Anda di halaman 1dari 67

DIARE KRONIK

PENGERTIAN
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari sejak awal diare
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Waktu dan frekuensi diare
2. Bentuk tinja
3. Keluhan lain yang menyertai seperti nyeri abdomen, demam, mual muntah,
penurunan berat badan
4. Obat-obatan : laksan, antibiotika, imunosupresan, dll
5. Makanan / minuman
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, status dehidrasi
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan, tinja, darah, urin
- Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi : barium enema / colon in loop
(didahului BNO), kolonoskopi, ileoskopi, dan biopi, barium follow through, atau
enteroclysis, USG abdomen, CT scan abdomen
- Fungsi usus dan pancreas : tes fungsi pancreas, CEA dan CA 19-9
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi, malabsorbsi, keganasan, IBD, IBS, kelainan metabolic, kelainan endokrin.
TATALAKSANA
Non Farmakologis
Seperti tatalaksana diare pada umumnya. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada table
diare infeksi
Farmakologis
Pengobatan diare kronik ditujukan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah obat
anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan aman
pada keadaan gejala stabil.
1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16
mg/ hari.
1
2. Kodein :Dosis 15-60mg setiap 4 jam. Paregoric diberikn 4-8 mL.
3. Klonidin : Diberikan 0,1-0,2 mg.hari selama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan
diare sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes
4. Ocreotide : Dosis efektif 50-250 mg subkutan tiga kali sehari.
5. Cholestiramin :Dosis 4gr 1 s/d 3 kali sehari.
6. Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2 tab selama diare.
KOMPLIKASI
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/ gas
darah, gagal ginjal akut, kematian.
PROGNOSIS
Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya. Prognosis baik pada
penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan, tergntung pada kemampuan untuk
menghindari pemakaian obat-obatan tersebut.
UNIT YANG MENANGANI
- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit
Dalam
- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam
UNIT TERKAIT
- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, ICU / High care
- RS non-pendidikan : ICU, bagian bedah

2
Inflammatory Bowel Disease (IBD)

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna
dengan penyebab pasti belum diketahui jelas. IBD dibedakan atas dua entitas utama, yakni
Kolitis ulseratif (KU, Ulcerative colitis/UC) dan Penyakit Crohn (PC, Crohn’s disease/CD).
Bila sulit membedakan keduanya, dimasukkan ke dalam kategori indeterminate colitis (IC)

Pendekatan Diagnosis
Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan fase remisi. Fase remisi dapat
disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi secara spontan. Dengan
perjalanan klinik IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik
sebagai gambaran aktifitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan
maupun penetapan fase remisi.

Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan berdasarkan frekuensi diare,
ada tidaknya demam, derajat beratringannya anemia yang terjadi dan LED (laju endap darah) sesuai
Klasifikasi Truelove. Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat atau
dimulai dengan tampilan ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu.

3
Penatalaksanaan Farmakologis:

- Antibiotik:
o Metronidazole: Dosis 500 mg 3 kali sehari.
o Ciprofloxacin: Dosis 500 mg 2 kali sehari.
- Kortikosteroid:
o Budesonide (Budenofalk): Dosis 9 mg 1 kali sehari atau setara dengan dosis prednisone
40 – 60 mg per hari, remisi biasanya tercapai dalam 8 – 12 minggu lalu diikuti dengan
penurunan dosis (tapering down).
- Asam aminosalisilat (5-ASA):
o Mesalazine (Salofalk): Dosis 500 mg – 1000 mg 3 kali sehari, setelah remisi tercapai
umumnya 16 -24 minggu, kemudian diberikan dosis pemeliharaan yang bersifat
individual.

- Imunosupresif:
o 6 – mercaptopurine (6-mp): Dosis 1-1,5 mg/kg/hari.
o Azathioprine: Dosis 2-2,5 mg/kg/hari.
o Methotrexate: Dosis 15 – 25 mg per minggu.

UNIT YANG MENANGANI


- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit
Dalam
- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam
UNIT TERKAIT
- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, ICU / High care
- RS non-pendidikan : ICU, bagian bedah

Sumber:
1. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) di Indonesia. Perkumpulan Gastroentereologi Indonesia. 2013
2. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Perkumpulan
Gastroentereologi Indonesia. 2012
3. Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia. Perkumpulan Gastroentereologi Indonesia. 2011
4. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan Praktik Klinis. 2015
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014

4
GASTROESOPHAGEAL RELUX DISEASE (GERD)

PENGERTIAN
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul
akibat keterlibatan esophagus, laring dan saluran nafas; akibat kelemahan otot sfingter
esophagus bagian bawah (LES/ lower esophageal sfingter).
Terrapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan esophagitis erosive yang
ditandai dengan mucosal break di esophagus pada pemeriksaan endoskopi (GERD) dan
pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan mucosal break (non erosive
reflux disease / NERD)
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan seperti:
- Keluhan paling sering : merasakan adanya makanan yang menyumbat di dada,
nyeri seperti terbakan di dada yang meningkat dengan membungkukkan badan,
tiduran, makan; dan menghilang dengan pemberian antasida, non cardiac chest
pain (NCCP)
- Keluhan yang jarang dikeluhkan batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups,
suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan, bronchitis
- Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas untuk GERD. Pada pemeriksaan laring
dapat ditemukan inflamasi yang mengindikasikan GERD.
Pemeriksaan Penunjang
Jika keluhan tidak berat, jarang dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
dilakukan ketika keluhan berat atau timbul kembali setelah diterapi.
- Esophagogastroduodenoscopy (EGD): melihat adanya kerusakan esophagus
- Barium meal : melihat adanya stenosis esophagus, hiatus hernia
- Continous esophageal pH monitoring : mengevaluasi pasien GERD yang tidak
respon dengan PPI, evaluasi pasien-pasien dengan gejala ekstra esophageal
sebelum terapi PPI, memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti refluks
atau mengevaluasi NERD berulang setelah operasi anti refluks.

5
- Manometri esophagus: mengevaluasi pengobatan pasien NERD dan untuk tujuan
penelitian
- Stool occult blood test : untuk melihat adanya perdarahan dari iritasi esophagus,
lambung, atau usus.
- Pemeriksaan histopatologis: menentukan adanya metaplasia, dysplasia atau
keganasan.
DIAGNOSIS BANDING
- Dispepsia
- Ulkus peptikum
- Kolik bilier
- Eosinophilic esophagitis
- Infeksi esophagitis
- Penyakit jantung coroner
- Gangguan motilitas esophagus
TATALAKSANA
Nonfarmakologis
1. Modifikasi gaya hidup, menghentikan obat-obatan (antikolinergik, teofilin) dan
mengurangi makan makanan yang dapat menstimulasi sekresi asam seperti kopi,
mengurangi coklat, keju dan minuman bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika keluhan seringkali dirasa pada malam hari
3. Makan selambat-lambatnya 2 jam sebelum tidur
Farmakologis
1. Histamine type 2 receptor antagonist (H2RAs)
2. Proton Pump Inhibitor (PPI) : umumnya diberikan selama 8 minggu dengan dosis
ganda
3. Untuk NERD, terapi inisial dengan dosis standar selama 8 minggu lalu diberikan pada
saat keluhan timbul dan dilanjutkan sampai keluhan hilang
4. Antasida hanya untuk mengurangi gejala yang timbul
Tindakan Invasif
1. Pembedahan anti refluks : laparoscopic Nissen Fundoplication
2. Terapi endoskopi: radiofrequency ablation, endoscpic suturing, endoscopic
implantation, endoscopic gastroplasty.
KOMPLIKASI

6
Refluks esophagus dapat menimbulkan komplikasi esophagus maupun ekstra
esophagus
- Komplikasi esophagus: striktur, ulkus, barret esophagus bahkan adenokarsinoma
di kardia dan esophagus
- Komplikasi ekstra esophagus asma, bronkospasme, batuk kronik atau suara serak,
masalah gigi.
PROGNOSIS
Pengobatan denga penghambat sekresi asam lambung dapat mengurangi keluhan
derajat esophagitis dan perjalanan penyakit. Risik dari striktur menjadi Barret esophagus atau
adenokarsinoma yaitu 6% dalam 2-20 tahun kasus.
UNIT YANG MENANGANI
- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam
- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam
UNIT TERKAIT
- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, ICU / High care
- RS non-pendidikan : bagian bedah

7
HEMATEMESIS MELENA

PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah kehitaman yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum treitz. Perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk
keluarnya darah segar per namun bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam)
biasa berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal
kolon dapat juga bermanifestasi dalam bentuk melena.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Jumlah, warna, perdarahan
2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka panjang
3. Riwayat merokok, pecandu alcohol
4. Keluhan lain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll
Pemeriksaan Fisik
1. Tekanan darah dan nadi posisi baring
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
4. Kondisi pernafasan
5. Produksi urin
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratium: darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa pembekuan dan perdarahan,
petanda virus hepatitis, rasio BUN/kreatitin
2. Radiologi: OMD jika ada indikasi
3. Endoskopi saluran cerna
DIAGNOSIS BANDING
Hemoptoe, hematokezia
TATALAKSANA
Stabilisasi hemodinamik
1. Jaga patensi jalan napas
2. Suplementasi oksigen
3. Akses intravena 2 line dengan jarum besar, pemberian cairan normal salin atau ringer
laktat
8
4. Evaluasi laboratorium: waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, rasio BUN / serum
kreatinin
5. Pertimbangkan tranfusi PRC apabila kehilangan darah sirkulasi >30% atau Ht < 18%
( atau menurun >6%) sampai target Ht 20-25% pada dewasa muda atau 30% pada
dewasa tua
6. Pertimbangkan tranfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila INR >1,5
atau trombositopenia
7. Pertimbangkan Intensive care unit (ICU) apabilsa:
a. Paien dalam keadaan syok
b. Pasien dengan perdarahan aktif yang berlanjut
c. Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan tranfusi darah
multiple atau dengan akut abdomen.
Nonfarmakologis
Balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus
Farmakologis
- Tranfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
tranfusi sampai Hb 10g%, pada kasus non varies tranfusi sampai dengan Hb
12g%. Bila perdarahan berat (25-30%), boleh dipertimbangkan tranfusi whole
blood (WB).
- Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dextran /
hemacel) atau Nacl 0,9% atau RL.
- Untuk penyebab non-varises:
o PPI dalam bentuk bolus maupun drip tergantung kondisi pasien, jika tidak
ada dapat diberikan H2 reseptor antagonis
o Sitoprotektor sukralfat 3-4 x 1 gram atau teprenon 3x1 tab atau
rebamipide 3x100mg
o Injeksi vitamin K 3x1 ampul, untuk pasien dengan penyakit hati kronis
atau sirosis hati
- Untuk penyebabvarises :
o Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau ocreotide
(sandostatin) 0,1 mg/2jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan
berhenti atau bila mampu diteruksan 3 hari setelah skleroterapi / ligase
varises esophagus.

9
- Vasopresin ; sediaan vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 mL dextrose 5%
diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam
atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 u/menit. Pemberian
vasopressin disarankan bersamaan dengan preparat nitrat misalnya nitrogliserin iv
dengan dosis awal 40mcg/menit lalu titrasi dinaikkan sampai maksimal
400mcg/menit. Hal ini untuk mencegah insufisiensi aorta mendadak.
- Propanolol, dimulai dosis 2x10mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan
diastolic turun 20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
- Isosorbid dinitrat/ mononitrate 2x1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
- Metoklopramid 3x10mg/hari
o Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
o Pada pasien dengan pecah varises/ penyakit hait kronik / sirosis hati dapat
ditambahkan:
 Laktulosa 4x1 sendok makan
 Antibiotika ciprofloksasin 2x500mg atau sefalosporin generasi
ketiga. Obat ini diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja
normal
HEMOSTASIS ENDOSKOPI
- Untuk perdarahan non varises : Penyuntikan mukosa di sekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1mL tiap kali suntuk dengan batas
dosis 10mL. Penyuntikan ini harus dikombinasi dengan terapi endoskopik lainnya
seperti klipping, termo koagulasi atau elektro koagulasi
- Untuk perdarahan varises dilakukan ligase atau sklerosing.
TATALAKSANA RADIOLOGI
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum
bias ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular
intrahepatic Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber perdarahan yang tidak jelas dapat
dilakukan tindakam arteriografi. Prosedur bedah dilakukan sebagi tindakan emergensi atau
elektif
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindroma hepatorenal,
koma hepatikum, anemia karena perdarahan

10
PROGNOSIS
Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebakan pecahnya varises
esophagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggy sehingga setiap perdarahan baik besar
maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak factor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti factor umum, kadar Hb, tekanan darah dan lain lain. Mengingat
tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menganggulangi perdarahan saluran cerna
bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang besifat preventif.
UNIT YANG MENANGANI
- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam
- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam
UNIT TERKAIT
- RS pendidikan : Divisi Hemato-onkologi medik – Depatemen Penyakit dalam,
Divisi bedah digestif - Departemen bedah, ICU / High care
- RS non-pendidikan : ICU, bagian bedah

11
HEMATOKEZIA

PENGERTIAN
Hematokezia merupakan suatu gejala perdarhan gastrointestinal, yaitu keluarnya
darah segar atau merah marun dari rectum. Hematokezia lebih sugestif ke arah perdarahan
saluran cerna bagian bawah (SCBB), namun pada 10% kasus, dapat juga berasal dari
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA).
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat mendiagnosis sumber
perdarahan. Endoskopi merupakan pilihan pemeriksaan pada pasien dengan perdarahan
SCBA dan sebaiknya dilakukan secepatnya pada pasien dengan instabilitas hemodinamik (
hipotensi, takikardia, atau perubahan postural nadi dan tekanan darah)
DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan diverticular, angiodisplasia, keganasan, perdarahan SCBA, post
polipektomi.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah lengkap, elektrolit, koagulasi, golongan darah
Kolonoskopi :

- Merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic utama terpilih pada penderita


perdarahan SCBB. Selama prosedur berlangsung, operator dapat mengevaluasi
perubahan mukosa kolon, patologi infeksius, colitis dan perubahan iskemik untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
- Sebaiknya dilakukan dalam 12-28 jam saat gejala pertama kali muncul, dan
setelah dilakukhun
- Tan persiapan bilas kolon (1L polyethylene glycol solution tiap 3045 menut
selama sedikitnya 2 jam atau sampai cairan jernih

Pencitraan radionuklir (Blood pool scan ):

- Dilakukan apabila kolonoskopi gaal mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan

Angiografi

12
- Injeksi zat contrast ke dalam arteri mesenterika superior dan inferior dan cabang-
cabangnya untuk menentukan lokasi perdarahan.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3 komponen yaitu:

1. Resusitasi dan penilaian awal


2. Identifikasi sumber perdarahan  dengan pemeriksaan penunjang tersebut diatas
3. Intervensi terapeutik untuk menghentikan perarahan
a. Endoskopi : injeksi epinefrin, elektrokauter, pemasangan endoklip, lem fibrin
b. Angiografi : infus vasopressor intra-arterial, embolisasi
c. Bedah : apabila diperlukan tranfusi dalam jumlah besar (contoh >4 unit PRC
dalam 24 jam), instabilitas hemodinamuk yang tidak merespon terapi medis,
perdarahan berulang yang tidak merespon terapi, perdarahan diverticular >=2
apisode.

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan
PROGNOSIS
Meskipun sebagian besar perdarahan diverticular bersifat self-limited dan sembuh
spontan, hilangnya darah bersifat masif dan cepat pada 9-19% pasien. Pada pasien dengan
penyakit komorbid, malnutrisi, atau penyakit hati, memiliki prognosis buruk. Penggunaan
aspirin dan NSAID berkaitan erat dengan meningkatnya risiko perdarahan divertivular (Odds
ratio = 1,9-18,4)
UNIT YANG MENANGANI

- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam


- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam

UNIT TERKAIT

- RS pendidikan : Divisi Hemato-onkologi medik – Depatemen Penyakit dalam,


Divisi bedah digestif - Departemen bedah, ICU / High care
- RS non-pendidikan : ICU, bagian bedah

13
ILEUS PARALITIK

PENGERTIAN
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh tindakan / operasi yang berhubungan dengan rongga perut, hematoma retroperitoneal
yang berhubungan dengan fraktur vertebra, kalkulus ureteral, atau pielonefritis berat,
penyakit paru seperti pneumonia lobus bawah, fraktur iga, infark miokard, gangguan
elektrolit (berkurangnya kalium), dan iskemik usus, baik daro oklusi vascular maupun
distensi usus.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis

- Rasa ridak nyaman pada perut, tanpa nyeri kolik


- Muntah sering terjadi namun tidak profuse, sendawa, bias disertai diare, sulit
buang air besar
- Dapat disertai demam
- Perlu dicari juga riwayat : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen,
diabetes, hypokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneumonia, dan semua
jenis infeksi tubuh

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bias disertai penurunan
kesadaran, demam, tanda dehidrasi dan syok.
- Distensi abdomen (+), rasa tidak nyaman pada perut, perkusi timpani, bising usus
yang menurun sampai hilang.
- Reaksi peritoneal (-) (nyeri tekan dan nyeri lepas tidak ditemukan). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah
gambaran peritonitis.
- Pada colok dubur: rectum tidak kolaps, tidak ada kontraksi.

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium darah perifer lengkap, amilase-lipase, gula darah, elektrolit, dan


analisis gas darah

14
- Radiologis : foto polos abdomn, akan ditemukan gambaran air fluid level. Apabila
meragukan, dapat mempergunakan contrast

DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruktif
TATALAKSANA
Nonfarmakologis

- Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang
angina melalui dubur
- Pasang NGT dan rectal tube bila perlu
- Pasang kateter urine

Farmakologis

- Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai eektrolit


- Natrium dan kalium sesuai kebutuhan 24jam
- Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai dengan kebutuhan kalori basal ditambah
kebutuhan lain
- Metoklopramid (gastroparesis), cisapride (ileus paralitik pasca operasi), klonidin
(ileus karena obat-obatan).

Terapi etiologi
KOMPLIKASI
Syok hipovolemk, septicemia sampai dengan sepsis, malnutrisi
PROGNOSIS
Tergantung penyebabnya
UNIT YANG MENANGANI

- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit


Dalam
- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam

UNIT TERKAIT

- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, ICU / High care


- RS non-pendidikan : bagian bedah

15
KONSTIPASI

PENGERTIAN
Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon akibat terganggunya fungsi motoric
dan sensorik kolon. Keluhan ini sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, dan biasanya
merujuk pada kesulitan defekasi yang persisten atau rasa tidak puas. Meskipun konstipasi
seringkali hanya menjadi suatu gejala yang mengganggu, hal ini dapat menjadi berat dan
mengancam nyawa.

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada konstipasi, sangat penting untuk membedakan suatu gangguan evakuasi, yang
sering juga disebut sebagai obstruksi outlet fungsional, mulau dari konstipasi akibat waktu
transit lama atau penyebab lainnya.
Perlu juga diperhatikan apakah ada tanda-tanda “alarm” seperti penurunan berat
badan, perdarahan rectum, atau anemia, terutama pada pasien usia >40 tahun, harus dilakukan
sigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit structural seperti kanker atau
striktur.
Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium : darah perifer lengkap, glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan
kalium) darah, fungsi tiroid
- Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi
untuk menemukan fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
- Foto polos perut
- Barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.
- Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan bila
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat
pengelola konstipasi tertentu.
o Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi,
kolonoskopi) atau fisiologis (transit time di kolon, sinedefekografi,
manometry, dan elektromiografi).
o Proktosigmoidoskopi
o Trans time

16
o Sinedefekografi
o Uji manometry
o Pemeriksaan elektromiografi

Kriteria Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis konstipasi fungsional, digunakan kriteria Rome III
yaitu munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau sudah dimulai sejak 6 bulan sebelum
terdiagnosis :

1. Terdapat >= 2 gejala berikut :


a. Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi
b. Feses keras sedikitnya 25% dari defekasi
c. Sensasi tidak puas saat evakuasi pada sedikitnya 25% dari defekasi
d. Sensasi obstruksi anorectal pada sedikitnya 25% dari defekasi
e. Diperlukan maneuver manual untuk memfasilitasi pada sedikitnya 25% dari
defekasi
2. Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan laksatif
3. Kriteria tidak memenuhi sindroma kolon iritabel

TATALAKSANA
Non-farmakologis

- Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-obatan menjadi penyebab, maka


menghentikan konsumsi obat dapat menghilangkan keluhan konstipasi.
- Bowel training . Pasien dianjurkan untuk defekasi di pagi hari, saat kolon dalam
keadaan aktif, dan 30 menit setelah makan, denga mengambil keuntungan dan
reflex gastrokolon. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita
tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak enahan atau
menunda dorongan untuk BAB ini.
- Asupan cairan yang cukup dan diit tinggi serat. Rekomendasi asupan serat adalah
25-30 gram per hari
- Aktivitas dan olahraga teratur

Farmakologis
Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak mampu meredakan gejala, maka dapat
digunakan obat-obatan seperti tercantum pada table 3.

17
Table 3. Golongan obat yang digunakan pada konstipasi kronik
Golongan obat Formula Dosis Dewasa
Bulk laxatives
Methylcellulose Bubuk, 2gram (dilarutkan dalam 240ml 1-3x/hari
air) 2 tab/hari
Tablet: 500mg (Maximal 6x/hari)
Polycarbophil Tablet 625mg 1-4 x 2 tab/hari
Psyllium Bubuk: 3,4 gram (dilarutkan dalam 1-4x/hari
240ml air)
Pelunak feses/
laksatif emolien
Docusate calcium Kapsul: 240mg 1x1/hari
Docusate sodium Kapsul: 50 atau 100mg 50-300mg*/hari
Cairan: 150mg per 15mL
Sirup: 60mg per 15mL
Laksatif osmotic
Laktulosa Cairan: 10g per 15mL 15-60mL*/hari
Magnesium sitrat Cairan: 296mL per botol ½-1 botol/hari
Magnesium Cairan: 400mg per 5mL 15-60mL*/hari
hidroksida
Polyethylene glycol Bubuk: 45mL (dilarutkan dalam 240ml 1x/hari
3350 air)
Sodium bifosfat Cairan: 45mL ( dilarutkan dalam 120mL 20-45mL/hari
air) , 90ml (dilarutkan dalam 240mL air)
Sorbitol Cairan 480Ml 30-150mL/hari
Laksatif stimultan
Bisacodyl Tablet; 5mg 5-15mg/hari
Cascara Cairan: 120mL 1x5mL/hari
Tablet: 325mg 1x1tab/hari
Sagrada Tablet: 325mg 1x1 tab/hari
Castor oil CairanL 60mL 15-60mL*/hari
Senna Tablet: 8,6mg 2 atau 4 tablet sekali

18
atau dua kali/hari
Agen Prokinetik
Tegaserod Tablet: 2mg, 6mg 2x1 tab**/hari
Keterangan:

*Dapat dibagi dalam beberapa dosis


** diberikan pada konstipasi pada wanita yang berhubungan dengan sindrom kolon
iritabel

Terapi lainnya

- Bakterioterapi (probiotik): lactobacillus, Bifidobacterium


- Complimentary Alternative Medicine: herbal, akupuntur

Bedah

- Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi merupakan prosedur pilihan bagi pasien


dengan konstipasi transit lama yang persisten dan sulit dikontrol.
- Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien dengan rektokel besar yang
mengganggu defekasi

Terapi Konstipasi pada Kehamilan


Konstipasi pada kehanilan lanjut merupakan maslaah yang sering terjadi karena
meningkatnya serkulasi hormone progesterone, yang memperlambat motilitas
gastrointestinal. Suplementasi serat terbukti dapat meningkatkan pergerakan usus dan
melunakkan feses. Meskipun laksatif stimulant lebih efektif daripada bulk laxatives namun
mereka lebih cenderung menyebabkan diare dan nyeri perut. Oleh karena itu wanita hamil
sebaiknya dianjurkan untuk menambah asupan serat ke dalam makanan namun apabila
konstipasi menjadi persisten, dapat diberikan laksatif stimulant.
KOMPLIKASI
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi anorectal, perforasi usus, retensio urine,
hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat
impaksi feses, serta prolapse rectum.
PROGNOSIS
Secara umum, konstipasi memiliki dampak signifikan terhadap indikator kualitas
hidup (quality of life) terutama pada usia lanjut. Hampir 80% dari 300 anak yang dievaluasi
pada usia 16 tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk setelah usia 16 tahun secara

19
signifikan berhubungan dengan usia ketika onset gejala, lamanya jeda antara onset gejala
dengan kunjunga pertama ke dokter, dan rendahnya frekuensi defekasi (sekali seminggu) saat
datang berobat.
UNIT YANG MENANGANI

- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam


- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam

UNIT TERKAIT

- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, Departemen gizi klinik


- RS non-pendidikan : bagian bedah, bagian gizi

20
PANKREATITIS AKUT

PENGERTIAN
Pankreatitis akut adalah proses peradangan pancreas yang reversible. Hal ini memiliki
karakteristik episode nyeri perut yang diskret (menyebar) dan meningkatnya serum amilase
dan lipase
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klinis khas pada pankreatitis akut adalah onset nyeri perut bagian atas yang
akut dan persisten, dan biasanya disertai mual dan muntah. Lokasi tersering adala region
epigastrium dan periumbilikalis. Nyeri dapat menjalar ke punggung, dada, pinggang dan
perut bagian bawah. Pasien biasanya sulit tidur dan membungkuk ke depan (knee-chest
position) untuk meredakan nyeri karena posisi supine dapat memperbeat intensitas nyeri
Pemeriksaan Fisik

- Demam (biasanya <38oC), takikardi, gangguan hemodinamik (hipotensi), nyeri


perut berat, guarding/defens muscular, distress pernapasan, dan distensi abdomen.
Bising usus biasanya menurun sampai hilang akibat ileus. Ikterus dapat muncul
tanpa adanya batu pancreas sebagai akibat dari kompresi ductus koledokus dari
edema pancreas.
- Pada serangan akut, dapat terjadi hipotensi, takipneu, takikardia dan hipertermi.
Pada pemeriksaan kulit dapat terlihat daerah indurasi yang nyeri dan eritema
akibat nekrosis lemak subkutan.
- Pada pankreatitis dengan nekrosis berat, dapat muncul ekimosis besar yang
terkadang muncul di pinggang (tanda grey turner) atau area umbilicus (tanda
Cullen); ekimosis ini diakibatkan oleh perdarahan dari pancreas yang terletak di
daerah retroperitoneal
- Perlu juga dicari tanda Murphy untuk membedakan dengan kolesistitis akut.

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium: darah rutin (biasa ditemukan leukositosis), serum amilase, lipase,


gula darah, serum kalsium, LDH, fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, analisis
gas darah, elektrolit

21
- Radiologis; USG abdomen, foto abdomen, CT scan abdomen dengan kontras,
MRI abdomen (lebih baik untuk ibu hail dan pasien yang memiliki alergi terhadap
zat kontras)

DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum, kolesistitis akut, kolik bilier, obstruksi intestinal akut,
oklusi pembuluh darah mesenterika, kolik renal, infack miokard, diseksi aneurisma aorta,
kelainan jaringan ikat dengan vasculitis, pneumonia, diabetes ketoasidosis.
TATALAKSANA
Nonfarmakologis

- Suportif: pada pankreatitis ringan, oral feeding sebaiknya dimulai dalam 24-72
jam setelah onset. Apabila pasien tidak dapat mentoleransi, dapat
dipertimbangkan enteral feeding dengan NGT. Nutrisi parenteral hanya diberikan
pada pasien yang tidak dapat mentoleransi enteral feeding atau pemberian infus
yang adekuat tidak dapat dicapai dalam 2-4 hari.
- Resusitasi cairan dengan kristaloid (sampai dengan 10L/hari bila terjadi gangguan
hemodinamik pada pankreatitis berat). Koloid seperti PRC diberikan apabila
Ht<25% dan albumin apabila albumin serum <2mg/dL
- Bedah: dapat dipertimbangkan nekrosektomi apabila terjadi infeksi pada nekrosis
pancreas atau peripankreas. Pada pankreatitis bilier, dapat dipertimbangkan
kolesistektomi.

Farmakologis

- Analgetik dan sedative


- Antibiotik sistemik diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi/ sepsis sambal
menunggu hasil kultur. Apabila hasil kultur negative, maka antibiotic dihentikan.

KOMPLIKASI

- Lokal: nekrosis pankeas yang terinfeksi, infeksi pancreas atau peripankreas,


ascites, pseudokista pancreas
- Sistemik: gagal ginjal, gagal napas

PROGNOSIS

22
Tergantung berat-ringannya pankreatitis akut, maka disusun system skoring
prognostic berdasarkan klinis pasien.
UNIT YANG MENANGANI

- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam


- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam

UNIT TERKAIT

- RS pendidikan : Departemen bedah digestif, ICU / High care


- RS non-pendidikan : bagian bedah

23
PENYAKIT TUKAK PEPTIK

PENGERTIAN
Tukak peptik adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Tukak
peptic terbagi dua yaitu tukak duodenum dan tukak lambung. Kedua tukak ini seringkali
berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. H.pylori adalah organisme yang hidup
pada mukosa gaster, gram negative berbentuk batang atau spiral, mikroaerofilik berflagela,
mengandung urease, hidup di bagian antrum dan migrasi ke proksimal lambung berubah
menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri; dan diperkirakan berhubugan dengan
beberapa penyakit.
Tukak adalah suatu gambaran bulat atau oval berukuran >5mm mencapai submucosa
pada mukosa lambung dan duodenum akibat terputusnya integritas mukosa.
DIAGNOSIS
Diagnosis tukak duodenum dan tukak gaster yaitu:
Table 1. Diagnosis tukak gaster dan tukak duodenum
Tukak Gaster Tukak Duodenum
Anamnesis Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium atau hunger pain
Rasa sakit yang tidak food relief.
menghilang dengan pemberian Rasa sakit menghilanh dengan
makanan antasida atau makanan
Dispepsia, mual, muntah, Rasa nyeri seringkali muncul
anoreksia dan kembung tengah malam
Dispepsia, mual, muntah,
anoreksia dan kembung
Pemeriksaan Fisik Tidak khas, seperti nyeri tekan Tidak khas, seperti nyeri tekan
epigastrium, distensi abdomen. epigastrium, distensi abdomen.
Tanda-tanda peritonitis jika Tanda-tanda peritonitis jika
disertai perforasi disertai perforasi
Pemeriksaan Endoskopi (SCBA) Endoskopi (SCBA)
Penunjang Biopsi untuk mendeteksi Biopsi untuk mendeteksi H.Pylori
H.Pylori Foto barium kontras ganda
Foto barium kontras ganda
Penatalaksanaan Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup

24
menghindari factor risiko menghindari factor risiko
H.pylori: lihat table 4 H.pylori: lihat table 4
Non H.pylori: PPI, H2RA, Non H.pylori: PPI, H2RA,
Antasida: lihat table 3 Antasida: lihat table 3

Secara umum jika ditemukan rasa nyeri yang konstan, tidak reda dengan obat
antasida atau makanan, menjalar ke punggung mengindikasikan adanya perforasi.
Sedangkan nyeri yang bertambah dengan makanan, mual, memuntahkan makanan yang
tidak tercerna mengindikasikan gastric outlet obstruction. Nyeri mendadak dapat
dikarenakan adanya perforasi.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan pula ada tidaknya alarm symptoms yaitu:
- Usia >45-50 tahun keluhan pertama kali muncul
- Adanya perdarahan hematemesis atau melena
- BB menurun >10%
- Anoreksia atau rasa ecpat kenyang
- Riwayat tukak peptic sebelumnya
- Muntah yang persisten
- Anemia yang tidak diketahui sebabnya
Jika tukak dicurigai disebabkan karena H.pylori, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tes untuk mendeteksi H.pylori


Tes Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Keterangan

Rapid urease 80-95 95-100 Simpel. False


negative: PPI,
antibiotic,
komponen bismuth

Histologi 80-90 >95 Membutuhkan


proses pewarnaan

Kultur - - Mahal, lebih sulit,


tergantung
keahlian, dapat

25
memberikan
informasi resistensi
terhadap antibiotic

Serologi >80 >90 Murah,tidak


berguna untuk
follow up awal

Urea Breath Test >90 >90 Simpel, cepat,


berguna untuk
follow up awal.
False negative
dengan PPI,
antibiotic
komponen bismuth

Stool antigen >90 >90 Murah, nyaman


untuk pasien

Indikasi endoskopi pada kasus dyspepsia:


1. Individu dengan alarm symptoms
2. Usia <55 tahun dengan onset dyspepsia <1 tahun dan berlangsung minimal 4 minggu

Endoskopi tidak perlu dilakukan pada kasus:


1. Pasien sudah terdiagnosa ulkus duodenum yang respon dengan terapi
2. Usia <55 tahun dengan dyspepsia tanpa komplikasi
3. Sebelumnya sudah pernah dilakukan endoskopi akibat keluhan yang sama
DIAGNOSIS BANDING

- Penyakit refluks esophagus


- Akalasia
- Pankreatitis
- Hepatitis
- Kolesistitis
- Kolik bilier

26
- Keganasan esophagus atau gaster
- Inferior myocardial infarction
- Referred pain (pleuritic, pericarditis)
- Sindrom arteri mesenterium superior

TATALAKSANA

Tanpa Komplikasi

- Suportif: nutrisi
- Memperbaiki atau menghindar factor risiko
- Pemberian obat-obatan:
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI
misalnya omeprazole, rabeprazol dan lansoprazole dan/atau H2-receptor antagonist
(H2RA)), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipid, teprenon, sukralfat),
dimana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan
pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui
down-regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih
baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.

Dengan Komplikasi

Pada tukak peptic yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif
sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis mela secara umum.

Tatalaksanaan atau tindakan khusus:

- Tindakan atau terapi hemostatic per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol
atau obat fibrinogen thrombin atau tindakan hemostatic dengan klipping, heat probe
atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.
- Pemberian obat somatostatin jangka pendek
- Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi
- Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan tetap
masuk dalam keadaan gawat I s.d. II maka pasien masuk dalam indikasi operasi
(Lihat pada BAB Hematemesis-Melena)

KOMPLIKASI

27
- Perdarahan: hematemesis, melena disertai tanda syok jka perdarahan masif
- Anemia defisiensi besi jika perdarahan tersembunyi
- Perforasi
- Penetrasi tukak yang dapat mengenai pancreas
- Obstruksi atau stenosis
- Keganasan: jarang

PROGNOSIS

Tukak gaser yang terinfeksi H.pylori mempunyai angka kekambuhan 60% jika tidak
dieradikasi dan 5% jika dieradikasi. Sedangkan untuk tukak duodenum yang terinfeksi
H.pylori mempunyai angka kekambuhan 80% jika kuman tetap ada dan 5% jika sudah
dilakukan eradikasi. Tukak yang disebabkan karena pemakaian OAINS menunjukkan
penurunan keluhan dyspepsia jika dikombinasi dengan pemberian PPI pada 66% kasus.

Risiko perdarahan merupakan komplikasi tukak tersering pada 15-25% kasus dan
tersering pada usia lanjut, di mana 5% kasus membutuhkan tranfusi. Perforasi terjadi pada 2-
3% kasus. Kasus perdarahan dapat terjadi bersamaan dengan kasus perforasi pada 10% kasus.
Sedangkan obstruksi saluran cerna dapat terjadi pada 2-3% kasus. Adapun angka kematian
sekitar 15.000 dalam setahun karena komplikasi yang terjadi

UNIT YANG MENANGANI

- RS pendidikan : Divisi gastroentero-Hepatologi – Departemen Penyakit Dalam


- RS non-pendidikan : Bagian penyakit dalam

UNIT TERKAIT

- RS pendidikan : Departemen penyakit dalam (RS tertentu)


- RS non pendidikan : -

28
TUMOR GASTER

PENGERTIAN
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa
latin, yang berarti bengkak. Istilah tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
biologi jaringan tidak normal. Karsinoma gaster adalah pertumbuhan abnormal secara tidak
terkontrol dari sel sel pada gaster, yang membentuk masa (tumor).
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Berat badan turun, nyeri epigastrium, muntah, keluhan pencernaan, anoreksia,
disfagia, nausea, kelemahan, sendawa, hematemesis, regurgitasi, dan cepat kenyang. Faktor
risiko kanker gaster: diet tinggi garam, nitrat (pengawet makanan), obesitas, merokok,
hormon reproduksi, riwayat ulkus gaster
Pemeriksaan Fisik
Mungkin ditemukan adanya masa didaerah epigastrium. Jika sudah metastasis ke hati
maka hati teraba ireguler, teraba pembesaran kelenjar limfe klavikula.
Pemeriksaan Penunjang

 Radiologi
 USG Abdomen
 Gastroskopi dan biopsy: curiga ganas jika ditemukan mukosa merah, erosi pada
permukaan dan tidak adanya pedikle
 Endoskopi ultrasound
 Pemeriksaan darah pada tinja, darah samar(+), test benzidin
 Sitologi: pemeriksaan papanicolaou dari cairan lambung

DIAGNOSIS BANDING

Karsinoma esofagus

TATALAKSANA

Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan:

1. Pembedahan: reseksi tumor dan jaringan sekitar, pengambilan kelenjar limfe

29
2. Kemoterapi: 5FU, trimetroxote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan karmisetin
3. Radiasi

KOMPLIKASI

Perforasi, hematemesis, obstruksi, adhesi, metastasis

PROGNOSIS

Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat invasi dinding gaster, adanya
penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain. Kanker gaster lanjut
memiliki rata-rata bertahan dalam 5 tahun 60-80%, tumor yang menginvasi subserosa
memiliki angka bertahan 5 tahun sebesar 50%. Pada pasien dimana kelenjar limfe telah
terkena sekitar 16 kelenjar limfe, angka bertahan 5 tahun adalah 44%, sementara apabila yang
terkena 7-15 kelenjar limfe maka angka bertahannya sekitar 30%. Pada GIST, pada
MALToma, angka bertahan 5 tahun sebesar 99%pada kelompok risiko rendah, 85-88% pada
kelompok risiko sedang dan 27% pada kelompok risiko tinggi. Pada GIST, angka
kekambuhan pada risiko rendah adalah 2,4%, 1,9% pada risiko sedang dan 62,5% pada risiko
tinggi. Penggolongan tingkat risiko pada GIST, dapat dilihat pada tabel 1.

UNIT YANG MENANGANI

 RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi-Departemen Penyakit Dalam


 RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

 RS Pendidikan : Divisi Hematologi-Onkologi Medik-Departemen Penyakit


Dalam, Divisi Bedah Digestif – Departemen Bedah, ICCU/Medical High Care
 RS non Pendidikan : ICU, Bagian Bedah

30
TUMOR KOLOREKTAL

PENGERTIAN
Tumor kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yakni polip kolon dan kanker
kolon. Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Makna klinis yang penting dari polip
adalah dua yakni pertama kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker kolorektal
dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat dicegah.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis

1. Perubahan pola BAB, perdarahan per anus (hematoskezia dan konstipasi).


2. Gejala obstruksi:
a. Parsial: nyeri abdomen
b. Total: nausea, muntah, distensi, dan obstipasi
3. Invasi lokal bisa menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang,
dan obstruksi uretra.
4. Anamnesa adanya faktor risiko kanker kolorektal seperti tercantum di atas.

Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan masa yang nyeri pada abdomen. Nyeri dapat menjalar ke pinggul
sampai tungkai atas. Bila ada obstruksi dapat ditemukan distensi abdomen. Tumor pada kolon
kiri lebih sering menyebabkan gejala obstruksi. Metastasis yang paling sering ke organ hati,
dapat ditemukan hati teraba ireguler.
Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium: perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui
darah samar feses atau anemia defisiensi Fe.
- Radiologi: kolonoskopi
- Evaluasi/histologi: gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatous
yang belum menyentuh membrane basalis. Bilamana sel ganas menembus membrane
basalis tetapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma intra mukosa.
Berikus dijelaskan mengenai strategi penapisan kanker kolorektal.

DIAGNOSIS BANDING
Tumor retrorektal, volvulus, prolapse rekti

31
TATALAKSANA

1. Kemoprevensi: obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) termasuk aspirin. Beberapa


OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan
insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP.
2. Endoskopi dan operasi
- Bila ukuran < 5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau
elektrokoagulasi bipolar.
- Hemikolektomi apabila tumor di caecum, kolos ascending, kolon transversum
tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desending
- Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR
(Low Anterior Resection).
3. Terapi ajuvan
SFU (pada Dukes C), irinotecan (CPT 11) inhior topoisomer, Oxaliplatin. Manajemen

KOMPLIKASI
1. Perdarahan masif dapat menyebabkan anemia defisiensi best
2. Metastase
PROGNOSIS
Pada Familial adenomatous Polyposis, kemungkinan berkembang menjadi
kanker noncolorektal adalah 11% pada usia 50tahun dan 52% pada usia 75tahun. Pada
kanker kolorektal, prognosis tergantung pada stadium kanker. Lebih lengkapnya dapat
dilihat pada tabel 1.
UNITYANG MENANGANI
• RSpendidikan :DivisiGastroentero– Hepatologi-Departemen PenyakitDalam
• RSnonpendidikan :BagianIlmuPenyakitDalam
UNITTERKAIT
• RSpendidikan :DivisiHematologi-Onkologi Medik-Departemen PenyakitDalam
DivisiBedahDigestif-Departemen Bedah
• RSnonpendidikan :BagianBedah

32
DIVISI HEPATOLOGI

33
KOLESISTITIS

PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu denganatau tanpa adanya
batu, akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas,nyeritekan
danpanas badan. Faktor yangmempengaruhi terjadinya kolesistitis akut yaitu statis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Kuman yang tersering
menyebabkan kolesistitis akut yaitu E.Coli,Strep. Fecalis,Klebsiella,anaerob (Bacteroides
danClostridia);kuman akanmendekonjugasi garam empedu sehingga menghasilkan
asamempedu toksik yang merusak mukosa. Penyebab utama adalahbatukandung empedu
yangterletak diduktus sistikus sehingga menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) seperti
karena regurgitasi enzim pankreas. Wanita, obesitas, dan usialebih dari 40tahun akan lebih
sering terkena

DIAGNOSIS
Anamnesis
Nyeriepigastrium atau perut kanan atas yangdapat menjalar kedaerah pundak, skapula
kanan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, disertai dernam.' Nyeri dapat
dirasakan tengah malam atau pagi hari, penjalaran dapat kesisi kiri menstimulasi
angina pektoris. Nyeritimbul dipresipitasi olehmakanan tinggilernak, palpasi abdomen,
atauyawning.
Pemeriksaan Fisik
Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi kuman. Posisi pasien
akan menekuk badannya, teraba massa kandung empedu, nyeritekan disertai tanda- tanda
peritonitis 10ka1,tanda Murphy (+),ikterik biasanya menunjukkan adanya batu disaluran
empedu ekstrahepatik
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: DPL(leukositosis), SGOT,SGPT,fosfatase alkali,bilirubin meningkat (jika


kadar bilirubin total>85.6 mol/L atau 5mg/dl dicurigai adanya batu di duktus
koledokus], kultur darah
USGhati: penebalan dinding kandung empedu (double layer) pada kolesistisis akut,
sering ditemukan pulasludge atau batu

34
Cholescintigraphy

Kriteria Diagnosis Kolesistitis Akut dengan Batu:

Tanda Murphy (+)

Ultrasonografi:

Penebalan dinding kandung empdu (>5mm) Distensi


kandung empedu
Adanya cairan di perikolesistik

Adanya edema subserosa (tanpa asites)


Adanyaudara intramural
Kerusakan membran mukosa

Kolesistisis (+)
DIAGNOSIS BANDING

Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal-
TATALAKSANA
Kolesistitis Akut Tanpa Batu
 Tirah baring
 Pemberian dietrendah lemakpada kondisi akutataunutrisi parsial/parenteral
bilaasupan tidak adekuat
 Hidrasi kecukupan cairan tambahkan hidrasi intravena sesuai klinis Pengobatan
suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi
kelainan elektrolit)
 Antibiotika parenteral: untuk mengobati septikemia danmencegah peritonitis
dan empiema.
 Antibiotikyangbersprektrum luasseperti golongansefalosporin, danmetronidazol
Kolesistektomi awal lebih disarankan karena menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Jikadilakukan selama 3hari pertama, angka mortalitas 0.5%.Ada
jugayangberpendapat dilakukan setelah 6-8minggu setelah terapi konservatif
dankeadaan umum pasien lebih baik

35
Kolesistitis Akut dengan Batu

 Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan


mengoreksi kelainan elektrolit)
 Antibiotika parenteral
 Surgical Cholecystectomy dan Cholecystostomy segera
 Percutaneous Cholecystostomy dengan bantuan ultrasonografi: jika kondisi
umum pasien buruk
 Transpapi/lary Endoscopic Cholecystostomy
 Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage (EUS-BD)

KOMPLIKASI

Gangrenempierna kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula,


peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik

PROGNOSIS

Penyembuhan total didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu


menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu, dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi rekuren, maksimal 30 % akan rekuren dalam 3 bulan ke depan. Pada 50 %
kasus dengan serangan akut akan membaik tanpa operasi, dan 20 % kasus memerlukan
tindakan operasi. Tindakan bedah akut pada usia lanjut (> 75 tahun) mempunyai
prognosis yang buruk.' Pencegahan kolesistitis akut dengan memberikan CCK50 ng/
kg intravena dalam 10 menit, terbukti mencegah pembentukan sludge pada pasien
yang mendapatkan total parenteral nutrition

36
BATU SISTEM BILlER

PENGERTIAN

Pembentukan batu pada sistem biller; baik di kandung empedu (kolesistolitiasis)


maupun di saluran empedu (koledokolitiasis). Menurut gambaran makroskopik dan
kimiawinya batu empedu dibagi menjadi: batu kolesterol (komposisi kolesterol >70%),
batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate dan batu pigmen hitam. Insiden
terjadinya batu di duktus koledokus meningkat dengan seiringnya usia (25% pada
pasien usia lanjut). Faktor risiko terbentuknya batu:

 Usia dan jenis kelamin: batu kolesterol jarang sering terjadi pada anak-anak
dan remaja, insiden meningkat sesuai pertambahan usia dan wanita lebih banyak
terkena daripada laki-laki. Pada wanita usia 70 tahun insiden meningkat sampai
50%.
 Diet: makanan mengandung tinggi kalori, kolesterol, asam lemak
tersaturasi, karbohidrat,protein, dan garam dengan jumlah serat yang rendah
meningkatkan insiden batu empedu.
 Kehamilan dan paritas: kehamilan meningkatkan risiko terjadinya biliary
sludge dan batu empedu. Selama keharnilan, empedu menjadi lebih lithogenic
karena peningkatan kadar estrogen sehingga terjadi peningkatan sekresi
kolesterol dan supersaturated bile. Selain itu hipomotilitas kendung empedu
menyebabkan peningkatan volume dan stasis empedu.
 Penurunan berat badan terlalu cepat menyebabkan peningkatan sekresi
kolesterol oleh hati selama restriksi kalori, peningkatan produksi musin
oleh kandung empedu, dan gangguan motilitas kandung empedu. Sebagai
profilaksis dapat diberikan Ursodeoxy Cholic Acid (UOCA) 600 mg setiap hari
 Total parenteral nutrition (TPN) dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
gangguan pada relaksasi sfingter Oddi sehingga menimbulkan aliran ke
kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat diberikan cholecystokinin (CCK)
octapeptide 2 kali sehari intravena.
 Biliary sludge: mencetuskan kristalisasi dan glomerasi kristal kolesterol
danmempresipitasi kalsium bilirubinat.
 Obat-obatan: estrogen, clofibrate, oktreotid (analog somatostatin), seftriakson

37
 Abnormalitas metabolisme lemak: hipertrigliseridemia berhubungan
dengan peningkatan insiden batu empedu.
 Penyakit sistemik: obesitas, diabetes melitus, penyakit crahn
 Trauma saraf spinal: diperkirakan meningkatkan risiko batu empedu karena
gangguan relaksasi kandung empedu menyebabkan meningkatnya risiko stasis
empedu

DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya asimtomatik, ada juga yang menimbulkan keluhan kolik biller; yakni nyeri
di perut bagian atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.':'
Pemeriksaan flslk
Ikterus, nyeri epigastrium, dan tanda-tanda komplikasi seperti kolesistitis,
kolangitis.
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan fungsi hati
 Foto polos abdomen: sebatas hanya untuk mendeteksi batu terkalsifikasi.' "
USG: Pencitraan utama untuk deteksi batu kandung ernpedu-"
 ERCP: sensitifitas 90 0/0, spesifitas 98 0/0, dan akurasi 96 O/OY
 MRCP: Pencitraan saluran empedu sebagai struktur yang terang dengan
gambaran batu sebagai intensitas rendah.F
 EUS (endoscopic ultrasonoraphy): gambaran sarna dengan USG abdomen
tetapi melalui pendekatan pra endoskopi
 Pemeriksaan empedu untuk melihat kristal kolesterol (tes Meltzer Lyon)
DIAGNOSIS BANDING
.. kolesistolitiasis: tumor kandung empedu, sludge, polip.
.. Koledokolitiasis: tumor saluran bilier
TATALAKSANA

Kolelitiasis 1-3
 Pasien batu asimtomatik tidak memerlukan terapi bedah
 Kolesistektomi laparoskopik jika bergejala
 ESWL: Kriteria untuk dilakukan ESWL
Koledokolitiasis

38
 Kolesistektomi baik secara laparoskopik maupun endoskopik (ERCP)
dikerjakan pada pasien:
o Gejala cukup sering maupun cukup berat hingga mengganggu aktifitas sehari-
hari.
o Adanya komplikasi batu saluran empedu
o Adanya faktor predisposisi pad a pasien untuk terjadinya komplikasi
 Terapi farmakologik dengan menggunakan Ursodeoxy Cholic Acid (UDCA)
untuk mencegah dan mengobati batu kolesterol dosis 8-10 mgjhari selama
6 bulan sampai 2 tahun, persentase keberhasilan lebih baik pada batu diameter <
10 mm.
KOMPLIKASI

Kolesistitis akut, kolangitis, apendisitis, pankreatitis, secondary biliary cirrhosis. 1.2,3

PROGNOSIS

Adanya obstruksi dan infeksi di dalam saluran bilier dapat menyebabkan kematian. Akan
tetapi dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis umumnya
baik.

UNIT YANG MENANGANI


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
RS Pendidikan: Departemen Bedah - Divisi Bedah Digestif
RS non Pendidikan : Bagian Bedah

39
IKTERUS

DEFINISI
Ikterus adalah warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit bilirubin."
Terlihatnya ikterus jika level bilirubin> 3 mgjdU (tergantung dari warna kulit-).
Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga kategori, tergantung pada bagian mana dari
mekanisme fisiologis mempengaruhi patologi. Klasifikasi ikterus tersebut adalah :
1. Pra-hepatik: Patologi yang terjadi sebelum hati.
2. Hepatik: Patologi terletak di dalam hati.
3. Post-hepatik: Patologi terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati.
DIAGNOSIS
Anamnesis
 Penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti anabolik steroid, vitamin,
herbal, dll.
 Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato, aktivitas seksual risiko tinggi
 Riwayat konsumsi makanan dengan kontaminasi yang tidak baik, konsumsi
alkohol jangka panjang
 Atralgia, mialgia, rash, anoreksia, berat bad an turun, nyeri perut, pruritus,
demam,perubahan warna urin dan warna feses
Pemeriksaan fisik
 Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi, palmar eritema, gynecomastia,
caput medusa.
 Atrofi testis pada sirosis hepatis dekompensata.
 Pembesaran kelenjar limfe supraclavicular atau nodul periumbilical:
curiga keganasan abdomen
 Distensi vena jugular, gejala gagal jantung kanan: pada kongesti hati
 Efusi pleura kanan, ascites: pada sirosis hati dekompensata
 Hepatomegali, splenomegali
Laboratorium
 Darah: Alkalin fosfatase (ALP), Aspartat aminotranferase (AST),
Alanin Aminotransferase (ALT), bilirubin total, konjugasi bilirubin,
bilirubin tak terkonjugasi, albumin, protrombim time (PT)

40
 Urin: urobilinogen, bilirubin urin
DIANOSIS BANDING

Hiperkarotenernia

TATALAKSANA

L Tatalaksana suportif: koreksi cairan dan elektrolit, penurun demam (jika disertai
demam), dan lain lain,

2. Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari, dapat dilihat pada bab
malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem bilier;

KOMPLIKASI

Sepsis, komplikasi lain sesuai dengan penyakit penyebabnya.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung penyakit penyebabnya, lebih lengkap dapat dilihat pada bab
malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem biller; dan lain lain.

UNIT YANG MENANGANI

 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-


Hepatologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

 RS pendidikan : Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif


 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah

41
SIROSIS HATI

PENGERTIAN

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobulus normal
oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi yang
membentuk nodulus. Penyakit ini memiliki periode laten yang panjang, biasanya diikuti
dengan pembengkakan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan
ikterus. Pada stadium lanjut, gejala utamanya berupa asites,jaundice, hipertensi portal,
dan gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum.

DIAGNOSIS
Anamnesis
 Perasaan mudah lelah dan berat badan menu run
 Anoreksia, dispepsia
 Nyeri abdomen
 Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat
 Edema tungkai atau asites
 Perdarahan : hidung, gusi, kulit, saluran cerna
 Libido menurun
 Riwayat: jaundice, hepatitis, obat-obatan hepato toksik, transfusi darah

 Kebiasaan minum alkohol


 Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit autoimun
 Perlu juga dicari gejala dan tanda: Gejala awal sirosis (kompensata):
Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kernbung, mual, berat badan menurun.
Gejala lanjut sirosis (dekompensata):
Bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar. Bisa terdapat gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena, ikterus, perubahan
siklus haid, serta perubahan mental. Pada laki-laki dapat impotensi, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas.

42
Pemeriksaan Fisik
 Status nutrisi, dernam, fetor hepatikum, ikterus, pigrnentasi, purpura,
clubbing finger, white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekornastla,
atrofi testis, distribusi ram but tubuh, pembesaran kelenjar parotis, kontraktur
dupuytren- (dapat ditemukan pada sirosis akibat alkoholisme namun dapat juga
idiopatik], hipogonadisme, asterixis bilateral, tekanan darah.
 Abdomen: asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa membesarjnormalj
kecil, splenomegali
 Edema perifer
 Perubahan neurologis: fungsi mental, stupor, tremor
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
a. Tes biokimia hati
 SGOTjSGPT: dapat meningkat tapi tak begitu tinggi, biasanya SGOT lebih
meningkat dari SGPT, dapat pula normal
 Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau normal
 GGT: dapat meningkat atau normal
 Bilirubin: dapat normal atau meningkat
 Albumin: menurun
 Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik
 Waktu protrombin: memanjang
b. Laboratorium lainnya
Sering terjadi anemia, trombositopenia, leukopenia, netropenia dikaitkan dengan
hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit, ureum, kreatinin, timbang setiap
hari, ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin.
2. Pencitraan
 USG: sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya massa,
pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler, peningkatan
ekogenitas parenkim hati, vena hepatika sempit dan berkelok-kelok,
 Transient Elastography [fibroscan]
 CT scan: informasi sarna dengan USG biaya relatif mahal, MRI
 EEG bila ada perubahan status neurologis
3. esofagugastroduodenoskopi, skrining varises esofagus.

43
4. Biopsi hati
5. Cek AFP untuk skrining hepatoma.
6. Mencari etiologi: serologi hepatitis (HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun (ANA,
antibodi anti-smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas kecurigaan adanya
penyakit Wilson), pemeriksaan o'l-antitripsin (atas indikasi pada yang memiliki
riwayat merokok dan mengalami PPOK), biopsi hati.
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik aktif.
KOMPLIKASI
Varises esofagus/gaster, hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, sindrom
hepatorenal, sindrom hepatopulmonal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum,
gastropati hipertensi portal.
TATALAKSANA
• Istirahat cukup
• Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
• Pada pasien sirosis dekompensata dengan kornplikasi asites: diet rendah garam.
 Laktulosa dengan target BAB 2-3 x sehari.
• Terapi penyakit penyebab
PROGNOSIS
Tergantung penyebab
UNIT YANG MENANGANI
RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS Pendidikan: -
RS non Pendidikan: -

44
HEPATITIS B KRONIK

PENGERTIAN
Suatu sindrom klinis dan patologis yg disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pad a hati, dimana seromarker virus
hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak ;::6 bulan.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia, ikterus
persisten atau intermiten. Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu pengguna
narkoba suntik, infeksi hepatitis B pada ibu, pasangan atau saudara kandung, penerima
transfusi darah, perilaku seksual risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau
terkena cairan tubuh pasien berisiko."
Pemeriksaan fisik
Oapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris. ikterus (jarang). Bila telah terjadi
komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme.
Pemeriksaan penunjang2
 Seromarker hepatitis: HBsAg (+), pemeriksaan selama 6 bulan, Anti-HBc (+),
IgManti-HBc (-), Anti-HBs (-)
 Aminotransferase meningkat (100-1000 unit), alanin aminotransferase
(ALT)lebih meningkat daripada aspartate aminotransferase (AST), alkali
fosfatase normal atau meningkat ringan.
 Serum bilirubin meningkat (3-10 mg/dl.). hipoalbuminemia, protrombin
time
(PT) memanjang.
 USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure,
permukaan mulai ireguler, vena hepatika mulai kabur/terputus-putus}, sirosis
(parmukaan hati yang ire gular, perenkim noduler, hati mengecil, dapat disertai
pembesaran limpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoselular.
 Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, harus dilakukan sebelum
memulai terapi antivirus, dan dianjurkan pada pasien dengan SGPT normal.
 Tumor marker karsinoma hepatoseluler: Alfa feto protein (AFP),
PIVKA-Il

45
(Prothrombine Induced by Vitamin K Absence).
 Monitoring untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit
SGOT,SGPTtiap 1-3 bulan dan USG abdomen dengan AFT tiap 6 bulan.

KRITERIA DIAGNOSTIK
Hepatitis B: dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan.
DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati
TATALAKSANA
 Interferon: lx 5 juta unit atau 10 [uta unit 3 kali seminggu, subkutan, selama 4-
6 bulan untuk HBeAg (+), dan setidaknya 1 tahun untuk pasien dengan HBeAg
(-), bila dengan pegylated interferon baik HBeAg (-) dan HBeAg (+) diberikan
selamal tahun
 Lamivudine: lxl00 mg
 Adefovir dipivoxil: 1 x 10 mg
 PEG IFN (j,- 2a (monoterapi): 180 gram atau PEG IFN IFN α- 2b 1,Sug/KgBB
 Entecavir: lxO,S mg
 Telbivudine: lx600 mg
 Tenofovir: lx300 mg
 Thymosin 1 selama 6 bulan
 Lamapemberian antivirus tergantung pada status HBeAg pasien ketika
memulai terapi dan target pencapaian HBV DNA serta HBeAg loss
KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular.
PROGNOSIS
5-year mortality rate adalah 0-2% pada pasien tanpa sirosis, 14-20% pada pasien dengan
sirosis kompensasis, dan 70-86% yang dekompensasi. Risiko sirosis dan
karsinoma hepatoselular berhubungan dengan level serum HBV DNA.

46
Gambar 1. Algoritme Managemen Infeksi Hepatitis B Kronik dengan HBsAg
Positif.

47
gambar 2. Algoritme Managemen Infeksi Hepatitis B Kronik dengan HbsAg Negatif

48
HEPATITIS C KRONIK

PENGERTIAN
Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana penanda virus hepatitis
positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak ≥ 6 bulan.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia.
Faktor risiko: penggunaan narkoba suntik, menerima transfusi darah, tingkat ekonomi
rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat edukasi rendah, menjalani tindakan invasif,
menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntik atau terkena cairan tubuh pasien berisiko.'
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah terjadi
komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme.
Manifestasi ekstrahepatik (cryoglobulinemia, porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis
membranoproliferatif, dan sialoadenitis limfositik).
Pemeriksaan Penunjang
 Seromarker hepatitis (Anti HCV)
 Jumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan genotipe
 Enzim hati: SGOTdan SGPT,untuk menilai aktifitas kerusakan hati dan keputusan
pengobatan antivirus
 USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure,
permukaan mulai iregular, vena hepatik mulai kabur jterputus-putus), sirosis
(parmukaan hati yang iregular, parenkim noduler, hati mengecil, dapat disertai
pembesaran lirnpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoseluler.
 Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, dianjurkan untuk
dilakukan sebelum memulai terapi antivirus, terapi antivirus sangat dianjurkan
diberikan pada fibrosis E2 dan F3 (skor METAVIR).
 Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II (Prothrombine Induced by Vitamin K Absence).
 Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas
penyakit
 SGOT,SGPT tiap 1-3 bulan dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan

49
Kriteria Diagnosis
Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan.
DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati
TATALAKSANA
Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1:
 Terapi dengan pegylated interferon (peg-IFN) dan ribavirin selama 1 tahun -
72 minggu. Peg-IFNa-2a 180 g seminggu sekali atau peg-IFNa-2b 1,5 mg/kg BE.
Bila menggunakan Peg-IFNa-2a. Dosis ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200
mg (BB>75mg), bila menggunakan peg-IFNa-2b dosis ribavirin ± 15 mg /kg BB,
ribavirin diberikan dalam 2 dosis terbagi.
 Jika respon virologis cepat (serum HCVRNAtidak terdeteksi «50 Ill /ml] dalam
4 minggu), maka terapi dapat distop setelah 24 minggu, bila HCP RNA< 4 x 105
IV/m!.
 Jika respon virologis dini (serum HCV RNA tidak terdeteksi « 50 IV/mI)
atauterjadi penurunan 210g serum HCVRNA dari level awal setelah 12 minggu),
terapi dilanjutkan sampai 1 tahun.
 Terapi distop jika pasien tidak mencapai respon virologis dini dalam waktu 12
minggu Pada infeksi hepatitis C kronik genotip 2 dan 3: Interferon konvensional
dan ribavirin atau peg-IFN-dengan ribavirin selama 24 minggu. Dosis
Interferon/Peg IFN sarna dengan geotipe 1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari
dalam 2 dosis terbagi.
Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4, berikan terapi peg- IFN+ribavirin selama
48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin sarna dengan geotipe 1.
Pantau kemungkinan terjadinya efek samping terapi Ribavirin, yaitu
anemia. Dosis ribavirin sedapat mungkin dipertahankan, bila terjadi anemia dapat
diberikan eritropoietin untuk meningkatkan Hb. Pantau kemungkinan efek
samping terapi interferon, yaitu neutropeni, trombositopenia, depresi, dan lain-lain.
Bagi pasien yang memiliki kontaindikasi penggunaan interferon atau tidak
berhasil dengan terapi interferon maka berikan terapi ajuvan :
o Flebotomi
o Urcedeoxycholic acid (UOCA) 600mg/hari

50
o Glycyrrhizin
o Medikasi herbal: silymarin atau silibinin
Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis (kronik (terutama genotip 1) adalah:
 Teleprevir, dikombinasikan dengan peg-IFN + Ribavirin.
 Boceprevir, dikombinasikan dengan peg-IFN + Ribavirin
 DirectActing Antiviral (DAA),lain seperti: sofosbuvir, ledipasvir dll, antiviral
(DAA) dapat diberikan pada pasien yang kontraindikasi pad a interveron
atau gejala pengobatan dengan interveron terse but.
KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular.
PROGNOSIS
Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma hepatoselular pada pasien sirosis dengan
infeksi hepatitis C adalah 1-4%, muncul setelah 30 tahun infeksi virus hepatitis C.
Indikator prognosis pada hepatitis C kronis adalah dengan biopsi hati. Pasien dengan
nekrosis dan inflamasi sedang-berat atau adanya fibrosis, progresifitas ke arah sirosis
sangat tinggi dalam 10-20 tahun kedepan. Diantara pasien dengan sirosis kompensasi
yang terkait hepatitis C, angka bertahan 10 tahun adalah 80%, mortality rate 2-6%,
sementara pada sirosis dekompensasi terkait infeksi virus hepatitis C mortality rate
4-5%/tahun, dan 1-2%/tahun pada karsinoma hepatoseluler terkait infeksi virus
hepatitis C.
UNIT YANG MENANGANI
 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi
GastroenterologiHepatologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan: -
 RSnonpendidikan:

51
HEPATITIS IMBAS OBAT

PENGERTIAN
Hepatitis imbas obat atau yang sekarang lebih dikenal dengan drug-induced liver injury
(DILl) merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping
obat atau hepatic drug reactions ketika mengkonsumsi obattertentu. Hepatitis imbas obat
merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit hati akut maupun kronis.' Pada
umumnya, ada 2 tipe hepatotoksisitas utama yaitu toksik langsung (direct toxic) dan
idiosinkrasi. Hepatitis toksik langsung dapat diduga terjadinya pada individu yang
terpapar dengan obat tertentu dan tergantung dosis (dose dependent). Periode laten
antara paparan dan jejas hati biasanya singkat (seringkali hanya beberapa jam),
meskipun manifestasi klinisnya dapat terlambat 24-48 jam.
DIAGNOSIS
Anamnesis
 Riwayat konsumsi obat atau jamu dalam 5-90 hari terakhir
 Tanggal mulai dan tanggal berhenti konsumsi untuk tiap obat dan jamu
 Riwayat hepatotoksisitas dan konsumsi obat yang dimaksud
 Onset gejala (demam, ruam, Ielah, nyeri perut, nafsu makan menurun) "
Penyakit lainnya, dari obat yang dikonsumsi
 Episode hipotensi akut
Pemeriksaan Fisik
 Ikterik, ruarn, demam, klinis adanya pruritus
 Hepatomegali, splenomegali
 Stigmata penyakit hati kronis

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Rutin: darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit (ditemukan gambaran
eosinofllia), trombosit protein total, albuminj globulin, prothrombin time (PT) j INR,
kreatinin
Kimia hati: SGOT,SGPT, alkali fosfatase, bilirubin totaljdirek, gamma GT

52
Serologis: IgM anti-HAY, HBsAg, IgM anti-HCV, HCV RNA, anti-HEY, anti-EBV, anti-
CMV
Autoantibodi: antibodi antinuklear, antibodi otot polos, antibodi
antimitokondrial
Khusus: serum besi, ferritin, ceruloplasmin, a-1-antitrypsin
Radiologis: USG, CT scan, MRIjMRCP (atas indikasi) " Biopsi hati, dengan indikasi :
Apabila hubungan temporal antara konsumsi agen hepatotoksik dengan onset
jejas hati tidak jelas
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis viral akut, hepatitis autoirnun, syok hati, kolesistitis, kolangitis, sindrom Budd-
Chiari, penyakit hati alkoholik, penyakit hati kolestatik, kondisi hati yang
berhubungan dengan kehamilan, keganasan, penyakit Wilson, hemokromatosis,
gangguan koagulasi.
TATAlAKSANA
Terapi sebagian besar bersifat suportif, kecuali pada hepatotoksisitas
acetaminophen. Pada pasien dengan hepatitis fulminan akibat hepatotoksisitas obat,
maka transplantasi hati dapat menyelamatkan nyawa. Penghentian konsumsi dad
agen yang dicurigai diindikasikan pada tanda pertama terjadinya reaksi simpang obat.
Pad a kasus toksin direk, keterlibatan hati sebaiknya juga diperhatikan keterlibatan
ginjal atau organ lain, yang juga dapat mengancam nyawa. Glukokortikoid untuk
hepatotoksisitas obat dengan gambaran alergi, silibinin untuk keracunan jamur
hepatotoksik, dan ursodeoxycholic acid untuk hepatotoksisitas obat kolestatik tidak
dianjurkan.
KOMPLIKASI
Gagal hati sampai dengan kematian.
PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan respons terapi. Pad a sebagian besar kasus, fungsi hati akan
kembali normal apabila obat dihentikan.
UNIT YANG MENANGANI
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi- Hepatologi
RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan: -
RS non pendidikan:-
53
HEPATITIS VIRUS AKUT

PENGERTIAN
Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang
berlangsung selama < 6 bulan.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anoreksia, mual, muntah, fatigue, malaise, atralgia, mialgia, sakit kepala, 1-5 hari
sebelum ikterus timbul. Urine pekat seperti warna the dan kadang feses seperti
dempul. Setelah ikterus timbul, gejala-gejala diatas menjadi berkurang. Demam tidak
terlalu tinggi, biasa terjadi pada hepatitis A dan E (jarang pada B dan C).
Pemeriksaan Fisik
Ikterus, hepatomegali, splenomegali.'
Laboratorium
SGOT,SGPT,bilirubin. Serologi hepatitis:
1. Hepatitis A: IgM anti HAV (+)3
2. Hepatitis B : dapat dilihat pada tabel 2
3. Hepatitis C: HCV RNA (+) setelah 7-10 hari pajanan, anti HCV (+) 5-10 minggu
setelah pajanan dan dapat bertahan seumur hid up'
4. Hepatitis 0 : HDVAg, HDV-RNAand Ig M anti-HDV (+) sekitar 30-40 hari setelah
gejala awal timbul.
5. Hepatitis E : Ig G dan Ig Manti HEV.
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis akibat obat, hepatitis alkohclik, penyakit saluran empedu, leptospirosis.
TATALAKSANA
 Hepatitis A akut: Terapi suportif
 Hepatitis B akut
Hepatitis B akut ringan-sedang: Terapi suportif," Tidak ada indikasi terapi anti virus.
Hepatitis B akut berat: pemberian antivirus mungkin dapat dipertimbangkan
Monitor pasien dengan pemeriksaan HBV DNA, HBsAg 3-6 bulan untuk
mengevaluasi perkembangan menjadi hepatitis B kronik.'
 Hepatitis C akut: Peginterferon alfa-Z« (180 Ilg) atau alfa-Zb (1.5 Ilgjkg)
seminggu sekali selama

54
12 minggu pada genotipe non 1, pada genotipe 1 selama 24 minggu.
 Hepatitis D akut: Terapi suportif." Lamivudine dan obat antiviral, tidak efektif
melawan replikasi virus.
 Hepatitis E akut: Terapi suportif.
KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik.
PROGNOSIS
 Hepatitis A akut: Biasanya sembuh komplit dalam waktu 3 bulan, tidak
menyebabkan hepatitis virus kronik. Rata-rata angka mortalitas< 0,2%.3
 Hepatitis B akut: Sekitar 95-99% pasien dewasa penderita hepatitis B yang
sebelumnya sehat, sembuh dengan baik. Pada pasien dengan hepatitis B berat
sehingga harus dirawat, rata-rata tingkat kematian sebesar 1% tetapi meningkat
pada usia lanjut dan yang memiliki komorbit. Pada pasien pengguna obat suntik,
penderita hepatitis B dan D secara bersamaan, dilaporkan rata-rata kematian
5%.2 Risiko berkembang menjadi kronis tergantung pada usia, yaitu: 90% pada
bayi, sekitar 30% pada infant, < 10% pada dewasa.
 Hepatitis C akut: Sekitar 50-85% berkernbang menjadi kronik.' " Hepatitis D
akut
Risiko fulminant hepatitis pada koinfeksi sekitar 5%
 Hepatitis E akut: Pada wabah hepatitis E di India dan Asia, rata-rata tingkat
kematian adalah 12%dan 10-20% pada wanita hamil
UNIT YANG MENANGANI
RS pendidikan : Departemen IlmuPenyakit Dalam- Divisi Gastroentero-
Hepatologi
RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan: -
RS non pendidikan: -

55
HEPATOMA
PENGERTIAN
Hepatoma [hepatocarcinoma/hepatocellular carcinoma HCC) merupakan kanker yang
berasal dari sel hati.' HCC merupakan kanker no. 5 terse ring di dunia dan no. 3 yang
paling sering menyebabkan kematian. Insidens HCCbervariasi di setiap negara, secara
umum bergantung pada prevalensi penyakit hati kronis, khususnya hepatitis virus
kronis.
Faktor risiko hepatoma dibagi menjadi 2 yaitu :
• Umum : sirosis karena sebab apapun, infeksi kronis Hepatitis B atau C,
konsumsi etanol kronis, NASH/NAFL, aflatoxin B1atau mikotoksin lainnya
• Lebih jarang: sirosis bilier primer, hemokromatosis, defisiensi -antitrypsin,
penyakit penyimpanan glikogen, citrullinemia, tirosinemia herediter, penyakit
Wilson
DIAGNOSIS
Anamnesis
Penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan
atas,jaundice, nausea.
Pemeriksaan Fisik
Hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: anemia, trombositopenia, kreatinin meningkat, prothrombin time (PT)
memanjang, partialthromboplastintime (PTT), fungsi hati; aspartat aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase (ALT)meningkat (AST>ALT), bilirubin meningkat.
Serologis: peningkatan Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-v-carboxy prothrombin
(DCP), atau (PIVKA-2), vitamin B12, ferritin, antibodi antimitokondria, serologis
hepatitis B, dan C.
Biomarker terbaru: profil genomik berbasis jaringan dan serum
Radiologis :
USG: lesi fokal difus di hati.
CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3 fasejmultifase: nodul di hati yang
menyangat kontras terutama di fase arteri dan 'early wash out'di fase vena (typical
pattern).
DIAGNOSIS BANDING
Abses hati
56
TATALAKSANA

KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagaJan hati.'
PROGNOSIS

57
Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini dapat bertahan selama 5 tahun
setelah dilakukan reseksi. transplantasi hati atau terapi perkutaneus sebesar 50-
70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan terapi kuratif.
Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-masing 10-72% dan 8-50%. Demikian
pula, HCCstadium lanjut dan Child-Pugh C mempunyai prognosis yang sangat buruk.
Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada HCC stadium Child-Pugh C
dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut.
UNIT YANG MENANGANI
RS Pendidikan : Departemen IlmuPenyakit Dalam-Divisi Gastroentero- Hepatologi
RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS Pendidikan : Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalarn,
Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif, Radiologi Intervensi
RS non Pendidikan : Bagian Bedah, Bagian Radiologi

58
ABSES HATI

PENGERTIAN
Abses hati adalah rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi
bakteri, paras it, jamur, yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik,
sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati dapat terbentuk
soliter atau multipel dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 yaitu abses hati
amebik (AHA) dan piogenik (AHP). 1,2
Abses hati piogenik adalah rongga supuratif pada hati yang timbul dalam jaringan hati
akibat infeksi bakteri seperti enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides.fusobacterium, staphylococcus
aureus, salmonella typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan infeksi Entamoeba
histolytica Abses hati amebik lebih banyak terjadi pada laki-Iaki dan jarang pada
anak-anak
Abses hati piogenik dapat terjadi karena beberapa mekanisme:
 Infeksi dari traktur bilier (kolangitis, kolesistitis) atau dari fokus septik sekitarnya
(pylephlebitis)
 Komplikasi lanjut dari sfingterektomi endoskopik untuk batu saluran
empedu atau 3-6 minggu setelah operasi anastomosis biller-intestinal.
 Komplikasi bakterernia dari penyakit abdomen seperti dlvertikulitis,
apendisitis, ulkus peptikum perforasi, keganasan saluran cerna, inflammatory
bowel disease, peritonitis, endokarditis bakteria, atau penetrasi benda asing
melalui dinding kolon.
 40 % abses hati piogenik tidak diketahui sumber infeksinya. Adanya flora
dalam mulut diduga menjadi penyebabnya, terutama pada pasien dengan
penyakit periodontal berat.
Sedangkan abses hati amebik terjadi karena:
 Entamoeba histolytica keluar sebagai trofozoit atau bentuk kista. Setelah
terinfeksi, kista melewati saluran pencernaan dan menjadi trofozoit di kolon, lalu
menginvasi mukosa dan menyebabkan ulkus flask shaped. Selanjutnya
organisme dibawa

59
menuju hati dan dapat menyebabkan abses di paru-paru atau otak. Abses
hati dapat ruptur ke dalam pleura, perikardium, dan rongga peritoneum.
DIAGNOSIS
Tabel 1. Diagnosis Abses Hati

Tabel2.Perbandingan KllnisAbsesPiogenik danAmeblk


DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinornikosis hati

60
TATALAKSANA
Abses hati piogenik
 Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier akut dan infeksi abdomen
dengan adekuat
 Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
 Antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman:
o Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari golongan inhibitor beta
laktamase generasi I atau III denganjatau tanpa aminoglikosida. Pasien
yang tidak dapat mengkonsumsi golongan beta laktamase dapat diganti
dengan fluorokuinolon.
o Kombinasi lain terdiri dari golongan ampisilin, aminoglikosida (jika
dicurigai adanya sumber infeksi dari sistem biller], atau sefalosporin
generasi III (jika dicurigai adanya sumber infeksi dari kolon) dan
klindamisin atau metronidazol (untuk bakteri anaerob).
o Jika dalam waktu 4-72 jam belum ada pebaikan klinls.rnaka antibiotika
diganti dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur sensitifitas.
Pengobatan secara parenteral selama minimal 14 hari lalu dapat
diubah menjadi oral sampai 6 minggu kemudian. [ika diketahui jenis
kuman streptokokus, antibiotik oral dosis tinggi diberikan sampai 6
bulan.
 Drainase terbuka cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi
konservatif atau bila abses berukuran besar (> 5 em). Jika abses kecil dapat
dilakukan aspirasi berulang. Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika ukuran
abses yang besar, sedangkan abses yang kecil akan menghilang dengan
pemberian antibiotik.
 Surgical drainage: dilakukan jika drainase perkutaneus tidak komplit dilakukan,
ikterik yang persisten, gangguan ginjal, multiloculated abscess, atau adanya ruptur
abses.
Abses hati AMEBIK
 Metronidazol:
o harus diberikan sebelum dilakukan aspirasi
o Metronidasol 3x 750 mg setiap hari per oral atau secara intravena
selama7-10 hari.

61
 Amebisid luminal:
o Iodoquinol 3x650 mg setiap hari selama 20 hari
o Diloxanide furoat 3x500 mg setiap hari selama 10 hari
o Aminosidin (paromomisin) 25-35 rug/kg berat badan setiap hari dalam
dosis terbagi tiga selama 7-10 hari
 Aspirasi cairan abses:
o Indikasi:
 Tidak respon terhadap pemberian antibiotik selama 5-7 hari
 Jika abses di lobus hati kiri berdekatan dengan perikardium
 Dilakukan jika diagnosa belum dapat ditentukan (merah tengguli)
o Adanya cairan aspirasi berwarna merah-kecoklatan mendukung
diagnosis ke arah abses amebik
o Tropozoit jarang dapat terindentifikasi.
KOMPLIKASI
Abses hati pIoqenlk
o Empiema paru
o Efusi pleura atau pericardium
o Trombosis vena portal atau vena splanknik
o Ruptur ke dalam perikardium atau thoraks
o Terbentuknya fistel abdomen
o Sepsis
o metastatic septic endophthalmitis terjadi pada 10 % pasien dengan diabetes
mellitus karena infeksi Klebsiella pneumonia.
Abses hati AMEBIK
Koinfeksi dengan infeksi bakteri, kegagalan multiorgan, dan ruptur ke dalam
peritoneum, rongga thoraks, dan per ikardium '. Lain-lain dapat sarna dengan
komplikasi abses piogenik di atas.
PROGNOSIS
Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai dan dilakukan drainase, angka kematian adalah
10-16%. Abses piogenik yang unilokular abses di lobus kanan hati mempunyai prognosis
lebih baik dengan angka harapan hidup 90%. [ika abses multipel terutama yang
mengenai traktur biller; akan mempunyai prognosis lebih buruk.

62
Pada abses amebik yang berada di lobus kiri lebih besar kemungkinan ruptur ke
peritoneum. Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan penanganan
serta hasil kultur memperlihatkan adanya bakteri yang multipel, tidak dilakukan
drainase, adanya ikterus, hipoalbuminernia, efusi pleura, atau adanya penyakit lain
seperti keganasan biller; disfungsi multi organ, sepsis.
UNIT YANG MENANGANI
RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
RS non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksl,
Departemen Bedah -Divisi Bedah Digestif, Departemen Parasitologi
RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah Digestif

63
Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik

PENGERTIAN

Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NAFLD/Non Alcoholic fatty liver / NASH)
Merupakan suatu sindroma klinis dan patologi akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai
tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati. Perlemakan hati (Fatty Liver atau
steatosis) merupakan suatu keadaan adanya lemak di hati (sebagian besar terdiri dari
trigliserida) melebihi 5% dari seluruh berat hati yang disebabkan kegagalan metabolism
lemak hati dikarenakan defek diantara hepatosit atau proses transport kelebihan lemak, asam
lemak atau karbohidrat karena melebihi kapasitas sel hati untuk sekresi lemak. Kriteria non
alkoholik disepakati bahwa konsumsi alcohol < 20 gram/ hari. Terjadinya perlemakan hati
melalui 4 mekanisme yaitu

 Peningkatan lemak dan asam lemak dari makanan yang dibawa ke hati
 Peningkatan sintesis asam lemak oleh mitokondria atau menurunnya oksidasi yang
meningkatkan produksi trigliserida
 Kelainan transport trigliserid keluar dari hati
 Peningkatan konsumsi karbohidrat yang selanjutnya dibawa ke hati dan dikonversi
menjadi asam lemak

Faktor resiko : Obseitas, diabetes mellitus, hipertrigliserida, obat-obatan (amiodaron,


tamoksifen, steroid, estrogen sintetik), dan toksin (pestisida). Berdasarkan tingkat
gambaran histopatologik ada beberapa perjalanan ilmiah penyakit ini yaitu perlemakan
hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatis yang disertai fibrosis dan sirosis.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit hati. Beberapa
pasien mengeluhkan rasa lemah, malaise, rasa mengganjal di perut kanan atas. Riwayat
konsumsi alcohol, riwayat penyakit hati sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan adanya kelebihan berat badan, hepatomegali, komplikasi sirosis


yaitu asites, perdarahan varises. Sindrom resistensi insulin : obesitas ( lemak visceral)

64
Pemeriksaan Penunjang

 Fungsi Hati : Peningkatan ringan ( < 4 kali) AST (aspartate aminotransferase).


AST>ALT pada kasus hepatitis karena alcohol.
 Alkali fosfatase, gamma GT (Glutamil transferase) : dapat meningkat
 Bilirubin serum, albumin serum, dan Prothombin time: dapat normal, kecuali pada
kasus NAFLD terkait sirosis hepatis
 Gula darah, profil lipid, seromarker hepatitis
 ANA, anti ds DNA : titer terendah ( <1:320)
 USG : Gambaran bright liver
 CT Scan
 MRI : deteksi infiltrasi lemak
 Biopsi hati : baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10 % sel lemak dari keseluruhan
hepatosit, peradangan lobules, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau
tanpa fibrosis. Kegunaan biopsy hati : membedakan steatosis non alkoholik dengan
perlemakan tanpa atau disertai inflamasi, menyingkirkan etiologi penyakit hati lain,
memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu.
Grading dan Staging NAFL:

DIAGNOSIS BANDING

Hepatitis B dan C kronik, penyakit hati autoimun, hemokromatosis, penyakit


Wilson’s, defisiensi a1 antitripsin

65
TATALAKSANA

Non Farmakologis

Mengontrol factor resiko : penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki profil
lipid, memperbaiki resistensi insulin, mengurangi asupan lemak ke hati, dan olah raga

Aminotransferase serum
meningkat dan/atau hepatomegali

Anamnesis menyingkirkan adanya


pemakaian alkohol dan pemeriksaan
penunjang lainnya untuk menyingkirkan
penyebab lain

USG, CT Scan atau MRI

Normal Perlemakan hati +

Biopsi hati Pikirkan biopsi hati untuk menentukan


stage penyakit dan resiko progresi

Gambar 1. Algoritma Pendekatan Diagnosis pada NAFLD

66
Farmakologis

 Antidiabetik dan insulin sentizer


Metformin 3x500 mg selama 4 bulan didapatkan perbaikan konsentrasi AST dan ALT,
Peningkatan sensitifitas insulin dan penurunan volume hati.
 Tiazolidindion (pioglitazon) : memperbaiki kerja insulin di jaringan adipose
 Antioksidan
 Tujuan : Menvegah steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis
 Vitamin E, Vitamin C, Betain, N-Asetilsistein
 Vitamin E 400, 800 IU/hari dapat menurunkan TGF-ß, memperbaiki inflamasi dan
fibrosis, perbaikan fungsi hati dengan cara menghambat produksi sitokin oleh leukosit
 Batain berfungsi sebagai donor metal pada pembentukan lesitiln dalam siklus
metabolic metionin, dengan dosis 20mg/hari selama 12 bulan terlihat perbaikan
bermakna konsentrasi ALT, steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan fibrosis
 Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu yang mempunyai efek
immunodulator, pengaturan lipid, efek sitoproteksi. Dosis 13-15 mg/kb berat badan
selama satu tahun menunjukkan perbaikan ALT, fosfatase alkali, gamma GT, dan
steatosis tanpa perbaikan bermakna derajat inflamasi dan fibrosis
 Obat anti Hiperlipidemia
 Gemfibrozil : Perbaikan ALT dan konsentrasi lipid setelah pemberian 1 bulan
 Atorvastatin : Perbaikan parameter biokimiawi dan histologi

KOMPLIKASI

Sirosis Hati, Karsinoma hepatoselular

UNIT YANG MENANGANI


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
Hepatologi
RS non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
RS Pendidikan :
RS non Pendidikan :

67

Anda mungkin juga menyukai