Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH KEDARURATAN MATERNAL

“KOAGULOPATI KONSUMTIF (DISSEMINATED INTRAVASCULAR


COAGULATION)”

Dosen Pengampu
Dr. dr. Kusnarman Keman SpOG.

Oleh:

Irma Hamdayani Pasaribu (156070400111014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
KOAGULOPATI KONSUMTIF (DISSEMINATED INTRAVASCULAR
COAGULATION)

A. Definisi Disseminated intravascular coagulation (DIC)


Tahun 1901, DeLee melaporkan suatu keadaan "hemofilia yang bersifat
sementara" pada pasien dengan solusio plasenta dan kematian janin yang
mengalami maserasi, yang terbukti merupakan trombohemorrhagict konsumtif
yang diamati dalam berbagai komplikasi kebidanan, termasuk emboli cairan
ketuban, atau aborsi septik. Kehamilan normal dikaitkan dengan aktivasi
koagulasi, namun banyak komplikasi kehamilan yang dapat memperburuk respon
prohemostatic dan dapat menyebabkan kelainan yang serius. Preklampsia adalah
kondisi obstetri paling umum yang terkait dengan aktivasi pembekuan darah yang
mengakibatkan deposisi fibrin makroskopik di berbagai organ pada kasus yang
berat. Bentuk lain dari aktivasi koagulasi ditemukan pada sindrom HELLP
(hemolysis, elevated liver enzymes and low platelets) yang merupakan komplikasi
kehamilan pada 5-10% kasus hipertensi dan 50% pada kasus preeklampsia. Pada
kasus microangiopathic hemolytic anemia (MHA) yang menyertai kerusakan
endotel vaskular, dan adhesi dan aktivasi platelet, memperlancar pembentukan
trombus intravaskular yang merupakan bentuk yang lebih klasik dari disseminated
intravascular coagulation (DIC) yang dapat disebabkan oleh beberapa
coagulopathic peripartum darurat, seperti plasenta abruptio, emboli cairan
ketuban, dan retained dead fetus syndrome (Levi, 2013).
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah kondisi yang
ditandai dengan aktivasi sistemik koagulasi menyebabkan deposisi fibrin tanpa
spesifik lokalisasi di intravascularly. Banyak percobaan dan bukti patologis bahwa
deposit fibrin pada DIC berkontribusi menyebabkan kerusakan beberapa organ.
Aktivasi masif dan berkelanjutan dari koagulasi, dapat mengakibatkan penurunan
trombosit dan faktor koagulasi, yang dapat menyebabkan perdarahan
(Koagulopati konsumtif) (Levi, 2009).
Disseminated intravascular coagulation (DIC) dalam kebidanan
berhubungan dengan peningkatan angka kematian ibu dan morbiditas. Hal ini
diakibatkan dari perdarahan akut dan masif selama persalinan, tindakan obstetri,
atau disebabkan tindakan bedah yang kurang umum. Koagulopati yang sudah ada
sebelumnya atau gangguan hati kronis (Hepatitis C dan penyakit hati non-sirosis)
mungkin juga menyebabkan DIC. Perdarahan, baik antepartum dan postpartum,
tetap merupakan penyebab paling penting dari kematian ibu di Afrika dan Asia,
34% dan 31%, masing-masing (Hossain & Paidas, 2013).
DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan
baik menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol
hemostasis ini respons koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh
manusia, berubah menjadi respons maladaptif dengan berbagai konsekuensi
patologis (Thachil & Toh, 2009).

B. Etiologi
Penyakit yang dapat meningkatkan kadar faktor prothrombosis,
menurunkan faktor antikoagulan, dan menyebabkan disfungsi endotel, atau
mengganggu proses fibrinolisis dapat menyebabkan terjadinya DIC. Penyebab
DIC dalam bidang obstetrik (Hossain & Paidas, 2013):
1. Abruptio plasenta / plasenta previa (37%)
2. Perdarahan postpartum (29%)
3. Preeklamsi dan sindrom HELLP (14%)
4. Perlemakan hati akut pada kehamilan (acute fatty liver of pregnancy) (8%)
5. Emboli cairan ketuban(6%)
6. Abortus septik dan infeksi intrauterine (6%)
7. Kematian janin intrauterine (<1%)

