TPTP Kedelai
TPTP Kedelai
Disusun oleh :
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fase
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai” ini dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini banyak terdapat
kekurangan, dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi memperbaiki makalah yang akan datang. Penulis berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan.................................................................................................11
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam. Indonesia memiliki lebih
dari 12.000 jenis kacang-kacangan, diantaranya yaitu kacang tanah, kacang hijau, kacang
merah, kapri, koro, dan kacang kedelai. Kacang kedelai adalah salah satu tanaman
polong-polongan yang menjadi bahan dasar makanan seperti kecap, tahu dan tempe.
Kedelai (Glycine max L. Mer) merupakan salah satu komoditi pangan yang
tergolong ke dalam famili leguminoseae sebagai pelengkap gizi makanan. Kedelai
memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berperan penting dalam membentuk sel-sel
tubuh dan menjaga kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan
lemak mencapai 16-20 serta beberapa asam-asam kasein (Suhardi, 2002).
Tanaman kedelai berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka
perbaikan gizi masyarakat. Tanaman kedelai merupakan sumber protein nabati yang
tinggi dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti daging, susu, dan ikan.
Kandungan protein yang terdapat di dalam biji kedelai lebih kurang sebanyak 35%,
karbohidrat 35%, dan lemak 15%. Selain protein, kedelai juga mengandung mineral
seperti kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B (H.S Suprapto, 2001).
Menurut Hilman (2004) Kebutuhan kedelai relatif meningkat setiap tahunnya selaras
dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, produksi kedelai belum mampu
mengimbangi kebutuhan konsumsi tersebut. Kebutuhan kedelai di Indonesia pada 2004
diperkirakan mencapai 1.951.100 ton sedangkan produksi hanya sebanyak 672.439 ton
yang menunjukkan defisit 1.278.661 ton (34,46%). Oleh karena itu, hasil tanaman kedelai
harus terus ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Dalam hal tersebut,
diperlukan pengetahuan tentang fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai
agar dapat mengetahui sifat atau karakteristik tanaman kedelai pada fase-fase tersebut
sehingga dapat mempermudah dalam meningkatkan hasil produksi tanaman kedelai.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh yaitu:
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman kedelai.
2. Mengetahui pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedelai.
BAB II
ISI
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh yaitu:
1. Mengetahui botani dan morfologi tanaman jagung
2. Mengetahui fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung
BAB II 2
ISI
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan salah satu tanaman semusim yang dalam satu siklus hidupnya
terjadi selama 80-150 hari. Tahap pertumbuhan dibagi menjadi dua yaitu fase
pertumbuhan vegetatif dan tahap pertumbuhan generatif. Menurut Kasryno (2002)
bahwa tanaman jagung memiliki akar serabut yang tumbuh di bagian pangkal batang dan
menyebar luas sebagai akar lateral. Berdasarkan morfologinya, akar tanaman jagung
terdiri atas akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal
tumbuh ke bawah dari lembaga biji jagung.
Tanaman jagung memiliki bentuk batang bulat silindris dan beruas-ruas. Pada bagian
pangkal batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8–20 ruas. Rata-rata tinggi
tanaman jagung antara 1-3 meter di atas permukaan tanah. Sedangkan daun tanaman
jagung berbentuk pita atau garis dengan jumlah daun sekitar 8–48 helai tiap batangnya,
tergantung pada jenis atau varietas yang ditanam. Panjang daun 30-45 cm dan lebar
antara 5–15 cm (Warisno, 1998).
Setiap tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya
terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga
betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman masak
lebih dahulu dari pada bunga betina. Hal ini menyebabkan bunga jantan menyerbuki
bunga betina tanaman lainnya. Persarian yang baik terjadi pada pagi hari, jumlah serbuk3
sari yang ada diperkirakan sekitar dua sampai lima juta per tanaman. Pada waktu itu
terjadi proses penempelan serbuk sari pada rambut. Serbuk sari terbentuk selama 7–15
hari. Penyerbukan jagung umumnya dibantu oleh angin.
Buah tanaman jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun. Biji jagung mempunyai
variasi bentuk, warna dan kandungan endosperm yang berbeda-beda, tergantung pada
jenis atau varietasnya. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melilit secara
lurus atau berkelok-kelok pada tongkol dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Syafruddin &
Fadhly, 2004).
Biji tanaman jagung berkeping tunggal, berjajar rapi pada tongkolnya. Setiap
tanaman jagung ada satu tongkol dan ada yang dua. Setiap tongkol terdapat 10-14 deret
biji jagung yang terdiri dari 200-400 butir biji jagung (Suprapto & Marzuki, 2005). Biji
jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu pericarp, embrio, dan endosperm. Pericarp
merupakan lapisan luar yang tipis dan berfungsi untuk mencegah embrio dari organisme
pengganggu dan kehilangan air. Endosperm sebagai cadangan makanan, terdapat sekitar
75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan
lainnya. Sedangkan embrio (lembaga), sebagai calon tanaman terdiri atas plumule akar
radikal, scutelum, dan koleoptil (Subekti, 2010).
Pertumbuhan awal biji jagung terjadi setelah persarian dalam waktu 12-28 jam.
Serbuk sari tumbuh mencapai sel telur dalam bakal biji. Setelah proses pembuahan,4
terjadilah perkecambahan biji. Selama 7–10 hari pertama perkembangannya lambat,
kemudian cepat berjalan hingga mencapai berat maksimum. 12 hari setelah keluar
rambut, tongkol jagung kemudian berkembang penuh dan karbohidrat mulai
terakumulasi di endosperm. 24 hari setelah keluar rambut, biji berkembang cepat dan
bertambahnya pembelahan sel-sel endosperm. Lalu 40 hari setelah keluar rambut, embrio
masak, 5 calon daun terbentuk dan akumulasi bahan kering dalam biji berakhir.
Embrio masak morfologis pada umur 45 hari setelah terjadi pembuahan dan biji
tersebut masak fisiologis apabila bobot kering tanaman telah mencapai maksimal. Umur
jagung yang paling tua pada umumnya terdapat di bagian pangkal tongkol karena
tumbuh paling dahulu adalah pangkal tongkolnya. Sebaliknya umur yang paling muda
adalah pada ujung tongkol (Warisno, 1998).
Biji jagung terletak dan berkembang pada tongkol jagung. Letak biji jagung dibagi
menjadi 3 tempat yaitu 20% pada bagian pangkal, 60% bagian tengah dan 20% bagian
ujung tongkol. Pada umumnya biji yang digunakan sebagai biji hanya bagian tengahnya
saja, yaitu sekitar 60%, dan yang bagian pangkal serta ujung masing-masing 20%
dijadikan sebagai bahan konsumsi.
Selain mempelajari morfologi dan botani tanaman jagung, memahami mutu fisiologi
tanaman jagung juga merupakan hal yang sangat penting. Mutu fisiologi biji
mencerminkan kemampuan biji agar dapat bertahan hidup normal dalam suatu kondisi
lingkungan atau keadaan alam tertentu, mampu tumbuh cepat dan merata. Biji tetap
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berproduksi normal apabila ditanam sesudah
disimpan (Sadjad, 1993).
Menurut Sutopo (2004), mutu fisiologi merupakan kemampuan viabilitas biji yang
mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh biji (vigor). Pengujian daya tumbuh biji
yang lain dapat dilakukan dengan menguji keserempakan biji dalam berkecambah dan
panjang kecambah biji.
Vigor digolongkan menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor
daya simpan. Tolak ukur vigor kekuatan tumbuh terdiri atas tiga kelompok yaitu
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan vigor kekuatan tumbuh spesifik.
Sedangkan tolak ukur dari vigor daya simpan yaitu vigor daya simpan sesudah biji
mengalami deraan fisik, vigor daya simpan sesudah biji mengalami deraan alkohol, dan
vigor daya simpan dengan mengukur daya hantar listrik rembesan biji.
Daya berkecambah merupakan salah satu tolak ukur mutu fisiologis biji. Parameter
yang digunakan berupa persentase kecambah normal berdasarkan pengamatan terhadap5
struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Persentase perkecambahan
merupakan persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh biji murni pada
kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan (Sutopo,
2004).
Kecambah yang normal merupakan kecambah yang memiliki perkembangan sistem
perakaran yang baik, perkembangan hipokotil yang baik, pertumbuhan plumula yang
sempurna dengan daun yang tumbuh baik, dan memiliki satu kotiledon pada kecambah
monokotil (Kartasapoetra I. A., 2003).
Keserempakan berkecambah biji merupakan salah satu tolak ukur dari vigor biji. Biji
yang memiliki keserempakan berkecambahnya tinggi, maka akan menghasilkan tanaman
yang lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Pengujian
keserempakan berkecambah biji dilakukan dengan menghitung persentase biji yang
berkecambah pada hari keempat setelah penanaman. Apabila biji yang berkecambah
normal berjumlah lebih dari 75% dari keseluruhan biji yang dikecambahkan, maka
keadaan keserempakan berkecambah biji tersebut adalah tinggi.
Periode simpan biji juga mempengaruhi daya berkecambah biji. Hasil penelitian
yang dilakukan (Sayre, 1994) pada biji jagung, menunjukkan daya berkecambah biji
akan semakin menurun selama masa penyimpanan. Penurunan daya berkecambah
tersebut tidak dapat dihindari tetapi dapat dihambat dengan cara penyimpanan yang
tepat. Selain itu, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh
terhadap daya simpan. Perbedaan ukuran biji ini berkorelasi positif dengan lamanya
waktu pengisian polong.
Menurut Syafruddin (2002) menyatakan bahwa perkembangan akar jagung baik
kedalaman maupun penyebarannya bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik
dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan
indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran
aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar.
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan
betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary
apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung
tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama
proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan
menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga,
tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal, 2000). 6
Jarak tanam yang tepat juga dapat menekan pertumbuhan gulma, sehingga
persaingan tanaman dengan gulma dapat dihindari. Jarak tanam harus diatur untuk
mendapatkan populasi yang optimum sehingga diperoleh hasil yang maksimum.
Perlakuan jarak tanam tidak berbeda nyata baik pada pertumbuhan maupun produksi
jagung pulut, sehingga dapat disarankan untuk pemakaian jarak tanam rapat (60x20 cm),
karena dapat meningkatkan perluasan tertentu (Setyowati dan Utami, 2013).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval
waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda.
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu fase
perkecambahan, fase pertumbuhan vegetatif, dan fase reproduktif. Fase perkecambahan
diawali saat terjadinya proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji
samapi dengan sebelum munculnya daun pertama. Sedangkan fase pertumbuhan
vegetatif yaitu bermula dari munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai
tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking). Selain itu, terdapat fase
reproduktif yaitu fase yang dimulai dari pertumbuhan setelah silking sampai masak
fisiologis. Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji.
Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat
>30% (Williams et al. 1999).
Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses
imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi
yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein
yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan
asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif.
Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian
radikel menembus koleoriza. Setelah radikelmuncul, kemudian empat akar seminal
lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh
koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong
koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah
ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan
mesokotil terhenti dan plumula muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.
Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Apabila kelembaban tepat,
maka pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam. Semakin dalam
lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada7
kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam,
namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung
hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi.
Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat
tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman
yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding
tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.
Setelah fase perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:
1. Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah
berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah
mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat
mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun,
meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (Williams et al.
1999).
2. Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18-35 hari setelah
berkecambah. Titik tumbuh sudah berada di atas permukaan tanah, perkembangan akar
dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang pun meningkat
dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol
dimulai. Pada fase ini, tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak,
sehingga diperlukan pemupukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman
(McWilliams et al. 1999).
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah.
Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat
pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan
tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara.
Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji
dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol dan berakibat turunnya hasil.
Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
4. Fase Tasseling / VT (berbunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang
terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol).
Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini
tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari
(pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu
sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman
masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.
5. Fase R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus
kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika
serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol
yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
mencapai sel telur (ovule), di mana pembuahan (fertilization) akan berlangsung
membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari.
Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga
diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan
dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki
warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung
sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet,
belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir
komplit.
6. Fase R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah kering dan
berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai
nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air9
biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.
7. Fase R3 (masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk
cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna
biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada
endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran
dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.
8. Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta
(belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar
air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh
terhadap bobot biji.
9. Fase R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk
sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti.
Kadar air biji 55%.
10. Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada
tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati
yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan
absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer)
berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke
bagian ujung tongkol. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot
kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tanaman jagung memiliki keragaman seperti dalam hal panjang daun, lebar daun,
sudut, warna pigmentasi daun, dll. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
2. Tanaman jagung memiliki beberapa fase perkecambahan. Setelah melewati fase
perkecambahan, tanaman jagung melewati beberapa fase tersebut yaitu fase V3-V5,
fase V6-V10, fase V11-Vn, fase tasseling, fase R1, fase R2, fase R3, fase R4, fase
R5, hingga fase R6 (masak fisiologis).
DAFTAR PUSTAKA 11
Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat
Dekade yang Lalu dan Implikasinya Bagi Indonesia. Badan Litbang: Nasional
Agribisnis Jagung.
Paliwal. R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical maize: improvement and
production. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. p 13-
20
Purwono dan R. Hartono. 2008. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
hal.10-11.
Setyowati, Ninik., dan Ning Wikan Utami. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuha dan Produksi Tiga Aksesi Jagung Pulut Lokal Maros. Jurnal
Agrotropika. 18(1): 1-7.
Subekti, N. A. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Teknik Produksi
dan Pengembangan Tanaman Jagung , 20-21.
Suprapto, & Marzuki. 2005. Botani Tanaman Jagung. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara Press.
Syafruddin. 2002. Tolok Ukur dan Konsentrasi Al Untuk Penapisan Tanaman Jagung
Terhadap Ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan. 24: 3-4.
Syafruddin dan Fadhly, A. F. 2004. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih. Pelatihan
Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serealia. 14- 16.
12
13