Oleh:
KELOMPOK I
TEKNIK KIMIA S1
KELAS C
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kelarutannya sering disertai dengan kondisi suhu dan tekanan udara permukaan
(tekanan totalnya) (Triyono, 2013).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelarut
2.1.1 Pengertian Pelarut
Pelarut (solven) didefinisikan sebagai suatu medium dimana zat terlarut
(solute) terlarut (Baroroh, 2004).Pelarut adalah benda cair atau gas yang
melarutkan benda padat, cair, gas yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut
paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air (Shevla, 1979).
3
untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.
Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami,
termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil (Pine, 1988).
A. Sifat Fisika
Adapun sifat fisika dari aseton, yaitu (Kirk & Othmer, 1998) :
1) Rumus molekul : CH3COCH3
2) Berat molekul : 58,08 g/gmol
3) Wujud : cairan tidak berwarna
4) Densitas : 0,79 g/cm3
5) Titik leleh : -94,9oC
6) Titik didih : 56,53oC
7) Titik kritis : 235,05oC
8) Viskositas : 0,32 cp (20oC)
9) Larut dalam air dengan berbagai perbandingan
B. Sifat kimia
Adapun sifat kimia dari aseton, yaitu (Kirk & Othmer, 1998) :
1) Ketika aseton ditambah dengan hidrogen sianida dan juga ditambah
dengan natrium sianida dan asam sulfat encet dalam proses reaksinya
akan dapat menghasilkan aseton sianohidrin.
2) Aseton jika direaksikan dengan iodin dan natrium hidroksida akan dapat
menghasilkan iodoform.
3) Aseton dapat direduksi menjadi 2-propanol oleh reaksi dengan bantuan
lithium alumunium hidrida.
2.2.2 Aquadest
Aquadest adalah air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan air murni
atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Aquades merupakan air
murni hasil destilasi. Aquades memiliki kemampuan yang baik untuk
mengekstraksi sejumlah bahan simplisia (Voigt, 1994).
4
2.2.3 Kloroform
Klorofrom merupakan cairan yang tidak dapat bercampur dengan air, tetapi
dapat bercampur baik dengan alkohol dan minyak. Kloroform digunakan
sebagaimana stetik, kadang- kadang digunakan sebgaai karminatif pembawa
dalam bentuk kloroform cair, atau dari emusli kloroform. Penggunaannya secara
oral atau secara inhalasi yang berlebihan dapat menyebabkan oksidan kematian
dari saluran pernapasan dan penekanan miokard (Senisedil, 1992).
A. Sifat Fisika
Adapun sifat fisika dari kloroform adalah (Ketta & Cunningham., 1992) :
Tabel 2.1 Sifat fisika Kloroform
Sifat Fisis Uraian
Rumus molekul CHCl3
Berat molekul 119,39 g/gmol
Wujud Cairan bening
Titik didih
Titik leleh
Densitas 1,48 gr/cm3
Suhu kritis
Specific gravity 1,489
Viskositas 0,57 ( )
Kapasitas panas 0,234 kal/g. ( )
Tekanan kritis 53,8 atm
Kelarutan dalam 100 mL air 0,8 g
(Sumber : Ketta & Cunningham., 1992)
B. Sifat Kimia
Adapun sifat kimia dari kloroform adalah (Ketta & Cunningham., 1992) :
a. Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene (karbonil
klorida).
5
Reaksi :
CHCl3+½ O2 → COCl2 + HCl
…...……………………………………(2.1)
b. Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida
untuk membentuk metilen klorida.Jika proses reduksi dilakukan
dengan bantuan debu seng dan air akan dapat diperoleh metana.
Reaksi :
CHCl3+2H→CH2Cl2 + HCl…...……………………………………….(2.2)
CHCl3+6H→CH4 +
3HCl…...………………………………………….(2.3)
c. Kloroform dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat untuk membentuk
nitro kloroform atau kloropikrin.
Reaksi :
CHCl3 + HNO3 → CCl3NO2+
H2O…...………………………………..(2.4)
Kloroform biasanya digunakan sebagai insektisida.
d. Kloroform dapat mengalami proses klorinasi dengan klorin jika
terkena sinar matahari dan menghasilkan karbon tetraklorida.
Reaksi :
CHCl3+Cl2→CCl4+HCl…...……………………………………..……(2.5)
6
atau lebih, tergantung pada kelarutannya. Padatan-padatan biasanya mempunyai
kelarutan yang lebih terbatas dan pada suatu sistem padat yang setimbang bisa
terdapat beberapa fasa padat yang berbeda. Jumlah komponen dalam suatu sistem
merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang
diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara
praktis untuk menentukan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah
total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi
kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam
sistem tersebut (Rohman, 2013).
Pada dasarnya, suatu sistem disebut setimbang secara termodinamika jika
dipenuhi kriteria kesetimbangan termal, kesetimbangan mekanik, dan
kesetimbangan material. Jika , Tα > Tβ maka panas akan mengalir spontan dari
fasa α ke fasa β sampai Tα = Tβ . Jika Pα > Pβ kerja akan “mengalir” spontan dari
fasa α ke fasa β sampai Pα = Pβ. Jika µα > µβ maka zat tersebut akan mengalir
spontan dari fasa α ke fasa β sampai µα = µβ . Fungsi keadaan T menentukan ada
tidaknya kesetimbangan termal antar fasa. Fungsi keadaan P menentukan ada
tidaknya kesetimbangan mekanik antar fasa. Fungsi keadaan menentukan ada
tidaknya kesetimbangan material antar fasa (Rohman, 2013).
Kesetimbangan yaitu jika sebuah sistem mempunyai energi bebas minimum
pada temperatur, tekanan dan komposisi tertentu, maksudnya tidak terjadi
perubahan kondisi. Makin tinggi energi bebas, maka gerak atom pada bahan
makin acak dan tidak teratur. Secara makro yaitu sifat-sifat sistem tidak berubah
terhadap waktu maka stabil. Kesetimbangan fase adalah kesetimbangan pada
sistem yang terdiri lebih dari 1 fase. Masing-masing fase tidak mengalami
perubahan (Daryus, 2012).
Derajat kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel
intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut.
Untuk menentukan derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa (Widjajanti, 2008).
Sistem tiga komponen, menurut aturan fase, derajat kebebasan diberikan oleh:
F = C – P + 2 = 5 – P ................................................ (2.6)
Dan bila tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan diatas menjadi:
7
F = 3 – P ......................................................... (2.7)
Untuk satu fase kita membutuhkan dua derajat kebebasan untuk
menggambarkan sistem secara sempurna, dan untuk dua fase dalam
kesetimbangan, satu derajat kebebasan. Cara terbaik untuk menggambarkan
sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga.
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol. Puncak-
puncak dihubungkan ke ttik tengah dari sisi yang berlawanan, yaitu Aa, Bb, Cc.
Titik nol mulai titik a, b, c dan titik A, B, C menyatakan komposisi adalah 100%
atau satu. Jadi garis-garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi komponen A, B, C.
Lebih lanjut, segitiga adalah sama sisi, jumlah jarak-jarak garis tegak lurus dari
sembarang titik dalam segitiga ke sisi-sisi adalah konstan dan sama dengan
panjang garis tegak lurus antara sudut dan pusat dari sisi yang berlawanan, yaitu
100% atau satu (Dogra, 1990).
Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai
fungsi suhu dan tekanan. Contoh khas diagram fasa tiga komponen air, kloroform,
dan asam asetat. Dalam diagram fasa bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan
tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari sistem ini. Asam asetat lebih
suka pada air dibandingka kloroform oleh karenanya bertambahnya kelarutan
kloroform dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform.
Penambhan asam asetat berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak ke
daerah atau satu fasa (fase tunggal). Namun demikian saat komposisi mencapai
titik a3, ternyata masih ada dua lapisan maupun sedikit. Setelah penambahan asam
asetat diteruskan, pada saat akan menjadi satu fasa yaitu pada titik P. titik P
disebut pleit point atau titik jalin yaitu semacam titik kritis (Milama, 2014).
Sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah
derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat
digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut
diagram terner. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada
daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar
dibawah ini (Situmeang, 2012) :
8
Gambar 2.1 Diagram Terner (Situmeang, 2012)
Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian.
Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya akan ditinjau
sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta
B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi
campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner
(Situmeang, 2012).
9
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
10
3.4 Diagram Blok
Mulai
Dititrasi dengan
aseton
Selesai
11
3.5 Rangkaian Alat
12
BAB IV
13
sehingga tidak dapat larut dalam campuran air yang bersifat polar.
Oleh karena itu ditambahkan aseton yang berfungsi sebagai emulgator karena
aseton bersifat semi polar yang dapat larut dalam kloroform maupun air.
Percobaan diawali dengan pembuatan campuran larutan kloroform dan
akuades, sementara sebagai titran adalah aseton. Campuran larutan yang dibuat
sebanyak 9 campuran larutan dengan interval volumenya 2 ml. Total volume
campuran larutan adalah 20 ml, dimana pada erlenmeyer pertama variasi
volumenya 2 ml klorofom dan 18 ml akuades. Begitu seterusnya dengan
penambahan klorofom dan pengurangan akuades.
Ketika kloroform dicampur dengan akuades maka akan terbentuk dua
lapisan yaitu air yang bersifat polar berada di bagian atas sedangkan kloroform
di bagian bawah, karena massa jenis air lebih kecil dari kloroform sehingga air
berada pada lapisan atas. Campuran ini kemudian dititrasi dengan aseton agar
larutan menjadi satu fasa. Titik akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat
timbulnya kekeruhan pada larutan. Selain itu akan terbentuk dua lapisan setelah
titik akhir titrasi tercapai. Kekeruhan pada akhir titrasi terjadi karena air dapat
bercampur seluruhnya dengan aseton, sedangkan kloroform dan air hanya
campur sebagian. Bercampurnya sebagian antara air dan kloroform ini akan
membentuk suatu lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan. Titrasi dapat
dihentikan ketika campuran zat menjadi satu fasa, penyebab kloroform larut
menjadi satu fasa dengan air karena aseton bersifat semi polar sehingga dapat
mencampurkan dua jenis larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa air bersifat polar, kloroform non polar dan aseton
semi polar. Dari percobaan yang dilakukan, semakin besar fraksi mol kloroform,
maka aseton yang dititrasi untuk membuat campuran menjadi dua fasa sedikit
juga.
Pada percobaan ini, dibutuhkan volume aseton yang semakin menurun
seiring dengan bertambahnya volume kloroform dan berkurangnya volume
akuades. Setelah mengetahui fraksi mol tiap larutan, dilakukan pendataan pada
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram. Berdasarkan perhitungan, diperoleh
sembilan titik diagram terner, dimana masing- masing titik menggambarkan
14
komposisi masing-masing zat pada setiap campuran. Tiap sudut segitiga itu
menggambarkan suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner
dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam
sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antar zat cair
tersebut. Berikut adalah gambar 4.1 yang menggambarkan sistem zat cair tiga
komponen.
Dari hasil ini, akan diolah menjadi suatu kurva atau diagram terner yaitu
suatu diagram fasa sistem zat cair tiga komponen yang digambarkan dalam suatu
segitiga sama sisi. Diagram terrner memudahkan untuk memahami bagaimana
pengaruh penambahan suatu zat terhadap kelarutan dua campuran yang tadinya
saling larut sempurna. Dari hasil pembuatan kurva kelarutan suatu cairan pada
sistem tiga komponen ini dapat diketahui bahwa aseton banyak larut dalam
kloroform, sedangkan pada akuades aseton hanya akan larut sedikit atau larut
sebagian.
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan sistem zat cair tiga komponen, digunakan larutan aseton
bersifat semi polar, akuades bersifat polar, dan kloroform bersifat non polar.
Aseton yang bersifat semi polar berfungsi untuk melarutkan kloroform yang
bersifat non polar dengan akuades yang bersifat polar. Semakin banyak volume
akuades maka semakin banyak pula volume aseton yang dibutuhkan untuk
melarutkan campuran kloroform dan akuades.
5.2 Saran
1. Sebaiknya memakai perlengkapan safety yang lengkap karena larutan
yang digunakan berbahaya.
2. Dalam pemakaian alat harus dalam keadaan yang benar-benar bersih
untuk mendapatkan data yang akurat.
3. Untuk memudahkan pembuatan diagram terner sebaiknya digunakan
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram.
16
DAFTAR PUSTAKA
PERHITUNGAN
= 1,387 gram/ml
= 0,775 gram/ml
= 1 mol
= 0,88 mol
= 0,77 mol
= 0,66 mol
= 0,55 mol
= 0,44 mol
= 0,33 mol
= 0,22 mol
= 0,11 mol
2. Aseton
= 0,02 mol
= 0,01 mol
= 0,009 mol
= 0,007 mol
= 0,005 mol
= 0,004 mol
= 0,003 mol
= 0,002 mol
= 0,001 mol
3. Chloroform
= 0,02 mol
= 0,05 mol
= 0,07 mol
= 0,09 mol
= 0,12 mol
= 0,14 mol
= 0,16 mol
= 0,19 mol
= 0,21 mol
C. Menentukan fraksi mol masing masing komponen
1. Campuran 18 ml aquades : 1,2 ml aseton : 2 ml chloroform
0,962
= 0,019
= 0,019
= 0,011
= 0,053
3. Campuran 14 ml Aquadest : 0,7 ml aseton : 6 ml chloroform
0,907
0,011
0,082
4. Campuran 12 ml aquadest : 0,5 ml aseton : 8 ml chloroform
0,872
0,009
0,119
5. Campuran 10 ml aquadest : 0,4 ml aseton : 10 ml chloroform
0,815
0,007
0,178
6. campuran 8 ml aquadest : 0,3 ml aseton : 12 ml chloroform
0,753
0,006
= 0,240
7. Campuran 6 ml aquadest : 0,2 ml aseton : 14 ml chloroform
0,669
= 0,006
0,325
8. Campuran 4 ml aquadest : 0,15 ml aseton : 16 ml chloroform
0,534
0,004
= 0,461
9. Campuran 2 ml aquadest : 0,1 ml aseton : 18 ml chloroform
0,343
0,003
0,654
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
TUGAS
a. Aseton
ρ = 0,775 g/ml
Mr = 58 g/mol
b. Aquadest
ρ = 1 g/ml
Mr = 18 g/mol
Tabel 1 Konsentrasi Tiga Komponen Dalam Fraksi Mol
Chloroform Aseton Aquadest
Fraksi Fraksi
ml Mol Fraksi Mol Ml Mol ml Mol
Mol Mol
2 0,02 0,019 1,2 0,02 0,019 18 1 0,962
4 0,05 0,053 1 0,01 0,011 16 0,88 0,936
6 0,07 0,082 0,7 0,009 0,011 14 0,77 0,907
8 0,09 0,119 0,5 0,007 0,009 12 0,66 0,872
10 0,12 0,178 0,4 0,005 0,007 10 0,55 0,815
12 0,14 0,240 0,3 0,004 0,006 8 0,44 0,753
14 0,16 0,325 0,2 0,003 0,006 6 0,33 0,669
16 0,19 0,461 0,15 0,002 0,004 4 0,22 0,534
18 0,21 0,654 0,1 0,001 0,003 2 0,11 0,343