Disusun oleh :
dr. Frans Saputra
Pembimbing :
dr. Sofara Rezanti
Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ST
ELEVATION MYOCARDIAL INFRACTION (STEMI) ANTEROSEPTAL Di
Rumah Sakit Islam Pekajangan.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Pekalongan,Juni 2019
Penulis
i
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing Internship
RSI Pekajangan
Dokter Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
iv
BAB I
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pekalongan
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Pekerjaan :-
MRS Tanggal : 01 April 2019
Tanggal Pemeriksaan : 01 April 2019
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri dada.
1
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang sama disangkal.
5. Riwayat Pengobatan
Riwayat alegi obat (-)
7. Anamnesis Sistem
Cerebrospinal : Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), Pusing (-)
Cardiovascular : Akral dingin (-). Sianosis (-)
Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
Gastrointestinal : Mual (-),Muntah (-), Sulit BAB (-)
Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-), Atrofi (-)
Integumentum : Gatal (-), Ruam (-)
Urogenital : Disuria (-), Hematuri (-), Sulit BAK (-)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Berat badan : 50 Kg
Tinggi badan : 163 cm
IMT : 18,81 (normoweight)
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 155/108 mmHg
Suhu : 36,5oC
Nadi : 107 x/menit
2
Respiratory rate : 20 x/menit
3. Kepala
Normocephale, Konjungtiva anemis (-/-), Sclera icteric (-/-),
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-).
4. Leher
Kelenjar getah bening tidak membesar, deviasi trakea (-), kelenjar
tiroid tidak membesar.
5. Thoraks
Paru Hasil
Jantung Hasil
Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
Perkusi • Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
• Bawah : SIC V
Batas Kanan Jantung
3
• Atas : SIC II linea parasternalis dextra
• Bawah : SIC V linea parasternalis dextra
6. Abdomen
Abdomen Hasil
7. Ekstremitas
Ekstremitas Hasil
4
D. Pemeriksaan Penunjang
- ECG
Interpretasi EKG :
- Irama dasar : Sinus
- P wave : 0,04 s
- Heart rate : 107x/menit
- PR interval : 0,16 s
- Axis : LAD
- QRS Complex :0,04 s
- ST Segmen : elevasi di V1-v4
5
- Kesimpulan : irama sinus, Hr 107x/menit, LAD, STEMI
anteroseptal
E. Diagnosis
STEMI anteroseptal
F. Penatalaksanaan
- Infus RL 20 tpm
- CPG 300mg (75x4 tablet)
- Aspilet 1 tab
- ISDN 5mg SL I
- Lab DL + HbsAg, GDS, ECG
- Konsul dr. Sp. PD
Advice :
- Condesarta 8mg 1x1 tablet
- ISDN 3x1 tablet
- CPG 1x1 tablet
- Aspilet 1x1 tablet
- Simvastatin 1x10 mg malam
- ICU
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom koroner akut adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner
yang utama dan sering mengakibatkan kematian. Sindrom koroner akut terjadi karena
terjadinya pengurangan oksigen akut atau subakut dari miokardium. Sindrom koroner akut
adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction
= STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation
myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris
= UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya
iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.4
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker
kerusakan miokardium dapat diperiksa.4
B. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS /
Infark Miokard non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q ST
elevasi. 4
C. FAKTOR RESIKO
Dewasa ini ditemukan banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat
proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu : usia, jenis kelamin, ras dan
riwayat keluarga. Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor risiko tersebut adalah
merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, gangguan toleransi glukosa, dan
obesitas.3
7
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih
panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.3
2. Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause,
setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause.3
3. Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.3
4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan
lingkungan belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa
bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada
gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen
lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.3
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein
tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.7
2. Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal dari
makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua
jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan
ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan
HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya
akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.7
8
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit
jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat
aterogenik. Rasio kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk
terjadinya aterosklerosis.7
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi
akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin terancam
dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat
sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau
berlangsung lama bisa menjadi infark. 7
Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah
akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).7
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan di
bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun,
dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang
berikatan dengan dinding vaskuler.7
5. Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya
selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.7
6. Hipertensi
Selain dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi
yang lama. Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak
pada pembuluh darah.1
7. Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk ke
jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk
meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung
meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan
gangguan pada jantung.1
9
8. Kerja fisik / olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan
miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen tidak
mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi
infark.1
D.ETIOLOGI
1.Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture
dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di
distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme
atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4.Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak,
sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri
koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita
angina stabil yang kronik.
ACS jenis ini antara lain karena :
10
a)Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso b)
Berkurangnya aliran darah koroner, berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada
anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan
saling terkait.6
11
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh daraharteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner
perkutan primer. Diagnosis STEMIditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yangpersisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi
tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhanangina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yangbersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung.
Markajantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction,
NSTEMI).Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna.
Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah
beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).Jika pemeriksaan
EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhanangina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang
tiap 6 jamdan setiap terjadi angina berulang.2
12
Gambar. Alogaritme Evaluasi dan Tatalaksana SKA
F. PATOGENESIS
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yangkoyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahankomposisi plak dan
penipisan tudungfibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit
(white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara
total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koronermenyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).Infark
miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi
subtotal yang disertaivasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringanotot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernatingdan stunning(setelah iskemia
hilang), distritmia danremodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.
13
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner
Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis,
hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang
telahmempunyai plak aterosklerosis.3,4
G. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop. 2
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih
sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,
penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika
berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung
koroner (PJK). 2
H. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan
EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau
adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam,
maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari
NSTEMI.2
17
yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis
laboratorium. Sabatine et.al mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi vyang
terjadi pada UA/NSTEMI yaitu2:
Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
Inflamasi vaskular
Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian
terhadap petanda-petanda seperti cardiac-specific troponin, C-reactive protein
dan brain-natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI
18, di mana risiko relatif, mortalitas 30 hari pasien-pasien dengan marker
0,1,2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2.1,5.7 dan 13 berturut-turut.
Pendekatan ini dengan berbagai petanda laboratorium ini sebaiknya tidak
digunakan sendiri-sendiri tapi harusnya dapat memperjelas penemuan klinis.2
c. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip
utama penatalaksanaan adalah time is muscle.2
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal
dari jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-
faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok,
stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.2
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.2
18
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri
dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien IMA.2
20
Gambar. EKG menunjukkan STEMI dengan evolusi patologik Q wave di lead I dan VL
4. Laboratorium
Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac
Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.2
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)2
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut
meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
21
Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Unstable Angina Myocardial infarction
NSTMI STEMI
Tipe Gejala Cresendo, istirahat, Rasa tertekan yang lama dan nyeri dada
atau onset baru
Nyeri Dada <15 menit >15 menit
Serum Biomarker No Iya Iya
EGC Normal/ST depresi ST depresi atau ST-elevasi
atau gelombang T gelombang T (gelombang Q
invasi invasi later)
Tabel: Perbedaan antara Unstabel Angina, NSTEMI & STEMI
H. PENATALAKSANAAN
a. TERAPI AWAL
Terapi awal pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas
dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada pemeriksaan EKG dan atau marka
jantung adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan. 2
1. Tirah baring
2. Oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi 02 arteri ≤ 95% atau
yang mengalami distres respirasi.
3. Oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama tanpa
mempertimbangkan saturasi 02 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat. 2
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) 2
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau2
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel). 2
22
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi
tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti. 2
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
2
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signfikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada
kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.2
Tabel . Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
b. Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.2
23
Tabel . Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
2. Antiplatelet
Tabel . Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
3. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.2
24
Tabel . Jenis dan dosis antikoagulan untuk terapi IMA
4. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan angka
kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistol jantung,
dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya
untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK). 2
Tabel . Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA
5. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, statin harus diberikan pada semua penderita UAP / STEMI termasuk
mereka yang telah menjalani revaskularisasi jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi
statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl. 2
b. TERAPI LANJUT
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang
menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi
25
(sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12
jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. 2
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya
rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan
waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai
diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP. Stenting
lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer. 2
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual
antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-
eluting stents (DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS). 2
Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum
angiografi. 2
Terapi fibrinolitik
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih
disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). 2
Tabel . Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut
26
memungkinkan, angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang
mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil . Waktu optimal angiografi
untuk pasien stabil setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam. 2
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada syndrom koroner akut (ACS) yaitu :10
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris
J. PROGNOSIS
Prognosis dari Akut Koronaria Syndrome (ACS) Tergantung dari beberapa hal
yaituWilayah yang terkena oklusi, Sirkulasi kolateral, Durasi atau waktu oklusi, dan
Kebutuhan oksigen miokardium.8
27
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosa STEMI pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan keluhan utama
berupa nyeri dada. Pasien mengatakan nyeri dada dirasakan sekitar -+ 7 jam yang lalu SMRS.
Pasien mengeluhkan nyeri di dada sebelah kiri seperti tertindih dan menjalar kelengan.
Durasi nyeri lebih dari 30 menit. Nyeri tidak hilang dengan istirahat.. Selain itu pasien juga
adanya riwayat penyakit hipertensi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan
hemodinamik stabil, TD 155/100mmHg, nadi 95x/menit, Rr 20x/menit, suhu 36,5o C Pada
pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan hal ini, pemeriksaan EKG
dilakukan untuk memastikan diagnosa. Ekg dilakukan dengan pertimbangan pemeriksaannya
dapat dilakukan dengan cepat. Pada EKG didapatkan kesimpulan irama sinus, Hr
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Idrus A, Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 3, Edisi 3, Jakarta 2007, halaman 1615-1625
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut.
3. David L.C, Arun K, Jamshid S, Acute Coronary Syndrome, dapat diundu di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview
4. Tiong, KO, Kui HS, Alan F, Boon CC, Acute Myocardial Infarction, Sarawak
Handbook of Medical Emergency, edisi 3, Malaysia 2011, halaman 1.8-1.20.
5. Malcolm ST, Iskemia dan Infark Miokardium, Satu-Satunya Buku EKG yang Anda
Perlukan, edisi 5, EGC 2009, halaman 209-249
6. A.Maziar, Ahmad MJ, Samer M.G, Myocardial Infarction, boleh diunduh di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
7. Zulkifili A, Nyeri Dada, Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 1, FKUI Jakarta 2008, halaman 212-219
8. John P, Cunha, Chest Pain, boleh di unduh di situs Emedicine Health,
http://www.emedicinehealth.com/chest_pain/article_em.htm
9. Andrew S, Pain Management Health Center, dapat diunduh di situs WebMD,
http://www.webmd.com/pain-management/guide/whats-causing-my-chest-pain
10. Bahri, Faktoer Resiko Penyakti Jantung Koroner, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, 2005.
29