, kira-kira di generasi siapa Roma akan takluk?
Cucu cicit kita? Permasalahannya adalah, kita sebagai kakek buyutnya apa yang akan
kita lakukan untuk mempersiapan itu untuk cucu cicit kita? Kita memang tidak
pernah tau apakah nanti Roma akan di taklukkan dengan cara peperangan atau
lainnya. Akan tetapi satu hal yang harus kita pastikan, bahwa anak cucu kitalah yang
akan menjadi pembebasnya. Jika tidak, mereka hanya akan menonton saja di pinggir
lapangan sementara anak-anak orang lain yang akan menjadi pembebasnya.
Mendidik generasi perlu waktu yang lama, kita tidak bisa sudah waktunya baru
panik, “ini harus bagaimana ini?” Boleh jadi antara anak cucu kita, dan apa yang
akan kita lakukan hari ini untuk mereka hanyalah satu bongkahan bata di bangunan,
akan tetapi bapak ibu, bangunan apapun jika kurang satu batu bata, bangunan itu
akan berlubang. Maka pastikan anak cucu kita satu batu bata itu yang akan
menyokong peradaban Islam di masa mendatang. Mengapa saya katakan peradaban
Islam akan kembali? Karena ada hadist Rasullullah saw mengenai fase zaman, yang
kita semua sudah dengar.
Hadits:
Maka Hudzaifah berkata: Rasulullah saw bersabda, “Kalian akan mengalami
masa kenabian sampai Allah Menghendaki kemudian Allah angkat (masa kenabian
tersebut) jika Allah Menghendakinya. Seterusnya masa khulafaur Rasyidin dengan
manhaj kenabian sampai Allah Menghendaki, kemudian Allah Mengangkatnya jika
Allah Menghendakinya. Seterusnya masa raja yang menggigit sampai Allah
menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah Menghendakinya.
Seterusnya masa raja yang dictator sampai Allah Menghendakinya, kemudian Allah
Mengangkatnya jika Allah Menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan
manhaj kenabian”, kemudian beliau diam”

Kenapa Nabi menyebutkan kerajaan yang menggigit? Karena sebagaimana


gigitan, kadang cengkramannya kuat kadang lemah. Di masa kerajaan yang
menggigit itu, ada khalifah yang taat dan shalih seperti ‘Umar bin Abdul Aziz, seperti
Harun Ar-Rasyid, ada juga yang nyeleneh, suka menyiksa ulama, menyukai pesta.
Jadi ummat Islam itu mengalami berbagai macam kondisi. Ketika masa khalifah
‘Umar bin Abdul Aziz, betapa adilnya beliau hingga mengukurnya bukan lagi dengan
sensus ekonomi, sensus ekonomi mah sudah selesai, karena di zaman Umar bin
Abdul Aziz, orang itu standar miskinnya ada 4: punya rumah, kendaraan, perabotan,
pembantu akan tetapi masih punya hutang sama orang lain. Yang mana hutang
mereka di bayar oleh Baitul Maal, oleh Negara. Bukan seperti kita hari ini, hutang
Negara kita yang bayar.
Hingga kesejahteraan ini di rasakan oleh seorang penggembala di tengah gurun
entah dimana yang jauh dari Damaskus, pusat pemerintahan khalifah Bani Umayyah.
Dia mengukur keadilan Umar bin Abdul Aziz dengan betapa akurnya serigala dengan
domba. Dia melihat serigala dan domba bisa hidup berdamai, karena masing-masing
sudah kenyang dengan makanannya. Hingga suatu hari, penggembala ini melihat
serigala memakan dombanya, dia berkata: “orang shalih itu telah wafat”, dan benar,
ternyata malam itu wafatnya khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz. Begitulah orang shalih
dan menjalankan amanah, keshalihannya tidak hanya di rasakan oleh orang sekitar,
tetapi juga makhluk yang lain hingga penghuni langit.
Boleh juga kita belajar sebagai ayah kepada Umar bin Abdul Aziz. Khalifah
‘Umar bin Abdul Aziz memiliki 17 anak, yang di setiap jum’at pagi beliau mengecek
langsung halaqoh mereka. Ya, sebelum menjadi khalifah beliau adalah gubernur, dan
sebelum menjadi gubernur beliau adalah ulama yang mendapatkan didikan
langsung dari ‘Abdullah bin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhumaa. Kalau begitu
ayo ayah! coba cek halaqoh anak-anakmu. Sibuk mana para ayah hari ini dengan
Umar bin Abdul Aziz?
Ini masalah manajemen waktu kita yang perlu di perbaiki. Pagi hari bukan
harusnya grasa grusu masalah dunia. Ayo kita atur pagi itu anak sudah siap masalah
sekolah dan lainnya, jadi tidak sibuk mencari buku dimana, sepatu dimana, sudah
mandi atau belum. Waktu halaqohnya tidak harus pagi hari, meski pagi itu waktu
mustajab, kita harus sisihkan waktu untuk mengecek ruhiyah kita. Karena para ayah
ini standar, jika para ayah sedang kurang ruhiyahnya, efeknya akan ke keluarga,
akan sangat berasa di keluarga. Itulah namanya Qowwamah, laki-laki itu di beri sifat
qowwamah.
Kita semua disini masih merasa muda, kenapa saya bilang merasa muda?
Kadang kita ini salah persepsi. Coba, usia pensiun berapa sekarang? 60 yang
lapangan, 55 atau 58 yang struktural. Coba kita lihat usia Rasulullah ketika hijrah, 53
tahun, akan tetapi bapak-bapak saat ini di usia segitu persiapan pensiun. Rasul
menjalani perjalanan berat hijrah selama 2 pekan, yang mana perjalanan itu
sebenarnya tidak selama itu, tapi Rasulullah mengambil jalan memutar. Madinah itu
di sebelah utara Mekkah, tapi Rasulullah mengambil jalan ke selatan. Berdiam di Gua
Tsur yang posisinya selatan kota Mekkah. Gua Tsur itu tinggi dan sempit, jadi bisa
kebayang perjalanan hijrah rasul itu seperti apa. Rasul mengambil jalan zigzag untuk
mengelabui kafir Quraisy. Ayo kita berfikir bagaimana perjuangan rasulullah itu luar
buasa.
Lalu, kapan turun ayat tentang jihad? tahun 2 hijriyah. Ketika usia Rasulullah 55
tahun. Jadi bisa di bayangkan, ekslamasi tugas Rasul itu bertambah seiring dengan
bertambahnya usia beliau. Yang menjadi PR kita hari ini adalah kualitas kesehatan
kita. Kembali saya ingatkan tentang hadist Nabi yang mengingatkan kita tentang
masa muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin dan lapang
sebelum sempit dan hidup sebelum mati.
Ada yang perlu saya sampaikan kepada bapak dan ibu, bahwa masih ada waktu
sisa. Kalau tagline-nya Kuttab Al-Fatih, “Gemilang di Usia Muda”. Kalau untuk kita,
“Gemilang di sisa Usia”. Iya bener, banyak orang yang bahkan di sisa usianya dia
tidak berfikir kegemilangan. Bahkan mungkin yang sudah usia-usia di atas 40 tahun,
sering kali sudah terasa “mau apa lagi sih?”. Padahal banyak pencapaian-pencapaian
urusan akhirat yang belum tercapai. Makanya orang Islam itu nafasnya panjang,
karena kita di ajarkan oleh Rasul untuk berfikir sampai akhirat. Makanya usia kita
yang masih sehat dan muda ini, maka jangan mau kalah dengan mereka, generasi
para sahabat. Memang kita dalam beberapa poin sudah kalah dengan para sahabat.
Mereka itu sebaik-baik generasi, dan Allah Menyebutkan dalam al-Qur’an.
Qs. Ali Imran, 3:110
ْ ُ َ ‫وف َوﺗَ ْﻨ َﻬ ْﻮ َن َﻋﻦ ْاﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜﺮ َوﺗُ ْﺆ ِﻣﻨُ َ ﱠ‬ ْ ‫– ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ َﺧﯿ َ ُ ُ ْ ْ ﱠ‬
ِ َ‫ﻮن ﺑِﺎﷲِ َوﻟَ ْﻮ آ َﻣ َﻦ أ ْﻫﻞ اﻟ ِﻜﺘ‬
‫ﺎب‬ ِ ِ ِ ‫ْﺮ‬ ُ ‫ون ﺑِ ْﺎﻟ َﻤﻌ‬ َ ‫ُﺮ‬ُ ‫ﺎس ﺗَﺄﻣ‬
ِ ‫ْﺮ أ ﱠﻣ ٍﺔ أﺧ ِﺮ َﺟﺖ ﻟِﻠﻨ‬
َ ‫ﺎﺳ ُﻘ‬
‫ﻮن‬ ِ ‫ﻮن َوأَ ْﻛﺜَ ُﺮ ُﻫ ُﻢ ْاﻟ َﻔ‬ ْ ‫ْﺮا ﻟَ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ُﻢ ْاﻟﻤ‬
َ ُ‫ُﺆ ِﻣﻨ‬ ً ‫ﺎن َﺧﯿ‬َ ‫ﻟَ َﻜ‬
“Kuntum khairu ummah, ukhlijat linnas..”
Di satu sisi kita sedang menapak tilasi generasi terbaik. Di satu sisi itu
kesedihan bagi kita. Karena begitu Allah katakana “‫ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ‬kuntum”​ , yang dalam bahasa
Arab artinya kamu telah menjadi sebaik-baik ummat. Jadi sebenarnya kata ‫ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ‬
kuntum itu khusus untuk para sahabat. Karena jika dari sisi bahasa, ‫​ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ‬kuntum i​ tu
berarti telah terjadi, telah lewat. Jika semua ummat Islam dari zaman Nabi saw
hingga akhir zaman nanti yang di sebut sebagai khairu ummah, kata Ustadz Herfi G.
Faizi, maka bahasa yang di pakai bukan ​kuntum, a​ kan tetapi ​antum. Ini menunjukkan
bahwa kata itu spesifik untuk para sahabat saja.

5 HAL YANG DIPERTANGGUNGJAWABKAN DI HARI KIAMAT


(HR. Tirmidzi dan Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir dan Al Shaghir,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Shahihah)
MASA MUDA ADALAH FASE SPESIAL YANG HARUS DI
PERTANGGUNGJAWABKAN!

Baik, hal yang harus di pertanggunggajwabkan juga, masa muda dan lain
sebagainya, namun yang di Tanya hingga dua pertanyaan adalah perihal harta: dari
mana kamu dapatkan dan bagaimana kamu belanjakan. Sedangkan perkara yang
lain hanya di berikan 1 pertanyaan.
Hadist:
‫ َﻣﺎﻟِ ِﻪ‬ ‫ َو َﻋ ْﻦ‬ ‫ َﻓ َﻌ َﻞ‬ ‫ﻓِﯿ َﻤﺎ‬ ‫ ِﻋﻠْ ِﻤ ِﻪ‬ ‫ َو َﻋ ْﻦ‬ ‫أَ ْﻓ َﻨﺎ ُه‬ ‫ﻓِﯿ َﻤﺎ‬ ‫ ُﻋ ْﻤ ِﺮ ِه‬ ‫ َﻋ ْﻦ‬ ‫ُﺴَﺄ َل‬
ْ ‫ﯾ‬ ‫ َﺣﺘﱠﻰ‬ ‫اﻟْ ِﻘ َﯿﺎ َﻣ ِﺔ‬ ‫ َﯾ ْﻮ َم‬ ‫ َﻋ ْﺒ ٍﺪ‬  ‫ َﻗ َﺪ َﻣﺎ‬  ‫ول‬
ُ ‫ َﺗ ُﺰ‬  ‫ﻻ‬
َ 
َ ‫اﻛ َﺘ َﺴ َﺒ ُﻪ َوﻓِﯿ َﻤﺎ أَ ْﻧ َﻔ َﻘ ُﻪ َو َﻋ ْﻦ ِﺟ ْﺴ ِﻤ ِﻪ ﻓِﯿ َﻤﺎ أَ ْﺑ‬
‫ﻼ ُه‬ َ ‫ِﻦ أَﯾ‬
ْ ‫ْﻦ‬ ْ‫ﻣ‬
Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai
dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya,
tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, t​ entang hartanya; dari mana
diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya,​ serta tentang tubuhnya untuk apa
digunakannya
(HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434),
dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena
banyak jalurnya yang saling menguatkan.)

