Abstrack — Construction activity is an important element in development. Construction activities have a high risk, one of them
on aspects of K3. Control is generally carried out by analyzing the risk and planning of risk control efforts. The purpose of this
study was to identify the risks of a job, to assess the level of hazard risks and to know how to mitigate risks. This research was
conducted on the development of Lamongan office building office building. The work analyzed is the work of the building
structure consisting of scaffolding, formwork and reinforcement. In this research, it is known that risk hazard identification is
based on analysis with Job Safety Analysis (JSA) method and then performed risk assessment and risk control of high, medium
and low risk rating by HIRARC method. The last stage is risk mitigation with a control hierarchy. The results of risk identification
and risk matrix assessment are 7 stages of work included in the high category (H), 11 occupations with moderate risk level (M)
and 2 occupations with low category risk level (L). After completion controlling hierarchy of control.
Intisari — Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan. Kegiatan konstruksi memiliki risiko yang tinggi,
salah satunya pada aspek K3. Pengendalian secara umum dilaksanakan dengan menganalisis risiko serta perencanaan upaya
pengendalian risiko. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi risiko dari suatu pekerjaan, menilai tingkat risiko bahaya
yang ditimbulkan dan mengetahui cara mitigasi risiko. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan gedung kantor
PEMKAB Lamongan. Pekerjaan yang dianalisis adalah pekerjaan struktur gedung yang terdiri dari pekerjaan scaffolding,
bekisting dan pembesian. Pada penelitian ini diketahui hazard identification risiko berdasarkan analisis dengan metode Job Safety
Analysis (JSA) dan kemudian dilakukan risk assessment dan risk control penilaian tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah dengan
metode HIRARC. Tahapan terakhir yaitu mitigasi risiko dengan hirarki pengendalian. Hasil identifikasi risiko dan penilaian
dengan matriks risiko terdapat 7 tahapan pekerjaan yang termasuk dalam kategori tinggi (H), 11 pekerjaan dengan level risiko
kategori sedang (M) dan 2 pekerjaan dengan level risiko kategori rendah (L). Setelah itu dilakukan pengendalian hierarchy of
control.
1
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
II TINJAUAN PUSTAKA 4. Pekerjaan yang rumit atau komplek dimana ada sedikit
kelalaian yang dapat berakibat kecelakaan atau cidera [6].
A. Scaffolding atau Perancah
Scaffolding atau perancah merupakan bangunan Petunjuk Penyusunan Job Safety Analysis (JSA) dalam
peralatan yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penelitian Isna Sofiana yang mengutip dari buku Jefrey W.
penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap Vincoli (2006: 45), Form Job Safety Analysis dibagi menjadi
pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan tiga kolom, yakni kolom tahapan pekerjaan, kolom gambaran
pemeliharaan dan pembongkaran. Tujuannya sebagai tempat bahaya dan kolom pengendalian bahaya. Petunjuk ini harus
untuk bekerja yang aman bagi pekerja yang lain seperti pekerja diikuti dengan cermat, agar dipastikan benar selesai dan
yang berada dibawah agar terlindung dari jatuhnya bahan atau bermanfaat.
alat [3]. Menurut Permenaker & trans No. PER-01/MEN/1980
tentang keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi bangunan, E.. Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
scaffolding atau perancah merupakan bangunan pelataran
(platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai (HIRARC)
penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk
pekerjaan konstruksi bangunan termasuk dalam pekerjaan Control (HIRARC) adalah dokumen yang berisikan tentang
pemeliharaan dan pembongkaran. identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian atas
risiko tersebut guna untuk mengurangi terjadinya gangguan
B. Bekisting keselamatan dan kesehatan kerja [7]. Tahapan-tahapan
Menurut F. Wigbout, (1997) dalam penelitian yang HIRARC antara lain yaitu mengidentfikasi bahaya yang
dilakukan oleh M Husnil Ibad [4], bekisting merupakan kemungkinan terjadi dilingkungan kerja, melakukan penilaian
cetakan beton atau sarana pembantu struktur beton untuk risiko atas bahaya yang timbul, dan melakukan pengendalian
mencetak beton agar sesuai dengan ukuran, bentuk, maupun untuk meminimalisir terjadinya risiko.
posisi yang dikehendaki. Untuk itu bekisting harus berfungsi Langkah kerja sudah diidentifikasi, maka langkah
sebagai struktur sementara yang kuat untuk menahan beban selanjutnya mengidentifikasi jenis risiko bahaya dan
sendiri, berat beton basah, dan beban peralatan kerja selama konsekuensi yang dihasilkan pada setiap tahapan pekerjaan
proses pengecoran.Pekerjaan bekisting merupakan kegiatan menggunakan Hazard Identification Risk Assessment and Risk
pekerjaan yang sangat penting didalam seluruh pelaksanaan Control (HIRARC). Setelah itu melakukan penilaian risiko
pekerjaan beton, karena pekerjaan ini akan menentukan posisi, menggunakan risk matrix berdasarkan perkalian nilai
ukuran, serta bentuk dari beton yang dicetak. Bekisting juga likelihood dan severity suatu potensi bahaya. Besaran angka
berfungsi sebagai struktur penyangga sementara bagi seluruh yang didapatkan akan digolongkan menjadi 3 tingkat jenis
beban yang ada sebelum struktur beton berfungsi penuh [4]. bahaya, yaitu rendah (low), sedang (medium), tinggi (high)
tingkat bahaya digunakan untuk mengetahui bahaya mana
C. Pembesian yang menjadi prioritas dalam pengendalian bahaya.
Pekerjaan pembesian merupakan bagian dari
pekerjaan struktur. Pekerjaan ini memegang peranan penting Kemungkinan Bahaya (Likelihood)
dari aspek kualitas pelaksanaan mengingat fungsi besi tulangan Nilai kemungkinan bahaya yang terjadi didapatkan
yang penting dalam kekuatan struktur gedung. Pembesian dari kemungkinan seberapa sering bahaya yang telah
dibuat berdasarkan gambar kerja yang dikeluarkan. Panjang diidentifikasi dapat terjadi. Nilai kemungkinan bahaya berawal
pemotongan besi harus benar-benar sesuai dengan gambar, dari ―Sangat Sering‖ hingga Tidak Pernah‖ seperti pada table
ukuran juga harus diperhatikan. Hal ini dilakukan karena 2.1 [8].
gambar kerja dibuat benar sesuai apa yang seharusnya Tabel 2.1 Kemungkinan Bahaya
terpasang. Kesalahan dalam pemotongan berakibat tidak dapat Peringkat Likelihood(L) Keterangan
digunakan pemotongan besi tersebut dalam komponen [5]. 5 Sering Sekali Bahaya yang paling sering terjadi
4 Sering Kerap terjadi tapi tidak selalu terjadi
D. Job Safety Analysis (JSA)
3 Cukup Sering Dapat terjadi sewaktu-waktu
Job Safety Analysis (JSA) merupakan suatu prosedur
yang digunakan untuk meninjau metode, cara kerja dan Tidak pernah terjadi dalam beberapa
2 Jarang
bahaya yang tidak terlindungi. Bahaya tersebut dapat terjadi tahun
apabila perubahan pada prosedur kerja atau pekerjaannya, Hampir tidak mungkin dan tidak
mengabaikan pekerjaan seperti peletakan bangunan, rancangan 1 Tidak Pernah
pernah terjadi sebelumnya
mesin, peralatan ringan maupun berat, tempat kerja dan proses
produksi [2]. Sumber: Malaysia HIRARC Guideline, (2008)
Job Safety Analysis (JSA) perlu dilakukan untuk
jenis-jenis pekerjaan sebagai berikut: Keparahan Bahaya
1. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau Nilai keparahan bahaya dibagi menjadi lima kategori
memiliki angka kecelakaan tinggi. yang berdasarkan kepada kemungkinan tingkat keparahan
2. Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal akibat dari bahaya pada pekerjaan yang telah diidentifikasi
misalnya membersihkan kaca dengan gondola.. pada kesehatan seseorang, kerusakan lingkungan atau benda.
3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum Nilai keparahan bahaya dimulai dari tingkat ―Bencana‖ hingga
diketahui secara pasti bahaya yang ada. ―Biasa‖, seperti pada table 2.2 [8].
2
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
3
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
Pada pengolahan data dilakukan identifikasi potensi 3. Pekerjaan Pembesian atau Tulangan
risiko kecelakaan pada pekerjaan struktur bangunan yang Pada proses pembesian, langkah pertama yang
meliputi pemasangan dan pembongkaran scaffolding, dilakukan adalah fabrikasi besi tulangan. Pada proses ini
pemasangan bekisting, dan pemasangan pembesian atau terdapat 1 mandor dan 22 pekerja. Pada proses fabrikasi besi
tulangan dengan menggunakan metode JSA. Setelah itu terdiri dari pemotongan dan pembengkokan besi tulangan. Besi
melakukan pengklaisifikasian risiko tinggi, sedang dan rendah tulangan dipotong sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan
dengan metode HIRARC dan dilakukan mitigasi risiko. dengan menggunakan bar cutter, sedangkan pembengkokan
besi tulangan dilakukan dengan bar bander.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Besi tulangan yang telah difabrikasi tersebut
kemudian dirakit dengan cara mengikatkan tulangan pokok
A. Gambaran Proses Pekerjaan Scaffolding, Bekisting dan kolom dengan tulangan sengkang menggunakan kawat bendrat
Pembesian dimana kawat bendrat yang digunakan cukup tajam. Kawat
bendrat ini digunakan sebagai penguat atau pengikat pada
1. Pekerjaan Scaffolding atau Perancah
rangkaian-rangkaian tulangan agar tidak terjadi pergeseran saat
Perancah dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung
pemasangan dan pengecoran. Pada pekerjaan pembesian atau
sudah mencapai ketinggian 2 meter dan tidak dapat dijangkau
tulangan terdapat 7 potensi bahaya yang ada pada proyek
oleh pekerja. Scaffolding yang digunakan yaitu scaffolding
pembangunan gedung kantor PEMKAB Lamongan.
frame yang biasa terbuat dari pipa atau tabung logam. Pada
Pengerjaan pembesian secara aman harus dilakukan agar
proses scaffolding ini terdapat 3 mandor dan 45 pekerja. Pada
kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan
pekerjaan pemasangan maupun pembongkaran scaffolding
menimbulkan kerugian. Analisa potensi bahaya, pengendalian
terdapat 6 potensi bahaya yang ada pada proyek pembangunan
bahaya dan penilaian tingkat risiko bahaya seperti pada tabel
gedung kantor PEMKAB Lamongan. Penggunaan perancah
2.5.
secara aman harus dilakukan agar kecelakaan kerja yang tidak
diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian. Analisa
B. Klasifikasi Risiko dan Assessment Dengan Metode
potensi bahaya, pengendalian bahaya dan penilaian tingkat
Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control
risiko bahaya seperti pada tabel 2.5.
(HIRARC)
Setelah identifikasi bahaya dilakukan tahap
2. Pekerjaan Bekisting selanjutnya melakukan penilaian risiko, dan pengendalian
Bekisting merupakan cetakan beton yang risiko. Menentukan penilaian risiko dapat dilakukan dengan
diisi dengan adonan beton sampai adonan beton tersebut menganalisa data statistik mengenai nilai keparahan dan
mengeras dalam jangka waktu 1 hari. Pada proses bekisting kemungkinan dari pekerjaan yang sejenis, dan menganalisa
ini terdapat 3 mandor dan 45 Pekerja. Bekisting juga dengan hirarki pengendalian apa yang diperlukan dalam
mempunyai fungsi seperti memberi bentuk pada konstruksi mengendalikan risiko bahaya. Pekerjaan struktur gedung
beton, dapat memikul beban, menjaga rembasan air beton PEMKAB telah dilakukan penyusunan HIRARC seperti pada
(Bleending) dari beton segar, dan mampu memberi tekstur tabel2.5. Pada table dibawah ini peneliti menggabungkan atau
yang diinginkan. Pada pekerjaan pemasangan maupun mengkombinasi table JSA dengan HIRARC menjadi satu
pembongkaran bekisting terdapat 7 potensi bahaya yang ada table.
pada proyek pembangunan gedung kantor PEMKAB
Lamongan. Penggunaan bekisting secara aman harus dilakukan
agar kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan
menimbulkan kerugian. Analisa potensi bahaya, pengendalian
bahaya dan penilaian tingkat risiko bahaya seperti pada table
2.5.
4
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
Pekerja diwajibkan
T ertimpa benda-benda menggunakan safety helmet dan
jatuh dari perancah dan pemasangan scaffolding harus
1.3 Belum ada 4 4 16 (H) 1.3.1
melukai pekerja yang dengan benar dan pada posisi
berada dibawahnya yang kuat dan tetap dilakukan
pengecekan
T enaga kerja harus memakai
Scaffolding licin atau 1.4.1 helm, full body harness dan
alas kaki licin, cross brace .
T erpleset dan terjatuh kehilangan Dilengkapi dengan pagar
Pekerjaan 1.4 Memakai APD 3 3 9 (M)
dari perancah keseimbangan dan pengaman dilokasi ketinggian
Pemasangan tidak adanya pagar 1.4.2 dan memakai safety belt, safety
dan pengaman shoes atau safety boots dan
1
Pembongkaran
sarung tangan
Perancah
Pastikan barang dan alat
(Scaffolding) Scaffolding yang sudah
material tersusun dengan rapi
dibongkar dan dibiarkan
tidak berserakan di akses jalan
tetap berada disekitar
1.5 Belum ada 1 2 2 (L) 1.5.1 yang sering dilewati oleh
bangunan akan
pekerja atau housekeeping yang
mengganggu akses
baik dan tetap menggunakan
pekerja
APD
Kelelahan dan dehidrasi Pekerja bisa memasang atap
saat pemasangan Cahaya suhu udara atau terpal sementara agar tidak
1.6 Belum ada 2 3 6 (M) 1.6.1
maupun pembongkaran panas terpapar langsung oleh sinar
scaffolding matahari
Pekerja diwajibkan
menggunakan helm, sepatu
2.1.1 safety dan sarung tangan saat
pembuatan dan pembongkaran
bekisting
Harus terpasang lantai kerja
Pekerja, tertimpa,
(plat form ), tangga kerja dan
tergencet, terbanting,
jalan keja dengan pengaman
terbentur benda tajam
2.1.2 pagar dan jaring pengaman
2.1 atau tumpul saat Belum ada 3 4 12 (M)
horisontal untuk pembuatan dan
pembuatan &
untuk pembongkaran pagar
pembongkaran
pengaman keliling
bekisting
Disediakan perahu atau sampan
2.1.3
untuk operasional
Dipasang rambu-rambu
peringatan atau safety sign
2.1.4
untuk menghindari kejatuhan
benda dari atas
Harus ada perhitungan kekuatan
Pekerjaan 2.2.1
bekisting dengan perancahnya
Pembuatan
2 dan Pemasangan kelengkapan
Pembongkaran perkuatan seperti: cross
2.2.2
Bekisting bracin g, skor, gelagar dudukan
Bekisting ambruk atau perancah dan lain-lain.
2.2 5 3 15 (H) Pengawasan inspeksi bekisting
jebol 2.2.3
secara ketat
Dipasang rambu-rambu
peringatan atau safety sign
2.2.4 (Dilarang Berada Dibawah
Bekisting Pada Waktu
Pengecoran)
Pekerja kelelahan dan
Pekerja bisa memasang atap
dehidrasi saat pekerjaan
Cahaya suhu udara atau terpal sementara agar tidak
2.3 pemasangan maupun 2 3 6 (M) 2.3.1
panas terpapar langsung oleh sinar
pembongkaran
matahari
bekisting
Gangguan pernafasan
saat memotong kayu
Memakai APD Pekerja harus memakai masker
dengan menggunakan Debu-debu halus yang
2.4 menggunakan 3 4 12 (M) 2.4.1 hidung yang sesuai dengan jenis
gergaji atau alat masuk ke pernafasan
masker hidung pekerjaannya
pemotong untuk
membentuk bekisting
5
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
Kemasukan debu-debu
Iritasi mata pada halus dari proses Pekerja harus memakai safety
2.5 Memakai APD 3 4 12 (M) 2.5.1
pekerjaan bekisting pemotongan glasses
bekisting
T angan terluka dan
Pekerja harus berkonsentrasi
tertusuk saat
T erkena palu dan agar tidak mengganggu
2.6 menghubungkan kayu Belum ada 4 4 16 (H) 2.6.1
Pe ke rjaan paku pekerjaannya dan tetap
untuk membentuk
Pe mbuatan menggunakan APD
bekisting
2 dan
Pekerja tertimpa
Pe mbongkaran
bekisting akibat sling
Be kisting
tower crane yang dapat Pekerja diharapkan tidak berada
jatuh pada saat dibawah area tower crane pada
2.7 pengangkutan dan 4 4 16 (H) 2.7.1 saat pengangkatan bekisting dan
pekerja yang sedang wajib menggunakan APD seperti
berada dibawah safety helmet
berpotensi untuk
tertimpa bekisting
Pekerja tergores dan Pemasangan rambu-rambu
tertusuk kawat bendrat Kawat bendrat dan peringatan atau safety sign ,
3.1 Belum ada 2 3 6 (M) 3.1.1
dan terjepit pemotong pemotong kawat mengikuti instruksi kerja yang
kawat. benar.
Pekerja diwajibkan
3.2.1 menggunakan helm, safety
Pekerja dapat
shoes dan sarung tangan
tertimpah, tegencet,
Harus terpasang lantai kerja
terbanting, terbentur
3.2 Belum ada 4 3 12 (M) (plat form ), tangga kerja dan
benda tajam ataupun
jalan kerja dengan pengaman
tumpul dan terjepit besi 3.2.2
pagar dan jaring pengaman
tulangan
horizontal untuk pagar
pengaman keliling
Mesin harus diberi tutup
3.3.1
T erkena mesin bar pengaman
3.3 Belum ada 4 4 16 (H)
cutter atau bar binder Dipasang rambu-rambu
3.3.2
peringatan atau safety sign
T erpapar kebisingan
Pe ke rjaan Pekerja diwajibkan
saat pemotongan besi
3 Pe mbe sian menggunakan APD yang berupa
3.4 tulangan dengan Memakai APD 2 1 2 (L) 3.4.1
(Tulangan) alat pelindung telinga ear plug
menggunakan mesin bar
atau ear muff
cutter
Pekerja terganggu
sistem pernafasannya
pada saat pemotongan T erkena debu-debu Pekerja harus memakai masker
3.5 bar cutter dan kotoran halus dari hasil Memakai APD 2 3 6 (M) 3.5.1 hidung yang sesuai dengan jenis
yang terbawa angin pemotongan besi pekerjaannya
diarea sekitar
konstruksi
Iritasi mata saat
T erkena serpihan
pemotongan besi Pekerja harus memakai APD
3.6 gram yang masuk ke 3 4 12 (M) 3.6.1
dengan menggunakan yang berupa safety glasses
mata pekerja
bar cutter
Pekerja bisa memasang atap
Kelelahan dan dehidrasi atau terpal sementara agar tidak
Cahaya suhu udara
3.7 saat pengerjaan 2 3 6 (M) 3.7.1 terpapar langsung oleh sinar
panas matahari dan pengaturan jam
pembesian
kerja
6
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
7
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx
teridentifikasi pada pekerjaan scaffolding terdapat 6 Fabricators Serang Banten‖. Surakarta : Universitas
potensi bahaya, pekerjaan bekisting terdapat 7 Sebelas Maret.
potensi bahaya dan pembesian terdapat 7 potensi [2] Shofiana, Isna. 2015. ―Identifikasi Potensi Bahaya
bahaya yang ada. Pekerjaan Di Ketinggian Pada Proyek Pembangunan
2. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko tinggi Gedung Parkir Rumah Sakit Telogorejo (Studi
teridentifikasi sebanyak 7 Deskriptif Pada Proyek Konstruksi oleh PT. Adhi
3. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko sedang Karya Semarang)‖. Semarang: Universitas Negeri
teridentifikasi sebanyak 11 Semarang.
4. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko rendah [3] Boska, Antony. 2012. ―Aplikasi Pelatihan Scaffolding
teridentifikasi sebanyak 2 Berbasis Android Augmented Reality‖. Riau : Jurnal
5. Bentuk pengendalian yang dilakukan PT Brantas Teknik Informatika Vol. 1 September 2012.
Abipraya yaitu seperti pengendalian engineering [4] Ibad, M. Husnil. 2016. ―Alternatif Pemasangan
pada saat pemotongan besi dengan mesin bar cutter Bekisting Balok dan Plat Pada Proyek Jember Icon
dan bar binder yaitu dengan diberinya pengaman DenganMetode Zonasi‖. Jember : Universitas Jember.
berupa penutup mesin. Pengendalian administratif [5] Suhendra. 2015. ―Prosedur dan Teknik Pembuatan dan
yang berupa pengaturan jam kerja, memberikan Pemasangan Pembesian/ Penulangan Beton‖. Jambi
instruksi kerja yang benar, pemasangan safety sign, [6] Ramli, Soehatman. 2010. ―Pedoman Praktis
dan pemberian tempat minum untuk para pekerja. Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk
Pemilihan terakhir untuk pengendalian bahaya yang Management‖. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
efektif untuk dilakukan adalah dengan memakai alat [7] Wibodo, Dwi Ari. 2016. ―Manajemen Risiko
pelindung diri. Pada pekerjaan konstruksi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode
pembangunan gedung APD yang digunakan berupa: Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Safety Belt, Safety Helmet, Safety Shoes atau Safety Control (Hirarc) Dalam Upaya Mencapai Zero
Boots, Sarung Tangan, Jas Hujan dan Payung, Safety Accident (Studi Kasus: Part Manufactur Division Pt.
Face Shield, Coverall atau Wearpack (baju kerja Omi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
terusan), Safety Glasses, masker hidung, ear plug Surakarta.
atau ear muff, dan Full Body Harness. [8] Director General. 2008. ―Guideline for Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control
B. Saran (HIRARC)‖. Malaysia: Departement of Occupational
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Safety and Health Ministry of Human Resources
adapun saran yang dapat diambil:
1. Pengawasan dari foreman dan karyawan HSE harus
dilakukan dengan rutin dan berkala dan ketika ada
pekerja yang masuk khususnya dalam pengerjaan
scaffolding harus memiliki lisensi pada
kenyataannya disana para pekerja atau buruh tidak
memiliki lisensi hanya berdasarkan pengalaman
saja. Menyiapkan kacamata safety untuk
melindungi mata dari paparan debu, menyiapkan
masker hidung agar tidak terkena debu-debu halus
selama ini pekerja hanya menutupi dengan kain
bajunya saja. Dan mengadakan pemeriksaan secara
berkala.
2. Bagi peneliti selanjutnya bisa melakukan
penambahan analisa dengan menggunakan metode
yang berbeda seperti FMEA. Dan perlu
ditambahkan analisa anggaran biaya dari upaya
mitigasi risiko.
3. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
terhadap unsafe action mengenai faktor-faktor lain
yang belum diteliti yang berkaitan dengan
kelanjutan penelitian ini, seperti pengetahuan
pekerja tentang risiko bahaya dan pencegahannya
seperti Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada pekerjaan di
ketinggian.
DAFTAR PUSTAKA