Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang,


listrik menjadi prioritas utama yang dibutuhkan oleh masyarakat. Energi listrik
digunakan untuk mendukung aktivitas masyarakat sehari-hari, dimulai dari
penerangan, tenaga penggerak, pemanas dan sebagainya. Hal ini juga yang
dilandasi untuk ditingkatkannya pasokan listrik yang ada di Indonesia. Seperti
dalam halnya pengoperasian suatu perusahaan yang menghasilkan sebuah
produksi yang terus menerus dibutuhkan tingkat keandalan tenaga listrik yang
sangat tinggi dalam proses pengoperasiannya. Salah satu meningkatkan keandalan
tenaga listrik perusahaan dengan memproteksinya seperti yang dijalankan oleh
PT. PUSRI (Persero) saat ini.
Pada PT. PUSRI (Persero) memiliki sistem proteksi dengan tingkat
keandalan yang tinggi guna menujang keberlangsungan kegiatan produksi
perusahaan. Untuk meningkatan sistem keandalan tenaga listriknya, maka PT.
PUSRI (Persero) menggunakan differential relay sebagai proteksi yang
digunakan. Differential relay merupakan pengaman utama terhadap gangguan arus
lebih, ketidakseimbangan arus masuk ke relay dan gangguan hubung singkat yang
terjadi. Selain itu untuk dapat mengetahui differential relay tersebut bekerja
dengan baik atau tidak, terlebih dahulu harus menentukan arus setting dari relay
tersebut. Differential relay pada umumnya diletakkan pada peralatan sistem
distribusi tenaga listrik. Dan kali ini penulis akan membahas differential relay
dengan judul “Sistem Proteksi Differential Relay (87L) dari Switchgear
Synchronizing bus (SG-SB) ke Pusri II B (P-2B) di area PT. PUSRI
(Persero)”. Dimana dengan adanya setting differential relay yang tepat, PT.
PUSRI (Persero) dapat memproteksi sistem dari gangguan yang ada dan dapat
memberikan tingkat keandalan yang tinggi agar mampu memenuhi kebutuhan
listrik di area PT. PUSRI (Persero).

1
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan yang dilaksanakan ini mempunyai tujuan yaitu :
1. Mengetahui pengertian umum dari differential relay
2. Mengetahui cara kerja differential relay untuk memproteksi line
3. Mengetahui nilai setting Diferenttial Relay 87L

1.3 Pembatasan Masalah


Dalam laporan kerja praktek ini, saya membahas cara kerja differential
relay dalam memproteksi line dari Switchgear Synchronizing bus (SG-SB) ke
Pusri II B (P-2B) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat laporan ini ialah sebagai
berikut:
1. Metode Observasi
Metode ini digunakan penulis untuk mengumpulkan data dengan cara
melakukan praktek ke Pabrik Pusri IIB di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
dengan dibimbing oleh pembimbing atau teknisi yang berada di PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang.
2. Metode Studi Literatur
Metode ini digunakan penulis dengan cara mencari dan mengumpulkan
literatur yang berkaitan dengan pembahasan yang saya bahas yang bisa
didapatkan dari membaca buku ataupun mencari referensi melalui internet.
3. Metode konsultasi dan diskusi

Metode ini digunakan penulis dengan cara melakukan tanya jawab,


berdiskusi dan berkonsultasi dengan pembimbing, operator, teknisi
maupun staf yang bertugas di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang mengenai
pembahasan yang saya bahas.

2
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan laporan dan pemahamannya maka disusun
secara sistematis. Sehingga laporan ini disusun dalam lima bab yang masing-
masing membahas tentang pokok dalam laporan ini. Bab-bab yang terkandung
dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas secara garis besar mengenai latar belakang,
tujuan, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika
penulisan laporan.

Bab II TINJAUAN UMUM


Pada bab ini membahas tentang sejarah singkat dan perkembangan
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.

Bab III TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini membahas tentang differential relay meliputi
pengertian, prinsip dasar, jenis-jenis relay.

Bab IV PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang Sistem Proteksi Differential Relay
(87L) dari Switchgear Synchronizing bus (SG-SB) menuju ke Pusri
II B (P-2B) di area PT. PUSRI (Persero).

