PENDAHULUAN
Perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan
organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus
memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi
yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan
dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk
mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam
organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Dilain pihak tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau
begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Hal ini dapat menyebabkan konflik antar
kelompok pada suatu organisasi. Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa
penyelesaian. Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang
negatif. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut
ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi.
1
organisasi. Konfik sebenarnya bisa baik (fungsional) yang dapat mendorong
meningkatkan produktivitas apabila konflik tersebut dapat dikelola dengan baik.
2
4. Untuk mengetahui pengertian manajemen konflik?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
C. Tipe-Tipe Perubahan
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan
strategi manajemen perubahan yang berbeda pula. Tiga macam perubahan
tersebut adalah:
(1) Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses
organisasi;
(2) Perubahan Peningkatan, organisasi harus selalu meningkatkan manfaat atau
nilai yang dicapai, sehingga kedepan bisa lebih memberi nampak bagi
masyarakat luas.
(3) Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Perubahan ini membutuhkan
ide/gagasan baru yang bisa diaplikasikan untuk masyarakat, ini erat kaitannya
dengan perubahan peningkatan dalam organisasi.
5
D. Pelaku dalam manajemen perubahan
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam
setiap proses perubahan, diantaranya adalah:
Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan ciri-ciri sebagai
berikut :
5. Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan
senang berkawan.
6
E. Macam-macam Perubahan :
Perubahan berencana :
7
Tahap 2, adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis
mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.
Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga
perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi
diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan
evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1
sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Tantangan dari perubahan adalah akan banyak masalah yang bisa terjadi
ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol
adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam
manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas
perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut
maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk
yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya
mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa
juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi
8
berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi
meningkat, dan lain sebagainya.
a. Penolakan individual
1. Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara
berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa
nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan
pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus
kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan
berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri,
yaitu penolakan.
2. Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita
memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak
perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal
memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
3. Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah
soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan
kehilangan upah lembur.
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak
mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan
keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah
9
perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan
menolak perubahan.
b. Penolakan Organisasional
10
perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual
menjadi lemah.
11
yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan
serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5) Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang
sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih
menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain
sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting
kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6) Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan
hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
12
2.2 Manajemen Konflik
A. Pengertian Manajemen Konflik
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua / lebih banyak anggota
organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau
aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau
pandangan yang berbeda.
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan
atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain,
sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi
terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik
yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat
tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
(Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn
(1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) suatu
situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu
permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan
timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
B. Ciri-ciri Konflik
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya
nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
13
3. Munculnya interaksi yang sering kali ditandai dengan gejala-gejala perilaku
yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap
pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti : status, jabatan, tanggung
jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik seperti: sandang pangan,
materi, dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu.
C. Macam-Macam Konflik
14
yang merugikan. Dalam kasusnya, titik dimana konflik fungsional menjadi
disfungsional tidak mungkin diketahui dengan pasti. Tekanan dan konflik
setara yang menciptakan gerakan sehat dan positif mengarah pada tujuan di
suatu kelompok dapat menimbulkan kehancuran yang parah dan tidak berguna
bagi kelompok lain (atau pada waktu yang berbeda di kelompok lain).
Toleransi kelompok akan tekanan dan konflik dapat juga tergantung pada jenis
organisasi yang dibantunya.
D. Tingkatan Konflik
1. Konflik Intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri
seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus
memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang
mana yang harus dipilih untuk dilakukan.
15
menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik
yang terjadi antara lembaga pendidikan dengan salah satu organisasi
masyarakat.
Konflik Vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak
sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya
konflik antara Rektor dengan tenaga kependidikan;
Konflik Peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya Rektor menjabat sebagai ketua dewan pendidikan;
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi
tinggi karena alternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika
konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri
atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap.
Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan,
yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu
mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya
16
bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis,
sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
1. Faktor Manusia: Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya
kepemimpinannya, Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan
secara kaku, dan timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain
sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
2. Faktor Organisasi
17
Kekaburan Yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak
jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
18
b. Meningkatkan hubungan kerja sama yang produkif. Hal ini terlihat dari cara
pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-
masing.
19
b. Banyaknya karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman
kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Contoh seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing
kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan,
kondisi psikis dan keluarganya.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena
mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
20
4. Kemungkinana sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali
dimaklumi sebagian fktor “kecelakaan” atau “lupa”.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gossip
dan kabar burung.
21
Dalam konflik komunikasi di antara kelompok biasanya terputus, ini
biasanya menjadi sangat tidak berguna, khususnya jika ada saling
ketergantungan yang berurutan atau timbal balik.
1. Pengenalan
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji
mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan
sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal
sepele.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan
22
biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah
kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.
23
6. Pemaksaan dan penekanan, cara ini memaksa dan menekan pihak lain
agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai
wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan
wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk
intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu
pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
25
Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap para pembaca bisa
memahami dan mengerti dengan jelas mengenai manajemen perubahan, konflik,
dan perilaku antar kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
26