Anda di halaman 1dari 8

JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No.

nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx


ESSN xxxx - xxxx

Analisis Risiko Kecelakaan Kerja Pada Pekerjaan Struktur Bangunan Proyek


Pembangunan Gedung Kantor PEMKAB Lamongan dengan Menggunakan
Kombinasi Metode JSA dan HIRARC
Tria Rizka Rakhmah1, Izzati Winda Murti2
Departemen Manajemen Rekayasa
Universitas Internasional Semen Indonesia, Kompleks PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Jl. Veteran,
Gresik, Indonesia
triarizka@student.uisi.ac.id1, izzati.murti@uisi.ac.id2

Abstrack — Construction activity is an important element in development. Construction activities have a high risk, one of them
on aspects of K3. Control is generally carried out by analyzing the risk and planning of risk control efforts. The purpose of this
study was to identify the risks of a job, to assess the level of hazard risks and to know how to mitigate risks. This research was
conducted on the development of Lamongan office building office building. The work analyzed is the work of the building
structure consisting of scaffolding, formwork and reinforcement. In this research, it is known that risk hazard identification is
based on analysis with Job Safety Analysis (JSA) method and then performed risk assessment and risk control of high, medium
and low risk rating by HIRARC method. The last stage is risk mitigation with a control hierarchy. The results of risk identification
and risk matrix assessment are 7 stages of work included in the high category (H), 11 occupations with moderate risk level (M)
and 2 occupations with low category risk level (L). After completion controlling hierarchy of control.

Keywords: K3, JSA, HIRARC, Scaffolding, Formwork, Reinforcement.

Intisari — Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan. Kegiatan konstruksi memiliki risiko yang tinggi,
salah satunya pada aspek K3. Pengendalian secara umum dilaksanakan dengan menganalisis risiko serta perencanaan upaya
pengendalian risiko. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi risiko dari suatu pekerjaan, menilai tingkat risiko bahaya
yang ditimbulkan dan mengetahui cara mitigasi risiko. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan gedung kantor
PEMKAB Lamongan. Pekerjaan yang dianalisis adalah pekerjaan struktur gedung yang terdiri dari pekerjaan scaffolding,
bekisting dan pembesian. Pada penelitian ini diketahui hazard identification risiko berdasarkan analisis dengan metode Job Safety
Analysis (JSA) dan kemudian dilakukan risk assessment dan risk control penilaian tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah dengan
metode HIRARC. Tahapan terakhir yaitu mitigasi risiko dengan hirarki pengendalian. Hasil identifikasi risiko dan penilaian
dengan matriks risiko terdapat 7 tahapan pekerjaan yang termasuk dalam kategori tinggi (H), 11 pekerjaan dengan level risiko
kategori sedang (M) dan 2 pekerjaan dengan level risiko kategori rendah (L). Setelah itu dilakukan pengendalian hierarchy of
control.

Kata Kunci: K3, JSA, HIRARC, Scaffolding, Bekisting, Pembesian.


sebuah konstruksi dapat berpengaruh juga pada tingkat potensi
I PENDAHULUAN bahaya yang mungkin terjadi. Pada proyek kostruksi
khususnya bekerja diketinggian merujuk pada pekerjaan
Industri konstruksi merupakan suatu kegiatan di sektor
disuatu tempat dimana jika seseorang tidak mengikuti
ekonomi yang melakukan transformasi berupa perencanaan,
peringatan yang ada maka dapat menyebabkan terjatuh dan
keuangan, desain, pembangunan, procurement, pengoprasian
mengakibatkan cidera [2]. Penelitian ini dalam upaya mitigasi
dan pemeliharaan dari beberapa sumber daya untuk
risiko kecelakaan metode yang digunakan salah satunya adalah
menghasilkan fasilitas dan prasarana ekonomi dan sosial [1].
metode Hazard Identification, Risk Assesment, and Risk
Pekerjaan konstruksi memiliki resiko yang sangat tinggi,
Control (HIRARC). HIRARC merupakan sebuah metode
misalnya pekerjaan yang berhubungan dengan alat-alat berat,
dalam mencegah dan meminimalisir kecelakaan kerja.
pekerjaan pada ruang terbatas, dan bekerja ditempat
Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
ketinggian. Risiko dari pekerjaan tersebut jika terjadi suatu
mengidentifikasi risiko dari suatu pekerjaan struktur bangunan
accident maka dapat berdampak pada hilangnya nyawa pekerja
pada Proyek Pembangunan Gedung Kantor Pemerintah
hingga fatal, rusaknya peralatan yang digunakan hingga
Kabupaten (PEMKAB) Lamongan dengan menggunakan
rusaknya area lingkungan di sekitar project [1]. Dalam
metode Job Safety Analysis (JSA) serta mengklasikasikannya
penelitian ini pekerjaan yang meliputi struktur bangunan
ke dalam tiga kategori resiko yaitu tinggi, sedang, maupun
gedung adalah pemasangan maupun pembongkaran
rendah. Kemudian setelah didapatkan resiko dan
scaffolding, bekisting dan pemasangan besi atau tulangan.
pengklasifikasiannya, selanjutnya adalah memberikan usulan
PT Brantas Abipraya merupakan perusahaan General
pengendalian terhadap risiko yang terjadi dengan
Contractor yang bekerja dalam pembangunan prasarana
menggunakan kombinasi metode Job Safety Analysis (JSA) &
perhubungan (laut dan udara), kelistrikan, dan bangunan
Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Control
gedung. Salah satunya proyek yang sedang dikerjakan yaitu
(HIRARC).
pembangunan gedung kantor PEMKAB Lamongan yang
dikerjakan dari bulan November 2017. Tingginya kompeksitas

1
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

II TINJAUAN PUSTAKA 4. Pekerjaan yang rumit atau komplek dimana ada sedikit
kelalaian yang dapat berakibat kecelakaan atau cidera [6].
A. Scaffolding atau Perancah
Scaffolding atau perancah merupakan bangunan Petunjuk Penyusunan Job Safety Analysis (JSA) dalam
peralatan yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penelitian Isna Sofiana yang mengutip dari buku Jefrey W.
penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap Vincoli (2006: 45), Form Job Safety Analysis dibagi menjadi
pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan tiga kolom, yakni kolom tahapan pekerjaan, kolom gambaran
pemeliharaan dan pembongkaran. Tujuannya sebagai tempat bahaya dan kolom pengendalian bahaya. Petunjuk ini harus
untuk bekerja yang aman bagi pekerja yang lain seperti pekerja diikuti dengan cermat, agar dipastikan benar selesai dan
yang berada dibawah agar terlindung dari jatuhnya bahan atau bermanfaat.
alat [3]. Menurut Permenaker & trans No. PER-01/MEN/1980
tentang keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi bangunan, E.. Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
scaffolding atau perancah merupakan bangunan pelataran
(platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai (HIRARC)
penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk
pekerjaan konstruksi bangunan termasuk dalam pekerjaan Control (HIRARC) adalah dokumen yang berisikan tentang
pemeliharaan dan pembongkaran. identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian atas
risiko tersebut guna untuk mengurangi terjadinya gangguan
B. Bekisting keselamatan dan kesehatan kerja [7]. Tahapan-tahapan
Menurut F. Wigbout, (1997) dalam penelitian yang HIRARC antara lain yaitu mengidentfikasi bahaya yang
dilakukan oleh M Husnil Ibad [4], bekisting merupakan kemungkinan terjadi dilingkungan kerja, melakukan penilaian
cetakan beton atau sarana pembantu struktur beton untuk risiko atas bahaya yang timbul, dan melakukan pengendalian
mencetak beton agar sesuai dengan ukuran, bentuk, maupun untuk meminimalisir terjadinya risiko.
posisi yang dikehendaki. Untuk itu bekisting harus berfungsi Langkah kerja sudah diidentifikasi, maka langkah
sebagai struktur sementara yang kuat untuk menahan beban selanjutnya mengidentifikasi jenis risiko bahaya dan
sendiri, berat beton basah, dan beban peralatan kerja selama konsekuensi yang dihasilkan pada setiap tahapan pekerjaan
proses pengecoran.Pekerjaan bekisting merupakan kegiatan menggunakan Hazard Identification Risk Assessment and Risk
pekerjaan yang sangat penting didalam seluruh pelaksanaan Control (HIRARC). Setelah itu melakukan penilaian risiko
pekerjaan beton, karena pekerjaan ini akan menentukan posisi, menggunakan risk matrix berdasarkan perkalian nilai
ukuran, serta bentuk dari beton yang dicetak. Bekisting juga likelihood dan severity suatu potensi bahaya. Besaran angka
berfungsi sebagai struktur penyangga sementara bagi seluruh yang didapatkan akan digolongkan menjadi 3 tingkat jenis
beban yang ada sebelum struktur beton berfungsi penuh [4]. bahaya, yaitu rendah (low), sedang (medium), tinggi (high)
tingkat bahaya digunakan untuk mengetahui bahaya mana
C. Pembesian yang menjadi prioritas dalam pengendalian bahaya.
Pekerjaan pembesian merupakan bagian dari
pekerjaan struktur. Pekerjaan ini memegang peranan penting Kemungkinan Bahaya (Likelihood)
dari aspek kualitas pelaksanaan mengingat fungsi besi tulangan Nilai kemungkinan bahaya yang terjadi didapatkan
yang penting dalam kekuatan struktur gedung. Pembesian dari kemungkinan seberapa sering bahaya yang telah
dibuat berdasarkan gambar kerja yang dikeluarkan. Panjang diidentifikasi dapat terjadi. Nilai kemungkinan bahaya berawal
pemotongan besi harus benar-benar sesuai dengan gambar, dari ―Sangat Sering‖ hingga Tidak Pernah‖ seperti pada table
ukuran juga harus diperhatikan. Hal ini dilakukan karena 2.1 [8].
gambar kerja dibuat benar sesuai apa yang seharusnya Tabel 2.1 Kemungkinan Bahaya
terpasang. Kesalahan dalam pemotongan berakibat tidak dapat Peringkat Likelihood(L) Keterangan
digunakan pemotongan besi tersebut dalam komponen [5]. 5 Sering Sekali Bahaya yang paling sering terjadi
4 Sering Kerap terjadi tapi tidak selalu terjadi
D. Job Safety Analysis (JSA)
3 Cukup Sering Dapat terjadi sewaktu-waktu
Job Safety Analysis (JSA) merupakan suatu prosedur
yang digunakan untuk meninjau metode, cara kerja dan Tidak pernah terjadi dalam beberapa
2 Jarang
bahaya yang tidak terlindungi. Bahaya tersebut dapat terjadi tahun
apabila perubahan pada prosedur kerja atau pekerjaannya, Hampir tidak mungkin dan tidak
mengabaikan pekerjaan seperti peletakan bangunan, rancangan 1 Tidak Pernah
pernah terjadi sebelumnya
mesin, peralatan ringan maupun berat, tempat kerja dan proses
produksi [2]. Sumber: Malaysia HIRARC Guideline, (2008)
Job Safety Analysis (JSA) perlu dilakukan untuk
jenis-jenis pekerjaan sebagai berikut: Keparahan Bahaya
1. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau Nilai keparahan bahaya dibagi menjadi lima kategori
memiliki angka kecelakaan tinggi. yang berdasarkan kepada kemungkinan tingkat keparahan
2. Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal akibat dari bahaya pada pekerjaan yang telah diidentifikasi
misalnya membersihkan kaca dengan gondola.. pada kesehatan seseorang, kerusakan lingkungan atau benda.
3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum Nilai keparahan bahaya dimulai dari tingkat ―Bencana‖ hingga
diketahui secara pasti bahaya yang ada. ―Biasa‖, seperti pada table 2.2 [8].

2
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

Tabel 2.2 Keparahan Bahaya Risiko SEDANG membutuhkan


Peringkat Severity (S) Keterangan pengendalian risiko dan pengawasan
Banyak korban jiwa, kerusakan harta pekerjaan yang berkala. Tindakan
5 – 12 SEDANG
5 Bencana benda yang tidak dapat diperbaiki dan yang diambil harus didokumentasikan
kerugian finansial pada form penilaian risiko termasuk
Hilang hari kerja, kerusakan lingkungan tanggal penyelesaiannya.
4 Fatal yang sedang dan kira-kira terdapat satu Risiko yang diidentifikasikan
korban jiwa jika bahaya terwujud. RENDAH dapat dibiarkan atau
Terganggunya pekerjaan dan pengendalian tidak perlu dilakukan.
3 Serius membutuhkan perawatan medis (cacat 1–4 RENDAH Namun, jika risiko dapat diselesaikan
permanen). dengan cepat dan efisien, maka segera
2 Minor Terluka, tapi tidak cacat permanen dihilangkan dan tindakan pengendalin
Luka ringan, memar, sayatan, cidera harus dilaksanakan dan dicatat.
tipe pertolongan pertama yang tidak Sumber: Malaysia HIRARC Guideline, (2008)
1 Biasa
mengganggu proses pekerjaan dan
finansial kecil. F. Hirarki Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan menentukan skala
Sumber: Malaysia HIRARC Guideline, (2008)
prioritas terlebih dahulu. Apakah risiko dapat ditoleransi atau
dilakukan pengendalian risiko (risk control). Kendali (control)
Nilai Risiko Relatif
terhadap bahaya pada proyek adalah tindakan yang diambil
Hasil nilai risiko relatif digunakan untuk membuat
untuk meminimalisir risiko yaitu Hierarchy of Control, yang
keputusan mengenai pengendalian risiko. Selanjutnya
meliputi: eliminasi, substitusi, engineering control,
didapatkan penilaian risiko dengan menggunakan matriks
administrative control, dan alat pelindung diri [7].
Kemungkinan dan Keparahan. hasil dari matriks risiko adalah
cara yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan hasil
analisa risiko dalam proyek, seperti pada tabel 2.3 [8]. Risiko III MOTODOLOGI PENELITIAN
relative dapat dihitung dengan rumus 2.1 berikut:
Penelitian ini dilakukan di proyek pembangunan
L x S = Risiko Relatif (2.1) gedung PEMKAB Lamongan. Data yang diambil berupa data
Keterangan: primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari
L = Nilai Kemungkinan wawancara terhadap pegawai proyek dan melakukan
S = Nilai Keparahan pengambilan data secara langsung saat penelitian berupa
Tabel 2.3 Matriks Kemungkinan x Keparahan dokumentasi kondisi eksisteng serta identifikasi resiko. Data
Keparahan (S) sekunder didapatkan dari jurnal, buku, dan penelitian
Kemungkinan (L) terdahulu, serta hasil telaah dokumen atau literatur yang di
1 2 3 4 5
dapatkan dari proyek. Adapun langkah-langkah dalam
5 5 10 15 20 25 pengolahan data sebagai berikut.
4 4 8 12 16 20
3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

Sumber: Malaysia HIRARC Guideline, (2008)


Hasil dari nilai risiko relatif diatas dapat digunakan
untuk menentukan skala prioritas risiko bahaya. Tabel 2.4
dibawah ini menjelaskan tindakan pada masing-masing nilai
tingkat risiko [8]:
Tabel 2.4 Kisaran Prioritas
RISIKO DESKRIPSI TINDAKAN
Risiko TINGGI membutuhkan
tindakan cepat untuk mengendalikan
bahaya sebagaimana diperinci dalam
15 – 25 TINGGI hirarki pengendalian. Tindakan yang
diambil harus didokumentasikan pada
form penilaian risiko termasuk
tanggal penyelesaian.

Gambar 2.1. Flow Chart Pengolahan Data

3
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

Pada pengolahan data dilakukan identifikasi potensi 3. Pekerjaan Pembesian atau Tulangan
risiko kecelakaan pada pekerjaan struktur bangunan yang Pada proses pembesian, langkah pertama yang
meliputi pemasangan dan pembongkaran scaffolding, dilakukan adalah fabrikasi besi tulangan. Pada proses ini
pemasangan bekisting, dan pemasangan pembesian atau terdapat 1 mandor dan 22 pekerja. Pada proses fabrikasi besi
tulangan dengan menggunakan metode JSA. Setelah itu terdiri dari pemotongan dan pembengkokan besi tulangan. Besi
melakukan pengklaisifikasian risiko tinggi, sedang dan rendah tulangan dipotong sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan
dengan metode HIRARC dan dilakukan mitigasi risiko. dengan menggunakan bar cutter, sedangkan pembengkokan
besi tulangan dilakukan dengan bar bander.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Besi tulangan yang telah difabrikasi tersebut
kemudian dirakit dengan cara mengikatkan tulangan pokok
A. Gambaran Proses Pekerjaan Scaffolding, Bekisting dan kolom dengan tulangan sengkang menggunakan kawat bendrat
Pembesian dimana kawat bendrat yang digunakan cukup tajam. Kawat
bendrat ini digunakan sebagai penguat atau pengikat pada
1. Pekerjaan Scaffolding atau Perancah
rangkaian-rangkaian tulangan agar tidak terjadi pergeseran saat
Perancah dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung
pemasangan dan pengecoran. Pada pekerjaan pembesian atau
sudah mencapai ketinggian 2 meter dan tidak dapat dijangkau
tulangan terdapat 7 potensi bahaya yang ada pada proyek
oleh pekerja. Scaffolding yang digunakan yaitu scaffolding
pembangunan gedung kantor PEMKAB Lamongan.
frame yang biasa terbuat dari pipa atau tabung logam. Pada
Pengerjaan pembesian secara aman harus dilakukan agar
proses scaffolding ini terdapat 3 mandor dan 45 pekerja. Pada
kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan
pekerjaan pemasangan maupun pembongkaran scaffolding
menimbulkan kerugian. Analisa potensi bahaya, pengendalian
terdapat 6 potensi bahaya yang ada pada proyek pembangunan
bahaya dan penilaian tingkat risiko bahaya seperti pada tabel
gedung kantor PEMKAB Lamongan. Penggunaan perancah
2.5.
secara aman harus dilakukan agar kecelakaan kerja yang tidak
diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian. Analisa
B. Klasifikasi Risiko dan Assessment Dengan Metode
potensi bahaya, pengendalian bahaya dan penilaian tingkat
Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control
risiko bahaya seperti pada tabel 2.5.
(HIRARC)
Setelah identifikasi bahaya dilakukan tahap
2. Pekerjaan Bekisting selanjutnya melakukan penilaian risiko, dan pengendalian
Bekisting merupakan cetakan beton yang risiko. Menentukan penilaian risiko dapat dilakukan dengan
diisi dengan adonan beton sampai adonan beton tersebut menganalisa data statistik mengenai nilai keparahan dan
mengeras dalam jangka waktu  1 hari. Pada proses bekisting kemungkinan dari pekerjaan yang sejenis, dan menganalisa
ini terdapat 3 mandor dan 45 Pekerja. Bekisting juga dengan hirarki pengendalian apa yang diperlukan dalam
mempunyai fungsi seperti memberi bentuk pada konstruksi mengendalikan risiko bahaya. Pekerjaan struktur gedung
beton, dapat memikul beban, menjaga rembasan air beton PEMKAB telah dilakukan penyusunan HIRARC seperti pada
(Bleending) dari beton segar, dan mampu memberi tekstur tabel2.5. Pada table dibawah ini peneliti menggabungkan atau
yang diinginkan. Pada pekerjaan pemasangan maupun mengkombinasi table JSA dengan HIRARC menjadi satu
pembongkaran bekisting terdapat 7 potensi bahaya yang ada table.
pada proyek pembangunan gedung kantor PEMKAB
Lamongan. Penggunaan bekisting secara aman harus dilakukan
agar kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan
menimbulkan kerugian. Analisa potensi bahaya, pengendalian
bahaya dan penilaian tingkat risiko bahaya seperti pada table
2.5.

Tabel 2.5 JSAdan HIRARC Pekerjaan Struktur Bangunan Gedung


Tingkat Tingkat
Tingkat
Lingkup Pengendalian Kepara Kemun Resiko
No Bahaya Sumber Bahaya han gkinan Pengendalian Yang Disyaratkan
Pekerjaan Yang Ada
(R) (L) ( Rt )

Landasan scaffolding harus


1.1.1
pada posisi kokoh dan kuat
Jatuh dari ketinggian
Sebelum bekerja perlunya
1.1 akibat lemahnya papan Belum ada 4 4 16 (H)
melakukan P2H (Pemeliharaan
Pekerjaan lantai kerja 1.1.2
dan Pemeriksaan Harian) pada
Pemasangan
scaffolding yang akan digunakan
dan
1 Runtuhnya seluruh atau Pekerja diwajibkan
Pembongkaran
Perancah sebagian unit perancah 1.2.1 menggunakan body harness dan
(Scaffolding) akibat kegagalan safety belt
1.2 komponen atau beban Memakai APD 5 4 20 (H) Kesehatan pekerja di check
berlebih yang terlebih dahulu apakah mampu
1.2.2
mengakibatkan pekerja atau tidaknya bekerja
terjatuh diketinggian

4
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

Pekerja diwajibkan
T ertimpa benda-benda menggunakan safety helmet dan
jatuh dari perancah dan pemasangan scaffolding harus
1.3 Belum ada 4 4 16 (H) 1.3.1
melukai pekerja yang dengan benar dan pada posisi
berada dibawahnya yang kuat dan tetap dilakukan
pengecekan
T enaga kerja harus memakai
Scaffolding licin atau 1.4.1 helm, full body harness dan
alas kaki licin, cross brace .
T erpleset dan terjatuh kehilangan Dilengkapi dengan pagar
Pekerjaan 1.4 Memakai APD 3 3 9 (M)
dari perancah keseimbangan dan pengaman dilokasi ketinggian
Pemasangan tidak adanya pagar 1.4.2 dan memakai safety belt, safety
dan pengaman shoes atau safety boots dan
1
Pembongkaran
sarung tangan
Perancah
Pastikan barang dan alat
(Scaffolding) Scaffolding yang sudah
material tersusun dengan rapi
dibongkar dan dibiarkan
tidak berserakan di akses jalan
tetap berada disekitar
1.5 Belum ada 1 2 2 (L) 1.5.1 yang sering dilewati oleh
bangunan akan
pekerja atau housekeeping yang
mengganggu akses
baik dan tetap menggunakan
pekerja
APD
Kelelahan dan dehidrasi Pekerja bisa memasang atap
saat pemasangan Cahaya suhu udara atau terpal sementara agar tidak
1.6 Belum ada 2 3 6 (M) 1.6.1
maupun pembongkaran panas terpapar langsung oleh sinar
scaffolding matahari
Pekerja diwajibkan
menggunakan helm, sepatu
2.1.1 safety dan sarung tangan saat
pembuatan dan pembongkaran
bekisting
Harus terpasang lantai kerja
Pekerja, tertimpa,
(plat form ), tangga kerja dan
tergencet, terbanting,
jalan keja dengan pengaman
terbentur benda tajam
2.1.2 pagar dan jaring pengaman
2.1 atau tumpul saat Belum ada 3 4 12 (M)
horisontal untuk pembuatan dan
pembuatan &
untuk pembongkaran pagar
pembongkaran
pengaman keliling
bekisting
Disediakan perahu atau sampan
2.1.3
untuk operasional
Dipasang rambu-rambu
peringatan atau safety sign
2.1.4
untuk menghindari kejatuhan
benda dari atas
Harus ada perhitungan kekuatan
Pekerjaan 2.2.1
bekisting dengan perancahnya
Pembuatan
2 dan Pemasangan kelengkapan
Pembongkaran perkuatan seperti: cross
2.2.2
Bekisting bracin g, skor, gelagar dudukan
Bekisting ambruk atau perancah dan lain-lain.
2.2 5 3 15 (H) Pengawasan inspeksi bekisting
jebol 2.2.3
secara ketat
Dipasang rambu-rambu
peringatan atau safety sign
2.2.4 (Dilarang Berada Dibawah
Bekisting Pada Waktu
Pengecoran)
Pekerja kelelahan dan
Pekerja bisa memasang atap
dehidrasi saat pekerjaan
Cahaya suhu udara atau terpal sementara agar tidak
2.3 pemasangan maupun 2 3 6 (M) 2.3.1
panas terpapar langsung oleh sinar
pembongkaran
matahari
bekisting
Gangguan pernafasan
saat memotong kayu
Memakai APD Pekerja harus memakai masker
dengan menggunakan Debu-debu halus yang
2.4 menggunakan 3 4 12 (M) 2.4.1 hidung yang sesuai dengan jenis
gergaji atau alat masuk ke pernafasan
masker hidung pekerjaannya
pemotong untuk
membentuk bekisting

5
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

Kemasukan debu-debu
Iritasi mata pada halus dari proses Pekerja harus memakai safety
2.5 Memakai APD 3 4 12 (M) 2.5.1
pekerjaan bekisting pemotongan glasses
bekisting
T angan terluka dan
Pekerja harus berkonsentrasi
tertusuk saat
T erkena palu dan agar tidak mengganggu
2.6 menghubungkan kayu Belum ada 4 4 16 (H) 2.6.1
Pe ke rjaan paku pekerjaannya dan tetap
untuk membentuk
Pe mbuatan menggunakan APD
bekisting
2 dan
Pekerja tertimpa
Pe mbongkaran
bekisting akibat sling
Be kisting
tower crane yang dapat Pekerja diharapkan tidak berada
jatuh pada saat dibawah area tower crane pada
2.7 pengangkutan dan 4 4 16 (H) 2.7.1 saat pengangkatan bekisting dan
pekerja yang sedang wajib menggunakan APD seperti
berada dibawah safety helmet
berpotensi untuk
tertimpa bekisting
Pekerja tergores dan Pemasangan rambu-rambu
tertusuk kawat bendrat Kawat bendrat dan peringatan atau safety sign ,
3.1 Belum ada 2 3 6 (M) 3.1.1
dan terjepit pemotong pemotong kawat mengikuti instruksi kerja yang
kawat. benar.
Pekerja diwajibkan
3.2.1 menggunakan helm, safety
Pekerja dapat
shoes dan sarung tangan
tertimpah, tegencet,
Harus terpasang lantai kerja
terbanting, terbentur
3.2 Belum ada 4 3 12 (M) (plat form ), tangga kerja dan
benda tajam ataupun
jalan kerja dengan pengaman
tumpul dan terjepit besi 3.2.2
pagar dan jaring pengaman
tulangan
horizontal untuk pagar
pengaman keliling
Mesin harus diberi tutup
3.3.1
T erkena mesin bar pengaman
3.3 Belum ada 4 4 16 (H)
cutter atau bar binder Dipasang rambu-rambu
3.3.2
peringatan atau safety sign
T erpapar kebisingan
Pe ke rjaan Pekerja diwajibkan
saat pemotongan besi
3 Pe mbe sian menggunakan APD yang berupa
3.4 tulangan dengan Memakai APD 2 1 2 (L) 3.4.1
(Tulangan) alat pelindung telinga ear plug
menggunakan mesin bar
atau ear muff
cutter
Pekerja terganggu
sistem pernafasannya
pada saat pemotongan T erkena debu-debu Pekerja harus memakai masker
3.5 bar cutter dan kotoran halus dari hasil Memakai APD 2 3 6 (M) 3.5.1 hidung yang sesuai dengan jenis
yang terbawa angin pemotongan besi pekerjaannya
diarea sekitar
konstruksi
Iritasi mata saat
T erkena serpihan
pemotongan besi Pekerja harus memakai APD
3.6 gram yang masuk ke 3 4 12 (M) 3.6.1
dengan menggunakan yang berupa safety glasses
mata pekerja
bar cutter
Pekerja bisa memasang atap
Kelelahan dan dehidrasi atau terpal sementara agar tidak
Cahaya suhu udara
3.7 saat pengerjaan 2 3 6 (M) 3.7.1 terpapar langsung oleh sinar
panas matahari dan pengaturan jam
pembesian
kerja

6
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

pemotongan besi dengan bar cutter dan pembengkokan bar


Pada level risiko yang memiliki tingkat bahaya binder alatnya rusak dan menyebabkan risiko kecelakaan
tinggi terdapat sebanyak 7 tahapan pekerjaan yang termasuk kerja maka diganti dengan alat kerja yang lebih aman.
dalam kategori tinggi. Untuk risiko bahaya yang memiliki 3. Enggineering Control
level risiko tinggi perlu dilakukan tindakan segera guna Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau
menghilangkan risiko bahaya yang mungkin timbul, karena sarana teknik yang ada dilingkungan kerja. Karena itu,
jika berdasarkan literature kondisi dengan risiko kerja yang pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan
tinggi tidak dapat dilakukan pekerjaan tersebut sampai pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan
risiko telah direduksi sehingga pekerjaan bisa dilakukan peralatan pengaman. Pengendalian engineering pada
kembali jika risiko sudah tereduksi. pekerjaan scaffolding misalnya pemeliharaan dan
Sedangkan yang termasuk dalam tingkat bahaya pemeriksaan harian terhadap scaffolding. Dan memastikan
level sedang terdapat 11 tahapan pekerjaan. Untuk risiko barang dan alat material tersusun dengan rapi tidak
bahaya yang memiliki potensi yang medium perlu dilakukan berserakan diakses jalan yang sering dilewati oleh pekerja.
tindakan guna mengurangi risiko dan pengukuran risiko Pada pekerjaan bekisting pengendalian enggineeringnya
perlu diterapkan dengan baik dan benar. misalnya disediakan perahu atau sampan untuk operasional.
Untuk tingkat bahaya pada level rendah terdapat 2 Pada pekerjaan pembesian pengendalian tekniknya misalkan
tahapan pekerjaan. Pada level risiko kategori rendah mesin bar binder dan bar cutter harus diberi tutup
pengendalian tambahan tidak diperlukan karena untuk pengaman untuk mencegah terjadinya kecelakaan disaat
pengendalian yang sudah ada mampu meredam risiko pekerja lengah.
bahaya yang mungkin terjadi sehingga untuk kategori ini 4. Administratif Control
pemantauan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa Administratif Control Pengendalian bahaya juga
pengendalaian tetap berjalan dengan baik dan sesuai dapat dilakukan secara administrasif misalnya dengan
prosedur. mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur
kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih
C. Upaya Mitigasi Risiko aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan, pemasangan
Upaya mitigasi risiko dilakukan dengan menentukan rambu-rambu keselamatan untuk pemakaian APD ataupun
skala prioritas terlebih dahulu. Berikut ini merupakan hirarki tanda bahaya seperti (hati-hati dalam menggunakan alat
mitigasi risiko: pemotong besi, hati-hati kejatuhan benda dari atas dan
1. Eliminasi sebagainya) dan memberikan instruksi kerja yang benar.
Eliminasi merupakan teknik pengendalian dengan Tidak hanya itu pengendalian administratif seperti
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif mencegah pekerja dari kejenuhan, kelelahan, memberikan
karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko penyuluhan tentang penggunaan mesin dan peralatan yang
dapat dihilangkan. Pada kondisi eksisting di proyek aman dengan prosedur kerja yang standar secara rutin dan
pembangunan gedung PEMKAB Lamongan pada pekerjaan terus menerus setiap beberapa waktu. Pemberian tempat
scaffolding untuk menjaga pekerja agar tidak terpeleset dan minum untuk para pekerja jika merasa kelelahan. Menurut
terjatuh diberi pagar pengaman, tetapi jika pagar pengaman Himpunan Peraturan-Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
tersebut dihilangkan maka tidak memungkinan akan Kerja (K3) RI pada pasal 78 waktu kerja lembur hanya
bertambah bahaya. dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14
jam dalam 1 minggu.
Kemudian untuk bekisting jika dieliminasi juga 5. Alat Pelindung Diri
tidak memungkinkan, karena bekisting merupakan sarana Pemilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah
pembantu struktur beton untuk mencetak beton yang sesuai dengan memakai alat pelindung diri. Pada pekerjaan
dengan ukuran, bentuk, maupun posisi yang dikehendaki. konstruksi pembangunan gedung APD yang digunakan
Dan pada saat pemakaian palu dan paku untuk berupa: Safety Belt, Safety Helmet, Safety Shoes atau Safety
menggabungkan bekisting juga tidak bisa dieliminasi karena Boots, Sarung Tangan, Jas Hujan dan Payung, Safety Face
pada proses pekerjaannya secara manual. Shield, Coverall atau Wearpack (baju kerja terusan), Safety
Pada proses pekerjaan pembesian terdapat Glasses, masker hidung, ear plug atau ear muff, dan Full
pemakaian alat bar binder, bar cutter dan pemotong kawat Body Harness. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri
bendrat jika semuanya dieliminasi maka tidak adanya bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelihood)
peranan penting dari ketiga alat tersebut. Masing-masing namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan
alat memiliki fungsi yang berbeda-beda, untuk alat bar kecelakaan (reduce consequences). Penggunakan APD
binder sebagai pembengkok besi jika dieliminasi tidak sendiri yang paling efektif dilakukan sehingga segitiga
memungkinkan. Alat bar cutter sebagai pemotong besi jika hirarki pengendalian itu meruncing kebawah.
dieliminasi tidak memungkinkan karena tidak adanya alat
V KESIMPULAN & SARAN
pemotong. Sedangkan untuk pemotong kawat bendrat itu
juga tidak bisa dieliminasi.
A. Kesimpulan
2. Substitusi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Substitusi adalah teknik pengendalian dengan adapun kesimpulan yang diambil adalah sebagai berikut:
mengganti alat, bahan, sistem ataupun prosedur yang 1. Berdasarkan identifikasi dengan menggunakan
berbahaya dengan yang lebih aman atau yang lebih rendah metode JSA terdapat potensi kecelakaan kerja yang
bahayanya. Misal pada pekerjaan pembesiaan saat

7
JURNAL INOVTEK POLBENG, Vol. nn, No. nn, Bulan20nn ISSN xxxx - xxxx
ESSN xxxx - xxxx

teridentifikasi pada pekerjaan scaffolding terdapat 6 Fabricators Serang Banten‖. Surakarta : Universitas
potensi bahaya, pekerjaan bekisting terdapat 7 Sebelas Maret.
potensi bahaya dan pembesian terdapat 7 potensi [2] Shofiana, Isna. 2015. ―Identifikasi Potensi Bahaya
bahaya yang ada. Pekerjaan Di Ketinggian Pada Proyek Pembangunan
2. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko tinggi Gedung Parkir Rumah Sakit Telogorejo (Studi
teridentifikasi sebanyak 7 Deskriptif Pada Proyek Konstruksi oleh PT. Adhi
3. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko sedang Karya Semarang)‖. Semarang: Universitas Negeri
teridentifikasi sebanyak 11 Semarang.
4. Potensi bahaya dengan tingkat kategori risiko rendah [3] Boska, Antony. 2012. ―Aplikasi Pelatihan Scaffolding
teridentifikasi sebanyak 2 Berbasis Android Augmented Reality‖. Riau : Jurnal
5. Bentuk pengendalian yang dilakukan PT Brantas Teknik Informatika Vol. 1 September 2012.
Abipraya yaitu seperti pengendalian engineering [4] Ibad, M. Husnil. 2016. ―Alternatif Pemasangan
pada saat pemotongan besi dengan mesin bar cutter Bekisting Balok dan Plat Pada Proyek Jember Icon
dan bar binder yaitu dengan diberinya pengaman DenganMetode Zonasi‖. Jember : Universitas Jember.
berupa penutup mesin. Pengendalian administratif [5] Suhendra. 2015. ―Prosedur dan Teknik Pembuatan dan
yang berupa pengaturan jam kerja, memberikan Pemasangan Pembesian/ Penulangan Beton‖. Jambi
instruksi kerja yang benar, pemasangan safety sign, [6] Ramli, Soehatman. 2010. ―Pedoman Praktis
dan pemberian tempat minum untuk para pekerja. Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk
Pemilihan terakhir untuk pengendalian bahaya yang Management‖. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
efektif untuk dilakukan adalah dengan memakai alat [7] Wibodo, Dwi Ari. 2016. ―Manajemen Risiko
pelindung diri. Pada pekerjaan konstruksi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode
pembangunan gedung APD yang digunakan berupa: Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Safety Belt, Safety Helmet, Safety Shoes atau Safety Control (Hirarc) Dalam Upaya Mencapai Zero
Boots, Sarung Tangan, Jas Hujan dan Payung, Safety Accident (Studi Kasus: Part Manufactur Division Pt.
Face Shield, Coverall atau Wearpack (baju kerja Omi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
terusan), Safety Glasses, masker hidung, ear plug Surakarta.
atau ear muff, dan Full Body Harness. [8] Director General. 2008. ―Guideline for Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control
B. Saran (HIRARC)‖. Malaysia: Departement of Occupational
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Safety and Health Ministry of Human Resources
adapun saran yang dapat diambil:
1. Pengawasan dari foreman dan karyawan HSE harus
dilakukan dengan rutin dan berkala dan ketika ada
pekerja yang masuk khususnya dalam pengerjaan
scaffolding harus memiliki lisensi pada
kenyataannya disana para pekerja atau buruh tidak
memiliki lisensi hanya berdasarkan pengalaman
saja. Menyiapkan kacamata safety untuk
melindungi mata dari paparan debu, menyiapkan
masker hidung agar tidak terkena debu-debu halus
selama ini pekerja hanya menutupi dengan kain
bajunya saja. Dan mengadakan pemeriksaan secara
berkala.
2. Bagi peneliti selanjutnya bisa melakukan
penambahan analisa dengan menggunakan metode
yang berbeda seperti FMEA. Dan perlu
ditambahkan analisa anggaran biaya dari upaya
mitigasi risiko.
3. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
terhadap unsafe action mengenai faktor-faktor lain
yang belum diteliti yang berkaitan dengan
kelanjutan penelitian ini, seperti pengetahuan
pekerja tentang risiko bahaya dan pencegahannya
seperti Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada pekerjaan di
ketinggian.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Nugroho, Ardi. 2011. ―Analisa Penggunaan


Scaffolding Tubular Di PT Gunanusa Utama

Anda mungkin juga menyukai