Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ST ELEVATION MYOCARDIAL INFRACTION (STEMI)


ANTEROSEPTAL

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas Internsip


RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Disusun oleh :
dr. Frans Saputra

Pembimbing :
dr. Sofara Rezanti

RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN


PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ST
ELEVATION MYOCARDIAL INFRACTION (STEMI) ANTEROSEPTAL Di
Rumah Sakit Islam Pekajangan.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Sofara Rezanti selaku pendamping yang telah memberikan tugas,


petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan
tugas ini.
2. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan laporan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis berupaya menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Pekalongan,Juni 2019

Penulis

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kasus : ST ELEVATION MYOCARDIAL INFRACTION


(STEMI) ANTEROSEPTAL

Tempat : Rumah Sakit Islam Pekajangan

Pekalongan, Juni 2019

Mengetahui dan Menyetujui

Pembimbing Internship

RSI Pekajangan

Dokter Pembimbing

dr. Sofara Rezanti

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I KASUS
A. IDENTITAS PASIEN .............................................................................. 1
B. ANAMNESIS .......................................................................................... 1
C. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................... 2
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................. 5
E. DIAGNOSIS ............................................................................................ 6
F. PENATALAKSANAAN ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
A. DEFINISI ................................................................................................. 7
B. EPIDEMIOLOGI ..................................................................................... 7
C. FAKTOR RESIKO .................................................................................. 7
D. ETIOLOGI ............................................................................................. 10
E. KLASIFIKASI ....................................................................................... 12
F. PATOGENESIS ..................................................................................... 13
G. MANIFESTASI ..................................................................................... 14
H. DIAGNOSIS .......................................................................................... 14
I. PENATALAKSANAAN ....................................................................... 22
J. KOMPLIKASI ....................................................................................... 27
K. PROGNOSIS ......................................................................................... 27
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

iii
iv
BAB I
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pekalongan
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Pekerjaan :-
MRS Tanggal : 01 April 2019
Tanggal Pemeriksaan : 01 April 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri dada.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan nyeri dada dirasakan sekitar -+ 7 jam yang lalu
SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri di dada sebelah kiri seperti tertindih dan
menjalar kelengan. Durasi nyeri lebih dari 30 menit. Nyeri tidak hilang
dengan istirahat. Sesak napas (-), riwayat terbangun tengah malam karena
sesak (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), pusing (+).BAB dan BAK dalam
batas normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit serupa (-), HT (+), DM (-).

1
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang sama disangkal.

5. Riwayat Pengobatan
Riwayat alegi obat (-)

6. Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien tinggal bersama anak-anaknya dan Biaya ditanggung BPJS.

7. Anamnesis Sistem
 Cerebrospinal : Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), Pusing (-)
 Cardiovascular : Akral dingin (-). Sianosis (-)
 Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
 Gastrointestinal : Mual (-),Muntah (-), Sulit BAB (-)
 Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-), Atrofi (-)
 Integumentum : Gatal (-), Ruam (-)
 Urogenital : Disuria (-), Hematuri (-), Sulit BAK (-)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
 Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
 Berat badan : 50 Kg
 Tinggi badan : 163 cm
 IMT : 18,81 (normoweight)

2. Tanda Vital
 Tekanan darah : 155/108 mmHg
 Suhu : 36,5oC
 Nadi : 107 x/menit

2
 Respiratory rate : 20 x/menit
3. Kepala
Normocephale, Konjungtiva anemis (-/-), Sclera icteric (-/-),
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-).

4. Leher
Kelenjar getah bening tidak membesar, deviasi trakea (-), kelenjar
tiroid tidak membesar.

5. Thoraks

Paru Hasil

Bentuk normal, pengembangan paru simetris, tidak ada


Inspeksi
retraksi dinding dada

Palpasi Fremitus raba simetris

Perkusi Redup di paru kanan dan kiri

Terdengar suara dasar vesikular (+/+), RBB (-/-), Wheezing


Auskultasi
(-/-)

Jantung Hasil

Inspeksi Ictus cordis tampak di SIC V

Palpasi Ictus cordis kuat tidak angkat teraba mid clavicula

Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
Perkusi • Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
• Bawah : SIC V
Batas Kanan Jantung

3
• Atas : SIC II linea parasternalis dextra
• Bawah : SIC V linea parasternalis dextra

Auskultasi BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-)

6. Abdomen

Abdomen Hasil

Inspeksi Bentuk tidakcembung, tidak ada sikatriks,warna kecoklatan.