C. Perubahan Sistem Hemostasis Selama Kehamilan


Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif
dibandingkan fibrinolisis, perubahan ini berperan sebagai proteksi alami tubuh
terhadap perdarahan yang terjadi pada saat persalinan dan sesudah persalinan.
1. Koagulasi dan fibrinolisis
Kehamilan normal dihubungkan dengan peningkatan kadar fibrinogen,
faktor VII, VIII, X, dan Von Willebrand factor (VWF). Konsentrasi fibrinogen
plasma meningkat sekitar 50%. Rata-rata konsentrasi fibrinogen plasma normal
sekitar 300mg/dL dan mengalami peningkatan 500mg/dL pada akhir
kehamilan. Peningkatan konsentrasi fibrinogen ini menyebabkan peningkatan
laju endap darah pada ibu hamil. Kenaikan faktor VII dideteksi mencapai
>200% dibandingkan kadar normal selama kehamilan. Peningkatan faktor
faktor protrhombotik karena adanya aktivitas sel trofoblas plasenta dan
pelepasan fosfolipid plasenta (Thachil & Toh, 2009).
Perubahan konsentrasi faktor koagulasi selama kehamilan juga dapat
ditemukan pada wanita tidak hamil yang menggunakan pil kontrasepsi
esterogen dan progesteron. Penanda lain yang menunjukkan terjadinya kondisi
hiperkoagulasi adalah peningkatan konsentrasi kompleks thrombin-
antithrombin (TAT) dan fragmen prothrombin (Hossain & Paidas, 2013).
Konsentrasi plasminogen ditemukan meningkat selama kehamilan, hal ini
juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitor
(PAI) 1 dan 2 (PAI-1 dan PAI-2). Peningkatan PAI-1 dan PAI-2 ini akan
menurunkan aktivitas plasmin selama kehamilan dan akan kembali normal
sesudah kehamilan (Levi, 2013). Produksi thrombin juga ditemukan meningkat
selama kehamilan dan akan kembali ke konsentrasi normal 1 tahun sesudah
kehamilan. Pada wanita hamil normal, terjadi peningkatan ekspresi faktor
pembekuan darah, tapi tidak terjadi peningkatan waktu pembekuan darah yang
signifikan. Diduga kondisi prothrombotik selama kehamilan juga disertai
dengan peningkatan konsentrasi plasminogen dan menurunnya konsentrasi
plasmin inhibitor, 𝛼 2 antiplasmin yang berperan sebagai mekanisme kontrol
untuk mempertahankan fungsi hemostasis yang normal (Levi, 2009).
2. Perubahan Trombosit
Kehamilan normal menyebabkan perubahan pada trombosit. Jumlah
trombosit menurun sekitar 10% selama kehamilan, trombosit rata-rata pada
wanita hamil sekitar 213.000/µL dan 250.000/µL pada wanita yang tidak
hamil. Penurunan jumlah trombosit pada ibu hamil terjadi karena efek
hemodilusi akibat peningkatan volume plasma darah pada ibu hamil. Selain
karena efek hemodilusi, terjadi peningkatan aktivasi trombosit, sehingga
proporsi trombosit muda lebih besar. Pada penelitian ditemukan bahwa
produksi thromboxane A2 dapat memicu agregasi trombosit meningkat pada
kehamilan trimester kedua. Penurunan jumlah trombosit terlihat paling jelas
saat memasuki trimester ketiga dan biasanya kembali ke nilai normal 6
minggu setelah persalinan (Cunningham, 2014).
3. Protein Regulator
Beberapa protein yang berperan sebagai inhibitor koagulasi alami dalam
tubuh, seperti protein C, protein S, dan antithrombin. Activated protein C,
bersamaan dengan protein S (kofaktor) dan faktor V berperan sebagai
antikoagulan dengan menetralisir faktor Va dan faktor VIIIa yang merupakan
faktor prokoagulan. Selama kehamilan, resistensi terhadap activated protein C
meningkat secara progresif yang diikuti dengan penurunan konsentrasi protein
C teraktivasi, penurunan jumlah protein S, konsentrasi faktor VIII juga
ditemukan meningkat pada ibu hamil. Konsentrasi antithrombin relatif
konstan sepanjang kehamilan. Konsentrasi protein S menurun pada trimester
pertama dan kedua dan kemudian tetap stabil selama trimester ketiga.
Resistensi terhadap activated protein C diduga terjadi karena peningkatan
aktivitas faktor VIII atau menurunnya aktivitas protein S (Cunningham, 2014).

D. Diagnosis Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


Diagnosis didapat berdasarkan kecurigaan klinis dan didukung oleh hasil
pemeriksaan laboratorium, meskipun tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal
yang dapat mendiagnosis DIC.
1. Manifestasi klinis Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
DIC merupakan gangguan thromboemboli yang merupakan manifestasi
klinis yang muncul tergantung dari patologi penyakit yang menjadi
penyebabnya. Spektrum klinis dari DIC cukup beragam dari thrombosis sampai
perdarahan, tergantung dari interaksi antara berbagai komponen hemostasis
yang teraktivasi. Pada stadium awal (periode akut), terjadi produksi thrombin
berlebihan karena eksposur darah terhadap tissue factor dalam jumlah besar
(Levi, 2009)
Hasil interaksi komponen hemostasis memiliki hasil akhir antara
terjadinya thrombosis jika yang dominan merupakan jalur prothrombotik atau
perdarahan jika yang dominan merupakan jalur proteolitik. Pada umumnya
manifestasi klinis awal yang terjadi berupa gangguan akibat thrombosis yang
diikuti kelainan berupa perdarahan setelah terjadi koagulopati konsumtif
(Thachil & Toh, 2009).
Jika thrombosis merupakan hasil akhir yang dominan dari aktivasi
berbagai komponen hemostasis, maka akan ditemukan gangguan pada organ
karena gangguan perfusi akibat sumbatan darah oleh thrombus. Manifestasi
klinis yang muncul akibat terbentuknya thrombus dapat berupa gagal ginjal
yang sering dijumpai pada tahap awal DIC yang terjadi karena sepsis. Acute
respiratory distress syndrome merupakan manifestasi awal DIC yang terjadi
karena trauma atau emboli cairan ketuban (Thachil & Toh, 2009).
Kelainan perdarahan biasanya berupa perdarahan pada traktus
gastrointestinal atau pada traktus urinarius dan kulit. Pada ibu hamil yang
memiliki kelainan yang sering dihubungkan dengan DIC, maka sebaiknya
melakukan pemeriksaan kulit dengan teliti. Lesi kulit baru yang berupa petekie,
purpura, atau bula hemoragik memiliki nilai diagnostik untuk DIC. Kelainan
kulit merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada pasien
dengan DIC. Perdarahan pada kelenjar adrenal dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar adrenal. Perdarahan yang tidak berhenti dari lokasi fungsi vena atau
insisi bedah juga dapat dianggap sebagai manifestasi perdarahan dari DIC.
Perdarahan dalam jumlah besar kemudian dapat menyebabkan perubahan
status mental, gagal ginjal akut, hipoksia dan shock hipovolemik (Thachil &
Toh, 2009).
Meskipun jarang terjadi tapi dapat ditemukan abdominal compartment
syndrome pada pasie ndengan DIC. Abdominal compartment syndrome
merupakan kondisi dimana perfusi jaringan dan fungsi organ terganggu karena
meningkatnya tekanan dalam rongga abdomen, yang kemudian menyebabkan
gangguan sirkulasi sistemik. Gambaran klinis dari abdominal compartment
syndrome berupa insufisiensi kardiovaskular, gagal napas, gagal ginjal, distensi
abdomen dan meningkatnya tekanan intraabdominal. Gejala akan membaik
dengan dekompresi secara surgikal (Sahin, et.al, 2014).
2. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis disseminated intravascular
coagulation
Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup parameter untuk menilai
komponen yang terlibat dalam proses prokoagulasi dan fibrinolitik serta tanda-
tanda dari gagal organ. Dalam tatalaksana pasien DIC, penting untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala. Penelitiaan metaanalysis
menunjukkan pemeriksaan laboratorium abnormal yang paling sering ditemui
pada DIC adalah thrombocytopenia, peningkatan D-dimer serta pemanjangan
PT dan aPTT (Sahin, et.al, 2014).
a. Prothrombin (PT) dan Partial Thromboplastin Time (aPTT)
Hasil pemeriksaan PT dapat menunjukkan defisiensi dari faktor I,II, V,
VII, X dan digunakan untuk evaluasi jalur ekstrinsik dari proses koagulasi.
aPTT digunakan untuk evaluasi faktor I,II,V,VIII,IX,XI,XII yang terlibat
dalam jalur intrinsik. Dalam kehamilan normal, waktu PT dan aPTT
biasanya memendek, tetapi tidak signifikan. Pemanjangan waktu PT dan
aPTT ditemukan pada 50-69% kasus DIC. Pemanjangan waktu
pembekuan dianggap signifikan jika didapat sesudah test berulang dan
nilanya >1,5 x dari normal untuk PT dan > 2,5 x dari normal untuk aPTT.
Pemanjangan PT maupun aPTT ini baru mulai terjadi saat jumlah faktor
koagulasi dalam darah sudah kurang dari 50% (Hossain & Paidas, 2013)
b. Hitung trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan mudah dan merupakan
indikator dari koagulopati konsumtif dengan sensitivitas yang tinggi
namun spesifisitas yang rendah. Hitung trombosit juga ditemukan rendah
pada berbagai kondisi medis kronis, infeksi malaria dan demam berdarah,
karena supresi imun, dan obat-obatan tertentu. Pada wanita hamil dapat
terjadi trombositopenia gestasional pada trimester ketiga dan dapat
mempersulit diagnosis DIC. Salah satu cara membedakan keduanya adalah
dengan melakukan pemeriksaan hitung trombosit serial. Pada DIC dapat
ditemukan tren penurunan jumlah trombosit. Hitung trombosit digunakan
untuk menentukan derajat aktivasi trombosit. Jumlah trombosit <100.000
sel / µL sugestif bahwa telah terjadi DIC dan ditemukan pada >90% pasien
(Levi, 2013).
c. Pemeriksaan Jalur Prokoagulan
Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan untuk Prothrombin fragments
1+2 (PF 1+2), thrombin antithrombin xomplex (TAT), dan soluble fibrin
dalam darah, Konsentrasi plasma dari pemeriksaan tersebut menunjukkan
aktivitas thrombin pada pasien dengan DIC. PF 1+2 merupakan molekul
yang terbentuk saat konversi prothrombin menjadi thrombin, kadar PF 1+2
meningkat pada >90% pasien dengan DIC. TAT merupakan kompleks
yang terbentuk oleh prethrombin 2 dan antagonis utamanya, yaitu
antithrombin, keduanya membentuk kompleks enzyme inhibitor inaktif
yang stabil, kadar TAT meningkat pada 80-90% pasien dengan DIC.
Soluble fibrin monomer (FM), memerlukan pemeriksaan ELISA,
meningkatnya FM melebihi nilai normal (<15nmol/L) ditemukan pada 75-
80% pasien dengan DIC. Ketiganya saling berkorelasi dan nilanya
ditemukan meningkat pada pasien dengan DIC. Konsentrasi fibrinogen
plasma yang menurun <150mg/dL ditemukan pada 70% pasien dengan
DIC. Konsentrasi fibrinogen plasma meningkat karena proses fisiologis
kehamilan, sehingga penurunannya yang patologis dapat tersembunyi pada
populasi ini (Hossain & Paidas, 2013).
d. Pemeriksaan Jalur Fibrinolitik
