Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN KERJA PRAKTEK

DI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG


(1 JULI 2019 – 1 SEPTEMBER 2019)

PERFORMANCE AMMONIA CONVERTER (105-D) PUSRI IIB


DITINJAU DARI PENGARUH TEMPERATUR, TEKANAN,
SERTA PERHITUNGAN NERACA MASSA DAN NERACA
PANAS DENGAN SIMULATOR

Dibuat untuk Memenuhi Syarat


Kurikulum Tingkat Sarjana Pada
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya

Disusun oleh:
Aldhino Angsal Cautzar (03031381621064)
Kms Rizckhan Satria (03031381621079)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
ii
KATA PENGANTAR

Kerja praktek merupakan salah satu cara bagi mahasiswa untuk


mengembangkan wawasan mengenai aplikasi keilmuan teknik kimia dalam dunia
industri. Salah satu industri yang cukup terkenal dan memiliki aplikasi ilmu teknik
kimia yang luas dan kompleks yaitu PT PUSRI Palembang khususnya pada Unit
Operasi PUSRI IIB. Kerja praktek dapat dilakukan dengan beberapa cara salah
satunya yaitu pengambilan data dalam pembuatan laporan kerja praktek yang
waktunya disesuaikan dengan jam kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Pembuatan laporan kerja praktek ini bertujuan untuk dapat memenuhi
persyaratan kurikulum mata kuliah kerja praktek pada Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya serta memberikan gambaran mengenai
proses operasi yang terdapat di PT PUSRI Palembang.
Laporan kerja praktek dengan judul “Performance Ammonia Converter
(105-D) PUSRI IB Ditinjau dari Pengaruh Temperatur, Tekanan, Serta
Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Panas Dengan Simulator” selesai tepat
pada waktunya selama 2 bulan mulai dari tanggal 1 Juli 2019 sampai 1 September
2019 di PT Pupuk Sriwidjaja pada Unit Operasi PUSRI IIB Palembang. Data-data
yang diperoleh merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama
kerja praktek di lapangan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Orang tua penulis yang senantiasa mendukung.
2. Bapak Dr. Ir. H. Syaiful., DEA, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya
3. Ibu Dr. Hj. Leily Nurul Komariah, S.T., M.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sriwijaya.
4. Ibu Dr. Ir. Hj. Susila Arita Rachman, DEA., selaku dosen pembimbing Kerja
Praktek.
5. Bapak Andri Azmi, selaku Manajer Operasi PUSRI IIB.

iii
6. Bapak Eko Hernadi selaku Kepala Superintendent Unit Ammonia PUSRI IIB
sekaligus pembimbing kerja praktek di PT. PUSRI.
7. Seluruh Staf maupun Karyawan PT PUSRI Palembang dari Departemen
Perencanaan dan Pengendalian Produksi maupun Departemen Operasi PUSRI
IIB, khususnya yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
8. Bapak/Ibu Dosen serta staf pengajar Teknik Kimia UNSRI yang telah
memberikan pembekalan ilmu kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
kerja praktek ini.
9. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan kerja praktek bersama di
Departemen Operasi PUSRI IIB.
10. Teman-teman mahasiswa Universitas Sriwijaya Angkatan 2016 atas semua
bantuan dan dukungannya selama ini.
Akhir kata Penulis berharap dengan adanya laporan ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan ataupun sebagai panduan pembaca khususnya bagi
Mahasiswa yang akan melakukan kerja praktek di PT PUSRI Palembang dalam
memahami proses dan operasi yang berlangsung khususnya di PUSRI IIB.

Palembang, 30 Agustus 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………............i
Lembar Pengesahan……………………………………………………………...ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………..iii
Daftar Isi……………………………………………………………………….....v
Daftar Tabel……………………………………………………………………...vi
Daftar Gambar………………………………………………………………….vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1 .

1.1. Latar Belakang………………………………………………………………..1


1.2. Permasalahan…………………………………………………………………2
1.3. Tujuan………………………………………………………………………...2
1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktek………………………………………………..2
1.5. Jadwal dan Tahap Kegiatan…………………………………………………..3
BAB II ORIENTASI PABRIK…………………………………………………..4
2.1. Sejarah Perusahaan…………………………………………………………..4
2.2. Visi, Misi, dan Makna Perusahaan…………………………………………..7
2.3. Lokasi Pabrik dan Tata Letak PT Pupuk Sriwidjaja………………………...7
2.4. Sistem Distribusi Pupuk Nasional…………………………………………. 10 .

2.5. Struktur Organisasi…………………………………………………………12


2.6. Departemen Operasi IIB…………………………………………………....18
2.7. Unit Amoniak P-IIB………………………………………………………..19
2.8. Unit Utilitas P-IIB………………………………………………………….38
2.9. Unit Urea P-IIB…………………………………………………………….43
BAB III TUGAS KHUSUS……………………………………………………..56
3.1. Pendahuluan………………………………………………………………..56
3.2. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...57
3.3. Metodologi…………………………………………………………………64
3.4. Hasil Perhitungan dan Pembahasan………………………………………..66
BAB IV PENUTUP………………………………………………………….......81
4.1. Kesimpulan………………………………………………………………....81
4.2. Saran………………………………………………………………………..81
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Rencana Kegiatan Kerja Praktek…………………………………….....3


Tabel 2.1. Periode Pembangunan dan Perkembangan PT PUSRI………………...6
Tabel 2.2. Komposisi dan Karakteristik Gas Alam Pertamina…………………...22
Tabel 2.3. Komposisi dan Karakteristik Air Sungai Musi………………………. 23 .

Tabel 2.4. Jenis-Jenis Katalis pada Pabrik Amoniak PUSRI-IIB……………….. 24 .

Tabel 2.5. Bahan Kimia Penunjang Pabrik Amoniak…………………………….24


Tabel 2.6. Kualitas Urea di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang…………………... .44
Tabel 3.1. Komposisi Gas Keluar pada 105-D…………………………………...59
Tabel 3.2. Perbandingan Hasil Perhitungan Neraca Massa Desain dan Aktual….70
Tabel 3.3. Perbandingan Hasil Perhitungan Neraca Panas Desain dan Aktual......77

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Lokasi PT PUSRI Palembang………………………………..8


Gambar 2.2. Sistem Distribusi Pupuk Nasional………………………………..10
Gambar 2.3. Rayonisasi Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi…………………. .12
Gambar 2.4. Struktur Organisasi PT PUSRI Palembang………………………13
Gambar 2.5. Blok Diagram Proses Pembuatan Amoniak……………………...25
Gambar 2.6. Tahap Feed Treating Unit Amoniak…………………………….. 26 .

Gambar 2.7. Tahap Pembentukan Gas Sintetis pada Primary Reformer………28


Gambar 2.8. Tahap Pembentukan Gas Sintetis pada Secondary Reformer…….29
Gambar 2.9. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada Shift Converter……………..30
Gambar 2.10. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada CO2 Removal……………….32
Gambar 2.11. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada Methanator………………....33
Gambar 2.12. Proses Sintesis Amoniak pada Syngas Compressor……………...35
Gambar 2.13. Proses Sintesis Amoniak pada Ammonia Converter……………..36
Gambar 2.14. Proses Sintesis Amoniak pada Synthesis Gas Purifier…………...37
Gambar 2.15. Proses Sintesis Amoniak pada Purge Gas Recovery Unit………..38
Gambar 2.16. Blok Diagram Unit Urea………………………………………….44
Gambar 2.17. Proses Sintesa pada Reactor, Stripper, Carbamate Condenser…..49
Gambar 2.18. Seksi Purifikasi pada HP Decomposer dan LP Decomposer......... 51
.

Gambar 2.19. Seksi Konsentrasi Unit Urea……………………………………...52


Gambar 2.20. Seksi Prilling pada Prilling Tower……………………………….52
Gambar 2.21. Seksi Recovery pada LP Absorber dan HP Absorber…………….54
Gambar 3.1. Ammonia Converter di PT Pupuk Sriwidjaja…………………….58
Gambar 3.2. Grafik Hubungan Konsentrasi Ammonia (mol%) dengan
Temperatur dalam Kesetimbangan …………………………........60
Gambar 3.3. Grafik Hubungan Konsentrasi Ammonia (mol%) dengan
Rasio H2/N2………………………………………………………62
Gambar 3.4. Diagram Alir……………………………………………………...64
Gambar 3.5. Skema Aliran Ammonia Converter……………………………....65
Gambar 3.6. Skema Aliran Ammonia Converter Menggunakan Simulator…...66

vii
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diseimbangi
dengan perkembangan rekayasa teknik, salah satunya perkembangan dalam bidang
industri. Oleh karena itu, perlu adanya persiapan sumber daya manusia yang unggul
dan profesional agar dapat menghadapi perkembangan dunia industri dan
persaingan global. Maka dari itu, diperlukan keselarasan dari disiplin ilmu yang
telah diperoleh calon tenaga industri profesional dalam jenjang pendidikan yang
ditempuh. Ilmu teoritis yang diperoleh mahasiswa di pendidikan tinggi dirasa
belum cukup mengingat permasalahan yang cukup beragam di dunia industri. Maka
dari itu, diperlukan suatu wadah untuk mengimplementasikan ilmu teori yang telah
diperoleh.
Salah satu cara untuk dapat mengimplementasikannya ialah dengan
melakukan Kerja Praktek (KP). Kerja Praktek ini merupakan salah satu sarana yang
dapat digunakan oleh mahasiswa Teknik Kimia untuk mengetahui penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Teknik Kimia di lapangan. Kerja praktek dapat
dilakukan di berbagai tempat, tetapi untuk Jurusan Teknik Kimia dikhususkan di
dalam industri kimia. Pemilihan industri kimia ini dilakukan agar mahasiswa teknik
kimia lebih memahami mengenai proses yang terjadi di industri serta instrumentasi
yang terdapat di industri. Salah satu industri yang memiliki fokus pada bidang ilmu
teknik kimia adalah pabrik pembuatan pupuk.
PT Pupuk Sriwidjaja (PT Pusri) merupakan tempat yang tepat dalam
penerapan ilmu dan disiplin teknik kimia dalam hal teknologi pembuatan pupuk
urea. PT Pusri juga merupakan salah satu pabrik pupuk terbesar yang ada di
Indonesia. Pada PT Pusri terdapat berbagai macam proses produksi, yaitu TRCI,
ACES, dan ACES21. Pabrik PT Pusri juga memiliki peralatan proses yang sangat
lengkap. Hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi mahasiswa karena dapat
memberikan pengetahuan yang lebih banyak mengenai proses produksi pupuk,
secara khusus pupuk urea yang menjadi produk utama PT Pusri. Hal inilah yang

1
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


menjadi melatarbelakangi kami untuk melaksanakan kegiatan kerja praktek di
wilayah PT Pusri. Harapan kami sebagai mahasiswa yaitu dapat mempelajari dan
ikut bekerja secara langsung serta mendalami proses-proses yang terjadi khususnya
pada pengolahan pupuk, serta memperoleh pengalaman kerja di bidang industri
kimia.

1.2. Permasalahan
Pada umumnya teori yang dipelajari merujuk pada keadaan ideal yang
kadangkala berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan. Melalui Kerja Praktek di
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang diharapkan mahasiswa mendapat gambaran nyata
tentang kondisi operasi, aplikasi alat, permasalahan saat proses, dan berbagai
macam hal yang tidak bisa didapatkan pada saat perkuliahan.

1.3. Tujuan
1) Memenuhi persyaratan kurikulum Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya.
2) Mengadakan studi perbandingan antara ilmu pengetahuan yang di dapat di
bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.
3) Mempelajari dan memahami secara rinci berbagai macam proses dan
metode penanganan yang terjadi dalam industri serta berbagai macam
kondisi operasi yang diterapkan pada peralatan operasi di lapangan,
khususnya di PT. Pupuk Sriwidjaja.
4) Mendapatkan kesempatan untuk menganalisa setiap permasalahan yang
mungkin terjadi di lapangan dalam bentuk tugas khusus dan mengusulkan
tindakan penanganan yang tepat.

1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktek


Dalam melaksanakan kerja praktek ini, mahasiswa yang bersangkutan
bermaksud untuk menyusun program kegiatan yang akan dilakukan, yaitu:
1) Orientasi Umum
Pengenalan hal-hal umum yang berkaitan dengan perusahaan.

2
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


2) Studi Kepustakaan
Melihat dan mempelajari literatur yang ada mengenai industri pupuk dan
proses pengolahannya.
3) Orientasi Lapangan
Mempelajari proses yang terjadi pada sistem peralatan dan pemeliharaan,
sistem distribusi, pemasaran industri, serta treatment yang dilakukan di
lapangan.
4) Tugas Khusus
Performance ammonia converter 105-D.
5) Penyelesaian Kerja Praktek
6) Penyusunan Laporan

1.5. Jadwal dan Tahap Kegiatan


Waktu pelaksanaan kerja praktek diharapkan dapat diberikan kesempatan
diantara tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 1 September 2019, dan bila
memungkinkan setiap mahasiswa berkesempatan untuk Kerja Praktek selama 2
bulan (8 minggu). Untuk perencanaan kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Rencana Kegiatan Kerja Praktek


No Uraian Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8
1 Orientasi Pabrik X
2 Studi Perpustakaan X X X X X X X
3 Praktek Lapangan X X X X X X X
4 Tugas Khusus X X X X X X
5 Penyelesaian Kerja Praktek
X X X X X
dan Tugas Khusus

Ket: (X) waktu pelaksanaan

3
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


BAB II
ORIENTASI PABRIK

2.1. Sejarah Perusahaan


PT Pupuk Sriwidjaja Palembang merupakan perusahaan yang berbentuk
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perencanaan pembangunan pabrik pupuk
kimia dipercayakan kepada Biro Perencanaan Negara (BPN), yang berada langsung
dibawah Perdana Menteri Ir. Juanda sebagai Dirjen BPN untuk membuat rancangan
pupuk urea. PT PUSRI didirikan pada tanggal 24 Desember 1959 dengan akte
notaris Eliza Pondaag dan diumumkan pada lembaran negara RI No. 46 tanggal 17
Juni 1960. Nama PT Pupuk Sriwidjaja Palembang merupakan gagasan Prof. Ir.
Otong Kosasih dan Ir. Rachman Subandi yang bertujuan untuk mengabadikan
sejarah kejayaan Kerajaan Sriwijaya di Palembang.
Keseluruhan saham pada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang dimiliki oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Dalam hal ini, sebagai pemegang saham dipegang
oleh seorang menteri penerangan dan menteri perindustrian sebagai kuasa
pemegang saham. Pembangunan pabrik yang dilakukan oleh Gas Bell and
Association Morrison Knudsen of Asia Inc memakan waktu selama kurang lebih
dua tahun. Pabrik mulai berproduksi pada tanggal 16 Oktober 1963 dengan
kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton urea/tahun atau 300 ton urea per hari dan
59.400 ton ammonia per tahun atau 180 ton ammonia per hari. Pada tanggal 4 Juli
1964, Wakil Perdana Menteri I Chairul Saleh atas nama Presiden RI meresmikan
PT PUSRI Palembang sebagai pabrik pupuk pertama di Indonesia.
Anggaran dasar PT Pupuk Sriwidjaja Palembang telah mengalami beberapa
kali perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan perusahaan.
Anggaran dasar ini ditetapkan dalam akte notaris, Soeleman Ardjasasmita, No. 36
tanggal 5 Maret 1985. Tujuan didirikannya PT Pupuk Sriwidjaja Palembang yaitu
untuk turut melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi
serta pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang industri pupuk
dan industri kimia. Untuk mencapai tujuan tersebut, perseroan menjalankan usaha-
usaha sebagai berikut:

4
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


1) Produksi
2) Perdagangan
3) Pemberian jasa
4) Usaha-usaha lain
Tugas utama yang dilakukan oleh PT Pupuk Sriwidjaja Palembang yaitu
memproduksi pupuk urea yang sangat dibutuhkan oleh petani di seluruh pelosok
tanah air. Dari awal berdirinya PT Pupuk Sriwidjaja Palembang banyak kemajuan-
kemajuan dari segi teknologi maupun manajemen perusahaan. Pada tahun 1963,
PUSRI I berhasil memproduksi urea pertama di Indonesia tepatnya pada tanggal 16
Oktober 1963. Kapasitas produksi pada PUSRI I yang terpasang adalah sebesar
100.000 ton urea per tahun atau 300 ton per hari, dan 180 ton ammonia per hari.
Pada tahun 1964 kapasitas produksi telah mencapai 100,4% dari target yang
ditetapkan. Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pupuk,
pada tahun 1972 PT Pupuk Sriwidjaja Palembang mengambil keputusan untuk
memperluas pabrik dengan membangun PUSRI II dengan kapasitas produksi
380.000 ton urea per tahun atau 1.150 ton per hari dan 660 ton ammonia per hari.
Tahun 1975 PUSRI III dan IV didirikan dengan kapasitas produksi 570.000 ton
urea/tahun atau 1.725 ton urea/hari dan ammonia 1000 ton/ hari.
Hingga saat itu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang mampu memproduksi
1.520.000 ton urea/tahun (PUSRI II : 380.000 ton, PUSRI III : 570.000 ton dan
PUSRI IV: 570.000 ton). Namun, saat ini PUSRI I dan II tidak lagi memproduksi
urea. Peranannya telah digantikan oleh pabrik PUSRI IB dan IIB yang dilengkapi
dengan teknologi yang lebih canggih dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.
Pabrik PUSRI IB pada awalnya direncanakan untuk dapat memproduksi
urea dengan kapasitas 570.000 ton urea per tahun atau 1.725 ton urea per hari serta
dapat menghasilkan 1.350 ton ammonia per hari. Sedangkan PUSRI IIB
direncanakan untuk mampu memproduksi ammonia 2.000 ton per hari dan urea
sebesar 2.750 ton per hari.

5
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Tabel 2.1 Periode Pembangunan dan Perkembangan PT PUSRI
Pabrik Periode Pelaksana Awal Produksi Kapasitas

Pembangunan Konstruksi Konstruksi Pertama

Ammonia
Morrison
16 180
PUSRI Knudsen of Oktober
1961-1963 Oktober ton/hari
I Asia Inc. 1961
1963 Urea 300
(AS)
ton/hari
Kellog
Ammonia
Overseas
660
Corp. (AS) 6
PUSRI 7 Desember ton/hari
1972-1974 Toyo Agustus
II 1972 Urea
Engineering 1974
1.150
Corp.
ton/hari
(Japan)
Kellog
Ammonia
Overseas
1.000
Corp. (AS)
PUSRI 21 Mei Desembe ton/hari
1975-1976 Toyo
III 1975 r 1976 Urea
Engineering
1.725
Corp.
ton/hari
(Japan)
Kellog
Ammonia
Overseas
1000
Corp. (AS)
PUSRI 25 Oktober Oktober ton/hari
1975-1977 Toyo
IV 1975 1977 Urea
Engineering
1.725
Corp.
ton/hari
(Japan)

6
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Ammonia
PT. 1.350
PUSRI Rekayasa Agustus Desembe ton/hari
1990-1992
IB Industri 1990 r 1994 Urea
(Indonesia) 1.725
ton/hari
PT.
Rekayasa
Ammonia
Industri
2000
PUSRI (Indonesia) 8 April Novembe
2013-2014 ton/hari
IIB Toyo 2013 r 2016
Urea 2750
Engineering
ton/hari
Corp.
(Japan)
(Sumber: PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang)

2.2. Visi, Misi, dan Makna Perusahaan


Sebagai perusahaan tertua pemasok kebutuhan pupuk di Indonesia, PT
PUSRI tetap memegang teguh komitmen yang dimilikinya dalam bentuk visi, misi
dan makna perusahaan sesuai Surat Keputusan Direksi No. SK/DIR/207/2012
tanggal 11 Juni 2012 sebagai berikut:
1) Visi: “Menjadi Perusahaan Pupuk Terkemukan Tingkat Regional”.
2) Misi: “Memproduksi serta memasarkan pupuk dan produk agribisnis secara
efisien, berkualitas prima dan memuaskan pelanggan”.
3) Makna: “PUSRI untuk Kemandirian Pangan dan Kehidupan yang lebih
baik”.

2.3. Lokasi Pabrik dan Tata Letak PT Pupuk Sriwidjaja Palembang


2.3.1. Lokasi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang terletak 7 km dari pusat kota Palembang,
Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan rekomendasi dari Gas Bell & Associates
(Amerika Serikat), pemilihan lokasi ini didasarkan pada ketersediaan bahan baku

7
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


dan jalur transportasi untuk pemasaran produk. Alasan pemilihan daerah tepi
Sungai Musi sebagai lokasi pabrik antara lain:
1) Gas alam merupakan salah satu komoditi andalan Sumatera Selatan pada
waktu itu. Lokasinya berdekatan dengan wilayah operasi perkilangan
minyak Pertamina termasuk sumur gas alam di Prabumulih yang sampai
sekarang menjadi sumber gas alam yang digunakan PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang.
2) Sungai Musi merupakan sumber air yang tidak pernah kering sepanjang
tahun yang akan menunjang bahan baku pembuatan steam dan keperluan
utilitas. Nilai tambah lainnya adalah Sungai Musi yang berujung di
Samudera Hindia dan Selat Bangka, juga dapat dilayari oleh kapal-kapal
besar, sehingga memudahkan transportasi pupuk ke daerah pemasaran
dalam jumlah besar dengan menggunakan kapal laut.
3) Letak PT PUSRI berjarak sekitar 198 km dengan tambang PT. Bukit Asam
yang tidak jauh dari Palembang, yang memiliki batubara yang dapat
dijadikan sebagai cadangan bahan baku potensial apabila persediaan gas
alam menipis.

Gambar 2.1. Peta Lokasi PT PUSRI Palembang

Saat pembangunan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, lokasi yang sekarang


digunakan oleh PT Pupuk Sriwidjaja Palembang terletak di luar kota. Namun,

8
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


akibat perkembangan maupun perluasan kota Palembang, sekarang PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang terletak di dalam kota Palembang. Alasan pembangunan PT
Pupuk Sriwidjaja Palembang di dekat ibu kota provinsi adalah kemudahan
memperoleh sumber daya manusia dalam hal ini pekerja, dan kemudahan
pengurusan administrasi pemerintah (dekat dengan pusat administrasi). PT PUSRI
berlokasi dijalan Mayor Zen yang berbatasan dengan :
1) Sebelah utara adalah Sekojo
2) Sebelah barat adalah Lemabang
3) Sebelah timur adalah Sungai Lais
4) Sebelah selatan adalah Sungai Musi
2.3.2. Tata Letak PT. Pupuk Sriwidjaja
Pada pembangunan awal PT PUSRI Palembang, luas tanah yang
dipergunakan untuk lokasi pabrik adalah 55 ha. Luas tanah yang dipergunakan
untuk lokasi pabrik adalah 20,4732 ha dan luas tanah untuk perumahan karyawan
26,5265 ha. Di samping itu, sebagai lokasi cadangan disiapkan 41,7965 ha yang
dimaksudkan untuk persediaan perluasan kompleks pabrik. Sebelum dipakai untuk
perluasan, lokasi cadangan tersebut dipakai sebagai tempat olahraga bagi karyawan
dan penduduk sekitar.
Bagian depan kompleks industri terdapat Kantor Pusat yang merupakan
kantor staf direksi dan administrasi umum PT PUSRI Palembang. Di dalam
kompleks terdapat perumahan karyawan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas,
seperti rumah sakit, fasilitas olahraga, gedung pertemuan, perpustakaan umum,
rumah makan, dan masjid. Selain itu, terdapat juga penginapan yang diperuntukkan
bagi tamu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang. Kompleks perumahan dan kompleks
pabrik dibatasi oleh pagar dan terdapat 2 buah gerbang masuk kompleks pabrik
yang dijaga oleh aparat keamanan. Empat buah pabrik terletak berkelompok
mengelilingi daerah tangki penyimpanan ammonia.
Di area pabrik biasanya setiap unit operasi pabrik berada berdekatan satu
sama lain. Hal ini bertujuan agar sistem piping tidak terlalu panjang dan komunikasi
antar unit tidak terlalu sulit. Mengingat semua unit operasi di PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang sangat berkaitan satu sama lain, maka letak control room antar unit

9
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


operasi selalu berada dalam satu gedung, kecuali unit utilitas pabrik yang
dikumpulkan menjadi satu terpisah dari unit ammonia dan unit urea.
Daerah yang mengarah ke Sungai Musi digunakan sebagai daerah pengantongan
dan gudang supaya pengangkutan untuk bongkar muat di pelabuhan dan menjadi
lebih mudah, serta memerlukan biaya yang lebih murah. Untuk keperluan bongkar
muat, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Palembang memiliki pelabuhan sendiri di
tepi Sungai Musi. PT PUSRI Palembang juga menerapkan konsep go green dalam
lingkungannya, hal ini bisa dilihat di sekeliling area perkantoran dan perumahan
karyawan banyak terdapat pepohonan dan tanaman.

2.4. Sistem Distribusi Pupuk Nasional


Sistem alur distribusi pupuk PT Pupuk Sriwidjaja Palembang sesuai Permendag
No. 21/2008&07/2009 ditunjukkan pada Gambar 2.4. berikut :

S K E MA AL UR DIS TR IB US I PUPUK
(S esuai Permendag No 21/2008 & 07/2009)
PRODUSEN PRODUSEN DISTRIBUTOR

Pabrik Lini II /
PUSRI UPP Petani /
Gudang Lini III Kel . Tani

Gudang
Pengecer
RDKK
Gudang Lini III
Distributor

PERMENTAN PERGUBERNUR PERBUPATI


(ALOKASI PER PROPINSI ) (ALOKASI PER (ALOKASI PER KECAMATAN )
KABUPATEN)

PERMENDAG PERMENTAN
( ATURAN PENDISTRIBUSIAN ) ( ATURAN SISTEM RDKK )

Gambar 2.2. Sistem Distribusi Pupuk Nasional


(Sumber: PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2013)

Sejak tahun 1979 pemerintah telah menunjuk PT PUSRI sebagai


penanggungjawab tunggal (Holding Company) dalam penyaluran dan pengadaan
pupuk bersubsidi dari semua produsen pupuk produksi dalam negeri (urea, TSP,
ZA) maupun pupuk impor (KCl) untuk memenuhi kebutuhan program intensifikasi
pertanian melalui surat keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.
56/KP/II/1979 sehingga PT PUSRI bertanggung jawab dalam memasarkan dan
mendistribusikan berbagai jenis pupuk hingga sampai di tangan petani.

10
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Untuk dapat memenuhi kewajibannya tersebut PT PUSRI memiliki sistem
distribusi, baik untuk tata niaga pupuk produksi dalam negeri maupun pupuk untuk
di impor. Sarana distribusi dan pemasaran yang dimiliki PT PUSRI, yaitu :
1. Satu buah kapal amonia MV. Sultan Machmud Badarudin II.

2. Tujuh buah kapal pengangkut pupuk curah dan satu unit kapal sewa
berdaya muat masing–masing 66.500 ton, yaitu MV. Pusri Indonesia, MV.
Abusamah, MV. Sumantri Brojonegoro, MV. Mochtar Prabunegara, MV.
Julianto Mulio Diharjo, MV. Ibrahim Zahier dan MV. Otong Kosasih.
3. Empat unit pengantongan pupuk di Belawan, Cilacap, Surabaya, Dan
Banyuwangi serta 1 UPP (Unit Pengantongan Pupuk) sewa di Semarang.
4. 595 buah gerbong kereta api.

5. 107 unit gudang persediaan pupuk dan 261 unit gudang sewa.

6. 25 unit pemasaran PUSRI daerah (PPD) di ibukota provinsi.

7. 180 kantor pemasaran PUSRI Kabupaten (PPK) di ibukota kabupaten.

Empat unit kantor perwakilan PUSRI di produsen pupuk, yaitu:

1. PT Pupuk Kujang

2. PT Petrokimia Gresik

3. PT Pupuk Iskandar Muda

4. PT Pupuk Kalimantan Timur

Dalam melaksanakan penyaluran/pemasaran pupuk dibantu oleh badan


usaha lain yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok penyalur, yaitu
KUD penyalur untuk sektor pangan, BUMN untuk sektor perkebunan, dan swasta
untuk sektor perkebunan.

11
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.3. Rayonisasi Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi


(Sumber: PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2013)
2.5. Struktur Organisasi
Perkembangan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh struktur
organisasi yang baik, sehingga efisiensi kerja yang tinggi dapat tercapai dan akan
menciptakan produktifitas kerja yang optimal pula. Sistem organisasi yang
digunakan oleh PT Pupuk Sriwidjaja dalam pengelolaannya saat ini ialah
berdasarkan sistem Line and Staff Organization dengan bentuk perusahaan berupa
Perseroan Terbatas (PT) dengan modal pengelolaan pabrik berasal dari
pemerintah. Proses manajemen berdasarkan Total Quality Control Management
yang melibatkan seluruh pimpinan dan karyawan dalam rangka peningkatan mutu
secara kontinyu. Kedudukan tertinggi dalam struktur organisasi PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang adalah dewan komisaris. Dewan komisaris bertugas
memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap kelangsungan manajemen
maupun operasional perusahaan.
Berdasarkan struktur organisasi perusahaan yang disampaikan pada tanggal
1 Januari 2011 dalam SK Direksi, dilakukan penggabungan antara Direktur
Keuangan dan Direktur Pemasaran menjadi Direktur Komersil. Jadi, saat ini
direktur utama hanya membawahi empat orang direktur, yaitu direktur produksi,
direktur komersil, direktur teknik dan pengembangan, serta direktur SDM dan
Umum.

12
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.4. Struktur Organisasi PT PUSRI Palembang


(Sumber: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, 2013)

Penjenjangan karyawan yang ada di dalam perusahaan didasarkan kepada


tingkat pendidikan, keahlian, dan pengalaman. Berdasarkan jabatan dalam struktur
organisasi karyawan yang bekerja pada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Direksi
2) General Manager
3) Manager
4) Superintendent
5) Asisten Superintendent
6) Foreman senior
7) Foreman
8) Operator Lapangan
Dalam pengoperasian pabrik, direktorat yang berhubungan dengan proses
atau melaksanakan tugas operasional adalah direktorat produksi. Direktur Produksi
merupakan salah satu komponen penting dalam perusahaan karena bertanggung
jawab terhadap kelangsungan proses produksi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.
Direktur produksi membawahi kompartemen operasi, yaitu :

13
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


1) Manager Operasi PUSRI IB
2) Manager Operasi PUSRI IIB
3) Manager Operasi PUSRI III
4) Manager Operasi PUSRI IV
5) Manager Operasi Teknik Produksi
6) Kepala PU&A
Departemen Operasi PUSRI IB, PUSRI IIB, PUSRI III dan PUSRI IV
bertugas mengkoordinir jalannya kegiatan produksi pada setiap pabrik. Setiap
pabrik dipimpin oleh seorang Manager Operasi yang membawahi 3 bagian operasi
yang setiap bagiant tersebut dikepalai oleh Superintendent. Bagian tersebut antara
lain:
1) Bagian Utilitas
2) Bagian Ammonia
3) Bagian Urea
Untuk promosi ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk kenaikan tingkat
golongan, maka setiap tahun diadakan penilaian karyawan yang meliputi loyalitas,
dedikasi, pengetahuan, keterampilan, tingkah laku, pergaulan sesama karyawan,
dan produktivitas kerja. Kenaikan jabatan terjadi apabila ada formasi yang kosong
dan sistemnya dari bawah ke atas, sedangkan untuk mutasi jabatan dilakukan pada
posisi sejajar. Dalam pengoperasian pabrik, direktorat yang berhubungan dengan
proses ataupun melaksanakan tugas operasional adalah direktorat produksi.
Direktur produksi membawahi beberapa divisi, yaitu:
1) Divisi operasi
2) Divisi teknologi
3) Divisi pemeliharaan
2.5.1. Divisi Operasi
Divisi ini bertanggung jawab terhadap jalannya proses produksi. Tugas-
tugas utama divisi operasi, yaitu:
1) Mengoperasikan sarana produksi secara optimal dengan mengusahakan
waktu operasi dan faktor produksi setinggi-tingginya dengan tetap
memperhatikan keselamatan peralatan, pekerja, dan lingkungan.

14
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


2) Menjaga kualitas produksi, bahan baku, material, dan peralatan serta bahan-
bahan penunjang, sehingga sasaran produksi tercapai dengan tolak ukur
kualitas, produktivitas, dan keamanan.
3) Mengganti peralatan pabrik yang pemakaiannya sudah tidak ekonomis.
Divisi ini membawahi beberapa departemen sebagai berikut :
a. Departemen Operasi IB, mengkoordinasikan operasi PUSRI-IB
b. Departemen Operasi IIB, mengkoordinasikan operasi PUSRI IIB
c. Departemen Operasi III, mengkoordinasikan operasi PUSRI III
d. Departemen Operasi IV, mengkoordinasikan operasi PUSRI I.
e. Departemen Operasi, mengkoordinasikan pengantongan dan angkutan
Manajer pabrik dari setiap departemen akan bertanggung jawab terhadap
operasional pabrik secara keseluruhan, sehingga memudahkan pelaksanaan tugas
operasional. Seorang manajer pabrik dibantu oleh 3 orang superintendent, yaitu :
1) Superintendent utilitas dan asistennya
2) Superintendent ammonia dan asistennya
3) Superintendent urea dan asistennya
Selain itu, untuk masing-masing plant manajer produksi juga dibantu
pelaksanaan tugas oleh Kepala Seksi, Shift Supervisor, Kepala Regu, karyawan, dan
operator. Shift supervisor bertugas mengkoordinasi kegiatan di lapangan antar unit
kerja pabrik, mengawasi kerja operator untuk setiap shift, dan sekaligus sebagai
penanggung jawab operasional pabrik pada jam kerja di luar day shift. Operator
akan bertugas mengoperasikan pabrik pada setiap bagian unit.
Operator terdiri dari operator senior yang bertugas di control panel room
dan operator lapangan. Operator tersebut akan bekerja sesuai shift yang telah
dijadwalkan dan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi. Selain itu, untuk setiap shift
dibantu oleh seorang Kepala Regu. Khusus operator lapangan dikoordinir oleh
seorang Koordinator Lapangan. Setiap shift bekerja selama delapan jam. Dalam
satu siklus kerja, terdapat empat regu operator (pegawai shift) dengan tiga regu
bertugas dan satu regu libur secara bergantian. Pada day shift, Superintendent
bertanggungjawab atas operasi pabrik, dan untuk swing shift dan night shift yang

15
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


bertanggung jawab adalah Shift Foreman, kecuali untuk hal-hal yang sangat
penting, kembali kepada Superintendent masing-masing.
2.5.2. Divisi Teknologi
Divisi teknologi bertugas untuk mengontrol jalannya operasi pabrik dan
memerhatikan keselamatan kerja dan lingkungan. Divisi teknologi juga memiliki
wewenang dalam menetapkan peraturan kerja yang akan berhubungan dengan
operasional pabrik serta bertanggungjawab dalam pengawasannya. Divisi ini
membawahi beberapa departemen sebagai berikut:
1) Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksi
2) Departemen Laboratorium
3) Departemen K3 dan LH
4) Departemen Inspeksi Teknik
2.5.2.1. Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Departemen perencanaan dan pengendalian produksi bertugas untuk dapat
memberikan saran kepada unit terkait dengan cara melakukan suatu analisis
maupun evaluasi yang akurat terhadap suatu persoalan yang diberikan atau inisiatif
sendiri, agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan
dalam melaksanakan tugas operasional sehari-hari. Departemen ini dipimpin oleh
seorang manajer serta terdiri dari beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari
process engineer dan dipimpin oleh seorang koordinator. Berikut ini merupakan
penjelasan masing-masing kelompok beserta tugasnya:
1) Kelompok Teknik Proses I
Kelompok ini bertugas untuk melakukan evaluasi terhadap efisiensi kerja
pabrik, serta mengendalikan kualitas bahan baku pembantu operasional
pabrik, yang dipimpin oleh koordinator Teknik Proses I. Tugas yang
dimiliki oleh Kelompok Teknik Proses I, yaitu untuk melaksanakan,
menganalisa, memeriksa kelayakan, serta menyarakan perbaikan pada
kerusakan peralatan rotating dan non-rotating di pabrik P-IB, P-IIB, dan
STG atau BB plant untuk jaminan kelangsungan beroperasinya pabrik
sesuai dengan standar kode yang berlaku.
2) Kelompok Teknik Proses II

16
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Kelompok ini bertugas untuk menganalisa, memeriksa kelayakan, maupun
memberikan rekomendasi perbaikan pada peralatan non-rotating di pabrik
P-III, P-IV, dan unit pengantongan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk
menjamin kelangsungan beroperasinya pabrik sesuai dengan standar kode
yang berlaku.
3) Kelompok PPP (Pelapor Perencanaan Produksi)
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap beberapa hal, yakni pelaporan
hasil produksi urea dan ammonia, jumlah pemakaian bahan baku dan bahan
penunjang lain, serta penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP).
4) Kelompok PMP (Perencanaan Material Proses)
Kelompok ini bertugas untuk menjamin ketersediaan bahan kimia, katalis,
dan bahan isian lainnya baik house stock maupun yang akan dibeli secara
langsung guna mendukung reliability dan juga sustainability operasional
pabrik.
Seluruh kelompok tersebut akan beranggotakan seorang process engineer
yang bertanggung jawab terhadap proses dalam pabrik yang ditanganinya. Lebih
rinci lagi, Kelompok Teknik Proses-I dan II mempunyai beberapa tugas utama,
yaitu memonitor dan mengevaluasi kondisi operasi pabrik, mengendalikan dan
mengevaluasi kualitas dan kuantitas hasil-hasil produksi, serta merencanakan Turn
Around (TA) pabrik dengan memberikan rekomendasi penggantian katalis, resin,
dan bahan sejenis.
2.5.2.2. Departemen Laboratorium
Laboratorium bertugas dalam analisa kontrol hingga pengawasan mutu
bahan baku, bahan pendukung, dan hasil-hasil produksi pabrik. Departemen ini
terbagi menjadi tiga orang kepala bagian yaitu, kepala bagian laboratorium kimia
analisa, kepala bagian laboratorium kontrol, serta kepala bagian laboratorium
penunjang sarana.
2.5.2.3. Departemen K3 dan LH
Departemen ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu bagian pengendalian
pencemaran, bagian pengendalian lingkungan hidup, bagian penanggulangan

17
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


kebakaran dan kecelakaan kerja, bagian teknik keselamatan kerja, serta bagian
hygiene dan pemeriksaan kesehatan.
2.5.3. Divisi Pemeliharaan
Divisi pemeliharaan bertanggung jawab dalam memelihara dan merawat
peralatan pabrik dan kendaraan yang berhubungan dengan operasional. Divisi ini
dikepalai oleh general manager dengan beberapa departemen, yaitu departemen
pemeliharaan mekanikal, departemen pemeliharaan listrik dan instrument,
departemen perbengkelan dan umum, dan departemen rendal pemeliharaan.

2.6. Departemen Operasi IIB

Departemen Operasi IIB merupakan departemen yang berada di bawah


arahan divisi operasi. Departemen operasi PUSRI IIB bertanggung jawab
terhadap kegiatan pengoperasian di pabrik PUSRI IIB, baik dalam pengoperasian
di unit amonia, unit urea, maupun unit utilitas. Departemen operasi IIB memiliki
4 regu. Departemen ini diatur oleh manager pabrik. Manager pabrik bertanggung
jawab dalam membawahi unit amonia, unit urea dan unit utilitas di PUSRI IIB.
Berikut ini adalah struktur organisasi PUSRI IIB:
1) Manager Pabrik: Andri Azmi
2) Superintendent dan Supervisor
a) Unit Ammonia
- Superintendent: Eko Hernadi
- Asisten Superintendent: Cecep
- Supervisor:
b) Unit Urea
- Superintendent: Khairul Hidayat
- Asisten Superintendent: Muhammad Ridwan
- Supervisor:
c) Unit Utilitas
- Superintendent: Aliyanto
- Asisten Superintendent:-

18
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


- Supervisor:
3) Foreman Senior
4) Foreman
5) Kepala Regu
6) Operator Lapangan

2.7. Unit Amoniak P-IIB


Unit amoniak ini beroperasi untuk memproduksi amoniak dan karbon
dioksida sebagai produk sampingnya yang selanjutnya digunakan sebagai bahan
baku pembuatan urea. Proses yang digunakan oleh PT PUSRI II-B Palembang
dalam memproduksi amoniak adalah menggunakan proses Kellog Brown Root
(KBR). Bahan baku untuk pembuatan amoniak, antara lain gas alam, udara, napta,
batubara, LPG, heavy hydrocarbon, hidrokarbon elektrolisis, dan lain-lain.
Terdapat dua proses utama dalam melakukan proses sintensa amoniak, yaitu
melalui steam reforming dari gas alam atau melalui oksidasi heavy fuel oil. Pusri P-
IIB menggunakan proses KBR dengan prinsip steam-methane reforming.
Unit amoniak merupakan tempat berlangsungnya reaksi antara H2 dan N2
dengan perbandingan 3:1. Gas H2 dan N2 diperoleh dari proses reforming gas alam,
steam, dan udara. Selain amoniak, juga diperoleh produk samping CO2 yang
merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan urea. Proses pembuatan amoniak
secara umum terbagi dalam beberapa tahapan proses sebagai berikut:
1. Tahap feed treating
a. Desulfurisasi anorganik (pengubahan sulfur anorganik menjadi organik)
b. Desulfurisasi organik (pemisahan sulfur organik)
2. Tahap pembentukan gas sintesa (reforming)
a. Primary reforming
b. Secondary reforming
3. Tahap pemurnian gas sintesa (purification dan methanation)
a. High Temperature Shift Conversion (HTSC)
b. Low Temperature Shift Conversion (LTSC)
c. CO2 removal

19
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


d. Methanation
e. Pengeringan dengan molecular sieve (molecular sieve drying)
f. Cryogenic purification
4. Tahap ammonia synthesis loop
a. Syngas compression
b. Ammonia synthesis
c. Refrigerasi dan pemisahan amoniak
5. Purge Gas Recovery Unit (PGRU)
a. Ammonia Recovery Unit (ARU)
b. Hydrogen Recovery Unit (HRU)
2.7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sintesis Amoniak
Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis ammonia di dalam
ammonia converter di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Temperatur
Sesuai dengan Azaz Le Chatelier, “Jika suatu sistem berada dalam
kesetimbangan, suatu kenaikan temperatur akan menyebabkan
kesetimbangan itu bergeser ke arah yang menyerap kalor (reaksi
endoterm)”. Reaksi ammonia merupakan reaksi eksoterm:
N2 + 3 H2 ↔ 2 NH3 ∆Hro = -92,22 kJ
Sedangkan reaksi dekomposisi ammonia adalah reaksi endoterm:
2 NH3 ↔ N2 + 3 H2 ∆Hro = +92,22 kJ
2. Tekanan
Menurut Azaz Le Chatelier, kenaikan tekanan menyebabkan reaksi
bergeser ke arah mol (koefisien reaksi) yang lebih kecil (ke arah
pembentukan NH3).
3. Laju Alir Gas Reaktan
Sesuai dengan Azaz Le Chatelier, jika komponen reaktan ditambah dan
produk terus-menerus diambil / dikurangi maka reaksi kesetimbangan akan
bergeser ke arah pembentukan NH3.
4. Perbandingan Reaktan antara Hidrogen dan Nitrogen

20
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Menurut reaksi kesetimbangan, pembentukan ammonia dalam
memproduksi 1 mol gas NH3 membutuhkan 1/2 mol N2 dan 3/2 mol H2.
Perbandingannya N2 : H2 = 1:3
5. Jumlah Gas Inert
Jika terjadi peningkatan kadar gas inert dalam ammonia converter yang
terutama terdiri dari metana dan argon maka dapat meracuni katalis dan
mengakibatkan turunnya konversi pembentukan urea.
6. Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi namun tidak ikut
bereaksi. Peranan katalis adalah untuk menurunkan energi aktivasi reaksi.
Katalis yang paling baik untuk sintesis ammonia adalah magnetite promoted
iron catalyst yang terdiri dari katalis besi dengan tambahan promotor oksida
aluminium, zirkonium, ataupun silikon. Komposisi yang terbaik dari katalis
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Fe3O4 : 85 – 95%
2) Al2O3 : 1–5%
3) CaO : 1–3%
4) K2O : 0,1 – 1 %
5) WO3 : >1%
6) TiO2 : >1%
7) V2O5 : <1%
Penurunan aktivitas katalis dalam suatu reaksi dapat terjadi karena adanya
racun katalis seperti senyawa O2 yang terdapat dalam air, CO, CO2, senyawa
belerang, dan klorin.
2.7.2. Bahan Baku Utama Proses Pembuatan Amoniak
1. Gas Alam
Gas alam merupakan bahan baku utama yang berfungsi sebagai sumber
hidrogen dalam pembuatan amoniak, sumber bahan bakar di burner dan primary
reformer, dan sumber karbon dalam proses pembuatan urea. Penggunaan gas alam
di PUSRI II-B tidak lagi sebagai bahan bakar untuk membangkitkan listrik, seperti
pada pabrik pusri lainnya. Gas alam difokuskan untuk membuat gas sintesa yang

21
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


diperlukan dalam pembuatan amoniak dan sebagai bahan bakar peralatan pada unit
amoniak. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik, Pusri P-IIB
menggunakan batubara pabrik Steam Turbin Generator (STG). Oleh karena itu,
Pabrik Pusri II-B merupakan pabrik yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi.
Penyediaan kebutuhan gas alam PT Pusri Palembang ini disuplai oleh
Pertagas Niaga dan Medco Energy di Sumatera Selatan melalui sistem jaringan pipa
dan kompresor. Pipa ditempatkan di bawah tanah dan berjarak  120 km.
Komposisi dan Karakteristik Gas Alam Pertamina terdapat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi dan Karakteristik Gas Alam Pertamina

Komponen Jumlah (% vol.) Specific Gravity (cair) Heat Value (Btu/ft)

CH4 82.78 0.248 911


CO2 4.91 0.815 -
C2H6 6.04 0.368 1631
C3H8 3.41 0.508 2352
n-C4H10 0.66 0.584 31013709
n-C5H12 0.14 0.631 3698
i-C5H12 0.26 0.625 4404
C6H14 0.25 0.664 -
H2O 0.00 1 -
N2 1.00 0.808 -
Mercury ≤100𝜇g/Nm3 - -
S ≤15ppmV 0.790 -
(Sumber: Laboratorium Analytical Report Natural Gas PT Pupuk Sriwidjaja, 2019)

2. Air
Air merupakan bahan baku pembuatan steam dan air pendingin di
lingkungan proses pabrik. Air juga dibutuhkan untuk keperluan domestik dan
pemadam kebakaran. Kebutuhan air baku untuk menjalankan pabrik PT Pupuk
Sriwidjaja diperoleh dari sungai musi. Air tersebut diolah terlebih dahulu untuk
dihilangkan ion-ion dan gas-gas terlarut yang terdapat di dalam air, sehingga
mempunyai kemurnian H2O yang sangat tinggi atau disebut demin water guna

22
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


mencegah kerusakan peralatan seperti korosi, deposition, scalling, erosion, dan
lain-lain. Sifat-sifat fisik air Sungai Musi dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut.

Tabel 2.3. Komposisi dan Karakteristik Air Sungai Musi


Parameter Satuan Jumlah
o
Temperatur C 28.5
M. Alkalinitas dalam CaCO3 ppm 19.4
P Alkalinitas dalam CaCO3 ppm -
Klorida dalam Cl- Ppm 4
Sulfat dalam SO42- ppm 6.9
Calcium Hardness dalam CaCO3 ppm 11.9
Magnesium Hardness dalam CaCO2 ppm 4.7
Besi dalam Fe ppm 1.1
Silika dalam SiO2 ppm 15
Suspended Solids ppm 26.2
Total Dissolved Solids ppm 30
pH - 6.6
Turbiditas dalam SiO2 ppm 44.0
Dissolved Ammonia ppm 3.3
(Sumber: Unit Operasi P-IIB, 2019)
3. Udara
Udara di unit amoniak dibutuhkan untuk reaksi oksidasi di secondary
reformer. Selain itu, udara juga merupakan sumber oksigen dalam pembakaran, dan
sumber nitrogen dalam pembuatan amoniak, serta penggerak peralatan yang
bekerja secara pneumatic, fluida untuk flushing, fluida untuk pengadukan, dan
bahan untuk aerasi. Udara ambient diambil dari atmosfer. Jumlah udara yang
disediakan untuk udara proses adalah 143332 kg/jam.
2.7.3 Bahan Baku Penunjang Proses Pembuatan Amoniak
1. Katalis
Katalis pada pabrik PUSRI hanya digunakan pada pabrik ammonia. Hampir
disetiap reaktor pada pabrik amoniak menggunakan katalis. Jenis katalis

23
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


yang digunakan dan bahan kimia penunjang pada pabrik ammonia dapat
dilihat pada Tabel 2.4. dan Tabel 2.5. di bawah ini.

Tabel 2.4. Jenis-Jenis Katalis Pada Pabrik Amoniak PUSRI-IIB


Nama Katalis Lokasi Penggunaan
Co-Mo (Cobalt-Molybdate) Hydrotreater
Actisorb S 2 (ZnO) Desulfurizer
Reformax (NiO) Reformer
Shift Max 120 (Fe3O4 / Cr2O3) HTSC
Shift Max 210 (Al2O3/CuO / ZnO) LTSC
Meth 234 (NiO) Methanator
Magnetite Promoted Iron Ammonia Converter
(Sumber: Departemen Operasi P-IIB, 2019)

2. Bahan Kimia
Tabel 2.5. Bahan Kimia Penunjang Pabrik Amoniak
Komponen Kuantitas Satuan Fungsi/Lokasi
Larutan Oase :
MDEA 3850 ton/jam Penyerap CO2
Piperazin confident Aktivator
Antifoaming agent 35 ml/menit Anti foam
(SAG)
Sumber: Departemen Operasi P-IIB, 2015)

2.7.4. Proses Pembuatan Amoniak


Proses produksi amoniak (NH3) menggunakan proses KBR (Kellog Brown
Root). Proses pembuatan amoniak dilakukan dengan mereaksikan gas hidrogen
(H2) dan gas nitrogen (N2) dengan perbandingan rasio antar H2 dan N2 ialah 3:1.
Proses keseluruhan yang terjadi di unit amoniak digambarkan pada gambar 2.5.

24
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.5. Blok Diagram Proses Pembuatan Amoniak


(Sumber: PT Pusri, 2019)

1. Tahap Feed Treating


Pada tahap feed treating, dilakukan suatu proses pengolahan umpan awal
terhadap gas alam untuk mendapatkan gas metana (CH4) yang murni dari
impurities. Kandungan impurities dapat menyebabkan gangguan dalam proses
produksi. Impurities utama yang terkandung di dalam gas alam adalah sulfur
organik (R-S-R) dan sulfur anorganik (H2S). Sulfur merupakan racun bagi semua
katalis yang digunakan baik di primary reformer, secondary reformer, LTS, dan
methanator, serta akan mengganggu proses sintesis di ammonia converter.
Sehingga, diperlukan proses feed treatment untuk menghilangkan kadar sulfur.
Tahapan feed treating dijelaskan pada gambar 2.6.
Gas alam keluaran feed gas compressor pada tekanan 52 kg/cm2 dan
temperature 145,8oC dicampur dengan gas recycle H2 yang kemudian dipanaskan
di feed preheat coil hingga menjadi 371oC. Campuran gas ini kemudian masuk ke
bagian upper hydrotreater, dimana gas alam yang mengandung sulfur ≤15ppmv
ini akan melewati bed katalis Cobalt Molybdenum (Co-Mo) dan mengalami reaksi
catalytic hydrogenation. Katalis Co-Mo akan menyaring kotoran dan zat padat.
Sedangkan di dalam bed katalis Co-Mo, senyawa sulfur organik (R-S-R) akan
dikonversi menjadi sulfur anorganik (H2S) berdasarkan reaksi berikut:

COS + H2  CO + H2S

25
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


RSH + H2  RH + H2S

Reaksi yang berlangsung ialah eksotermis dan reversible. Setelah diubah


menjadi sulfur organik, umpan gas alam tersebut dilewatkan menuju alat
desulfurizer ZnO, dimana H2S yang terbentuk dari desulfurisasi anorganik akan
bereaksi dan teradsorpsi di dalam bed katalis Zinc Oxide (ZnO). Terdapat dua bed
katalis yang dipasang seri. Jika katalis dalam alat desulfurizer jenuh maka gas alam
akan berpindah menuju desulfurizer lainnya yang standby. Di dalam desulfurizer
ini, bed katalis dipasang berdiri (upstream), sehingga gas akan mengalir dari atas
ke bawah dimana proses adsorpsi H2S berlangsung disepanjang bed katalis tersebut.
Keluaran dari desulfurizer mengandung sulfur kurang dari 0.1 ppmv pada
temperatur 360oC dan tekanan 50.07 kg/cm2. Secara keseluruhan, reaksi yang
berlangsung di desulfurizer ialah eksotermis, reaksinya ialah :
ZnO(s) + H2S(g)  ZnS (g) + H2O(g)

Gambar 2.6. Tahap Feed Treating Unit Amoniak


(Sumber: PT PUSRI, 2019).

2. Tahap Pembentukan Gas Sintesis


Gas proses yang telah diolah di area feed treating selanjutnya diproses di
area reforming untuk mendapatkan gas sintesis yang dibutuhkan dalam pembuatan
amoniak, yaitu gas H2 dan N2. Proses pembuatan gas sintesis ini berlangsung dalam
dua unit, yaitu primary reformer dan unit secondary reformer.

26
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


a. Primary Reformer
Unit primary reformer beroperasi untuk mengkonversi gas alam atau
metana yang telah dihilangkan kandungan sulfurnya menjadi gas sintesis yang
berupa H2, CO, dan CO2. Tahapan pembentukan gas sintesis pada primary reformer
dijelaskan pada gambar 2.7. Primary reformer merupakan furnace yang terdiri dari
radiant dan convection section. Furnace ini terdiri atas 6 buah baris dengan masing-
masing baris berisi 48 tabung berkatalis Nickel Oxyde (NiO). Tube high-alloy ini
dipasang di radiant section dan diisi dengan katalis berbasis nikel. Sebelum
diumpankan ke primary reformer, gas proses dicampurkan dengan dengan steam.
Rasio steam dengan carbon dijaga untuk mencegah terjadiya pembentukan deposit
karbon. Campuran gas dan steam ini mengalir pada temperatur 350oC dan
kemudian dilewatkan di mixed feed preheat coil yang merupakan convection
section di primary reformer untuk dipanaskan hingga menjadi 488oC. Feed gas
yang sudah panas tersebut dialirkan ke dalam primary reformer dan didistribusikan
ke masing-masing tube katalis. Di dalam tube katalis, gas umpan akan mengalami
reaksi steam reforming dan reaksi shift uap air membentuk H2, CO, dan CO2. Reaksi
steam reforming ini berlangsung reversibel pada temperatur 780-820oC dan bersifat
endotermis. Adapun reaksi utama steam reforming tersebut adalah sebagai berikut:

CH4(g) + H2O(g) ↔ CO(g) + 3H2(g) (-Q)


CO(g) + H2O(g) ↔ CO2(g) + H2(g) (+Q)

Panas yang digunakan untuk melakukan reaksi endotermis ini disuplai oleh
fuel gas yang dibakar melalui burner dari top section (top firing) dan dipasang
diantara deretan tube katalis. Pabrik Pusri lainnya menggunakan sistem side firing.
Keunggulan dari sistem top firing ini adalah keseragaman temperatur dinding,
sedikitnya volume katalis yang dibutuhkan, kuantitas burner yang dibutuhkan tidak
banyak, dan penginstalan combustion air preheat yang mudah.

27
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.7. Tahap Pembentukan Gas Sintetis pada Primary Reformer


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

b. Secondary Reformer
Secondary reformer digunakan untuk menyempurnakan reaksi steam
reforming (pemecahan gas metana menjadi CO, CO2, dan H2). Reaksi di secondary
reformer berlangsung pada temperatur sekitar 900-1200oC. Karena temperatur
operasi di reforming yang tidak begitu tinggi, sehingga slip methane yang
dihasilkan masih cukup tinggi dari primary reformer, maka digunakan udara
berlebih (excess O2 50%) di secondary reformer agar konversi metana maksimal.
Pembentukan gas sintesis pada secondary reformer dijelaskan pada gambar 2.8.
Adapun reaksi reforming yang terjadi adalah sebagai berikut.
CH4 + H2O + heat ⇔ CO + 3 H2
CO + H2O ⇔ CO2 + H2 + heat
Sedangkan, reaksi combustion yang terjadi adalah:
CH4 + 1/2O2 ⇔ CO + H2
2CH4 + O2 ⇔ 2CO2 + 4H2
H2 + 1/2O2 ⇔ H2O
Reaksi shift conversion:
CO + H2O ⇔ CO2 + H2
Parameter proses dalam secondary reformer adalah CH4 leak sebesar 1,59%.

28
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.8. Tahap Pembentukan Gas Sintetis pada Secondary Reformer


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

3. Tahap Pemurnian Gas Sintesa


a. High Temperature Shift Conversion (HTSC)
Pada unit ini, karbon monoksida yang terbentuk dari unit reforming akan
diubah menjadi karbon dioksida. Karbon dioksida yang terbentuk akan dikirim
sebagai bahan baku pabrik urea. Pada reaksi shift conversion, karbon monoksida
bereaksi dengan steam untuk membentuk hidrogen dan CO2.
CO + H2O  CO2 + H2
Reaksi tersebut bersifat reversibel dan eksotermis. Reaksi equilibrium
menunjukkan suatu ketergantungan yang tinggi terhadap temperatur dimana
konstanta kesetimbangan menurun seiring dengan menaiknya temperatur yang
mana mengindikasikan konversi CO yang tinggi akan diperoleh pada temperatur
yang rendah dan rasio steam yang tinggi. Sebaliknya, konversi CO yang rendah
akan diperoleh pada temperatur yang tinggi. Oleh karena itu, reaksi dilakukan
dalam dua tahap, yaitu high temperature shift converter dan low temperature shift
converter dimana keduanya dipasang pendingin inter-stage. Konversi karbon
monoksida maksimum menghasilkan hidrogen maksimum untuk sintesis amoniak.
Pada temperatur 371oC, gas proses dari secondary reformer dengan
kandungan 11,98% CO diumpankan ke HTS converter dari atas dan akan
mengalami reaksi shift conversion dengan steam. Reaksi akan berlangsung di bed
katalis copper-promoted iron. Setelah gas mengalir dari atas menuju unggun

29
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


katalis, gas akan keluar dari bagian bawah HTS. Sebagian besar reaksi shift ini
terjadi pada HTSC. Katalis yang digunakan di HTSC relatif murah dan tahan lama
dan berfungsi untuk menekan reaksi samping yang dapat terjadi pada katalis saat
rasio steam terhadap gas rendah. Temperatur pada outlet HTSC adalah 431°C dan
sekitar 70% dari CO dalam aliran gas proses dikonversi menjadi CO2. Kandungan
senyawa karbon monoksida outletnya adalah sekitar 3,41 %-mol basis kering.
b. Low Temperature Shift Conversion (LTSC)
Tidak semua karbon monoksida pada gas proses bisa diubah menjadi CO 2
di HTSC, maka CO tersebut akan diturunkan lagi dengan kadar sekecil mungkin
pada LTSC. Sebelumnya, panas outlet HTSC dimanfaatkan untuk memanaskan
BFW dan menghasilkan high pressure steam di HTS effluent atau BFW preheater
dan steam generator. Setelah melewati HTS effluent atau BFW preheater dan steam
generator, gas keluaran HTSC masuk ke bagian atas LTSC pada temperatur 205 oC.
Reaksi shift disempurnakan di LTS converter, dengan reaksi berikut:
CO + H2O ↔ H2 + CO2
LTS converter mengandung katalis copper atau zinc, yang lebih mahal
daripada katalis pada HTS converter dan lebih sensitif terhadap kotoran, seperti
sulfur dalam gas proses. Tahapan pemurnian gas sintesa pada shift converter
dijelaskan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada Shift Converter


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

30
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


c. CO2 Removal
Unit CO2 removal menggunakan proses OASE® lisensi BASF dua tahap
yang hemat energi. Unit ini beroperasi untuk menghilangkan kadar CO 2 yang
terkandung di aliran gas proses dengan mengabsorpsi CO2 di kolom absorber. CO2
merupakan racun bagi katalis sehingga perlu dihilangkan kandungannya dari aliran
gas proses. CO2 akan bertindak sebagai inert dalam loop yang dapat terakumulasi
dan menaikkan compression cost. Dan apabila terdapat CO2 di dalam loop, maka
CO2 akan cenderung bereaksi dengan NH3 membentuk ammonium carbamate yang
bersifat korosif terhadap peralatan. Maka, untuk memisahkan CO 2 tersebut
digunakan larutan OASE. OASE merupakan larutan methyl diethanol amine
(aMDEA) yang telah diaktivasi menggunakan aktivator berupa piperazine dan
merupakan pelarut khusus lisensi BASF. Larutan OASE ini akan mempercepat
reaksi penyerapan antara larutan MDEA dengan senyawa CO2.
Penyerapan CO2 berlangsung pada tekanan relatif tinggi dan temperatur
rendah. Sebaliknya, regenerasi larutan berlangsung pada tekanan yang relatif
rendah dan temperatur tinggi di stripping unit. Tekanan dan temperatur operasi
absorber CO2 adalah 36,7 Kg/cm2G dan 50oC (top), 85oC (bottom). Sedangkan,
tekanan dan temperatur operasi di stripper adalah 1.12 Kg/cm2G dan 126 oC.
Gas proses pada temperatur 70oC dan tekanan 36.7 kg/cm2 masuk dari
bottom absorber CO2, di mana sebagian besar CO2 akan berkontakkan secara
counter-current dengan larutan OASE yang diumpankan dari atas kolom. CO2 akan
diserap oleh larutan semi-lean OASE terlebih dahulu. Kemudian, gas akan mengalir
ke bagian atas kolom, di mana sebagian besar CO2 yang tersisa diserap oleh larutan
lean OASE. Untuk menghilangkan larutan OASE yang mungkin terbawa dalam
aliran gas, gas dialirkan melalui beberapa wash tray dan demister di bagian atas
kolom dan kemudian mengalir menuju CO2 absorber overhead KO drum. Di KO
drum ini, gas proses akan dipisahkan lagi kondensatnya dari aliran dengan untuk
menghilangkan sisa OASE yang mungkin masih terjebak di dalam gas. Gas dari
hasil proses yang kemudian keluar melalui bagian upper drum gas tersebut akan
dikirim ke proses selanjutnya.

31
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Larutan OASE rich atau yang hampir jenuh dengan CO2 dari bottom
absorber diregenerasikan dengan mengalirkannya ke HP flash drum. Di dalam HP
flash drum, larutan OASE dan gas inert, seperti hidrogen, karbon monoksida dan
N2, yang terlarut dalam larutan akan terlepas keluar dari larutan akibat perbedaan
tekanan. Kemudian larutan OASE dialirkan ke LP flash drum untuk dihilangkan
lagi kandungan CO2 yang masih terdapat dalam larutan. CO2 akan terflash akibat
penurunan tekanan dan dikirim ke pabrik urea sebagai produk samping pabrik
amoniak dan sisanya dibuang ke atmosfer atau dikirim ke pabrik lain.
Sebagian larutan semi lean OASE dari LP flash drum dialirkan ke CO2
stripper untuk dimurnikan lagi. Sedangkan, sebagiannya lagi akan diumpankan
langsung ke bagian middle absorber untuk berperan sebagai absorbent CO2. Pada
stripper ini, sisa CO2 yang terlarut dalam larutan semi-lean di stripping dengan
steam di CO2 stripper reboiler. Outlet stripper tersebut akan menghasilkan larutan
lean yang kemudian akan dikirim kembali ke bagian atas absorber. Tahapan pada
CO2 removal ini dijelaskan dalam gambar 2.10.

Gambar 2.10. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada CO2 Removal


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

d. Methanator
Tahapan pemurnian gas pada methanator dijelaskan pada gambar 2.11. Gas
keluaran dari unit CO2 removal masih menyisakan 0,38% CO dan 0,05% CO2.
Maka dari itu, agar tidak mengganggu proses selanjutnya kandungan CO dan CO 2

32
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


harus diubah menjadi CH4. Reaksi pembentukan kembali metana ini terjadi pada
temperatur 280–360oC dengan katalis nikel alumina. Sebelum masuk ke
methanator, gas proses dari KO drum di unit CO2 removal dipanaskan dari 50oC
sampai 316 oC di methanator feed atau effluent exchanger oleh gas outlet
methanator dan di methanator start up heater. Pemanas pada unit ini menggunakan
steam jenuh bertekanan tinggi. Gas kemudian mengalir masuk ke dalam vessel,
dimana oksida karbon yang masih tersisa akan bereaksi dengan hidrogen di katalis
nikel untuk membentuk metana dan air. Reaksi yang terjadi di dalam methanator
sebagai berikut:
CO2 + 4H2 ↔ CH4 + 2H2O
CO + 3H2 ↔ CH4 + H2O
Reaksi tersebut bersifat eksotermis dan sangat aktif. Reaksi eksotermis
metanasi menyebabkan kenaikan temperatur di methanator. Sebagai perkiraan
kasar, setiap kenaikan 1% konsentrasi karbon monoksida dalam gas proses dapat
menghasilkan kenaikan temperatur sebesar 74 oC, sedangkan kenaikan 1%
konsentrasi karbon dioksida dapat menaikkan temperatur sebesar 60 oC. Pressure
drop di sepanjang methanator adalah 0,21 kg/cm2. Jumlah CO2 total dalam gas
outlet 106-D adalah <5 ppmv, dan kandungan metana outlet pada kondisi desain
sebesar 2.20% mol. Sejumlah kecil syngas diambil dari outlet methanator effluent
separator untuk keperluan hydrotreating.

Gambar 2.11. Tahap Pemurnian Gas Sintesa pada Methanator


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

33
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


e. Molecular Sieve Drying
Proses pengubahan CO dan CO2 pada unit methanator menghasilkan air
(H2O) sebagai produk reaksi. Kandungan air akan mengganggu proses cryogenic
purification yang mana akan tersolidifikasi pada suhu rendah dan menyebabkan
penyumbatan pipa. Selain itu, kandungan air dalam aliran gas juga dapat
menyebabkan kompresor mengalami vibrasi hingga menyebabkan trip pada
kompresor. Oleh karena itu, gas proses perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum
dimampatkan dalam kompresor sintesis. Air akan dihilangkan dengan proses
adsorpsi menggunakan zeolite atau dessicants. Gas proses pada temperatur 4oC dan
tekanan 18 kg/cm2 dilewatkan dalam molecular sieve dryerdari atas ke bawah yang
kemudian air akan diserap oleh zeolit di dalam bed, sehingga gas keluar akan bebas
dari air atau sering disebut dry gas. Masing-masing dryer didesain untuk
menghilangkan air, amoniak, dan CO2 sampai konsentrasi total < 1 ppmv. Syngas
outlet dryer akan mengalir melalui filter moleculer sieve dryer untuk memastikan
tidak adanya debu desiccant yang terbawa dalam aliran gas proses.
f. Cryogenic Purification
Desain proses pabrik amoniak PUSRI-IIB didasarkan pada teknologi
purifier KBR. Purifier didesain untuk menjaga rasio molar hidrogen terhadap
nitrogen 3:1 pada inlet ammonia converter 105-D. Pengontrolan dilakukan dengan
mengatur kerja yang diambil dari turbin expander, dan dengan mengatur letdown
valve di aliran bottom. Dengan menggunakan teknologi purifier KBR, kelebihan
nitrogen dari udara berlebih yang dimasukkan di secondary reformer akan dibuang
melalui proses pemurnian secara cryogenic. Kelebihan nitrogen diambil bersama
metana, argon dan pengotor lainnya dari syngas. Kondisi ini akan mendapatkan
tekanan yang lebih rendah di syn-loop, gas recycle yang lebih rendah, volume
katalis yang lebih sedikit, dan purge gas yang lebih sedikit.
4. Tahap Sintesis Ammonia (Ammonia Synthesis)
a. Syn-Gas Compression
Tahapan sintesis amoniak dalam syn-gas compression dijelaskan pada
gambar 2.12. Dry gas dengan rasio H2/N2 3:1 disintesis di ammonia converter
menghasilkan amoniak. Namun, sebelum gas di sintesis, gas terlebih dahulu akan

34
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


dimampatkan di dalam kompresor gas sintesis. Hal ini dilakukan karena konversi
kesetimbangan di sintesis amoniak hanya akan diperoleh optimal apabila
berlangsung pada tekanan yang tinggi. Sehingga, pemampatan ini dilangsungkan
dalam 3 stages yang mana menghasilkan tekanan outlet gas proses sebesar 156.9
kg/cm2 dari 31.5 kg/cm2. Tekanan gas sintesis yang diperoleh sama dengan tekanan
operasi sintesis amoniak di ammonia converter. Pada discharge stage ke-2 gas
proses akan bergabung dengan gas proses hasil recycle dari unitized chiller.

Gambar 2.12. Proses Sintesis Amoniak pada Syngas Compressor


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

b. Ammonia Synthesis
Sintesis loop terdiri dari ammonia converter feed atau effluent exchanger,
ammonia syntesis converter, BFW preheater dan steam generator, ammonia
converter effluent cooler, ammonia unitized chiller, dan ammonia separator.
Sebelum diumpankan ke ammonia converter, gas proses tekanan tinggi
keluaran kompresor sintesis gas, dipanaskan terlebih dahulu di dalam heat
exchanger. Gas proses tekanan tinggi mengalir di sisi tube heat exchangers bertukar
panas dengan gas keluaran ammonia converter yang terlebih dahulu panasnya
dimanfaatkan untuk membangkitkan steam di steam generator yang mengalir di
sisi shell heat exchanger.
Ammonia converter merupakan converter horizontal yang terdiri 3 bed
berisi katalis dan dilengkapi dengan 2 interchanger (122-C1/C2). Gas proses

35
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


keluaran 121-C dibagi menjadi 3 aliran, pertama gas dialirkan ke furnace (102-B).
Fungsi dari furnace adalah memanaskan bed di dalam ammonia converter pada saat
start-up dan mereduksi katalis ammonia converter agar reaksi pembentukan
amoniak dapat berlangsung. Aliran kedua, gas proses diumpankan ke ammonia
converter melalui anulus 122-C1 menuju bed 1. Aliran ketiga, gas proses masuk
melalui tube 122-C2 ke tube 122-C1 dan bergabung dengan gas proses bed 1.
Pembentukan amoniak berdasarkan reaksi antara hidrogen dan nitrogen:
3H2 + N2 ↔ 2 NH3 (+Q)
Reaksi terjadi secara eksotermis dengan katalis magnetite promoted iron,
pada temperatur 454 – 482 oC dan tekanan 173 – 177 kg/cm2G, serta perbandingan
antara N2 dan H2 adalah 1:3. Reaksi ini hanya menghasilkan konversi menjadi
produk ammonia sebesar 20,31 % mol. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil
yang banyak, gas yang belum bereaksi di-recycle secara terus-menerus agar bisa
bereaksi kembali. Keluaran converter dimanfaatkan panasnya terlebih dahulu di
ammonia converter effluent atau BFW preheater dan steam generator untuk
menghasilkan steam HP. Pendinginan lebih lanjut berlangsung di ammonia
converter feed Gas proses keluaran kemudian didinginkan dengan cooling water.
Proses ini dijelaskan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13. Proses Sintesis Amoniak pada Ammonia Converter


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

36
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


c. Refrigerasi dan Pemisahan Amoniak
Amoniak harus terus-menerus dipisahkan dari recycle gas yang menuju
ammonia converter karena amoniak yang menumpuk dalam reaktor akan
mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Hal ini dicegah dengan mendinginkan aliran
recycle gas sintesis melalui beberapa pendingin atau chiller untuk mencairkan
amoniak yang dihasilkan. Pemurnian produk amoniak dilakukan dengan
memanfaatkan sistem refrigerasi yang mempunyai dua macam kegunaan, yaitu
mem-flash cairan amoniak secara terus-menerus pada batas tekanan yang lebih
rendah untuk melepaskan gas-gas yang terlarut dan mengambil panas dari gas
sintesa dalam loop gas sintesa pada proses pendinginan untuk mendinginkan
sebagian gas recycle guna mendapatkan pemisahan dan pengambilan amoniak dari
loop sintesis. Outlet dari ammonia converter didinginkan dan dikondensasikan di
ammonia unitized chiller. Proses sintesis amoniak pada ammonia converter
dijelaskan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14. Proses Sintesis Amoniak pada Synthesis Gas Purifier


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

5. Purge Gas Recovery Unit (PGRU)


PGRU merupakan unit yang berfungsi mengolah purge gas dari pabrik
ammonia, dimana purge gas tersebut masih mengandung NH3 dan H2 yang masih
dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produksi dan efisiensi pabrik.
Proses ini dapat ditunjukkan pada gambar 2.15.

37
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.15. Proses Sintesis Amoniak pada Purge Gas Recovery Unit
(Sumber: PT PUSRI, 2019)

2.8. Unit Utilitas P-IIB


Unit utilitas merupakan unit pendukung yang digunakan untuk
mempersiapkan kebutuhan operasional unit amoniak dan unit urea secara terus
menerus baik yang berkaitan dengan bahan baku maupun bahan pembantu pabrik.
Unit kegiatan utilitas untuk mendukung unit amoniak dan unit urea meliputi:
1. River Water Intake
2. Filter Water Treatment
3. Ultrafiltration System
4. Reverse Osmosis System
5. Cooling Water System
6. Plant Air and Instrument System
7. Waste Water Treatment System
8. Ammonia Storage System
2.8.1. River Water Intake
River water intake facility digunakan untuk menyediakan bahan baku air
sungai yang akan dioleh di unit filter water treatment. Sumber air sungai yang
digunakan oleh pabrik Pusri IIB berasal dari Sungai Musi. River water intake
facility didukung oleh dua unit pompa river water intake dengan tipe centrifugal
dan vertical. Pada kondisi normal, hanya satu unit river water intake facility yang
beroperasi dan satu unit lainnya akan standby. Air sungai disuplai oleh river water

38
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


intake pump menuju ke clarifier dengan normal flowrate sebesar 1059,5 m3/jam
dan beroperasi pada tekanan 4,5 kg/cm 2G. Air sungai tersebut juga digunakan
sebagai air pemadam kebakaran yang disuplai melalui main fire water pump dengan
flowrate sebesar 455 m3/jam dan tekanan operasi sebesar 10 kg/cm2G.
2.8.2. Filter Water Treatment
Unit filter water treatment digunakan untuk menghasilkan filtered water
dengan spesifikasi yang sesuai, sehingga dapat diproses pada unit ultrafiltration
system. Unit filter water treatment terdiri dari dua macam proses, yaitu proses
clarifying atau proses penjernihan yang dilakukan dengan menggunakan clarifier
dan proses filtrasi yang dilakukan dengan menggunakan pressure sand filter.
Clarifier memproses air sungai dengan kapasitas total sebesar 1100 m 3/jam
pada tekanan atmosfer, temperatur 30ºC dengan pH air yang masuk sekitar 6,6-8,3,
dan turbidity air yang masuk 44-95 NTU. Sejumlah bahan kimia diinjeksikan pada
air sungai yang masuk kedalam clarifier. Bahan kimia tersebut adalah alumunium
sulfat, soda kaustik, polimer, dan klorin. Senyawa alumunium sulfat berfungsi
sebagai koagulan, polimer berfungsi sebagai flokulan, soda kaustik berfungsi
sebagai alkali, dan klorin berfungsi sebagai oxidizing biocide.
Pressure Sand Filter (PSF) memproses 220 m3/jam air clarified water per
vessel pada tekanan operasi 5 kg/cm2G dan temperatur operasi 30ºC.
Berlangsungnya proses penyaringan di dalam unit pressure sand filter, clarified
water akan mengalir dari bagian atas ke bawah melalui suatu media filter, yakni
berupa antrasit, pasir dan grafit yang akan menyaring partikel pengotor seperti
suspended solid. Life time dari media filter ini berkisar 3-5 tahun. Hasil keluaran
dari pressure sand filter memiliki spesifikasi dengan kandungan suspended solid
kurang dari 1 ppm, dengan pH sekitar 6,5-7,5, dan turbidity ≤ 1 NTU. Air yang
dihasilkan dari pressure sand filter ini dialirkan menuju filtered water storage tank
dan dialirkan menuju ultrafiltration unit untuk penyaringan lebih lanjut.
2.8.3. Ultrafiltration System
Ultrafiltration system pada unit utilitas ini digunakan untuk menghilangkan
partikulat atau molekul yang berukuran 0,1-0,01 μm, bakteri, dan virus pada produk
air yang keluar dari Pressure Sand Filter (PSF) sehingga dihasilkan potable water

39
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


atau air yang dapat diminum. Spesifikasi potable water yang dihasilkan dari unit
ultrafiltration system ini memiliki pH sekitar 6,5-8,5, turbidity < 1 NTU dan
konsentrasi residual senyawa klorin < 0,5 ppm.
2.8.4. Reverse Osmosis System
Filtered water dari filtered water tank dikirim menggunakan pompa menuju
Activated Carbon Filter (ACF) dari bagian atas yang akan mengalir ke bawah untuk
menurunkan turbidity, residual chlorine, volatile organic compound, dan logam
yang terkandung di dalam filtered water. Activated carbon filter bekerja pada
tekanan operasi 4,5 kg/cm2G dan temperatur operasi 30ºC. Proses backwash
dibutuhkan untuk membuang suspended solid dan partikel-partikel yang terkumpul
di permukaan media filter yang dapat menyebabkan penurunan kinerja dari
activated carbon filter pada proses filtrasi secara Reverse Osmosis.
Pompa bertekanan tinggi membawa air umpan menuju Reverse Osmosis
(RO) unit pada tekanan 14,5 kg/cm2G dan mendorong air yang sebelumnya disaring
di cartridge filter melalui pori-pori membran berukuran 5 micron. Reverse osmosis
dapat menghilangkan material non-organik, seperti mineral, garam, logam, virus,
dan bakteri untuk menghasilkan deionized water dengan conductivity yang relatif
rendah.
Pada kondisi normal operasi, membran di reverse osmosis system dapat
rusak oleh adanya mineral scale, biological matter, colloidal particle, dan insoluble
organic. Kotoran yang terakumulasi di permukaan membran selama proses operasi
dapat menyebabkan berkurangnya flowrate air, dan dapat menyebabkan
berkurangnya efisiensi untuk menghilangkan senyawa non-organik di dalam air.
Oleh karena itu, membran akan dibersihkan dengan metode Cleaning in Place
(CIP) dengan menggunakan acid cleaner, seperti bahan kimia anti scalant, iron dan
alkaline cleaner. Anti scalant berfungsi untuk menghilangkan endapan senyawa
inorganik yang terdapat di dalam membran reverse osmosis.
Iron dan alkaline cleaner seperti slime inhibitor dapat digunakan untuk
mengatasi organic fouling termasuk senyawa biologis. Spesifikasi air yang
dihasilkan dari reverse osmosis system memilki pH 6,5-7, turbidity < 0,5 NTU, M
alkanity CaCO3 < 1 ppm, senyawa klorida < 1 ppm, senyawa SO4 < 1 ppm,

40
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


ammoniak < 1 ppm, calcium hardness < 1 ppm, magnesium hardness < 1 ppm,
senyawa Fe < 0,3 ppm, SiO2 < 0,5 ppm, total suspended solid < 1 ppm, total
dissolved solid < 5 ppm, dan conductivity < 10 μS/cm.
2.8.5. Mixed Bed Polisher System
Mixed bed polisher system berfungsi untuk memproduksi demineralized
water melalui proses ion exchange. Mixed bed polisher beroperasi pada tekanan 4,5
kg/cm2G dan temperatur 30ºC. Air demin sebagai produk akhir dari mixed bed
polisher unit mempunyai spesifikasi pH = 6-7,5; conductivity < 0,2 μs/cm; sodium
+ potassium < 0,01 ppmw, chloride < 0,02 ppm, copper < 0,003 ppm; iron < 0,02
ppm; silica < 0,005 ppm, dan dissolved solid < 0,1 ppm.
2.8.6. Cooling Water System
Cooling tower merupakan peralatan yang digunakan untuk melepas panas
dari proses pabrik, sehingga dihasilkan air yang bertemperatur rendah yang dapat
digunakan kembali untuk proses pendinginan alat pada unit amoniak maupun urea.
Cooling tower memilki dua sistem yang terpisah untuk unit amoniak dan untuk unit
urea. Cooling tower yang digunakan adalah jenis natural draft. Cooling tower akan
menyuplai udara menggunakan bantuan impeller berupa dua buah induced draft fan
yang terletak di atas tower.
Udara yang bergerak dari bawah ke atas akan berkontakkan secara counter
current dengan air panas yang disuplai dari atas cooling tower. Air didistribusikan
secara merata dari atas cooling towet, sehingga terbentuk water droplets yang
memiliki luas permukaan lebih besar agar perpindahan panas yang terjadi pada air
dan udara akan berlangsung secara optimal.
Air make-up disuplai ke basin cooling tower untuk mengimbangi
kehilangan akibat adanya air yang menguap (evaporation loss), drift loss water, dan
blow down water. Cooling water membutuhkan beberapa perlakuan khusus untuk
menjaga kualitas seperti yang diharapkan. Air akan secara terus menerus hilang
karena terjadinya evaporation loss, sehingga air make-up dalam jumlah tertentu
harus terus ditambahkan. Air make-up ini berperan dalam terjadinya peningkatan
impurities hardness, alkalinity, dan silica di sistem cooling water. Adanya
kehilangan sejumlah air akan mengakibatkan terjadinya proses penguapan,

41
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


sejumlah kotoran (impurities) tertinggal di dalam air dan terus terakumulasi, hal ini
dapat meningkatkan potensi terbentuknya scale deposit di cooling water system.
Selama beroperasi, antara cooling water dan logam juga akan terjadi kontak.
Kontak antar keduanya akan meningkatkan potensi terjadinya korosi pada logam.
Oleh karena itu, dibutuhkan perawatan khusus secara terus menerus dengan
menggunakan bantuan bahan kimia tertentu. Injeksi yang dilakukan adalah injeksi
corrosion inhibitor, scale inhitor, chlorine, non-oxidizing biocide, dispersant, dan
pH control untuk senyawa H2SO4 dan untuk senyawa NaOH, dan oxidizing biocide
yang disiapkan melalui cooling tower chemical injection system.
2.8.7. Plant Air and Instrument Air System
Plant air merupakan udara yang digunakan untuk keperluan umum, seperti
keperluan hose connection, aerasi atau udara pengaduk, air tool, dan lain-lain.
Instrument air merupakan udara kering (low dew point) yang khusus digunakan
untuk peralatan instrumentasi. Instrument air juga disuplai ke unit laboratorium
untuk digunakan sebagai udara pengering peralatan-peralatan laboratorium.
2.8.8. Ammonia Storage System
Ammonia storage system digunakan untuk menyimpan kelebihan produk
amoniak di pabrik amoniak dan juga sebagai penyimpan produk amoniak apabila
urea plant shutdown. Tangki penyimpan amoniak menyimpan produk amoniak
pada tekanan operasi atmosferik di sisi dalam tangki dan tekanan 0,05 kg/cm2G
untuk sisi luar tangki. Temperatur operasi ammonia storage system bekerja pada
-33ºC untuk sisi dalam tangki dan 36ºC untuk sisi luar tangki. Terdapat dua buah
sumber produk amoniak yang masuk ke ammonia storage tank, yaitu ammonia
liquid dari pabrik amoniak dan ammonia vapor dari OEP loading facility.
Ammonia liquid dari tangki penyimpanan amoniak akan dipanaskan terlebih
dahulu dari temperatur -33ºC hingga mencapai 38ºC dengan menggunakan
ammonia heater sebelum dikirim ke pabrik urea dengan menggunakan pompa. Pada
kondisi normal, ammonia vapor yang berasal dari tangki amoniak akan didinginkan
dengan menggunakan ammonia refrigerant compressor di pabrik amoniak.
2.8.9. Waste Water System

42
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Pengolahan air limbah berfungsi untuk meyakinkan semua limbah dari
pabrik amoniak, urea dan utilitas dikelola dengan benar sebelum dibuang dengan
memenuhi standar buangan limbah. Larutan OASE dari pabrik amoniak, larutan
asam sulfat dan kaustik soda dari unit demineralisasi, mixed bed polisher, unit
ultrafiltrasi, saluran injeksi bahan kimia, NaOH, koagulan, saluran tangki H2SO4
dinetralkan terlebih dahulu di neutralization pond pada pH 7-8 sebelum dikirim
menuju tempat pengelolahan limbah existing dengan menggunakan pompa.
Air limbah, seperti effluent water dari pabrik urea dan off-spec condensate
akan ditampung di check pit a untuk dikelola. Air limbah dipompakan menuju
ammonia stripper feed preheater dan selanjutnya akan diproses melalui proses
stripping di ammonia stripper dengan menggunakan low pressure steam. Waste
water urea yang mengandung minyak dikirim langsung menuju check pit b.
Kandungan amoniak di waste water dipisahkan pada kondisi tekanan rendah
0,1 kg/cm2G dan temperatur tinggi 101,8ºC di ammonia stripper. Uap yang
dihasilkan dari proses stripping yang mengandung amoniak akan dibuang dari
bagian atas tower dan menuju atmosfer. Air limbah yang telah diolah akan mengalir
ke sisi bagian bawah ammonia stripper menuju ammonia stripper feed preheater,
lalu didinginkan oleh cooler dari temperatur 54,2ºC menjadi 40ºC pada tekanan 0,3
kg/cm2G dan ditampung di check pit b. Air yang telah diolah dan sudah memenuhi
standar air buangan akan dikirim menuju lokasi pengelolaan limbah existing..
2.9. Unit Urea P-IIB
Pabrik PUSRI-IIB didesain untuk memproduksi 2750 MTPD metric ton per
day) urea prill dengan efisiensi energi yang tinggi menggunakan proses ACES 21
(Advanced Constant Energy Saving). Proses ACES adalah teknologi terbaru yang
berbasis recycle larutan dan stripping. Ciri utama dari proses ACES adalah
penggunaan teknologi CO2 stripping bersamaan dengan basis proses recycle larutan
dengan konversi CO2 tinggi dan recovery panas pada temperatur rendah. Pabrik
urea terbagi ke dalam tujuh bagian (seksi) yang terdiri dari Seksi Kompresi
Amoniak dan CO2, Seksi Sintesa, Seksi Purifikasi, Seksi Konsentrasi, Seksi
Recovery, Seksi Prilling, dan Seksi Process Condensate Treatment. Secara umum
proses di unit urea PT. Pupuk Sriwidjaja P-IIB dijelaskan pada gambar 2.16.

43
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.16. Blok Diagram Unit Urea


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

Urea mempunyai rumus molekul NH2CONH2. Urea adalah senyawa


berbentuk serbuk putih, tidak berbau atau mengeluarkan bau amoniak, dan tidak
berasa. Di dalam air, urea akan terhidrolisis menjadi amonium karbamat
(NH2COONH4) yang selanjutnya akan terdekomposisi menjadi NH3 dan CO2.
Kualitas urea yang dihasilkan PT PUSRI dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kualitas urea
disusun berdasarkan kandungan bahan yang terdapat dalam urea.

Tabel 2.6. Kualitas Urea di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang


Kandungan Bahan dalam Urea Jumlah
Nitrogen 46% berat
Air 0,3
Biuret 0,5
Kadar Besi 1 ppm
Ammonia Bebas 150 ppm
Abu 15 ppm
Prill Size : 6-18 mesh 95
Prill Size : 25 mesh 2
(Sumber: Departemen Operasi P-IIB, 2019)

2.9.1 Seksi Kompresi NH3 dan CO2

44
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Bahan baku berupa amoniak dan gas CO2 yang diperoleh dari pabrik
amoniak dimasukkan ke unit kompresi untuk dinaikkan tekanannya sebelum masuk
ke unit sintesa. Make-up amoniak liquid dengan maksimum tekanan 20 kg/cm 2 dan
temperatur 38oC dikirim dari pabrik amoniak dan ditampung di ammonia reservoir
pada tekanan 18 kg/cm 2G, kemudian dinaikkan tekanannya ke 25 kg/cm 2G dengan
ammonia boost-up pump. Amoniak liquid tersebut kemudian dipompakan sampai
dengan tekanan 200 kg/cm2G dengan ammonia feed pump,kemudian dipanaskan
sampai temperatur 73 oC di ammonia preheater 1 dengan steam kondensat tekanan
rendah (SLC) dan kemudian sampai 138 oC di ammonia preheater 2 menggunakan
steam tekanan rendah (SL), untuk selanjutnya amoniak tersebut dikirim ke seksi
sintesa.
2.9.2 Seksi Sintesa
Pada seksi ini, terjadi pembentukan urea dari reaksi antara NH 3 liquid dan
gas CO2 dari pabrik amoniak dan larutan recycle carbamate dari seksi recovery.
Peralatan utama seksi sintesa meliputi reactor, stripper, dan carbamate condenser.
Seksi sintesa beroperasi pada tekanan 155 kg/cm 2G. Keunggulan synthesis loop
adalah konversi dari CO2 yang lebih tinggi dan proses stripping senyawa CO2 yang
lebih efisien dibandingkan metode lainnya.
1. Reactor
Urea diproduksi melalui reaksi eksotermis yang berlangsung antara
senyawa NH3 liquid dan gas CO2 yang akan menghasilkan amonium karbamat.
Selanjutnya, senyawa amonium karbamat akan dilakukan proses dehidrasi secara
endotermis untuk menghasikan senyawa urea dan air.
a. Pembentukan amonium karbamat
2NH3 + CO2 → NH2COONH4 +157.5kJ
b. Dehidrasi
NH2COONH4 → NH2CONH2 + H2O -26.4kJ
Reaksi tersebut bersifat reversible dan variabel yang mempengaruhi reaksi
adalah temperatur, tekanan, komposisi atau kemurnian feed, dan waktu tinggal.
Temperatur operasi yang lebih tinggi akan menaikkan rasio konversi CO 2, sehingga
akan menurunkan konsumsi utilitas dan biaya konstruksi pabrik. Akan tetapi

45
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


temperatur reactor yang tinggi juga akan menaikkan laju korosi pada material
peralatan pabrik, dan akan menaikkan tekanan kesetimbangan reaksi.
Tekanan kesetimbangan di reactor akan didapatkan dengan sendirinya
tergantung dari temperatur operasi dan molar rasio CO 2 terhadap liquid amoniak.
Apabila reactor dioperasikan dibawah tekanan kesetimbangan, maka konversi CO2
akan turun secara drastis. Jika reactor dioperasikan diatas tekanan kesetimbangan,
maka konversi akan naik. Tekanan operasi yang lebih tinggi akan menurunkan
efisiensi stripping dan membutuhkan temperatur yang lebih tinggi di stripper untuk
mendekomposisi senyawa yang tidak terkonversi. Semakin tinggi temperatur, maka
hidrolisis urea dan pembentukan biuret meningkat.
Selain temperatur dan tekanan, kemurnian bahan baku juga berpengaruh
terhadap reaksi tersebut. Apabila kemurnian tidak bisa dijaga, maka akan
meningkatkan load pompa amoniak, menurunkan konversi CO2 akibat
meningkatnya jumlah air yang direcycle, menaikkan load CO2 compressor dan
konsumsi power, menaikkan flow gas inert, sehingga menurunkan konversi CO2 di
reactor, meningkatkan konsumsi steam dan meningkatkan jumlah vent amoniak,
serta hidrogen yang lolos ke dalam CO2 semakin tinggi mengakibatkan beban
dehydrogen column berlebih maka campuran gas eksplosif akan terbentuk.
Waktu tinggal juga mempengaruhi konversi disamping temperatur dan
tekanan sintesa. Dengan kata lain pada temperatur dan tekanan yang lebih rendah,
dibutuhkan waktu tinggal yang lebih lama untuk mencapai konversi tertentu begitu
pula sebaliknya. Waktu tinggal di reactor untuk proses ACES 21 selama 20 menit.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka temperatur operasi reactor 182oC,
dengan rasio H2O/CO2 0.58, rasio NH3/CO2 3.7 dan tekanan 155 kg/cm2 dipilih
untuk pabrik ini dan dengan kondisi seperti ini didapat konversi CO2 63%.
2. Stripper
Stripper berfungsi memisahkan kelebihan NH3 dan mendekomposisikan
carbamate yang tidak terkonversi dari larutan sintesa urea. Proses tersebut
dilakukan dengan menggunakan proses pemanasan yang bersumber dari steam dan
CO2 stripping pada tekanan operasi yang sama dengan yang terjadi di urea reactor.
Reaksi dekomposisi carbamate yang terjadi adalah sebagai berikut:

46
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


NH2COONH4 → CO2 + 2NH3
Selama proses dekomposisi dan stripping di stripper, reaksi hidrolisa urea
menjadi faktor yang penting karena mempengaruhi efisiensi sintesa urea. Hidrolisa
urea terjadi pada temperatur tinggi, tekanan rendah dan waktu tinggal yang lama.
Oleh karena itu desain dan kondisi operasi stripper ditentukan dengan hati-hati
untuk meminimalkan hidrolisa urea yang terjadi sehingga yield produksi urea yang
tinggi dapat dijaga. Reaksi hidrolisa urea sebagai berikut.
NH2CONH2 + H2O ↔ CO2 + 2NH3
Pembentukan biuret juga merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dalam mendesain dan mengoperasikan stripper. Pada tekanan parsial
NH3 yang rendah dan temperatur yang berlangsung diatas 110 oC, urea akan
terkonversi menjadi NH3 dan biuret. Laju pembentukan biuret dalam urea molten
dan concentrator dengan konsentrasi NH3 yang rendah berlangsung dengan sangat
cepat, sedangkan di seksi sintesa pembentukan biuret kecil karena ekses NH3 yang
cukup tinggi. Reaksi pembentukan biuret adalah sebagai berikut:
2HN2COHN2 → NH2CONHCONH2 + NH3
Faktor utama yang mempengaruhi kinerja stripper adalah tekanan operasi,
tekanan steam dan komposisi larutan sintesa urea. Tekanan operasi yang tinggi akan
mengakibatkan naiknya jumlah kandungan NH3 dalam larutan outlet stripper.
Tekanan steam yang rendah akan menurunkan panas yang disuplai ke tube side dan
menurunkan efisiensi stripping. Apabila panas yang disuplai tidak mencukupi,
maka kandungan amoniak akan berlebih dalam larutan outlet stripper, sehingga
beban seksi recovery akan bertambah. Akibatnya akan dibutuhkan jumlah air yang
lebih banyak di seksi recovery yang digunakan untuk menyerap kelebihan senyawa
yang tidak bereaksi sebagai larutan ammonium carbamate.
Efisiensi stripping juga dipengaruhi oleh komposisi larutan sintesa urea.
Yield yang tinggi dari larutan sintesa karena tingginya konversi CO2 akan
meningkatkan efisiensi dari proses stripping yang dilakukan, sehingga kebutuhan
steam di pabrik urea menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, mengontrol rasio molar
NH3/CO2, rasio molar H2O/CO2, dan temperatur optimum di reactor sangat penting
dilakukan untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada proses stripping.

47
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Temperatur larutan outlet stripper tergantung dari beberapa faktor, namun
diharapkan pada kondisi operasi normal antara 170-180 oC. Temperatur yang lebih
tinggi mengindikasikan efisiensi stripping tidak bagus dan kandungan NH3 di
dalam larutan akan lebih tinggi. Level liquid di bottom stripper harus dijaga
serendah mungkin, karena apabila level liquid tinggi akan menambah waktu tinggal
stripper, sehingga mengakibatkan hidrolisa urea dan terbentuknya biuret. Apabila
level liquid terlalu rendah, kemungkinan terikutnya gas CO2 di downstream stripper
ke seksi purifikasi dan seksi recovery bisa terjadi, sehingga akan menaikkan
tekanan di seksi purifikasi dan seksi recovery dengan cepat.
3. Carbamate Condenser
Campuran gas dari top stripper masuk ke bottom carbamate condenser,
dimana campuran gas tersebut dikondensasikan dan diserap oleh larutan carbamate
dan kemudian urea terbentuk dari dehidrasi larutan carbamate di shell side
carbamate condenser. Panas dari pembentukan carbamate dan kondensasi NH3 di
carbamate condenser digunakan untuk memproduksi steam tekanan rendah di tube
side. Tekanan operasi di carmabate condenser sama dengan tekanan sintesa urea.
Tekanan steam yang dihasilkan di tube side carbamate condenser diatur,
sehingga temperatur top (temperatur larutan yang keluar dari carbamate condenser)
menjadi 180oC. Tekanan steam diharapkan adalah 5 kg/cm2G pada load operasi
normal pabrik urea 100%. Carbamate condenser dioperasikan dengan rasio N/C
2,9, dimana akan menghasilkan tekanan uap yang minimum pada larutan sintesa
urea. Di carbamate condenser, waktu tinggal yang cukup (20 menit) di shell side
memungkinkan reaksi sintesa urea mengikuti reaksi pembentukan carbamate.
Tahapan sintesis urea dijelaskan pada gambar 2.17.

48
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.17. Proses Sintesa pada Reactor, Stripper, dan Carbamate Condenser
(Sumber: PT PUSRI, 2019)

2.9.3 Seksi Purifikasi


Produk dari reaksi sintesa terdiri dari urea, biuret, ammonium carbamate,
air dan ekses NH3. Selanjutnya dibutuhkan proses pemisahan urea dari produk hasil
reaksi. Ammonium carbamate, ekses NH3, dan sebagian air dipisahkan dengan
proses pemanasan bersamaan dengan penurunan tekanan. Ammonium carbamate
didekomposisi menjadi gas NH3 dan CO2.
NH2COONH4 → CO2 + 2NH3
Proses dekomposisi biasanya dapat terjadi pada temperatur 120-165 oC.
Penurunan tekanan juga akan menghasilkan proses dekomposisi sebagaimana
menaikkan temperatur. Selama proses dekomposisi, hidrolisa urea menjadi faktor
yang penting karena akan mengurangi jumlah produk urea. Kondisi ini harus
dikontrol untuk meminimalkan kehilangan produksi. Proses hidrolisa terjadi pada
temperatur tinggi, tekanan rendah dan waktu tinggal yang lama.
NH2CONH2 + H2O → CO2 + 2NH3
Terdapat dua tahap proses dekomposisi pada tekanan 16.5 kg/cm 2 dan 2.6
kg/cm2 untuk memisahkan ammonium carbamate dan ekses NH3 dari larutan urea
sebelum dikirimkan ke seksi konsentrasi. Panas untuk mendekomposisi ammonium
carbamate dan mengevaporasi ekses NH3 disuplai oleh panas kondensasi steam SL
dan dari kondensat SML. Konsentrasi larutan urea oulet HP decomposer adalah
60.1%, outlet LP decomposer adalah 64.3% dan outlet flash separator adalah 70%.

49
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


1. HP Decomposer
Jumlah NH3 dan CO2 dalam larutan outlet harus sekecil mungkin untuk
meringankan beban atau load di peralatan selanjutnya dan untuk memudahkan
pengoperasian sistem. Tekanan operasi optimum yang dipilih adalah 16.5 kg/cm 2G.
Temperatur yang tinggi dibutuhkan untuk proses dekomposisi carbamate. Akan
tetapi, temperatur yang terlalu tinggi akan memicu meningkatnya laju korosi,
pembentukan biuret dan akan terjadinya hidrolisa urea, sehingga harus ditentukan
temperatur yang optimum. Temperatur dikontrol pada 152 oC di outlet larutan.
2. LP Decomposer
Untuk memisahkan NH3 dan CO2 dalam larutan di LP decomposer
dibutuhkan tekanan operasi serendah mungkin. Akan tetapi, temperatur optimum
di LP decomposer perlu ditentukan dengan tepat dengan mempertimbangkan
pengoperasian LP absorber dan hidrolisa urea lebih mudah terjadi di LP
decomposer dibandingkan dengan di HP decomposer karena jumlah NH3 dan CO2
jauh lebih kecil. Tekanan operasi di LP decomposer, yaitu 2.6 kg/cm2. Temperatur
operasi perlu ditentukan untuk meminimalkan sisa NH3 di dalam larutan, namun
perlu juga dipertimbangkan pengaruh temperatur terhadap hidrolisa urea dan
pembentukan biuret. LP decomposer dioperasikan pada temperatur 138oC. Seksi
purifikasi pada decomposer ini dijelaskan pada gambar 2.18.

2.9.4 Seksi Konsentrasi


Larutan urea dari seksi purifikasi akan dinaikkan konsentrasinya menjadi
99.7% di seksi konsentrasi dan dikirim ke seksi prilling. Pada tahap pertama,
larutan urea dinaikkan konsentrasinya menjadi 96% (termasuk free NH3 dan biuret)
di vacuum concentrator dengan menggunakan panas kondensasi dan absorbsi gas
dari HP decomposer. Pada tahap akhir konsentrasi urea dinaikkan sampai 99.7% di
final concentrator 1 dan 2 sebagai molten urea dan dikirim ke prilling tower.

50
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.18. Seksi Purifikasi pada HP Decomposer dan LP Decomposer


(Sumber: PT PUSRI, 2019)
1. Vacuum Concentrator dan Heater Vacuum Concentrator
Tahapan di seksi konsentrasi terdiri dari heater of vacuum concentrator dan
vacuum concentrator. Range operasi normal untuk tekanan adalah 210-290
mmHgA dan range operasi normal untuk temperatur adalah 130-136oC. Tekanan
operasi yang lebih rendah akan meningkatkan penguapan air dan menghasilkan
konsentrasi urea yang lebih tinggi. Temperatur yang tinggi akan menghasilkan
konsentrasi urea yang lebih tinggi, tetapi temperatur yang terlalu tinggi akan
meningkatkan kandungan biuret dan mengakibatkan urea tidak sesuai spesifikasi.
2. Final Concentrator dan Final Separator
Tahapan ini terdiri dari final concentrator dan final separator. Tekanan
operasi di tahap ini harus lebih kecil dari 30 mmHgA, dan apabila tekanan lebih
tinggi dari 30 mmHgA maka proses penguapan air tidak sempurna, sehingga
kandungan air dalam urea melt akan meningkat. Range operasi normal untuk
temperatur adalah 138-140 oC. Apabila temperatur terlalu rendah maka akan terjadi
kristalisasi urea dan dapat mengakibatkan kebuntuan pada line urea molten. Apabila
temperatur terlalu tinggi maka kandungan biuret dalam urea akan meningkat. Untuk
meminimalkan terbentuknya kandungan biuret di unit evaporator, maka kondisi
operasi yang optimum harus dicapai pada saat proses berlangsung. Seksi
konsentrasi unit urea ini dijelaskan pada gambar 2.19.

51
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019

Gambar 2.19. Seksi Konsentrasi Unit Urea


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

2.9.5. Seksi Prilling


Molten urea yang dikirim ke prilling tower dispray sebagai tetesan urea
menggunakan prilling basket. Urea yang keluar dari prilling basket didinginkan dan
diubah menjadi padatan setelah berkontak dengan udara yang mengalir dari bawah
ke atas prilling tower karena hisapan dari induced fan prilling tower. Ukuran
butiran urea yang lebih besar didapat dengan kecepatan prilling basket yang lebih
tinggi, dan sebaliknya ukuran urea lebih kecil apabila kecepatan prilling basket
lebih rendah. Proses pada prilling tower dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20. Seksi Prilling pada Prilling Tower


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

52
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Urea di dalam udara panas diserap melalui proses kontak secara counter
current dengan larutan urea 20 wt% di packed bed for dust recovery. Circulation
pump for dust recovery mensirkulasikan urea solution dalam jumlah yang cukup
untuk membasahi packed bed. Di atas packed bed, dipasang demister for dust
recovery. Demister dicuci dengan proses kondensat yang bersih yang akan
menangkap debu urea yang terlewat dari packed bed. Udara dibuang ke atmosfer
oleh induced fan for prilling tower setelah debu yang terkandung dalam air
ditangkap oleh demister. Kandungan debu urea dan gas amoniak yang terkandung
dalam udara yang keluar di prilling tower diharapkan lebih kecil dari 50 mg/Nm 3.
Urea prill dari prilling tower dikirim ke product cooler dan kemudian didinginkan
dengan menggunakan cooling water untuk menjaga temperatur akhir produk 42 oC.
2.9.6 Seksi Recovery
Pada ACES 21 digunakan proses recycle larutan. Campuran gas NH3-CO2
dari seksi dekomposisi diserap oleh air dan larutan carbamate di masing-masing
absorber kemudian di-recycle kembali ke carbamate condenser dan reactor.
1. LP Absorber
Kondisi operasi ditentukan berdasarkan kondisi dimana gas NH3 dan CO2
dari LP decomposer dapat diserap semua oleh larutan di bagian atas washing
column. Dilihat dari pengaruh temperatur dan tekanan, kelarutan NH3 dan CO2
meningkat dengan naiknya tekanan. Gas CO2 diinjeksikan untuk menaikkan
kapasitas absorbsi karena CO2 bereaksi dengan NH3 membentuk ammonium
carbamate atau carbonat, dimana akan menurunkan tekanan parsial NH3.
Dengan injeksi CO2 ini didapatkan kandungan air yang lebih rendah dalam
larutan carbamate yang akan direcycle ke reactor. Temperatur harus dijaga lebih
rendah dari temperatur kesetimbangan. Temperatur optimumnya adalah 45 oC.
2. HP Absorber System
High pressure absorber system terdiri dari HP absorber dan washing
column. Gas NH3 dan CO2 dari HP decomposer diserap di shell side heater of
vacuum concentrator dan kemudian mengalir ke HP absorber. Sekitar 70 wt%
campuran gas terserap di heater of vacuum concentrator evaporator dan HP
absorber. Sisa NH3 dan CO2 akan diserap di bagian bawah washing column.

53
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Tekanan operasi dari sistem HP absorber adalah 15.8 kg/cm2G. Temperatur
operasi di HP absorber adalah 106oC. Gas keluaran HP absorber mengalir ke
washing column. Washing column terdiri dari sistem pendingin di bagian bawah
dan dua packed bed. Di bagian bawah dengan sistem pendingin, gas NH3 dan CO2
diserap oleh larutan dari packed bed washing column. Temperatur operasi bagian
bawah adalah 71oC. Gas NH3 dan CO2 diserap dalam dua packed bed di washing
column (oleh larutan LP absorber dan process condensate tank). Seksi recovery
pada absorber dijelaskan pada gambar 2.21.

Gambar 2.21. Seksi Recovery pada LP Absorber dan HP Absorber


(Sumber: PT PUSRI, 2019)

2.9.7. Seksi Process Condensate Treatment


Pada proses sintesa urea, satu mol air terbentuk bersamaan dengan satu mol
urea. Air sebagai produk samping ini dipisahkan di seksi konsentrasi dan digunakan
sebagai absorben di seksi recovery. Sebagian besar air diuapkan di seksi konsentrasi
bersama sedikit urea, NH3, dan CO2. Uap air ini dikondensasikan di surface
condenser, dan kondensatnya digunakan sebagian sebagai absorbent di seksi
recovery dan sisanya diolah di seksi process condensate treatment.
Kondensat yang sudah diolah dari stage paling bawah dari bagian atas
process condensate stripper selanjutnya diolah di urea hydrolyzer dan bagian
bawah process condensate stripper untuk menghasilkan keluaran yang bebas dari
NH3 dan urea. Gas yang keluar dari bagian atas process condensate stripper dikirim

54
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


ke LP decomposer untuk mengembalikan NH3 dan CO2 dan juga sebagai sumber
panas di seksi dekomposisi. Laju alir steam untuk process condensate stripper
diatur untuk mendapatkan kondisi operasi yang tepat di LP decomposer. Kondisi
operasi urea hydrolyzer pada bottom adalah 210OC, 23 kg/cm2G, dan waktu tinggal
45 menit untuk menghilangkan urea sampai dibawah 1 ppm.s. Larutan dari stage
paling bawah dari bagian atas process condensate stripper yang mengandung
sekitar 1.1 wt% urea dikirim ke urea hydrolyzer melalui preheater for urea
hydrolyzer untuk menghidrolisa urea menjadi NH3 dan CO2 dengan reaksi:
NH2CONH2 + H2O → 2NH3 + CO2

55
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


BAB III
PERFORMANCE AMMONIA CONVERTER (105-D) PUSRI IIB
BERDASARKAN PENGARUH TEMPERATUR, TEKANAN,
PERHITUNGAN NERACA MASSA DAN NERACA PANAS
MENGGUNAKAN ASPEN HYSYS 10.1

3.1. Pendahuluan
3.1.1. Latar Belakang
Produk utama yang dihasilkan oleh PT PUSRI yaitu pupuk urea. Pupuk urea
dihasilkan dari reaksi antara ammonia (NH3) dengan karbon dioksida (CO2), yang
keduanya dihasilkan pada unit ammonia. Ammonia dapat dihasilkan dari sintesis
gas nitrogen dan gas hidrogen. Gas nitrogen berasal dari udara dan gas hidrogen
berasal dari gas alam yang telah melewati beberapa tahapan proses. Tahapan-
tahapan pembuatan ammonia antara lain feed treating, reforming, purifikasi, sintesa
ammonia, permurnian produk, dan recovery. Keluaran dari proses ini akan
mengandung hidrogen, nitrogen, metana, argon, dan sedikit amonia. Bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan ammonia yaitu gas alam, udara, dan air.
Ammonia akan melalui proses sintesa di dalam ammonia converter (105-D).
Ammonia Converter adalah reaktor berkatalis yang berfungsi sebagai
tempat pembentukan NH3 (ammonia) dari hidrogen (H2) dan nitrogen (N2). Reaktor
ammonia converter di PUSRI IIB memiliki 4 bed katalis dan 2 heat exchanger.
Reaktor ammonia converter sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan
efisiensi di pabrik ammonia yang dapat dilihat dari peningkatan produksi NH3 hasil
keluaran ammonia converter. Kontrol dan evaluasi terhadap performa unit tersebut
sangat dibutuhkan untuk mendapatkan proses yang lebih optimal. Performa
ammonia converter dilihat dari beberapa parameter, antara lain umur katalis,
temperatur, tekanan, pressure drop, dan konversi reaktan menjadi ammonia.
Temperatur inlet merupakan faktor yang mempengaruhi hasil konversi
akhir saat pembentukan NH3 di ammonia converter. Temperatur di dalam ammonia
converter harus dijaga sesuai dengan data desain yang telah ditentukan. Pada
ammonia converter ditambahkan sistem pendinginan gas yang masuk ke dalam bed
katalis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dilakukan perhitungan

56
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


data aktual dan data desain untuk menentukan performa dari reaktor ammonia
converter dengan melihat pengaruh temperatur terhadap hasil konversi akhir.
3.1.2. Permasalahan
Temperatur, tekanan, rasio H2/N2, mol inert inlet, dan umur katalis pada
ammonia converter (105-D) akan mempengaruhi hasil konversi H2 dan N2 total, dan
juga persen mol konsentrasi NH3 yang dihasilkan. Untuk meningkatkan performa
produksi NH3 secara optimal, maka diperlukan evaluasi terhadap ammonia
converter. Evaluasi peforma ammonia converter dilakukan berdasarkan pengaruh
temperatur, tekanan, rasio H2/N2, mol inert inlet, dan umur katalis terhadap nilai
konversi H2 dan N2 total, serta persen mol konsentrasi NH3 yang dihasilkan.
3.1.3. Tujuan
1) Mengetahui performa ammonia converter (105-D) di PUSRI IIB terhadap
konversi total H2, N2, dan persen konsentrasi mol NH3 outlet.
2) Mengetahui pengaruh temperatur, tekanan, rasio H2/N2, mol inert inlet, dan
umur katalis pada 105-D terhadap konversi total H2, N2, dan persen
konsentrasi mol NH3 outlet.

3.2. Tinjauan Pustaka


3.2.1. Ammonia Converter
Proses sintesa ammonia terjadi pada unit ammonia converter (105-D). Pada
unit ini, gas sintesa (N2 dan H2) dari unit pemurnian gas sintesa akan direaksikan
menjadi produk ammonia. Ammonia converter di design terdiri 3-stage horizontal
bed converter. Converter ini di design menggunakan material dinding bertekanan
dengan suhu dingin, dimana gas umpan yang suhunya masih dingin akan masuk
melewati annulus antara basket katalis dan dinding converter agar menjaga suhu
wall vessel tentap rendah. Ammonia converter terdiri dari basket removeable,
dimana didalamnya terdapat 4 fixedbeds dan 2 intechanger. Ammonia converter
berisikan sekitar 77,1 m3 promoted iron catalys. Volume katalis dari bed pertama
hingga bed ketiga akan semakin besar, hal ini dilakukan untuk membatasi kenaikan
temperatur akibat panas reaksi eksotermis pada bed pertama (dimana akan terjadi
reaksi tercepat), sehingga converter dapat dijaga pada temperatur yang diinginkan.

57
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Intechanger 122-C memiliki tujuan untuk menjaga temperatur converter, dimana
temperatur inlet 105-D akan dinaikkan oleh gas ammonia keluaran bed 1, sehingga
nilai temperatur reaksi akan selalu terjaga dalam kondisi yang telah ditentukan.
Feed gas diinjeksikan ke bagian bed pertama untuk mengatur temperatur
gas proses dan dialirkan ke bed kedua, melalui interchanger 122-C. Reaksi
pembentukan ammonia di dalam ammonia converter merupakan reaksi
kesetimbangan yang bersifat eksotermik dengan reaksi sebagai berikut:
N2 + 3H2 2NH3 + Q
Umpan converter dibagi menjadi tiga aliran. Aliran pertama (sekitar 60%
dari total flow) melewati annulus 105-D, mendinginkan shell bagian luar, dan
kemudian dipanaskan dengan gas outlet bed 1 di interchanger 122-C1. Aliran
kedua dipanaskan dengan gas outlet bed 2 di interchanger 122-C2. Aliran ketiga
tidak dipanaskan dan diumpankan langsung ke inlet bed 1 untuk mengontrol
temperatur inlet. Ketiga aliran ini digabungkan, dan total gas melewati katalis di
bed 1, didinginkan di 122-C1, melewati katalis di bed 2, didinginkan di 122-C2,
dan melewati katalis di bed 3A dan 3B. Karena tidak ada pendinginan antara bed
3A dan 3B, kedua bed ini berfungsi sebagai single thermodynamic bed. Dengan
mengatur flow gas ke ketiga aliran inlet 105-D dan mengatur flow BFW dan bypass
123-C, temperatur inlet untuk masing-masing bed dapat dikontrol secara individual.

Gambar 3.1. Ammonia Converter di PT Pupuk Sriwidjaja


(Sumber: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang)

Di dalam ammonia converter tidak boleh ada gas CO dan CO2, karena dapat
merusak katalis yang ada pada converter dan dapat menyebabkan karbamasi
(terbentuknya senyawa karbamat). Untuk itu CO dan CO2 diubah menjadi CH4 di
methanator sehingga total CO dan CO2 inlet ammonia converter kurang dari 10
ppm. Syn gas yang keluar dari methanator dicampur dengan gas recycle, diharapkan
mempunyai komposisi H2 dan N2 inlet ammonia converter sebesar 3 : 1.

58
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Dalam melakukan peninjauan performance ammonia converter, perlu
dilakukan perbandingan komposisi antara data desain dan data aktual untuk
mengetahui optimal atau tidak performa suatu ammonia converter. Konsentrasi tiap
komposisi gas keluaran secara desain dapat diamati pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Komposisi Gas Keluar pada 105-D (Desain)


Komponen % Mol
H2 56.59

N2 18.96

CH4 0.03

Ar 4.11

NH3 20.31

(Sumber : Manual Operation Ammonia Plant, PUSRI)

3.2.2. Kondisi yang Mempengaruhi Reaksi di Ammonia Converter


Titik keseimbangan dari reaksi sintesa amonia tergantung pada kondisi
operasi yang diusulkan dan jenis katalis yang digunakan. Katalis digunakan untuk
mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan. Kadar ammonia dalam gas keluaran
reaktor berdasarkan data desain adalah 20,31% mol. Gas yang tidak terkonversi
dikembalikan ke reaktor untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Dalam
reaksi pembentukan ammonia terdapat beberapa hal yang perlu dikendalikan agar
reaksi berjalan optimal. Berikut ini adalah kondisi yang berpengaruh terhadap
reaksi di dalam ammonia converter yaitu :
1. Temperatur
Temperatur mempengaruhi laju reaksi sintesa maupun
kesetimbangan ammonia. Karena reaksi sintesa bersifat eksotermis, maka
kenaikan temperatur akan menurunkan derajat kesetimbangan dari
ammonia dan pada waktu yang sama akan mempercepat reaksi. Ketika
temperatur meningkat, maka laju reaksi akan mengalami peningkatan,
namun konsentrasi kesetimbangan ammonia akan mengurangi konversi
hidrogen dan nitrogen terhadap ammonia. Pengaruh dari temperatur

59
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


terhadap persen mol ammonia yang dihasilkan dalam kesetimbangan
ditampilkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Grafik Hubungan Konsentrasi Ammonia (mol%) dengan


Temperatur dalam Kesetimbangan
(Sumber: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang)

Ketika temperatur operasi meningkat, maka konsentrasi


kesetimbangan amoniak akan berkurang. Kebanyakan sistem sintesa
beroperasi pada temperatur 900˚F sampai 1000˚F (482˚C-538˚C). Akan
tetapi, secara prakteknya katalis diharapkan untuk beroperasi dengan
temperatur yang rendah, yaitu minimal 700˚F (371˚C), dimana pada
temperatur tersebut dapat dicapai konversi yang diinginkan. Hal ini
menunjukkan bahwa, pada kondisi jauh dari kesetimbangan, kenaikan
temperatur akan menuju pada konversi yang lebih tinggi, sedangkan untuk
sistem sintesa yang dekat pada derajat kesetimbangan, kenaikan temperatur
akan menuju pada konversi yang lebih rendah. Temperatur yang rendah
akan memaksimalkan umur katalis. Secara umum, kinerja katalis stabil pada
temperatur 1050˚F (566˚C), namun katalis akan mengalami penurunan
kestabilan apabila berada di atas temperatur tersebut.
Faktor-faktor utama yang dapat meningkatkan temperatur katalis adalah:
1) Peningkatan pada laju alir fresh make up gas.
2) Penurunan laju alir recycle.
3) Pendekatan pada rasio H2/N2 optimal.
4) Penurunan kadar amonia pada gas recycle.

60
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


5) Peningkatan tekanan converter.
6) Pengurangan laju alir quenching yang melalui converter atau bed
katalis.
7) Penurunan kandungan inert pada gas recycle.
8) Peningkatan aktivitas katalis, diikuti dengan adanya pengotor dari
syn gas yang tidak murni.
2. Tekanan
Tekanan mempengaruhi kesetimbangan dan laju reaksi.
Peningkatan tekanan dapat meningkatkan konsentrasi kesetimbangan
amonia dan kecepatan laju reaksi. Hal ini akan mempengaruhi terhadap
meningkatnya konversi pada tekanan tinggi. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan tekanan converter pada purge rate yang konstan adalah :
a. Peningkatan pada laju alir fresh make up gas.
b. Penurunan temperatur converter di bawah temperatur reaksi.
c. Perubahan komposisi gas dari rasio H2 dan N2 yang optimal.
d. Peningkatan kandungan amonia pada gas recycle.
e. Peningkatan kandungan inert pada gas recycle.
f. Penurunan laju alir gas recycle.
g. Deaktivasi katalis.
3. Rasio H2/N2
Feed syn-gas (make up, tidak termasuk recycle) yang menuju ke
seksi sintesa harus mempunyai perbandingan H2 terhadap N2 berkisar 3 : 1.
Hal ini dikarenakan pembentukan amonia berasal dari H2 dan N2 dengan
perbandingan 3 : 1. Perbandingan dalam feed syn-gas boleh diubah sedikit
dari 3 : 1 untuk mendapatkan perbandingan optimum H2:N2 dalam
campuran gas yang masuk converter. Berdasarkan desain pada pabrik, rasio
H2/N2 yang baik berkisar diantara 2,8 – 3,2. Perubahan jumlah rasio H2/N2
akan berdampak pada kenaikan atau menurunnya konversi di dalam
ammonia converter. Variabel operasi utama yang digunakan untuk
mengontrol rasio hidrogen dan nitrogen adalah komposisi dari make up atau
fresh feed gas. Volum relatif fresh feed dan purge gas juga mempengaruhi

61
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


rasio H2/N2. Pengaruh dari rasio H2/N2 terhadap persen mol ammonia yang
dihasilkan dalam kesetimbangan ditampilkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Grafik Hubungan Konsentrasi Ammonia (mol%) dengan Rasio H2/N2
(Sumber: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang)

4. Konsentrasi NH3 Inlet


Konsentrasi NH3 inlet akan mempengaruhi konversi dengan
mengurangi jumlah keluaran ammonia dari converter. Adanya penurunan
tersebut akan meningkatkan konsentrasi ammonia inlet.
5. Gas Inert
Metana dan argon adalah komponen inert yang terdapat pada aliran
syn gas. Komponen ini tidak berbahaya terhadap katalis sintesa dan tidak
mengalami reaksi sintesa, namun dapat membawa dampak negatif terhadap
laju reaksi dan kesetimbangan. Konsentrasi inert bervariasi pada setiap
industri dari 1% sampai 20%. Konsentrasi inert secara umum dapat diatur
secara minimum dengan melakukan purging syn gas pada loop. Gas inert
ini dialirkan keluar dari recycle compressor secara terus menerus agar
jumlahnya tidak naik, dimana akan berakibat pada menurunnya konversi
dan kapasitas produksi. Pengeluaran gas-gas inert secara kontinyu harus
dijaga melalui pipa header yang masuk kompresor recycle dikirim ke sistem
purge gas. Aliran purge gas diperlukan untuk mengontrol konsentrasi CH4
dan gas-gas inert lainya agar dapat dijaga serendah mungkin di daerah
sintesa, karena akan mengakibatkan penurunan konversi, kenaikan tekanan
dan mengurangi kapasitas produksi.

62
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


3.2.3. Katalis
Katalis di dalam ammonia converter terbuat dari oksida besi yang
mengandung potassium, kalsium dan oksida aluminium sebagai stabilizer dan
motor, dan diisikan ke dalam ammonia converter dalam keadaan teroksidasi.
Katalis harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum melakukan proses sintesa dengan
cara reduksi. Reduksi berlangsung ketika gas hidrogen dilewatkan melalui katalis
yang teroksidasi dengan tekanan dan temperatur tinggi. Hidrogen bereaksi dengan
oksigen dari oksida besi dan membentuk air. Air ini dibuang sebanyak mungkin
sebelum gas dikembalikan melalui katalis. Jumlah air yang dihasilkan selama waktu
pengaktifan menunjukkan bahwa reduksi katalis berjalan dengan baik.
Temperatur reduksi harus selalu dijaga di bawah temperatur dimana katalis
akan bekerja untuk menghindari kehilangan daya aktifnya yang dapat disebabkan
oleh tingginya konsentrasi uap air dalam peredaran gas dan pemanasan yang
berlebihan. Temperatur yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan reduksi katalis
berjalan lambat. Tekanan selama waktu reduksi harus dijaga pada titik dimana
reduksi berjalan simetris dan temperatur di dalam daerah mendatar dari lapisan
katalis. Kenaikan tekanan akan memperlambat pembentukan ammonia.
Senyawa yang mengakibatkan penurunan aktivitas katalis atau biasa disebut
dengan racun katalis sering ditemukan pada gas sintesa. Golongan racun pada
katalis sintesa ammonia adalah persenyawaan oksigen. Biasanya persenyawaan
oksigen yang menjadi racun katalis adalah uap air, karbon dioksida, dan molekul-
molekul oksigen. Racun lainnya adalah hidrogen sulfida dan endapan minyak-
minyak, namun senyawa ini hanya menutupi permukaan katalis. Apabila karbon
monoksida yang terdapat dalam jumlah sedikit pada gas sintesa, beberapa sisi aktif
katalis akan bereaksi dengan oksigen sehingga mengurangi keaktivan katalis.

63
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


3.3. Metodologi
3.3.1. Diagram Alir

Studi Literatur

Pengumpulan Data Desain dan Data Aktual pada Ammonia


Converter (105-D)

Pengolahan Data Desain dan Data Aktual

Analisa Hasil
Gambar 3.4. Diagram Alir

3.3.2. Data
Dalam melakukan evaluasi performance Ammonia Converter (105-D),
diperlukan data-data khusus yang akan diolah dalam perhitungan. Data yang
diperoleh dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Data Desain
Data desain merupakan data rancangan pada saat unit tersebut di
desain. Ammonia converter (105-D) pada PT PUSRI IIB yang didapat dari
Departemen Teknik Proses. Adapaun data desain ammonia converter (105-
D) terdiri dari:
1. Data temperatur inlet dan outlet untuk bed 1, bed 2, dan bed 3
2. Flow rate dan komposisi %mol inlet dan outlet
3. Tekanan dan temperatur tiap aliran yang melewati converter
4. Data mol inert
5. Data rasio reaktan H2/N2

64
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


2) Data Aktual
Data ini merupakan data yang diperoleh pada saat berlangsungnya
operasi. Data operasi didapatkan dari Control Room dan laboratorium unit
PT PUSRI IIB Palembang dan terdata dalam logsheet. Data komposisi inlet
dan outlet diperoleh dari hasil analisa sampel pada laboratorium. Data
operasi lainnya diperoleh dari control room. Data yang digunakan dalam
mengevaluasi kinerja katalis ammonia converter (105-D) adalah:
1. Komposisi %mol inlet dan outlet 105-D
2. Temperatur dan tekanan feed 105-D
3. Temperatur antar bed
4. Flow rate inlet dan outlet 105-D
5. Data rasio reaktan H2/N2
6. Data mol inert
7. Pressure Drop
Data-data yang digunakan di dalam mengevaluasi ammonia converter
diambil sebanyak 6 data mingguan dari tanggal 1 juli 2019- 31 juli 2019.
3.3.3. Skema Aliran Ammonia Converter

Gambar 3.5. Skema aliran ammonia converter

65
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


3.3.4. Skema Aliran Ammonia Converter Menggunakan Simulator

Gambar 3.6. Skema Aliran Ammonia Converter Menggunakan Simulator

3.4. Hasil Perhitungan dan Pembahasan


3.4.1. Neraca Massa pada Data Desain dengan Simulator
1. Neraca massa pada BED-1

Inlet Outlet

66
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


2. Neraca Massa pada BED-2

Inlet Outlet

3. Neraca Massa pada BED-3A

Inlet Outlet

67
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


4. Neraca Massa pada BED-3B

Inlet Outlet

5. Neraca Massa Total pada Ammonia Converter (105-D)

Inlet Outlet

3.4.2. Neraca Massa pada Data Aktual dengan Simulator (31 Juli 2019)
1. Neraca Massa pada BED-1

68
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Inlet Outlet

2. Neraca Massa pada BED-2

Inlet Outlet

3. Neraca Massa pada BED-3A

Inlet Outlet

69
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


4. Neraca Massa pada BED-3B

Inlet Oulet

5. Neraca Massa Total pada Ammonia Converter (105-D)


Inlet Outlet

Tabel 3.2. Perbandingan Hasil Perhitungan Data Desain dan Data Aktual
Variabel Data Desain Data Aktual
Operasi Inlet Outlet Selisih Inlet Outlet Selisih
Molar Flow 34950 31990 2960 30390 27990 2400
Bed-1
(Kmol/hr)
Mass Flow 341600 341600 - 302700 302700 -
Bed-1
(Kg/hr)
Molar Flow 31990 30710 1280 27990 26720 1270
Bed-2
(Kmol/hr)
Mass Flow 341600 341600 - 302700 302700 -
Bed-2
(Kg/hr)

70
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Tabel 3.2. (Lanjutan) Perbandingan Hasil Perhitungan Data Desain dan Data Aktual
Variabel Data Desain Data Aktual
Operasi Inlet Outlet Selisih Inlet Outlet Selisih
Molar Flow 30710 29830 880 26720 26000 720
Bed-3A
(Kmol/hr)
Mass Flow 341600 341600 - 302700 302700 -
Bed-3A
(Kg/hr)
Molar Flow 29830 29830 - 26000 26000 -
Bed-3B
(Kmol/hr)
Mass Flow 341600 341600 - 302700 302700 -
Bed-3B
(Kg/hr)
Molar Flow 34950 29830 512 30390 26000 4390
Total
(Kmol/hr)
Mass Flow 341600 341600 - 302700 302700 -
Total
(Kg/hr)

Perhitungan neraca massa memiliki tujuan untuk mengetahui perfomance


dari ammonia converter berdasarkan konversi reaktan dan persen komposisi NH3
yang dihasilkan. Perhitungan neraca massa menggunakan simulator, dimana data
yang diolah ada dua yaitu data desain dan data aktual (31 Juli 2019). Peninjauan
neraca massa dapat dilihat dari tiap bed-nya dan juga secara keseluruhan (Total).
Berdasarkan Tabel 3.2, dilakukannya perbandingan data desain dan aktual, dapat
dinyatakan bahwa data aktual mengalami penurunan selisih molar inlet dan outlet
sebesar 4390 Kmol/h (aktual) dan 5120 Kmol/h (desain). Hal ini dapat
dipengaruhi oleh tekanan operasi secara aktualnya, dimana tekanan operasi
mengalami penurunan sebesar 2,4 kg/cm2.
Berdasarkan faktor kesetimbangan, penurunan tekanan akan
mengakibatkan turunnya persen konversi dimana reaksi yang terjadi akan
cenderung bergeser ke kiri. Besarnya selisih antara molar inlet dan outlet secara
aktual juga dapat dipengaruhi dari lebih besarnya mass flow rate yang melalui
converter yaitu sebesar 302700 kg/hr (aktual) dan 341600 kg/hr (desain),

71
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


sehingga peningkatan konversi per pass dapat lebih sulit dicapai karena kecilnya
resident time yang dibutuhkan feed gas untuk melewati setiap bed pada converter.
Resident time yang lebih lama dapat meningkatkan konversi reaktan dan persen
mol komposisi NH3 yang dihasilkan, hal ini dapat terjadi karena waktu kontak
antara reaktan dan katalis akan lebih lama sehingga proses pemutusan rantai dari
senyawa akan semakin cepat terjadi, sehingga senyawa reaktan akan berikatan
dengan lebih cepat dan dapat membentuk senyawa baru berupa NH3.

3.4.3. Neraca Panas pada Data Desain dengan Simulator


1. Neraca Panas pada BED-1

Inlet Outlet

2. Neraca Panas pada BED-2

72
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Inlet Outlet

3. Neraca Panas pada BED-3A

Inlet Outlet

4. Neraca Panas pada BED-3B

73
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Inlet Outlet

5. Neraca Panas Total pada Ammonia Converter


Inlet Outlet

3.4.4. Neraca Panas pada Data Aktual dengan Simulator (31 Juli 2019)
1. Neraca Panas pada BED-1

Inlet Outlet

74
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


2. Neraca Panas pada BED-2

Inlet Outlet

3. Neraca Panas pada BED-3A

Inlet Outlet

75
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


4. Neraca Panas pada BED-3B

Inlet Outlet

5. Neraca Panas Total pada Ammonia Converter


Inlet Outlet

76
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


Tabel 3.3. Perbandingan Hasil Perhitungan Neraca Panas Desain dan Aktual
Variabel Data Desain Data Aktual

Operasi Inlet Outlet Enthalpy Inlet Outlet Enthalpy


Change Change
(kJ/kmol)/ (kJ/kmol)/
Heat Loss Heat Loss
(kJ/h) (kJ/h)

Molar
Enthalpy
9060 9896 -836 9749 10570 -821
Bed 1
(kJ/kmol)
Molar
Enthalpy
Bed 2 6262 6524 -262 6401 6705 -304

(kJ/kmol)
Molar
Enthalpy
Bed 3A 4228 4352 -124 4519 4645 -126

(kJ/kmol)
Molar
Enthalpy
Bed 3B 4352 4353 - 4645 4645 -

(kJ/kmol)
Heat
Flow
8 8
Overall 1,249x10 1,249x10 - 1,107x108 1,107x108 -
(kJ/h)

Perhitungan neraca panas bertujuan untuk mengetahui kinerja dari ammonia


converter. Perhitungan neraca panas menggunakan simulator, dimana terdapat dua
data yang diolah yaitu data desain dan data aktual (31 Juli 2019). Peninjauan neraca

77
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


panas dapat dilihat dari tiap bed-nya dan secara keseluruhan (overall). Ditinjau dari
data aktual, dilakukan perhitungan terhadap perubahan entalpi ( H ) yaitu dengan
menghitung selisih entalpi molar inlet dan outlet. H reaksi pada bed 1, adalah
sebesar -821 kJ/kmol (-836 kJ/kmol untuk desain), -304 kJ/kmol pada bed 2 (-262
kJ/kmol untuk desain), -126 kJ/kmol bed 3 (-124 kJ/kmol untuk desain). Jumlah
heat flow kondisi aktual adalah sebesar 1,107x108 kJ/h dan 1,249x108 kJ/h untuk
data desain. Hal ini menunjukkan energi yang dibutuhkan pada keadaan aktual
bernilai lebih kecil. Sehingga terjadi kenaikkan terhadap kinerja dari ammonia
converter (105-D).

3.4.5. Pengaruh Perbedaan Temperatur Inlet Bed 1 terhadap Hasil Persentase Mol
NH3 Outlet Bed 3 Data Desain dan Data Aktual.

Tabel 3.4. Pengaruh Perbedaan Temperatur Inlet Bed 1 terhadap Hasil Persentase Mol
NH3 Outlet Bed 3 Data Desain dan Data Aktual.
Desain Aktual Selisih
Minggu Temperatur Komposisi Temperatur Komposisi Komposisi
Inlet (°C) (%mol) Inlet (°C) (%mol) (%mol)
1 362 19,92 371,21 19,57 0,35
2 362 19,92 371,04 18,42 1,5
3 362 19,92 372,09 19,28 0,64
4 362 19,92 371,29 19,52 0,4

Berdasarkan Tabel 3.4, dapat dinyatakan bahwa komposisi NH3 tertinggi


didapatkan pada minggu ke-1, yaitu sebesar 19,57% mol dengan nilai temperatur
inlet bed 1 sebesar 371,21°C. Nilai komposisi tersebut memiliki nilai yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan data desain, yaitu sebesar 19,92% mol. Hal ini
disebabkan karena perbedaan nilai temperatur inlet bed 1 data aktual minggu
pertama dengan data desain. Nilai temperatur inlet bed 1 yang rendah akan
menghasilkan nilai persentase mol NH3 outlet bed 3 yang tinggi.
Nilai komposisi yang dihasilkan berdasarkan tabel di atas dari minggu ke-1
sampai minggu ke-4, berkisar antara 18,42-19,57% mol. Temperatur inlet bed 1
tertinggi berdasarkan Tabel 3.4. bernilai 372,09°C, dengan nilai komposisi 19,28%
mol. Nilai komposisi terendah yang didapat yaitu sebesar 18,42% ketika temperatur

78
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


inlet bed 1 sebesar 371,04°C. Berdasarkan hasil Tabel 3.4 di atas dapat dilihat
bahwa, nilai temperatur inlet bed 1 yang terlalu rendah akan menghasilkan nilai
komposisi NH3 outlet bed 3 yang rendah, begitu pula sebaliknya. Namun, nilai
temperatur yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan komposisi NH 3 menurun.
Berdasarkan Tabel 3.4. diatas didapat temperatur optimum inlet bed 1 sebesar
371,21°C untuk menghasilkan komposisi NH3 sebesar 19,57% mol.

3.4.6. Pengaruh Tekanan Inlet Bed 1 terhadap Persentase Hasil Mol NH3 Outlet
Bed 3 Data Desain dan Data Aktual.
Tabel 3.5. Pengaruh Tekanan Inlet Bed 1 terhadap Persentase Hasil Mol NH3 Outlet Bed
3 Data Desain dan Data Aktual.
Desain Aktual Selisih
Minggu Tekanan Komposisi Tekanan Komposisi Komposisi
Inlet (%mol) Inlet (%mol) (%mol)
2 2
(Kg/cm ) (Kg/cm )
1 155,3 19,92 151,2 19,57 0,35
2 155,3 19,92 153,1 18,42 1,5
3 155,3 19,92 152,1 19,28 0,64
4 155,3 19,92 151,8 19,52 0,4

Berdasarkan Tabel 3.5, dapat dinyatakan bahwa komposisi NH3 tertinggi


didapatkan pada minggu pertama, yaitu sebesar 19,57% mol dengan nilai tekanan
inlet bed 1 sebesar 151,2 kg/cm2. Nilai komposisi tersebut memiliki nilai yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan data desain, yaitu sebesar 19,92% mol. Hal ini
disebabkan karena perbedaan nilai tekanan inlet bed 1 data aktual minggu pertama
dengan data desain. Nilai tekanan inlet bed 1 yang rendah akan menghasilkan nilai
persentase mol NH3 outlet bed 3 yang tinggi.
Nilai komposisi yang dihasilkan berdasarkan tabel di atas dari minggu
pertama sampai minggu keempat, berkisar antara 18,42-19,57% mol. Tekanan inlet
bed 1 tertinggi berdasarkan Tabel 3.5 bernilai 153,1 kg/cm2, dengan nilai komposisi
19,28% mol. Nilai komposisi terendah yang didapat yaitu sebesar 18,42% ketika
tekanan inlet bed 1 sebesar 153,1 kg/cm2. Terjadi penurunan hasil komposisi NH3
ketika tekanan inlet bed 1 mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Tabel 3.5 di
atas dapat dilihat bahwa, nilai tekanan inlet bed 1 yang rendah akan menghasilkan

79
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


nilai komposisi NH3 outlet bed 3 yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan
Tabel 3.5 diatas, semakin rendah tekanan inlet bed 1 maka akan semakin tinggi
komposisi NH3 yang dihasilkan.

80
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1) Temperatur optimum feed gas inlet Ammonia Converter untuk
mendapatkan komposisi NH3 tertinggi pada outlet bed 3 yaitu 371,21°C.
2) Tekanan optimum feed gas inlet Ammonia Converter untuk mendapatkan
komposisi NH3 tertinggi pada outlet bed 3 yaitu 151,2 kg/cm2.
3) Penurunan temperatur yang mendekati data desain akan menghasilkan
komposisi NH3 pada outlet bed 3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan
temperatur lainnya.
4) Peningkatan tekanan feed gas inlet Ammonia Converter akan meningkatkan
komposisi NH3 yang dihasilkan pada outlet bed 3.
5) Kondisi operasi optimum ammonia converter terdapat pada minggu
pertama ketika temperatur feed gas inlet sebesar 371,21°C dan tekanan feed
gas inlet sebesar 151,2 kg/cm2.

4.2. Saran
Perlu dilakukannya peninjauan pengaruh dari umur katalis pada ammonia
converter terhadap hasil komposisi NH3 pada outlet bed 3 sehingga didapat data
kinerja 105-D yang lebih lengkap.

81
PT PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
1 Juli 2019 – 1 September 2019

1 Januari 2019 – 1 Maret 2019


DAFTAR PUSTAKA

PT PUSRI. 2015. Prinsip Operasi Pabrik Ammonia PUSRI-IIB, Operating


Instruction Manual. Palembang: Departemen Operasi Pusri-IIB.
PT PUSRI. 2015. Prinsip Operasi Pabrik Urea PUSRI-IIB, Operating Instruction
Manual. Palembang: Departemen Operasi Pusri-IIB.
PT PUSRI. 2015. Prinsip Operasi Pabrik Utility PUSRI-IIB, Operating Instruction
Manual. Palembang: Departemen Operasi Pusri-IIB.
Pupuk Sriwidjadja Palembang. 2019. Identitas Perusahaan PT Pupuk Sriwidjadja
Palembang. (Online). http://www.pusri.co.id/ina/identitas-
perusahaansekilas-identitas-perusahaan/. (Diakses pada 8 Agustus 2019).
Smith, J. M., H.C. Van Ness. 2001. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics 6th Edition. New York: McGraw-Hill.
Yaws, C. L. 1999. Chemical Properties Handbook. Tokyo: Mc. Graw Hill Book.

Anda mungkin juga menyukai