Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN DIAGRAM TERNER

Oleh:

KELOMPOK I
TEKNIK KIMIA S1
KELAS C

Annisa Savira Sonia (1707113709)


Cut Mutia Hidayah (1707123072)
M. Dandy Tito Angkoso (1707113728)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum ........................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pelarut .......................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Pelarut .............................................................................. 3
2.1.2 Jenis- jenis pelarut .............................................................................. 3
2.2 Bahan Baku .................................................................................................. 3
2.2.1 Aseton................................................................................................. 3
2.2.2 Aquadest ............................................................................................. 4
2.2.3 Kloroform ........................................................................................... 5
2.3 Sistem Tiga Komponen ............................................................................... 6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat – alat yang digunakan .......................................................................... 10
3.2 Bahan – bahan yang digunakan ................................................................... 10
3.3 Prosedur Percobaan ..................................................................................... 10
3.4 Diagram Blok............................................................................................... 11
3.5 Rangkaian Alat ............................................................................................ 12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Penentuan Massa Jenis Larutan ................................................................... 13
4.2 Sistem Zat Cair Tiga Komponen ................................................................. 13
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 16
5.2 Saran ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A PERHITUNGAN
LAMPIRAN B DOKUMENTASI
LAMPIRAN C TUGAS
LAPORAN SEMENTARA

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Terner ................................................................................ 9


Gambar 3.1 Blok diagram prosedur percobaan ................................................... 11
Gambar 3.2 Rangkaian alat titrasi ....................................................................... 12
Gambar 4.1 Diagram Terner Tiga Komponen..................................................... 15

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Larutan non-Elektrolit Hukum Raoult ...................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Selain itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).
Kelarutan suatu senyawa didefinisikan sebagai jumlah terbanyak (yang
dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam
kesetimbangan dalam volume pelarut tertentu pada suhu tertentu. Meskipun
pelarut-pelarut selain air digunakan dalam banyak aplikasi, larutan dalam air
adalah yang paling penting dan banyak digunakan (Oxtoby, 2001).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven, pada suatu
temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak
terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar,
1989).
Hampir sebagian besar zat dapat melarut di dalam air, hanya ada yang
mudah dan bahkan ada pula yang sukar atau sedikit sekali larut. Kemampuan
melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu berbeda – beda
antara satu dengan yang lainnya. Jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah
pelarut pada suhu tertentu inilah yang disebut dengan kelarutan zat. Pada
umumnya turunnya suhu akan menurunkan kelarutan dari zat terlarutnya. Berbeda
dengan gas, kelarutan gas menurun dengan naiknya suhu di samping oleh
pengaruh tekanan di atas permukaan larutannya. Biasanya pernyataan kelarutan
zat selalu disertai dengan kondisi suhunya atau bila tanpa ada nilai suhunya berarti
kelarutannya dimaksudkan pada suhu kamar, sedangkan untuk gas – gas,

1
kelarutannya sering disertai dengan kondisi suhu dan tekanan udara permukaan
(tekanan totalnya) (Triyono, 2013).

1.2 Tujuan Praktikum


Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua
cairan tertentu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelarut
2.1.1 Pengertian Pelarut
Pelarut (solven) didefinisikan sebagai suatu medium dimana zat terlarut
(solute) terlarut (Baroroh, 2004).Pelarut adalah benda cair atau gas yang
melarutkan benda padat, cair, gas yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut
paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air (Shevla, 1979).

2.1.2 Jenis- jenis pelarut


Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya. Sesuai
dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan
melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain (Martin, 2008).
Pelaru nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dieektrik pelarut yang rendah. Pelarut
juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang terionisasi lemah
karena pelarut aprotik, dan dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektrolit (Martin, 2008).
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat
polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehinga menjadi dapat larut
dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat dipolarisasikan (Martin,
2008).

2.2 Bahan Baku


2.2.1 Aseton
Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon,
dimetilformaldehida dan β-ketopropana adalah senyawa berbentuk cairan yang
tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan keton paling sederhana.
Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietileter, dan
lainnya. Aseton sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan

3
untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.
Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami,
termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil (Pine, 1988).
A. Sifat Fisika
Adapun sifat fisika dari aseton, yaitu (Kirk & Othmer, 1998) :
1) Rumus molekul : CH3COCH3
2) Berat molekul : 58,08 g/gmol
3) Wujud : cairan tidak berwarna
4) Densitas : 0,79 g/cm3
5) Titik leleh : -94,9oC
6) Titik didih : 56,53oC
7) Titik kritis : 235,05oC
8) Viskositas : 0,32 cp (20oC)
9) Larut dalam air dengan berbagai perbandingan
B. Sifat kimia
Adapun sifat kimia dari aseton, yaitu (Kirk & Othmer, 1998) :
1) Ketika aseton ditambah dengan hidrogen sianida dan juga ditambah
dengan natrium sianida dan asam sulfat encet dalam proses reaksinya
akan dapat menghasilkan aseton sianohidrin.
2) Aseton jika direaksikan dengan iodin dan natrium hidroksida akan dapat
menghasilkan iodoform.
3) Aseton dapat direduksi menjadi 2-propanol oleh reaksi dengan bantuan
lithium alumunium hidrida.

2.2.2 Aquadest
Aquadest adalah air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan air murni
atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Aquades merupakan air
murni hasil destilasi. Aquades memiliki kemampuan yang baik untuk
mengekstraksi sejumlah bahan simplisia (Voigt, 1994).

4
2.2.3 Kloroform
Klorofrom merupakan cairan yang tidak dapat bercampur dengan air, tetapi
dapat bercampur baik dengan alkohol dan minyak. Kloroform digunakan
sebagaimana stetik, kadang- kadang digunakan sebgaai karminatif pembawa
dalam bentuk kloroform cair, atau dari emusli kloroform. Penggunaannya secara
oral atau secara inhalasi yang berlebihan dapat menyebabkan oksidan kematian
dari saluran pernapasan dan penekanan miokard (Senisedil, 1992).
A. Sifat Fisika
Adapun sifat fisika dari kloroform adalah (Ketta & Cunningham., 1992) :
Tabel 2.1 Sifat fisika Kloroform
Sifat Fisis Uraian
Rumus molekul CHCl3
Berat molekul 119,39 g/gmol
Wujud Cairan bening
Titik didih
Titik leleh
Densitas 1,48 gr/cm3
Suhu kritis
Specific gravity 1,489
Viskositas 0,57 ( )
Kapasitas panas 0,234 kal/g. ( )
Tekanan kritis 53,8 atm
Kelarutan dalam 100 mL air 0,8 g
(Sumber : Ketta & Cunningham., 1992)
B. Sifat Kimia
Adapun sifat kimia dari kloroform adalah (Ketta & Cunningham., 1992) :
a. Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene (karbonil
klorida).

5
Reaksi :
CHCl3+½ O2 → COCl2 + HCl
…...……………………………………(2.1)
b. Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida
untuk membentuk metilen klorida.Jika proses reduksi dilakukan
dengan bantuan debu seng dan air akan dapat diperoleh metana.
Reaksi :
CHCl3+2H→CH2Cl2 + HCl…...……………………………………….(2.2)
CHCl3+6H→CH4 +
3HCl…...………………………………………….(2.3)
c. Kloroform dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat untuk membentuk
nitro kloroform atau kloropikrin.
Reaksi :
CHCl3 + HNO3 → CCl3NO2+
H2O…...………………………………..(2.4)
Kloroform biasanya digunakan sebagai insektisida.
d. Kloroform dapat mengalami proses klorinasi dengan klorin jika
terkena sinar matahari dan menghasilkan karbon tetraklorida.
Reaksi :
CHCl3+Cl2→CCl4+HCl…...……………………………………..……(2.5)

2.3 Sistem Tiga Komponen


Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem, yang dapat dipisahkan
secara mekanik; serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat-sifat fisika. Jadi
suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing mempunyai bagian
daerah yang serbasama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama disemua bagian
pada uap tersebut. Dalam fasa cair kerapatannya serbasama disemua bagian pada
cairan tersebut, tetapi nilai kerapatannya berbeda dengan di fasa uap (Rohman,
2013).
Sistem yang terdiri atas campuran wujud gas saja hanya ada satu fasa pada
kesetimbangan sebab gas selalu bercampur secara homogen. Dalam sistem yang
hanya terdiri atas wujud cairan-cairan pada kesetimbangan bisa terdapat satu fasa

6
atau lebih, tergantung pada kelarutannya. Padatan-padatan biasanya mempunyai
kelarutan yang lebih terbatas dan pada suatu sistem padat yang setimbang bisa
terdapat beberapa fasa padat yang berbeda. Jumlah komponen dalam suatu sistem
merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang
diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara
praktis untuk menentukan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah
total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi
kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam
sistem tersebut (Rohman, 2013).
Pada dasarnya, suatu sistem disebut setimbang secara termodinamika jika
dipenuhi kriteria kesetimbangan termal, kesetimbangan mekanik, dan
kesetimbangan material. Jika , Tα > Tβ maka panas akan mengalir spontan dari
fasa α ke fasa β sampai Tα = Tβ . Jika Pα > Pβ kerja akan “mengalir” spontan dari
fasa α ke fasa β sampai Pα = Pβ. Jika µα > µβ maka zat tersebut akan mengalir
spontan dari fasa α ke fasa β sampai µα = µβ . Fungsi keadaan T menentukan ada
tidaknya kesetimbangan termal antar fasa. Fungsi keadaan P menentukan ada
tidaknya kesetimbangan mekanik antar fasa. Fungsi keadaan menentukan ada
tidaknya kesetimbangan material antar fasa (Rohman, 2013).
Kesetimbangan yaitu jika sebuah sistem mempunyai energi bebas minimum
pada temperatur, tekanan dan komposisi tertentu, maksudnya tidak terjadi
perubahan kondisi. Makin tinggi energi bebas, maka gerak atom pada bahan
makin acak dan tidak teratur. Secara makro yaitu sifat-sifat sistem tidak berubah
terhadap waktu maka stabil. Kesetimbangan fase adalah kesetimbangan pada
sistem yang terdiri lebih dari 1 fase. Masing-masing fase tidak mengalami
perubahan (Daryus, 2012).
Derajat kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel
intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut.
Untuk menentukan derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa (Widjajanti, 2008).
Sistem tiga komponen, menurut aturan fase, derajat kebebasan diberikan oleh:
F = C – P + 2 = 5 – P ................................................ (2.6)
Dan bila tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan diatas menjadi:

7
F = 3 – P ......................................................... (2.7)
Untuk satu fase kita membutuhkan dua derajat kebebasan untuk
menggambarkan sistem secara sempurna, dan untuk dua fase dalam
kesetimbangan, satu derajat kebebasan. Cara terbaik untuk menggambarkan
sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga.
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol. Puncak-
puncak dihubungkan ke ttik tengah dari sisi yang berlawanan, yaitu Aa, Bb, Cc.
Titik nol mulai titik a, b, c dan titik A, B, C menyatakan komposisi adalah 100%
atau satu. Jadi garis-garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi komponen A, B, C.
Lebih lanjut, segitiga adalah sama sisi, jumlah jarak-jarak garis tegak lurus dari
sembarang titik dalam segitiga ke sisi-sisi adalah konstan dan sama dengan
panjang garis tegak lurus antara sudut dan pusat dari sisi yang berlawanan, yaitu
100% atau satu (Dogra, 1990).
Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai
fungsi suhu dan tekanan. Contoh khas diagram fasa tiga komponen air, kloroform,
dan asam asetat. Dalam diagram fasa bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan
tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari sistem ini. Asam asetat lebih
suka pada air dibandingka kloroform oleh karenanya bertambahnya kelarutan
kloroform dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform.
Penambhan asam asetat berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak ke
daerah atau satu fasa (fase tunggal). Namun demikian saat komposisi mencapai
titik a3, ternyata masih ada dua lapisan maupun sedikit. Setelah penambahan asam
asetat diteruskan, pada saat akan menjadi satu fasa yaitu pada titik P. titik P
disebut pleit point atau titik jalin yaitu semacam titik kritis (Milama, 2014).
Sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah
derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat
digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut
diagram terner. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada
daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar
dibawah ini (Situmeang, 2012) :

8
Gambar 2.1 Diagram Terner (Situmeang, 2012)
Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian.
Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya akan ditinjau
sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta
B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi
campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner
(Situmeang, 2012).

9
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat- alat yang digunakan


1. Erlenmeyer 250 ml 1 Buah
2. Erlenmeyer 125 ml 1 Buah
3. Gelas Ukur 25 ml 1 Buah
4. Gelas Piala 300 ml 1 Buah
5. Buret 1 Buah
6. Pipet Tetes 1 Buah
7. Corong 1 Buah

3.2 Bahan- bahan yang digunakan


1. Aquades
2. Aseton
3. Chloroform

3.3 Prosedur Kerja


1. Dibuat sembilan campuran zat chloroform (zat A) dengan aquades (zat B)
pada labu erlenmeyer yang bersih, kering, dan tertutup
No. Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml zat A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml zat B 18 16 14 12 10 8 6 4 2

2. Campuran dalam labu nomor 1 sampai 9 dititrasi dengan aseton (zat B)


yang berada didalam buret
3. Dicatat volume aseton yang terpakai
4. Ditentukan rapat massa masing – masing cairan murni A, B, dan C
5. Dicatat suhu kamar sebelum memulai percobaan

10
3.4 Diagram Blok

Mulai

Buat sembilan Chloroform


campuran cairan + aquades

Dititrasi dengan
aseton

Catat volume aseton


yang terpakai

Tentukan rapat massa


masing-masing cairan

Diukur suhu kamar


sebelum percobaan

Selesai

Gambar 3.1 Blok diagram prosedur percobaan

11
3.5 Rangkaian Alat

Gambar 3.2 Rangkaian alat titrasi

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Massa Jenis Larutan


Pada percobaan ini digunakan tiga jenis larutan yaitu kloroform (larutan
A), aseton (larutan B), dan akuades (larutan C). Untuk menentukan massa jenis
dari tiap larutan digunakan alat piknometer. Piknometer terlebih dahulu
dibersihkan dan dikeringkan, hal ini bertujuan untuk menghilangkan semua zat
yang kemungkinan masih terdapat di dalamnya. Massa jenis masing-masing
larutan dapat dihitung dengan menghitung selisih antara massa piknometer setelah
pengisian larutan dengan massa piknometer sebelum pengisian larutan dibagi
dengan volume piknometer.
Dari hasil perhitungan, didapatkan massa jenis ketiga larutan yaitu massa
jenis kloroform 1,387 gr/ml, aseton 0,775 gr/ml dan akuades 1 gr/ml. Berdasarkan
massa jenis larutan dapat dilihat bahwa kloroform memiliki massa jenis yang
lebih besar sehingga kloroform berada pada lapisan bawah larutan aseton dan air.

4.2 Sistem Zat Cair Tiga Komponen


Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem
zat cair tiga komponen dengan metode titrasi. Percobaan kelarutan zat ini
bertujuan untuk mengetahui berapa perbandingan pelarut yang harus ditambahkan
sehingga dapat melarutkan suatu zat, sehingga didapatkan suatu perbandingan
komponen yang mempunyai efisiensi yang besar, baik dari segi banyaknya zat
yang dibutuhkan ataupun dari segi sifat zatnya sendiri. Pemisahan dapat dilakukan
dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap
campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen dalam campuran tersebut.
Pada praktikum kali ini, dicampurkan tiga komponen berfasa cair yaitu akuades,
kloroform dan aseton. Air dan aseton dapat larut sempurna, demikian pula halnya
dengan kloroform dan aseton. Namun berbeda halnya dengan air dan kloroform,
dimana kloroform tidak larut dalam air, karena kloroform bersifat non polar

13
sehingga tidak dapat larut dalam campuran air yang bersifat polar.
Oleh karena itu ditambahkan aseton yang berfungsi sebagai emulgator karena
aseton bersifat semi polar yang dapat larut dalam kloroform maupun air.
Percobaan diawali dengan pembuatan campuran larutan kloroform dan
akuades, sementara sebagai titran adalah aseton. Campuran larutan yang dibuat
sebanyak 9 campuran larutan dengan interval volumenya 2 ml. Total volume
campuran larutan adalah 20 ml, dimana pada erlenmeyer pertama variasi
volumenya 2 ml klorofom dan 18 ml akuades. Begitu seterusnya dengan
penambahan klorofom dan pengurangan akuades.
Ketika kloroform dicampur dengan akuades maka akan terbentuk dua
lapisan yaitu air yang bersifat polar berada di bagian atas sedangkan kloroform
di bagian bawah, karena massa jenis air lebih kecil dari kloroform sehingga air
berada pada lapisan atas. Campuran ini kemudian dititrasi dengan aseton agar
larutan menjadi satu fasa. Titik akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat
timbulnya kekeruhan pada larutan. Selain itu akan terbentuk dua lapisan setelah
titik akhir titrasi tercapai. Kekeruhan pada akhir titrasi terjadi karena air dapat
bercampur seluruhnya dengan aseton, sedangkan kloroform dan air hanya
campur sebagian. Bercampurnya sebagian antara air dan kloroform ini akan
membentuk suatu lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan. Titrasi dapat
dihentikan ketika campuran zat menjadi satu fasa, penyebab kloroform larut
menjadi satu fasa dengan air karena aseton bersifat semi polar sehingga dapat
mencampurkan dua jenis larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa air bersifat polar, kloroform non polar dan aseton
semi polar. Dari percobaan yang dilakukan, semakin besar fraksi mol kloroform,
maka aseton yang dititrasi untuk membuat campuran menjadi dua fasa sedikit
juga.
Pada percobaan ini, dibutuhkan volume aseton yang semakin menurun
seiring dengan bertambahnya volume kloroform dan berkurangnya volume
akuades. Setelah mengetahui fraksi mol tiap larutan, dilakukan pendataan pada
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram. Berdasarkan perhitungan, diperoleh
sembilan titik diagram terner, dimana masing- masing titik menggambarkan

14
komposisi masing-masing zat pada setiap campuran. Tiap sudut segitiga itu
menggambarkan suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner
dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam
sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antar zat cair
tersebut. Berikut adalah gambar 4.1 yang menggambarkan sistem zat cair tiga
komponen.

Gambar 4.1 Diagram Terner Tiga Komponen

Dari hasil ini, akan diolah menjadi suatu kurva atau diagram terner yaitu
suatu diagram fasa sistem zat cair tiga komponen yang digambarkan dalam suatu
segitiga sama sisi. Diagram terrner memudahkan untuk memahami bagaimana
pengaruh penambahan suatu zat terhadap kelarutan dua campuran yang tadinya
saling larut sempurna. Dari hasil pembuatan kurva kelarutan suatu cairan pada
sistem tiga komponen ini dapat diketahui bahwa aseton banyak larut dalam
kloroform, sedangkan pada akuades aseton hanya akan larut sedikit atau larut
sebagian.

15
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada percobaan sistem zat cair tiga komponen, digunakan larutan aseton
bersifat semi polar, akuades bersifat polar, dan kloroform bersifat non polar.
Aseton yang bersifat semi polar berfungsi untuk melarutkan kloroform yang
bersifat non polar dengan akuades yang bersifat polar. Semakin banyak volume
akuades maka semakin banyak pula volume aseton yang dibutuhkan untuk
melarutkan campuran kloroform dan akuades.

5.2 Saran
1. Sebaiknya memakai perlengkapan safety yang lengkap karena larutan
yang digunakan berbahaya.
2. Dalam pemakaian alat harus dalam keadaan yang benar-benar bersih
untuk mendapatkan data yang akurat.
3. Untuk memudahkan pembuatan diagram terner sebaiknya digunakan
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram.

16
DAFTAR PUSTAKA

Daryus, A. 2012. http://ft.unsada.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/bab5-mt.pdf .


Diakses pada tanggal 15 November 2018 Pukul 15:01 WIB.
Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press.
Kirk, Othmer. 1998. “Encyclopedia of chemical Technolog”, Vol. 7, Interscience
Willey.
Ketta, Mc. J.J. and Cunningham, W.A., 1992,“Encyclopedia of Chemical
Processing and Design“, Vol. 40, Marcel Decker, Inc., New York.
Martin, A. 2008. Farmasi Fisika Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu
Farmasetika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: UI-Press.
Milama, Burhanudin. 2014. Panduan Praktikum Kimia Fisika 2. Jakarta: UIN
P.IPA FITK-Press.
Moechtar. 1989. Farmasi Fisik Bagian Larutan dan Dispersi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Oxtoby D.W, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Surabaya: Erlangga.
Pine, Stanley H. 1988.Kimia Organik Terbitan Keempat . Bandung: Penerbit ITB
Rohman, I dan Mulyani, S. 2013. Kimia Fisika I. Bandung: UPI-Press.
Senisedil, M. 1992.Kimia dan Petunjuk Praktikum Kimia Preparatif . Yogyakarta:
UGM Press.
Shevla. 1979. Buku Ajar Vogel Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Situmeang,R.2012.http://www.scribd.com/doc/82025667/Kimfis2-Kestimbangan-
FasaTugas-Makalah-download. Diakses pada tanggal 15 November 2018
pukul 13:22 WIB.
Triyono. 2013. Kesetimbangan Kimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
R, Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknolgi Farmasi Edisi Kelima. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Widjajanti, E. 2008. http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/endang-
widjajanti-lfxms-dr/kesetimbangan-fasa.pdf . Diakses pada tanggal 15
November 2018 Pukul 15:02 WIB.
LAMPIRAN A

PERHITUNGAN

A. Menentukan massa jenis masing-masing komponen


Massa piknometer kosong = 17,74 gram
Massa piknometer + aquadest = 27,16 gram
Massa piknometer + chloroform = 31,61 gram
Massa piknometer + aseton = 25,49 gram
Volume piknometer = 10 ml

= 0,98 gram/ml = 1,0 gram/ml

= 1,387 gram/ml

= 0,775 gram/ml

B. Menentukan mol masing-masing komponen


1. Aquadest

= 1 mol

= 0,88 mol

= 0,77 mol

= 0,66 mol
= 0,55 mol

= 0,44 mol

= 0,33 mol

= 0,22 mol

= 0,11 mol
2. Aseton

= 0,02 mol

= 0,01 mol

= 0,009 mol

= 0,007 mol

= 0,005 mol
= 0,004 mol

= 0,003 mol

= 0,002 mol

= 0,001 mol
3. Chloroform

= 0,02 mol

= 0,05 mol

= 0,07 mol

= 0,09 mol

= 0,12 mol
= 0,14 mol

= 0,16 mol

= 0,19 mol

= 0,21 mol
C. Menentukan fraksi mol masing masing komponen
1. Campuran 18 ml aquades : 1,2 ml aseton : 2 ml chloroform

0,962

= 0,019

= 0,019

2. Campuran 16ml Aquadest : 1 ml aseton : 4 ml chloroform


= 0,936

= 0,011

= 0,053
3. Campuran 14 ml Aquadest : 0,7 ml aseton : 6 ml chloroform

0,907

0,011

0,082
4. Campuran 12 ml aquadest : 0,5 ml aseton : 8 ml chloroform
0,872

0,009

0,119
5. Campuran 10 ml aquadest : 0,4 ml aseton : 10 ml chloroform

0,815

0,007

0,178
6. campuran 8 ml aquadest : 0,3 ml aseton : 12 ml chloroform
0,753

0,006

= 0,240
7. Campuran 6 ml aquadest : 0,2 ml aseton : 14 ml chloroform

0,669

= 0,006

0,325
8. Campuran 4 ml aquadest : 0,15 ml aseton : 16 ml chloroform
0,534

0,004

= 0,461
9. Campuran 2 ml aquadest : 0,1 ml aseton : 18 ml chloroform

0,343

0,003

0,654
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar 1. Titrasi larutan campuran

Gambar 2. Larutan campuran nomor 1 sampai 4 setelah di titrasi

Gambar 3. Larutan campuran nomor 5 sampai 9 setelah di titrasi


LAMPIRAN C

TUGAS

1. Zat yang memiliki sifat komponen A, B, dan C


Zat A = aquadest (polar)
Zat B = chloroform (non polar)
Zat C = aseton (semi polar)
2. Konsentrasi tiga komponen dalam % mol
a. Chloroform
ρ = 1,387 g/ml
Mr = 46 g/mol

a. Aseton
ρ = 0,775 g/ml
Mr = 58 g/mol

b. Aquadest
ρ = 1 g/ml
Mr = 18 g/mol
Tabel 1 Konsentrasi Tiga Komponen Dalam Fraksi Mol
Chloroform Aseton Aquadest
Fraksi Fraksi
ml Mol Fraksi Mol Ml Mol ml Mol
Mol Mol
2 0,02 0,019 1,2 0,02 0,019 18 1 0,962
4 0,05 0,053 1 0,01 0,011 16 0,88 0,936
6 0,07 0,082 0,7 0,009 0,011 14 0,77 0,907
8 0,09 0,119 0,5 0,007 0,009 12 0,66 0,872
10 0,12 0,178 0,4 0,005 0,007 10 0,55 0,815
12 0,14 0,240 0,3 0,004 0,006 8 0,44 0,753
14 0,16 0,325 0,2 0,003 0,006 6 0,33 0,669
16 0,19 0,461 0,15 0,002 0,004 4 0,22 0,534
18 0,21 0,654 0,1 0,001 0,003 2 0,11 0,343

3. Grafik ke-sembilan titik

Gambar 1 Diagram Terner Hasil Praktikum

4. Penggambaran diagram terner tidak dapat dinyatakan dalam % volum. Hal


karena masing-masing larutan memiliki massa jenis dan berat molekul yang
berbeda-beda, sehingga dalam penggunaannya bukan hanya volum yang
berpengaruh dalam perhitungannya melainkan juga massa jenis dan berat
molekul masing-masing larutan tersebut agar diperoleh hasil yang akurat.
Diagram terner hanya dapat dinyatakan dalam % mol (fraksi mol) dan %
berat.

Anda mungkin juga menyukai