Mencakup pemeriksaan produk sisa dari fibrinolysis yang mencakup
Fibrin Degradation Product (FDP), D-dimer, dan kandungan PAI-1
plasma. Pemeriksaan FDP dan D-dimer digunakan untuk mengukur
tingkat produksi fibrin secara tidak langsung. Keduanya merupakan
indikator sensitif untuk DIC dalam obstetrik namun memiliki spesifisitas
yang rendah karena konsentrasinya juga meningkat pada kehamilan
normal. Peningkatan FDP terjadi karena proses biodegradasi fibrinogen
atau fibrin oleh plasmin sehingga secara indikatif menunjukkan
konsentrasi plasmin dalam darah, meningkatnya FDP >40µg/mL
ditemukan pada 85-100% pasien dengan DIC. D-dimer merupakan produk
lysis cross-linked fibrin oleh plasmin. Peningkatan D-dimer >1,7µg/mL
ditemukan pada 90% pasien dengan DIC (Levi, 2013)
3. Sistem skoring untuk diagnosis disseminated intravascular coagulation
Tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup baik untuk mendiagnosis DIC sehingga dikembangkan
sistem skoring yang terdiri atas perhitungan beberapa hasil pemeriksaan
laboratorium (Wada, et.al, 2014). Ada tiga sistem skoring yang
direkomendasikan untuk mendiagnosis DIC, yaitu skor The International
Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) , skoring dari the Japanese
Ministry of Health and Welfare (JMHW), dan skoring oleh the Japanese
Association for Acute Medicine (JAAM). Ketiga sistem skoring ini melakukan
perhitungan skor berdasarkan hasil pemeriksaan parameter koagulasi yang
mirip tetapi memiliki cut-off values yang berbeda, sehingga masing-masing
sistem skoring tersebut memiliki spesifisitas dan sensitivtias diagnosis yang
berbeda. Pedoman yang dikeluarkan oleh the British Society of Haematology
menganggap skor ISTH sebagai alat diagnosis terbaik untuk DIC. Skor ISTH
ini memiliki sensitivitas sebesar 91% dan spesifisitas sebesar 97% (Wada, et.al,
2014).
Perhitungan skor dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium untuk
hitung trombosit, produk degradasi fibrin, D-dimer, dan waktu PT, dan
konsentrasi fibrinogen darah. Skor 5 dan lebih dianggap sebagai overt DIC.
Skor < 5 sugestif bukan DIC meskipun demikian pemeriksaan tetap perlu
dilakukan pemeriksaan ulang sesudah 1-2 hari (Wada, et.al, 2014)
Sistem skoring DIC dari ISTH belum divalidasi untuk pasien obstetrik.
Nilai referensi parameter koagulasi yang digunakan pada scoring DIC ISTH
itu tidak memperhitungkan perubahan parameter koagulasi yang terjadi saat
kehamilan. Penggunaannya pada populasi ibu hamil diduga akan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Dari empat parameter koagulasi
yang digunakan untuk menghitung skoring ISTH, tiga dari empat parameter
ini mengalami perubahan pada kehamilan. Fibrinogen meningkat saat
kehamilan terutama saat trimester ketiga dan turun dua hari setelah
persalinan. Kehamilan juga merupakan suatu kondisi khusus dimana jumlah
trombosit menurun seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, sekitar 7%
wanita hamil akan mengalami thrombositopenia. Parameter koagulasi lain
yang juga berubah selama kehamilan adalah konsentrasi D-dimer atau produk
degradasi protein juga meningkat selama kehamilan terutama sesudah usia
gestasi 20 minggu (Wada, et.al, 2014).