Bab V PENUTUP
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah dan Perkembangan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang


2.1.1 Profil PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang juga dikenal dengan sebutan PT.
PUSRI ini didirikan pada tanggal 24 Desember 1959, merupakan produsen pupuk
urea pertama di Indonesia. Bermula dengan satu unit pabrik (Pabrik PUSRI I)
yang berkapastias 100 ribu ton urea / tahun.
Pada tahun 1997, pada awalnya Pusri ditunjuk sebagai perusahaan induk
membawahi empat BUMN yang bergerak di bidang industri pupuk dan
petrokimia, yaitu PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur; PT Pupuk Kujang
di Cikampek, Jawa Barat; PT Pupuk Kaltim di Bontang, Kalimantan Timur; dan
PT Pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe, Aceh; BUMN yang bergerak di
bidang engineering, procurement & construction (EPC), yaitu PT Rekayasa
Industri (berkantor pusat di Jakarta), serta PT Mega Eltra di Jakarta yang bergerak
di bidang perdagangan bergabung menjadi anak perusahaan PUSRI pada tahun
1998.
Akan tetapi, pada tahun 2010 dilakukan pemisahan (Spin Off) dari PT.
Pupuk Indonesia (Persero) (saat itu masih bernama PT. Pupuk Sriwidjaja
(Persero)) kepada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang serta telah terjadinya
pengalihan hak dan kewajiban PT. Pupuk Indonesia (Persero) kepada PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang sebagaimana tertuang di dalam RUPS-LB tanggal 24
Desember 2010 yang berlaku efektif 1 Januari 2011. Dan sejak tanggal 18 April
2012, Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan PT Pupuk Indonesia Holding
Company (PIHC) sebagai nama induk perusahaan pupuk yang baru,
menggantikan nama PT Pusri (Persero). Hingga kini PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang  tetap menggunakan brand dan merk dagang Pusri.

4
2.1.2 Perkembangan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero) saat ini mempunyai perkembangan dari
tahun ketahun dalam jumlah pabrik yang dibagi atas beberapa area pabrik di
antaranya :
1. Pabrik PUSRI I
Pabrik PUSRI I dibangun pada tanggal 14 Agustus 1961 dan mulai
beroperasi pada tahun 1963. Pabrik PUSRI I memiliki besar kapasitas terpasang
sebesar 100.000 ton urea dan 59.400 ton amonia per tahun. Pabrik PUSRI I
merupakan pabrik pupuk pertama di Indonesia. Saat ini peran Pabrik PUSRI I
sudah digantikan oleh Pabrik PUSRI IB karena alasan usia dan tingkat efisiensi
yang sudah menurun.
Pabrik PUSRI IB
Pabrik PUSRI IB merupakan pabrik yang dibangun sebagai pengganti
pabrik PUSRI I yang telah dinyatakan tidak efisien lagi. Pabrik PUSRI IB
diresmikan pada tanggal 22 Desember 1994. Pada lingkungan Pabrik PUSRI IB
terdapat satu unit pabrik amonia yang memiliki kapasitas 1.350 ton per hari atau
396.000 ton per tahun, satu unit pabrik urea yang memiliki kapasitas 1.725 ton per
hari atau 570.000 ton per tahun dan satu unit utilitas, offsite dan auxiliary. Pabrik
PUSRI IB memiliki pembangkit sendiri dengan kemampuan pembangkitan daya
sebesar 22,6 MW dengan beban 14,5 MW reaktansi yang dihasilkan 9%,
kecepatan putar 3000 rpm, frekuensi yang dihasilkan 50 Hz, dan tegangan yang
dibangkitkan 13,8kV.

5
Gambar 2.1 Single Line Diagram Pabrik PUSRI IB
2. Pabrik PUSRI II
Pabrik PUSRI II adalah pabrik pupuk kedua yang dibangun oleh PT.
Pupuk Sriwidjaja dan mulai beroperasi pada tanggal 6 Agustus 1974. Pabrik
PUSRI II diresmikan dapat menghasilkan sebesar 380.000 metrik ton urea per
tahun dan 218.000 metrik ton amonia per tahun.

Gambar 2.2 Single Line Diagram Pabrik PUSRI II

6
Pabrik PUSRI IIB memiliki pembangkit sendiri dengan kemampuan
pembangkitan daya sebesar 15 MW dengan beban 10,9 MW reaktansi yang
dihasilkan 9%, kecepatan putar 3000 rpm, frekuensi yang dihasilkan 50 HZ, dan
tegangan yang dibangkitkan 13,8kV.

3. Pabrik PUSRI III


Perencanaan pembangunan Pabrik PUSRI III dimulai saat pemerintah
Repubik Indonesia meresmikan operasional Pabrik PUSRI II yang memiliki
tujuan dalam pengantisipasi dalam meningkatnya kebutuhan pupuk. Dan pada
tanggal 21 Mei 1975 diresmikan Pemancangan Tiang Pertama pembangunan
Pabrik PUSRI III. Pabrik PUSRI III dapat menghasilkan 1.100 metrik ton amonia
per hari atau 330.000 setahun dan 1.725 metrik ton urea sehari atau 570.000
metrik ton setahun.

Gambar 2.3 Single Line Diagram Pabrik PUSRI III

Pabrik PUSRI III memiliki pembangkit sendiri dengan kemampuan


pembangkitan daya sebesar 15 MW dengan beban 10,9 MW reaktansi yang
dihasilkan 9%, kecepatan putar 3000 rpm, frekuensi yang dihasilkan 50 HZ, dan
tegangan yang dibangkitkan 13,8kV.

7
4. Pabrik PUSRI IV
  Pabrik PUSRI IV dibangun pada tahun 1977 yang dapat menampung
produksi sebesar 1.100 metrik ton amonia sehari atau 330.000 metrik ton setahun
dan 1.725 metrik ton urea sehari atau 570.000 metrik ton setahun.

Gambar 2.4 Single Line Diagram Pabrik PUSRI IV

Pabrik PUSRI IV memiliki pembangkit sendiri dengan kemampuan


pembangkitan daya sebesar 15 MW dengan beban 10,9 MW reaktansi yang
dihasilkan 9%, kecepatan putar 3000 rpm, frekuensi yang dihasilkan 50 HZ, dan
tegangan yang dibangkitkan 13,8kV.

8
5. Pabrik Pusri II B

Gambar 2.5 Single Line Diagram Pabrik PUSRI II

6. Steam Turbin Generator (STG)

Gambar 3.5 Single Line Diagram STG Pusri

9
STG sendiri dengan kemampuan pembangkitan daya aktif sebesar 38MW
reaktansi yang dihasilkan 16,9%, arus yang dihasilkan 1870A, kecepatan putar
1500 rpm, frekuensi yang dihasilkan 50 HZ, dan tegangan yang dibangkitkan
13,8kV.

Pembangkit DC DM BEBAN

- GTG P-2 15.000,0 12.000,0


10.900

- GTG P-3 15.000,0 13.000,0


10.900

- GTG P-4 15.000,0 13.000,0


10.900

- GTG P-1B 22.600,0 16.000,0


14.500

- STG-01 38.000,0 32.000,0


-
47.2
Total = 105.600,0 86.000,0
00
17.6
Beban P-2B & STG =
00
29.6
Beban Pabrik Eskiting =
00
Tambahan Beban P-2B & 6.5
STG = 00
53.7
Total =
00
54.0
Pembulatan =
00
Gambar 3.1 Tabel Pembangkit PT. PUSRI

KETERANGAN:
DC = Daya Pembangkit yang dihasilkan
DM = Daya yang diuji pada Pembangkit
BEBAN = Daya Pembangkit yang digunakan

10
Gambar 2.6 Beberapa Relay yang Terdapat di PT. PUSRI

Untuk mengamankan kelistrikan dari setiap pabrik di Pusri menggunakan


berbagai macam relay, seperti:
1. Undervoltage Relay (27)
relay yang beroperasi saat tegangan input kurang dari nilai yang telah
ditentukan.
2. Directional Power Relay (32)
relay yang beroperasi pada nilai yang telah ditentukan dari aliran listrik dalam
arah tertentu atau pada aliran listrik terbalik seperti yang dihasilkan dari
otomotif dari generator pada hilangnya prime mover nya

3. Field Relay (40)


fungsi pada nilai atau kegagalan arus medan mesin diberikan atau abnormal
rendah, atau pada nilai berlebihan komponen reaktif dari arus dinamo di
mesin ac menunjukkan eksitasi bidang abnormal rendah

11
4. Reserve-Phase-Balance Current Relay (46)
relay yang berfungsi saat arus polyphase adalah urutan fase terbalik atau ketika arus
polyphase yang tidak seimbang atau mengandung negatif komponen fase-urutan di
atas jumlah tertentu.

5. Machine or Transformer Thermal Relay (49)


Relay yang berfungsi ketika suhu dari angker berliku mesin atau lainnya
membawa beban berliku atau elemen dari mesin atau transformator daya
melebihi nilai yang telah ditentukan
6. Instantaneous Overcurrent or Rate-of-Rise Relay (50)
relay yang berfungsi seketika pada nilai berlebihan saat ini.
7. AC Time Overcurrent Relay (51)
relay dengan baik karakteristik waktu tertentu atau terbalik yang berfungsi
ketika input ac saat ini melebihi nilai yang telah ditentukan, dan di mana arus
masukan dan operasi waktu secara independen terkait atau berbanding
terbalik melalui sebagian besar dari kisaran kinerja
8. Overvoltage Relay (59)
relay yang beroperasi saat tegangan input lebih tinggi dari nilai yang telah
ditentukan
9. Voltage Balance Relay (60)
relay yang beroperasi pada perbedaan yang diberikan dalam tegangan, atau
arus masukan atau output, dari dua sirkuit.
10. AC Directional Overcurrent Relay (67)
relay yang berfungsi pada nilai yang diinginkan dari ac arus mengalir dalam
arah yang telah ditentukan.

11. Differential Protective Relay (87)


relay pelindung yang berfungsi pada persentase, atau sudut fase, atau
perbedaan kuantitatif lainnya antara dua arus atau beberapa besaran listrik
lainnya.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Differential Relay

13
3.1.1 Pengertian Differential Relay
Relay Deferensial merupakan suatu relay yang prinsip kerjanya
berdasarkan kesimbangan (balance), yang membandingkan arus-arus sekunder
transformator arus (CT) terpasang pada terminal-terminal peralatan atau instalasi
listrik yang diamankan.
Relay Deferensial digunakan pada peralatan yang secra fisik mempunyai
batas daerah proteksi relatis dekat di sekitar peralatan tersebut. Jadi relay ini
biasanya digunakan pada peralatan seperti : transformator, rel, dan generator.
Biasanya digunakan untuk memproteksi peralatan terhadap gangguan hubung
singkat antar fase, maupun fase dengan tanah.

3.1.2 Prinsip Dasar Differential Relay


Relay differential adalah relay yang bekerja bilamana dua atau lebih
besaran listrik yang sama mempunyai hasil jumlah vector yang lebih besar
dari nilai setelan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan relay differential,


adalah:

1. Polaritas transformator arus harus sesuai, sedemikian hinga pada kondisi


normal, tidak akan ada arus yang mengalir pada operating coil.

2. Perbandingan transformasi serta kapasitas transformator arus harus sesuai.

3. Penempatan relay dan pemilihan penghantar yang sesuai sehingga tidak


akan terjadi, kondisi dimana salah satu transformator arus menjadi jenuh
arus gangguan yang besar.

3.1.4 Jenis-jenis Differential Relay


Terdapat beberapa jenis differntial relay yang kita ketahui saat ini yaitu:
1. Relay differential longitudinal

14
Prinsip kerja relay differential longitudinal digambarkan pada gambar
dibawah ini :

Gambar 3.1 differential relay longitudinal

Keterangan ;

CT1 dan CT2 = transformator arus 1 dan 2

I1 dan I2= arus primer CT1 dan CT2

i1 dan i2= arus sekunder CT1 dan CT2

Dengan transformator bahwa CT1 dan CT2 merupakan dua


transformator arus dengan perbandingan transformator dan kapasitas
yang sesuai, maka untuk kondisi-kondisi berikut :

1. Kondisi Normal

I1 dan I2 ditransformasikan oleh CT1 dan CT2 menjadi i1 dan i2 dengan


harga yang secara teoritis sama, sehingga berdasarka gambar
diperoleh persamaan i = i1- i2 = 0 hal ini berarti I lebih kecil dari harga
ip sehingga relay blocking

2. Kondisi Gangguan F1

15
Seperti pada kondisi normal I1 dan I2 akan ditransformasikan menjadi
i1 dan i2 yang juga secara teoritis sama. i = i1- i2 = 0 dan karena i sama
dengan nol, maka relay tetap blocking

3. Kondisi Gangguan F2

Arus gangguan I1 ditransformasikan menjadi i1 yang merupakan nilai


sekunder arus gangguan. Sedengkan I2 sama dengan nol (sumber
disebelah kiri) akan menyebabkan i2 juga menjadi nol. I = i1 + i2 = i1 +
0 = i1.

Dimana, i1 merupakan nila sekunder arus gangguan yang nilainya


cukup jauh lebih besar dari Ip, sehingga relay akan pick- up. Namun
beberapa masalah praktis yang sering mempengaruhi keandalan
system proteksi ini, yaitu :

1. Ketidakmudahan memperoleh transformator arus yang benar-benar


identik.

2. Pada umumnya peletakan transformator arus dan unit relay diferenttial


sedemikian rupa. Sehingga biasanya burden dari transformator arus
yang digunakan menjadi berbeda.

Dengan demikian, harus dipasangkan nilai setelan (ip) untuk relay


ini yang lebih besar dari hasil jumlah vector arus (i) pada kondisi
normal. Termasuk kondisi bila mana terjadi though fault current (arus
gangguan yang besar tetapi berinteraksi di luar daerah proteksi).
Penentuan nilai setelan dengan cara seperti ini, pada akhirnya akan
berarti mengurangi sensitivitas relay. Hal ini menjadi kelemahan relay
differential longitudinal.
2. Relay Differential Persentase

16
Gambar 3.2 Differential Relay Persentase

Untuk mengatasi masalah gambar (a) dan gambar (b) diatas, maka relay
differensial dilengkapi dengan kumparan kerja dan restraining coil (kumparan
penahan) atau lebih dikenal dengan Relay Differensial Persentase (Relay
Differensial Bias).

Dengan melakukan pembaharuan relay defferensial yang berdasarkan


Prinsip Sirkulasi arusnya adalah untuk mengatasi gangguan yang timbul diluar
dari pada perbedaan dalam hal ratio terhadap nilai arus hubung singkat External
yang tinggi. Relay differential dengan presentase memiliki coil (belitan) peredam
tambahan yang dihubungkan delan pilot wire seperti pada gambar dbawah ini

Gambar 3.3 Relay Differential Presentase

Didalam relay ini kumparan kerjanya dihubungkan dengan titik tengah


kumparan penahan (peredam), total jumlah impedansi belitan didalam kumparan
peredam sama dengan jumlah ampere belitan yang ada pada kedua ½ bagian
kumparan yaitu , yang memberikan rata-rata arus peredam sebesar di dalam
belitan N. untuk gangguan luar I1 dan I2 semakin besar dan karenannya kopel

17
peredam bertambah besar yang bisa mencegah kesalahan operasi. Berikut
persamaan kopel:
1. Kopel Operasi To = K (i1 – i2) No
2. Kopel Lawan Tr = K (i1 + i2/2) Nr + S
Dimana :
K = Konstanta
S = Kopel lawan mekanis
i1 , i2 = arus sekunder CT1 dan CT2
Nr, No = Jumlah lilitan restraining coil dan operating coil
Berikut merupakan gambar karakteristik operasi dari relay :

Gambar 3.4 Karakteristik Relay differential

Ratio arus peredam rata-rata dari arus operasi persentasenya bias


ditetapkan, maka relay tersebut dinamakan relay differential dengan persentase.
Relay tersebut juga disebut relay bias, sebab relay ini dilengkapi dengan flux
tambahan. Persentase relay differential bias memiliki karakteristik pick up yang
semakin tinggi. Karena besarnya arus yang lewat semakin bertambah, maka arus
peredamnya semakin bertambah
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Spesifikasi Diferenttial Relay