Auskultasi Suara peristaltik normal, Suara tambahan (-)

Palpasi Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),undulasi(-)

Perkusi Pekak beralih (-), timpani (+)

7. Ekstremitas
Ekstremitas Hasil

Ekstremitas Superior Dextra Akral hangat (+), edema (-)

Ekstremitas Superior Sinistra Akral hangat (+), edema (-)

Ekstremitas Inferior Dextra Akral hangat (+), edema (-)

Ekstremitas Inferior Sinistra Akral hangat (+), edema (-)

4
D. Pemeriksaan Penunjang
- ECG

Interpretasi EKG :
- Irama dasar : Sinus
- P wave : 0,04 s
- Heart rate : 107x/menit
- PR interval : 0,16 s
- Axis : LAD
- QRS Complex :0,04 s
- ST Segmen : elevasi di V1-v4

5
- Kesimpulan : irama sinus, Hr 107x/menit, LAD, STEMI
anteroseptal

E. Diagnosis
STEMI anteroseptal

F. Penatalaksanaan
- Infus RL 20 tpm
- CPG 300mg (75x4 tablet)
- Aspilet 1 tab
- ISDN 5mg SL I
- Lab DL + HbsAg, GDS, ECG
- Konsul dr. Sp. PD
Advice :
- Condesarta 8mg 1x1 tablet
- ISDN 3x1 tablet
- CPG 1x1 tablet
- Aspilet 1x1 tablet
- Simvastatin 1x10 mg malam
- ICU

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom koroner akut adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner
yang utama dan sering mengakibatkan kematian. Sindrom koroner akut terjadi karena
terjadinya pengurangan oksigen akut atau subakut dari miokardium. Sindrom koroner akut
adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction
= STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation
myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris
= UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya
iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.4
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker
kerusakan miokardium dapat diperiksa.4
B. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS /
Infark Miokard non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q ST
elevasi. 4
C. FAKTOR RESIKO
Dewasa ini ditemukan banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat
proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu : usia, jenis kelamin, ras dan
riwayat keluarga. Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor risiko tersebut adalah
merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, gangguan toleransi glukosa, dan
obesitas.3

7
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih
panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.3
2. Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause,
setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause.3
3. Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.3
4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan
lingkungan belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa
bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada
gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen
lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.3
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein
tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.7
2. Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal dari
makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua
jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan
ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan
HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya
akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.7
8
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit
jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat
aterogenik. Rasio kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk
terjadinya aterosklerosis.7
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi
akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin terancam
dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat
sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau
berlangsung lama bisa menjadi infark. 7
Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah
akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).7
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan di
bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun,
dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang
berikatan dengan dinding vaskuler.7
5. Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya
selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.7
6. Hipertensi
Selain dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi
yang lama. Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak
pada pembuluh darah.1
7. Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk ke
jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk
meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung
meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan
gangguan pada jantung.1
9
8. Kerja fisik / olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan
miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen tidak
mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi
infark.1
D.ETIOLOGI
1.Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture
dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di
distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme
atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4.Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak,
sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri
koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita
angina stabil yang kronik.
ACS jenis ini antara lain karena :
10
a)Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso b)
Berkurangnya aliran darah koroner, berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada
anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan
saling terkait.6

11
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh daraharteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner
perkutan primer. Diagnosis STEMIditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yangpersisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi
tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhanangina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yangbersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung.
Markajantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi
Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction,
NSTEMI).Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna.
Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah
beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).Jika pemeriksaan
EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhanangina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang
tiap 6 jamdan setiap terjadi angina berulang.2

12
Gambar. Alogaritme Evaluasi dan Tatalaksana SKA
F. PATOGENESIS
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yangkoyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahankomposisi plak dan
penipisan tudungfibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit
(white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara
total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koronermenyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).Infark
miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi
subtotal yang disertaivasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringanotot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernatingdan stunning(setelah iskemia
hilang), distritmia danremodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.

13
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner
Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis,
hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang
telahmempunyai plak aterosklerosis.3,4
G. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop. 2
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih
sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,
penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika
berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung
koroner (PJK). 2
H. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan
EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau
adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam,
maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari
NSTEMI.2

a. Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil


Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan
keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh
trauma, yang mengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia >
35 tahun atau wanita terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan
evaluasi lebih lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi,
14
penekanan, pengaruh makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya faktor resiko.
Wanita sering mengeluh nyeri dada atipik dan gejala tidak khas, penderita diabetes
mungkin tidak menunjukkan gejala khas karena gangguan saraf otonom.
Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan,
diremas, ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang
sternum, dibagian tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak
dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu,
punggung, lengan kiri atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah
5 menit istirahat atau pemberian nitrat.2
Keluhan pasien umumnya berupa
- Resting angina : terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit
- New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik sehari-hari, aktifitas
ringan/ istirahat
- Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama, sering, nyeri atau
dicetuskan aktivitas lebih ringan.
Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas,
mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas.
1. Pemeriksaan Penunjang
o Elektrokardiografi (ECG)
Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukan
kemungkinan adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T
negatif kurang dari 2mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena
hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-
6% ECG juga normal.2
o Exercise test
Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral
insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan
prognosis kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan
adanya iskemi miokardium.2
15
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of
Cardiology (ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. 2
CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna
untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali
normal dalam 48jam.2
b. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST
1. Evaluasi klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium dengan
ciri khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan
onset baru angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik berbanding
dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi
dalam kelompok yang lebih besar terutama pasien lebih dari 65 tahun.2
2. Pemeriksaan Penunjang
o Elektrokardiogram
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial
Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0.05mV merupakan predictor outcome yang buruk. Outocme yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik
depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.2
o Biomarker Kerusakan Miokard
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan
CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer
setelah 3-4jam dan dapat menetap sampai 3-4minggu.2
o Stratifikasi Risiko
16
Penilaian klinis dan EKG merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan risiko tinggi, maka keadaan ini
memerlukan terapi awal yang segera. Beberapa pendekatan untuk stratifikasi
telah tersedia.2
o Skor TIMI
Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana dan sesuai untuk
stratifikasi risiko, dan angka faktor risiko bebas pada presentasi kemudian
ditetapkan. Skor risiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian
TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian dan satu registry. Dengan
meningkatnya skor risiko, telah terobservasi manfaat yang lebih besar secara
progresif pada terapi dengan low molecular weight heparin (LMWH) versus
unfractionated heparin (UFH), dengan platelet GP Iib/IIIa receptor blocker
tirofiban versus palcebo, dan strategi nivasif versus konservatif.2
Pada pasien untuk semua level skor risiko TIMI, penggunaan
klopidogrel menunjukkan penurunan keluaran yang buruk relatif sama. Skor
risiko juga efektif dalam memprediksi keluaran yang buruk pada pasien yang
pulang.2

Tabel. Skor risiko TIMI untuk UA/NSTEMI

o Penanda biologis (Biomarker) multipel untuk penilaian risiko


Newby et.al mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan
mioglobin, creatinine kinase-MB dan troponin I memberikan stratifikasi risiko

17
yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis
laboratorium. Sabatine et.al mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi vyang
terjadi pada UA/NSTEMI yaitu2:
 Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
 Inflamasi vaskular
 Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian
terhadap petanda-petanda seperti cardiac-specific troponin, C-reactive protein
dan brain-natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI
18, di mana risiko relatif, mortalitas 30 hari pasien-pasien dengan marker
0,1,2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2.1,5.7 dan 13 berturut-turut.
Pendekatan ini dengan berbagai petanda laboratorium ini sebaiknya tidak
digunakan sendiri-sendiri tapi harusnya dapat memperjelas penemuan klinis.2
c. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau  1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip
utama penatalaksanaan adalah time is muscle.2
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal
dari jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-
faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok,
stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.2
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.2

18
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri
dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien IMA.2

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut2 :


 Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.
 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan
kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
 Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.

Gambar 3. Pola nyeri dada pada iskemia miokard


2. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau
19
hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .2
3. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal
tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan
EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan unutk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi
kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.2
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA
atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau menghilangnya
gelombang R dan infark miokard nontransmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi
gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural atau transmural) sehingga
terminologi IMA gelombang Q atau non Q menggantikan infark mural atau
nontransmural.2

20
Gambar. EKG menunjukkan STEMI dengan evolusi patologik Q wave di lead I dan VL
4. Laboratorium
Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac
Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.2
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)2
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut
meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
 Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
21
 Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Unstable Angina Myocardial infarction
NSTMI STEMI
Tipe Gejala Cresendo, istirahat, Rasa tertekan yang lama dan nyeri dada
atau onset baru
Nyeri Dada <15 menit >15 menit
Serum Biomarker No Iya Iya
EGC Normal/ST depresi ST depresi atau ST-elevasi
atau gelombang T gelombang T (gelombang Q
invasi invasi later)
Tabel: Perbedaan antara Unstabel Angina, NSTEMI & STEMI

H. PENATALAKSANAAN
a. TERAPI AWAL
Terapi awal pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas
dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada pemeriksaan EKG dan atau marka
jantung adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan. 2
1. Tirah baring
2. Oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi 02 arteri ≤ 95% atau
yang mengalami distres respirasi.
3. Oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama tanpa
mempertimbangkan saturasi 02 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat. 2
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) 2
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau2
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel). 2

22
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi
tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti. 2
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
2
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signfikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada
kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.2
Tabel . Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA

b. Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.2

23
Tabel . Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA

c. Calcium channel blockers (CCBs).


Nifedipin dan amplodipin mempunyai fek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil
dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang
menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas
mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB,
terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi
angina vasospastik.2
Tabel . Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA

2. Antiplatelet
Tabel . Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA

3. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.2

24
Tabel . Jenis dan dosis antikoagulan untuk terapi IMA

4. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan angka
kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistol jantung,
dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya
untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK). 2
Tabel . Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA

5. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, statin harus diberikan pada semua penderita UAP / STEMI termasuk
mereka yang telah menjalani revaskularisasi jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi
statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl. 2
b. TERAPI LANJUT
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang
menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi

25
(sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12
jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. 2
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya
rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan
waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai
diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP. Stenting
lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer. 2
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual
antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-
eluting stents (DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS). 2
Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum
angiografi. 2
Terapi fibrinolitik
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih
disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). 2
Tabel . Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut

Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi diindikasikan


untuk gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis inisial. Jika

26
memungkinkan, angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang
mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil . Waktu optimal angiografi
untuk pasien stabil setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam. 2
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada syndrom koroner akut (ACS) yaitu :10
 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris

J. PROGNOSIS
Prognosis dari Akut Koronaria Syndrome (ACS) Tergantung dari beberapa hal
yaituWilayah yang terkena oklusi, Sirkulasi kolateral, Durasi atau waktu oklusi, dan
Kebutuhan oksigen miokardium.8

27
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosa STEMI pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan keluhan utama
berupa nyeri dada. Pasien mengatakan nyeri dada dirasakan sekitar -+ 7 jam yang lalu SMRS.
Pasien mengeluhkan nyeri di dada sebelah kiri seperti tertindih dan menjalar kelengan.
Durasi nyeri lebih dari 30 menit. Nyeri tidak hilang dengan istirahat.. Selain itu pasien juga
adanya riwayat penyakit hipertensi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan
hemodinamik stabil, TD 155/100mmHg, nadi 95x/menit, Rr 20x/menit, suhu 36,5o C Pada
pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan hal ini, pemeriksaan EKG
dilakukan untuk memastikan diagnosa. Ekg dilakukan dengan pertimbangan pemeriksaannya
dapat dilakukan dengan cepat. Pada EKG didapatkan kesimpulan irama sinus, Hr

107x/menit, LAD, STEMI anteroseptal.


Sebagai tatalaksana awal pasien dipasangkan IV line untuk memudahkan akses
memasukkan obat dan rehidrasi. Pasien diberikan ISDN 5 mg SL, Clopidogrel 300mg (4
tablet), aspilet 80mg, pemeriksaan DL, biomarker jantung, HBSAG, konsul dokter spesialis
penyakit dalam, advice : candesartan 1x8mg, ISDN 3x5mg, clopidogrel 1x75mg, aspilet
1x80mg, simvastatin 1x10mg, perawatan ruang ICU.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Idrus A, Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 3, Edisi 3, Jakarta 2007, halaman 1615-1625
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut.
3. David L.C, Arun K, Jamshid S, Acute Coronary Syndrome, dapat diundu di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview
4. Tiong, KO, Kui HS, Alan F, Boon CC, Acute Myocardial Infarction, Sarawak
Handbook of Medical Emergency, edisi 3, Malaysia 2011, halaman 1.8-1.20.
5. Malcolm ST, Iskemia dan Infark Miokardium, Satu-Satunya Buku EKG yang Anda
Perlukan, edisi 5, EGC 2009, halaman 209-249
6. A.Maziar, Ahmad MJ, Samer M.G, Myocardial Infarction, boleh diunduh di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
7. Zulkifili A, Nyeri Dada, Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 1, FKUI Jakarta 2008, halaman 212-219
8. John P, Cunha, Chest Pain, boleh di unduh di situs Emedicine Health,
http://www.emedicinehealth.com/chest_pain/article_em.htm
9. Andrew S, Pain Management Health Center, dapat diunduh di situs WebMD,
http://www.webmd.com/pain-management/guide/whats-causing-my-chest-pain
10. Bahri, Faktoer Resiko Penyakti Jantung Koroner, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, 2005.

29

Anda mungkin juga menyukai