Tapi urusan harta, khususnya untuk para ayah yang mencari harta untuk
keluarganya, maka kita harus mengetahui semua harta yang masuk ke kita dengan
standar fikih muamalah terbaik. Karena boleh jadi kita merasa dari transaksi kita,
dari jual beli kita, itu semua tidak ada masalah. Padahal kalau kita melihat kisah Ali
bin Abi Thalib ra ketika melihat salah seorang pedagang di pasar, di Tanya oleh Ali,
“apakah kamu sudah belajar fiqih?” maksudnya adalah fiqih Muamalah. Orang
tersebut menjawab, “tidak bolehkah aku belajar sambil berdagang”. maka Ali
menjawab, “keluarlah dari pasar, pelajari fiqih dan kemudian kamu boleh
berdagang”.
Kalau standarnya ‘Ali bin Abi Thalib di pakai hari ini, mall dan pasar sepi. Jika
tidak ada pedagang, tidak ada pembeli. Semua sibuk belajar fiqih muamalah. Kalau
transaksinya sederhana, cash, selesai semua. Kita punya uang, pedagang punya
barang, bertransaksi. Selesai. Nah, masalahnya kan sekarang variasinya banyak.
Apalagi kalau belanjanya online. Kita suka ga sadar kalau ternyata selama ini kita
mempraktekkan hal yang salah. Profesi apa yang paling ga bermodal? Makelar.
Berapa banyak dari kita yang memperdagangkan barang yang bukan milik kita. Iya
benar, tanpa modal, tapi modal situ haram, modal situ api neraka kalau situ ga tau.
Makanya hati-hati jadi para ayah ya.. Hari ini untuk belanja cash lebih susah
daripada kredit. Hutang ini menjadi sistemik. Hutang memang boleh dalam Islam,
tapi untuk menjadi sistemik entah dari mana asalnya. Negara di bangun dengan
hutang.
Mohon di pelajari lagi tentang muamalat, karena kalau kita lihat kitab fiqih,
selalu bab muamalat lebih di dahulukan dibandingkan bab nikah (munakahat).
Makanya wajar jika para lelaki ketika menikah belum punya banyak harta. Mungkin
disini ada yang tau, Rasulullah ketika menikah dengan Khadijah berapa maharnya?
yang masyhur 20 sampai 100 unta. Sekarang berapa harga 1 unta? seharga mobil.
Banyak ya bapak-bapak ibu-ibu. Ini juga jadi pelajaran bagi kita. Rasulullah ketika
pertama kali di tawarin melamar sama Nafisah, sahabat Khadijah. Rasulullah
terdiam, sama dengan kita juga berfikir, uang dari mana, mahar dari mana, dan lain
sebagianya. Rasulullah itu dulu hanya seorang manager kelas menengah. Dan
diminati dengan owner perusahaannya. Coba rasanya gimana? Mindernya luar biasa
meskipun trahnya bani Hasyim itu trah paling tinggi di Quraisy. Tapi namanya
laki-laki kan merasa gimana gitu, Muhammad mengatakan, “saya tidak punya uang
untuk melamar Khadijah” Jadi kalau kita masih muda dulu minder, masih ngikutin
sunnah Nabi sebab Rasul juga khawatir.
Tapi ini hebatnya perilaku sosial di masa Nabi. Kalau Arab itu memang suku
yang menjaga derajat keluarganya luar biasa, jadi paman-pamannya patungan untuk
mahar dan pernikahan Nabi. Saya berani menyalahkan riwayat yang mengatakan
Rasulullah sudah kaya sebelum menikah dengan Khadijah. Dengan alasan Rasul
memberi mahar sebanyak itu. Karena semua mahar Rasul yang mahal-mahal itu di
sumbangkan juga oleh paman-pamannya. Dan sumbangan yang paling besar itu dari
Abu Lahab. Memang Abu Lahab ini tokoh miris gitu ya..Kenapa? karena ketika
kelahiran Rasul dialah paman yang paling bergembira, hingga budak yang membawa
kabar kelahirannya saja langsung di bebaskan, tidak sederhana melepaskan budak
pada masa itu, sebab budak seharga mobil. Itu harta yang luar biasa pembebasan
budak itu. Sudah paling gembira, paling sayang sama Nabi, paling besar sumbangan
pernikahannya waktu Nabi belum menjadi Rasul. Ketika sudah menjadi Rasul hingga
turun surah Al-Lahab. Karena dia berbicara, “Tabbat laka ya Muhammad; celakalah
engkau wahai Muhammad”.
Ini pelajaran juga bagi kita, jika anak-anak kita, adik-adik kita mau menikah,
khususnya yang laki-laki, support maharnya. Istri-istri Rasul semua bagian mahar
mereka tidak ada yang sedikit. Apalagi cuma seperangkat alat sholat. Mahar itu
harus bernilai ekonomis. Kalau cuma seperangkat alat shalat, di jual berapa? Siapa
yang mau beli? Ini bukan berarti ini tidak boleh. Tapi coba kita fikirkan, karena kalau
belajar shiroh, kita tidak sekedar belajar fiqih. Bukan hanya sekedar belajar haram,
halal, makruh, bukan. Tapi bagaimana Rasul mempraktekkan, itu yang menjadi
pelajaran kita. Jadi betapa Rasul itu luar biasa mencontohkan ke kita. Karena mahar
terkecil Rasulullah diantara istri-istrinya, sekitar 400 dirham. jika 1 dirham =
60.000, berarti sekitar 24 juta rupiah. 24 Juta itu mungkin biaya yang kita saat ini
habiskan untuk walimahan. Itu pun jika tidak sewa gedung. betapa zaman Rasul itu
pernikahan hal yang sederhana. Rasul jika walimahan, potong seekor kambing. Kita
terlalu repot, sapi di potong, “Oh ini karena ada yang ga suka kambing”, salah situ ga
doyan kambing. Ini makanan Rasul loh ya. Sahabat itu dulu ada yang ga senang labu,
tau Rasul senang labu, paksain makan labu. Kalau ada diantara kita yang takut
kolestrol, ya mungkin ada bagian yang salah yang kita makan. Makan kambing itu
tolong jangan dimakan tanduknya, keras. Atau seperti orang kita, sukanya makan
jeroan. Begitu juga kelapa, katanya kan kepala itu tumbuhan yang paling banyak
manfaatnya. tidak ada yang tidak bermanfaat kan dari pohon kelapa. Makanya saya
bingung jika di katakan kelapa mengakibatkan kolestrol. Makannya saja yang
mungkin kebanyakan. Apapun yang halal jika berlebihan menjadi tidak boleh.
Rasul itu senangnya makan kambing bagian apa? paha kanan bagian atas.
Makanya kalau bapak ibu berkurban, jangan nunggu bagian yang plastik, ambil
bagian paha atas sebelah kanan.
Kembali ke masalah mahar, ini juga pelajaran bagi kita bagaimana kita
memuliakan wanita. Jadi kalau mau membantu saudara kita untuk menikah, bantu
maharnya. Sederhana saja menikah itu, tapi kita sering ribet sama pestanya, hal-hal
yang tidak ada hubungannya dengan syari’at.

PERMASALAHAN GENERASI INI! : BALIGH, TAPI TIDAK SIAP MENERIMA


TAKLIF!

Baik, ini juga masalah kita. Kita ini sering punya anak-anak yang tidak siap
taklif. Allah tidak pernah membebani seseorang di luar kemampuannya. Masalah
kita adalah, kita tidak bisa mengukur sampai batas kemampuan anak kita. Bukan
kita minta Allah agar ngurangi beban. Tapi masalahnya kita berdoa kepada Allah
agar kita siap seberapapun beban yang Allah berikan kepada kita.
Generasi kita ini, dalam urusan usia sebenarnya hanya dua dalam Islam.
Sebelum baligh dan baligh. Sebelum baligh ada usia tamyiz. Tamyiz itu anak sudah
bisa membedakan mana baik mana buruk. Anak sudah bisa di berikan beban sedikit
demi sedikit. Beban itu, anak kita tidak bisa kita bebanin sekalian. Shalat itu berat
apa ringan? Berat. Jika ringan, tidak mungkin Nabi Musa as minta Rasul untuk minta
diskon dari Allah ta’ala.
Ini luar biasanya, Allah itu begitu sayang pada kita. Memang shalat itu beban.
Tetapi Allah beri solusi, Allah berikan beban-beban itu di kuasakan kepada
anak-anak kita. Coba para bapak ini, ketika mau ke masjid, kita tidak mengajak anak
sama sekali, ,karena anak masih kecil. Tiba-tiba anak kita minta ikut, pernah tidak?
Itulah betapa baiknya Allah, kita belum ngajak sepenuh hati tetapi dari lisan kecil itu
sudah meminta kita agar mengajaknya. Yang harus di jaga itu fitrah-fitrah seperti
itu. Kalau kita sebagai orang tua belum mampu mendidik anak dengan baik, tolong
jangan di rusak. Antum tidak bisa menambah ilmunya, tolong jangan di rusak apa
yang sudah Allah berikan fitrah kepadanya. Ketika ukuran-ukuran di rumah,
kerusakan itu tidak bisa kita ukur, itulah bahayanya. Saya menghormati
teman-teman yang meniadakan TV di rumahnya. Atau TV yang hanya menggunakan
USB. Oke, silahkan. Karena disitu mereka bisa kontrol. Tapi yang lebih penting, itu
hanya benda yang mana bisa membawa kepada kebaikan atau keburukan, jangan
sampai kita kalah dengan itu.
“Iya ustadz, susah. Anak saya juga kalau sudah nonton susah, apalagi kalau
sudah nonton kartun”.
Remote itu benda mati atau benda hidup? Kadang-kadang orang tua ini kalau
sudah kehabisan akal suka tidak rasional. Remote yang benda mati, kita bisa kalah
dengan remote. Tinggal matikan saja kan? Nanti kita harus persuasi dengan anak.
Tapi saya juga tidak setuju jika orang tua tanpa penjelasan di awal, tanpa persuasi di
awal, tiba-tiba main matikan TV. nanti ada hak anak yang terampas. Sama seperti
membangunkan anak di pagi hari.
Baligh, saat anak itu sudah sama bebannya dengan orang tua. Dia berbuat baik
dapat pahala, dia berbuat buruk dapat dosa. Masalah kita adalah, kita punya kata
yang sebenarnya ini menjadi kerancuan dalam proses anak-anak : remaja. Dengan
kata remaja itu solah-olah kita memberikan kebebasan apa saja dengan alasan
mencari jati diri. Hingga anak SMP perkosa rame-rame terus kita diam aja dengan
alasan menari jati diri, jati diri mana yang di cari? Ini tindak pidana loh ya. Umur 14
tahun, ini kriminal. Kalau saya cuma bilang, cari jati diri itu ke masjid sono. Ngaji
yang bener, sekolah yang bener, hormat sama guru, belajar adab. Belajar skill supaya
nanti menikah sudah punya penghasilan, yang begitu. Bukan berbuat kriminal.
Baik, coba saya tanya bapak ibu sekarang. Jika terlintas kata remaja, apa yang
terfikir di kepala bapak ibu sekarang? Kebanyakan positif atau negatif? Karena itu
tadi, kata remaja itu di anggap sesuatu yang wajar berbuat semaunya dengan alasan
mencari jati diri.
Karenanya pernah di buat penelitian tentang anak-anak remaja antara Amerika
dan Arab Saudi. Jika di tanya mana yang lebih dekat dengan kita, Arab Saudi atau
Amerika? Arab Saudi, kenapa? Karena kita sama-sama muslim. Maka sangat
mengherankan bagi saya kalau ada data-data yang di paparkan dalam parenting
barat itu kemudian datanya didasarkan dengan penelitian di Amerika. Akan menjadi
kerancuan, salah satu yang akan mengkhawatirkan bagi kita sebagai orang tua,
adalah karena data yang di berikan kepada kita adalah data dari barat, seolah-olah
remaja Amerika sama buruknya dengan remaja disini. Kita anggap itu baik, kita
anggap itu valid. Valid darimana? Sample nya saja sudah berbeda. Bagaimana
mungkin orang yang di Amerika yang tidak menghargai proses keluarga itu; mereka
free sex kok dari usia 16 tahun, 17 tahun sudah tidak tinggal di rumah orang tua,
sudah bleh memanggil orang tuanya dengan nama saja. Bahkan usia itu, seorang
anak bisa memenjarakan ayahnya jika di anggap ayahnya melakukan tindak
kekerasan. Apakah masyarakat dengan tatanan seperti itu cocok dengan ukuran kita
dengan masyarakat kita hari ini? Memang beda, Saudi juga beda. Bedanya Saudi
menggunakan syari’at Islam, tegas. Maka bagi kita yang masyarakat melayu, itu
terlalu keras. It’s ok. Tapi kita sama-sama muslim, yang mana landasan kita sama.
Dan ternyata penelitian yang dilakukan Muhammad asy Syantut, beliau jurusan
Tarbiyah, beliau mengatakan bahwa anak usia 11-19 tahun di di dua kota, Mekkah
dan madinah, kenapa dua kota ini? Karena nanti dua kota ini menjadi barometer
kebaikan. Ini tanah haram. Yan kedua, yang di teliti adalah keluarga yang strata
minimal S1, ternyata masyarakatnya mendapati anaknya tidak ada masalah. Sampai
tahap pertanyaan, di tanya apakah orang tua ridho dengan teman-teman anaknya,
ini bisa di bayangkan, satu di didik dengan aturan Islam dengan baik, satunya
tatanan masyarakat Amerika yang seperti itu.
Ketika baligh itu sampai di anak kita, dan potensi kekhawatiran-kekhawatiran
itu muncul, maka satu kalimat sakti yang kita pakai untuk anak-anak kita adalah,
“Nak, kamu sudah baligh”.
Coba bapak-bapak ibu-ibu lakukan , ketika anak kita nakal, bukan mengatakan
“Udahlah.. namanya juga remaja”, mungkin tidak banyak atau tidak ada orang tua
yang mengatakan, “Nak, kamu sudah remaja, nak”. Ada mungkin, tidak berefek
apa-apa. Yaa.. namanya juga remaja. Sebab bicara remaja kita bicara tentang
pergaulan. Tapi jika kita gunakan kata baligh, kita bicara tanggungjawab. Berbeda
jika kita gunakan bahasa pemuda. Dari sini sudah ada gambaran anak-anak kita mau
di sebut pemuda atau remaja. Organisasi tua di Indonesia, Muhammadiyah atau NU,
tidak ada sayap remaja, yang ada adalah pemuda. Karena kata pemuda itu jauh lebih
gagah.
Yang perlu di ingat dari tema ini, ketika menasihati anak kita, mengingatkan
tentang beban taklif dan lain sebagainya, tolong di ingatkan, “Nak, kamu sudah
baligh, kamu sudah sama dengan ayah ibu. Kamu berbuat buruk dapat dosa, berbuat
baik dapat pahala”. rasakan bedanya, kalau memang anak-anak kita dari kecil di jaga
dialog imannya.

Qs. Al-Furqon:74
“Dan orang-orang yang berkata: Yaa Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami, pasangan-pasangan kami, dan keturunan kami sebagai penyejuk
pandangan kami. Dan jadikanlah kami menjadi pemimpin bagi orang-orang
yang bertaqwa”

Saya tidak masuk ke pembahasan tafsir, saya hanya mengingatkan kita,


mengapa Allah menginginkan kita berdoa untuk menjadi imam yang bertaqwa.
Kenapa ayat ini berbicara tentang pasangan baru keturunan? Karena memang
urutannya seperti itu. Artinya apa? Kalau kita sebagai orang tua pengen keturunan
yang baik, maka pastikan bahwa kitanya baik. Kita mendidik anak supaya sholeh itu
dimulai sejak kapan? Dimulai dari memilih pasangan. Jangan sampai salah tempat
menitipkan bibit. Jangan di tanah yang kurang subur, jangan di tanah yang rusak,
jangan di tanah yang kurang airnya. Ini juga pesan kepada wanita dan kepada
laki-laki juga, bahwa mencari pasangan itu jangan sampai salah.
Ada istilah baru dalam masyarakat kita, laki-laki berhak memilih, perempuan
berhak menolak. Ada 4 kriteria yang telah Nabi berikan; kecantikan, keturunan,
harta dan agama. Kecantikan itu awet tidak? Kegantengan itu awet tidak? Jika
kecantikan itu menjadi ukuran terbesar dalam memilih pasangan, maka coba lihat
betapa banyak artis-artis itu yang kawin cerai, padahal mereka adalah orang yang
cantik dan ganteng. Berapa banyak wanita kaya yang mencampakkan suami?
Kalimat yang kemudian menarik bagi saya di ayat tersebut, “​jadikan anak-anak
keturunan kami dan pasangan kami menjadi penyejuk pandangan bagi kami” Secara
praktek, menyejukkan pandangan mata itu sederhana. Kalau bapak pulang kerja,
istri menyambut, pasangan kita melihat itu tambah senang atau tambah sebel.
Sederhana saja. Artinya, itu semua tentu ada hal yang melatarbelakangi itu,
keshalihan dan lain sebagainya.
Makanya para Ibu, suami itu kan Qowwam. Pemimpin. Salah satu yang
membuat kepemimpinan itu berjalan dengan baik adalah kekaguman rakyatnya
kepada pimpinan. jadi kalau di rumah tangga itu, kekaguman istri kepada suami dan
kekaguman anak kepada ayah. Coba para bapak nanti pulang dari sini, tanyakan
pada istri, “kelebihan ayah itu apa sih?”.
Jadi, perlu ada ukuran yang pas. Karena menurut bahasa, kalimat ​qurrota a’yun
itu, karena ​a’yun ​itu dari kata ​‘ain., ​tapi ada kata lain juga ​u’yun.​ sama2 banyak. Tapi
mengapa Allah memberikan kalimat di qur’an ini ​a’yun bukan ​u’yun.​ Ini jadi
pelajaran juga, Kalau u’yun itu banyak tapi umum, kalau a’yun itu banyak tapi punya
kekhususan. Jadi memang keluarga-keluarga yang Allah harapkan dari kita ialah
keluarga-keluarga yang punya spesifik. Tidak seperti keluarga kebanyakan. Apalagi
jika di kaitkan dengan kalimat setelahnya, “​dan jadikan kami imam dari orang-orang
yang bertaqwa” Kita menjadikan anak-anak kita menjadi pimpinan bagi orang-orang
yang bertaqwa. Bertaqwa untuk diri kita saja susah loh, apalagi disuruh menjadi
pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa, luar biasa itu. Jadi Allah cuma pengen
memberitahu kita bahwa kalau punya target itu jangan nanggung. Dan kita tidak tau
generasi bertaqwa itu seberapa, dan kita tidak tau keturunan yang keberapa akan
menjadi generasi bertaqwa. Kita berharap kepada Allah ta’ala kemampuan kita
untuk mendidik anak kita.

Qs. At-Tahrim:6
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya
Malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah berpaling dari
perintah Allah, dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan-Nya”

Surat ini, kalau ada ayat yang bisa di sembunyikan Nabi pastilah At-Tahrim ayat
1, karena ini berisi teguran kepada Nabi. Nah, di surat At-Tahrim ayat 6.
Jagalah diriku dan keluargamu dari api neraka​, perintah ini kepada siapa?
kepada ayah, tugas menjaga anak istri dari api neraka. Kalau saya membahas
parenting pra-nikah. Tugas utama laki-laki apa? yaitu menjaga diri dan keluarga dari
api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu. Kalau saya memahaminya, kalau
bahan bakarnya manusia dan batu, kan mengerikan ya pak. Kita ini menjadi bahan
bakar yang menjadi penyebab nyalanya api neraka. ​Na’udzubillahi min dzalik.​
Kita mohon pada Allah di jauhkan dari kita, sikap-sikap yang mendekatkan diri
dari api neraka. Tadi contohnya, soal harta. Salah kita dalam menyuapkan rezeki ke
anak istri kita, kena firmannya Allah. Jangan berharap selamat deh jika sudah
mendekat api neraka. Makanya bapak-bapak, hati-hati dalam perkara ini.

Qs At-Thuur:21
“Dan orang-orang yang beriman, yang keimanan mereka di ikuti oleh
keturunannya, Kami kumpulkan mereka dengan keturunannya, dan tidak
Kami kurangi sedikutpun dari pahala mereka, setiap manusia terikat dengan
apa yang di kerjakannya.”

Ada keluarga yang mereka berkumpul lagi di syurga ramai-ramai. Ketika


ayahnya mendapat syurga yang lebih tinggi dari anak atau sebaliknya; ini saya
bicara ketika mereka sama-sama di syurga ya, bukan satu di syurga satu di neraka;
dengan kasih sayang Allah, Allah tidak Ridho kerluarga itu terpisah tingkatan
syurganya, Allah akan tarik mereka (anak-anaknya) ketingkatan yang lebih tinggi.
Jadi mereka bersama-sama di syurga. Yang beramal shalih mungkin anak kita bukan
kita (jika anak yang berada di tingkatan yang lebih tinggi), tapi karena kasih sayang
Allah, Allah samakan derajat syurganya.

Maka bapak ibu, sesungguhnya ketaatan kita kepada suami, adalah dalam
rangka ketaatan kepada Allah. Jadi bukan karena melihat suami, sebab suami
hanyalah manusia biasa. Jadi karena Allah yang Memerintahkan kita untuk taat pada
suami, maka taat kita dalam rangka ketaatan kepada Allah.

GENERASI PERADABAN BARU GENERASI PENDIRI KHILAFAH

GENERASI PEMBUKA ROMA

Seperti yang saya jelaskan di depan, kita mendidik generasi baru untuk menjadi
penegak khilafah dan pembebas Roma. Di hadist sebelumnya sudah saya jelaskan
sampai muklan adhon. Setelahnya adalah kekuasaan diktator, semau-maunya, dan
saya katakana imi masanya kita hidup. Setelah generasi ini akan segera hadir
generasi khalifah dengan manhaj kenabian.
PR kita hari ini, kan kita ada di fase ke empat, fase-fase akhir. Yang mana artinya
juga. berarti fase kita adalah fase harapan. Makanya pentingnya kita belajar shiroh,
menceritakan kisah para sahabat, dan lain sebagainya, tujuannya adalah
mengembalikan lagi peradaban khalifah sebagaimana generasi sebelumnya.
Kualitas-kualitas generasi akan kembali seperti ‘Umar, Abu Bakar, ‘Ali dan lain
sebagainya. Jadi yang saya simpulkan, bahwa mendidik generasi pendiri khilafah
dan pembuka Roma adalah PR kita saat ini.

KALIMAT ABADI IMAM MALIK (ULAMA BESAR ABAD 2 H)


“​Generasi ini tidak akan pernah bisa baik kecuali dengan cara yang pernah di
pakai untuk memperbaiki generasi awal”
Siapa Imam Malik, lama besar di Abad 2 Hijriyah, yang mana jika Imam Malik
berada di Madinah, tidak ada orang yang boleh berfatwa selain Imam Malik,
kefaqihannya luar biasa.
Jadi jika kita ingin mengembalikan kegemilangan generasi, ini penting untuk
belajar sejarah. Kita melihat bagaimana Nabi mendidik generasi sahabat. Kan
generasi sahabat itu tidak hanya orang-orang dewasa, ada anak kecil juga, seperti
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumaa, yang menjadi ahli Quran (tafsir), padahal hidup
sama Nabi hanya 4 tahun. Itu tarbiyahnya luar biasa kan berarti, karena hidup
bersama Nabi hanya 4 tahun.
Jadi bisa di bayangkan, sebenarnya kita tidak butuh konsep baru lagi. Karena
terlalu banyak konsep yang di berikan oleh Nabi, belum kita amalkan, belum kita
praktekkan. Kenapa belum kita praktekkan? Sebab belum banyak yang kita ketahui.
Jadi sangat terbatas sekali kemampuan kita. Kita ingin mengembalikan generasi
anak-anak kita ini termasuk kualitas belajarnya. Kalau bapak ibu masih model
belajarnya dengan urutan model belajar hari ini, yang mana muatan agamanya
hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, syetan menggoda dalam 24 jam, ditambah
lagi kekacauan kurikulum. Kalau kita mau jujur, apakah pelajaran agama kita di
sekolah mendorong anak dalam ketaatan kepada Allah? Bahkan sekolah agama
sekalipun, boleh jadi anak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan keimanan, tapi
bagaimana imannya anak? Ini PR kita, menanamkan keimanan.
Menanamkan keimanan itu simple, mudah, karena belajar keimanan itu di
contohkan Nabi saw, bukan dengan teori. Nah, bapak ibu di rumah langsung
praktekkan. Shalat, puasa, perlu cara yang tidak sederhana untuk menyadarkan
anak bahwa itu perintah Allah. Bagaimana orang tua berusaha agar anak
menjalankan perintah Allah tidak terpaksa, menyadarkan anak bahwa ini adalah
perintah Allah, Allah yang memberikan tugas, tapi harus praktek langsung
sebagaimana Rasul mengajarkan wudhu bukan dengan teori. Jadi mendidik anak itu
mudah, yang susah itu konsistensi.

SESI TANYA JAWAB:


1. Pernikahan Nabi dengan Khadijah kan pernikahan sebelum Islam datang, apakah
pernikahan beliau dengan Khadijah di ulang kembali setelah Islam datang?
Jawab: ​Saya belum pernah dengar ada riwayat yang menjelaskan pernikahan
ulang Rasulullah. Tapi yang perlu saya tegaskan, saat itu bukan Islam tidak ada,
karena Islam itu sudah ada sejak zaman Nabi Adam as. Hanya saja beberapa
syari’at berbeda. Apa yang baik di masa jahiliyyah, di teruskan dalam Islam. Kalau
memang baik, tidak ada pelanggaran dalam syari’at, di teruskan. Yang tidak baik,
di gantikan dengan syari’at Islam.

2. Apa hal pertama yang harus di lakukan untuk mempersiapakan masa baligh?
Jawab: ​Ini termasuk pertanyaan kecepetan, karena nanti kita akan belajar
mengenai Persiapan Masa Baligh. Tapi tak apa, saya beri muqoddimahnya. Kalau
kita bicara anak yang baligh, tidak bisa di siapkan ketika anak sudah mau baligh.
Seperti halnya ketika saya bertanya apa yang perlu di lakukan untuk mendidik
anak menjadi shalih? sudah paham jawabannya.
➢ Persiapan Memilih Pasangan, memilih ibu yang bener, memilih ayah yang
bener, pasokan rezeki dari ayah juga bener, karena haramnya rezeki di dalam
rumah berindikasi kepada anak-anak dan keluarga, itu harus di pahami dulu.
➢ ada tahapan-tahapan usia yang barus di perhatikan sebelum anak baligh.
Usia-usia persiapan anak:
0 -2 tahun : Usia ibu banget, menyusui selama 2 tahun sempurna, ada
seorang ibu bertanya kepada Ustadz Budi, “bolehkah lebih dari
2 tahun”, Ustadz Budi menjawab dengan cerdas, “adakah yang
lebih baik dari sempurna?” Ada yang menghitungnya dengan
kalender Hijriyah dan Masehi, silahkan di persiapkan
penyapihan anak usia 2 tahun, artinya setelah 2 tahun di lepas.
2 – 5 tahun : Anak mulai meniru, seperti tadi, orang tua shalat anak sholat,
wudhu ikut wudhu, tapi ketika anak di marahin ketika bajunya
basah -ini persiapan masa baligh tadi- jika fitrahnya di matikan
saat ini, maka yang akan kita temui kedepan bukan pemuda
tapi remaja. Makanya sama anak itu tarik ulurnya harus pas.
Ketika anak berbuat kekacauan, jangan di biarkan terlalu jauh.
Makanya orang tua harus konsisten, bagaimana caranya agar
anak merapikan kamar sendiri ketika mulai besar, orantua
harus mencontohkan dengan konsisten, sehingga ayah bisa
berkata kepada anak, “Nak, liat bagaimana kamar ummi, rapi
itu yang seperti ini”, jadi anak paham, oh, definisi rapi itu
seperti ini.
7 tahun : Usia anak-anak akhir, masa kanak-kanak akhir ini anak-anak
sudah mulai mengenal. Kapan anak di ajari menutup aurat bagi
perempuan(wajib menutup aurat bukan pembiasaan)? Bahkan
ada ulama yang menarik waktunya lebih cepat, bukan pada
masa tamyiz, sampai kalau si anak sudah ada yang mulai naksir
(menyukai), usia mungkin baru 6 atau 7 tahun, tapi ada yang
sudah mulai menyukai, teman kelasnya mungkin, atau tetangga
depan rumah.
Nah, nanti sampai masa balighnya, itulah urutan-urutan yang harus di jaga
kepada Anak. Ini bukan berarti ketika anak baligh tidak ada masalah, tapi
tidak ada masalah berarti, bukan seperti kita yang tua-tua masih suka bikin
masalah. Jadi masalah yang anak buat itu bukan masalah-masalah berarti,
apalagi masalah ruhiyah, sudah terselesaikan di depan. Kalau dialog-dialog
iman itu sudah menjadi santapan hari-hari dari bapak dan ibunya, malam
sebelum tidur di bacakan kitab-kitab shiroh. Sambil bapaknya menguji apakah
mampu berkisah di depan anaknya. Orangtua harus konsisten, sampai nanti
masa baligh, harusnya anaknya bukan lagi disibukkan urusan ruhani, tapi
sudah mencapai dialog seperti Ibrahim-Ismail.

3. Pertanyaan ini berkenaan dengan slide ketiga, apa yang dimaksud batas
maksimal anak? Apakah orantua harus paham apakah anak ini baru bisa diajari
shalat atau dari segi ibadah lainnya.
Jawab: ​anak kita ini harus di pahami bahwa mereka membawa gen—gen
bawaan, sifat-sifat bawaan dari kita orangtuanya, ataupun kakek nenek di atas.
Secara keturunan seperti itu, bagaimana dulu ‘Umar bin Khattab meramalkan
bahwa ada anak keturunan beliau yang akan menggantikan beliau meskipun
beliau mengharamkan anak sendiri untuk berambisi untuk menjadi pemimpin.
Ternyata Umar bin Abdul Aziz pun menjadi pemimpin meski dari jalur ibu. Kita
ini harus lihat jika anak kita ini punya potensi baik dan buruk, kita bisa mengukur
sampai dimana potensi itu. kadang-kadang kita tidak bisa mengukurnya, padahal
nakalnya anak sama seperti kita dulu tapi kita menuduh suami, “pasti nakal
seperti bapaknya dulu” atau sebaliknya.
Kita harus sadar bahwa ketika anak kita nakal, ini seperti saya banget.
Contoh: saya sedang mengistirahatkan putri saya dari sekolahnya, karena
kasusnya dia bermasalah dengan musyrifahnya, mungkin karena sama-sama
perempuan, baper-baperan, dan usia mereka tidak terpaut jauh. Saya tarik
keluar sekolah, rehat dulu, istri saya bilang, “kok di bawa pulang bi? Nanti malah
ga mau balik”, kenapa saya tarik? Karena saya paham betul bahwa anak saya ini
mirip saya banget, keras kepala seperti saya. Saya kalau ga suka sama orang, saya
langsung ngomong, dan ternyata anak saya begini. Dan kita harus paham
bagaimana solusinya. Saya dialog ke anak, “Nak, kalau masalah dunia begini ga
keren”, tetap anak saya bilang, “ga, pokoknya kalau bukan aku yang keluar,
musyrifahnya yang keluar”. Kita sebagai ayah itu harus paham sampai dimana
potensi anak kita, dan bener, setelah beberapa saat di rumah, anak saya bilang,
“bi, mau balik ke pondok dengan syarat ga mau sekamar dengan musyrifahnya”.
Nah, kan sudah ada negoisasi, bertahap. Karena sejak kecil, ketika di kendaraan,
kita ngobrol. Dan saya menjadi tau kadang apa yang ada di anak itu sesuai dengan
kita, saya jadi paham anak saya tidak bisa di nasehati ketika di sedang marah atau
perasaannya tidak enak. Saya ajak dia nyaman, kadang makan di luar berdua.
Kita mesti bisa mengukur sampai sejauh mana potensi kebaikkan dan
keburukan mereka yang di turunkan dari kita. Ada anak di madrasah kami, yang
hafalannya cepat, sudah selesai hafalan Qur’an melebihi target, selesai bulughul
Maram, sampai kita ikutkan setoran ilmu ke masjid Nabawi ke syaikh di sana.
Karena sudah tidak sanggup dengan asaatidz yang ada. Tapi tetap yang kita
harapkan dari anak-anak kita tidak hanya menghafal, tapi sampai bagaimana
mereka mengaplikasikan ilmu.
END
Note : Ada 1 pertanyaan lagi yang tidak saya masukkan, karena itu pertanyaan yang
saya ajukan untuk diri saya sendiri. ​☺

Anda mungkin juga menyukai