18
Differential relay 87L pada synchronizing bus kesetiap plan PT. PUSRI
(Persero) menggunakan MICOM P543 87L seperti yang terlihat dibawah ini:

Gambar 4.1 Relay differential MICOM P543

Data differential relay Line (87L) dari Synchronizing bus menuju ke pusri II B di area
PT. PUSRI (Persero)

Gambar 4.2 Spesifikasi Relay differential MICOM P543

4.2 Setting Diferenttial Relay 87L

MICOM P543 adalah relay multifungsi yang memiliki berbagai fitur relay
sehingga setting yang dipakai dapat dilihat sebagai berikut

19
Gambar 4.2.1 Penyettingan fungsi relay yang dipakai

20
Gambar 4.2.2 Penyettingan CT/VT Rasio yang dipakai

Gambar 4.2.3 Penyettingan nilai arus yang dipakai

4.3 Cara Kerja Diferenttial Relay 87L

Relay differential prinsip kerjanya berdasarkan hukum kirchoff, dimana


arus yang masuk pada suatu titik, sama dengan arus yang keluar dari titik tersebut
seperti gambar dibawah.

Gambar 4.2.1 Prinsip kerja differential relay

21
Yang dimaksud titik pada proteksi differential adalah daerah pengamanan,
dalam hal ini dibatasi oleh dua buah trafo arus seperti yang terlihat pada gambar.

CT 1 Daerah Pengamanan CT 2

87L

Gambar 4.3.1 Daerah pengamanan differential relay


Jika terjadi gangguan diluar area pengaman differential relay 87L maka
nilai arus yang terbaca pada MICOM P543 87L adalah 0A. Hal ini terjadi karena
arus yang mengalir pada daerah pengaman tidak terpengaruh sehingga relay tidak
bekerja.

22
Gambar 4.3.2 Single Line diagram relay 87L

Apabila terjadi gangguan didalam area pengaman differential relay 87L


maka nilai arus yang terbaca pada MICOM P543 87L adalah arus inputnya saja
sedangkan arus outputnya 0A maka relay akan bekerja. Di PUSRI sendiri, pada
beberapa titik dibutuhkan 2 relay 87L yang saling terkoneksi menggunakan kabel
Fiber Optik (FO) pada line yang sama karena jarak line ingin diproteksi terlalu
jauh jangkauannya jika menggunakan 1 relay. Selain itu, letak CT yang telalu jauh

23
juga mempengaruhi losses arus yang tebaca. Jika menggunakan 2 relay hasil yang
terbaca lebih akurat.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Differential relay menghindari atau mengurangi terjadinya kerusakan
peralatan akibat gangguan

24
2. Differential relay mengurangi resiko kecelakaan kerja

3. Differential relay membatasi daerah yang terganggu sekecil mungkin agar


tidak menyebar kesetiap plan yang ada

4. Differential relay meningkatkan penyaluran tenaga listrik dengan mutu dan


keandalan yang tinggi

5.2 Saran
1. Penulis menyarankan agar dapat menambah pengetahuan mengenai
diferential relay 87L ini dengan membaca referensi mengenai hal yang dibahas,
baik dari buku maupun jurnal atau dapat meminta kepada pembimbing pada
perusahaan untuk lebih fokus di salah satu bidang agar lebih memahami mengenai
diferential relay 87L.
2. Karena Differential Relay 87L tipe MICOM P543 merupakan Relay tipe
digital, maka walaupun ketelitia dibandingannya tinggi, perawatannya pun harus
lebih di perhatikan karena memilikisistem error yang lebih tinggi dibandingkan
Relay Analog.
3. Karena Differential Relay 87L mencakup daerah pengamanan yang luas
serta vital, sehingga melibatkan banyak sistem lain dalam operasinya akan lebih
baik jika pemahamankerja alat serta perawatan secara berkala lebih di
tingkatkanketelitian serta pemeriksaannya, karena. keandalan suatu sistemsangat
bergantung pada sistem proteksinya.

25

Anda mungkin juga menyukai