E. Penatalaksanaan Disseminated Intravascular Coagulation Pada


Kehamilan
a. Pemberian produk darah
Terapi produk darah sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan
kondisi klinis dan hasil laboratorium. Saat terjadi DIC karena perdarahan,
perlu segera diberikan transfusi dengan menggunakan massive transfusion
protocol. Protokol ini mencakup transfusi sel darah merah, fresh frozen
plasma, dan trombosit dengan rasio 1:1:1 dengan pemberian fibrinogen
bila perlu. Secara umum pemberian trombosit baru dilakukan pada pasien
dengan hitung trombosit < 50.000 yang sedang mengalami perdarahan
aktif, untuk pasien yang tidak sedang mengalami perdarahan, transfusi
trombosit dilakukan jika jumlah trombosit <30.000.
Fresh Frozen Plasma (FFP) kaya dengan faktor koagulasi kecuali
fibrinogen. The British Committee for Standards in Haematology’s
guidelines menyarankan transfusi FFP dalam jumlah besar dilakukan saat
ditemukan pemanjangan waktu Prothrombin (PT) dan partial
thromboplastin ( aPTT) >1.5 kali dari nilai normal. Dosis FFP adalah 10-
15 ml/kg. FFP tidak perlu diberikan pada pasien yang tidak mengalami
perdarahan atau tidak akan menjalani tindakan invasive meskipun
ditemukan waktu PT dan aPTT yang memanjang. Jika transfusi FFP tidak
memungkinkan (seperti pada pasien dengan overload cairan), maka
pemberian prothrombin complex concentrate (PCC) 25-30U/kg dapat
dilakukan. Konsentrat ini hanya memperbaiki sebagian defisit faktor
koagulan, karena hanya mengandung faktor koagulan yang dependen
terhadap vitamin K, sedangkan pada DIC terjadi defisiensi faktor
koagulasi yang global. Sebaiknya digunakan non-activated PCC,
penggunaan activated PCC dikhawatirkan akan memicu DIC.
Terapi penggani fibrinogen diberikan terutama pada pasien yang
mengalami DIC karena perdarahan postpartum. Pada hipofibrinogenemia
berat (=1g/L), harus segera diberikan konentrat fibrinogen (Su Lin Lin,
et.al, 2012).
b. Pemberian antikoagulan
Antithrombin dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien dengan
DIC obstetrik dan dengan konsentrasi antithrombin plasma <70. Heparin
dapat digunakan sebagai tatalaksana DIC karena proses kaogulasi yang
teraktivasi secara abnormal. Hasil penelitian menunjukkan masih beragam
mengeai efektifitas pemberian heparin. Penggunaan terapi heparin
disarankan untuk kondisi dengan deposisi fibrin menyeluruh pada
pembuluh darah atau pada kejadian dimana terdapat thrombosis yang jelas.
Pengguaan heparin sebagai thromboprophylaxis ini dapat diberikan pada
kompliasi kehamilan yang muncul karena gangguan oleh plasenta.
Activated protein C (APC) yang merupakan inaktivator psikologis untuk
faktor Va dan VIIIa juga efektif pada pasien yang mengalami DIC karena
sepsis.
c. Tatalaksana perdarahan masif
Mortalitas pada DIC seringkali disebabkan karena perdarahan. Selain itu
perdarahan juga menimbulkan morbiditas. Terjadinya perdarahan masif
lebih sering ditemui pada DIC karena perdarahan postpartum. Resusitasi
agresif adalah tindakan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Tujuan resusitasi adalah mencapai tekanan darah normal dan
mempertahankan suhu yang normal pada pasien dengan faktor kaogulasi
yang cukup. Pemasangan dua kanula intravena berukuran besar harus
segera dilakukan sehingga cairan dapat dimasukkan secara cepat untuk
mencegah terjadinya shock. Pemilihan cairan kristaloid atau koloid dalam
resusitasi masih diperdebatkan tetapi pada umumnya cairan kristaloid
lebih sering digunakan. Pemberian cairan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan dilusi faktor koagusi dan sehingga penting untuk
memasukkan juga produk darah saat melakukan resusitasi dalam jumlah
besar. Resusitasi dengan menggunakan packed red blood cell (PRC) dapat
menyebabkan koagulopati dilusional jika diberikan lebih dari 5 unit.
Karenanya pemberian PRC sebaiknya disertai juga dengan transfusi FFP
dengan rasio 1:1 dan diasosiasikan dengan peningkatan survival rate.
Tranfusi trombosit juga dapat diberikan sebanyak 1 atau 2 unit untuk
setiap 8-10 unit PRC yang diberikan. Pemberian cairan dan juga produk
darah diteruskan sampai pemeriksaan laboratorium yang mencakup
pemeriksaan darah lengkap dan parameter koagulasi dilakukan dan
menunjukkan hasil yang normal (Su Lin Lin, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, editor. 2014. Williams obstetrics. 24th edition. New York:
McGraw-Hill Medical

Hossain N, Paidas MJ. 2013. Disseminated Intravascular Coagulation. Elsevier.

Levi Marcel. 2009. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) in Pregnancy


and The Peri-Partum Period. Elsevier.

Levi Marcel. 2013. Pathogenesis And Management Of Peripartum Coagulopathic


Calamities (Disseminated Intravascular Coagulation and Amniotic
fluid Embolism). Elsevier.

Sahin S, Eroglu M, Tetik S, Guzin K. 2014. Disseminated Intravascular


Coagulation In Obstetrics : Etiopathogenesis And Up To Date
Management Strategies. Journal of Turkish Society of Obstetric and
Gynecology.

Su Lin Lin, Chong YS. 2012. Massive Obstetric Haemorrhage With Disseminated
Intravascular Coagulopathy. Elsevier.

Thachil J, Toh C-H. 2009. Disseminated Intravascular Coagulation In Obstetric


Disorders And Its Acute Haematological Management. Elsevier.

Thachil J, Toh CH. 2012. Current Concepts In The Management Of Disseminated


Intravascular Coagulation. Elsevier

Wada H, Matsumoto T, Yamashita Y, Hatada T. 2014. Disseminated


Intravascular Coagulation: Testing And Diagnosis. Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai