Ekohidrologi Nama : Bagea Anugrah Pangeresa Tanggal : 4 April 2019 NRP : G24160036
BIOLOGICAL DIVERSITY, ECOLOGICAL INTEGRITY, AND NEOTROPICAL
MIGRANTS: NEW PERSPECTIVES FOR WILDLIFE MANAGEMENT
Burung selalu dipandang sebagai indikator penting dalam kesehatan ekosistem.
Mereka adalah predator teratas, memiliki tingkat kelahiran relatif rendah dan masa hidup yang panjang, oleh karena itu burung memiliki populasi yang tampaknya sangat sensitif terhadap variabilitas lingkungan. Pembangunan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam telah sangat dipengaruhi oleh kekhawatiran mengenai masalah lingkungan. Instansi pemerintah telah diamanatkan oleh hukum untuk mengelola sumber daya alam dengan cara tidak hanya memaksimalkan untuk konsumsi, tetapi juga untuk penggunaan yang konsisten dengan pelestarian ekosistem yang mengandung sumber daya tersebut. Sebagian besar teori ekologi mendefinisikan keanekaragaman spesies sebagai jumlah spesies yang ditemukan di area tertentu. Definisi tersebut masih sangat kurang untuk mendukung kegiatan pelestarian karena prosedur semacam itu mengabaikan banyak potensi fenomena penting. Definisi keanekaragaman hayati yang lebih luas termasuk jumlah spesies dan tingkat variabilitas genetiknya. Definisi OTA (Office of Technology Assessment) secara eksplisit mencakup system ukuran yang berbeda, mulai dari variasi biokimia dalam DNA hingga jumlah spesies dalam ekosistem. Oleh karena itu, dalam definisi terluasnya, keanekaragaman hayati adalah manifestasi dari hampir setiap proses biologis yang dikenal. Sistem ekologi sangat kompleks, oleh karena itu kebijakan atau keputusan manajemen yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati sendiri akan menjadi kompleks. Tiga yang paling bermakna dari perspektif biologis keanekaragaman adalah proses genetik, proses ekologis, dan proses filogenetik. Proses genetik berkaitan dengan penyimpanan, pemeliharaan, dan transmisi informasi mengenai struktur biologis. Proses filogenetik terkait erat untuk fenomena genetik, tetapi menekankan dan menguraikan pola kesamaan keturunan di antara spesies dan taksa yang lebih tinggi. Fenomena ekologis melibatkan pertukaran materi dan energi di antara unit biologis dan lingkungannya. Setiap proses ini mempengaruhi keanekaragaman hayati dan harus mempengaruhi kebijakan yang berhubungan dengan manajemennya. Paradigma baru mengenai ekologi muncul akibat sulitnya model empiris mengenai keseimbangan alam. Ada tiga karakteristik yang termasuk sebagai tema umum dalam paradigma "non-equilibrium" dalam ekologi. Yang pertama adalah penekanan ditempatkan pada dinamika keseimbangan. Ide kedua yang muncul dalam pendekatan baru terhadap ekologi ini adalah hierarki sifat populasi, masyarakat, dan ekosistem. Ini berarti skala pengamatan dan konteks di mana suatu sistem beroperasi adalah komponen penting dari pemahaman lengkap tentang populasi, komunitas, atau proses ekosistem. Dalam pandangan ini perlu kita ketahui tidak hanya sumber daya apa dan interaksi biotik di dalam habitat mempengaruhi tingkat vital populasi, tetapi kita perlu bagaimana konteks geografis, konteks filogenetik, dan konteks bentang alam. Pandangan terkini tentang sistem ekologi menekankan sifat interaksi yang beragam antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan lingkungannya. Ini pandangan, Bagaimanapun pandangan ini belum terintegrasi dengan pengelolaan satwa liar. Pandangan tradisional tentang keanekaragaman hayati telah memfokuskan pada gagasan bahwa ekosistem akan kembali kekeadaan stabil yang ditentukan sebelumnya setelah terjadi gangguan sering digambarkan sebagai "entitas" yang relatif tidak berubah jika dibiarkan sendiri. Kegiatan manajemen untuk meningkatkan keanekaragaman hayati harus memperhitungkan sifat dinamis dari ekosistem. Ini artinya keputusan manajemen harus memiliki informasi lebih dari hanya area lokal yang dikelola tetapi juga harus sadar mengenai sifat fungsional komponen ekosistem. Konteks ekologis di mana keputusan manajemen harus dibuat mempunyai implikasi penting bagi cara integritas ekologi. Tidaklah cukup untuk bertanya apa yang "alami" atau "tidak berubah" dari sistem yang akan dikelola. Integritas ekologi harus memasukkan sifat dinamis ekosistem ke dalam pengambilan keputusan. Definisi integritas ekologi yang diakui secara luas adalah diberikan oleh Karr dan Dudley (1981), yang menekankan penggunaannya dalam penilaian kualitas air. Mereka mendefinisikan integritas ekologi sebagai kemampuan suatu ekosistem untuk mempertahankan integritas keseimbangan, adaptasi komunitas organisme yang memiliki berbagai komposisi spesies, keanekaragaman, dan organisasi fungsional sebanding ke habitat alami wilayahnya. Kelebihan dari definisi ini adalah adanya operasi dalam arti jumlah seperti spesies kelimpahan, keragaman, dll, memiliki makna khusus yang terkait dengan mereka dan metrik yang digunakan untuk menghitungnya. Selanjutnya Karr dan Dudley (1981) berpendapat bahwa jumlah tersebut dapat digunakan untuk memantau kualitas air. Prinsip manajemen habitat untuk keanekaragaman hayati ada 5, yang pertama adalah bahwa keragaman belum tentu menjadi kriteria terbaik dalam tujuan manejemen lingkungan. Dalam satu habitat spesies asli dapat punah akibat adanya spesies lain. Yang kedua adalah struktur tata ruang habitat dalam suatu lanskap menjadi hal yang penting. Yang ketiga adalah konteks geografis dari situasi manajemen harus mempengaruhi pendekatan atau pengambilan keputusan. Yang keempat adalah sasaran manajemen harus menjelaskan tingkat variabilitas lingkungan alami. Yang kelima adalah pengelolaan satwa liar harus mendapat perhatian lebih.