Anda di halaman 1dari 81

PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dan gas bumi merupakan komponen terbesar selain pajak yang
memberikan sumbangan untuk pendapatan Negara Indonesia. PT Chevron Pacific
Indonesia (CPI) merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang melakukan
eksplorasi minyak dan gas bumi. Produksi minyak bumi adalah sektor yang sangat
penting yang menentukan berjalannya perusahaan ini. Untuk memproduksi minyak
diperlukan energi listrik yang akan didistribusikan ke area perkantoran, perumahan
karyawan dan untuk menggerakkan pompa-pompa minyak.
Kemampuan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam memenuhi kebutuhan
energi listrik sangat terbatas sehingga PT CPI membangun sebuah sistem pembangkit
energi listrik sendiri untuk melayani semua beban yang berada pada daerah operasi
PT CPI. Energi listrik tersebut dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan
sendiri oleh PT CPI yang berada pada sebuah departemen yang dinamakan Power
Generation and Transmission (PGT).
Mengingat arti pentingnya energi listrik bagi PT CPI, maka harus diusahakan
agar energi listrik ini dapat tersedia secara terus – menerus dan harus memiliki
kehandalan yang tinggi. Untuk itu maka PT CPI membangun sistem pembangkit
listrik sendiri untuk melayani semua beban yang berada di semua daerah operasinya
yang saat ini sudah memilik jaringan listrik yang terinterkoneksi. Sistem tenaga listrik
yang handal dan efisien merupakan salah satu keharusan apabila PT CPI tidak mau
mengalami kerugian pada proses produksinya, karena terhentinya suplai listrik ke
pompa – pompa minyak dan ke proses – proses produksi lainnya.
Untuk itu dibutuhkan suatu sistem tenaga listrik yang andal (reliable) yang
mampu mencegah kerugian atau production loss yang besar, akibat terhentinya listrik
yang dibutuhkan untuk menggerakkan motor. Dengan proteksi yang baik, gangguan
yang terjadi pada sistem tenaga listrik tidak akan mengganggu sistem tenaga listrik
secara keseluruhan. Sistem transmisi dan distribusi yang baik didukung dengan
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 1
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

keandalan sistem proteksi dalam sistemnya. Sistem proteksi bertujuan untuk


mengurangi dan mencegah terjadinya gangguan yang mengakibatkan kerusakan pada
jaringan dan peralatan listrik, serta menjaga keselamatan umum karena gangguan
kelistrikan seperti hubung singkat, over load, dan gangguan yang disebabkan petir.
Dengan adanya sistem proteksi yang handal akan meningkatkan pelayanan kualitas
listrik.

1.2 Tujuan Kerja Praktek


Adapun tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini, antara lain :
1. Memeuhi salah satu persyaratan kurikulum serta syarat kelulusan mahasiswa pada
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau.
2. Mengenal ruang lingkup Departemen PGT
3. Mempelajari sistem tenaga listrik di PT CPI
4. Melihat dan membandingkan hal – hal yang telah diterima di bangku kuliah
dengan aplikasi yang ada di lapangan.
5. Mengenal lebih dekat dunia kerja dilingkungan perusahaan.
6. Menambah wawasan dan pengetahuan teknologi secara umum dan teknik tenaga
listrik serta penerapannya di industri.
7. Memahami gambaran umum tentang sistem tenaga listrik dan mempelajari sistem
proteksi khususnya mengenai Koordinasi Sistem Proteksi pada Saluran Distribusi
PT Chevron Pacific Indonesia di PT CPI.

1.3 Batasan Masalah


Dalam penulisan laporan kerja praktek ini, penulis membatasi permasalahan
pada Koordinasi Sistem Proteksi pada Saluran Distribusi PT Chevron Pacific
Indonesia.

1.4 Waktu Pelaksanaan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 2


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Kerja praktek ini dilaksanakan selama satu bulan mulai dari tanggal 15
November 2013- 15 Desember 2013 bertempat di DSC PGT, PT Chevron Pacific
Indonesia distrik Duri.

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam laporan ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, tujuan kerja praktek,
batasan masalah, waktu pelaksanaan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Pada bab ini dijelaskan secara singkat mengenai PT Chevron Pacific
Indonesia dan Power Generation & Transmission (PGT)
BAB III DEPARTEMEN POWER GENERATION AND
TRANSMISSION
Pada bab ini dijelaskan secara singkat mengenai struktur organisasi PT
CPI.
BAB IV SISTEM KELISTRIKAN PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA
Pada bab ini akan dijelaskan secara terperinci tentang bagaimana
sistem kelistrikan di PT CPI .
BAB V TEORI UMUM SISTEM PROTEKSI
Berisi tentang kesimpulan.
BAB VI KOORDINASI SISTEM PROTEKSI PADA SALURAN
DISTRIBUSI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA
Berisi tentang koordinasi rele OCR dan CB dalam mem-protect sistem
tenaga listrik.
BAB VII PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari tema yang dibahas pada kerja praktek
dan saran yang terkait dengannya.
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 3
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB II
TINJAUAN UMUM PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

2.1 Sejarah Singkat PT Chevron Pacific Indonesia


Pada Tahun 1942, tim survei eksplorasi yang bernama Standard Oil Company of
California (SOCAL) mempelopori berdirinya PT Chevron Pacific Indonesia yang
berlokasi di Sumatera Tengah, Kalimantan dan khususnya di daerah Aceh. Usaha
yang dilakukan oleh tim eksplorasi SOCAL tersebut sempat terhenti karena Indonesia
pada waktu itu masih berada di bawah penjajahan Hindia Belanda. Namun usaha
eksplorasi itu tidak berhenti secara total karena pada bulan Juni 1930 tim eksplorasi
SOCAL membentuk n.v. Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM).
Pada tahun 1935 NPPM mendapat hak konsensi tanah seluas ± 600.000 hektar di
Sumatera Tengah yang belum banyak dieksplorasi dan masih dianggap kurang
memberi harapan bagi pemerintah Hindia Belanda. Daerah yang ditawarkan
merupakan daerah yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh NPPM tetapi kegiatan
eksplorasi tetap dijalankan pada daerah tersebut.
Pada tahun 1936 TEXACO Inc. (perusahaan yang berlokasi di Texas, USA )
bersama dengan SOCAL sepakat untuk bergabung dan membentuk perusahaan
California-Texas Petroleum Corporation (CALTEX). Hasil penelitian kegiatan
geofisika yang dilakukan sekitar tahun 1936-1937 mengindikasikan bahwa prospek
minyak yang lebih besar terletak di daerah Selatan. Kegiatan eksplorasi untuk
pertama kali dilakukan pada bulan April 1939 di daerah lapangan Kubu 1.
Pada bulan Agustus 1940 ditemukan lapangan minyak bumi di Sebanga yang
merupakan penemuan yang pertama di daerah Riau. Pada bulan Nopember 1940
ditemukan lagi lapangan minyak baru di daerah Rantau Bais dan daerah Duri pada
bulan Maret 1941. Pada tahun 1942 Mercu Bor siap dipasang di lapangan miyak di
Minas I, akan tetapi karena pecahnya Perang Dunia kedua (PD II) di Indonesia maka
kegiatan pemasangan Mercu Bor tersebut terhenti.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 4


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Kegiatan eksplorasi pada tahun-tahun selanjutnya dilakukan oleh Jepang. Hal ini
dapat dilihat dari proses pengeboran yang selesai dilakukan pada saat pendudukan
Jepang atas Indonesia. Perlu diketahui bahwa pengeboran yang dilakukan oleh Jepang
merupakan satu-satunya sumur Wild Cat di Indonesia selama Perang Dunia kedua
yang mempunyai kedalaman 2623 ft (±787 m). Kegiatan Jepang ini tidak berlangsung
lama karena adanya perang kemerdekaan Indonesia hingga tahun 1946.
Setelah Perang Dunia II berakhir, kegiatan eksplorasi dipusatkan untuk
pengembangan lapangan Minas. Pada tahun 1950, pemerintahan RI mulai
mempelajari dan menyusun undang-undang yang mengatur masalah pertambangan.
Berdasarkan undang-undang pertambangan yang telah terbentuk, maka pada bulan
Januari 1951 pemerintah RI memberi izin berdirinya Caltex Pacific Oil Company
(CPOC) untuk melanjutkan kegiatan NPPM. Setelah setahun, kegiatan Caltex
dilanjutkan dengan pengembangan lapangan Minas. Pada tanggal 20 April 1952,
Menteri Perekonomian Sumanang, SH meresmikan selesainya proyek pengembangan
lapangan Minas yang ditandai dengan pengapalan pertama Minas Crude Oil dari
Perawang menuju Pakning di Selat Malaka untuk selanjutnya diekspor ke pasar
dunia. Hasil ekspor tersebut antara lain adalah pengembangan lapangan Duri,
pembangunan jalan, and pemasangan pipa saluran (shipping line) yang mempunyai
garis tengah 60 cm dan 70 cm sepanjang 120 km dari Minas melintasi rawa sampai
ke Dumai, mencakup pula pembangunan stasiun-stasiun pengumpul dan stasiun
pompa pusat di Duri maupun di Dumai serta kompleks perumahan dan perbengkelan
di Duri maupun di Dumai.
Dengan ditemukannya teknologi perminyakan yang canggih, kemungkinan besar
untuk memperpanjang “harapan hidup” industri perminyakan di Indonesia dapat terus
bertahan seperti lading minyak di Duri. Dengan teknologi perminyakan yang canggih
yaitu menggunakan teknologi steam dapat meningkatkan produksi minyak per hari 6
kali dari yang sebelumnya atau dari ±50000 barel per hari menjadi ±300000 barel per
hari. Teknologi ini diterapkan mengingat bahwa kadar kekentalan minyak bumi yang

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 5


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

ada di Duri sangat tinggi dan sulit untuk dipompa keluar. Dengan bantuan injeksi uap
ke dalam tanah akan membantu keluarnya minyak ke permukaan tanah.
Ladang minyak Duri telah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap
produksi minyak Indonesia yaitu sebesar 8% dan 42% dari seluruh total produksi
minyak PT.CPI. Akan tetapi produksi minyak di Duri mulai mengalami penurunan
pada tahun 1964, yang akan sangat berpengaruh pada “Economic Life Expectacy”
dari perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut PT CPI menciptakan Proyek
Injeksi Uap di lading minyak Duri, diresmikan Soeharto pada Maret 1991.
Rancangan injeksi uap ini diterapkan secara efektif pada ladang dengan pola yang
bervariasi antara lain “pola tujuh titik” yaitu sumur injeksi untuk enam sumur
produksi atau pola lima titik dan sembilan titik.
Pada tahun 1957 Presiden Sukarno mengeluarkan perintah untuk
menasionalisasikan perusahaan penghasil minyak di Indonesia yang dimiliki oleh
Belanda walaupun perintah Presiden Sukarno itu hanya terbatas pada perusahaan
penghasil minyak Belanda, namun secara tidak langsung keputusan itu mengancam
kedudukan Caltex sebagai salah satu penghasil minyak asing terbesar di Indonesia.
Pada tahun 1960, pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor
44 tahun 1960 menegnai pengaturan dana pembagian wilayah kerja CPOC, yaitu
seluruh wilayah konsensi NPPM (Rokan I blok dan Rokan III blok seluas 9.030 km2)
dikembalikan oleh Caltex kepada pemerintah Republik Indonesia, tetapi pelaksanaan
operasi wilayah kerja tetap dikerjakan oleh Caltex.
Pada bulan September 1963, diadakanlah “Perjanjian Karya” yang
ditandatangani oleh Perusahaan Negara dan Perusahaan Asing, termasuk didalamnya
PT CPI dan Pertamina. Perjanjian tersebut menetapkan wilayah kerja PT CPI yaitu
Kangaroo seluas 9.030 km2 . pada tahun 1968, diadakan penambahan luas wilayah
yaitu Minas Tenggara, Libo Tenggara, Libo Barat, dan Sebanga. Dengan adanya
penambahan luas wilayah tersebut, luas wilayah kerja PT CPI seluruhnya menjadi
9.898 km2.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 6


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Perjanjian Karya berakhir pada 28 Agustus 1983 dan diperpanjang menjadi


“Kontrak Bagi Hasil” (Production Sharing Contract) sampai tanggal 8 Agustus 2001
dengan wilayah kerja seluas 31.700 km2. Dalam kontrak tersebut ditetapkan bahwa
Pertamina adalah pengendali manajemen operasional dan yang menyetujui program
kerja anggaran tahunan. PT CPI sebagai kontraktor berkewajiban melaksanakan
kegiatan operasional dan menyediakan keahlian teknis dan investasi serta biaya
operasi. Rasio pembagian untuk kontrak bagi hasil yang disepakati sampai saat ini
adalah sebesar 88 % untuk Pertamina dan 12 % untuk PT CPI ditambah dengan
ketentuan khusus lainnya berupa fleksibilitas atau intensif bagi PT CPI untuk hal-hal
tertentu.
Pada 11 Maret 1995 PT CPI menerapkan suatu sistem manajemen yang disebut
organisasi Strategic Business unit (SBU). Jika pada sistem yang lama (District
System) garis koordinasi manajemen bersifat sentralistik, dalam SBU garis koordinasi
manajemen bersifat desentralistik atau otonomisasi.
Akhirnya pada 10 Oktober 2001 dua perusahaan besar induk PT CPI yaitu
Chevron dan Texaco bergabung menjadi Chevron Texaco. Dan sejak saat itu
manajemen PT CPI juga ikut berubah dari SBU menjadi Indonesia Business Unit
(IBU). Dan pada akhir tahun 2005, nama Caltex Pacific Indonesia berubah menjadi
Chevron Pacific Indonesia.

2.2 Lokasi dan Daerah Operasi


Daerah kerja PT CPI yang pertama, seluas hampir 10.000 km2 dikenal dengan
nama Kanggaroo Block terletak di Kabupaten Bengkalis. Selain mengerjakan
daerahnya sendiri PT CPI juga bertindak sebagai operator bagi Calastiatic / Chevron
dan Topco / Texaco (C & T).
Pada bulan September 1963, ditandatangani perjanjian C & T yang pertama
(berdasarkan Perjanjian Karya) untuk jangka waktu 30 tahun, meliputi empat daerah
seluas 12.328 km, dikenal dengan Blok A, B, C, dan D. Setelah mendapat tambahan
daerah seluas 4.300 km, maka pada tahun 1968 sebagian Blok A, sebagian Blok D
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 7
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

dan seluruh Blok C diserahkan kepada Pemerintahan Republik Indonesia.


Pengembalian daerah-daerah berikutnya dilakukan pada tahun 1973 dan 1978
sehingga tersisa 8.314 km.
Pada bulan Agustus 1971, C & T menandatangani Perjanjian Coastal Plains
Pekanbaru Block seluas 21.975 km. Kemudian bulan Januari 1975, menandatangani
Perjanjian Mountain Front Kuantan Block seluas 6.865 km. Setelah dilakukan
pengembalian beberapa bagian daerah kerja secara bertahap, sekarang Coastal Plain
Pekanbaru tinggal 9.996 km.
Antara tahun 1979-1991, C & T menandatangani lima perjanjian lagi, yaitu:
1. Tahun 1979, Perjanjian Patungan (Joint Venture) dengan Pertamina (Jambi
Selatan Blok B) seluas 5.826 km sudah dikembalikan seluruhnya tahun 1988.
2. Tahun 1981, KPS Singkarak Blok seluas 7.163 km di Sumatera Barat (telah
dikembalikan seluruhnya pada Juni 1984).
3. Tahun 1981, KPS Langsa Blok seluas 7.080 km di Selat Malaka dilepas Pantai
Sumatera Utara dan Daerah Istimewa Aceh (juga dikembalikan seluruhnya pada
Mei 1986).
4. Tahun 1991, KPS Nias Blok seluas 16.116 km.
5. Perpanjangan Kontrak Karya ke dalam bentuk KPS untuk Siak Blok seluas 8.314
km berlaku 20 tahun sejak 28 November 1993.
Berdasarkan luas operasi dan kondisi geografis yang ada serta pertimbangan
efisiensi dalam pengoperasian, maka PT CPI membagi lokasi daerah operasi menjadi
5 distrik yaitu:

1. Distrik Jakarta, sebagai pusat administrasi seluruhnya.


2. Distrik Rumbai, merupakan pusat administrasi PT.CPI di Sumatera.
3. Distrik Minas, merupakan daerah operasi (sekitar 30 km dari Rumbai).
4. Distrik Duri, merupakan daerah operasi (sekitar 112 km dari distrik Rumbai).
5. Distrik Dumai, merupakan tempat pelabuhan tempat pemasaran / pengapalan
minyak mentah (sekitar 184 km dari Rumbai) arah Timur Laut.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 8


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

2.2.1 Bahan Baku dan Produk


PT. Chevron Pacific Indonesia secara bisnis hanya bergerak di bidang
eksploitasi minyak bumi. Cakupan eksploitasi adalah mulai dari evaluasi kandungan
reservoir hingga memproduksinya dari dalam perut bumi. Produk yang dihasilkan
oleh PT CPI adalah minyak mentah yang akan dipasarkan di beberapa negara untuk
pengolahan lebih lanjut.

2.3 Kegiatan Operasi


Kegiatan umum PT CPI adalah bergerak di bidang pertambangan minyak bumi
berupa eksplorasi dan produksi.
2.3.1 Kegiatan Eksplorasi
Setelah hak eksplorasi diperoleh NPM pada tahun 1953, maka dilaksanakan
kegiatan seismik secara intensif di Riau, dimulai dengan daerah-daerah sepanjang
aliran sungai Rokan. Berdasarkan penyelidikan geologik pada tahun1936 dan 1937,
semakin diyakini bahwa cadangan minyak yang potensial terdapat di wilayah yang
lebih ke selatan sehingga atas permintaan Chevron, daerah kerjanya diubah sehingga
berbentuk seperti sekarang yaitu bentuk seekor kangguru menghadap ke barat.
Pekerjaan eksplorasi yang pertama mencakup penelitian geologik beserta
pengeboran sumur, dan penelitian seismik. Penelitian seismik yang dilakukan tahun
1937-1941 dengan cara pengeboran pada lokasi-lokasi yang terpencar-pencar dengan
kedalaman seluruhnya 26.208 ft (7.862,4 m).
Pada tahun 1938 dimulai pengeboran eksplorasi di Kubu, namun tidak terdapat
indikasi adanya minyak. Tahun 1938-1944 sembilan sumur eksplorasi berhasil
diselesaikan dengan temuan di tiga tempat yakni gas di Sebanga,serta minyak di Duri
dan Minas. Temuan gas di Sebanga merupakan tonggak sejarah terpenting bagi
eksplorasi perminyakan di Bagian Tengah Pulau Sumatera, sehingga meningkatkan
kegiatan eksplorasi di wilayah yang baru ini.
Setelah Perang Dunia II, PT CPI melanjutkan program eksplorasinya disamping
mengembangkan temuannya di Minas. Enam sumur pengembangan berhasil

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 9


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

diselesaikan pada waktu itu. Penelitian geologik dan pemetaan-pemetaan dimulai di


seluruh daerah kerja pada tahun 1951, disusul dengan pengeboran eksplorasi dan
penelitian geofisika pada tahun 1955.
Pada tahun 1968 PT CPI memanfaatkan helikopter untuk mendukung kegiatan
pengeboran seismik dan eksplorasi yang berhasil mengurangi secara drastis hambatan
yang dihadapi dalam penyediaan suplai angkutan tenaga kerja untuk penelitian
geofisik.

Sumur-sumur yang dibor sejak tahun 1968 menghasilkan banyak temuan baru.
Sampai tahun 1990 pengeboran eksplorasi telah menghasilkan 119 temuan (minyak
atau gas). Temuan utama yang terjadi sejak tahun1989 adalah Lapangan Rintis dan
Jingga di daerah KPS Mountain Front-Kuantan yang menjadi daerah-daerah produksi
baru sekaligus meningkatkan kegiatan eksplorasi di daerah sekitarnya.
Hingga kini, PT CPI telah memiliki lebih dari 70.000 km data seismik, 56.000
km diantaranya dari daerah Riau Daratan. Kegiatan operasi pencarian ladang minyak
baru sudah tidak gencar lagi dilakukan. Kegiatan yang terus dilakukan adalah
meningkatkan produksi minyak dari sumur-sumur produksi yang telah ada (enhanced
oil recovery).

2.3.2 Kegiatan Produksi


Setelah 17 tahun berproduksi, pada tanggal 4 Mei 1969, lapangan Minas
mencapai jumlah produksi akumulatif satu miliar barel pertama, dan menjadi
lapangan raksasa pertama di Asai di sebelah Timur Iran dan ke-22 di dunia. Hingga
akhir tahun 1990, produksi akumulatif lapangan Minas telah mebihi tiga miliar barel.
Minas Crude Oil digemari oleh negara-negara industri karena kadar belerangnya
sangat rendah.
Selama tahun 1951-1965, meskipun pengeboran eksplorasi menghasikan 7
temuan, namun yang berproduksi hanya lapangan Minas dan Duri karena iklim
politik RI pada saat itu tidak mendukung penanaman modal. Ada beberapa cara yang

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 10


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak yang cenderung terus menurun,


diantaranya yang dilakukan adalah:
 Menginjeksikan air yang dilakukan di distik Bekasap.
 Menginjeksikan air panas yang dilakukan di distrik Minas dan Zamrud.
 Menginjeksikan uap air yang dilakukan di distrik Duri.
Teknologi injeksi uap (steam Flooding) mulai diterapkan pada tahun 1981 di
lapangan Duri sebagai usaha peningkatan produksi minyak bumi yang mempunyai
viskositas tinggi. Kegiatan proyek yang dikenal dengan nama Duri Steam Flood
(DSF) ini terus berlangsung dan merupakan proyek injeksi uap terbesar di dunia. Kini
di Area III dan IV tengah berlangsung sistem produksi penginjeksian dengan pola
tujuh titik (seven spot pattern) dimana satu sumur injeksi dikelilingi oleh enam sumur
produksi yang mana jika telah selesai akan meliputi areal seluas 6.600 Ha. Dengan ini
akan dikembangkan secara bertahap menjadi belasan area dengan luas masing-masing
100 sampai 600 Ha.
Sampai tahun 1990, PT CPI telah mengebor 3.660 sumur, 3094 sumur
diantaranya dibor sejak tahun 1966. PT CPI saat itu masih menggunakan mercu bor
yang dapat diangkut dengan helikopter namun pada perkembangannya dimana jalan
darat sudah banyak dibuat, maka menara bor model angkut darat dipakai untuk
pengeboran-pengeboran eksplorasi dan pengembangan. Setiap tahun dapat
diselesaikan kira-kira 215-525 sumur eksplorasi dan pengembangan. Hingga akhir
tahun 1990, jumlah produksi PT CPI sejak tahun 1952 telah mencapai lebih dari tujuh
miliar barel, berasal dari 3.237 sumur yang tersebar di 96 lapangan.
Program penyuntikan air (water Flooding) di lapangan Minas dimulai tahun
1970. Air yang tersedot waktu pemompaan minyak disuntikkan kembali ke dalam
tanah sebanyak tiga juta barel sehari. Proses injeksi air lainnya dilaksanakan di
lapangan Kota Batak sejak tahun 1974 dengan penyuntikan rata-rata 32.000 barel
sehari.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 11


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Sementara itu, terus dikembangkan Enhanced Oil Recovery (EOR) yang lain
untuk memungkinkan pengambilan cadangan minyak yang tidak bisa diambil dengan
metode primer serta memperbaiki faktor perolehan selain juga untuk menahan
merosotnya laju produksi lapangan-lapangan yang mulai menua.
Menyusul keberhasilan proyek perintis di 8 Lapangan Duri, pada tahun 1981
dimulai penerapan penyuntikan uap panas di seluruh lapangan Duri. Penyuntikan uap
di area 1 kira-kira seluas 1.157 hektar sejak April 1985, di area 2 seluas 247 hektar
sejak 1986, di area 3 seluas 1457 hektar pada tahun 1987 dan pembangunan sarana
produksi di area 4 dengan luas 1140 hektar. Pada tanggal 3 Maret 1990 diresmikan
proyek injeksi uap terbesar di dunia.

Tabel 2.1 Sejarah Proyek Injeksi Steam


Kegiatan Tahun
Discovery 1941
First Production 1958
Water Injection Pilot 1960
First Cyclic Steaming 1967
Steam Injection Pilot and Caustic 1975
study
Simulation Reservoir Study 1981
Steam Injection area 01 1985
Steam Injection area 02 1986
Steam Injection area 03 1988
Steam Injection area 04 1990
Steam Injection area 05 1992
Steam Injection area 06 1994
Steam Injection area 07 1996
Steam Injection area 08 1997

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 12


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Steam Injection area 09 1999

2.3.3 Lapangan Minyak


Lapangan minyak Duri ditemukan pada tahun 1941 dengan jenis minyak yang
berbeda dengan ladang-ladang yang ada di PT CPI lainnya, dimana kondisi
alamiahnya sangat kental. Lapangan minyak Duri mulai diproduksi secara
konvensional pada tahun 1958, walaupun secara perhitungan hanya dapat
menghasilkan 7,5% dari seluruh cadangan minyak yang ada. Hal ini ditandai dengan
selesainya pembangunan saluran pipa minyak ke Dumai dengan diameter 36 inci dan
dermaga minyak pelabuhan Dumai yang pertama dioperasikan.
Lapangan minyak ini mencapai puncak produksi pada tahun 1965 dengan
produksi 65.000 barrel perhari dengan produksi secara konvensional. Karena
digunakan secara besar-besaran dan waktu produksi lama, maka secara berangsur-
angsur terjadi penurunan produksi sebesar13% pertahunnya.
Untuk mengantisipasi masalah ini, maka PT CPI menerapkan metode
Enhanced Oil Recovery (EOR). Uji coba terhadap sebuah sumur minyak dengan
menggunakan teknologi EOR-injeksi air, pertama kali diterapkan pada tahun 1963.
Penerapan teknologi ini dapat meningkatkan perolehan minyak, namun secara
ekonomis kurang menguntungkan karena hanya memberikan kenaikan sebesar 16%.
Berdasarkan masalah tersebut PT CPI terus meningkatkan cara penambangan,
salah satunya dengan penerapan sistem injeksi uap dengan teknologi Huff and Puff
yang diterapkan oleh Texaco.
Sebagai studi perbandingan, Chevron melakukan uji coba penginjeksian soda
caustic dan hasilnya menunjukan bahwa penginjeksian soda caustic ini tidak
memberikan peningkatan yang berarti, namun setelah diuji coba dengan sistem
penginjeksian uap didapatkan peningkatan yang sangat besar, sebesar 55%.
Hal ini dapat dianalisa secara global yakni kekentalan minyak di Duri sangat
tinggi, maka dapat menimbulkan pembekuan pada lorong-lorong atau celah-celah

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 13


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

dimana terperangkapnya minyak tersebut karena telah lama diproduksi, sehingga


temperatur minyak di dalam sumur-sumur mengalami penurunan dan dapat
menimbulkan pembekuan cairan minyak mentah tersebut.
Pada tahun 1981 PT CPI mulai menerapkan sistem injeksi uap dengan
pembangunan area I dan pada tahun 1988 penggunaan injeksi uap ini. Pada tahun
1989 produksi minyak mentah mencapai 130.000 barel perhari. Hasil tersebut lebih
besar dibandingkan dengan produksi di dunia dengan produksi yang sama.

2.4 Sarana Penunjang Operasi


Sarana-sarana yang menunjang operasi PT CPI antara lain:

1. Pembangkit Tenaga Listrik di Duri, Central Duri, dan Minas (21 generator turbin
gas berkapasitas 390 MW), serta saluran transmisi dan distribusi listrik sepanjang
1.300 km dengan menggunakan sistam Hotline Maintenance yang
memungkinkan dilakukannya perbaikan pada saluran-saluran listrik tegangan
tinggi tanpa memutuskan aliran listrik. Empat buah dermaga khusus Dumai (dua
diantaranya mampu melayani kapal-kapal tangki berbobot mati 150.000 ton).
2. Komplek tangki penyimpanan dengan kapasitas 58.000 barrel.
3. Dua jalur pipa saluran masing-masing berdiameter 90 cm dan 75 cm pada jalur
Minas-Dumai dan Bangko-Dumai.
4. Saluran Microwave UHF yang menghubungkan ke empat distrik, serta suatu
sistem telepon dan komunikasi radio HF/VHF/UHF untuk seluruh kegiatan
lapangan.
5. Pemanfaatan empat saluran sistem komunikasi satelit domestik palapa untuk
hubungan dengan kantor di Jakarta.
6. Layanan teleks dan elektronik mail antara Dumai-Rumbai-Jakarta dengan
perusahaan pemegang saham dan perusahaan-perusahaan afiliasi di seluruh dunia
melalui Satelit Palapa dan Intelsat.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 14


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

7. Pada akhir tahun 1968 , PT CPI memasang unit pengolah data elektronik yang
pertama berupa komputer IBM 360 model 30 dengan core capacity 64 Kbytes,
untuk memenuhi tuntutan tersedianya sarana informasi yang akurat dan cepat,
serta adanya sistem pengendalian yang efektif dalam segala segi.
8. Dumai Remote Entry Shipping System (DRESS) merupakan On-Line
Teleprocessing yang pertama diterapkan PT CPI untuk mengelola pengisian dan
pemompaan tangki penyimpanan dan mengatur kapal tangki di Dumai, serta
menyusun, membuat dan menghasilkan dokumen teleprocessing untuk Crude
Movement, Storage and Shipping.
9. Jaringan komputer yang terdiri dari Micro Vax, IBM AS400, servers dan
Workstations. Juga didukung 4500 PC serta WAN/LAN yang dipunyai hampir
setiap kantor yang berada di semua daerah operasi.
10. Saat ini sistem komputer dan jaringan Global Information Link dengan hardware
Pentium IV dan perangkat lunak berbasis Windows XP Professional saat ini
menjadi perangkat komputer standar yang bisa menghubungkan informasi secara
langsung dengan semua komputer perusahaan di bawah Chevron Corporation di
seluruh dunia. Beberapa aplikasi khusus menggunakan Linux dan UNIX.
11. Jaringan fiber optic sepanjang 600 km yang menghubungkan seluruh lapangan-
lapangan PT CPI.

2.5 Sumber Daya Manusia


Saat ini PT CPI memiliki lebih dari 5131 tenaga kerja yang 98% diantaranya
adalah berkebangsaan Indonesia. Sejak tahun 1966 PT CPI telah dipimpin oleh orang
Indonesia. Kini PT CPI telah melaksanakan proses alih teknologi dan alih
keterampilan yang pada dasarnya terdiri dari tiga aspek pelatihan, pertukaran gagasan
dan proses komunikasi antara tenaga kerja Indonesia dan tenaga kerja asing.

Program pengembangan sumber daya manusia meliputi kursus keahlian dasar


(latihan bahasa Inggris), latihan teknik (latihan kejuruan di berbagai bidang) dan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 15


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

program pengembangan manajemen (kursus segi-segi manajemen dan latihan khusus


para karyawan senior).
Untuk menyiapkan tenaga Indonesia menduduki jabatan yang lebih tinggi dan
untuk pengalihan teknologi maju dari kedua perusahaan pemegang saham sejumlah
tenaga kerja Indonesia tingkat menengah ke atas, setiap tahun mengikuti training
sambil bekerja di Amerika Serikat. Kesempatan latihan dan pengembangan karir terus
disediakan untuk setiap karyawan. Investasi dalam sumber daya manusia merupakan
inti dari filsafat PT.CPI.

2.6 Visi, Misi dan Nilai-nilai


Pada bulan Januari 1992, diadakan sarasehan dengan melibatkan semua jajaran
manajemen PT CPI yang bertujuan mematangkan visi, misi dan nilai-nilai yang
dirumuskan secara tegas tertulis.

Visi perusahaan yang dirumuskan PT CPI adalah “menjadi perusahaan energi


Indonesia yang dikagumi karena karyawannya, kemitraannya dan kinerjanya”.
Untuk dapat diakui sebagai perusahaan kelas dunia, PT CPI melaksanakan apa yang
disebut Continous Quality Improvement (perbaikan kualitas yang
berkesinambungan).
Sedangkan misi perusahaan yang telah dicanangkan adalah “Sebagai mitra
Pertamina, PT CPI secara efektif akan mencari dan mengembangkan sumber daya
minyak dan gas bumi untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dan kepentingan
pemegang saham”.
Enam nilai pokok yang harus dijunjung tinggi segenap pimpinan dan karyawan
PT. Chevron Pacific Indonesia adalah:
1. Memenuhi semua perundangan dan peraturan yang berlaku.
2. Menjunjung standar etika yang paling tinggi.
3. Memperlakukan karyawan sebagai sumber daya yang paling berharga.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 16


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4. Memelihara lingkungan yang sehat dan aman bagi karyawan, kontraktor dan
keluarganya.
5. Menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pengembangan masyarakat.
6. Menjadikan peningkatan mutu yang berkesinambungan sebagai falsafah hidup.

2.7 Struktur Organisasi Perusahaan


Sejak tanggal 11 Maret 1995 PT CPI memberlakukan struktur organisasi baru
yakni bentuk departemen menjadi Strategic Bussiness Unit (SBU) yang bersifat tim
kerja sehingga dalam perusahaan seakan-akan ada perusahaan-perusahaan kecil.
Dalam SBU ini dibentuk unit-unit yang beranggotakan orang-orang dengan disiplin
ilmu dan keahlian tertentu. Dalam unit ini setiap anggota diarahkan pada kerja sama
tim sebagai suatu kelompok kerja. Dengan demikian dalam setiap unit terdapat
sumber daya yang cukup untuk melakukan bisnis sendiri. Team ini dikepalai oleh
seorang Team Manager yang membawahi seksi-seksi seperti seksi teknisi,
manajemen, dsb, sehingga menjadi satu team organisasi yang lengkap.Setiap team
Manager dikepalai atau dikoordinasi oleh seorang Superintendent. Hal ini
dimaksudkan untuk melakukan efisiensi kinerja perusahaan dan mengurangi panjang
birokrasi perusahaan suatu bidang yang dapat dilihat dari kebijaksanaan perusahaan
PT CPI untuk melaksanakan kontrak atau hubungan kerjasama dengan kontraktor
dengan melakukan tender terbuka terhadap penyediaan alat-alat, mesin-mesin serta
alat transportasi.

Dengan manajemen sistem SBU ini, otonomi tiap unit menjadi semakin besar
(desentralisasi) sehingga diharapkan efektifitas. Dan efisiensi perusahaan dengan
semboyan “Our Journey to World Class Company” ini semakin tinggi.

Pengorganisasian SBU menghubungkan proses pengembangan dan pengelolaan


loading minyak menjadi satu unit, sedangkan organisasi pendukung digerakkan oleh
proses dan dirancang untuk meningkatkan semangat kerja team.

PT CPI membagi perusahaannya dalam 7 SBU, yaitu :

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 17


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Rumbai SBU, dengan wilayah operasi meliputi area Petapahan, Zamrud, Libo

dan Pedada.
 Minas SBU, merupakan daerah lapangan minyak yang memiliki kadar

belerang yang rendah, dan dikenal dengan Minas Crude.


 Duri SBU, merupakan penghasil minyak terbesar PT CPI yang memiliki

injeksi uap terbesar di dunia, wilayah operasinya meliputi lapangan minyak


Duri dan Kulin.
 Bekasap SBU, wilayah operasinya meliputi daerah Petani dan Bekasap.

 Support Operation SBU, bertanggung jawab atas transportasi dan pengisian

minyak, pembangkit listrik, operasi perbaikan, dan jasa transportasi angkutan


darat dan laut.
 Exploration and Technical Support SBU.

 Safety, Health and Environment (SH&E) SBU

Mulai tahun 2005 struktur organisasi PT CPI mulai berubah lagi.


Kepemimpinan PT CPI dipegang oleh seorang President Director yang
berkedudukan di Jakarta. Sedangkan kepemimpinan di Sumatera dipegang oleh
seorang Managing Director.

2.8 Kesejahteraan dan Keselamatan Kerja


Untuk kesejahteraan karyawan PT CPI menyediakan fasilitas antara lain:

 Tunjangan khusus yang besarnya sesuai dengan daerah kerja dan golongan
pekerja. Sifat tunjangan khusus ini adalah bukan merupakan unsur upah pokok.
 Tunjangan khusus Batam, diberikan apabila pekerja dipindahkan secara
permanen ke dan bertempat tinggal di Pulau Batam. Sifat tunjangan ini bukan
merupakan unsur dari upah pokok dan besarnya adalah 70% dari upah pokok.
 Fasilitas angkutan/kendaraan dari perusahaan yang dipergunakan untuk pergi
dan pulang dari kantor ke tempat tinggal mereka.
 Bantuan pengganti biaya angkutan kecuali pekerja yang memperoleh fasilitas
angkutan/kendaraan dari perusahaan.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 18


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Fasilitas perumahan perusahaan bagi semua golongan pekerja.


 Bantuan pengganti biaya perumahan bagi pekerja yang belum mendapat fasilitas
perumahan karena terbatasnya fasilitas perumahan perusahaan yang ada, atau
kepada pekerja yang atas permintaannya tinggal di luar fasilitas perumahan.
 Perusahaan akan memberikan bantuan biaya pemeliharaan secara bersih setiap
bulan menurut kelas upah pekerja kepada pekerja yang sudah mengambil
fasilitas pinjaman kepemilikan rumah dari perusahaan dan tidak menempati
rumah perusahaan.
 Tunjangan Hari Raya Keagamaan.
 Jaminan selama pekerja sakit.
 Tunjangan istirahat tahunan.
 Bantuan perusahaan selama menjalankan ibadah Haji bagi yang memeluk agama
Islam, baik berupa ongkos naik haji, biaya pengangkutan ke tempat
pemberangkatan ataupun kedatangan dan biaya pengurusan dokumen-dokumen
yang diperlukan.
 Bantuan bersalin bagi pekerja wanita atau istri pekerja yang diakui oleh
perusahaan.
 Perlengkapan kerja berupa pakaian kerja, pakaian seragam, sepatu keselamatan,
jas hujan dan jaket.
 Biaya pengobatan dan pemeliharaan bagi pekerja yang mendapatkan kecelakaan
kerja.
 Tunjangan kematian bagi keluarga pekerja.
 Pelayanan kesehatan gratis, berupa pemeriksaan kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan bagi pekerja dan keluarganya.
 Sarana olahraga, seperti kolam renang, fitness centre, bowling, basket, tenis, golf
dan lain-lain.
 Fasilitas dan tunjangan perjalanan dinas untuk pekerja dan anggota keluarganya
yang oleh perusahaan diminta untuk mendampingi/mengikuti pekerjaan tersebut.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 19


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Pengangkutan untuk bertemu keluarga bagi pekerja yang tinggal di dalam status
lajang di tempat kerja yang baru.
 Bantuan pendidikan bagi anak pekerja, berupa beasiswa anak pekerja di Sekolah
Menengah Umum dan Perguruan Tinggi.
Kegiatan produksi di PT CPI mempunyai resiko yang cukup tinggi.
Kemungkinan terjadinya kecelakaan adalah besar. Untuk itu diperlukan kesadaran
dan usaha preventif terhadap kemungkinan bahaya yang datang setiap saat. PT CPI
menekankan hal ini pada setiap karyawannya untuk selalu mementingkan
keselamatan kerja (First Safety). Program yang diterapkan oleh PT CPI adalah
dengan pelaksanaan program “Safety”. Pada intinya program ini diarahkan pada tiga
sasaran, yaitu human, equipment dan procedure. Ketiga elemen tersebut mempunyai
peranan yang sama pentingnya dalam menciptakan suasana kerja yang selamat.

Langkah-langkah yang diambil untuk menanamkan kesadaran dan


keselamatan kerja bagi karyawannya adalah :

1. Mengadakan latihan rutin tentang keamanan dan keselamatan kerja.


2. Menghilangkan keadaan atau tindakan-tindakan yang berbahaya.
3. Mengadakan inspeksi, pengaturan tata ruang yang baik dan menyediakan
prosedur kerja yang tertib.
4. Mencegah dan menghindari terjadinya kecelakaan berarti menekan biaya
produksi dalam penggantian alat-alat maupun pemeliharaan akibat kecelakaan
kerja.
Berdasarkan falsafah keunggulan beroperasinya, PT CPI sangat
memperhatikan keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungannya yaitu “Do It safely
or Not At All dan There is always time to do it right”. Untuk memenuhi hal tersebut
maka PT.CPI mempunyai komitmen untuk selalu mematuhi setiap peraturan hukum
pemerintah, menjaga standar etika, menyadari bahwa pekerjaan merupakan sumber
daya yang tak ternilai, menjaga lingkungan hidup dan menopang masyarakat sekitar
serta menerapkan perbaikan kualitas kehidupan sebagai jalan hidupnya.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 20


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

2.8.1 Health, Environment and Safety (HES)


Healthy, Environment and Safety (HES), merupakan salah satu kebijakan
yang dibuat guna menunjang terpenuhinya nilai-nilai di atas, sehingga tujuan
perusahaan bisa tercapai. PT CPI telah lama menerapkan keselamatan kerja dalam
strategi bisnisnya, namun dengan adanya isu baru mengenai dampak lingkungan
maka PT CPI juga turut berperan aktif dalam menerapkan kebijakan yang
menyangkut lingkungan hidup maupun lingkungan kerja.
HES merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh PT Chevron Pacific
Indonesia untuk melaksanakan usahanya secara etis dan dengan penuh rasa tanggung
jawab sosial untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pegawai, mitra kerja,
keluarga dan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan.
Merupakan cita-cita PT CPI untuk diakui oleh lingkungan industri dan
masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi sebagai pelopor dalam kinerja
kesehatan, lingkungan, keselamatan, kehandalan dan efisiensi.
Untuk mewujudkan cita-cita di atas PT CPI akan menunjukkan
kepemimpinan yang sadar sosial dan memperlihatkan keteladanan dalam
pelaksanaan-pelaksanaan program kesehatan, lingkungan dan keselamatan.
Memastikan kepatuhan terhadap kebijaksanaan ini, semua peraturan dan perundang-
undangan kesehatan, lingkungan, keselamatan dan standar industri yang diakui serta
membuat peraturan sendiri bila belum ada peraturan yang berlaku. Memastikan agar
semua karyawan perusahaan dan mitra kerja memahami tanggung jawab mereka atas
kesehatan, lingkungan dan keselamatan.

2.8.2 Health (Kesehatan)


Bidang ini bertanggung jawab untuk menjadikan lingkungan fisik yang baik dan
tidak berpengaruh buruk pada kesehatan. Bagian-bagian yang diawasi antara lain,
yaitu :

1. Penyediaan Air

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 21


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Air yang dikonsumsi ataupun yang dibuang ke hutan parameternya selalu


dikontrol secara kontiniu agar tidak mencemari lingkungan dan aman untuk
dikonsumsi. Diantara parameter-parameter tersebut antara lain : pH, total
dissolved solid, kesadahan, biocide, temperatur.

2. Pengelolaan Sampah
Sampah yang berasal dari pekerjaan bangunan akan dibakar. Sampah dari
laboratorium akan diproses sehingga tidak membahaya-kan. Sampah yang
berasal dari bahan beracun (B3) akan dikirim ke Balai Pengolahan di Bogor
untuk diolah lebih lanjut. Limbah yang berasal dari kotoran manusia akan
dimasukkan ke-septic tank yang terdapat di perumahan.

3. Pengawasan Terhadap Makanan dan Minuman


Makanan yang terdapat di Mess Hall, commisary, dan sanggar karyawan
diperiksa secara berkala. Pengawasan juga meliputi masakan kadaluarsa
suatu produk.

4. Pest Control
Pest control adalah pengendalian terhadap hewan penyebar penyakit dan
hewan pengganggu. HES menyediakan pekerja untuk membasmi hewan-
hewan tersebut bila diminta oleh penghuni camp. dan melakukan
pembasmian berkala terhadap penyakit malaria dan demam berdarah.

2.8.3 Environment (Lingkungan)


Bagian Environment mengatasi masalah yang menyangkut pencemaran
terhadap lingkungan seperti pencemaran tanah oleh tumpahan minyak atau buangan
minyak ke hutan, pencemaran air produksi yang diizinkan untuk diinjeksikan ke
dalam tanah.

2.8.4 Safety (Keselamatan)


Bidang safety menangani masalah keselamatan kerja. Hasil inspeksi dan audit
yang dilakukan oleh Chevron Texaco, IBU Management dan tim HES beberapa tahun

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 22


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

terakhir menunjukkan bahwa dalam beberapa hal dibidang keselamatan perusahaan


bisa lebih baik. Temuan-temuan dan hasil pengamatan itu memberikan peluang untuk
perbaikan terutama di area dasar-dasar keselamatan. Berdasarkan inilah kemudian
Managemen IBU mencanangkan fokus perbaikan di bidang fundamental safety.
Lebih lanjut kemudian fundamental safety work practice didefinisikan sebagai 7
elemen dasar keselamatan. Elemen tersebut adalah Access Control, Work Permit,
Personal Protective Equipment (PPE), Lock Out Tag Out (LOTO), Standard
Operating Procedure (SOP), Job Safety Analysis (JSA), Material Safety Data Sheet
(MSDS) dan Housekeeping.

Kegiatan yang menjadi tanggung jawab bagian ini adalah :

a. Melakukan pembelian barang-barang penunjang keselamatan kerja dan kesehatan


lingkungan,pelatihan terhadp HES.
b. Melakukan perawatan terhadap alat-alat keselamatan dan melakukan inspeksi.
c. Melakukan pencegahan dan melacak sebab terjadinya kecelakaan melalui
perencanaan yang baik.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 23


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB III
DEPARTEMEN POWER GENERATION AND TRANSMISSION

3.1 Tinjauan Umum


Untuk menjalankan semua mesin-mesin produksi di PT CPI, baik di pompa
angguk maupun ESP (Electrical Submersible Pump) serta peralatan listrik lainnya,
diperlukan energi listrik dalam jumlah yang cukup besar. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, PT CPI memiliki departemen khusus yang menangani sistem
kelistrikan yang terdiri dari pembangkitan, transmisi dan distribusi.
Sampai tahun 1968, sebagian besar dari kebutuhan listrik PT CPI diperoleh
dari puluhan buah enginator (perpaduan mesin dan generator) yang tersebar disetiap
lokasi dengan kapasitas sekitar 60 KW. Pada saat itu sistem enginator masih
dirasakan efisien untuk memasok energi listrik yang dibutuhkan untuk menggerakkan
pompa di sumur pengeboran. Melihat perkembangan sumur minyak yang
menggunakan pompa semakin banyak dilokasi yang berjauhan, manajemen PT CPI
membuat sebuah sistem tenaga listrik yang lebih handal dibandingkan dengan hanya
mengandalkan enginator.
Pada tahun 1969 diresmikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas
(PLTG) Duri yang terdiri dari 2 unit generator turbin gas Sulzer buatan Swiss dengan
kapasitas masing-masing 10 MW. Dengan beroperasinya PLTG Duri ini lahirlah
sebuah departemen baru di PT CPI, yang dikenal dengan nama Power Generation
and Transmission (PGT) yaitu sebuah departemen bertugas menyediakan tenaga
listrik dan menghasilkan uap melalui pemanfaatan panas dari gas buang turbin untuk
mendukung kebutuhan RG-SBU.
Dari tahun ke tahun jumlah unit turbin gas ini semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya kebutuhan daya listrik di PT CPI. Saat ini di PT CPI terdapat
empat buah PLTG yang beroperasi dan sebuah PLTG yang berukuran 300 MW
(COGEN), antara lain :

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 24


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Minas Gas Turbin (MGT) sebanyak 11 unit gas turbin dengan daya 232 MW.
Tapi sekarang hanya mensuplai sekitar 100 MW, maksimum.
 Central Duri Gas Turbin (CGT) sebanyak 5 unit gas turbin dengan daya 145
MW. Tapi sekarang hanya mensuplai sekitar 105 MW, maksimum.
 North Duri (COGEN) sebanyak 3 unit gas turbin dengan daya 300 MW
Keseluruhan daya yang dibangkitkan oleh generator-generator di tiga titik
pusat pembangkit itu mencapai 475 MW. Daya yang dipakai oleh keseluruhan beban
saat ini sekitar 460-470 MW. Sedangkan dalam penyaluran daya listriknya, saluran
pada PT CPI terbagi atas:

1. Saluran transmisi 230 kV


2. Saluran transmisi dan interkoneksi 115 kV
3. Saluran sub transmisi 44 kV
4. Saluran distribusi 13,8 kV dan 4,16 kV

PINANG
DURI
PROJECT
ND = North Duri
P
230 KV Switchyard G
BANGKO &
ND-CD 115 kV Tie Line T
SINTONG BATANG
115 KV
ND P
Subs. 230 KV TRANSMISSION r
CENTRAL SYSTEM o
DURI
Rental POWER j
GT at ROKAN PEMATANG MAIN PLANT e
Kerang c
115 KV
DURI POWER t
MENGGALA STATION 230 KV
SO. BEKASAP s
BEKASAP KBJ
S
PUNGUT KBJ 230/115 kV c
KB 115 KV 115 KV switchyard o
J p
LIBO EXISTING NEW
e
SURAM 4
PETAPAHAN KOTABATAK 3D
B
Keterangan : TEMP. 5B
: Dioperasikan dan dimiliki oleh Caltex. KOTABATAK
: Tidak beroperasi lagi. 4D
6D
6DN PUSAKA PEDADA

TO BERUK /
ZAMRUD
fffl;fdjgo;fdjgl;
dfkg;l(op(op BERUK
M INAS POWER erated by ZAMRUD
PLANT 8C 8D CPI)

Gambar 3.1 CPI Power System One Line Diagram

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 25


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Sebagai departemen yang bertanggung jawab membangkitkan dan mencatu


daya listrik di perusahaan ini, Departemen PGT yang bernaung didalam Divisi
Support Operation mengemban tugas sebagai berikut :
 Membangkitkan daya listrik yang cukup dan berkesinambungan secara efisien
guna memenuhi pertumbuhan beban di PT CPI.
 Mencatu daya listrik yang andal dan baku guna memenuhi kebutuhan operasi PT
CPI.
 Memanfaatkan gas buang panas dari turbin-turbin gas di Central Duri secara
maksimal untuk menghasilkan uap guna kebutuhan operasi Duri Steam Flood.
 Mempertahankan keselamatan kerja yang tinggi.

3.2 Struktur Organisasi PGT

Dalam struktur organisasi perusahaan, PGT termasuk salah satu departemen yang
bernaung dibawah Support Operation SBU. Sejalan dengan misi yang digariskannya,
PGT memiliki misi sebagai berikut :

“ Menyediakan tenaga listrik dan menghasilkan uap melalui pemanfaatan panas


dari gas buang turbin untuk mendukung kebutuhan RG&SBU dan lainnya dengan
menjunjung tinggi kepentingan pelanggan, pengendalian mutu terpadu serta
keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja.”

Dalam menjalankan pengoperasian sehari-hari, PGT memiliki sub-sub bagian


yaitu:

1. MGR Operation
2. REM
3. Bus Sup

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 26


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

3.2.1 MGR operation

3.2.1.1 Transmission Distribution and Operation Engineering (TDO)

Transmission Distribution Operation (TDO) merupakan tim di PGT yang


bertanggung jawab dalam pengiriman dan pendistribusian tenaga listrik yang
dihasilkan oleh unit pembangkit ke beban, seperti pompa-pompa di sumur-sumur
minyak, mesin-mesin industri penyangga, penerangan jalan dan sebagainya. Selain
itu, TDO juga mempunyai tugas lain, yaitu memelihara dan memperbaiki jaringan
transmisi dan distribusi di PT CPI.

Dalam rangka menjalankan tugasnya, tim ini dibagi lagi menjadi beberapa
unit yaitu:

a. Power Line Maintenance


Bertugas memeriksa jaringan transmisi dan distribusi dan mengirim informasi
jika terjadi kerusakan pada jaringan yang dapat menimbulkan gangguan untuk
diperbaiki dengan menggunakan patroli jaringan (line patrol). Aktivitas lainnya
adalah memelihara dan memperbaiki jaringan transmisi dan distribusi serta
melaksanakan commissioning untuk instalasi yang baru dan menghubungkannya
dengan jaringan yang sudah beroperasi. Dalam melakukan tugas perbaikan tersebut
harus diperhitungkan dampak kehilangan produksi dari sumur-sumur minyak
produksi. Jika pekerjaan tersebut dianggap mengganggu produksi minyak, maka akan
dilakukan pekerjaan dalam keadaan bertegangan (PDKB) atau hot line work.

b. Substation and Control System

Kegiatan yang dilakukan antara lain memasang, memelihara dan memperbaiki


seluruh peralatan yang terpasang pada substation seperti circuit breaker, switchgear,
trafo, relay dan lain-lain.

c. Power System Operation (PSO)

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 27


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Kegiatan unit rekayasa sistem ini antara lain menganalisa segala gangguan
yang mungkin terjadi di areanya masing-masing dan mengusahakan perlindungan
secara maksimal. Secara keseluruhan, tugas PSO adalah:

 Bertanggung jawab terhadap kelancaran aliran energi listrik.


 Menentukan pengaturan relay suatu jaringan.
 Menganalisa gangguan dan memberikan solusi terbaik.
 Merancang suatu sistem tenaga listrik dengan tingkat kestabilan yang bisa
diandalkan
Karena unit kerja yang harus ditangani TDO sangat luas, tim ini dibagi
berdasarkan daerah operasinya. Tiap-tiap wilayah dipimpin oleh satu orang Team
Manager. Ada empat unit TDO dalam departemen yaitu:

1. TDO Bekasap : meliputi daerah Bekasap/Petani, Libo, Bangko/Balam, distrik


Duri dan sekitarnya.
2. TDO Duri : meliputi Duri field, kulim, distrik Dumai dan sekitarnya.
3. TDO Minas : meliputi disrik Minas, Minas field dan sekitarnya.
4. TDO Rumbai : meliputi distrik Rumbai, Pedada, Petapahan, dan sekitarnya.

3.2.1.2 Power System & Generation (PSG)

PSG merupakan salah satu tim yang berada di bawah PGT yang memiliki
tugas utama untuk menangani pembangkitan energi listrik untuk keperluan PT CPI.
Di samping itu, PSG juga bertanggung jawab untuk memelihara dan mengoperasikan
sistem pembangkit gas turbin pada keempat PTTG.

Tim PSG dikepalai oleh seorang Manager . PSG memiliki tim-tim yang
mempunyai tugas masing-masing antara lain:

a. Tim Power Plant.


 Mengendalikan operasi power plant yang meliputi starting dan mematikan
generator serta gas turbin.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 28


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Menjaga kelangsungan ketersediaan energi listrik.


 Menjaga mutu energi listrik yang dihasilkan.
b. Tim Power System Management
 Menyusun jadwal pembangkitan dan penyaluran energi listrik, modifikasi dan
rekayasa masalah yang menyangkut operasi DSC dan lain-lain.
 Menangani pembelian spare part dan komponen yang dibutuhkan.
 Perencanaan ke depan dan koordinasi dengan bagian lain.
c. Tim Conditioning Monitoring
 Mengadakan inspeksi peralatan sistem pembangkit dan sistem kontrol
 Pengetesan sistem control
 Mengajukan rekomendasi untuk perbaikan ke bidang Gas Turbine Maintenance.
Selain menangani masalah pembangkitan tenaga listrik, PSG juga menangani
pemanfaatan gas buang dari turbin. Saat ini pemanfaatan gas buang terdapat di
Central Duri dan North Duri. Gas buang ini dimanfaatkan untuk membuat uap
dengan menggunakan alat yang dinamakan Waste Heat Recovery Steam Generator
(WHRSG). Uap ini dimanfaatkan oleh bagian produksi untuk proyek injeksi uap Duri
atau Duri Steam Flood (DSF) dimana dengan adanya injeksi uap ini, minyak yang
berada di ladang Duri menjadi mudah diangkat oleh pompa sehingga kerja pompa
menjadi lebih ringan.

3.2.2 REM

Tim GMT terdiri dari beberapa tim yaitu Technical Support Duri &Minas,
Support Shop, Maintenance execution dan Material and Spare Parts. Tugas tim
tersebut adalah:
 Mengadakan pemeriksaan terhadap turbin gas
 Mengganti dan memperbaiki bagian turbin gas yang rusak
 Melakukan pengetesan sistem kontrol dan perbaikan seperlunya.
 Menangani pembelian spare part yang dibutuhkan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 29


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Melakukan perencanaan ke depan


 Menyusun jadwal perbaikan, modifikasi dan pemecahan masalah rekayasa.

3.2.3 Bus Sup


Tim support merupakan tim yang bertugas untuk menangani masalah-masalah
administrasi departemen, hubungan inter-departemen maupun antardepartemen atau
dengan relasi lain.

Tim engineering bertugas mengkoordinasikan segala hal yang berkaitan


dengan pengembangan dan perencanaan misalnya estimasi jumlah beban sepuluh
tahun yang akan datang sehingga dapat dilakukan antisipasi dengan membangun
power plant tambahan untuk mengimbangi meningkatnya beban. Di samping itu BES
juga menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional PGT dan
mengusahakannya agar mencapai taraf optimal. Tanggung jawab dari BES antara
lain:

a. Bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan dari PGT


b. Melakukan kegiatan penelitian untuk menghasilkan rancangan estimasi
pertumbuhan beban dengan menggunakan parameter yang ada, misalnya
pertumbuhan sumur minyak, bertambahnya mesin pompa produksi dan
sebagainya.
c. Bertanggung jawab atas pengembangan proyek untuk mengimbangi
pertumbuhan beban, misalnya perluasan jaringan transmisi dan pembangunan
PLTG baru.
d. Penelitian dan perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk membangkitkan listrik
per kWh dan biaya operasional lainnya.
Tim BES ini sendiri dikepalai oleh seorang manager. BES itu sendiri terdiri
dari beberapa unit kerja yaitu Planning and Budget, Design and Construction, IT and
Support System, Safety Health and Environment, dan Quality Improvement. Tim ini
juga membawahi pengoperasian DSC.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 30


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB IV
SISTEM KELISTRIKAN PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

4.1 Gambaran Umum


Sistem tenaga listrik dari beberapa elemen penting, yaitu sistem pembangkit,
sistem transmisi sistem sub-transmisi dan sistem distribusi. PT. CPI menggunakan
sistem pembangkit sendiri dengan jaringan tenaga listrik 60 Hz, yang sudah
terinterkoneksi di seluruh wilayah operasi yang meliputi Rumbai, Minas, Duri, dan
Dumai.

Gambar 4.1 Sistem Tenaga Listrik PT Chevron Pacific Indonesia

Dalam sistem pembangkitkan tenaga listrik, PT Chevron Pacific Indonesia


menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang merupakan rangkaian
instalasi mekanik dan elektrik dimana gas sebagai hasil produk pembakaran
diekspansikan kedalam turbin sebagai penggerak mula (prime mover) generator untuk
menghasilkan energi listrik. Penggunaan turbin gas oleh PT Chevron Pacific
Indonesia lebih dengan alasan tersedianya gas alam dalam jumlah yang memadai
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 31
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

serta melimpah sebagai hasil sampingan selain minyak bumi. Selain itu, waktu start
yang dibutuhkan turbin gas lebih cepat yaitu kurang dari 15 menit dibandingkan
turbin uap yang membutuhkan waktu berjam-jam karena harus memanaskan air
dalam boiler terlebih dahulu.
Pada saat ini, kebutuhan tenaga listrik PT Chevron Pacific Indonesia diperoleh
melalui empat unit power plant, yaitu :
1. Minas Gas Turbin (MGT) sebanyak 11 unit turbin gas dengan daya 229 MW.
2. Central Duri Gas Turbin (CGT) sebanyak 5 unit turbin gas dengan daya 100
MW.
3. Duri Gas Turbin (DGT) sebanyak 1 unit turbin gas dengan daya 20 MW.
4. North Duri sebanyak 3 unit turbin gas dengan daya masing – masing 100 MW
sehingga total semuanya adalah 300 MW.
Keseluruhan daya yang diperoleh dari ketiga generator-generator pembangkit itu
mencapai 649 MW. Daya keseluruhan beban yang dipakai saat ini mencapai 440
MW. Pada daerah operasi North Duri, tegangan yang dibangkitkan oleh generator
sebesar 13.8 kV. Tegangan keluaran yang dihasilkan oleh generator ini akan
dinaikkan terlebih dahulu menggunakan trafo step up yang berada di wilayah
pembangkit. Tujuan dari penaikkan tegangan ini adalah untuk memperkecil nilai arus
sehingga memperkecil nilai rugi-rugi (losses) P = I2R. Dengan arus yang kecil
mengakibatkan luas penampang pada konduktor yang digunakan juga menjadi kecil
dan lebih ekonomis. Di samping itu, dengan menaikkan besar tegangan juga akan
memperkecil voltage drop yang terjadi. Namun untuk mengatasi hal-hal tersebut,
pada gardu induk dilengkapi dengan voltage regulator untuk menjaga besarnya
tegangan agar tetap stabil.
Besarnya nilai tegangan yang dinaikkan oleh trafo step up adalah 230 kV. Pada
substation, tegangan 230 kV ini dibagi lagi sesuai dengan kebutuhan dan jarak
transmisi, seperti diturunkan menjadi 115 kV, 44 kV, dan 13.8 kV. Tegangan
transmisi yang digunakan adalah 230 kV, 115 kV, dan 44 kV. Tegangan 230 kV
ditransmisikan ke gardu induk lainnya yang letaknya sangat jauh, tegangan 115 kV
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 32
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

ditransmisikan ke gardu yang letaknya jauh sedangkan tegangan 44 kV


ditransmisikan ke gardu yang letaknya dekat. Saluran transmisi yang digunakan oleh
PT Chevron Pacific Indonesia adalah saluran udara yaitu Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) untuk tegangan 230 kV dan Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) untuk tegangan 115 kV. Untuk jaringan transmisi 230 kV menggunakan
tiang berupa menara (tower) karena tegangan yang ditransmisikan sangat tinggi
sehingga diperlukan keamanan (safety) agar tidak mudah mengalami gangguan
seperti gangguan binatang serta pepohonan- pepohonan yang tinggi.

(a) (b) (c)


Gambar 4.2 Saluran Transmisi (a) 230 kV, (b) 150 kV, (c) 44 kV

Setelah melalu proses transmisi, tegangan kemudian diturunkan kembali


dengan menggunakan trafo step down untuk didistribusikan ke beban-beban yang
berada di daerah operasi PT Chevron Pacific Indonesia. Sistem distribusi yang
digunakan adalah jenis radial dengan tegangan distribusi 13.8 kV. Adapun tegangan
yang pada saluran distribusi yang digunakan dalam daerah operasi PT Chevron
Pacific Indonesia, yaitu :
1. Saluran distribusi 13.8 kV yang merupakan saluran udara (over head line)
sebagai feeder yang mensuplai pompa motor di ladang minyak yang tersebar,

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 33


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

mensuplai kebutuhan perumahan dan perkantoran di PT Chevron Pacific


Indonesia.
2. Saluran distribusi 4.16 kV yang merupakan saluran udara dan saluran bawah
tanah (underground cable) yang berfungsi sebagai jaringan untuk area
perkantoran dan catu daya untuk motor-motor listrik pada pompa.

Gambar 4.3 Saluran Distribusi 13.8 kV


Dengan menggunakan trafo step down, tegangan tersebut diturunkan menjadi
110 V dan 220 V agar dapat digunakan dalam pemukiman karyawan dan kantor, serta
480 V untuk kebanyakan motor listrik dan pompa. Dalam menjaga kestabilan
tegangan, PT Chevron Pacific Indonesia menggunakan banyak transformator
distribusi pada daerah lokasi pompa minyak di lapangan, perkantoran serta
perumahan. Setiap pompa minyak memiliki satu trafo distribusi. Sementara di
kawasan perumahan, terdapat trafo distribusi yang melayani satu hingga lima rumah.
Dengan demikian ketersediaan dan kontinuitas listrik dapat dipertahankan.

4.2 Peralatan Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik


Adapun peralatan transmisi dan distribusi tenaga listrik yang terdapat di
daerah operasi PT Chevron Pacific Indonesia, yaitu sebagai berikut :

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 34


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.1 Substation (Gardu Induk)


Substation merupakan komponen sistem tenaga listrik yang berfungsi sebagai
pusat penyaluran (transmisi) yang menghubungkan sistem tranmisi tegangan tinggi
dengan saluran-saluran dan gardu-gardu distribusi. Adapun fungsi dari substation
yaitu untuk :
a. Mengubah besaran tegangan.
b. Mengatur tegangan untuk mengimbangi voltage drop sistem.
c. Mengatur kuantitas aliran daya listrik pada jaringan transmisi dan distribusi.
d. Menghubungkan generator ke jaringan transmisi dan distribusi.
e. Melakukan interkoneksi antar jaringan.
f. Menghubungkan sinyal komunikasi ke jaringan transmisi.
Untuk mendukung fungsi di atas, di substation terdapat beberapa peralatan
diantaranya adalah :
4.2.1.1 Transformator Daya
Transformator daya adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk
menyalurkan daya / tenaga listrik dari suatu level tegangan ke level tegangan tertentu.
Adapun jenis dari transformator daya yang digunakan di North Duri Substation yaitu
transformator step down. Penggunaan transformator step down untuk menurunkan
tegangan yang dihasilkan dari trafo step up 230 kV di pembangkit menjadi tegangan
115 kV. Di samping itu, terdapat juga trafo step down yang menurunkan tegangan
115 kV menjadi tegangan 13.8 kV.
Dalam operasi penyaluran tenaga listrik transformator dapat dikatakan jantung
dari transmisi dan distribusi. Dalam kondisi ini suatu transformator diharapkan dapat
beroperasi secara maksimal (kalau bisa secara terus menerus tanpa berhenti).
Mengingat kerja keras dari suatu transformator seperti itu, maka cara pemeliharaan
juga dituntut sebaik mungkin.Oleh karena itu tranformator harus dipelihara dengan
menggunakan sistem dan peralatan yang benar, baik dan tepat.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 35


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

(a) (b) (c)


Gambar 4.4 Trafo Step Down (a) 230 / 115 kV, (b) 115 / 13.8 kV (c) 13.8 kV / 220V
Perubahan temperatur akibat perubahan beban menyebabkan seluruh
komponen trafo menjadi panas, oleh karena itu untuk mengurangi panas pada trafo
dilakukan pendinginan pada trafo. Adapun sistem pendinginan pada trafo
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

 ONAN (Oil Natural Air Natural)


 Sistem pendingin ini menggunakan sirkulasi minyak dan udara secara
alamiah. Sirkulasi minyak yang terjadi disebutkan oleh perbedaan berat jenis
antara minyak yang dingin dengan minyak yang panas.
 ONAF (Oil Natural Air Force)
 Sistem pendingin ini menggunakan sirkulasi minyak secara alami
sedangkan sirkulasi udaranya secara buatan, yaitu dengan menggunakan
hembusan kipas angin yang digerakkan oleh motor listrik. Pada umumnya
operasi trafo dimulai dengan ONAN atau dengan ONAF tetapi hanya

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 36


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

sebagian kipas angin yang berputar. Apabila suhu trafo sudah meningkat
maka kipas angin yang lainnya akan berputar secara bertahap.
 OFAF (Oil Force Oil Force)
 Sistem ini menggunakan sirkulasi minyak yang digerakkan oleh kekuatan
pompa sedangkan sirkulasi udara menggunakan kipas angin.
Selain itu, pada trafo daya terdapat Tap Changer Trafo (Perubahan Tap) yang
merupakan alat perubah pembanding transformasi untuk mendapatkan tegangan
operasi sekunder yang sesuai dengan tegangan sekunder yang diinginkan dari
tegangan primer yang berubah-ubah. Untuk Tap Changer yang hanya dapat
dioperasikan pada keadaan trafo tidak bertegangan disebut dengan “Off Load Tap
Changer”.
4.2.1.2 Voltage Regulator
Voltage regulator merupakan suatu peralatan tenaga listrik yang digunakan
untuk menjaga kestabilan tegangan sesuai dengan tingkat tengangan yang ditentukan.
Tegangan yang tidak stabil ini diakibatkan oleh adanya penurunan tegangan dari
pembangkit ke gardu induk transmisi akibat dari losses yang dihasilkan sepanjang
kawat penghantar. Di samping itu, kenaikan tegangan juga dapat terjadi akibat
lepasnya beban. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan atau
pada benda lainnya.

Gambar 4.5 Voltage Regulator

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 37


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Di North Duri Substation terdapat dua jenis voltage regulator yaitu voltage
regulator yang konstruksinya menyatu dengan 230 / 115 kV dan voltage regulator
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
4.2.1.3 Coupling Capacitor and Potential Device (CCPD)
CCPD adalah alat penurunan tegangan yang digunakan untuk mengukur
tegangan tinggi 230 kV dan 115 kV. Prinsip kerja dari CCPD ini adalah membagi
tegangan dari kapasitor.

Gambar 4.6 Coupling Capacitor dan Potential Device

4.2.1.4 Lightning Arrester


Lightning Arrester adalah alat pelindung / pengaman peralatan listrik pada
gardu induk dari tegangan lebih akibat sambaran petir (lightning surge) pada kawat
transmisi ataupun disebabkan oleh sentakan penghubung (switching surge). Dalam
keadaan normal, lightning arrester bersifat tidak bisa menyalurkan arus listrik
(isolator) sedangkan dalam keadaan terjadi gangguan, lightning arrester akan bersifat
konduktif dengan menyalurkan arus listrik ke bumi.
Di North Duri Substation, lightning arrester dilengkapi dengan counter yang
membantu memberikan informasi tentang jumlah tegangan petir yang mengalir ke
lightning arrester.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 38


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 4.7 Lightning Arrester


4.2.1.5 Circuit Breaker (CB)
Circuit Breaker adalah suatu alat pemutus rangkaian listrik pada sistem tenaga
listrik yang mampu membuka (ON) dan menutup (OFF) rangkaian pada semua
kondisi, termasuk arus hubung singkat sesuai dengan ratingnya dan juga pada kondisi
tegangan yang normal atau tidak normal. Pada saat ini, PT Chevron Pacific Indonesia
sedang mengusahakan pemakaian Gas Circuit Breaker (GCB) secara keseluruhan
dikarenakan beban perawatan (maintenance) yang lebih mudah. Namun untuk
sekarang ini, penggunaannya masih mengkombinasikan antara Gas Circuit Breaker
(GCB) dan Vacuum Circuit Breaker (VCB).

(a) (b)
Gambar 4.8 (a) Gas Circuit Breaker, (b) Vacuum Circuit Breaker

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 39


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.1.6 Switch
Switch adalah alat yang digunakan untuk mengisolasi atau memisahkan
peralatan dari sistem yang masih bertegangan, mem-bypass peralatan serta
mentanahkan (grounding) peralatan. Alat ini berperan penting terutama dalam hala
perawatan peralatan sistem tenaga listrik seperti perawatan circuit breaker. Adapun
jenis-jenis switch yang dipakai pada substation antara lain :
 Line Switch
Line Switch berfungsi untuk mengisolasi suatu cabang saluran transmisi atau
distribusi dari feeder utama.

Gambar 4.9 Line Switch

Line Switch ini terhubung secara langsung dengan ground switch. Ketika line
switch on, maka ground switch off.
 Ground Switch
Ground Switch berfungsi untuk mentanahkan peralatan listrik yang terhubung
secara langsung dengan line switch.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 40


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 4.10 Ground Switch


 By-pass Switch
By-pass Switch adalah peralatan untuk mem-bypass peralatan tegangan tinggi
terutama pada saat peralatan tenaga listrik tersebut dalam keadaan maintenance.

Gambar 4.11 By-pass Switch


4.2.1.7 Fuse

Fuse adalah peralatan pemutus aliran listrik yang bekerja dengan sistem
thermal (berkaitan dengan panas), yaitu apabila komponen fuse yang bernama fuse
link dilewati oleh arus yang besar, maka fuse akan melebur atau putus sehingga aliran
listrik akan terputus pula.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 41


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 4.12 Fuse


4.2.1.8 Bus

Bus merupakan terminal tempat pengambilan sumber listrik. Semua peralatan


pada gardu induk dihubungkan ke bus sebagai pertemuan atau hubungan trafo-trafo
tenaga, SUTT, SUTET, SKTT, dan peralatan listrik lainnya. Hal ini digunakan untuk
menerima dan menyalurkan tenaga atau daya listrik.

Gambar 4.13 Bus


4.2.1.9 Ruang Kontrol

Ruang kontrol berisikan panel-panel listrik yang mengatur seluruh peralatan


listrik yang terdapat di daerah operasi PT Chevron Pacific Indonesia. Panel-panel
listrik diantaranya adalah panel circuit breaker, panel by-pass switch, panel proteksi

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 42


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

relay, dan sebagainya. Apabila terdapat gangguan maka keputusan untuk mengatasi
permasalahan berasal dari ruangan ini (ON / OFF). Pada ruangan ini terdapat Remote
Terminal Unit (RTU) yang digunakan untuk mengumpulkan informasi peralatan
lapangan kepada sistem DSC.

(a) (b)

(c) (d) (e)


Gambar 4.14 (a) Panel Kontrol, (b) Panel Circuit Breaker,
(c)-(d)-(e) Panel Proteksi Relay

Di dalam ruangan ini terdapat juga ruang pencatu daya tegangan DC yang
disimpan dalam baterai. Tegangan DC yang tersimpan akan digunakan sebagai
cadangan listrik misalnya jika tegangan sistem yang menyuplai ruang kontrol untuk
panel-panel listrik dan relai yang mati.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 43


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.1.10 Ground Resistor


Ground Resistor adalah resistor yang dipasang antara titik netral trafo dengan
pentanahan yang berfungsi untuk memperkecil arus gangguan. Resistor ini dipasang
pada titik netral trafo yang dihubungkan dengan wye (Y). Neutral Ground Resistor
(NGR) yang digunakan di PT Chevron Pacific Indonesia adalah sebesar 20 ohm.

(a) (b)
Gambar 4.15 Ground Resistor

Dalam hal ini ground resistor dihubungkan dengan recloser (sebagai


pendeteksi jika adanya arus gangguan) serta dengan disconnection switch dan bypass
switch pada saat perbaikan (maintenance).

4.2.1.11 Ground Box

Ground Box merupakan tempat pelindung batang rod yang ditancapkan


untuk sistem pentanahan yang digunakan pada substation.

Gambar 4.16 Ground Box

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 44


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.2 Tiang Penghantar

Penggunaan saluran transmisi udara (Overhead Line) oleh PT Chevron Pacific


Indonesia memerlukan tiang-tiang untuk menjaga kawat penghantar tetap berada di
udara dengan tidak mengganggu kehidupan makhluk hidup dan peralatan yang berada
di dekatnya. Tiang-tiang penghantar ini memiliki konstruksi dan kekuatan mekanik
yang sesuai dengan kondisi lingkungan.

Tabel 4.1 Tipe Tiang Penghantar di Daerah Operasi


PT Chevron Pacific Indonesia
Diameter Sudut Belokan Jaringan
Tipe Tiang Penghantar
8 inci 0° - 5° 13.8 kV
Tipe A (Tangan Pole)
8 inci 6° – 30° 13.8 kV
Tipe B (Small Angle Pole)
12 inci 30° – 90° 13.8 & 115 kV
Tipe C (Large Angle Pole)
12 inci Dilengkapi guy 13.8 kV
Tipe D (Dead And Pole)
wire
Disesuaikan - 38.5 – 115 kV
Tipe I (I Pole)

Di samping itu, jarak antara tiang bergantung dari besarnya tegangan dan
kondisi medan yang dilalui oleh jaringan tersebut, yaitu :
 100 m – 150 m untuk jaringan 13.8 kV
 175 m – 200 m untuk jaringan 44 kV
 ≥ 400 m untuk jaringan 115 kV
 ≥ 500 m untuk jaringan 230 Kv

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 45


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.3 Konduktor

Konduktor adalah alat / media yang dapat menghantarkan listrik. Pada


transmisi tenaga listrik, konduktor digunakan dalam bentuk kawat. Kawat konduktor
yang digunakan oleh PT Chevron Pacific Indonesia adalah kawat ASCR (Aluminium
Conductor Steel Reinforced) padata yang berbentuk lilitan mengelilingi kawat baja
sebagai intinya dan memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi.

4.2.4 Isolator

Isolator adalah alat / media yang tidak dapat menghantarkan listrik,


disebabkan oleh nilai resistansi yang besar. Dengan kata lain bahwa isolator
menghambat aliran arus sehingga tidak ada arus yang dapat mengalir melalui isolator.
Bahan isolator yang digunakan di daerah operasi PT Chevron Pacific Indonesia
adalah porselen.

Tabel 4.2 Jenis dan Penggunaan Isolator di PT Chevron Pacific Indonesia


Penggunaan
Jenis Isolator
Transmisi tegangan 44 & 115
Isolator Gantung
kV

Transmisi tegangan rendah


Isolator Pasak
Transmisi tegangan 115
Isolator Tarik
Untuk daerah berdebu
Isolator Long Rod

4.2.5 Trafo Distribusi

Pada daerah operasi PT Chevron Pacific Indonesia, trafo distribusi merupakan


trafo yang digunakan untuk mengubah tegangan distribusi primer (13.8 kV & 4.16
kV) ke tegangan distribusi sekunder (1100 V, 960 V, 480 V, 220 V, 110 V dan lain-

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 46


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

lain). Tegangan distribusi sekunder yang dihasilkan tergantung dari kebutuhan dan
kepentingan.

Gambar 4.17 Trafo Distribusi

4.2.6 Recloser

Recloser digunakan untuk membuka dan menghubungkan rangkaian listrik


melalui sebuah pengendali baik pada saat ada gangguan maupun dalam kondisi
normal. Pada saat gangguan, recloser berfungsi untuk mengisolasi gangguan supaya
tidak mempengaruhi sistem yang lebih besar, sedangkan pada saat normal, recloser
ini dapat dipakai untuk memindahkan beban dengan memutus atau menghubungkan
beban tersebut dari suatu feeder ke feeder lain. Pada umumnya recloser di set 4 kali
trip atau 3 kali reclose (menutup kembali). Waktu reclose biasanya diatur antara 15,
30 atau 45 detik.

(a) (b)

Gambar 4.18 Recloser (a) di tiang distribusi, (b) proteksi arus lebih phase to ground

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 47


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

4.2.7 Load Break Switch (LBS)

Load Break Switch merupakan peralatan listrik yang digunakan untuk


memindahkan dan menghubungkan satu jaringan dengan jaringan lainnya dengan
tujuan menambahkan atau mengurangkan beban pada lokasi jaringan, serta guna
mengadakan perbaikan jaringan dan peralatannya sehingga jaringan bebas dari
tegangan listrik.

Gambar 4.19 Load Break Switch


4.2.8 Decission Support Center.

Metode pengendalian jarak jauh (remote control) adalah suatu alat yang
memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk menjalankan suatu benda, sistem
ataupun instrumen dengan mengadakan perubahan-perubahan yang dikehendaki
tanpa menyentuh peralatan atau benda secara langsung. Contohnya : remote televisi,
remote kunci mobil dan lain-lain.
DSC merupakan sistem pengontrollan (controlling) dan pengawasan
(monitoring) jaringan listrik pada remote area dan pengambilan data-data parameter
jaringan yang terpusat. Daerah instalasi jaringan yang luas memerlukan suatu kontrol
dan koordinasi yang baik agar semua peralatan yang terdapat dalam sistem dapat
bekerja simultan dan memuaskan. Sistem kontrol ini diperlukan agar kinerja sistem
dapat dipantau dari jarak jauh dan dapat meminimalisir gangguan yang terjadi. Sistem

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 48


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

ini berfungsi untuk mengendalikan dan memantau sistem ketenagaan listrik di PT


Chevron Pacific Indonesia.
Ide pemakaian DSC di PT Chevron Pacific Indonesia berasal dari gagasan
mantan superintendent PGT, Bapak A.S. Wahjosoedibyo pada tahun 1974. Wujud
nyata dari gagasan beliau adalah pembelian beberapa buah Gas Turbin yang
dilengkapi dengan sistem pengendali oleh pabriknya, General Electric Co., yang
diberi nama GETAC (Getac Electric Telemetring and Control). Pada saat itu alat
pengendali yang termasuk canggih ini dioperasikan hanya dapat mencakup tiga lokasi
yaitu Pusat Pembangkit di Minas, Gardu Distribusi di Central Minas dan Gardu
Transmisi dan Distribusi di North Minas. Semua data dan pengendaliannya diatur
dari Master Station di Pusat Pembangkit Duri.
Pada tahun 1979, mantan superintendent Bapak Puguh Soegiharto kembali
memunculkan ide pemakaian DSC dengan mengundang tim konsultan dari
perusahaan Macro Engineering, Philadelphia, Amerika Serikat. Tim ini bertugas
memberikan rekomendasi serta gambaran umum sistem pengendalian untuk
pengoperasian di PT Chevron Pacific Indonesia. Dikarenakan membutuhkan investasi
yang besar, maka pengendaliannya mendapatkan perhatian khusus langsung dari
perusahaan pemegang saham yaitu Chevron & Texaco yang diwakili oleh B. H.
Steele (mantan asisten Superintendent TDE-PGT) dan J. J. Mason (yang kemudian
bekerja sebagai tenaga ahli di divisi eksplorasi). Hasil meyakinkan diputuskan dari
studi kelayakan pada tahun 1985 sehingga pemesanan perlengkapan diwujudkan
termasuk media komunikasi dan komputer. Pada tanggal 16 Desember 1988
manajemen PT Chevron Pacific Indonesia meresmikan pemakaian Master Station
pada proyek DSC.
Komponen utama sistem DSC yang digunakan adalah Master Station, Remote
Terminal Unit, dan media komunikasinya. Pusat pengendalian dan pemantauan
master station berada di Distrik Duri yakni PGT Head Office. Lewat master station,
operator dapat memantau kinerja feeder-feeder yang menyuplai beban. Dengan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 49


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

sistem software tertentu, operator dapat mengetahui berapa daya yang dipakai, arus di
suatu feeder, frekuensi sistem, dan operasi Circuit Breaker di seluruh lokasi.
Di Master Station ini terdapat mimic board atau papan status yang berfungsi
untuk memperlihatkan secara keseluruhan sistem interkoneksi listrik di PT Chevron
Pacific Indonesia serta dilengkapi dengan lampu-lampu indikator. Apabila CB
bekerja dengan baik maka lampu indikator akan berwarna merah sedangkan apabila
CB dalam kondisi terbuka, lampu indikator akan menjadi hijau dan juka CB
dinonaktifkan dalam selang waktu tertentu, maka lampu indikator tidak menyala.
Penandaan lampu indikator berkedip-kedip menandakan terjadi distorsi pengiriman
sinyal dari sistem di lapangan ke Master Station.

Gambar 4.20 DSC Room


Dengan mengamati status pada mimic board, dapat diketahui sistem jaringan
dari seluruh tegangan yang terpasang lengkap dengan lampu indikator pada setiap
substation. Pengaturan ini dilakukan agar diproses produksi dapat berjalan dengan
baik dengan keadaan status suplai energi listrik yang terkendalikan. Jika pada suatu
substation terjadi trip pada CB, maka RTU akan mengirimkan sinyal ke Master
Station. Pada saat tersebut alarm akan menampilkan status CB, sehingga operator
dapat langsung mengetahui lokasi gangguan. Setiap terjadi gangguan akan tercatat di
logging station. Jika perubahan terjadi secara beruntun dan tidak diketahui
penyebabnya, operator akan mencetak data serta menganalisanya lebih lanjut.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 50


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Dari Master Station, peralatan dapat dikontrol secara otomatis. Apabila terjadi
gangguan, operator di master station akan menghubungi patroli atau petugas yang
terdekat dengan lokasi untuk memeriksa keadaan. Rekomendasi dari petugas akan
menjadi bahan acuan bagi operator dalam mengambil keputusan. Pengiriman data
atau perintah dari master station dilakukan dengan menggunakan jaringan
komunikasi fiber optic yang telah menggantikan peran microwave yang memiliki
kendala lebih rumit. Kabel-kabel fiber optic ini ditumpangkan pada tiang transmisi
daya listrik.
Keuntungan penggunaan sistem DSC di PT Chevron Pacific Indonesia adalah
jika terjadi penurunan beban (load draft) pada feeder yang tidak bisa dipantau di
power plant, sumur-sumur (wells) mati pada feeder lebih cepat diketahui dan
diperbaiki. Sedangkan keuntungan lainnya adalah jika CB di substation terletak jauh
dari lokasi terbuka, apabila tidak dapat menutup sendiri secara otomatis apabila
terjadi gangguan, maka dengan adanya DSC sistem, informasi tersebut dapat
diketahui dan diinformasikan kepada teknisi yang bersangkutan.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 51


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB V
SISTEM PROTEKSI

5.1 Teori Umum Sistem Proteksi

5.1.1 Definisi Sistem Proteksi

Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dilakukan kepada
peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada suatu sistem tenaga misanya
generator, transformator jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi
sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain : hubung singkat,
tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain lain.

Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani


konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan. Oleh sebab itu,
dalam perancangan suatu sistem tenaga listrik, perlu dipertimbangkan kondisi –
kondisi gangguan yang mungkin terjadi pada sistem melalui analisa gangguan. Dari
hasil analisa gangguan, dapat ditentukan sistem proteksi yang akan digunakan.

Jenis – jenis gangguan yang biasanya terjadi pada sistem tenaga listrik antara
lain :

 Gangguan Beban Lebih

 Gangguan Hubung Singkat

 Gangguan bila salah satu phasa terputus

 Gangguan jatuh tegangan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 52


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Gangguan petir

Gangguan gangguan tersebut ada yang bersifat sementara atau temporer dan
ada yang bersifat permanen. Yang dimaksud dengan gangguan temporer adalah
gangguan yang setelah gangguan itu hilang tidak terjadi kerusakan pada peralatan
yang terganggu. Sedangkan, gangguan permanen disebabkan setelah hilangnya
gangguan tersebut masih terdapat kerusakan pada peralatan sehingga perlu perbaikan.

Proteksi itu diperlukan :

1. Untuk menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan


peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin
cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikitlah
pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat

2. Untuk cepat melokalisir luas daerah terganggu menjadi sekecil mungkin.

3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi


kepada konsumsi dan juga mutu listrik yang baik.

4. Untuk mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh


listrik.

Pengetahuan mengenai arus-arus yang timbul dari berbagai tipe gangguan


pada suatu lokasi merupakan hal yang sangat esensial bagi pengoperasian sistem
proteksi secara efektif. Jika terjadi gangguan pada sistem, para operator yang
merasakan adanya gangguan tersebut diharapkan segera dapat mengoperasikan
circuit-circuit yang tepat untuk mengeluarkan sistem yang terganggu atau
memisahkan pembangkit dari jaringan yang terganggu. Sangat sulit bagi seorang
operator untuk mengawasi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 53


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

menentukan CB mana yang diperoperasikan untuk mengisolir gangguan tersebut


secara manual. Mengingat arus gangguan yang cukup besar, maka perlu secepat
mungkin dilakukan proteksi. Hal ini perlu suatu peralatan yang digunakan untuk
mendeteksi keadaan-keadaan yang tidak normal tersbut dan selanjutnya
mengistruksikan circuit-circuit yang tepat untuk bekerja memutuskan rangkaian atau
sistem yang terganggu. Peralatan tersebut kita kenal dengan relay. Ringkasnya
proteksi dan tripping otomatik circuit-circuit yang sehubungan mempunyai dua
fungsi pokok :

- Mengisolir peralatan yang terganggu agar bagian-bagian yanglainnya tetap


beroperasi seperti biasa.
- Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (over heating), pengaruh gaya-
gaya mekanik dst.

Koordinasi antara relay dan circuit breaker (CB) dalam mengamati dan
memutuskan gangguan disebut sebagai sistem proteksi. Banyak hal yang harus
dipertimbangkan dalam mempertahankan arus kerja maksimum yang aman. Jika arus
kerja bertambah melampaui batasaman yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau
jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan
mengakibatkan kerusakan isolasi. Pertambahan arus yang berkelebihan menyebabkan
rugi-rugi daya pada konduktor akan berkelebihan pula. Perlu diingat bahwa pengaruh
pemanasan adalah sebanding dengan kwadrat dari arus :

H = 12 Rt Joules

Dimana :

H = panas yang dihasilkan (Joule)

I = arus konduktor (ampere)

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 54


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

R = tahanan konduktor (ohm)

t = waktu atau lamanya arus yang mengalir (detik)

Proteksi harus sanggup menghentikan arus gangguan sebelum arus tersebut


naik mencapai harga yang berbahaya. Proteksi dapat dilakukan dengan Sekering atau
Circuit breaker. Proteksi juga harus sanggup menghilangkan gangguan tanpa
merusak peralatan proteksi itu sendiri. Untuk ini pemilihan peralatan proteksi harus
sesuai dengan kapasitas arus hubung singkat “breaking capacity” atau Repturing
Capacity. Disamping itu proteksi yang diperlukan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

1. Sekering atau circuit breaker harus sanggup dilalui arus nominal secara terus
menerus tanpa pemanasan yang berlebihan (overheating).

2. Overload yang kecil pada selang waktu yang pendek seharusnya tidak
menyebabkan peralatan bekerja

3. Proteksi harus bekerja walaupun pada overload yang kecil tetapi cukup lama
sehingga dapat menyebabkan overheating pada rangkaian penghantar.

4. Proteksi harus membuka rangkaian sebelum kerusakan yang disebabkan oleh arus
gangguan yang dapat terjadi.

5. Proteksi harus dapat melakukan “pemisahan” (discriminative) hanya pada


rangkaian yang terganggu yang dipisahkan dari rangkaian yang lain yang tetap
beroperasi. Proteksi overload dikembangkan jika dalam semua hal rangkaian listrik
diputuskan sebelum terjadi overheating. Jadi disini overload action relative lebih
lama dan mempunyai fungsi inverse terhadap kwadrat dari arus. Proteksi gangguan
hubung singkat dikembangkan jika action dari sekering atau circuit breaker cukup

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 55


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

cepat untuk membuka rangkaian sebelum arus dapat mencapai harga yang dapat
merusak akibat overheating, arcing atau ketegangan mekanik.

5.1.2 Persyaratan Kualitas Proteksi

Ada beberapa persyaratan yang sangat perlu diperhatikan dalam suatu


perencanaan sistem proteksi yang efektif yaitu :

a). Selektivitas dan Diskrimanasi

Efektivitas suatu sistem proteksi dapat dilihat dari kesanggupan sistem dalam
mengisolir bagian yang mengalami gangguan saja.

b). Stabilitas

Sifat yang tetap inoperatif apabila gangguan-gangguan terjadi diluar zona


yang melindungi (gangguan luar).

c). Kecepatan Operasi

Sifat ini lebih jelas, semakin lama arus gangguan terus mengalir, semakin
besar kerusakan peralatan. Hal yang paling penting adalah perlunya membuka
bagian-bagian yang terganggu sebelum generator-generator yang dihubungkan
sinkron kehilangan sinkronisasi dengan sistem selebihnya. Waktu pembebasan
gangguan yang tipikal dalam sistem - sistem tegangan tinggi adalah 140 ms. Dimana
waktu ini hendak dipersingkat menjadi 80 ms sehingga memerlukan relay dengan
kecepatan yang sangat tinggi (very high speed relaying).

d). Sensitivitas (kepekaan)

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 56


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Yaitu besarnya arus gangguan agar alat bekerja. Harga ini dapat dinyatakan
dengan besarnya arus dalam jaringan aktual (arus primer) atau sebagai presentase dari
arus sekunder (trafo arus).

e). Pertimbangan ekonomis

Dalam sistem distribusi aspek ekonomis hampir mengatasi aspek teknis, oleh
karena jumlah feeder, trafo dan sebagainya yang begitu banyak, asal saja persyaratan
keamanan yang pokok dipenuhi. Dalam sistem-sistem transmisi justru aspek teknis
yang penting. Proteksi relatif mahal, namun demikian pula sistem atau peralatan yang
dilindungi dan jaminan terhadap kelangsungan peralatan sistem adalah vital.
Biasanya digunakan dua sistem proteksi yang terpisah, yaitu proteksi primer atau
proteksi utama dan proteksi pendukung (back up).

f). Realiabilitas (keandalan)

Sifat ini jelas, penyebab utama dari “outage” rangkaian adalah tidak
bekerjanya proteksi sebagaimana mestinya (mal operation).

g) Proteksi Pendukung

Proteksi pendukung (back up) merupakan susunan yang sepenuhnya terpisah


dan yang bekerja untuk mengeluarkan bagian yang terganggu apabila proteksi utama
tidak bekerja (fail). Sistem pendukung ini sedapat mungkin indenpenden seperti
halnya proteksi utama, memiliki trafo-trafo dan rele-rele tersendiri. Seringkali hanya
triping CB dan trafo-trafo tegangan yang dimiliki bersama oleh keduanya. Tiap-tiap
sistem proteksi utama melindungi suatu area atau zona sistem daya tertentu. Ada
kemungkinan suatu daerah kecil diantara zona-zona yang berdekatan misalnya antara
trafo-trafo arus dan circuit breaker tidak dilindungi. Dalam keadaan seperti ini sistem

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 57


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

back up (yang dinamakan remote back up) akan memberikan perlindungan karena
berlapis dengan zona-zona utama seperti pada gambar berikut ini.

Pada sistem distribusi aplikasi back up digunakan tidak seluas dalam sistem
tansmisi, cukup jika hanya mencakup titik-titik strategis saja. Remote back up
bereaksi lambat dan biasanya memutus lebih banyak dari yang diperlukan untuk
mengeluarkan bagian yang terganggu.

5.1.3 Main Protection dan Backup Protection

Ketika sistem tenaga listrik beroperasi dan mengalami gangguan, ada


kemungkinan peralata proteksi gagal bekerja. Untuk mengantisipasi timbulnya
kemungkinan tersebut, disamping harus dipasang proteksi utama (main protection),
maka sistem tenaga listrik juga harus dilengkapi dengan proteksi cadangan (back up
protection).

Proteksi cadangan (back up protection) merupakan susunan yang sepenuhnya


terpisah dan yang bekerja untuk memisahkan bagian yang terganggu apabila proteksi
utama tidak bekerja. Oleh karena itu, proteksi back up selalu disertai dengan waktu
tunda (time deay) untuk memberi kesempatan pada proteki utama bekerja lebih
dahulu. Sistem proteksi back up sedapat mungkin independen seperti halnya proteksi
utama yang memiliki trafo – trafo dan rele – rele tersendiri. Seringkali hanya triping
PMT dan trafo – trafo tegangan yang dimiliki bersama oleh keduanya. Tiap – tiap
sistem proteksi utama melindungi suatu zona proteksi (protection zone) tertentu
dalam sistem tenaga listrik. Ada kemungkinan suatu daerah kecil diantara zona –
zona yang berdekatan tidak dilindungi. Dalam kondisi ini sistem proteksi back up (
yang dinamakan remote back up) akan memberikan perlindungan karena berlapis
dengan zona – zona utama. Selain remote back up juga terdapat local back up yang
berbeda dengan remote back up pada lokasinya. Local back up terletak ditempat yang

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 58


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

sama dengan proteksi utamanya. Sedangkan remote back up terletak di tempat yang
berbeda dan sepenuhnya terpisag dari proteksi utamanya.

5.1.4 Peralatan – Peralatan Sistem Proteksi

Secara umum, komponen-komponen sistem proteksi terdiri dari:

1. Circuit breaker, CB (Sakelar Pemutus, PMT) (nanti)


2. Relay
3. Trafo arus (Current Transformer, CT)
4. Trafo tegangan (Potential Transformer, PT)
5. Catu daya, Supplay (batere)

5.2 Proteksi Jaringan Distribusi

Perlindungan jaringan distribusi terdiri dari:

a. Rele arus lebih pada Feeder Circuit breaker


b. Sistem Ground Fault Path Clearing (GFPC) yang terdapat pada pentanahan netral
transformator
c. Recloser di hilir Feeder Circuit breakers
d. Fuse di Trafo Distribusi
e. Fuse di Feeder Circuit breaker Bypass

5.2.1 Rele Arus Lebih (Over Current Relay)


Rele arus lebih (over current relay) merupakan relay yang bekerja berdasarkan
adanya kenaikan arus yang melebihi suatu nilai pengaman tertentu dan jangka waktu
tertentu. Prinsip kerja dari over current relay adalah mendeteksi besaran arus yang
melalui suatu jaringan dengan bantuan current transformator (CT). harga atau
besaran yang boleh melewatinya disebut dengan setting. Jika arus mengalir melebihi

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 59


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

arus setting-nya (>Iset), relay arus lebih akan memberi perintah kepada circuit breaker
(CB) untuk membuka (trip).
Rele arus lebih digunakan untuk memproteksi saluran dari gangguan hubung
singkat antar fase (over current relay ) dan gangguan hubung singkat antar fase
dengan tanah (ground fault relay), baik sebagai proteksi utama maupun sebagai
proteksi cadangan. Proteksi dengan menggunakan rele arus lebih memiliki beberapa
keuntungan, yaitu antara lain :
 Pengamannya sederhana
 Dapat digunakan sebagai proteksi utama dan proteksi cadangan
 Harganya relatif murah

Berdasarkan karakteristik waktu kerja, rele arus lebih dapat dibagi menjadi:

5.2.1.1 Rele Arus Lebih Waktu Seketika ( Instanstaneous Over Current Relay)
Merupakan rele yang langsung bekerja seketika tanpa tundaan waktu (time delay)
ketika arus yang mengalir melebihi nilai setting-nya( Iset). Jangka waktu kerja rele ini
mulai pick up sampai selesainya kerja rele sangat singkat (20-40 ms). Kerja dari rele
ini tidak tergantung dari arus yang menggerakkannya atau arus gangguan. Rele ini
jarang dipasang sendiri, tetapi umumnya dikombinasikan dengan rele arus lebih
dengan karakteristik waktu tertentu (definite time) atau dengan waktu terbalik
(inverse time).

Gambar 5.1 Karakteristik Relay Waktu Seketika (Instantaneous Relay)

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 60


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

5.2.1.2 Rele Arus Lebih Waktu Tunda ( Time Delay Over Current Relay )
Rele ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
 Rele Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time Over Current Relay)
Rele ini memberikan perintah kepada circuit breaker (CB) pada saat terjadi gangguan
hubung singkat bila besar arus gangguannya melebihi settingnya (Iset) dan jangka
waktu tertentu yang tidak tergantung pada besarnya arus yang mengerjakan rele atau
arus gangguan. Waktu kerja dapat di – set pada suatu harga tertentu untuk harga arus
yang sama dan lebih besar dari nilai pick up-nya sehingga waktu kerja rele dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan koordinasi.

Gambar 5.2 Karakteristik Relay Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time Relay)

 Rele Arus Lebih Waktu Terbalik (Inverse Time Over Current Relay)
Rele ini memberikan perintah kepada circuit breaker (CB) pada saat terjadi gangguan
bila besar arus gangguannya melebihi nilai setting-nya (Iset) dan jangka waktu kerja
rele dari pick up sampai dengan selesainya kerja rele tergantung dari besarnya arus
yang melewati kumparan rele, yaitu berbanding terbalik dengan besar arus
gangguannya. Dapat dikatakan bahwa rele arus lebih waktu terbalik memiliki waktu
kerja yang semakin sengkat untuk arus gangguan yang semakin besar dan waktu kerja
yang semakin lama untuk arus gangguan yang semakin kecil.
Rele arus lebih waktu terbalik ini dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Inverse
2. very Inverse

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 61


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

3. extremely Inverse
4. Long Inverse

Gambar 5.3 Karakteistik Relay Arus Lebih Waktu Terbalik (Inverse Relay)
Pada rele arus lebih, terdapat dua jenis pengaman yang berbeda, yaitu diantaranya :
1. Pengaman hubung singkat fasa
Rele yang mendeteksi adanya arus fasa. Rele ini disebut juga dengan rele fasa
karena rele ini dialiri arus fasa dengan setting arusnya (I set) harus lebih besar dari arus
beban maksimum. Ditetapkan Iset = 1,2 x ln (In = arus nominal peralatan terlemah).
2. Pengaman hubung tanah
Arus gangguan satu fasa ketanah ada kemungkinan lebih kecil daripada arus
bebannya. Hal ini disebabkan karena gangguan tanahnya melalui impedansi
gangguan yang masih cukup tinggi sehingga pentanahan netral sistemnya melalui
impedansi yang tinggi atau bahkan tidak diketanahkan. Jika demikian, rele pengaman
hubung singkat (rele fasa) tidak dapat mendeteksi gangguan tanah tersebut. Agar rele
sensitif terhadap gangguan tersebut dan tidak salah kerja oleh arus beban, maka rele
dipasang tidak pada kawat.fasa, melainkan kawat netral pada sekunder CT sehingga
rele ini dialiri oleh arus netralnya. Arus netral merupakan jumlah dari arus ketiga
fasanya (berdasarkan komponen simetris). Sedangkan, arus urutan nol pada rangkaian
primernya baru akan dapat mengalir jika ada jalur kembali melalui kawat netral
melewati tanah.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 62


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

5.2.2 Fuse ( Sekering)


Sekering sering disebut juga dengan pengaman lebur atau fuse. Fungsi sekring
adalah mengamankan peralatan atau instalasi listrik dari gangguan hubung singkat.
Dalam pemasangannya sekring dihubungkan pada hantaran phasa tidak diketanahkan
(R,S,T). pengaman lebur ini mempunyai karakteristik pemutusan lebih cepat
dibandingkan MCB. Pengaman ini hanya dapat dipakai satu kali dan tidak bias
dioperasikan kembali.

Jenis-jenis sekering adalah sebagai berikut:


 sekering K
o tipe Cepat, menghapus kesalahan dalam waktu cepat dan lebih baik berkoordinasi
dengan rele
o Rasio Kecepatan dari 6 sampai 8
 sekering T
o tipe lambat, lebih besar menahan kemampuan untuk sementara dan lonjakan arus.
o Rasio Kecepatan dari 10 sampai 13
 sekering Lambat-cepat (sekering SF)
o Khusus merancang sekering untuk melindungi transformator.
Sisi primer trafo distribusi umumnya diproteksi dengan menggunakan fuse
tipe K atau SF. Sedangkan sisi sekunder dari trafo distribusi yang men-supply daya ke
konsumen juga diproteksi oleh fuse tipe R

5.2.3 Recloser
Recloser adalah switch otomatis yang membuka kerena adanya gangguan
pada jaringan dan dapat menutup kembali. Pada prinsipnya fungsi recloser sama
dengan sebuah circuit breaker, yakni memutuskan jaringan jika terjadi gangguan.
Di PT Chevron Facific Indonesia, recloser ini diset tiga kali untuk melayani
pompa – pompa minyak dan untuk perumahan atau perkantoran hanya di set sekali

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 63


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

saja. Jika terjadi gangguan, maka recloser ini akan bekerja sesuai settingnya.
Misalnya untuk recloser yang disetting tiga kali trip, maka jika terjadi gangguan
recloser tersebut akan membuka selama waktu yang ditentukan, lalu, menutup
kembali. Jika gangguan masih ada, recloser akan membuka lagi kemudia menutup.
Demikian seterusnya sampai tiga kali. Dan bila sudah dicapai setting terakhir, maka
recloser akan lock out. Artinya recloser akan terus membuka, dan harus diset lagi.

Gambar 5.1 Skema kerja recloser

5.2.4 Proteksi Pada Feeder Distribusi


Proteksi utama pada penyulang (feeder) saluran distribusi adalah dengan
menggunakan instantaneous over current relay (50) dan time over current relay (51).
Proteksi pada feeder distribusi dibedakan menjadi proteksi fasa dan proteksi netral.

5.2.4.1 Proteksi Phasa


 Phase instantaneous over current diatur pada jarak 90% dari recloser terdekat
pada feeder dan tidak mencapai short circuit level pada sisi tegangan rendah
dari transformator distribusi.
 Pengaturan time over current berdasarkan prinsip kenaikan waktu atau arus
dengan memperhatikan sisi hulu dan hilirnya.
 Waktu minimum pick up harus lebih besar dari beban nominal tapi harus lebih
kecil dari kapasitas saluran.
 Margin (jeda) antar setiap peralatan proteksi harus 0,2 detik (untuk recloser
mikroprosessor berbasis rele) atau 0,3 detik (untuk rele elektromekanik).
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 64
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Pengaturan feeder back up relay harus termasuk dalam koordinasi ini (selain
proteksi utama feeder).
 Damage curve (kurva kerusakan) dari transformator dan kawat konduktor
harus berada di atas peralatan proteksi hilir (downstream protection).
 Over current relay mampu mengakomodasi inrush current dari transformator
dan motor.
 Proteksi arus lebih pada transformator merupakan proteksi cadangan untuk
feeder.

5.2.4.2 Proteksi Netral


Arus hubung singkat netral dibatasi oleh Neutral Grounding Resistor (NGR) yang
terdapat di transformator substation. Umumnya NGR bernilai 20 ohm. Proteksi netral
terdiri dari neutral time over current (51N), ground time over current (51 G pada
substation tx) dan neutral instantaneous (50N) dengan ketentuan setting sebagai
berikut :
 Pengaturan time over current berdasarkan prinsip kenaikan waktu atau arus
dengan memperhatikan sisi hulu dan hilirnya.
 Neutral instantaneous diaktifkan pada substation tanpa GFPC. Jika ada
GFPC, 50 N akan dinonaktifkan. Instantaneous neutral over current diatur
pada jarak 90% dari recloser terpendek.

 Margin (jeda) antar setiap peralatan proteksi harus 0,2 detik (untuk recloser
mikroproseesor berbasis rele) atau 0,3 detik (untuk rele elektromekanik).
 Pengaturan feeder back up relay harus termasuk dalam koordinasi ini (selain
proteksi utama feeder).
 Damage curve (kurva kerusakan) dari transformator dan kawat konduktor
harus berada di atas peralatan proteksi hilir (downstream protection).

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 65


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Over current relay mampu mengakomodasi inrush current dari transformator


dan motor.
 Proteksi arus lebih pada transformator taah merupakan proteksi cadangan
untuk feeder netral.

5.2.5 Skema Ground Fault Path Clearing (GFPC)


GFPC adalah sistem di mana jalan ke tanah dihapus sementara selama
gangguan bumi dengan membuka sambungan netral dari transformator Substation.
Tujuannya adalah untuk menghapus 3Io saat penundaan waktu tertentu (± 1 detik),
sehingga perlindungan netral tidak melonjak feeder selama gangguan bumi
sementara. Keuntungan dari sistem ini adalah bahwa feeder menjadi tahan terhadap
gangguan bumi sementara. Kelemahan sistem ini adalah bahwa GFPC menghadapkan
fase ke fase tegangan pada isolator selama tanah terbuka, menyebabkan perjalanan ke
pengumpan tetangga dengan lemah isolasi.

Skema dari GFPC adalah sebagai berikut:


a. GFPC menggunakan breaker (fase tunggal recloser, tiga fase recloser atau tiga fase
breaker) untuk membuka koneksi netral dari transformator.
b. TCC dari recloser GFPC bawah lain TCC di jalur distribusi (paling sensitif). GFPC
khas mengambil setting 40 A dengan pasti waktu tunda dari 100 milidetik.
c. Setiap pengumpan akan memiliki kesalahan tanah alarm TCC dengan pengaturan
yang sama seperti GFPC TCC. Pengaturan alarm khas adalah 40 A (seketika)
d. GFPC akan tertutup kembali setelah durasi waktu yang singkat, biasanya satu
detik.
e. Jika waktu tunda (lebih dari reclosing waktu GFPC) yang berlalu, dan GFPC gagal
tertutup kembali, yang menyalahkan sirkuit pengumpan pemutus harus dibuka.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 66


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

f. Jika pekerjaan yang dilakukan di Jalur Distribusi, sistem GFPC harus diblokir
untuk perjalanan (tidak untuk membuka). Feeder pemutus harus diblokir atau HLT
juga.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 67


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB VI
KOORDINASI SISTEM PROTEKSI SALURAN DISTRIBUSI FEEDER 9
CENTRAL DURI
6.1 One Line Diagram Substation Dan Saluran Distribusi Central Duri
Berikut rancangan one line diagram substation dan jaringan distribusi Central Duri.

Gambar 6.1 One Line Diagram pada Central Duri

Berikut keterangan dari gambar di atas,


 Power Grid Central Duri

Untuk power grid dari tabel data short circuit analysis (4 cycle) dalam kondisi
normal yang mewakili Central Duri substation, diinput short circuit rating yang
diperoleh dengan menggunakan one line diagram PT Chevron Pacific Indonesia pada
ETAP.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 68


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.2 Power Grid Editor

 Over Current Relay pada Transformer Central Duri

Dalam menentukan pick up untuk over current relay pada power transformer,
digunakan arus beban maksimum (FLA) pada kumparan primer untuk rele 115 kv tx
dan pada kumparan sekunder untuk rele 13,8 Kv tx. Pick up merupakan kondisi
dimana rele mulai mendeteksi adanya arus gangguan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan
bahwa rele power transformer akan mulai mendeteksi gangguan hubung singkat saat
telah mencapai arus beban maksimumnya.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 69


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.3 Winding Transformer Editor

 Multi – Function Relay Editor

Gambar 6.4 Multi – Function Relay Editor

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 70


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

 Pick Up Recloser

Hal yang terpenting adalah pick up untuk recloser harus lebih kecil daripada
feeder karena dalam saluran distribusi semakin ke bawah, maka arus short circuit
juga semakin kecil sehingga pick up recloser yang terletak dibawah feeder pun harus
rendah agar dapat mendeteksi arus short circuit tersebut. Pada saluran distribusi
Central Duri, terdapat 4 recloser yang masing masing arus setting-nya yaitu: 560
Ampere, 560 Ampere, 400 Ampere dan 400 Ampere.
Setting – setting lainnya (current transformator, CB, dll) disesuaikan dengan referensi
data kurva TCC untuk feeder 9 Central Duri substation yang telah diberikan berikut
ini.

Gambar 6.5 Kurva TCC Feeder 9 Central Duri substation PT Chevron Pacific
Indonesia
SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 71
PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

6.2 Analisa Gangguan 3 Phasa pada Feeder 9

Secara umum koordinasi sistem proteksi dengan menggunakan over current


relay pada sistem kelistrikan PT Chevron Pacific Indonesia dapat dideskripsikan
sebagai berikut. Jika terdapat arus lebih pada sistem, maka rele pada transformator
distribusi akan bekerja sesuai dengan fungsinya, yaitu mengamankan transformator
distribusi dari arus lebih yang disebabkan oleh gangguan hubung singkat antar fasa.
Untuk arus gangguan yang besarnya melebihi kemampuan rele, rele akan trip yang
artinya rele tidak mampu menangani arus lebih pada sistem karena telah melebihi
kapasitas kerjanya.
Karena rele gagal dalam pengaman arus lebih, sistem proteksi berikutnya akan
ditangani oleh recloser. Recloser akan bekerja sesuai dengan fungsinya, yaitu
mengisolasi gangguan agar tidak meluas. Dengan sistem kerja 4 kali trip dan 3 kali
reclose, reclose dapat menangani baik gangguan antar fasa maupun gangguan pada
kawat fasa dengan netral. Namun perlu diperhatikan mengenai hubungan antar
recloser dalam satu lokasi feeder yang melayani jaringan tersebut. Gambar berikut
merupakan Nominal load pada feeder 9 Central Duri substation.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 72


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.6 Nominal Load pada Feeder 9 Central Duri substation

Dalam menghitung beban nominal secara singkat dengan menggunakan Load


Flow Analysis ETAP. Sedangkan short circuit level diperoleh dengan memberi fault

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 73


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

ke semua bus, kemudian menggunakan short circuit analysis (1.5 – 4 cycle) yang
umumnya cocok digunakan pada proteksi sistem tenaga listrik.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 74


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.7 Short Circuit Analysis (1.5 – 4 cycle)


Sehingga diperoleh besarnya short circuit level pada masing – masing bus Feeder 9
Central Duri substation

Gambar 6.8 Short Circuit Level pada Setiap Bus

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 75


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Berikut akan ditampilkan one line diagram Central Duri substation dengan fault
insertion 3 phasa pada feeder 9

Gambar 6.9 Star- Protective Device Coordination

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 76


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Adapun simulasi urutan kerja sistem proteksi pada substation feeder 9 (menggunakan
software ETAP 7.5.0)

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 77


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.10 Simulasi urutan kerja sistem proteksi pada gardu induk dan feeder 9
saat terjadi gangguan di LN_CD92

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 78


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

Gambar 6.11 Urutan kerja sistem proteksi

Urutan kerja sistem proteksi:


1 recloser bekerja sekali
2 jika terjadi kegagalan pada recloser, f60 men-trip CB
4recloser kembali bekerja

Dari hasil dari simulasi program ETAP, pada saat f60 bekerja, T1(ms) yang
dibutuhkan yaitu 860 ms. Berikut adalah perhitungan manual dengan menggunakan
mc. Excel

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 79


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

BAB VII
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
 Sistem proteksi pada ketenaga listrikan sangat penting untu meminimalisir
gangguan yang mungkin terjadi dengan menggunakan berbagai macam alat
proteksi.
 Sistem proteksi feeder distribusi menggunakan peralatan proteksi antara lain :
over current relay, recloser dan circuit breaker.
 Over current relay adalah relay yang bekerja bila arus yang mengalir melebihi
nilai setting-nya (Iset).
 Recloser merupakan peralatan proteksi yang prinsip kerjanya beroperasi
sebanyak tiga kali dan kemudian lock out dengan waktu tunda pada tiap
reclose sekitar 15 detik.
 Pick up over current rele harus lebih kecil dari short circuit level.
 ETAP sangat membantu untuk mengetahui berapa arus gangguan hubung
singkat pada suatu substation dengan cepat.

7.2 Saran
 Sebaiknya dilakukan update data sistem kelistrikan secara teratur pada masing
– masing substation PT Chevron Pacific Indonesia.

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 80


PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

DAFTAR PUSTAKA

Lesmana, Rio dkk.,Protection White Book, Power Generation & Transmission Chevron
Pacific Indonesia, Indonesia, 2011

SILVIA RAFLI UNIVERSITAS RIAU 81

Anda mungkin juga menyukai