Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Dalam mencapai tujuan, manusia membentuk organisasi. Dengan demikian organisasi


menjadi wadah relasi dalam mencapi tujuan secara kolektif, melalui kerja sama. Hubungan kerja,
relasi penugasan yang terjadi merupakan inti dari masalah perwakilan. Sedangkan organisasi yang
efektif dinilai dari keberhasilannya meminimalkan masalah perwakilan, dan mewujudkan serta
memaksimalkan mekanisme perwakilan yang ideal. Upaya untuk meminimalkan masalah
perwakilan adalah dengan membentuk sistem dan komunikasi yang baik. Bila komunikasi berjalan
dengan mulus dalam bangunan struktur organisasi yang terstruktur dan terancang dengan baik.

Bila masalah perwakilan dan komunikasi dengan baik. Maka proses pengambilan
keputusan dalam organisasi akan berjalan dengan baik. Karena organisasi adalah mesin pembuat
keputusan, maka itu anggota dari organisasi adalah alat pembuat mesin tersebut.

Tantangan tersebut dapat ditelusuri kembali pada sejumlah konsep dasar yang
dikembangkan dalam ilmu ekonomi, dimana konsepnya adalah biaya oportunity. Semakin baik
mekanisme terbentuknya proses pengambilan keputusan, yang baik. Maka akan semakin efektif
dan berkualitas nilai keputusannya.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Apa itu Pengambilan Keputusan dalam Tiga Kajian Utama ?

2. Bagaimana kondisi lingkungan organisasi mempengaruhi pengambilan keputusan ?

3. Mengapa Pengambilan Keputusan sebagai “Jantung Organisasi” ?

4. Bagaimana mendefinisikan keputusan yang baik ?

5. Apa yang dimaksud dengan Kehendak Bebas yang Telah Ditetapkan (Deterministic Free
Will) ?

6. Apa yang dimaksud dengan Pengambilan Keputusan Atas Ide Yang Kontradiktif (a
contradictory idea) ?
7. Apa saja Kondisi atau Indikator Pengambilan Keputusan Dinilai Baik ?

1.3. TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk menjelaskan Pengambilan Keputusan dalam Tiga Kajian Utama.

2. Untuk menjelaskan bagaimana kondisi lingkungan organisasi mempengaruhi pengambilan


keputusan.

3. Untuk menjelaskan Pengambilan Keputusan sebagai “Jantung Organisasi”.

4. Untuk mendefinisikan keputusan yang baik.

5. Untuk menjelaskan Kehendak Bebas yang Telah Ditetapkan (Deterministic Free Will).

6. Untuk menjelaskan Pengambilan Keputusan Atas Ide Yang Kontradiktif (a contradictory


idea).

7. Untuk menjelaskan Kondisi atau Indikator Pengambilan Keputusan Dinilai Baik.


BAB II

PEMBAHASAN
2.1. PENGAMBILAN KEPUTUSAN: BAGIAN DARI TIGA KAJIAN UTAMA DALAM
TEORI DAN PERILAKU ORGANISASI

Terdapat tiga masalah atau kajian induk yang perlu menjadi perhatian mendalam dari setiap
pengambil keputusan/manajer, yaitu: masalah tentang perwakilan (problem of trusteeship),
masalah komunikasi (problem of communication) dan masalah pengambilan keputusan (problem
of decision-making). Ketiga pokok kajian masalah dalam lingkup organisasi ini akan selalu
berputar pada poros pencapaian visi dan misi organisasi dan ketiganya memiliki hubungan saling
terkait.

2.1.1. Pengambilan Keputusan Dalam Tiga Kajian Utama

Untuk mencapai tujuan manusia membentuk organisasi. Organsiasi dengan demikian


menjadi wadah relasi sosial untuk mencapai tujuan secara kolektif melalui kerja sama. Kerja sama
akan menghasilkan hubungan antara paling sedikit dua orang, dimana satu pihak dapat menjadi
pemberi tugas, pemimpin atau pemilik organisasi dan pihak lain menjadi penerima tugas, bawahan
atau wakil pengelola organisasi. Hubungan kerja, relasi penugasan yang terjadi merupakan inti
dari masalah perwakilan. Masalah perwakilan muncul segera begitu penerima tugas, wakil
pengelola organisasi melakukan penyimpangan tindakan karena mendorong conflict of interest.
Semakin besar tingkat konflik keinginan tersebut dalam organisasi, maka akan semakin besar
kerugian yang ditimbulkan bagi organisasi dan pemilik. Organisasi yang efektif dinilai dari
keberhasilannya meminimalkan masalah perwakilan dan mewujudkan serta memaksimalkan
mekanisme perwakilan yang ideal.

