Anda di halaman 1dari 12

I Nakke Na Agang Baji’ku

Semuanya berawal dari persahabatan kami. Persahabatan kami bisa dibilang cukup
erat, kami melewati suka duka bersama. Sampai saat ini jarang terjadi pertengkaran di
antara kami. Aku suka dengan mereka semua, mereka semua sangat pengertian dan paham
akan setiap keadaan. Sebelum aku lanjut bercerita lebih baik aku memperkenalkan diriku
dulu. Namaku Cenning Bulan aku kerap di sapa Nining. Aku senang berteman dengan siapa
saja, sifatku itu Pa’gea’ (suka berdebat), tapi suka menolong. Aku juga memiliki 6 sahabat 2
perempuan dan 4 laki-laki. Namanya itu Tenri Malomo, Andi Gau, Baharuddin, Mantang,
Baco, dan Beddu. Tenri itu orangnya Cuek akan setiap masalah yang dia hadapi tapi dia tetap
Baji’ sipa’ (baik hati) Lohhh... jangan salah paham ya. Sedangkan Mantang itu orangnya
Cara’de’ ki (pintar ki) tapi Tena ero’ dibeta (tidak mau dikalah) dan kadang juga egoiski. Tapi
dia biasa ajarka semua pelajaran yang tida ku tau. Sedangkan 4 sahabatku lainnya,
mempunyai sifat yang sangat unik. Andi Gau sifatnya Kaddoro’ (keras kepala), Koro-koroang
(pemarah), tapi hatinya bisa luluh dengan cewek. Sedangkan Bahar sebalik nya dia orangnya
lembut, penyayang, tapi lemotki. Tapi kalau Baco dia orangnya Sotta, Kajili-jili (selalu
terburu-buru), tapi juga Cara’deki sikamma i Mantang (pintarki seperti Mantang), dan
Gammara’ tongi i Baco (gagah ki juga Baco) Dan yang terakhir adalah Sahabatku yang paling
pengertian ia mi Beddu (namanya Beddu), tapi suka si Ba’ji (berkelahi) terkadang malla’
tonga (takut ka juga) sama dia, bemana di’ tapi tetap tonji ku anggap agangku (tetapi aku
tetap menganggapnya sebagai sahabatku). Ada tonji sipa’ baji’ na Beddu (ada juga sifat
baiknya Beddu). Dia itu orangnya pekerja keras, dan Tena Malla’na (berani) Kami semua
sebenarnya berasal dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. I nakke to mangkasara’ (saya
orang makassar), Mantang orang Jeneponto, Andi Gau berasal dari Gowa, kalau Udin itu
orang Soppeng sikamma i Tenri (seperti Tenri). Kental sekali logat Soppengnya ini berdua
Uding dan Tenri. Beddu asalnya dari Toraja, sedangkan agang baji’ku (sahabatku) yang
terakhir Baco itu orang Bone. Kami bertujuh itu satu kelas di SMP. Sekarang kami kelas 2
semester akhir. Kelas kami itu VIII C. Di kelas kita itu pokonya seru banget ngak bikin boring
deh pokonya. Apa lagi kalau freeclass semua pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
I nakke tosseng sibukka carita si agang i Tenri Malomo (kalau saya sibuk cerita bersama Tenri
Malomo) Satu bangkuka’ juga sama Tenri.

.......

Hari ini tanggal 21 Januari 2017, pagi disambut dengan cerahnya matahari. Aku
bangun dari mimpi indahku.

“ Nining, Bangun bari’basa’mi ini (Ini sudah pagi)” kata Ibuku.

“Bu, saya masih mengantuk dan baru juga jam 05.07, ceppa’ na (cepatnya)” kata ku.

“ Sambayang ko rong, doakanga si gang Mangge nu ( Sholat dulu, doakan Ibu dan
Bapakmu juga). Ayo beranjak dari tempat tidurmu. “Iya Bu”.
Dan akhirnya aku pun bangun, dan pergi mengambil air wudhu lalu Sholat Subuh.
Setelah sholat, aku pun bersiap untuk kesekolah. Ingin rasanya cepat sampai dan bertemu
dengan sahabatku. Jam menunjukkan pukul 07.05, aku harus segera berangkat tetapi tiba-
tiba Manggeku (Bapak ku) tidak bisa antar saya ke sekolah. Akhirnya aku harus naik
angkutan umum untuk pergi ke sekolah. Turun dari angkot aku melihat Mantang di depan
gerbang.

“Tunggu saya, Mantang” kata ku.

“Cepat Ning, nanti terlambat ki” Sahut Mantang. Aku dan Mantang pun
melengkahkan kaki kami ke sekolah. Setiba di kelas, ternyata masih sedikit orang yang
datang. Tapi tidak untuk temanku yang satu ini Baco dia adalah orang yang paling rajin dan
selalu saja paling pertama datang ke sekolah. Baco ini memang benar-benar murid tauladan
hehehe, jangan lupa ya dia itu sahabatku.

“Ning, Mantang lokka ki mae yolo (kesiniki dule sebentar)” sahut Baco memanggil
kami untuk mendatanginya.

“Kenapa, saya baru saja sampai.” Kata kami sambil melihat ke arah Baco yang lagi
duduk di bangkunya dengan buku di atas mejanya. Setelah menaruh tas Aku dan Mantang
pun menghampirinya.

“Ada apa Baco?” tanyaku yang bingung apa sebetulnya yang ingin di katakan oleh
Baco.

“Pasti dari kamu dua orang belum ada yang kerja pr Bahasa Indonesia dari Ibu Besse
kan?” tanya Baco.

“ Ihh Astaghfirullah, saya belum mengerjakannya, tena ku issengi (tidak ku tauki), pi


ura’ngianga rolong (kasi mengertika dulu)” Sahut ku dengan nada lembut.

“kalau saya sih sudah selesai dari kemarin”. kata Mantang dengan ekspresi santainya.

“kesini Ning, ia pa pa’gguruki (biar saya yang ajar)”. Kata Baco yang dengan tulusnya
ingin mengajariku.

Bel pun berbunyi kami bersiap untuk belajar. Kedengaran suara langkah kaki yang
tidak asing ri tolingku (di telingaku). Dia adalah Ibu Besse guru Bahasa Indonesia ku di kelas
VIII ini. Untungnya aku sudah mengerjakan pr yang telah diberikan oleh Ibu. Rasa Terima
kasih dan sangat beruntung mempunyai Agang baji’ku (sahabat) seperti Baco dan Mantang.
Sedangkan Andi, Uding, Tenri, dan Beddu juga menyemangatiku untuk mengerjakan pr itu.

“Anak-anak Pr nya di kumpul di atas meja Ibu sekarang juga”.

Kami semua serentak mengatakan “Iya Bu”.


Jam pelajaran pun telah usai sekarang waktunya istirahat, di sela-sela istirahat, kami
bertujuh kumpul dan makan bersama dikelas. Setelah makan, salah satu sahabatku Uding
memberi kami tantangan kepada kami semua untuk berbahasa sesuai dengan bahasa
daerah kami masing-masing.

“ We ayo buat tantangan untuk berbahasa menggunakan bahasa daerah kita masing-
masing ” Kata Uding yang membuat kami tiba-tiba terkaget mendegar tantangan yang dia
berikan.

“Oke itu tidak masalah, malahan itu sangat bagus, untuk saling mengenal bahasa dari
berbagai pelosok daerah di Sulawesi Selatan” Sahut Andi Gau yang sangat bersemangat
dalam mengahadapi tantangan itu.

“Itu bagus, aku setuju supaya bahasa daerah kita tidak terlupakan” Kata Tenri yang
perkataannya itu membuat Beddu kagum dan merasa bangga dengan Tenri yang sangat
mencintai budaya lokal daerahnya.

“Baiklah kita mulai selama 1 minggu ini kita harus memakai bahasa daerah kita” kata
Uding.

Tapi dengan spontannya aku bertanya “Bagaimana jika bahasa yang kamu gunakan
tidak dimengerti?” kata ku.

“Untuk itu aku punya solusi yang baik, kalau kamu tidak mengerti tanyakan saja
langsung dan kami akan menjawabnya menggunakan bahasa seperti kita yang kita gunakan
sekarang ini, bagaimana bagus kan solusi ku?” Jawab Uding yang kuanggap memang benar
adanya.

“Oke kalau begitu kita mulai” kata ku.

“Tapi apa hukumannya jika salh satu dari kita tidak memakai bahasa daerah kita
masing-masing” sahut Beddu yang tadinya diam tiba-tiba bersua.

“yang pastinya bakal ada hukumannya” kata Udin dengan tegas tapi nadanya lembut.

Ting...ting...ting... Bel masuk pun berbunyi tandanya jam istirahat telah usai.
“Dako’pa ta patarru’i tu tangtanganna, totemo wattunna melada’ sule, perangi meloi !!!
(Nanti saja kita lanjut tantangannya, sekarang waktunya kembali belajar, ayo fokus !!!)” Kata
Beddu dengan logat Torajanya.

........

Hari sudah beraganti, matahari terbit tandanya sudah pagi. Kumulai hariku dengan
penuh kegembiraan, terlintas dipikiranku dengan tantangan yang diberikan Uding kemarin di
sekolah. Aku kira tantangan itu sudah tidak berlaku lagi, tapi tantangan itu masih harus
dijalankan karena batas waktuanya adalah satu minggu.
“Oke” pikirku.

Aku pun bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Amma’ dan Manggeku mempo-
mempo ri pantarang balla’ (Ibu dan Ayahku duduk-duduk di teras rumah) tak lupa sebelum
aku berangkat ke sekolah aku apparamisi (pamit) kepada ibu dan ayahku. Angkutan umum
kian lagi menjadi transportasi langgananku. Di tengah perjalanan menuju sekolah aku
melihat Beddu dengan Ayahnya di atas motor. Beddu sangat mirip dengan Ayahnya jika
dilihat-lihat mereka seperti saudara.

“Nah loh, itu kan Beddu sikammai tanja’ na Manggena ( rupanya mirip Ayahnya)”
kataku dalam hati. Terus saja ada hal yang tidak membuat pikiranku kosng sampai akhirnya
aku tiba di sekolah. Di depan gerbang ada Kepala sekolah dan beberapa guru yang
menyambutku dan siswa lainnya. Amma’ku na ajara’ka sopan ri parangku tau (Ibuku
mengajariku sopan kepada siapa saja) sehingga sebelum masuk ke dalam sekolah aku
a’jabattangan si gang Guruku (menyalimi tangan Guruku). Itu semua ajaran orangtuaku yang
merupakan budaya sopan orang Bugis-Makassar.

Sampailah aku di kelas ternyata hari ini berbeda dengan kemarin, hari ini teman-
temanku cepat datang, aku heran karena tidak biasa mereka semua datang cepat. Tapi
Alhamdulillah, jika mereka sudah mulai sadar kalau lebih cepat datang maka lebih baik.

“Tenri, tettere’nu battu assikola (Tenri, cepatmu datang)” kata ku “Masittakka’ engka
ka elo’ na lebbi ma kessing (saya cepat datang karena saya mau berubah menjadi lebih
baik)” kata tenri dengan wajah yang segar dan penuh ceria.

“Iya tawwa baji’ mi injo Tenri (iya bagus itu). Duduklah aku di bangkuku. Aku melihat
Baco dan Andi sedang bercakap entah itu tentang apa. Karena penasaran aku mengajak Tenri
untuk melihat apa yang mereka perbincangkan. Tapi saat aku mendekati ,mereka kenapa aku
merasa bahwa ada yang aneh dengan perbincangan mereka. Ternyata aku sadar bahwa
Baco tidak menggunakan bahasa daerahnya dan mengguakan bahasa Indonesiaa. Pikirku itu
sudah salah, dan Baco harus kena hukuman.

"Baco, anggapana nu pake bahasa Indonesia na nia’ tantanganta ammake’ bahasa


daerah (Baco, kenapa kamu memakai bahasa Indonesa kita kan punya tantangan untuk
memakai bahasa daerah kita)” kata ku yang sedang heran dan bingung kenapa baco
melanggar tantangan yang kita buat.

“Awwe, wallupai, pekko ni? (Ihhh, kulupai, bagaimana mi ini)” sahut Baco dengan
wajah yang terlihat khawatir.

“Ero’kontu ni sare pappilajarang (Kamu harus dihukum)” kata ku yang di setuji


dengan Tenri.
“Baco, kia tosi i diva melanggar to i? (Baco, bagaimana Andi melanggar juga?) ” kata
Tenri.

“De’ ma tawwe idi’ mi (Tidak ji tawwa, saya ji)” ucap Baco.

“Narekko makkuaitu pale, olli i Uding si bawa la beddu. Na to massiddi aga cocok lai
gaukanngi la Baco (Oke kalau begitu, Cenning tolong panggilkan Udin sama Beddu kita harus
putuskan hukuman apa yang cocok untuk Baco)” kata Tenri yang lagi serius.

Aku pun bergegas memanggil Uding dan Beddu yang ada di koridor kelas.

“Udin, Beddu ayo jkita masuk ke kelas, melanggarki Baco” kata ku dengan napas yang
tersenggal-senggal.

“Kenapai, melanggar apai seng Baco” kata Udin .

“Pokoknya ikuti maka saja” sahut ku. Aku, Udin dan Beddu pun masuk ke kelas.

“Iyaro la Baco mebbicara Indonesia i, jaji agana iagaukeng ngi. Idi na Udin patette I
aga wedding igaukenggi okko alena. (Itu, Baco pakai bahasa Indonesia ki bicara, dia harus
kena hukuman, dan kamu Udin yang putuskan ki hukuman apa yang pantas untuknya)” kata
Tenri

“Cocokni, makanja kapang narekko makkelong elong ogi yarega mabbua paseng ogi
mabbicara ogi, Pilei ni Baco kagae melo mujama (Oke, bagaimana kalau menyanyi lagu
daerahnya atau buat puisi menggunakan bahasa daerahnya sendiri, silahkan pilih Baco yang
mana menurutmu bisa kamu lakukan)” kata Udin yang sedang meminta Baco untuk
memutuskan hukuman untuk dia.

“ Mabbua paseng ogi na pale. Narekko makuai tu, iya naro lebbi madeceng.
Assaleng degaga to wettunna (Buat puisi saja kalau begitu, itu jauh lebih bagus tapi tidak
ada batas waktunya kan?)” Tanya Baco.

“Meppekua ni idi maneng? (Bagaimana menurutmu teman-teman?)” Tanya Udin.

Kami pun serentak menjawab “Jangan mi tawwa pakai batas waktu, kasihkan ki juga
Baco mana pr banyak, hahaha” Kata ku.

Tiba-tiba ditengah percakapan kami bel masuk berbunyi. Ting....ting....ting. Kami


semua pun menghentikan perbincangan kami dan kembali duduk ke tempat masing-masing.
“Sudah masuk tuh, sebentar lagi kita lanjutkan” kata ku. Tak lama setelah bel berbunyi Pak
Ummang masuk ke kelas dengan berbagai buku fisika di tangannya.

“Semuanya perhatian, beri salam” kata Anto ketua kelas kami.


“Selamat Pagi Pak, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” kata kami
semua. Setelah memberi salam kami semua pun berdoa sebelum memulai pelajaran.

Pak Ummang lalu membuka buku absennya dan mengabsen kami. “Cenning Bulan”
kata Pak Ummang. Aku pun menjawab “Hadir”. Tibalah pada nama Mantang. “Mantang”
sahut Pak Ummang.

“Mantang sakit pak, ini suratnya” kata Besse yang merupakan sekretaris kelas VIII C.
“Oh, Iya” jawaban singkat dari Pak Ummang.

Setelah 2 jam belajar Fisika akhirnya jamnya selesai dan terasa lega buat ku, hehehe
maklumlah. Untuk kelas berikutnya kami kosong karena gurunya lagi sakit. Keluar dari
maslah Baco. Kami berpikir untuk menjenguk Mantang, tidak biasanya dia sakit. Karena
Mantang orangnya itu rajin pasti dia sakit yang tidak biasa. Aku dan sahabatku lainnya
khawatir dengan keadaan Mantang. Dan kami memutuskan untuk menjenguknya sepulang
sekolah.

“Bagaimana kalau kita menjenguk Mantang sepulang dari sekolah” kata ku.

“Oke, itu harus kita lakukan sebagai sahabat yang baik” kata Udin. Dan stelah
melewati hari yang panjang, tibalah waktu kami untuk pulang ke rumah-masing. Tapi kami
berenam sudah punya rencana untuk menjenguk salah satu sahabat kami yaitu Mantang
yang sedang terbaring sakit. Kami tidak ingin menjenguknya dengan tanagn kosong dan
sebelum itu kami membeli buah tangan, karena kami tidak enak kalau pergi dengan tangan
kosong. Dan aku mengingatkan kepada temanku untuk tidak lupa minta izin kepada orang
tuanya.

“we, minta izin ko dulu untuk pergi jenguk Mantang, karena nanti khawatirki orang
tuamu, apalagi kalau saampai keliling ki nacariko” kata ku yang tiba-tiba menjadi bijak.

“Oke, kurre sumanga’ belanna mi pakainga’ kan (Oke terima kasih telah
mengingatkan kami)” kata Beddu.

Alhamdulillah semua sahabatku diizinkan untuk menjenguk Mantang. Lalu kita


semua pun pergi naik Angkot. Dan tibalah kami di rumah Mantang. Ternyata rumah mantang
sepi.

“Assalamualaikum” kata kami.

“Waalaikumsalam, silahkan masuk nak” kata Ibu Mantang.

Kami pun masuk dan bertemu Mantang yang sedang terbaring lemah di tempat tidur.

“ Mantang, malasa aga ki? (Mantang, kamu sakit apa?)” Tanya Andi.
“Aku demam dan batuk terus” sahut Mantang dengan suara yang halus dan hampir
tidak kedengaran.

“Mappesau ni idi, pada millau doakang ki, mammuare na madising ki (Kamu harus
istirahat yang cukup, kami semua berdoa untuk kesembuhanmu)” kata Tenri.

“Terima kasih teman-teman kalian memang sahabat yang baik dan pengertian
meskipun terkadang bikin kesel” kata Mantang.

Setelah lama berbincang-bincang tak terasa sudah sore dan kami harus pulang.

“Mantang, maaf kami harus pulang soalnya sudah kesorean” kata ku mengingat
nasihat dari Ibuku yang menyuruhku untuk tidak pulang larut.

“Iya, tidak apa-apa silahkan pulang, terima kasih sudah menjenguk dan hati-hati
dijalan” sahut Mantang sambil menatap ke arah kami.

Dan kami pun bersamaan menjawab “Oke, cepat sembuh ya Mantang”. Kami semua
pun pulang ke rumah masing-masing. Aku, Tenri,Andi, dan Beddu naik Angkot sedangkan
Andi dan Udin di jemput oleh Ayahnya.

Keesokan harinya, kami semua lengkap datang ke sekolah. Alhamdulillah Mantang


sudah pulih dengaaan begitu cepat. Dan ternyata Baco telah menyelesaikan hukuman yang
di berikan yaitu membuat puisi bahasa Bone. Aku dan teman-teman penasaran puisi tentang
apa yang dia buat, baru kemarin diberi tugas ehh ternyata sudah selesai. Baco benar-benar
orang yang pintar meskipun dia terkadang terburu-burur mengerjakannya. Aku harap
semoga puisi yang dia buat, bisa menyentuh hati kami sampai ke lubuk hati yang paling
dalam. Pikirku yang seketika menjadi orang alay.

“Teman-teman puisi ku sudah selesai, mau aku bacakan?” kata Baco

“Dengan senang hati” Kata ku.

“Bagaimana menurutmu, bagus atau tidak?” Tanya Baco sangat penasaran.

Dengan nada gembira dan terharu mendengar puisi yang di buat oleh Baco dan di
bacakanna dengan intonasi, mimik yang sangat sesuai. Aku sangat kagum padanya.

“Kerja bagus, Baco. Kamu membuat kami terpanah dengan puisi mu, betulkan
teman-teman?” Tanyaku sembari mengambil tisu dalam tas ku, rasanya seakan aku mau
nangis.
“Bagus, sangat bagus baru kali ini aku melihat orang yang membacakan puisi dengan
indahnya” kata Andi yang lagi duduk disebelah Baco.

.........

Tujuh haripun telah berlalu kami semua menyeksaikan tantangan ini dengan sangat
baik, meskipun salah satu dari kami ada yang melanggar. Setelah hari itu kami semua sangat
bannga dan baru tahu ternhata di Indonesia ehh tidak di Sulawsei selatan saja mempunyai
begitu beragam bahasa, tapi meskipun kami dari daerah yang berbeda yang memounyai
bahsa dan budaya yang berbeda tapi kami tetap bersatu dalam satu ikatan persahabatan. Di
balik itu semua ternyata bakat yang dimiliki temanku ini yang terkadang masih diragukanyya
tapi sekarang dia yakin dengan dirinya bahwa dengan kerja keras, usaha, dan doa semua
akan berjalan dengan lancar. Apalagi dengan dukungan dari orang terdekat yang membuat
kita tidak pantang menyerah meskipun melewati rintangan dan hambatan yang sulit. Tapi
semua tidak mustahil untuk kita hadapi. Karena kunci kesuksesan adalah kerja keras dan
doa, dan kegagalan merupakan kesusksesan yang tertunda. Maka, berusahalah dan teruslah
bersama degan orang-orang yang baik yang akan menuntun mu ke jalan yang baik dan akan
membawamu kepada kesuksesan itu. Sama sepertiku bergaul dan bersahabat dengan
mereka membuatku menjadi orang yang beruntung di dunia ini. Terima kasih Sahabatku.

Tugas Akhir

Ting...Ting...Ting bel masuk telah berbunyi tandanya jam pertama telah dimulai. Hari
ini adalah hari senin. Tak terasa kami sudah akan naik ke kelas XI dan akan menghadapi yang
namanya Ujian Nasional (UN). Akhir-akhir ini guru-guru sering sekali memberi kami tugas.
Sembari membicarakan tugas yang diberikan oleh guru, Ibu Besse telah datang dan kami pun
mengehentikan perbincangan kami dan segera duduk ke tempat duduk kami masing-masing.
Pembelajaran pun dimulai hari ini kami belajar tentang Teks Narative lagi-lagi di akhir
pembelajaran Ibu Besse meberi kami tugas.

“Anak-anak mohon diam sebentar, Ibu ingin memeberikan kalian tugas akhir di mata
pelajaran Ibu. Kalian akan membuat sebuah cerita tentang Asal Daerah kalian masing-
masing. Tugas ini di kumpul minggu depan, Ibu harap kalian semua mengerjakannya, karena
ini merupakan penilaian ibu untuk tugas terakhir semester genap ini, paham anak-anak?”
Tanya Ibu Besse dengan suaranya yang lantang.

Kami pun menjawab serentak “Paham Bu”.

“Sebelum Ibu akhiri pelajaran ini ada yang ingin bertanya silahkan” kata Ibu Besse.

Beddu pun mengangkat tanganya tandanya dia ingin mengajukan pertanyaan. “Ibu
ini tugas per individu atau perkelompok?” Tanya Beddu.

“Oh iya, ini tugas perorangan ya ana-anak tapi kalian bisa bekerja sama membuatnya.
Ada lagi yang ingin bertanya?” Kata Ibu Besse sambil membereskan buku-bukunya.

“Sudah tidak ada Bu” kata ku dengan sambil melihat apakah ada yang akat tangan,
dan ternyata tidak ada.

“Oke kalau begitu sampai di sini dulu pertemuan kita” sahut Ibu Besse.

Semua pun sibuk memikirkan tugas ini. Aku memanggil kelima sahabatku dan
menyarankan untuk bekerja sama membuatnya.

“Mantang, Andi, Baco, Udin, Beddu bisa kesini sebentar aku mau biacara” Panggil ku.

“Ada apa?” tanya Mantang.

“Bagaimana kalau kita bekerja sama mengerjakan tugas akhir ini?” tanyaku yang
berharap mereka mengataakan iya.

“Aku sependapat dengan Nining” kata Beddu. Aku dan teman-teman pun
memutuskan untuk bekerja sama. Tapi aku bingung ingin kerja dimana. Tiba-tiba Beddu
mengajukan rumahnya untuk kami tempati mengerjakan tugas ini.

“Teman-teman bagaimana kalau kita mengerjakannya di rumahku?” Tanya Beddu

“Oke, bisa juga, lagian kami belum pernah ke rumah mu, kalau kami ingin ke rmuha
mu biasanya kamu menolak” kata Tenri
“Aku menolak karena belakangan ini sepupuku tinggal di rumahku tidak ada ruangan
yang kosong semuanya penuh, tapi sekarang mereka lagi keluar kota, jadi kita bisa
mengerjakannya di rumahku” Ucap Beddu.

Kami semua setuju dengan saran dari Beddu. Kami akan mengerjakannya di hari
libur yaitu sabtu dan minggu. Akhirnya pelajaran hari ini selesai juga. Kami semua pun
pulang ke rumah masing-masing. Tapi hari ini aku tidak mau pulang naik angkot karena
banyak barang yang aku bawa semuanya berat. Sedangkan untuk naik angkot butuh jalan
kaki karena tida dekat juga. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon Ayahku untuk
menjemoutku di sekolah.

“Halo, Assalamualaikum, Yah tolong jemput Nining di sekolah, Nining sudah pulang,
Nining malas naik angkot” kata ku.

“Kalau begitu tunggu ya nak, Ayah siap-siap dulu” ucap Ayah.

“Oke Yah, jangan lama ya hehehe” ucap ku.

Sembari menunggu Ayah, aku duduk-duduk di bangku depan sekolah bersama teman
ku Sinang. Dia juga adalah teman kelasku tapi kami tidak cukup dekat hanya sebatas teman
biasa saja. Karena situasi canggung maka aku duluan yang memulai obrolan. Sebenarnya sih
aku tidak tahu mau bercakap apa.

“Sinang, aku mau bertanya soal tugas dari Ibu Besse” kata ku yang sebenarnya itu
hanyalah sekedar percakapn yang aku buat-buat saja agar suasana tidak canggung.

“Iya, emangnya kamu mau nanya apa?” kata Sinang.

“Kitakan di tugaskan untuk menceritakan tentang asal daerah kita, memangnya kamu
itu berasal dari mana?” tanya ku.

“Aku itu orang asli Makassar” ucap Sinang.

“Sama dong, aku juga” kata ku

“Wah, ternyata kita satu kampung ya aku baru tahu” kata Sinang.

“Iya, aku juga. Maaf ini aku mau tanya lagi, kamu lancarya berbahasa Makassar?”
tanya ku.

“ Tidak juga sih, malahan aku pahamnya bahasa Bugis hehehe” kata Sinang.

Di sela-sela percakapan kulihat ayah dari ujung jalan. Sebelum pulang, aku
mengucapkan selamat tinggal kepada Sinang menggunakan bahasa Makassar hehehe.

Sambil melambaikan tangan aku berkata “Motere ma nah, muko pi seng ki sigappa ri
sekolayya (Saya pulang ya, sampai ketemu besok di sekolah)” ucap ku.
.......

Hari Sabtu pun telah tiba kami sudah memutuskan bahwa hari ini kami akan
mengerjakan tugas yang di berikan Ibu Besse di rumah Beddu. Kami janjian untuk berkumpul
di rumah Beddu jam 9. Aku menyiapakan semua keperluan yang di butuhkan untuk
mengerjakan tugas tersebut. Sebelum pergi aku menelpon Beddu terlebih dahulu, karena
aku tidak tahu alamat pasti dia dimana.

“Halo, Assalamualaikum Beddu, ini Nining maaf menganggu pagi-pagi , aku mau
tanya alamat kamu dimana, soalnya aku lupa sudah lama aku tidak ke rumahmu. Kata ku
sambil memegang pulpen dan kertas untuk mencatat alamat Beddu.

“Aku tinggal di Jl. Sultan Hasanuddin No. 14 samping Kafe Pelangi, kalau kamu
bingung, kamu bisa bertanya dengan orang-orang di sekitar jalan itu” Jawab Beddu.

“Oke, terima kasih Beddu” ucap ku.

Aku pun meminta Ayahku untuk mengantarku ke rumah Beddu, aku memberikan
alamt yang diberi oleh Beddu kepadaku.

“Yah, ini alamat Beddu” kata ku sembari memberikan sebuah kertas dengan alamat
Beddu di dalamnya.

“Oh, Iya Ayah makan dulu baru kita pergi, oke Ning?” kata Ayah ku.

“Oke Yah, aku juga mau siap-siap dulu” kata ku.

Setelah aku selesai bersiap dan Ayahjuga sudah selesai sarapan, saatnya kita untuk
berangkat ke rumah Beddu. Ayah mengambil motor Vespa kesayangannnya.

Ngeng...Ngeng...Ngeng

Suara motor Ayah sudah kedengaran, aku pun segera pergi ke halaman tempat
dimana suara motor itu berada. Ibu datang dari arah halaman belakang rumah. Dan
meminta kami untuk berhati-hati dijalan.

“Ayah, Nining Hati-hati di jalan jangan lupa berdoa sebelum berangkat” Kata Ibu.

“Oke, Bu” kata ku sambil memegang pundak Ayah.

Ternyata Ayahku juga tidak tahu dimana Jl. Sultan Hasanuddin, akhirnya aku
memutuskan untuk bertanya kepada penjual pinggir jalan.

“Tabe’ Daeng, numpang nanya kalau Jl. Sultan Hasanuddin itu dimana?” tanya ku.

“Oh iya, kita terus-terus saja, nanti ada perempatan belok kanan” Jawab Si penjual

“Terima kasih pak” ucap ku.


Aku dan Ayah mengikuti petunjuk dari si Penjual. Alhamdulillah, akhirnya kami
sampai juga di rumahnya Beddu, dan ternyata semua teman ku sudah dari tadi sampai. Aku
pun turun dari motor dan mengucapkan selamat tinggal kepada Ayah.

“Makasih Yah, hati-hati di jalan” kata ku.

Aku pun masuk ke rumah Beddu. Aku melihat ada “Tanduk Tedong (Tanduk Kerbau)”
terpajang di depan rumah Beddu. Aku bertanya kepada Beddu.

“Beddu, kenapa ada “Tanduk Tedong (Tanduk Kerbau)” di depan rumah mu?”
Tanyaku.

“Itu ciri khas dari daerah ku Toraja, sehingga orang-orang yang lewat dapat
mengenali bahwa yang tinggal di rumah ini adalah orang Toraja” jawab Beddu.

“Oh, begitu ya ternyata” kata ku.

Setelah bercakap mengenai hal itu, kami semua mulai berdiskusi dan mengerjakan
tugas yang menjadi rencana kami dari awal. Aku, Beddu, Baco, Andi, Udin, Tenri, dan
Mantang sangat menyukai tugas ini. Kami mengerjakannya dengan senang. Karena tugas ini
tentang menceritakan asal daerah masing-masing siswa. Kami pun juga saling bertukar cerita
tentang bagaimana keaadan di derah kami, apa yang menjadi ciri khasnya, budaya apa yang
diterapkan, dan lain sebagainya.

Akhirnya tugas kami selesai juga. Aku tidak sabar menunggu hari Kamis, aku ingin
mendengar cerita teman-temanku tentang daerah mereka. Aku sangat tertarik dengan tugss
ini. Setelah selesai kami semua pun pulang ke rumah masing-masing.

......

Anda mungkin juga menyukai