Anda di halaman 1dari 54

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR SIMBOL …..

………..viii
ABSTRAK ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Percobaan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesetimbangan 3
2.2 Prinsip Kesetimbangan Dalam Industri 17
2.3 Reaksi Esterifikasi 18
2.4 Katalis 20
2.5 Asam Asetat 22
2.6 Asam Sulfat 26
2.7 Teori Asam Basa 28
2.8 Reaksi Penetralan 30
2.9 Titrasi 31
BAB III PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat 38
3.2 Bahan 39
3.3 Cara Kerja 40
3.4 Diagram Alir 41
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

1
4.1 Hasil Perhitungan 42

4.2 Hasil Pembahasan 43


BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN
LAMPIRAN B PERHITUNGAN

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat Asam-Basa.....................................................................29


Tabel 2. Hasil Perhitungan Asam Asetat dan Etanol dengan
Perbandingan 1:3....................................................................42
Tabel 3. Hasil pengamatan asam asetat dengan etanol........................LAMP A-1

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Labu Leher Tiga 1000 mL 38


Gambar 2. Hot Plate.… 38
Gambar 3. Termometer..…38
Gambar 4. Bulb 38
Gambar 5. Corong 38
Gambar 6. Labu Ukur 250 mL dan 500 mL 38
Gambar 7. Pendingin Balik38
Gambar 8. Stirrer 38
Gambar 9. Buret 50 mL 38
Gambar 10. Gelas Ukur 250 mL 39
Gambar 11. Pipet Skala 10 mL 39
Gambar 12. Statif ..............................................................................................39
Gambar 13. Erlenmeyer 250 mL.......................................................................39
Gambar 14. Mangkuk Alumunium 39
Gambar 15. Spatula............................................................................................39
Gambar 16. Gelas Piala 100 mL dan 500 mL....................................................39
Gambar 17. Botol Semprot................................................................................39
Gambar 18. Neraca Analitik..............................................................................39
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Waktu (Menit) dan Konversi Reaksi
Esterifikasi Asam Asetat dan Etanol..............................................42

4
DAFTAR SIMBOL

t = Waktu (s)
% = Konsentrasi Larutan (%)
BE = Berat Ekivalen (gr/eq)
Bj = Berat Jenis (g/mL)
BM = Berat Molekul (g/mol)
Kc = Tetapan Kesetimbangan
Kp = Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial
M = Molaritas (mol/L)
N = Normalitas (eq/L)
Qc = Kuotion Reaksi
V = Volume larutan (mL)
W = Massa Zat (gr)

5
DAFTAR SIMBOL

% = Konsentrasi Larutan (%)


BE = Berat Ekivalen (gr/eq)
Bj = Berat Jenis (g/mL)
BM = Berat Molekul (g/mol)
Kc = Tetapan Kesetimbangan
Kp = Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial
M = Molaritas (mol/L)
N = Normalitas (eq/L)
Qc = Kuotion Reaksi
V = Volume larutan (mL)
W = Massa Zat (gr)
t = Waktu (s)

6
DAFTAR SIMBOL

% = Konsentrasi Larutan (%)


BE = Berat Ekivalen (gr/eq)
Bj = Berat Jenis (g/mL)
BM = Berat Molekul (g/mol)
Kc = Tetapan Kesetimbangan
Kp = Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial
M = Molaritas (mol/L)
N = Normalitas (eq/L)
Qc = Kuotion Reaksi
t = Waktu (s)
V = Volume larutan (mL)
W = Massa Zat (gr)

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesetimbangan kimia menjelaskan keadaan di mana laju reaksi maju dan
laju reaksi balik sama besar dan dimana konsentrasi reaktan dan produk tetap
tidak berubah seiring berjalannya waktu. Keadaan kesetimbangan dinamika ini
ditandai dari hanya adanya satu konstanta kesetimbangan. Bergantung pada
jenis spesi yang bereaksi, konstanta kesetimbangan dapat dinyatakan dalam
molaritas (untuk larutan) atau tekanan parsial (untuk gas). Konstanta
kesetimbangan memberi informasi tentang arah akhir dari suatu reaksi
reversible dan konsentrasi-konsentrasi dari campuran kesetimbangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia, perubahan
konsentrasi dapat mempengaruhi posisi keadaan kesetimbangan atau lebih
tepatnya, jumlah relative reaktan dan produk. Perubahan tekanan dan volume
mungkin dapat memberikan pengaruh yang sama terhadap sistem gas pada
kesetimbangan. Hanya perubahan suhu yang dapat mengubah nilai konstanta
kesetimbangan. Katalis dapat mempercepat tercapainya keadaan
kesetimbangan dengan mempercepat reaksi maju dan reaksi balik, tetapi
katalis tidak dapat mengubah posisi kesetimbangan atau konstanta
kesetimbangan.
Pada reaksi yang berlangsung bolak balik, ada saat dimana laju
terbentuknya produk sama dengan laju terurainya kembali produk menjadi
reaktan. Keadaan reaksi dengan laju reaksi maju ke kanan sama dengan laju
reaksi baliknya ke kiri dinamakan keadaan setimbang. Reaksi yang berada
dalam keadaan setimbang disebut sistem kesetimbangan (Ramos, 2017).
Esterifikasi adalah reaksi ionik antara asam karboksilat dan alkohol yang
dimana terjadi reaksi adisi dan penataan ulang eliminasi yang menghasilkan
ester. Ester merupakan sebuah hidrokarbon yang diturunkan dari asam
karboksilat. Reaksi esterifikasi merupakan suatu hasil reaksi asam karboksilat
dengan alcohol akan menghasilkan ester (Sari, Helwani dan Rionaldo, 2015).

8
1.2 Batasan Masalah
Pembuatan senyawa ester dengan menggunakan bahan baku asam asetat
(CH3COOH) 96% sebanyak 50 mL dengan etanol (C2H5OH) 96% sebanyak
153 mL (1:3) dengan larutan katalisator asam sulfat (H2SO4) 97% sebanyak
5 mL dengan suhu reaksi dipertahankan pada suhu 60-70ºC.

1.3 Tujuan Percobaan


1.3.1 Menentukan konversi kesetimbangan reaksi esterifikasi asam asetat
(CH3COOH) dengan etanol (C2H5OH).
1.3.2 Menentukan nilai kc.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesetimbangan
Apabila air dalam sebuah tempat tertutup (sistem tertutup atau pada suhu
kamar) dipanaskan, Beberapa molekul air pada permukaan akan bergerak
cukup cepat untuk lepas dari cairan dan menguap. Apabila air berada dalam
ruang terbuka, tidak mungkin molekul air akan kembali lagi, sehingga uap
yang terbentuk akan habis. Namun, jika air berada pada suatu tempat tertutup,
maka akan terdapat perbedaan. Uap yang terbentuk tidak dapat melepaskan
diri dan akan bertabrakan dengan air-air di permukaan dan akan kembali pada
cairan (dengan kata lain mengembun). Pada awalnya kecepatan
pengembunan rendah, saat terdapat sedikit molekul dalam uap. Penguapan
akan berlanjut dengan kecepatan yang lebih besar daripada pengembunan.
Oleh karena itu, volume air akan menyusut dan molekul-molekul uap
akan bertambah. Bertambahnya molekul-molekul uap mengakibatkan
molekul-molekul tersebut saling bertabrakan, dan bergabung dengan cairan.
Pada akhirnya, kecepatan penguapan dan pengembunan akan sama. Keadaan
di mana reaksi berlangsung terus-menerus dan kecepatan membentuk zat
produk sama dengan kecepatan menguraikan zat pereaksi disebut
kesetimbangan dinamik. Reaksi kimia dimana zat-zat produk dapat kembali
menjadi zat-zat semula disebut reaksi reversible (Utami et al., 2009).
Tetapan kesetimbangan adalah perbandingan dari perkalian konsentrasi
zat-zat hasil reaksi dengan zat-zat pereaksi di mana tiap konsentrasi
dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Karena suatu konsentrasi zat yang
memengaruhi suatu laju reaksi hanya terdapat dari zat-zat yang homogen (gas
atau larutan) saja. Maka yang berpengaruh dalam suatu rumus tetapan
kesetimbangan juga hanya zat-zat yang berupa gas atau larutan yang
homogen saja. Pada umumnya suatu reaksi kimia yang berlangsung secara
spontan akan tetap terus berlangsung sampai dicapainya sebuah keadaan yang
dinamakan dengan suatu kesetimbangan yang dinamis (Nasrudin, 2004).

10
Berbagai hasil percobaan menunjukkan bahwa dalam suatu reaks kimia,
perubahan reaktan menjadi produk pada umumnya tidak sempurna, meskipun
reaksi dilakukan dalam waktu yang relatif lama. Kemudian setelah reaksi
berlangsung konsentrasi akan semakin berkurang sampai akhirnya menjadi
konstan. Keadaan kesetimbangan dinamis akan dicapai apabila dua proses
yang berlawanan arah berlangsung dengan laju reaksi yang sama dan
konsentrasi tidak lagi mengalami perubahan atau tidak ada gangguan dari luar
dan memiliki reaksi. Reaksi dapat balik dapat berlangsung dalam dua arah,
artinya zat-zat hasil reaksi dapat saling bereaksi untuk membentuk suatu zat
pereaksi kembali (Nasrudin, 2004).
Hukum kesetimbangan yaitu apabila suatu reaksi dalam keadaan
setimbang, maka hasil kali konsentrasi zat hasil reaksi dipangkatkan
koefisiennya dibagi dengan hasil kali konsentrasi zat-zat pereaksi
dipangkatkan koefisiennya akan mempunyai harga yang tetap. Tetapan
kesetimbangan bagi suatu reaksi adalah khas untuk suatu reaksi dan harganya
akan tetap pada suhu tertentu. Artinya, reaksi akan mempunyai tetapan
kesetimbangan yang cenderung tidak akan sama dengan suatu reaksi yang
lainnya meskipun suhunya akan sama, dan untuk reaksi yang sama harga K
akan berubah apabila suhunya mengalami perubahan (Azizah, 2016).
Keadaan setimbang adalah keadaan di mana laju reaksi pembentukan
produk atau laju reaksi maju sama dengan laju pembetukan reaktannya atau
reaksi balik. Walaupun secara makroskopis tidak dapat diamati, namun
Secara mikroskopis keadaan setimbang menunjukkan reaksi maju dan reaksi
balik memiliki kecepatan yang sama.
2.1.1 Reaksi Irreversible dan reversible
Berdasarkan arahnya, reaksi dapat dibedakan menjadi reaksi
berkesudahan irreversible reaksi satu arah dan reaksi dapat balik
reversibel reaksi dua arah. Pada reaksi berkesudahan, hasil reaksi tidak
dapat diubah lagi menjadi zat pereaksi.

11
Reaksi kimia secara garis besar ada 2 macam, yaitu:
a. Reaksi berkesudahan (irreversible)
Reaksi berkesudahan (irreversible) adalah reaksi yang hanya
berlangsung dalam satu arah.
Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
b. Reaksi Dapat Balik (reversible)
Reaksi dapat balik (reversible) adalah reaksi yang dapat
berlangsung dua arah, jika suatu reaksi dapat balik berlangsung
dalam sistem tertutup dan suhu tetap, maka sistem mencapai
kesetimbangan (Harnanto dan Ruminten, 2013).
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)⇄ 2SO3(g)
2.1.2 Keadaan Setimbang
Meskipun sebagian besar reaksi bersifat reversibel, akan tetapi
tidak semua reaksi dapat balik bisa menjadi reaksi setimbang. Agar
suatu reaksi dapat mencapai kondisi setimbang, diperlukan beberapa
syarat, antara lain:
a. Berupa reaksi bolak-balik
Ketika suatu reaksi kimia berlangsung, laju reaksi dan
konsentrasi pereaksipun berkurang. Beberapa waktu kemudian
reaksi dapat berkesudahan, artinya semua pereaksi habis bereaksi.
Namun banyak reaksi tidak berkesudahan dan pada seperangkat
kondisi tertentu, konsentrasi pereaksi dan produk reaksi menjadi
tetap. Reaksi yang demikian disebut reaksi reversible dan
mencapai kesetimbangan.
Pada reaksi semacam ini produk reaksi yang terjadi akan
bereaksi membentuk kembali pereaksi. Ketika reaksi berlangsung
laju reaksi kedepan (ke kanan), sedangkan laju reaksi sebaliknya
kebelakang (kekiri) bertambah, sebab konsentrasi pereaksi
berkurang dan konsentrasi produk reaksi semakin bertambah.
Pada umumnya suatu reaksi kimia yang berlangsung spontan akan
terus berlangsung sampai dengan dicapainya keadaan
kesetimbangan dinamis tersebut (Nasrudin, 2004).

12
Berbagai hasil percobaan menunjukkan bahwa dalam suatu
reaksi kimia, perubahan reaktan menjadi produk pada umumnya
tidak meskipun reaksi dilakukan dalam waktu yang relatif lama.
Umumnya pada permulaan reaksi berlangsung, reaktan
mempunyai laju reaksi tertentu. Kemudian setelah reaksi
berlangsung konsentrasi akan berkurang sampai akhirnya menjadi
konstan.
Keadaan kesetimbangan dinamis akan dicapai apabila dua
proses yang berlawanan arah berlangsung dengan laju reaksi yang
sama dan konsentrasi tidak lagi mengalami perubahan atau tidak
ada gangguan dari luar. Perhatikanlah kertas yang terbakar.
Reaksi seperi itu kita golongkan sebagai reaksi yang berlangsung
searah atau reaksi yang tidak dapat balik (irreversible). Dalam
kehidupan sehari-hari sulit menemukan reaksi yang dapat balik.
Proses-proses alami umumnya berlangsung searah, tidak
dapat balik. Namun, di laboratorium maupun dalam proses
industri, banyak reaksi yang dapat balik. Reaksi yang dapat balik
kita sebut reaksi reversible.
Dua diantaranya kita sebutkan dalam contoh di bawah ini:
Jika campuran gas nitrogen dan hidrogen dipanaskan akan
menghasilkan amonia, dengan reaksi:
N2(g) + 3H2(g) →2NH3(g)
Sebaliknya, jika amonia (NH3) dipanaskan akan terurai
membentuk nitrogen dan hidrogen, dengan reaksi:
2NH3(g)→N2(g) + 3H2(g)
Apabila diperhatikan ternyata reaksi pertama merupakan
kebalikan dari reaksi kedua. Kedua reaksi itu dapat digabung
sebagai berikut :
N2(g) + 3H2(g)→ 2NH3(g)

13
Tanda dimaksudkan untuk menyatakan reaksi dapat balik.
Reaksi ke kanan disebut reaksi maju, reaksi ke kiri disebut reaksi
balik (Nasrudin, 2004).
Suatu reaksi dapat menjadi reaksi kesetimbangan jika reaksi
baliknya dapat dengan mudah terjadi secara bersamaan.
Terkadang kita memerlukan adanya pengaruh dari luar agar suatu
reaksi menjadi dapat balik. Pada umumnya, reaksi-reaksi
homogen (reaksi yang fasa-fasa pereaksi dan hasil reaksinya
sama) akan lebih mudah berlangsung bolak balik dibandingkan
dengan reaksi yang heterogen (hanya dapat berlangsung bolak
balik pada suhu tinggi).
Reaksi dapat diibedakan menjadi dua macam yaitu
reaksikesetimbangan homogen dan reaksi kesetimbangan
heterogen. Reaksi kesetimbangan homogen merupakan reaksi
kesetimbangan dimana semua fasa senyawa yang bereaksi sama.
Contoh :
1. N2(g) + 3H2(g) ⇆ 2NH3(g)
2. H2O(l) ⇆ H+(aq) + OH-(aq)
3. CH3COOH(aq) ⇆ CH3COO-(aq) + H+(aq)
Sedangkan reaksi kesetimbangan dimana reaktan dan produk
yang berbeda fasa.
Contoh :
1. CaCO3(s) ⇆ CaO(s) + CO3(g)
2. Ag2CrO4(s) ⇆ Ag2+(aq) + CrO42-(aq)
3. 2C(s) + O2(g) ⇆ 2CO(g)
4. 2NaHCO3(s) ⇆ Na2CO3(s) + CO2(g) + H2O(g) (Nasrudin, 2004).
b. Bersifat Dinamis
Suatu reaksi kesetimbangan tidaklah statis, melainkan
bersifat dinamis. Artinya, secara makroskopis reaksi berlangsung
terus menerus dalam dua arah dengan laju yang sama. Karena laju

14
pembentukan zat ke ruas kanan sama dengan laju pembentukan
zat ke ruas kiri, maka pada keadaan setimbang jumlah
masingmasing zat tidak lagi berubah, sehingga reaksi tersebut
dianggap telah selesai. Berlangsungnya suatu reaksi secara
makroskopis dapat dilihat dari perubahan suhu, tekanan,
konsentrasi, atau warnanya, sementara perubahan dalam skala
mikroskopis atau molekul tidak dapat teramati.
Ciri-ciri kesetimbangan dinamis adalah:
1. Reaksi berlangsung terus-menerus dengan arah yang
berlawanan.
2. Terjadi pada ruang tertutup, suhu, dan tekanan tetap.
3. Kecepatan reaksi ke arah produk (hasil reaksi) sama dengan
kecepatan reaksi ke arah reaktan (zat-zat pereaksi).
4. Tidak terjadi perubahan makroskopis, yaitu perubahan yang
dapat dilihat, tetapi terjadi perubahan mikroskopis, yaitu
perubahan tingkat partikel (tidak dapat dilihat).
5. Setiap komponen tetap ada (Utami et al., 2009).

c. Dilakukan Dalam Sistem Tertutup


Kesetimbangan kimia hanya dapat berlangsung dalam sistem
tertutup. Sistem tertutup adalah suatu sistem reaksi dimana baik
zat-zat yang bereaksi maupun zat-zat hasil reaksi tidak ada yang
meninggalkan sistem. Reaksi antara timbal (II) sulfat dengan
larutan natrium iodida tidak mungkin berlangsung bolak balik
jika timbal (II) iodida yang terbentuk pada reaksi tersebut dibuang
atau dihilangkan dari system (Permana, 2009). Menurut Cato
Guldberg dan Waage, pada suhu tetap, harga tetapan
kesetimbangan akan tetap. Hukum Cato Guldberg dan Waage
berbunyi: “Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka
hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali
konsentrasi pereaksi yang sisa di mana masing-masing

15
konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah
tetap.”
2.1.3 Hukum Kesetimbangan
Pada tahun 1864 Cato Maximillian Gulberg dan Peter Wage
menemukan adanya suatu hubungan yang tetap antara konsentrasi
komponen dalam kesetimbangan. Hubungan yang tetap ini disebut
dengan hukum kesetimbangan atau hukum aksi massa. Percobaan
dilakukan pada suhu tetap, yaitu 673 K dengan konsentrasi awal
pereaksi yang bervariasi.
Kita dapat melihat bahwa konsentrasi pada kesetimbangan ini
selalu berubah bergantung pada konsentrasi awal dari zat yang
direaksikan. Namun, bila hasil kali konsentrasi setimbang dari zat di
ruas kanan dibagi dengan hasil kali konsentrasi setimbang dari zat di
ruas kiri, maka hasilnya masing-masing dipangkatkan dengan
koefisien reaksinya, menghasilkan harga yang tetap, yaitu sekitar
0.0509. Besaran ini disebut tetapan kesetimbangan yang dinyatakan
dengan lambang Kc (Utami et al., 2009).
Hukum kesetimbangan:
“Hasil kali konsentrasi setimbang zat di ruas kanan dibagi dengan
hasil kali konsentrasi setimbang zat di ruas kiri, masing-masing
dipangkatkan dengan koefisien reaksinya, mempunyai harga tetap
pada suhu tetap.”
2.1.4 Persamaan Tetapan Kesetimbangan
Secara umum, persamaan tetapan kesetimbangan untuk reaksi:
mA + nB pC + qD adalah:

[C] p D q
Kc = ……………………………………………………….(2.1)
A m Bn
Karena konsentrasi zat dinyatakan dalam satuan molar (M), maka
satuan Kc adalah:

16
Kc = M (p+q) – (m+n)…………………………………………….(2.2)
2.1.5 Menentukan Kc untuk Reaksi Kesetimbangan Homogen
Reaksi kesetimbangan homogen merupakan reaksi kesetimbangan
yang terdiri dari zat-zat yang wujudnya sama, yaitu berupa gas seperti
pada reaksi kesetimbangan 2H2(g) + O2(g) 2H2O(g)
Maka harga Kc:
[ H2 O]2
Kc = ………………………………………………………..
[ H2 ]2 [ O2 ]
(2.3)
2.1.6 Menentukan Kc untuk Reaksi Kesetimbangan Heterogen
Reaksi kesetimbangan heterogen merupakan reaksi
kesetimbangan yang terdiri dari zat-zat yang berbeda wujudnya.
Wujud zat tersebut bias berupa padat (s), gas (g), cair (l), dan larutan
(aq).
2.1.7 Hubungan Kc dengan Persamaan Kimia Yang Setara
Persamaan reaksi setara yang dimaksud adalah beberapa
persamaan reaksi kesetimbangan yang berasal dari satu persamaan
reaksi kesetimbangan. Beberapa persamaan reaksi kesetimbangan
tersebut diperoleh dengan mengalikan atau membalikan persamaan
reaksi kesetimbangan tertentu dengan suatu bilangan. Berikut ini
adalah beberapa hal penting mengenai tetapan kesetimbangan (K):
a. Harga K Dipengaruhi oleh Suhu
Apabila suhu tetap, maka harga K tetap. Jika suhu berubah,
maka harga K juga akan berubah.
1. Pada reaksi endoterm, K berbanding lurus dengan suhu
2. Pada reaksi eksoterm, K berbanding terbalik dengan suhu
b. Harga K merupakan ukuran seberapa banyak produk yang
terbentuk pada kondisi setimbang

17
1. Jika K > 1, maka hasil reaksi pada kesetimbangan lebih
banyak daripada pereaksi
2. Jika K < 1, maka hasil reaksi pada kesetimbangan lebih
sedikit daripada pereaksi (Permana, 2009).
c. Setiap reaksi kesetimbangan mempunyai harga tertentu, yang
dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.
1. Jika reaksi dibalik K menjadi 1/K
2. Jika reaksi dibagi x K menjadi
3. Jika reaksi dikali x K menjadi KxX√ K
4. Jika beberapa reaksi dijumlahkan, semua harga K harus
dikalikan
2.1.8 Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial (Kp)
Tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas selain
dapat dinyatakan berdasarkan konsentrasi, juga dapat dinyatakan
berdasarkan tekanan parsial gas. Tetapan kesetimbangan yang
berdasarkan tekanan parsial gas disebut tetapan kesetimbangan
tekanan parsial gas atau dinyatakan dengan Kp.
2.1.9 Tetapan kesetimbangan parsial gas (Kp) untuk reaksi kesetimbangan
heterogen
Sama halnya dengan reaksi kesetimbangan (Kc) heterogen, reaksi
kesetimbangan heterogen parsial gas (Kp) juga merupakan reaksi
kesetimbangan yang terdiri dari zat-zat yang berbeda wujudnya.
Ketentuan perhitungan tetapan kesetimbangannya (Kp) sama dengan
Kc, yaitu hanya gas (g), dan larutan (aq) yang dimasukkan sedangkan
padat (s) dan cairan (l) tidak dimasukkan (Permana, 2009).
2.1.10 Arti Tetapan Kesetimbangan
a. Memberi Petunjuk Tentang Posisi Kesetimbangan
Pada tetapan kesetimbangan, Kc dan Kp merupakan
perbandingan konsentrasi atau tekanan parsial dari zat hasil reaksi

18
(ruas kanan) dengan zat pereaksi (ruas kiri) dalam keadaan
setimbang.
1. Jika nilai Kc dan Kp sangat besar, menunjukkan bahwa
reaksi ke kanan berlangsung sempurna atau hampir
sempurna. Jika nilai Kc dan Kp sangat kecil, menunjukkan
bahwa reaksi ke kanan tidak berlangsung sempurna atau
reaksinya hanya sedikit.
2. Meramalkan arah reaksi, apabila ke dalam persamaan tetapan
kesetimbangan, zat-zat hasil reaksi dan zat-zat pereaksi yang
dimasukkan bukan merupakan keadaan setimbang, maka
harga yang diperoleh disebut kuotion reaksi (Qc). Kuotion
reaksi merupakan perbandingan konsentrasi-konsentrasi yang
bentuknya sama dengan persamaan Kc.
Ketentuannya:
a). Jika Qc < Kc, berarti reaksi akan berlangsung dari kiri ke
kanan sampai dengan tercapai keadaan setimbang
b). Jika Qc > Kc, berarti reaksi akan berlangsung dari kanan
ke kiri sampai dengantercapai keadaan setimbang
c). Jika Qc = Kc, berarti reaksi berada dalam keadaan
setimbang (Permana, 2009).
Jika pada sistem kesetimbangan diberikan aksi, maka sistem akan
berubah sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi tadi diupayakan sekecil
mungkin.
Aksi-aksi yang dapat mempengaruhi terjadinya pergeseraan
kesetimbangan antara lain perubahan konsentrasi, perubahan volume,
perubahan tekanan, perubahan jumlah mol, perubahan temperatur, dan
katalisator. Untuk memahami terjadinya pergeseran kesetimbangan, maka
perhatikan persamaan reaksi berikut:
H2(g) + I2(g) ⇆ 2HI(g)

19
Dengan Kc = 54,3 pada 43oC. Misalnya kita masukkan 0,243 mol H2,
0,146 mol I2 dan 1,98 mol HI dalam satu liter tangki. Dengan memasukkan
konsentrasi awal didapat:
[HI]20 (1,98)2
=
[ H2 ]❑ ❑
0 [ I2 ]0 (0,243)(0.146)
= 111
[HI]20
Karena didapat hasil ❑ yang lebih besar dari pada Kc maka
[ H2 ]❑
0 [ I2 ]0

sistem tidak dalam keadaan setimbang. sehingga untuk mencapai


kesetimbangan reaksi akan bergeser dari kanan ke kiri. Jumlah yang didapat

[HI]20
dengan membagi konsentrasi awal seperti tersebut diatas, ❑,
[ H2 ]❑
0 [ I2 ]0

disebut dengan Qc.


Apabila zat pada ruas kiri dan ruas kanan dari suatu reaksi
kesetimbangan dicampurkan dalam suatu wadah reaksi maka sangat mungkin
bahwa campuran tidak setimbang. Reaksi harus berlangsung ke kanan atau ke
kiri sampai mencapai kesetimbangan. Dalam hal seperti ini, arah reaksi dapat
ditentukan dengan memeriksa nilai kuotion reaksi (Qc). Kuotion reaksi
adalah nisbah konsentrasi yang bentuknya sama dengan persamaan Kc.
Untuk menentukan arah reaksi dalam mencapai kesetimbangan kita
dapat membandingkan nilai Qc dan Kc.
Jika Qc < Kc berarti reaksi bersih berlangsung ke kanan sampai Qc = Kc.
Jika Qc > Kc berarti reaksi bersih berlangsung ke kiri sampai Qc = Kc.
Jika Qc = Kc berarti campuran seimbang (Nasrudin, 2004).
Penggundulan hutan karena pohon-pohon ditebang untuk diambil
kayunya atau membuka lahan untuk ladang. Tidak ada simpanan air tanah.
Siklus air menjadi terganggu, sehingga sistem kesetimbangan air di alam juga
akan terganggu. Kalau ada pengaruh dari luar, sistem kesetimbangan akan
mengadakan aksi untuk mengurangi pengaruh atau gangguan tersebut.

20
Secara mikroskopik sistem kesetimbangan umumnya peka terhadap
gangguan dari lingkungan. Andaikan sistem yang kita perhatikan adalah
kesetimbangan air-uap, air dalam silinder. Jika volume sistem diperbesar
(tekanan dikurangi) maka sistem berupaya mengadakan perubahan
sedemikian rupa sehingga mengembalikan tekanan ke keadaan semula, yakni
dengan menambah jumlah molekul yang pindah ke fasa uap. Setelah
kesetimbangan baru dicapai lagi, air akan lebih sedikit dan uap air terdapat
lebih banyak daripada keadaan kesetimbangan pertama tadi (Nasrudin, 2004).
Jika kesetimbangan itu ditulis dalam persamaan reaksi:
H2O (l) H2O (g)
Maka kesetimbangan dapat dinyatakan “ bergeser ke kanan “Pergeseran
kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh faktor luar seperti suhu, tekanan, dan
konsentrasi dengan pengaruh dari berbagai faktor kesetimbangan.
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g) H = -92,2 kJ;
Bergeser ke kiri ketika suhunya dinaikkan, tetapi bergeser ke kanan
ketika tekanannya diperbesar. Henri Louis Le Chatelier berhasil
menyimpulkan pengaruh faktor luar tehadap kesetimbangan dalam suatu azas
yang dikenal dengan azas Le Chatelier sebagai berikut:
“Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi),
maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi
pengaruh aksi tersebut.”
Azas Le Chatelier dapat dinyatakan sebagai Reaksi = - Aksi. Artinya,
bila pada sistem kesetimbangan dinamik terdapat gangguan dari luar
sehingga kesetimbangan dalam keadaan terganggu atau rusak maka sistem
akan berubah sedemikian rupa sehingga gangguan itu berkurang dan bila
mungkin akan kembali ke keadaan setimbang lagi. Cara sistem bereaksi
adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan (Nasrudin, 2004).
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan
kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu

21
dikenal dengan pergeseran kesetimbangan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pergeseran kesetimbangan adalah:
2.1.11 Perubahan Konsentrasi Salah Satu Zat
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah
satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang
berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu
zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat
tersebut. Bila suatu zat diencerkan dengan menambahkan air pada
sistemnya, maka kesetimbangan akan bergeser pada jumlah molekul
terbanyak atau mol terbesar (Utami et al., 2009).
Jika salah satu konsentrasi zat diperbesar, reaksi akan bergeser
dari arah zat tersebut. Jika salah satu konsentrasi zat diperkecil, reaksi
akan bergeser ke arah zat tersebut (Permana, 2009).
2.1.12 Perubahan Volume atau Tekanan
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang
menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan
tekanan), maka dalam system akan mengadakan reaksi berupa
pergeseran kesetimbangan. Jika tekanan diperbesar (volume
diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah
koefisien reaksi kecil atau jumlah mol gas. Jika tekanan diperkecil
(volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
jumlah koefisien reaksi besar atau jumlah mol gas (Utami et al., 2009).
Contoh:
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g)
jumlah koefisien reaksi di kanan = 2
jumlah koefisien reaksi di kiri = 1 + 3 = 4
2.1.13 Perubahan Suhu
Menurut Van’t Hoff bila pada sistem kesetimbangan suhu
dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang
membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm). Bila pada sistem

22
kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan
bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).
Contoh:
2NO(g) + O2(g) ⇄ 2NO2(g) ΔH = –216 kJ
(reaksi ke kanan eksoterm)
Jika pada reaksi kesetimbangan tersebut suhunya akan dinaikkan,
maka kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri atau ke arah endoterm
yang membutuhkan suatu kalor. Jika pada reaksi suatu kesetimbangan
tersebut suhunya akan diturunkan, maka nilai kesetimbangannya akan
bergeser ke arah kanan atau ke arah eksoterm (Utami et al., 2009).
2.1.14 Pengaruh Katalisator terhadap Kesetimbangan
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah
mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak
kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap). Hal ini
disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama
besar (Utami et al., 2009). Reaksi kimia dikelompokkan menjadi
reaksi satu arah dan reaksi dua arah. Reaksi satu arah adalah reaksi
kimia yang hasil reaksinya tidak dapat berubah kembali menjadi
pereaksinya.
Contohnya, reaksi pembentukan gas karbon dioksida yang
dihasilkan dari reaksi antara karbon dan oksigen. Adapun reaksi dua
arah merupakan kebalikan dari reaksi satu arah. Pada reaksi dua arah,
hasil reaksinya dapat berubah kembali menjadi pereaksinya. Reaksi
dua arah disebut juga reaksi bolak balik, reaksi dapat balik atau reaksi
kesetimbangan karena membentuk suatu kesetimbangan. Contohnya,
reaksi pembentukan terumbu karang yang dihasilkan dari reaksi antara
ion kalsium dan gas karbon dioksida. Terumbu karang yang terbentuk
dapat larut kembali menjadi ion kalsium dan gas karbon dioksida.
Pada reaksi kesetimbangan dikenal istilah reaksi ke kanan (reaksi

23
maju) dan reaksi ke kiri (reaksi balik). Reaksi mencapai
kesetimbangan suatu reaksi kimia mencapai kesetimbangan jika dua
proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama. Artinya, laju
reaksi ke kanan sama dengan laju reaksi ke kiri sehingga tidak terjadi
lagi perubahan bersih dalam sistem pada kesetimbangan. Pada suatu
kesetimbangan kimia, ikatan-ikatan akan terputus atau terbentuk
seiring dengan maju mundurnya ataom-atom di antara molekul reaktan
pada produk. Jika konsentrasi awal reaktan besar, tumbukan antara
molekul-molekulnya akan membentuk suatu molekul-molekul produk.
Sesudah konsentrasi produk tersebut cukup banyak, reaksi
kebalikannya (pembentukan “reakstan” dari “produk”) mulai
berlangsung. Saat mendekati keadaan kesetimbangan, kecepatan reaksi
ke kanan dan ke kiri akan sama dan praktis tidak terjadi lagi perubahan
konsentrasi dari reaktan atau produk. Pada keadaan setimbang tidak
ada perubahan yang dapat diamati atau diukur sehingga tidak ada
perubahan makroskopi (Ramos, 2017).

2.2 Prinsip Kesetimbangan Dalam Industri


Reaksi kesetimbangan dalam dunia industri sangat diperlukan. Untuk
menghasilkan produk yang cukup banyak, maka suatu reaksi kesetimbangan
harus bergeser ke arah kanan (produk). Supaya reaksi kesetimbangan
bergeser ke arah kanan, maka faktor konsentrasi, suhu, tekanan gas, dan
katalisator sangat diperhitungkan untuk memperoleh hasil yang optimal,
cepat dan ekonomis.
2.2.1 Pembuatan amonia dengan proses Haber-Bosch
Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang sangat penting
bagi kehidupan, terutama sebagai bahan pembuatan pupuk dan sebagai
pelarut yang baik untuk berbagai senyawa ionik dan senyawa polar.
Amonia dibuat berdasarkan reaksi antara gas nitrogen dengan
hidrogen. Reaksi pembuatan ammonia ini dikemukakan oleh Frizt

24
Haber dan disempurnakan oleh rekannya yakni Karl Bosch. Proses
pembuatan amonia ini disebut proses Haber-Bosch. Dalam industri,
amonia diproduksi dengan menggunakan proses Haber-Bosch yang
mereaksikan gas nitrogen dan hidrogen dengan menggunakan katalis
permukaan platina (Permana, 2009).
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3 (g) H = –92 kJ
Pada suhu biasa proses reaksi berjalan lambat sekali. Tetapi jika
suhu dinaikkan, reaksi berlangsung jauh lebih cepat. Kenaikan suhu
tersebut menyebabkan reaksi bergeser ke arah kiri (pereaksi) sehingga
mengurangi produksi amonia. Dari percobaan-percobaan yang telah
dilakukan, Haber menemukan bahwa suhu 550°C dan tekanan 250
atm akan meningkatkan hasil ammonia sebesar 10% bila katalis Pt
yang digunakan.
Dengan menggunakan katalis yang lebih baik, yaitu katalis besi
oksida yang mengandung sedikit kalium dan aluminium oksida, seperti
Al2O3, MgO, CaO, dan K2O. Untuk menghasilkan NH3 yang banyak,
maka reaksi harus bergeser ke arah kanan (hasil reaksi). Dan hal
tersebut bisa dilakukan jika tekanan yang digunakan tinggi. Tekanan
200 atm akan menghasilkan NH3 sekitar 15%, tekanan 350 atm
menghasilkan NH3 sekitar 30%, dan tekanan 1000 atm akan
menghasilkan NH3 sebanyak 40% (Permana, 2009).
2.2.2 Pembuatan Asam Sulfat dengan Proses Kontak
Salah satu cara pembuatan asam sulfat melalui proses industri
dengan produk yang cukup besar dengan proses kontak. Bahan yang
digunakan pada proses ini adalah belerang dan melalui proses berikut
dimana SO2 yang terbentuk dioksidasi di udara dengan memakai
katalisator. Dahulu dipakai serbuk platina sebagai katalis. Tetapi kini
V2O5 (vanadium penta-oksida) yang lebih murah. Menurut
kesetimbangan di atas, makin rendah suhunya makin banyak SO 3 yang
dihasilkan. Akan tetapi, sama seperti pembuatan amonia, pada suhu

25
rendah reaksi berjalan lambat. Itulah sebabnya reaksi ini tidak perlu
dilaksanakan pada tekanan tinggi.
Oleh karena gas SO3 agak sukar larut dalam air, maka SO3
dilarutkan dalam H2SO4 pekat. Jadi, pada pembuatan H2SO4
merupakan bahan yang ikut digunakan juga pada saat proses
pembuatannya tersebut oleh karena itu H2SO4 digunakan pada proses
pembuatannya juga (Goyena, 2019).

2.3 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi merupakan reaksi untuk membentuk senyawa ester. Ester
organik banyak digunakan di industri, yaitu sebagai solven, bahan parfum,
bahan aroma buatan, dan prekursor bahan-bahan farmasi. Salah satu senyawa
ester yang banyak dipakai dalam industri adalah amil asetat. Amil asetat
merupakan salah satu ester yang memiliki rumus kimia CH3COOC5H11. Ester
ini banyak digunakan sebagai solven dalam industri pembuatan selulosa
nitrat. Amil asetat dapat diproduksi dengan reaksi esterifikasi asam asetat
dengan amil alkohol.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang berjalan lambat sehingga
membutuhkan katalis untuk menunjang kecepatan reaksi. Maka dari itu
banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari kinetika reaksi, baik dengan
katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen yang biasa digunakan
dalam industri adalah asam sulfat. Ion H+ dari asam sulfat sebagai asam kuat
mendorong asam karboksilat untuk terprotonasi sehingga reaksi dapat terjadi.
Oleh karena itu, asam sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan katalis heterogen seperti resin atau zeolit.
Reaksi esterfikasi amil alkohol dengan asam asetat ini merupakan reaksi
immiscible di mana reaktan tidak saling larut sehingga produk juga tidak akan
saling larut. Pada system heterogen fase cair untuk amil alkohol dan asam
asetat, dimana asam asetat hanya akan berpindah ke fase amil alcohol transfer
massa amil alkohol fase asam asetat (Fakhry dan Rahayu, 2016).

26
2.3.1 Variabel yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi yaitu:
a. Suhu
Hal ini di karenakan sifat dari reaksi eksotermis, dan suhu
dapat mempengaruhi harga konstanta kecepatan reaksi.
b. Perbandingan zat pereaksi
Dikarenakan sifatnya yang reversible, maka salah satu
perekatan harus di buat berlebih agar optimal saat pembentukan
ester.
c. Pencampuran
Dengan adanya pengadukan pada saat pencampuran, maka
molekul-molekul pereaktan dapat mengalami tumbukan yang
lebih sering sehingga reaksi dapat berjalan secara optimal.
d. Waktu Reaksi
Jika waktu bereaksi lama maka kesempatan molekul-molekul
pertumbukan semakin tinggi.
e. Katalis
Katalis adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan
kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan
tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen. Pada akhir reaksi,
katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Adanya
katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor kinetika suatu reaksi
seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan
lain-lain. Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan
pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam
pelarut organik, seperti H2SO4, HCl, dan H3PO4 (Azizah, 2016).

2.4 Katalis
Katalis merupakan senyawa kimia yang meningkatkan laju reaksi pada
reaksi kimia tanpa katalis tersebut secara permanen terlibat didalam reaksi.
Sehingga katalis pada akhir reaksi tidak berikatan dengan senyawa reaktan

27
maupun produk yang ada. Keadaan senyawa katalis sebagai subjek pada tiap
interaksi kimia yang terjadi dengn reaktan tetapi katalis tidak berubah diakhir
reaksi. Katalis mempercepat reaksi kinetika terhadap hasil termodinamika
dengan cara memberikan jalur yang lebih mudah untuk diikuti oleh molekul
sehingga dibutuhkan energi yang tidak besar. Katalis yang mengalami
perubahan secara kimia dan fisik akan menurunkan kemampuannya sebagai
katalis secara perlahan hingga dapat menyebabkan terjadinya deaktivasi
katalis.
Fungsi katalis yaitu sebagai aktivasi, selektivitas, dan dekativasi.
Aktivasi sebagai pendorong reaksi berjalan cepat dengan memberikan jalur
alternative, katalis sebagai selektifitas yaitu selektif pada suatu reaksi
sehingga menghasilkan produk yang sesuai dan juga katalis sebagai
deaktifasi yaitu katalis digunakan sebagai penghambat laju reaksi yang
terjadi.
Katalis memiliki sisi aktif yang berperan dalam suatu proses reaksi,
peningkatan sisi aktif memiliki beberapa kelebihan seperti laju reaksi tinggi
pada semua kondisi, laju rekasi sama tetapi dengan reaktor kecil, laju reaksi
sama pada temperatur atau tekanan rendah dimana menghasilkan
kesetimbangan yang meningkat, operasi menjadi mudah, deaktifasi menjadi
berkurang ataupun selektifitas meningkat (Setiawan, 2017).
2.4.1 Klasifikasi Katalis
Katalis memiliki 3 macam klasifikai yaitu katalis homogen,
katalis heterogen, dan enzim. Perbedaan ini berdasarkan penggunaan
katalis pada suatu reaksi.
a. Katalis homogen
Katalis homogen ialah katalis yang memiliki fasa yang sama
dengan reaktan dan produk yang dihasilkan. Biasanya katalis
homogen berupa fasa cair dimana katalis dan reaktan berada
dalam suatu larutan. Katalisis terjadi dengan adanya
pengkompleksan dan pengarutan ulang antara molekul dan ligan

28
dari katalis itu sendiri. Reaksi bisa bersifat sangat spesifik, dengan
hasil produk yang tinggi. Reaksi yang terjadi dapat dengan mudah
dipelajari didalam laboratorium dengan teknik kimia
organologam.
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen yaitu berupa sistem dimana reaktan dan
katalis berada pada fasa yang berbeda, umumnya padatan katalis
yang digunakan pada reaktan berfasa cair maupun gas. Sistem
heterogen sulit untuk dipelajari di laboratorium.
c. Katalis Enzim
Enzim merupakan molekul protein dengan ukuran koloid,
terkadang pada ukuran antara homogen molekul dan heterogen
makroskopik katalis (Setiawan, 2017).
2.5 Asam Asetat
Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk
CH3COOH. Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak berwarna
dan memiliki titik beku 16,7°C.
Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi.
Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir Saccharomyces
cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob
menggunakan bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka. Menurut
Desrosier, asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang
mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti oleh
fermentasi etanol. Produk ini merupakan suatu larutan asam cuka dalam
air yang megandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang terekstrak
misal: asam buah, ester, dan garam organik yang berbeda-beda sesuai
dengan asalnya.
Cuka yang dijual mengandung paling sedikit 4% asam cuka (4 g asam
cuka per 100 ml), dalam kondisi segar dan dibuat dari buah-buahan yang

29
layak dikonsumsi. Menurut Janeta, proses pembuatan asam cuka melalui dua
tahapan proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil
hidrolisis secara anaerob menjadi etanol oleh aktivitas yeast
(Saccharomyces cerevisiae). Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob
dilakukan oleh bakteri Acetobacter aceti untuk mengoksidasi etanol
menjadi asam cuka. Penggunaan bahan dasar (bonggol pisang) dalam
pembuatan cuka harus memiliki kandungan gula yang tinggi untuk masuk ke
dalam tingkat fermentasi (Surtiyani, 2015).
2.5.1 Fermentasi Asam Cuka
Asam cuka dihasilkan melalui proses fermentasi etanol menjadi
asam cuka dengan menggunakan Acetobacter aceti. Asam cuka adalah
senyawa yang sangat penting dalam pengolahan bahan pangan baik
sebagai bumbu maupun bahan pengawet. Menurut Effendi,
fermentasi asam cuka berlangsung dalam keadaan aerob
menggunakan bakteri A.aceti dengan substrat etanol. Pertumbuhan A.
aceti optimal pada kondisi aerob.
Hal ini karena bakteri A. aceti termasuk bakteri aerob obligatif
yaitu bakteri yang tidak dapat hidup tanpa adanya oksigen. Pada
umumnya perubahan yang terjadi pada fermentasi adalah dimana
terjadi perubahan-perubahan etanol menjadi asam cuka
merupakan hasil dari aktivitas A. aceti. Ada beberapa faktor
utama yang mempengaruhi fermentasi etanol menjadi asam cuka
yaitu (Surtiyani, 2015):
a. Jumlah A. aceti
Jumlah A. aceti yang terlibat selama proses fermentasi
etanol menjadi asam cuka sangat berpengaruh terhadap
kecepatan proses fermentasi. Jumlah A. aceti yang digunakan
dalam proses fermentasi ini berkisar antara 5-15% dari
jumlah media fermentasi.

30
Berdasarkan hasil penelitian Effendi (2002), jumlah A.
aceti yang paling baik dalam proses fermentasi etanol
menjadi asam cuka adalah 10% dari volume media fermentasi.
b. pH
Proses fermentasi etanol menjadi asam cuka dapat
berjalan dengan baik pada pH optimal antara 5,4-6,3. Pada pH
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan A. aceti mengalami
kerusakan sel dan pada pH rendah A. aceti akan mengalami
inaktif, akibatnya proses fermentasi tidak akan berlangsung.
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal,
minimal dan optimal. Suhu pertumbuhan A. aceti berkisar
antara 5-42°C dan suhu optimal berkisar antara 25-30°C.
Berdasarkan hasil penelitian, suhu yang paling baik selama
proses fermentasi yaitu 25°C.
d. Udara
Fermentasi untuk menghasilkan asam cuka berlangsung
secara aerob obligatif yaitu menggunakan oksigen untuk
pertumbuhan A. aceti. Dimana A. aceti tidak akan tumbuh jika
tidak terdapat oksigen sehingga proses fermentasi tidak akan
berlangsung.
e. Nutrisi
A. aceti membutuhkan nutrisi untuk melakukan fermentasi
etanol menjadi asam cuka. Nutrisi pada media fermentasi adalah
zat-zat yang mengandung fosfor dan nitrogen seperti: super
phosphat, amonium sulfat, amonium phosphat, urea, dan
magnesium sulfat. A. aceti membutuhkan unsur C, H, O, N,
dan P dalam jumlah besar. Jika kekurangan unsur C, H, O, N,

31
dan P maka A. aceti tidak akan tumbuh dan berkembang biak
dengan baik (Surtiyani, 2015).
2.5.2 Sifat fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, berbau
menyengat, tidak berwarna, berasa asam mempunyai titik beku 16,6oC,
titik didih 118,1oC dan larut dalam alkohol, air, dan eter. Asam asetat
tidak larut dalam karbon disulfida. Asam asetat dibuat dengan
fermentasi alkohol oleh bakteri Acetobacter pembuatan dengan cara
ini biasa digunakan dalam pembuatan dalam cuka makan. Asam asetat
mempunyai rumus molekul CH3COOH dan bobot molekul 60,05.
2.5.3 Sifat Kimia
Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 % b/b dan tidak
lebih dari 37,0 %b/b C2H4O2. Asam asetat mudah menguap diudara
terbuka, mudah terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam.
Asam asetat larut dalam air dengan suhu 20oC, etanol (9,5%) pekat,
dan gliserol pekat. Asam asetat jika diencerkan tetap bereaksi asam.
Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium
hidroksida, dimana 1 mL natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05
mg CH3COOH (Goyena, 2019).
2.5.4 Manfaat Asam Cuka
Asam cuka memiliki banyak manfaat bagi kehidupan
manusia. Manfaat asam cuka yaitu:
a. Industri Makanan
Dalam industri makanan, asam cuka digunakan sebagai
pengatur keasaman, pemberi rasa asam dan aroma dalam
makanan, serta untuk menambah rasa sedap pada masakan.
b. Pereaksi Kimia
Asam cuka digunakan sebagai pereaksi kimia untuk
menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%)

32
dari asam cuka dunia digunakan sebagai bahan untuk
memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer,
VAM).
c. Industri Bahan Kimia
Asam cuka merupakan bahan yang berguna bagi
produksi bahan kimia. Asam cuka digunakan untuk
memproduksi anhidrida asetat, aspirin, dan ester.
d. Bidang kesehatan
Di bidang kesehatan, dalam konsentrasi rendah asam
cuka digunakan sebagai antiseptik, antibakteri, dan deodoran
alami yaitu zat penghilang bau. Antiseptik adalah senyawa
yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri dan jamur pada jaringan hidup.
Antibakteri adalah senyawa kimia alami yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
e. Penghilang Bau Anyir
Produksi Perikanan Asam cuka merupakan hasil
fermentasi etanol menggunakan A. aceti. Asam cuka
merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai penghilang bau
anyir pada pasca produksi (Surtiyani, 2015).

2.6 Asam Sulfat


Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara
alami di bumi karena sifatnya higroskopis. Asam sulfat terbentuk secara
alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air asam
hasil oksidasi ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam biji
sulfida, yang menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Apabila air
ditambahan asam sulfat pekat, maka akan mendidih. Jika melarutkan asam
sulfat pekat, tambahkan asam sulfat pekat itu kedalam air, bukan air yang

33
dimasukkan kedalam asam sulfat. Hal ini dilakukan karena asam sulfat
bersifat mengeringkan. Seperti reaksi berikut:
H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-
Asam sulfat merupakan zat pengering yang baik. Asam sulfat
digunakan dalam pengolahan kebanyakan buah-buah kering. Di atmosfer,
asam sulfat merupakan salah satu bahan kimia yang menyebabkan hujan
asam. Tidak mudah membayangkan bahan kimia yang sangat aktif seperti
asam sulfat ini adalah bahan kimia yang banyak dipakai dan merupakan
produk yang penting. Zat ini digunakan sebagai bahan untuk pembuatan
garam-garam sulfat dan untuk sulfonasi, namun sering digunakan karena
merupakan asam anorganik yang agak kuat dan lumayan murah.
Bahan kimia seperti asam sulfat ini sering dipakai pada industri,
namun pada produk akhir asam sulfat itu jarang muncul, asam sulfat
dipakai dalam pembuatan pupuk, plat timah, pengolahan minyak, dan
dalam pewarna tekstil (Surtiyani, 2015).
2.6.1 Sifat Senyawa Asam Sulfat
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, yang
merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat 100% dapat
dibuat namun ia akan melepaskan SO3 pada titik didihnya dan
menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% umumnya disebut
sebagai asam sulfat pekat. Asam sulfat murni berupa cairan
bening seperti minyak dan karena itu dinamakan pada dahulu kala
sebagai minyak vitriol.
Asam sulfat adalah zat pendehidrasi yang baik, digunakan
untuk mengeringkan buah-buahan. Asam sulfat bereaksi dengan
basa menghasilkan garam sulfat.
Contoh:
CuO + CH3COONa → CuSO4 + H2O

34
Reaksi antara asam sulfat dengan logam biasanya akan
menghasilkan hidrogen, hal ini karena asam pekat panas berperan
sebagai oksidator. Sehingga ketika asam panas bereaksi dengan
seng, timah, dan tembaga, akan menghasilkan garam, air dan
sulfur dioksida. Asam sulfat mudah larut dalam air dingin. Sulfat
larut dalam air dengan pembebasan banyak panas. Larut dalam
etil alkohol. Asam sulfat berbau, namun memiliki bau tersedak
ketika panas dan memiliki rasa asam. Asam sulfat juga digunakan
sebagai agen sulfonasi, sebagai dehydrator dan oksidator.
2.6.2 Bentuk Molekul
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 terdiri dari atom
H, S, dan O. Hidrogen golongan IA yang mempunyai 1 elektron
valensi, sulfur termasuk golongan VIA yang memiliki elektron
valensi 6 dan oksigen adalah golongan VIA yang mempunyai
elektron valensi 6. Sehingga bentuk molekul tetrahedral pada
asam sulfat (Surtiyani, 2015).
2.7 Teori Asam Basa
Asam dan basa merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Asam adalah suatu zat yang larutannya berasa asam,
memerahkan lakmus biru, dan menetralkan basa. Basa adalah suatu zat
yang larutannya terasa pahit, licin, membirukan lakmus merah, dan
menetralkan asam. Keduanya bersifat korosif. Teori Asam dan basa
menurut para ahli:
2.7.1 Arhenius
Asam didefinisikan sebagai zat-zat yang dapat memberikan
ion hidrogen (H⁺) atau ion hidronuim (H₃O⁺) bila dilarutkan di
dalam air. Sedangkan basa sebagai zat-zat yang dalam air
menghasilkan ion hidroksida (OH⁻).
2.7.2 Bronsted Lowry

35
Pada tahun 1923 Johanes N. Bronsted dan Thomas Lowry
mengemukakan teori asam basa yaitu asam sebagai senyawa yang
dapat memberikan proton (H⁺) kepaada senyawa lain (donor
proton). Basa merupakan senyawa yang menerima proton (H⁺)
dari senyawa lain (akseptor proton).
Dengan menggunakan konsep asam dan basa menurut
Bronsted Lowry maka dapat ditentukan suatu zat bersifat asam
atau basa dengan melihat kemampuan zat tersebut dalam serah
terima proton dalam larutan. Dalam hal ini pelarut tidak terbatas
oleh pelarut air saja. Tapi dapat berupa pelarut lain yang sering
dijumpai di laboratorium, misalnya alkohol, amonia cair, dan eter.
HCl dan CH₃COOH adalah asam karena dapat memberikan
ion H⁺ (proton) kepada H₂O. HCI dan CH₃COOH disebut donor
proton. Cl dan CH₃COO⁻ adalah basa karena dapat menerima
(proton) dari H₃O + Cl⁻ dan CH₃COO⁻ disebut akseptor proton.
Basa tersebut adalah basa konjugasi. Sementara itu, adalah asam
konjugasi, karena kelebihan proton dibanding zat asalnya.
Pasangan HCl dan CI⁻serta CH₃COOH dan CH₃COO⁻ disebut
pasangan asam basa konjugasi.
2.7.3 Lewis
Pada tahun 1923 G.N. Lewis seorang ahli kimia dari Amerika
Serikat, memperkenalkan teori asam dan basa yang tidak
melibatkan transfer proton, tetapi melibatkan penyerahan dan
penerimaan pasangan elektron bebas.
Dimana asam adalah suatu molekul atau ion yang dapat
menerima pasangan elektron, sedangkan basa adalah suatu
molekul atau ion yang dapat memberikan pasangan elektronnya.
Beberapa keunggulan asam basa Lewis:

36
a. Sama dengan teori Bronsted dan Lowry, dapat menjelaskan
sifat asam, basa dalam pelarut lain ataupun tidak mempunyai
pelarut.
b. Teori asam basa Lewis dapat menjelaskan sifat asam basa
molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas
atau yang dapat menerima pasangan elektron bebas.
Contohnya pada pembentukan senyawa komplek.
c. Dapat menerangkan sifat basa dari zat-zat organik seperti
DNA dan RNA yang mengandung atom nitrogen yang
memiliki pasangan elektron bebas.
Tabel 1. Sifat Asam-Basa
Indikator Larutan Asam Larutan Basa
Kertas Lakmus Merah Biru
Fenolftalein Tidak Berwarna Merah
Metil Merah Merah Kuning
Bromtimol Biru Kuning Biru
(Harnanto dan Ruminten, 2013).

Sebagaimana larutan elektrolit yang dibedakan atas elektrolit kuat dan


elektrolit lemah, maka asam dan basa juga dibedakan atas asam basa kuat
dan asam basa lemah. Perbedaan kekuatan larutan asam basa ini yang
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ion-ion pembawa sifat asam dan ion
pembawa sifat basa yang dihasilkan saat terionisasi.
2.7.4 Kekuatan Asam
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion H yang
dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan
banyak sedikitnya ion H⁺ yang dihasilkan, larutan asam dibedakan
menjadi dua macam sebagai berikut.

37
a. Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat
merupakan reaksi berkesudahan.
b. Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya
hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi
asam lemah merupakan reaksi kesetimbangan.
2.7.5 Kekuatan Basa
Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion
OH⁻yang dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya.
Berdasarkan banyak sedikitnya ion OH⁻ yang dihasilkan, larutan
basa juga dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.
a. Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya, dimana reaksi ionisasi basa
kuat merupakan reaksi berkesudahan.
b. Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya
sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya, reaksi ionisasi basa
lemah merupakan reaksi kesetimbangan (Utami et al., 2009).

2.8 Reaksi Penetralan


Jika larutan sama dan basa dicampur, maka ion H⁺ dari asam dan ion

OH⁻ dari basa akan bergabung molekul air, sedangkan anion dari asam dan
kation dari basa akan berikatan membentuk senyawa garam. Karena hasSil
reaksi antara asam dengan basa membentuk air yang bersifat netral, maka
reaksi tersebut disebut reaksi penetralan. Tetapi karena reaksi tersebut juga
menghasilkan garam, maka reaksi tersebut juga sering dikenal dengan

sebutan reaksi penggaraman yaitu: Asam + Basa → Garam + Air.


Contoh:
HCl + NaOH → NaCl +H₂O
H₂SO₄ + NH₄OH → (NH₄)₂SO₄ + 2H₂O
CH₃COOH + Ba(OH)₂ → (CH₃COOH)2Ba + 2H₂O

38
Walaupun reaksi asam basa yang disebut reaksi penetralan, tetapi hasil
reaksi itu (garam) tidak selalu bersifat netral, melainkan tergantung pada
kekuatan asam basa yang membentuknya.Jika larutan asam dan basa
dicampur, maka sifat garam yang terbentuk ada tiga kemungkinan, yaitu:
Jika asam kuat + basa kuat → garam (netral)

Jika asam kuat + basa lemah → garam (asam)

Garam yang netral berasal dari suatu asam lemah + basa kuat → garam
(basa) (Utami et al., 2009).

2.9 Titrasi
Titrasi adalah penambahan larutan baku (larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain dengan bantuan
indikator sampai tercapai titik ekuivalen. Dalam titrasi dikenal istilah
voluentri. Dimana voluentrik adalah suatu cara analisis yang berdasarkan
pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti
(titran/penitar/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang
akan ditetapkan kadarnya.
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan
penitar diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai
tercapai titik akhir, berdasarkan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan
titrasi, maka titrasi dapat dibagi dalam beberapa bagian:
2.9.1. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan analisis kuantitatif untuk
menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan
ditentukan molaritasnya dititrasi oleh larutan yang molaritasnya
diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan
disertai penambahan indikator.
Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi.
Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan
berubah warnanya pada titik akhir titrasi. Titrasi asam basa

39
merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi
larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat
penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi (pada saat indikator
berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu
kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama
saattitrasi. Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat
titik ekuivalen, maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik
ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak
pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir
titrasi berbeda dengan titik ekuivalen. Untuk menyatakan
perubahan pH pada saat titrasi digunakan grafik yang disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi memudahkan kita dalam menentukan
titik ekuivalen. Jenis asam dan basa yang digunakan akan
menentukan bentuk kurva titrasi.
Titrasi asam basa adalah titrasi yang bertujuan menentukan
kadar larutan asam atau kadar larutan basa. Asam (yang sering
diwakili dengan rumus umum HA) secara umum merupakan
senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan
larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Titrasi asam basa melibatkan
asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai
mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant
dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data

40
volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran (Mulyawati, 2014).
Indikator asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya
bergantung pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan
sifat asam, basa, dan netral. Sebagai contoh kertas lakmus merah
atau biru, berwarna merah dalam larutan yang pHnya lebih kecil
dari 5,5 dan berwarna biru dalam larutan yang pHnya lebih besar
dari 8. Dalam larutan yang pHnya 5,5 sampai 8 warna lakmus
adalah kombinasi warna merah dan biru. Batas-batas pH dimana
indikator mengalami perubahan warna disebut trayek indikator.
Jadi, trayek indikator lakmus adalah 5,5 sampai 8, dimana warna
indikator itu tergantung pada pH larutannya. Indikator asam-basa
adalah asam atau basa organik yang lemah yang memiliki warna
berbeda dalam bentuk molekul dan dalam bentuk terion. Sebagai
contoh, fenolftalein (pp) adalah suatu asam lemah yang dalam
bentuk molekul tidak berwarna dan dalam bentuk terion berwarna
merah.
a. Titrasi Asam Kuat oleh Basa Kuat
Misalnya, 25 mL HCl 0,1 M (asam kuat) dititrasi oleh
NaOH 0,1 M (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan
pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi.
Penambahan NaOH menyebabkan harga pH naik sedikit
demi sedikit. Namun, pada titik ekuivalen, pH meningkat
sangat tajam kira-kira 6 unit (dari pH 4 sampai pH 10) hanya
dengan penambahan 0,1 mL (± 2 tetes).

Setelah titik ekuivalen, pH berubah sangat lambat jika


ditambah NaOH. Indikator-indikator yang perubahan
warnanya berada dalam bagian terjal kurva titrasi ini, yaitu
indikator yang mempunyai trayek pH antara 4 sampai 10
cocok digunakan untuk titrasi tersebut. Indikator yang dapat

41
digunakan pada titrasi ini adalah metil merah, brom timol
biru, dan fenolftalein. Untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat,
besarnya pH saat titik ekuivalen adalah 7. Pada pH ini asam
kuat tepat habis bereaksi dengan basa kuat, sehingga larutan
yang terbentuk adalah garam air yang bersifat netral.
b. Titrasi Asam Lemah oleh Basa Kuat
Penetralan asam lemah oleh basa kuat agak berbeda
dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Contohnya, 25
mL CH3COOH 0,1 M dititrasi oleh NaOH 0,1 M. Mula-mula
sebagian besar asam lemah dalam larutan. Berbentuk molekul

tak mengion CH₃COOH, bukan H+ dan CH3COO⁻.


Dengan basa kuat, proton dialihkan langsung dari

molekul CH3COOH yang tak mengion ke OH⁻. Untuk


penetralan CH3COOH oleh NaOH, persamaan ion bersihnya
sebagai berikut.
CH⁻COOH (aq) + OH⁻(aq) → H₂O(l) + CH₃COO⁻(aq).
Sifat penting yang perlu diingat pada titrasi asam lemah
oleh basa kuat adalah:
1. pH awal lebih tinggi daripada kurva titrasi asam kuat
oleh basa kuat (karena asam lemah hanya mengion
sebagian) (Utami et al., 2009).
2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal
titrasi. Ion asetat yang dihasilkan dalam reaksi penetralan
bertindak sebagai ion senama dan menekan pengionan
asam asetat.
3. Sebelum titik ekuivalen tercapai, perubahan pH terjadi
secara bertahap. Larutan yang digambarkan dalam

bagian kurva ini mengandung CH3COOH dan CH3 COO⁻


cukup banyak larutan ini disebut larutan penyangga.

42
4. pH pada titik di mana asam lemah setengah dinetralkan
ialah pH = pKa. Pada setengah penetralan pada

[CH3COOH] = [CH3COO⁻].
5. pH pada titik ekuivalen lebih besar dari 7, yaitu ± 8,9,
sebagai akibat hidrolisis.
6. Setelah titik ekuivalen, kurva titrasi asam lemah oleh
basa kuat identik dengan kurva asam kuat oleh basa kuat.

Pada keadaan ini, pH ditentukan oleh konsentrasi OH⁻


bebas.
7. Bagian terjal dari kurva titrasi pada titik ekuivalen dalam
selang pH yang sempit (dari sekitar 7 sampai 10).
8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah
oleh basa kuat lebih terbatas, yaitu indikator yang
mempunyai trayek pH antara 7 sampai 10. Indikator
yang dipakai adalah fenolftalein.
c. Titrasi Basa Kuat oleh Asam Kuat
Contoh titrasi ini adalah 40 mL larutan HCl 0,1 M
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M. Seperti pada titrasi
asam kuat oleh basa kuat, titik ekuivalen titrasi ini pada saat
penambahan HCl sebanyak 40 mL dan pH = 7. Ketiga
indikator asam basa yang tertulis (fenolftalein, bromotimol
biru, dan metil merah) bisa digunakan sebagai indikator
dalam titrasi ini (Utami et al., 2009).
d. Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat
Perubahan pH reaksi penetralan basa lemah oleh asam
kuat, dalam hal ini 50 mL NH₃ 0,1 M dititrasi dengan HCl
0,1 M. Dimana titik ekuivalen terjadi pada pH lebih kecil 7.
Hal ini disebabkan garam yang terbentuk mengalami
hidrolisis sebagian yang bersifat asam (pH < 7). Adapun
indikator asam basa yang bisa digunakan sebagai indikator

43
titrasi adalah metil merah dan bromotimol biru. Titrasi asam
basa dilakukan dengan menggunakan buret. Buret adalah alat
yang digunakan untuk menambahkan standar ke dalam
larutan yang akan ditentukan molaritasnya.
2.9.2. Titrasi Pengendapan (presipitimetri)
Dasar Penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang
menghasilkan endapan yang sukar larut. Dasar penitaran
pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan
yang sukar larut, yang termasuk titrasi golongan ini antara lain
argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3
sebagai penitar.
2.9.3. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu
pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut
dalam air, bila larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang
ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak
digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra
Asetat).
2.9.4. Reaksi Redoks
Di alam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau
perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk dalam
reaksi redoks, antara lain (Utami et al., 2009):
a. Titrasi Permanganatometri
Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat
melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dapat
dioksidasikan oleh oksigen. Titik akhir ditunjukkan dengan
terbentuknya larutan berwarna merah muda seulas.
b. Titrasi Iodo/Iodimetri
Titrasi ini masuk dalam dengan golongan ini adalah
penitaran dengan Iod (Iodimetri) atau Iod dititar dengan
Natriumtiosulfat (Iodometri). Pada cara titrasi ini digunakan

44
larutan kanji sebagai penunjuk, yang dengan yod akan
menghasilkan warna biru.
c. Dikromatometri
Sebagai penitar digunakan larutan kalium dikromat.
Penggunaan utama adalah titrasi besi dalam larutan asam.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran:
1. Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut
persamaan reaksi yang jelas. Dengan demikian semua
sampel bereaksi dengan penitar, tidak ada yang tersisa.
2. Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan
mempertajam perubahan warna yang terjadi pada titik
akhir.
3. Ada indikator yang sesuai dan terdapat larutan baku
Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat
dibedakan atas:
1. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel
dapat langsung dititrasi dengan larutan standar/ baku.
2. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), sampel
direaksikan dulu dengan pereaksi yang jumlah
kepekatannya tertentu, kemudian hasil reaksi dititrasi
dengan larutan standar/ baku.
3. Titrasi kembali (Back titration), yaitu saat sampel tidak
bereaksi dengan larutan baku atau reaksinya lambat.
Dalam hal inizat ketiga yang telah diketahui
kepekatannya diukur tetapi berlebihan dan kelebihannya
dititrasi dengan larutan baku (Utami et al., 2009).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan


Tabel 2. Hasil Perhitungan Asam Asetat dan Etanol dengan Perbandingan 1:3

No Waktu (menit) Konversi Xac

45
.
1. 0 0
2. 5 0,2110
3. 10 0,3044
4. 15 0,3044
5. 20 0,3044

4.2 Pembahasan

Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Waktu (Menit) dan Konversi Reaksi
Esterifikasi Asam Asetat dan Etanol 1:3
Berdasarkanhasilperhitungan yang kami peroleh,
diketahuibahwapadamenit ke-5 diperolehkonversisebesar0,2110, pada menit
ke-10 diperoleh konversi sebesar 0,3044, pada menit ke-15 diperoleh konversi
sebesar 0,3044, pada menit ke-20 diperoleh konversi yang konstan sebesar
0,3044.
Kemudian pada praktikum yang kami lakukan diketahui bahwa konversi
Xac yang terbentuk semakin besar seiring dengan bertambahnya waktu. Hal
ini sesuai dengan teori, bahwa konversi asam asetat meningkat seiring
berjalannya waktu. Selain itu, dapat dilihat bahwa perubahan kenaikan
konversi asam asetat juga mengalami penurunan seiring berjalannya waktu.
Hal ini disebabkan karena jumlah asam asetat yang ada pada reaktan semakin
sedikit jumlahnya sehingga kenaikan konversi menjadi relatif tidak signifikan
dibandingkan sebelumnya (Fakhry dan Rahayu, 2016).

46
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, S. (2016) 'Laporan Praktikum Kimia Dasar I Kesetimbangan Kimia',


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.
Fakhry, M. N. dan Rahayu, S. S. (2016) ‘Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil
Alkohol dengan Asam Asetat Menggunakan Asam Sulfat sebagai
Katalisator’, Jurnal Rekayasa Proses, 10(2), pp. 64. doi:
10.22146/jrekpros.33339.

47
Goyena, R. (2019) ‘Asam Asetat’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), pp. 60-70.
Harnanto dan Ruminten (2013) 'Buku Kimia untuk SMA/MA kelas XI'. Pusat
Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyawati. (2014) ‘Titrasi Asam Basa Laporan Praktikum Kimia Dasar 1',
(11140162000043), pp. 1–11.
Nasrudin. (2004) 'Kesetimbangan Kimia', Proyek Bagian Kurikulum,
Pengembangan Pendidikan Direktorat Kejuruan Menengah Jenderal
Direktorat Dasar Pendidikan Menengah dan Nasional Departemen
Pendidikan.
Permana, I. (2009) 'Memahami Kimia SMA/MA Kelas XI Semester 1 dan 2',
Program Ilmu Pengetahuan Alam.
Ramos (2017) ‘Kesetimbangan Kimia', Pendekatan Kinetika Terhadap Reaksi
Kesetimbangan', Studi Kasus Pada Data Pustaka.
Sari, N., Helwani, Z. dan Rionaldo, H. (2015) ‘Esterifikasi Gliserol dari Produk
Samping Biodiesel menjadi Triasetin Menggunakan Katalis Zeolit Alam’,
Jom F Teknik, 2(1), pp. 1–7.
Setiawan, T. (2017) ‘Katalis dan Katalisis’, Universitas Brawijaya Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia, pp. 1–2.
Surtiyani, M. (2015) 'Analisa Kadar Asam Cuka dari Fermentasi Menggunakan
Saccharomyces Cerevisiae dan Acetobacter Aceti Pada Bonggol Pisang
(Musa Paradisiaca L.) Varietas Ambon Bawen dan Ambon Wulung yang
HIdup di Jalur Pantai Selatan Desa Tegal Kamulyan Cilacap', Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Utami, B. et al. (2009) 'Kimia untuk SMA/MA Kelas XI Program Ilmu Alam',
Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.

48
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

Warna titik awal = Tidak berwarna


Warna titik akhir = Merah muda
V etanol = 153mL
V asam asetat = 50 mL

49
N NaOH = 0.5 N

Tabel 3. Hasil pengamatan asam asetat dengan etanol

No Waktu (menit) Volume (mL)


1 NaOH awal 50
2 NaOH total 21.9
3 5 15.1
4 10 11.9
5 15 11.8
6 20 12.4

LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Penimbangan

a. NaOH
Diketahui:N = 0,5 N

V = 500 ml atau 0,5 L

50
BM = 40 g/mol

W = V x N x BE

= 0,5L x 0,5 eq/L x 40 g/eq

= 10 g

b. AsamOksalat
Diketahui: N = 0,015 N
V = 100 ml atau 0,1 L
BE = 63 g/mol
W = V x N x BE
= 0,1L x 0,015eq/L x 63 g/eq
= 0,1 g

B.2 Perhitungan Standarisasi NaOH

Massa Asam Oksalat x Valensi Asam Oksalat


N NaOH =
Ar Asam Oksalat x Volume rata-rata NaOH

0,1 gr x 2 eq/ mol


= gr
126 x 0,00326 L
mol

= 0,4869eq/L

B.3 Perhitungan mol Bahan Baku


a. Asam asetat (CH3COOH)
Diketahui:
a. % Asam asetat =96% e. Etanol = 96%
b. Bj Asam asetat = 1,05 g/mL f. Bj Etanol = 0,79 g/mL
c. V Asam asetat = 50 mL g. BM Etanol= 46 g/mol
d. BM Asam asetat = 60 g/mol
bj x V x %
Mol CH3COOH=
BM

g 96
1,05 x 50 mL x
= mL 100
60 g /mol

51
= 0,84mol

b. Etanol (C2H5OH )
mol C2H5OH = 3 x mol CH3COOH
= 3 x 0,84mol
= 2,52mol
B.4 Perhitungan Volume Etanol
n x BM
V etanol =
% x bj

2,52 mol x 46 g / mol


= 96
x 0,79 g /mL
100

115,92
= mL
0,7584

= 152,84 mL ≈153 mL

B.5 Perhitungan Konversi Reaksi Asam Asetat dan Etanol Perbandingan


1:3
V NaOH total- V Na OH
XA0 =
V Na OH awal
2 0 ,5 mL – 20,5 mL
=
28,9 mL
=0
V NaOH total- V Na OH
XA1 =
V Na OH awal
2 0 ,5 mL – 14,4 mL
=
28,9 mL
= 0,2110
V NaOH total - V Na OH
XA2 =
V Na OH awal
2 0 ,5 mL – 11,7 mL
=
28,9 mL
= 0,3044
V NaOH total - V Na OH
XA3 =
V Na OH awal

52
2 0 ,5 mL – 11,7 mL
=
28,9 mL
= 0,3044
V NaOH tota l- V Na OH
XA4 =
V Na OH awal
2 0 ,5 mL – 11,7 mL
=
28,9 mL
= 0,3044
B.6 Perhitungan Mol Larutan
mol
a. M CH3COOH=
V
0,8 4 mol
=
0,05 L
= 16,8mol/L
mol
b. M C2H5OH =
V
2, 52 mol
=
0,153 L
= 16,47 mol/L
M C2 H 5 OH
c. M Larutan =
M CH 3 COOH
mol
16,47
L
=
mol
16,8
L
= 0,9803
B.7 Perhitungan Nilai Kc
Xa c 2
Kc = (1-Xa c )(M-Xa c )
2
= ((1–
0,3044 )
0,3044 )( 0,9803 – 0,3044 )
0 ,0926
= ( 0,6956 )(0,6759 )
0 ,0926
= 0,4701

53
54

Anda mungkin juga menyukai