Upaya untuk meminimalkan masalah perwakilan adalah dengan membentuk sistem dan
mekanisme komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik terbangun melalui penerapan sebuah
sistem informasi yang canggih. Bangun sistem informasi dan komunikasi yang canggih hanya
dapat muncul bila desi struktur dan budaya organisasi terbentuk dengan baik pula. Bila arus
komunikasi berjalan dengan mulus dalam bangun struktur organisasi yang terancang dengan baik,
maka sistem tersebut akan mengalirlancarkan informasi ke dalam dan ke luar organisasi (a concept
of transparency). Kondisi yang demikian akan meminimalkan peluang munculnya masalah
perwakilan dan peluang mewujudkan sistem perwakilan yang ideal akan besar.

Bila masalah perwakilan dan komunikasi dapat ditangani dengan baik, maka proses
pengambilan keputusan dalam organisasi akan berlangsung dengan baik. Sebagaimana organisasi
dikenal sebagai sebuah mesin pembuat keputusan maka seluruh anggota organisasi adalah
merupakan “bagian dari mesin” yang selalu dan hanya selalu, membuat keputusan setiap saat.

Tantangan-tantangan tersebut dapat ditelusuri kembali pada sejumlah konsep dasar yang
dikembangkan dalam ilmu ekonomi, dimana salah satu konsepnya adalah opportunity cost.
Semakin baik mekanisme atau sistem pendukung terbentuknya proses pengambilan keputusan
yang baik. Seluruh organisasi dunia yang bertahan hidup pada era perubahan lingkungan yang
pesat memiliki kekuatan, keunggulan dan kualitas pada proses, mekanisme atau sistem
pengambilan keputusannya, baik secara individual maupun tim/organisasi.

2.1.2. Kondisi Lingkungan Organisasi Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Adapun 3 hal mengenai kondisi lingkungan organisasi yang mempengaruhi proses


pengambilan keputusan, antara lain:

1. Terdapatnya struktur dan budaya organisasi yang baik dan efektif, sehingga tercipta
lingkungan kerja yang meningkatkan produktivitas.
2. Desain struktur yang tepat dengan didukung oleh gaya kepemimpinan yang handal
menghasilkan sistem informasi dan alur komunikasi (information and communication flow
system) yang baik dan efektif.
3. Struktur dan budaya organisasi yang baik, sistem alur komunikasi dan informasi yang
berkualitas memudahkan manajer dalam melakukan proses pengambilan keputusan.

Tiga hal diatas merupakan kondisi lingkungan organisasi yang mempengaruhi


pengambilan keputusan, sehingga membuahkan hasil yang menguntungkan organisasi.

2.1.3. Pengambilan Keputusan Sebagai Jantung Organisasi

Pengambilan keputusan dapat dikatakan sebagai kajian yang memerlukan perhatian ekstra
dari manajer. Dimana kajian utama tersebut dapat dikatakan sebagai “jantungnya organisasi (the
heart of organization), yang memompa seluruh proses intelektual dan mental anggota organisasi
ke arah tindakan pemanfaatan sumber daya secara optimal guna mencapai tujuan organisasi.
Semenjak kajian ekonomi dan bisnis selalu berbicara tentang metode peralihan tujuan, cara-cara
alokasi sumber daya secara efektif dan efisien guna meraih tujuan, maka pengambilan keputusan
akan selalu dihadapkan pada peristiwa tentang bagaimana mendapatkan dan menginvestasikan
sumber daya langka.

