Anda di halaman 1dari 11

MASTITIS CASEOSA

Disusun
Oleh:
Arvina
1302101010062
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA – ACEH
2016
Pembahasan
Mastitis berasal dari bahasa Yunani yaitu Matos yang berarti infeksi dan
Itis berarti radang. Jadi Mastitis adalah infeksi yang menyebabkan peradangan
ambing pada sapi perah. Biasanya penyakit ini berlangsung secara akut, sub akut
maupun kronis. Mastitis ditandai dengan peningkatan jumlah sel di dalam air
susu, perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai
perubahan patologis atau kelenjarnya sendiri.Hal tersebut diatas menyebabkan
penurunan produksi susu. Perubahan fisis (susu) biasanya meliputi perubahan
warna, bau, rasa, dan konsistensi. ( Subronto, 2003)
Salah satu penyebab utama mastitis pada sapi perah adalah ​Staphylococcus
aureus​.Mastitis yang disebabkan oleh ​S. aureus d​ apat terjadi secara klinis namun
seringkali terjadi secara subklinis dan menahun.

Penyebab mastitis
1. Staphylococcus
Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus, diameter 1
µm, tidak motil, facultative anaerob, catalase positif, dapat tumbuh pada media
yang kurang menguntungkan, dapat menyebabkan infeksi pyogenic.Habitat
staphylococcus,hidup normal pada kulit hewan dan manusia. Mereka sering
ditemukan pada membrane mukosa traktus respiratorius dan sedikit di saluran
urogenital serta saluran pencernaan.
Staphylococcus aureus​merupakan salah satu penyebab utama mastitis pada
sapi perah yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat
turunnya produksi susu.Patogenisitas dan virulensi ​Staphylococcus sp​. Ditentukan
oleh substansi-substansi yang diproduksi oleh organisme ini antara lain adalah
enzim ekstraseluler yang dikenal dengan eksoprotein.
Staphylococcusaureus ​memproduksi eksoprotein yang dibagi menjadi 2
kelompok utama yaitu, kelompok enzim antara lain koagulase, lipase,
hialuronidase, stafilokinase (fibrinolisin) dan nuklease serta kelompok eksotoksin
misalnya leukosidin, eksfoliatif toksin, enterotoksin dan ​toxic schock syndrome
toxin-​ 1 (TSST-1).
Hemolisin merupakan eksoprotein yang mempunyai aktivitas baik
enzimatis maupuntoksin sehingga tidak termasuk dalam klasifikasi ini
(Williams ​et al​., 2000). Sitolitiktoksin yang dihasilkan oleh ​S. aureus ​adalah α, β,
δ, dan γ-hemolisin. Eksoprotein enzimatis ini kemungkinan mempunyai fungsi
utama dalam menyokong nutrisi untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan
eksotoksin berperan dalammenimbulkan berbagai penyakit.

2. Streptococcus
Streptococcus agalactiae​termasuk dalam genus Streptococcus golongan B.
Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif.​Streptococcus agalactiae ​merupakan
sebagian dari flora normal pada vagina dan mulut wanita pada 5-25 %.Bakteri ini
secara khas merupakan βhemolitik dan membentuk daerah hemolisis yang hanya
sedikit lebih besar dari koloni (bergaris tengah 1-2 mm).Streptococcus golongan B
menghidrolisis natrium hipurat dan memberi respons positif pada tes CAMP
(Christie, Atkins, Munch-Peterson), peka terhadap basitrasin.
Streptococcus agalactiae m ​ ampu bertahan pada inang dalam temperature
tinggi, tergantung dari kemampuannya untuk melawan fagositosis.Isolat
dari ​Streptococcus ​ emproduksi
agalactiae m kapsul polisakarida.Kapsul
polisakarida tersebut tersusun atas galaktosa dan glukosa, berkombinasi dengan
2-acetamido-2-deoxyglucose, N-acetylglucosamine dan pada ujungnya terdapat
asam sialik, yang memberikan muatan negatif.Kapsul polisakarida tersebut
merupakan faktor virulensi yang penting.Kapsul-kapsul tersebut menghalangi
fagositosis dan sebagai komplemen saat tidak ada antibodi.Hasil selanjutnya
dihilangkan bersama dengan pengeluaran residu asam sialik, dan kekurangan
serum antibodi untuk melengkapi antigen tidaklahopsonik. Meskipun
infeksi/penyerangan bisa saja dihubungkan dengan semuaserotype, namun
golongan dengan kapsul serotype III mendominasi isolat dariinfeksi neonatal
(Carter,2004 ; Quinn,2002)

Gejala Mastitis
Sapi yang terinfeksi mastitis biasanya mengalami depresi, mata cekung,
ambing bengkak, ambing keras, ambing panas (<36o). Suhu rectal tinggi dan
sangat sensitif apabila tersentuh.
Tingkatan Mastitis yaitu:

a. Sub Klinis
Pada kondisi sub klinis tidak bisa di lihat dengan mata dan hanya bisa di
lihat dengan CMT dan angka konduktifiti yang tinggi pada defecer (7 – 9). Dalam
CMT susu yang terinfeksi berbakteri akan membentuk gel (+1, +2, +3), pada
kondisi ini bisa terjadi kesembuhan bila anti body sapi mampu melawan bakteri
atau sebaliknya.
b. Klinis (Mastitis)
Pada kondisi Klinis bisa di lihat dengan cara perabaan pada ambing dan
strecping di mana susu yang didapatkan tidak normal. Macam-macam kondisi
klinis antara lain :
T1 ciri-cirinyaterdapat gumpalan kecil-kecil pada susu.
T2 ciri-cirinya terdapat gumpalan yang lebih besar pada susu.
T3 ciri-cirinya terdapat gumpalan yang lebihØ besar dari T1 dan T2
Chung ciri-cirinya susu sudah berubah menjadi nanah
Watery ciri-cirinya bila di streeping susu sudah tidak keluar melainkan
hanya air yang keluar dari susu.
Blood ciri-cirinya bila distreeping keluar darah Semua tingkatan Mastitis
(Sub Klinis, T1, T2, T3, Chung, Watery, Blood) biasanya disertai dengan
ambing panas, atau keras.

Akut
Radang(bengkak), panas dalam rabaan, rasa sakit, warna yang kemerahan
dan terganggunya fungsi. Air susu jadi pecah, bercampur endapan atau jonjot
fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Konsistensi air susu jadi lebih
encer dan warna nya juga jadi agak kebiruan atau putih yang pucat. Kadang
proses akit berlansung dengan cepat dan hebat. Tanda-tanda lain yang ditemukan
adalah anoreksia, kelesuan, toksemia, dan sering disertai dengan kenaikan suhu
tubuh. Keadaa akut yang berlansung setelah kelahiran mirip dengan gejala milk
fever. Karena rasa sakit yang diderita kalau berjalan mungkin akan tamapk seperti
pincang (Subronto,2003).

Subakut
Ditandai dengan gejala sama ssperti akut tetapi dengan derajat yang lebih
ringan. Hewan masih mau makan dan suhu tubuhnya masih dalam batas
normal.Perubahan radang dari ambing kadang samar-samar tetapi air susunya
jelas mengalami perubahan.Pada inspeksi dari samping dan belakang, ambing
tampak asimetris.Kebengkakan atau lesi pada puting biasanya ditemukan radang.
Radang ganrenous akan menampakkan warna merah atau biru lebam. Bila ambing
di palpasi ditemukan perubahan berupa jaringan mengeras dengan permukaan
yang bervariasi.Pada radang yang sudah melanjut ke jaringan ikat yang terdapat
pada suatu kuartir secara keseluruhan sehingga kuartir tersebut tidak dapat
berfungsi. Kuartir tersebut digunakan bakteri untuk berkoloni yang pada suatu
saat dapat menginfeksi kuartir lain(Subronto,2003).

Kronik
Infeksi berlansung dalam waktu yang lama pada suatu periode laktasi ke
periode berikutnya.Pada infeksi kronik berakhir dengan atrofi kelenjar. Ambing
yang mengalami gangren yang tampak perubahan seperti ambing terasa dingin, air
susu lebih encer kadang bercampur darah dan warna kulit ambing biru lebam.
Hewan tidak sanggup berdiri lagi, ambruk dan dapat mati dalam beberapa hari
(Subronto,2003).

Dampak Mastitis
Karena Mastitis menyerang pada kelenjar susu dan ambing maka susu
yang dihasilkan akan rusak. Infeksi dan peradangan pada ambing menyebabkan
sapi mengalami depresi, penurunan nafsu makan dan kenaikan suhu tubuh
sehingga dapat mempengaruhi metabolisme. Pada kondisi ini sapi bisa saja
ambruk atau mati.

Patogenesis Mastitis
Patogenesis mastitis dibagi menjadi beberapa fase, yaitu: infiltrasi, infeksi, infasi

1. Fase Infasi
Masuknya organisme ke dalam puting. Kebanyakan terjadi karena terbukanya
lubang saluran putting, terutama setelah diperah. Infasi ini dipermudah dengan
adanya lingkungan yang jelek, populasi terlalu tinggi, adanya lesi pada putting
susu atau karena daya tahan sapi menurun.

2. FaseInfeksi
Terjadinya pembentukan koloni oleh mikroorganisme yang dalam
waktu singkat menyebar ke lobuli dan alveoli.

3. Fase Infiltrasi
Ditandai saat mikroorganisme sampai ke mukosa kelenjar, tubuh akan
bereaksi dengan memobilisasi leukosit dan terjadi radang. Adanya radang
menyebabkan sel darah dicurahkan ke dalam susu, sehingga sifat fisik seta
susunan susu mengalami perubahan.
Dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar melalui lubang
puting.Kadang-kadang terjadi secara limfogen dan hematogen.Secara akademik,
proses radang dapat dibedakan menjadi beberapa fase, yaitu fase invasi, infeksi
dan infiltrasi.Fase invasi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam puting.Tidak
jarang mikroorganisme patogen sudah lama berada di bagian bawah puting.
Kebanyakan proses invasi terjadi karena terbukanya lubang saluran puting,
terutama sesudah pemerahan. Invasi yang terjadi pada masa kering tidak
menyebabkan radang akut, proses kebanyakan berlansung secara sub klinis yang
pada suatu saat biasanya sesudah waktu kelahiran berubah menjadi radang
subakut, akut atau perakut. Invasi dipermudah oleh keadaan lingkungan yang
jelek, populasi kuman patogen yang tinggi, adanya lesi pada puting atau bila daya
tahan sapi baru menurun misalnya sehabis sakit, tranportasi atau stress yang lain.
(Blood, 1983).
Setelah mikroorganisme berhasil masuk ke dalam kelenjar, mikroorganisme
akan membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan
alveoli. Pada saat mikroorganisme sampai di mukosa kelenjar, tubuh akan
bereaksi dengan memobilisasikan leukosit. Mobilisasi sel darah dipermudah kalau
diingat bahwa kelenjar susu dialiri darah yang relatif sangat besar untuk tiap
satuan waktu. Untuk sapi seberat 100 pound, darah sebanyak 200 pound dialirkan
ke dalam kelenjar tiap jamnya.(Schalm, 1971). Kuman Streptococcus agalactiae
merupakan kuman yang untuk hidupnya memerlukan kelenjar susu. Oleh kerjaan
kuman akan terjadi perubahan air susu yang ada di dalam sinus hingga air susu di
dalam nya jadi rusak. Selanjutnya, rusaknya air susu akan meransang timbulnya
reaksi jaringan dalam bentuk peningkatan sel di dalam air susu. Oleh jonjot fibrin
yang terbentuk akhirnya saluran jadi tersumbat dan kelenjar akhirnya mengalami
kerusakan jaringan. (Subronto, 2003)

Pada putting,terdapat mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya


bakteri ke dalam ambing. Ada sfinkter yang tersusun oleh otot polos mengelilingi
kanal fungsinya utuk menjaga agar kanal tetap tertutup mencegah suu keluar dan
bakteri agar tidak masuk ke puting.Lapisan sel yang melapisi putingmenghasilkan
zat keratin sebgai komponen bakteriostatic. Keratin ini membentuk barier
melawan bakteri (Jones,1998).
Respon peradangan diinisiasi ketika bakteri memasuki glndula mammae.
Bakteri kemudian bermultiplikasi dan memproduksi toksin,enzim, dan komponen
dinding sel sehingga menstimuli adanya sel-sel radang untuk menuju ke tempat
bakteri berada (Jones,1998). Tingkat reaksi radang yang terjadi berbeda,
tergantung bakteri patogennya, fase laktasi, umur, status imun dari sapi, genetic,
dan keadaan nutrisi sapi.Polimorfonuklear netrofil dan macrofag dari bone
marrow menuju ke tempat invasi bakteri dan bereaksi dalam jumlah yang besar
karena adanya kemotaktik factor dari jaringan yang rusak. Banyaknya leukosit
PMN menembus sel-sel penghasil susu menuju lumen meyebabkan bertambahnya
jumlah sel somatic, karena terjadi keruskan pada sel sekretori. Somatik sel juga
mengandung PMN (Jones,1998).
Bakteri ​Streptococcus agalactiae​,menyebabkan inflamasi dengan
menyumbat duktus ,sehingga menurunkan jumlah produksi susu dan
meningkatkan jumlah sel somatic (Anonim:2009).Bakteri ​Staphilococcus
aureus​ memproduksi berbagai enzim/toksin (catalase,coagulase),memproduksi
hyaluronidase sehingga bakteri dapat menginvasi ke dalam jaringan, enzim ini
berguna untuk mencegah bakteri lepas dari epithelium, selain itu bakteri ini
menghasilkan Protein A di permukaan tubuhnya sehingga mencegah bakteri
tersebut untuk difagosi oleh macrofag.​ Staphilococcus aureus​ resisten terhadap
system imun dengan menghasilkan teichuronic acid (Anonim,2011)​

Perubahan Patologi Mastitis


1. Perubahan Makroskopik
Pada mastitis akut ambing tampak membengkak, dan kemerahan.
Sedangkan pada mastitis kronis ambing atropi, nekrosis warna biru kehitaman,
krepitasi, ambing menjadi tebal, keras, nodular, atropi dan terdapat bintik darah
dan pus pada sinus laktiferus.
​2. 
2. Perubahan Mikroskopik 
Secara histopatologi, pada mastitis dapat ditemukan adanya peradangan
dan degenerasi pada parenkim (epitel) saluran-saluran air susu. Selain itu juga
ditemukan adanya reruntuhan sel-sel somatik yang meningkat (Ressang 1984;
Duval 1997), deskuamasi dan regresi epitel. Sel-sel radang (leukosit-leukosit
berinti polimorf) banyak ditemukan di dalam lumen saluran air susu (Ressang
1984).
Penelitian pada mastitis subklinis yang disebabkan oleh ​S.
​ enunjukkan bahwa patogenesis penyakit dimulai dengan
agalactiae m
menempelnya bakteri pada permukaan sel epitel, kemudian masuk ke dalam sel
epitel alveol kelenjar susu menyebabkan degenerasi dan nekrosa. Nekrosa
berlanjut dan menyebabkan atrofi alveol kelenjar susu disertai respon peradangan
yang menyebabkan terjadi involusi kelenjar susu. Selanjutnya terjadi proses
persembuhan berupa pembentukan jaringan ikat. Pada hari keempat setelah
diinfeksi, sebagian jaringan ikat digantikan oleh jaringan lemak dan bakteri
terperangkap di dalam kelenjar ambing.

Sedangkan pada mastitis klinis perubahan histopatologinya sebagai


berikut:
a. Degenerasi sel parenkim di saluran air susu (pengelupasan dan regresi sel
epitel)
b. Dalam interstitium pembuluh darah dipenuhi oleh eritrosit
c. Leukosit polimorfonukleat di lumen alveoli
d. Di lumen terjadi penimbunna sel radang
e. Pada kasus yang lebih lanjut, terdapat eksudat, dan hanya sedikit sel
radang di lumen
f. Terdapat abses, di sekitar abses ada jaringan ikat yang mengganti sel-sel
parenkim, adanya jaringan ikat ini menyebabkan atropi di ambing dan
ambing teraba keras (Ressang,1984).

Diagnosa Mastitis
1. Standard Plate Count (SPC)
Tes ini digunakan untuk memperkirakan adanya populasi bakteri dalam
susu mentah dan produksi susu adalah metode refernsi resmi untuk menspesifikasi
ordonansi susu terpasteurisasi Grade A. Grade A menunjukkan SPC <100,000
cfu/ml, Grade B menunjukkan SPC < 300,000 cfu/ml. SPC yang tinggi
mengindikasikan masalah kualitas susu yang biasanya disebabkan oleh kesalahn
pendinginan peralatan kebersihan susu.
2. Laboratory Pasteurized Count (LPC)
Tes ini digunakan apabila hasil SPC tinggi. LPC adalah hasil yang
ditampakkan pada SPC yang telah dipanaskan sampai 145ºF (62,8º C) dan
berlangsung selama 30 menit (suhu rendah-lama pasteurizasi). LPC berfungsi
untuk mengetahui bakteri yang tahan terhadap suhu pasteurisasi (bakteri
termoduric).Tingginya LPC dihubungkan dengan peralatan yang kurang
​ astitis
bersih, penanganan sanitasi yang kurang baik, dan deposit ​milkstone.M
tipikal menyebabkan organisme tidak tahan terhadap pasteurisasi. Bakteri
termoduric antara lain Micrococcus, Microbacterium, Lactobacillus, Bacillus,
Clostridium and occasional ​Streptococci​ (Reugg,2002).

Tes Mastitis (Somatic Cell Counts)


1.California Mastitis Test
Merupakan satu-satunya ​screening test​ untuk mastitis subklinis yang bisa
digunakan di luar tubuh sapi. Susu segar yang belum direferigator bisa di tes
menggunakan CMT sampai 12 jam., pembacaan yang nyata bisa dilakukan
sampai 36 jam. Jika susu disimpan, sampel susu harus dicampur dengan baik
untuk pengujian karena sel somatic bisa terjadi gumpalan dengan lemak susu.
Reaksi CMT harus dinilai selama 15 detik pencampuran karena reaksi lemah akan
menghilang setelah itu. Reagen CMT adalah detergen plus ​bromcresol
purple​ (sebagai indicator pH). Derajat rekasi antar detergen dan nucleus sel DNA
adalah pengukuran dari jumlah sel somatic di susu (Ruegg, 2002).
Cara melakukan uji ini adalah kedalam empat telapa dimasukkan air susu
curahan kira-kira 2ml setiap telapa.untuk menyamakan jumlahya bias dilakukan
dengan memiringkan telapa.setelah itu seiap telapa ditambah reagen. Reagen
terdirri dari alkyl aryl sulfonate 3%, NaOH 1,5%, dan indicator Broom kresol
purple, dengan eneran terakhir 1:10.000. jumlahnya tidak boleh kurang dari air
susu dalam telapa.setelah reagen ditambahkan, telapa dan isinya diputar horizontal
dan perlahan selama 10-15 detik.reaksi diamati (Subronto,2003).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011. ​http://classes.ansci.uiuc.edu/ansc438/Mastitis.html​. Tanggal akses


19/04/2011.
Anonim.2011. http://www.uwex.edu/milkquality/PDF/045cmt_factsheet.pdf Tang
gal akses 19/04/2011.
Jones, G.M. 1998. ​Understanding the asic of
Mastitis​.(http://www.ext.vt.edu/pubs/ dairy/404-233).Diakses pada
tanggal 18 April 2011.
Quinn, P.J. 2002.​Veterinary Microbiology and Microbial Disease.​ Blackwell
Science
Ressang, Abdul Aziz. 1984. ​Patologi Khusus Veteriner​. IPB Press: Bogor
Ruegg,P.L.2002.​http://www.uwex.edu/MilkQuality/PDF/milk%20quality%20test
s01.pdf​Tanggal akses 19/04/2011.
Subronto. 2004. ​Ilmu Penyakit Ternak I​. UGM Press: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai