Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEKNIK PRODUKSI TANAMAN PANGAN

“Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai”

Disusun oleh :

Cindya Reva Mardella


E1J017083

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fase
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai” ini dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini banyak terdapat
kekurangan, dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi memperbaiki makalah yang akan datang. Penulis berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Bengkulu, 7 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1

1.2 Tujuan .........................................................................................................2

BAB II. ISI

2.1 Botani dan Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kedelai .................3

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Kedelai .........................................................4

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................12

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagian-bagian Jagung ..................................................................................4

Gambar 2. Fase Pertumbuhan Jagung ...........................................................................8

Gambar 3. Pertumbuhan Jagung dan Bagiannya ...........................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam. Indonesia memiliki lebih
dari 12.000 jenis kacang-kacangan, diantaranya yaitu kacang tanah, kacang hijau, kacang
merah, kapri, koro, dan kacang kedelai. Kacang kedelai adalah salah satu tanaman
polong-polongan yang menjadi bahan dasar makanan seperti kecap, tahu dan tempe.
Kedelai (Glycine max L. Mer) merupakan salah satu komoditi pangan yang
tergolong ke dalam famili leguminoseae sebagai pelengkap gizi makanan. Kedelai
memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berperan penting dalam membentuk sel-sel
tubuh dan menjaga kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan
lemak mencapai 16-20 serta beberapa asam-asam kasein (Suhardi, 2002).
Tanaman kedelai berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka
perbaikan gizi masyarakat. Tanaman kedelai merupakan sumber protein nabati yang
tinggi dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti daging, susu, dan ikan.
Kandungan protein yang terdapat di dalam biji kedelai lebih kurang sebanyak 35%,
karbohidrat 35%, dan lemak 15%. Selain protein, kedelai juga mengandung mineral
seperti kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B (H.S Suprapto, 2001).
Menurut Hilman (2004) Kebutuhan kedelai relatif meningkat setiap tahunnya selaras
dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, produksi kedelai belum mampu
mengimbangi kebutuhan konsumsi tersebut. Kebutuhan kedelai di Indonesia pada 2004
diperkirakan mencapai 1.951.100 ton sedangkan produksi hanya sebanyak 672.439 ton
yang menunjukkan defisit 1.278.661 ton (34,46%). Oleh karena itu, hasil tanaman kedelai
harus terus ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Dalam hal tersebut,
diperlukan pengetahuan tentang fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai
agar dapat mengetahui sifat atau karakteristik tanaman kedelai pada fase-fase tersebut
sehingga dapat mempermudah dalam meningkatkan hasil produksi tanaman kedelai.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh yaitu:
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman kedelai.
2. Mengetahui pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedelai.
BAB II
ISI

2.1 Botani dan Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kedelai


Tanaman kedelai merupakan tanaman pangan yang umumnya tumbuh tegak,
berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai
didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal.
Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah cahaya matahari,
suhu, kelembapan udara, air dan unsur hara tanah nutrisi, dan hormon pertumbuhan.
Sinar mata hari merupakan sumber energi yang digunakan untuk proses berlangsungnya
fotosintesis. Apabila biji tumbuhan tumbuh di tempat yang tidak ada cahayanya maka
tidak dapat tumbuh normal (etiolasi). Ciri-cirinya yaitu pertumbuhannya lebih cepat,
memiliki daun yang kecil dan tipis berwarna kekuning-kuningan, batangnya mudah
rapuh, dan akarnya sedikit. Sedangkan kecambah yang tumbuh dengan sinar matahari
yang cukup pertumbuhannya lebih lambat, memiliki daun yang tumbuh di kotiledon
berwarna hijau dan tebal, batangnya kuat dan memiliki banyak akar banyak.
Perbedaan karakteristik tanaman tersebut terjadi karena pada daun yang tidak
mendapat sinar matahari akan mengandung air lebih banyak dan zat gulanya lebih
sedikit. Akibatnya jaringan mesofil meningkat sehingga daun yang terbentuk lebih lebar
dan tipis. Berbeda dengan daun yang mendapat sinar matahari yang cukup akan
mengandung sedikit air dan jumlah gulanya banyak. Akibatnya, tanaman akan cepat
mengadakan respirasi dan fotosintesis dan lapisan kutikulanya menebal sehingga
terbentuk daun yang lebih tebal dan sempit berwarna hijau.
Kelembapan udara di sekitar tempat tumbuhan sangat berpengaruh terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanah dan udara yang kurang lembab
akan sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena pada kondisi
tersebut, tanaman menyerap banyak air dan penguapan (transpirasi) air semakin menurun
sehingga memungkinkan cepat terjadinya pembelahan dan pemanjangan sel-sel.
Air sangat diperlukan dalam proses metabolisme dan dapat meningkatkan tekanan
turgor sehingga dapat merangsang pembelahan sel dan menghilangkan asam absisi
sehingga dapat merangsang perkecambahan biji dan pembentukan tunas pada umbi-
umbian.

2.2 Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai


Pertumbuhan adalah proses pertambahan volume yang irreversible (tidak dapat
balik) karena adanya pembelahan mitosis atau pembesaran sel. Perkembangan adalah
terspesialisasinya sel-sel menjadi struktur dan fungsi tertentu yang tidak dapat
dinyatakan dengan ukuran, tetapi dapat dinyatakan dengan perubahan bentuk dan tingkat
kedewasaan (Pratiwi dan Sri Maryati, 2007).
Pada umumnya, pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diawali dengan proses
pembuahan (fertilisasi). Setelah melewati proses fertilisasi, bakal biji yang di dalamnya
mengandung sel triploid dan zigot akan mulai berkembang. Sel triploid membelah dan
berkembang menjadi jaringan kaya nutrisi yang disebut endosperma (Arif, 2010).
Pertumbuhan kedelai terbagi atas tiga fase utama yaitu fase pertumbuhan vegetatif,
generatif, dan pemasakan. Fase pertumbuhan vegetatif terdiri atas tiga fase yaitu fase
perkecambahan, perkembangan kotiledon, dan munculnya daun. Sedangkan fase
pertumbuhan generatif terdiri dari empat fase yaitu fase pembungaan, fiksasi nitrogen,
pembentukan polong, serta pembentukan biji. Fase pertumbuhan akhir tanaman kedelai
ialah fase pemasakan (Pedersen, 2007).
Stadia pertumbuhan vegetatif dimulai sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah
hingga berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon.P enandaan
stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama.
Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga. Fase perkecambahan terjadi saat umur
3-7 HST. Pada fase ini, kotiledon telah terangkat di atas permukaan tanah. Kemudian
terjadinya perkembangan kotiledon saat umur 7-15 HST. Daun mulai terbentuk dan masih
menggulung. Fase akhir dari pertumbuhan vegetatif yaitu pada saat munculnya daun. Umur
maksimal tanaman saat fase ini berlangsung ialah antara 22-30 HST (Pedersen, 2007).
Fase pembungaan berlangsung mulai umur 30 HST. Pembungaan dimulai dari
percabangan ketiga hingga keenam. Pada fase selanjutnya, tanaman kedelai mulai dapat
melakukan fiksasi nitrogen (N2) dan kemampuan tersebut akan bertambah seiring dengan
bertambahnya umur tanaman. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar
memfiksasi N2 akan menurun karena semakin banyak bintil akar yang tua dan meluruh.
Setelah melewati fase pembungaan, fase yang terjadi selanjutnya yaitu fase
pembentukan polong. Fase ini berlangsung saat umur 40 HST. Pembentukan polong akan
terjadi pada batang utama yang daunnya telah berkembang dengan sempurna.
Setelah fase pembentukan polong, tanaman kedelai memasuki fase pembentukan biji.
Fase ini mulai berlangsung saat umur tanaman 45-50 HST. Pada fase ini terjadinya cekaman
atau stress pada polong sehingga menyebabkan pengguguran daun (Fehr et al., 2004).
Setelah melewati fase pembentukan bij, kemudian terjdi fase pemasakan. Fase
pemasakan terdiri atas fase pengisian polong dan pemasakan biji. Fase ini berlangsung
secara bersamaan dengan menguningnya daun secara cepat. Selain daun , polong juga mulai
menguning. Biji yang telah masak fisiologis rata-rata memiliki kelembaban 60% dan telah
berisi bagian-bagian penting dari tanaman selanjutnya.
Apabila polong telah mencapai kemasakan 95%, maka dapat dikatakan bahwa tanaman
kedelai tersebut sudah siap dipanen. Untuk mengurangi kadar air dari tanaman, maka perlu
dilakukan pengeringan lebih lanjut selama 5-10 hari pada polong agar kadar airnya
berkurang menjadi 13% (Fehr et al., 2004).
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan serelia penghasil
karbohidrat terpenting di dunia setelah padi (Purwono, 2011). Selain itu, jagung ditanam
sebagai bahan pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya) diambil minyaknya (dari
bulirnya) dibuat tepung (dari bulirnya, yang dikenal dengan minyak jagung) dan bahan
baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Komoditas jagung mempunyai
peranan yang sangat penting, baik dalam sistem ketahanan pangan maupun sebagai
penggerak roda ekonomi nasional. Selain itu, jagung juga berkontribusi terhadap
ketersediaan protein karena jagung menjadi bahan baku pakan baik ternak maupun
perikanan. Jagung menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan hilir yang
berkontribusi cukup besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi yang sangat besar
dalam meningkatkan produksi jagung, baik melalui peningkatan luas tanam maupun
peningkatan produktivitas. Lahan yang tersedia untuk budidaya tanaman jagung sangat
luas, persyaratan agroklimatnya sangat sederhana, terknologi sudah tersedia, sehingga
akan diperoleh prospek keuntungan cukup besar bagi pembudidayanya.
Peningkatan produksi jagung dalam rangka memenuhi kebutuhan jagung dalam
negeri telah dilakukan dengan berbagai upaya antara lain, meliputi: peningkatan
produktivitas (penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi), penggunaan varietas
unggul bermutu, pengembangan optimasi lahan mendukung produksi, pengamanan
produksi dari serangan OPT dan dampak perubahan iklim, penganan pasca panen,
dukungan penelitian dan penyuluhan, menjalin kemitraan dengan stakeholders untuk
penguatan modal, bantuan sarana produksi, pengananan pasca panen dan pemasaran
hasil.
Pada tanaman jagung, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fase
pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman jagung yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan adalah segala pengaruh yang berasal dari tanaman
itu sendiri yaitu meliputi gen dan hormon. Gen mempengaruhi pertumbuhan melalui sifat
yang diwariskan dan sintesis protein yang dikendalikan. Sedangkan hormon melalui zat
pengatur tumbuh meliputi auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, gas etilen, kalin, dll.
Selain faktor internal, juga diperoleh faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan
sesuatu yang hal yang mempengaruhi dan berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut,1
seperti dari lingkungan atau ekosistem. Terdapat beberapa faktor ekstrenal yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yaitu makanan, air, cahaya,
kelembapan, makanan (nutrisi), dan suhu.
Makanan dapat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman jagung karena makanan
adalah sumber energi dan sumber materi untuk mensintesis berbagai komponen sel.
Tidak hanya karbondioksida dan air saja yang dibutuhkan tumbuhan untuk bisa tumbuh
dengan baik tetapi juga beberapa unsur unsur mineral. Apabila makanan yang dibutuhkan
tidak terpenuhi, maka akan mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman jagung. Selain
makanan, air juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan tanaman. Air berfungsi
sebagai fotosintesis, mengaktifkan reaksi enzim ezimatik, menjaga kelembapan dan
membengtu perkecambahan pada biji. Tanpa air, tumbuhan tidak akan dapat tumbuh
dengan baik karena air termasuk senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Selain
itu, diperlukan suhu yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan tanamannya,
kelembaban yang pas, dan cahaya matahari yang cukup.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa mempelajari botani,
morfologi, dan fase pertumbuhan tanaman jagung merupakan hal yang sangat penting.
Apabila sudah mengetahui hal-hal penting dari tanaman jagung, maka kita dapat
mengelola tanaman jagung dengan baik dan akan memperoleh hasil sesuai dengan yang
diharapkan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh yaitu:
1. Mengetahui botani dan morfologi tanaman jagung
2. Mengetahui fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung

BAB II 2

ISI

2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Jagung


Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian
(serelia) dari keluarga rumput-rumputan (Arianingrum, 2004). Tanaman jagung
diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.

Jagung merupakan salah satu tanaman semusim yang dalam satu siklus hidupnya
terjadi selama 80-150 hari. Tahap pertumbuhan dibagi menjadi dua yaitu fase
pertumbuhan vegetatif dan tahap pertumbuhan generatif. Menurut Kasryno (2002)
bahwa tanaman jagung memiliki akar serabut yang tumbuh di bagian pangkal batang dan
menyebar luas sebagai akar lateral. Berdasarkan morfologinya, akar tanaman jagung
terdiri atas akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal
tumbuh ke bawah dari lembaga biji jagung.
Tanaman jagung memiliki bentuk batang bulat silindris dan beruas-ruas. Pada bagian
pangkal batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8–20 ruas. Rata-rata tinggi
tanaman jagung antara 1-3 meter di atas permukaan tanah. Sedangkan daun tanaman
jagung berbentuk pita atau garis dengan jumlah daun sekitar 8–48 helai tiap batangnya,
tergantung pada jenis atau varietas yang ditanam. Panjang daun 30-45 cm dan lebar
antara 5–15 cm (Warisno, 1998).
Setiap tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya
terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga
betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman masak
lebih dahulu dari pada bunga betina. Hal ini menyebabkan bunga jantan menyerbuki
bunga betina tanaman lainnya. Persarian yang baik terjadi pada pagi hari, jumlah serbuk3
sari yang ada diperkirakan sekitar dua sampai lima juta per tanaman. Pada waktu itu
terjadi proses penempelan serbuk sari pada rambut. Serbuk sari terbentuk selama 7–15
hari. Penyerbukan jagung umumnya dibantu oleh angin.
Buah tanaman jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun. Biji jagung mempunyai
variasi bentuk, warna dan kandungan endosperm yang berbeda-beda, tergantung pada
jenis atau varietasnya. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melilit secara
lurus atau berkelok-kelok pada tongkol dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Syafruddin &
Fadhly, 2004).

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung


Biji normal jagung terdapat beberapa bagian diantaranya embrio, kulit biji (seed
coat), dan cadangan makanan (endosperm) yang merupakan bagian terbesar kecuali pada
jarak pada waktu matang. Biji berkecambah relatif lambat, karena proses penyerapan air
dan pencernaan baru dimulai sewaktu biji tersebut ditanam.
Gambar 1. Bagian-bagian Jagung

Biji tanaman jagung berkeping tunggal, berjajar rapi pada tongkolnya. Setiap
tanaman jagung ada satu tongkol dan ada yang dua. Setiap tongkol terdapat 10-14 deret
biji jagung yang terdiri dari 200-400 butir biji jagung (Suprapto & Marzuki, 2005). Biji
jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu pericarp, embrio, dan endosperm. Pericarp
merupakan lapisan luar yang tipis dan berfungsi untuk mencegah embrio dari organisme
pengganggu dan kehilangan air. Endosperm sebagai cadangan makanan, terdapat sekitar
75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya. Sedangkan embrio (lembaga), sebagai calon tanaman terdiri atas plumule akar
radikal, scutelum, dan koleoptil (Subekti, 2010).
Pertumbuhan awal biji jagung terjadi setelah persarian dalam waktu 12-28 jam.
Serbuk sari tumbuh mencapai sel telur dalam bakal biji. Setelah proses pembuahan,4
terjadilah perkecambahan biji. Selama 7–10 hari pertama perkembangannya lambat,
kemudian cepat berjalan hingga mencapai berat maksimum. 12 hari setelah keluar
rambut, tongkol jagung kemudian berkembang penuh dan karbohidrat mulai
terakumulasi di endosperm. 24 hari setelah keluar rambut, biji berkembang cepat dan
bertambahnya pembelahan sel-sel endosperm. Lalu 40 hari setelah keluar rambut, embrio
masak, 5 calon daun terbentuk dan akumulasi bahan kering dalam biji berakhir.
Embrio masak morfologis pada umur 45 hari setelah terjadi pembuahan dan biji
tersebut masak fisiologis apabila bobot kering tanaman telah mencapai maksimal. Umur
jagung yang paling tua pada umumnya terdapat di bagian pangkal tongkol karena
tumbuh paling dahulu adalah pangkal tongkolnya. Sebaliknya umur yang paling muda
adalah pada ujung tongkol (Warisno, 1998).
Biji jagung terletak dan berkembang pada tongkol jagung. Letak biji jagung dibagi
menjadi 3 tempat yaitu 20% pada bagian pangkal, 60% bagian tengah dan 20% bagian
ujung tongkol. Pada umumnya biji yang digunakan sebagai biji hanya bagian tengahnya
saja, yaitu sekitar 60%, dan yang bagian pangkal serta ujung masing-masing 20%
dijadikan sebagai bahan konsumsi.
Selain mempelajari morfologi dan botani tanaman jagung, memahami mutu fisiologi
tanaman jagung juga merupakan hal yang sangat penting. Mutu fisiologi biji
mencerminkan kemampuan biji agar dapat bertahan hidup normal dalam suatu kondisi
lingkungan atau keadaan alam tertentu, mampu tumbuh cepat dan merata. Biji tetap
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berproduksi normal apabila ditanam sesudah
disimpan (Sadjad, 1993).
Menurut Sutopo (2004), mutu fisiologi merupakan kemampuan viabilitas biji yang
mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh biji (vigor). Pengujian daya tumbuh biji
yang lain dapat dilakukan dengan menguji keserempakan biji dalam berkecambah dan
panjang kecambah biji.
Vigor digolongkan menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor
daya simpan. Tolak ukur vigor kekuatan tumbuh terdiri atas tiga kelompok yaitu
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan vigor kekuatan tumbuh spesifik.
Sedangkan tolak ukur dari vigor daya simpan yaitu vigor daya simpan sesudah biji
mengalami deraan fisik, vigor daya simpan sesudah biji mengalami deraan alkohol, dan
vigor daya simpan dengan mengukur daya hantar listrik rembesan biji.
Daya berkecambah merupakan salah satu tolak ukur mutu fisiologis biji. Parameter
yang digunakan berupa persentase kecambah normal berdasarkan pengamatan terhadap5
struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Persentase perkecambahan
merupakan persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji murni pada
kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan (Sutopo,
2004).
Kecambah yang normal merupakan kecambah yang memiliki perkembangan sistem
perakaran yang baik, perkembangan hipokotil yang baik, pertumbuhan plumula yang
sempurna dengan daun yang tumbuh baik, dan memiliki satu kotiledon pada kecambah
monokotil (Kartasapoetra I. A., 2003).
Keserempakan berkecambah biji merupakan salah satu tolak ukur dari vigor biji. Biji
yang memiliki keserempakan berkecambahnya tinggi, maka akan menghasilkan tanaman
yang lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Pengujian
keserempakan berkecambah biji dilakukan dengan menghitung persentase biji yang
berkecambah pada hari keempat setelah penanaman. Apabila biji yang berkecambah
normal berjumlah lebih dari 75% dari keseluruhan biji yang dikecambahkan, maka
keadaan keserempakan berkecambah biji tersebut adalah tinggi.
Periode simpan biji juga mempengaruhi daya berkecambah biji. Hasil penelitian
yang dilakukan (Sayre, 1994) pada biji jagung, menunjukkan daya berkecambah biji
akan semakin menurun selama masa penyimpanan. Penurunan daya berkecambah
tersebut tidak dapat dihindari tetapi dapat dihambat dengan cara penyimpanan yang
tepat. Selain itu, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh
terhadap daya simpan. Perbedaan ukuran biji ini berkorelasi positif dengan lamanya
waktu pengisian polong.
Menurut Syafruddin (2002) menyatakan bahwa perkembangan akar jagung baik
kedalaman maupun penyebarannya bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik
dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan
indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran
aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar.
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan
betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary
apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung
tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama
proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan
menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga,
tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal, 2000). 6
Jarak tanam yang tepat juga dapat menekan pertumbuhan gulma, sehingga
persaingan tanaman dengan gulma dapat dihindari. Jarak tanam harus diatur untuk
mendapatkan populasi yang optimum sehingga diperoleh hasil yang maksimum.
Perlakuan jarak tanam tidak berbeda nyata baik pada pertumbuhan maupun produksi
jagung pulut, sehingga dapat disarankan untuk pemakaian jarak tanam rapat (60x20 cm),
karena dapat meningkatkan perluasan tertentu (Setyowati dan Utami, 2013).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval
waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda.
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu fase
perkecambahan, fase pertumbuhan vegetatif, dan fase reproduktif. Fase perkecambahan
diawali saat terjadinya proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji
samapi dengan sebelum munculnya daun pertama. Sedangkan fase pertumbuhan
vegetatif yaitu bermula dari munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai
tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking). Selain itu, terdapat fase
reproduktif yaitu fase yang dimulai dari pertumbuhan setelah silking sampai masak
fisiologis. Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji.
Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat
>30% (Williams et al. 1999).
Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses
imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi
yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein
yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan
asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif.
Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian
radikel menembus koleoriza. Setelah radikelmuncul, kemudian empat akar seminal
lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh
koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong
koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah
ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan
mesokotil terhenti dan plumula muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.
Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Apabila kelembaban tepat,
maka pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam. Semakin dalam
lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada7
kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam,
namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung
hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi.
Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat
tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman
yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding
tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.
Setelah fase perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:
1. Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah
berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah
mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat
mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun,
meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (Williams et al.
1999).
2. Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18-35 hari setelah
berkecambah. Titik tumbuh sudah berada di atas permukaan tanah, perkembangan akar
dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang pun meningkat
dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol
dimulai. Pada fase ini, tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak,
sehingga diperlukan pemupukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman
(McWilliams et al. 1999).

Gambar 2. Fase Pertumbuhan Jagung


3. Fase V11- Vn 8

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah.
Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat
pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan
tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara.
Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji
dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol dan berakibat turunnya hasil.
Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
4. Fase Tasseling / VT (berbunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang
terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol).
Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini
tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari
(pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu
sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman
masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.
5. Fase R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus
kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika
serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol
yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
mencapai sel telur (ovule), di mana pembuahan (fertilization) akan berlangsung
membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari.
Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga
diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan
dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki
warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung
sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet,
belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir
komplit.
6. Fase R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah kering dan
berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai
nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air9
biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.
7. Fase R3 (masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk
cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna
biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada
endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran
dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.
8. Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta
(belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar
air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh
terhadap bobot biji.
9. Fase R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk
sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti.
Kadar air biji 55%.
10. Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada
tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati
yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan
absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer)
berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke
bagian ujung tongkol. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot
kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.

Gambar 3. Pertumbuhan Jagung dan Bagiannya


BAB III 10
10

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tanaman jagung memiliki keragaman seperti dalam hal panjang daun, lebar daun,
sudut, warna pigmentasi daun, dll. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
2. Tanaman jagung memiliki beberapa fase perkecambahan. Setelah melewati fase
perkecambahan, tanaman jagung melewati beberapa fase tersebut yaitu fase V3-V5,
fase V6-V10, fase V11-Vn, fase tasseling, fase R1, fase R2, fase R3, fase R4, fase
R5, hingga fase R6 (masak fisiologis).
DAFTAR PUSTAKA 11

Febrina L. 2012. Menetukan Jarak Tanam PadaJagung. http://cybex.deptan.go.id/lokalita/me-


nentukan-jarak-tanam-pada-jagung

Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat
Dekade yang Lalu dan Implikasinya Bagi Indonesia. Badan Litbang: Nasional
Agribisnis Jagung.

Paliwal. R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical maize: improvement and
production. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. p 13-
20

Purwono dan R. Hartono. 2008. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
hal.10-11.

Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Penerbit


Kanisius.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: PT. Grasindo

Setyowati, Ninik., dan Ning Wikan Utami. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuha dan Produksi Tiga Aksesi Jagung Pulut Lokal Maros. Jurnal
Agrotropika. 18(1): 1-7.

Subekti, N. A. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Teknik Produksi
dan Pengembangan Tanaman Jagung , 20-21.
Suprapto, & Marzuki. 2005. Botani Tanaman Jagung. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara Press.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syafruddin. 2002. Tolok Ukur dan Konsentrasi Al Untuk Penapisan Tanaman Jagung
Terhadap Ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan. 24: 3-4.

Syafruddin dan Fadhly, A. F. 2004. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih. Pelatihan
Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serealia. 14- 16.

Warisno 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta: Kanisius.

12

13

Anda mungkin juga menyukai