Pengambilan Keputusan bukan sebuah kajian sepele yang dapat diabaikan begitu saja. Bila
kita asumsikan bahwa dua kajian utama, perwakilan dan komunikasi, sudah berjalan dengan baik,
maka tetap saja perhatian besar harus diberikan pada bagaimana menghasilkan proses pengambilan
keputusan yang berkualitas dalam sebuah organisasi. Dan jika kita hendak mendiskusikan hal
keputusan yang berkualitas, maka tentu kita harus menetapkan definisi yang jelas tentang apa yang
dimaksud dengan keputusan yang berkualitas atau keputusan yang baik.

Pengambilan Keputusan Sebagai Jantung Organisasi

Lingkungan
Eksternal Organisasi

Lingkungan Internal
Organisasi

Struktur dan Budaya Sistem, Mekanisme, Sistem Komunikasi


Organisasi Proses Pengambilan Organisasi
Keputusan

Proses Pencapaian
Tujuan

Peristiwa-peristiwa
di Lingkungan
Eksternal
2.2. KEPUTUSAN YANG BAIK: BAGAIMANA DIDEFINISIKAN?

Proses pengambilan keputusan bagaimanapun juga terletak dari seberapa besar kontribusi
keputusan yang diambil dalam meningkatkan nilai bagi organisasi. Kualitas sebuah keputusan
terletak pada seberapa “akurat” hasil (peristiwa) yang diramalkan atau dharapkan terwujud.
Artinya keputusan terbaik merupakan keputusan yang mempersempit jenjang peristiwa yang
diharapkan dengan peristiwa yang terjadi. Semakin kecil jenjang antara hasil yang diharapkan
dengan kenyataan, maka semakin berkualitas sebuah keputusan. Semakin lebar jenjang tersebut
semakin buruk proses pengambilan keputusan yang dilakukan.

Masalah yang menimpa kita dapat merupakan hasil dari buruknya kita dalam melakukan
proses pengambilan keputusan. Apa yang kita nilai baik, sesungguhnya dapat memiliki
konsekuensi yang buruk dan demikian pula sebaliknya. Ketidakpastian masa depan menghasilkan
hambatan bagi kita dalam menyesuaikan antara peristiwa yang diperkirakan dengan peristiwa yang
akan terjadi. Pandangan tersebut dibentuktabelkan sebagai berikut:

Harapan/Perkiraan dan Peluang Kenyataan Peristiwa

Peluang Kenyataan

Baik Buruk

Baik I III
Harapan
Perkiraan Buruk II IV
k

Keterbatasan kemampuan kita dalam melihat dan “meramal” peristiwa masa depan
menjadikan kita harus cukup puas untuk berharap dan memperkirakan bahwa sebuah peristiwa
baik-buruk dapat memiliki empat peristiwa yang kemungkinan akan terjadi, atau menjadi
kenyataan. Kondisi ideal tentunya adalah terletak pada kotak I dan II. Sesuatu yang baik menurut
kita dan kita putuskan baik, tentunya kita harapkan akan terjadi baik pula. Dalam kondisi tersebut
terjadi kesesuaian harapan dengan kenyataan. Sesuatu yang buruk, namun telah kita putuskan
untuk dipilih, kita harapkan akan memiliki peluang yang baik. Kondisi ini merupakan “harapan”
tertinggi dari pengambilan keputusan.

Masalah terjadi bila dalam melakukan proses pengambilan keputusan, kita menentukan
pilihan atas sesuatu yang sesungguhnya berpeluang menghasilkan kondisi III dan IV. Sesuatu yang
diperkirakan bernilai baik dan kita harapkan terwujud dengan baik, ternyata pada kenyataannya
bernilai buruk.

Sedang kondisi terburuk adalah terletak di kotak IV. Empat kondisi tersebut memberikan
pertanyaan bagaimana kita membuat keputusan yang baik.

2.2.1. Kehendak Bebas yang Telah Ditetapkan (Deterministic Free Will)

Semenjak jumlah terbesar manusia “pada umumnya” memiliki banyak keterbatasan maka
tentu kita tidak dapat mengetahui dengan pasti peristiwa apa dang bagaimana yang akan terjadi
kelak dari sebuah peristiwa yang kita perkirakan atau harapkan terjadi. Peristiwa yang akan terjadi
memiliki kondisi yang salin bertentangan: berhasil-tidak berhasil, baik-buruk, atau sesuai-tidak
sesuai. Bila seseorang berpandangan bahwa untuk setiap sudah ada kenyataannya, dimana
kenyataan dari peristiwa dapat “dilihat”, maka orang tersebut memakai cara pandang tesis
deteministik (segala sesuatu ditetapkan/ ditakdirkan). Cara pandang ini hanya berlaku
“untuk sejumlah manusia khusus”, dimana jumlah mereka tidak banyak. Bagi kita
kebanyakan tesis kehendak bebas yang telah ditetapkan (deterministic free will) Nampaknya
merupakan cara pandang yang lebih tepat. Semenjak cara pandang tersebut melihat
peristiwa-peristiwa masa depan sebagai hasil dari peristiwa-peristiwa masa kini.
Berdasarkan pandangan kedua tersebut, pengambilan keputusan merupakan masalah tentang
“perhitungan” tingkat peluang terjadinya sebuah peristiwa yang diharapkan. Kerumitan
lingkungan dan ketidakpastian masa depan adalah faktor utama penyebab munculnya padangan
tingkat peluang ini. Kehendak bebas menegaskan bahwa hasil atau kenyataan dari sebuah
peristiwa yang diharapkan tidak dapat diketahui baik-buruknya, namun dapat dirubah,
atau diperkirakan baik-buruknya. Teknik perkiraan ini telah kita kenal semua dengan baik
melalui teori tentang peluang.

Adapun implikasi dari tabel tersebut sebelumnya adalah; manusia harus memiliki
kemampuan mendalam tentang proses pengambilan keputusan dan bagaimana
melaksanakan keputusan yang baik. Keputusan haruslah didasarkan atas pemahaman yang
mendalam dan menyeluruh terhadap masalah. Selain itu, tabel tersebut juga memberikan
isyarat bahwa tindakan yang kita lakukan, proses untuk meuwujudkan peristiwa yang kita
perkirakan merupakan syarat utama bagi terwujudnya peristiwa yang menguntungkan
(kondisi I dan II). Artinya manusia masih memiliki “sekeping” campur tangan dalam pencapaian
tujuan yang diinginkan. Walau tentunya, apa yang terwujud atau menjadi kenyataan tidak akan
memiliki nilai “seratus persen” sama dengan yang diharapkan. Dalam hal ini paling tidak
pengambil keputusan memiliki tingkat preferensi tertentu terhadap risiko, dimana pengambil
keputusan berani menerima konsekuensi yang sebenarnya dari suatu peristiwa.

2.2.2. Pengambilan Keputusan Atas Ide Yang Kontradiktif (a contradictory idea)

Sejauh ini kita masih belum dapat menemukan definisi yang tepat atas good decision-
making. Penentuan kriteria apa yang dapat dipakai untuk menilai kebaikan suatu pengambilan
keputusan bukan hal yang mudah. Bila tabel tersebut digunakan untuk menemukan definisi yang
tepat, maka kita dapatkan pengambilan keputusan sebagai kasus penilaian berdasarkan peristiwa
yang akan terjadi. Dan jika penilaian atas pengambilan keputusan didasarkan semata atas peristiwa
yang telah terjadi, maka kita akan menemukan sebuah definisi dari pengambilan keputusan atas
ide yang kontradiktif (a contradictory idea).

Ide Kontradiktif Pengambilan Keputusan yang Baik

Masa Kini Masa Depan


Proses Pembuatan Keputusan Hasil: kondisi I, II, III dan IV

Penilaian keputusan atas baik


buruk

Sedang keputusan dan


tindakan ditetapkan

Berdasarkan ide kontradiktif, kesesuaian antara nilai perkiraan dengan kenyataan


merupakan indicator utama keputusan yang baik. Bila ide ini menjadi pandangan yang
diterima secara tegas tentang kriteria keputusan yang baik, padahal kenyataan tidak
mendukung pandangan tersebut.
Bila kesesuaian antara yang diharapkan dengan yang diperkirakan menjadi patokan, maka
tentu kita salah menentukan “dimensi” dari penilaian. Proses pengambilan keputusan dilakukan
pada saat ini untuk menilai kemungkinan terwujudnya peristiwa yang diinginkan. Peristiwa yang
diharapkan merupakan kasus “dapat saja terjadi (peluang)”, dimana secara subyektif pengambil
keputusan akan menetukan nilai dari peluang tersebut. Penilaian subyektif sulit untuk
menghasilkan sebuah kriteria yang tepa tatas sesuatu. Terlebih bila hal tersebut didukung
oleh keterbatasan yang kita miliki.

Dengan demikian sulit bagi kita untuk mengatakan: “keputusan ini merupakan keputusan
yang terbaik yang kita miliki (karena apa yang kita perkirakan sudah terjadi (?))”. Oleh kesalahan
penilaian keputusan yang baik ini, maka dimunculkan pandangan kedua.

Sebuah pengambilan keputusan yang baik dinilai dari sudut pandang prosesnya. Artinya,
penetuan pengambilan keputusan yang baik, efektif dan berkualitas, merupakan suatu penetapan
definisi berdasarkan atas proses pengambilan keputusan (a correspondence to process idea). Nilai
baiknya suatu pengambilan keputusan terletak pada proses pengambilan keputusan yang
menghasilkan pemilihan alternatif solusi terbaik. Dimana pemilihan alternative solusi atau
tindakan terbaik sudah mengisyaratkan penetapan sejumlah konsekuensi yang akan menghasilkan
manfaat dan meminimalkan risiko.

2.2.3. Kondisi atau Indikator Pengambilan Keputusan Dinilai Baik

Pengambilan keputusan dengan demikian dapat dinilai baik bila proses pengambilan
keputusan sudah mengisyaratkan terdapatnya beberapa kondisi atau indicator berikut:

1. Identifikasi dan solusi masalah utama.


2. Penentuan alternative solusi dan tindakan yang sesuai dan memungkinkan.
3. Penggunaan metode penentuan masalah dan solusi yang tepat.
4. Penentuan sejumlah konsekuensi dari alternative solusi dan tindakan yang diambil secara
rinci.
5. Pemilihan alternative solusi dan tindakan yang paling optimal.
6. Penentuan strategi lanjutan atas solusi dan tindakan.
7. Keputusan diambil/ disepakati Bersama secara bulat.
Tiga indicator awal merupakan langkah-langkah penyelesaian masalah, sedangkan sisanya
adalah langka pengambilan keputusan yang akan menyelesaikan masalah. Semenjak pengambilan
keputusan yang baik dinilai dari prosesnya, maka indicator di atas dibahas pada sejumlah bagan
berikutnya. Namun demikian, indicator pengambilan keputusan yang baik tersebut
merupakan indicator bagi jenis pengambilan keputusan yang terstruktur dan terprogram
menurut pandangan tesis rasional. Bagaimana halnya dengan pengambilan keputusan yang
tidak terstruktur dan terprogram?

Sifat dari pengambilan keputusan yang pertama adalah rutinitas, berulang dan pada
umumnya tidak memiliki karakteristik tertentu. Sebagai contoh penyelesaian masalah konflik
kepentingan antara kepentingan pimpinan, pegawai, atau organisasi dan pihak luar (a problem of
trusteeship). Biasanya untuk hal demikian telah tersedia sejumlah langkah sistematis berdasarkan
teori, konsep, atau model tertentu, dalam bentuk prosedur operasional standar (standard
operational procedure, SOP), atau petunjuk pelaksanaan (juklak). Sifat dari pengambilan
keputusan yang kedua memiliki kecenderungan tidak terdapat rutinitas, keberulangan dan
seringnya memiliki sejumlah karakteristik yang unik. Contoh keputusan untuk menjual dan
membeli saham yang dilakukan pialang setiap sesi jual beli saham per hari di bursa efek. Dalam
contoh tersebut, bagaimana keputusan yang diambil dinilai sebagai pengambilan keputusan yang
baik, tentu memerlukan definisi yang berbeda.

Pengambilan keputusan yang kedua diikat oleh tekanan waktu (time constraint), sedang
yang pertama waktu diasumsikan bukan merupakan keterbatasan, waktu dianggap memiliki “sifat
yang longgar” sehingga pengambilan keputusan tidak ditekan oleh variable tersebut. Lalu
bagaimana dalam hal tersebut pengambilan keputusan dapat dinilai baik?

Sebagaimana pandangan pertama yang mengaitkan pengambilan keputusan yang baik atas
prosesnya, maka demikian pula dengan penilaian pengambilan keputusan yang dibatasi oleh
waktu. Proses masih merupakan indicator penilaian utama. Hanya saja, terdapat beberapa langkah
proses menuju kearah akhir yang memiliki perbedaan. Adapun langkah-langkah tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Indentifikasi dan solusi masalah utama.


2. Penentuan alternative solusi dan tindakan terbaik yang sesuai dan memungkinkan atas
dasar:
a. Pengalaman organisasi sebelumnya (historical technique)
b. Pengalaman orang, kelompok, organisasi lain (benchmarking technique)
3. Pemilihan alternative solusi dan tindakan yang paling memuaskan.
4. Penentuan strategi lanjutan atas solusi dan tindakan yang paling memuaskan.
5. Keputusan diambil/ disepakati secara “sepihak”.

Perbedaan karakteristik dari peristiwa yang dihadapi antara pengambilan keputusan


terprogram dan tidak terprogram, berada dalam kondisi tekanan-konflik dan tidak, akan
menghasilkan langkah-langkah pengambilan keputusan yang berbeda. Untuk keduanya, asumsi
tentang manusia sebagai pengambil keputusan yang diberikan akan berbeda pula. Pada jenis
pengambilan keputusan yang pertama, manusia diasumsikan sebagai manusia rasional sempurna
(perfectly rational man). Sedang untuk jenis pengambilan keputusan yang kedua asumsi tentang
manusianya adalah manusia yang rasionalitasnya dibatasi (bounded rationality man). Dua asumsi
tentang manusia tersebut berangkat dari dua tesis utama yang menjadi pandangan mendasar dalam
bangun teori, model, konsep dan teknik pengambilan keputusan.
BAB III

PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Terdapat tiga masalah atau kajian induk yang perlu menjadi perhatian mendalam dari setiap
pengambil keputusan/manajer, yaitu: masalah tentang perwakilan (problem of trusteeship),
masalah komunikasi (problem of communication) dan masalah pengambilan keputusan (problem
of decision-making).

Adapun 3 hal mengenai kondisi lingkungan organisasi yang mempengaruhi proses


pengambilan keputusan, antara lain:

1. Terdapatnya struktur dan budaya organisasi yang baik dan efektif, sehingga tercipta
lingkungan kerja yang meningkatkan produktivitas.
2. Desain struktur yang tepat dengan didukung oleh gaya kepemimpinan yang handal
menghasilkan sistem informasi dan alur komunikasi (information and communication flow
system) yang baik dan efektif.
3. Struktur dan budaya organisasi yang baik, sistem alur komunikasi dan informasi yang
berkualitas memudahkan manajer dalam melakukan proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan dapat dikatakan sebagai kajian yang memerlukan perhatian ekstra
dari manajer. Dimana kajian utama tersebut dapat dikatakan sebagai “jantungnya organisasi (the
heart of organization), yang memompa seluruh proses intelektual dan mental anggota organisasi
ke arah tindakan pemanfaatan sumber daya secara optimal guna mencapai tujuan organisasi.

Keputusan terbaik merupakan keputusan yang mempersempit jenjang peristiwa yang


diharapkan dengan peristiwa yang terjadi. Semakin kecil jenjang antara hasil yang diharapkan
dengan kenyataan, maka semakin berkualitas sebuah keputusan. Semakin lebar jenjang tersebut
semakin buruk proses pengambilan keputusan yang dilakukan.

3.2. SARAN

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Rizky. (2003). “Pengambilan Keputusan: Landasan Filosofis, Konsep dan Aplikasi”.
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai